Anda di halaman 1dari 10

Pemikiran Politik Negara Dan Agama

“Ahmad Syafii Maarif”


Ahmad Sholikin*

Abstrak

Jurnal ini membahas tentang pemikiran politik Negara dan Agama Ahmad Syafii Maarif, serta latar belakang
pemikiran tersebut. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan data pustaka sebagai
sumber utama penelitian ini. Penulis menggunakan teori politik Islam Al-Maududi untuk menganalisa
pemikiran politik Buya Syafii, dan sosiologi pengetahuan Karl Manheim untuk menganalisa latar belakang
pemikiran tersebut. Hasil penelitian ini adalah, pertama, Ahmad Syafii Maarif adalah seorang Intelektual
Muslim yang menggunakan semangat moral Islam sebagai dasar berpijak dari seluruh pemikiran politiknya.
Pola hubungan antara negara dan agama tergambar dalam pola yang saling memerlukan, Negara
memerlukan agama sebagai sumber prinsip moral-transendental bagi tegaknya keadilan dan prinsip
persamaan dalam sebuah negara, sedangkan Agama butuh negara sebagai institusi pelindung bagi
terlaksananya ajaran moral agama dapat terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, Ahmad Syafii
Maarif dalam hal pemikiran negara dan agama mengalami transformasi pemikiran yang sangat kontras, dari
syariat oriented pemikiran Moh. Natsir sebelum menjadi seorang sosial- demokrat yang menjadi orientasi
dari Muhammad Hatta. Titik kontras pemikirannya adalah sebelum Chicago dan pasca Chicago.

Kata Kunci : Pemikiran Politik Islam, Relasi Negara dan Agama, Ahmad Syafii
Maarif.

Abstraction

The journal discusses the political thought of the State and Religion Syafii Maarif and Conceptual background.
The author used qualitative research methods, with data
library as the main source of this study. The author uses the theory of political Islam Al-Mawdudi to analyze
political thought Buya Syafii, Karl Manheim and the sociology of knowledge to analyze the conceptual
background. The results of this study are, firstly, Ahmad Syafii Maarif is a Muslim intellectual who use Islam as
a basic moral spirit rests from all his political thinking. The pattern of the relationship between state and
religion is reflected in the pattern of mutual need, the State need religion as a source of transcendent moral
principles for the establishment of justice and the principle of equality in a country, while the state takes
religion as a protective institution for the implementation of the moral teachings of religion can be
implemented in everyday life days. Second, Ahmad Syafii Maarif in terms of state and religious thinking
thoughts transformation of stark contrasts, from Shari’a Moh oriented thinking. Natsir before becoming a
social-democrat, the orientation of Mohammad Hatta. The point of contrast is thinking before Chicago
and post- Chicago.
Keywords : Islamic Political Thought, Ahmad Syafii Maarif, Relation of State and Religion.

* Mahasiswa S1 Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga

194
Ahmad Sholikin: Pemikiran Politik Negara Dan Agama “Ahmad Syafii Maarif” 195

A. Pendahuluan meskipun telah diperdebatkan beberapa tahun


Agama dan politik merupakan dua aspek yang lalu, dan mengalami fluctuative discourse
fundamental dalam kehidupan manusia, dan dalam percaturan politik di Indonesia, akan
persoalan hubungan antara keduanya juga tetapi wacana ini selalu survive pada momen-
telah menjadi bahan pamikiran para ilmuwan, momen tertentu. Ketegangan dan perdebatan
filsuf maupun teolog sepanjang sejarah. Salah ini muncul menjelang pemilu karena momen
satu karakteristik Islam sebagai agama pada ini merupakan kesempatan besar bagi semua
awal-awal perkembangannya adalah kejayaan golongan yang ingin memperjuangkan aspirasi
di bidang politik. Islam tidak hanya politiknya, baik itu yang berideologikan
menampilkan dirinya sebagai perhimpunan nasionalis, maupun Islam.
kaum beriman yang mempercayai kebenaran Sejak Pancasila dijadikan dasar ideologi
yang satu dan yang sama, melainkan juga formal Republik Indonesia pada tahun 1945
sebagai masyarakat yang total.1 Atas dasar oleh Soekarno, Pancasila menjadi bagian
adanya pertimbangan nilai-nilai keagamaan perdebatan politik yang tidak terelakan oleh
akan memberi harapan tumbuhnya kegiatan politikus dan agamawan, khususnya Islam.4
politik bermoral tinggi atau berakhlak mulia. Keinginan sebagian kalangan untuk
Inilah makna bahwa politik tidak dapat menjadikan Islam sebagai dasar negara
dipisahkan dari agama, tetapi dalam hal bukanlah fenomena yang baru, ini telah
susunan formal atau strukturnya serta segi-segi mencuat sejak Indonesia masih berumur
praktis dan teknisnya, politik adalah belasan bulan, tepatnya ketika
wewenang manusia, melalui pemikiran penentuan dasar negara. Wacana negara
rasionalnya (yang dapat dipandang sebagai Islam dan formalisasi Syariat Islam di
suatu jenis ijtihad). Dalam hal inilah politik Indonesia kian merebak pasca
dapat dibedakan dari agama. Maka dalam segi tumbangnya rezim otoriter Orde Baru. Salah
struktural dan prosedural politik itu, dunia Is- satu indikatornya dapat dilihat dari tumbuh
lam sepanjang sejarahnya, mengenal berbagai suburnya kelompok-kelompok Islam radikal
variasi dari masa ke masa dan dari kawasan ke yang demikian getol mengusung formalisasi
kawasan, tanpa satu pun dari variasi itu Syariat Islam. Politik praktis menjadi jalan for-
dipandang secara doktrinal paling absah mal untuk mengusung Syariat Islam sebagai
(kecuali masa kekhalifahan Rasyidah).2 ideologinya, tercatat ada beberapa partai Islam
Agama telah menjadi kebutuhan dasar semisal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai
manusia yang tidak dapat dipisahkan dari Bulan Bintang (PBB) dan Partai Persatuan
kehidupan sosial manusia, selain itu agama juga Pembangunan (PPP).
diyakini tidak hanya berbicara soal ritual Sejalan dengan waktu dan disertai oleh
semata melainkan juga berbicara tentang tersebarnya agama Islam ke seluruh penjuru
nilai-nilai yang harus dikonkretkan dalam dunia, telah terjadi kontak sosial dan budaya
kehidupan sosial dan dalam ranah dan akan mempengaruhi kepada ajaran agama
ketatanegaraan, sehingga muncul tuntutan Islam itu sendiri. Budaya masyarakat dari
agar nilai-nilai agama diterapkan dalam waktu ke waktu akan mengalami perubahan,
kehidupan bernegara.3 sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan
Gagasan tentang relasi Islam dan Negara sebuah ajaran, paham yang berasal dan
selalu menjadi wacana aktual di Indonesia diciptakan oleh sekelompok masyarakat atau

1
Nurcholis Madjid, kata pengantar dalam Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, Study Tentang
Percaturan dalam Konstituante.(Jakarta: LP3ES,1985), hlm.IX
2
Nurcholish Madjid , Islam dan Politik Suatu Tinjauan atas Prinsip-Prinsip Hukum dan Keadilan,dalam
jurnal politik islam paramadina (elite- ebook/media.isnet.org/islam/Paramadina/Jurnal/Politik N.
html (1 of 8)13/05/2006 15:13:43)
3
Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Negara dan Agama Merajut Hubungan Antar Umat. (Jakarta : Buku Kompas.2002.
) hlm 34-35
4
Douglas E. Ramage, Percaturan Politik di Indonesia: Demokrasi, Islam, dan Ideologi Toleransi, alih bahasa Hartono
Hadikusumo, (cet. ke-1. Jogjakarta: Mata Bangsa, 2002), hlm. 2
196 Jurnal Politik Muda, Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hal 194-203

perorangan akan hidup dan tumbuh pada Ahmad Syafi’i Ma’arif, serta apa yang
waktu yang bersamaan selagi tokoh atau orang melatarbelakangi munculnya pemikiran
yang menciptakan ajaran itu masih hidup, dan politik negara dan agama Ahmad Syafi’i Ma’arif
hanya sesuai pada waktu zaman itu juga. Dalam tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah
pandangan Buya Syafii Maarif, ketika Islam mendeskripsikan dan menganalisa pandangan
diaplikasikan dalam konteks keindonesiaan politik Ahmad Syafi’i Ma’arif dalam
maka akan memunculkan sebuah Islam yang menjelaskan relasi antara agama dan
ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi kekuasaan. Selain itu mengkaji tentang
solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa kekuatan dan kelemahan pandangan Ahmad
Indonesia.5 Syafi’i Ma’arif dalam merumuskan hubungan
Menurut Ahmad Syafii Maarif, secara negara dan agama serta agama dan kekuasaan.
doktrinal Islam tidak menetapkan dan Manfaat Penelitian ini adalah untuk
menegaskan pola apapun tentang teori negara memperkaya khazanah intelektual muslim
Islam yang wajib digunakan oleh kaum Mus- dalam perdebatan negara dan agama serta
lim. H.A.R. Gibb seperti dikutip Buya Ahmad agama dan kekuasaan. Menemukan konsep
Syafii Maarif, memaparkan bahwa baik Al- yang sistematis dalam menginterpretasikan
Qur’ân maupun Sunnah tidak memberikan agama dan negara serta agama dan kekuasaan
petunjuk yang tegas tentang bentuk sehingga tercipta pola hubungan yang
pemerintahan dan lembaga-lembaga politik seimbang dan harmonis. Memberikan nuansa
lainnya sebagai cara bagi umat untuk berfikir yang lebih kondusif dan realistis.
mempertahankan persatuannya. 6
Argumentasi Buya Syafii Maarif ini berangkat B. Kajian Teoritik
dari asumsi bahwa Islam bukanlah sekedar Teori politik Islam (fiqh siyasah).
cita-cita moral dan nasihat-nasihat agama yang Menurut Abul A’la Al Maududi, secara garis
lepas begitu saja. Islam membutuhkan sarana besar teori Politik Islam meliputi, pertama:
sejarah untuk mewujudkan cita- cita moralnya azas pertama dalam teori politik Islam adalah
yang mencakup seluruh aspek kehidupan. kepercayaan terhadap keesaan (tauhid) dan
Sarana yang dimaksud Buya Ahmad Syafii kedaulatan Allah adalah landasan dari sistem
Maarif tidak lain adalah negara, sehingga Syafii sosial dan moral yang dibawa oleh para Rasul
Maarif menolak pandangan yang menghendaki (Allah). Kepercayaan itulah yang merupakan
pemisahan Islam dan negara. satu-satunya titik awal dari filsafat politik
Ahmad Syafii Maarif, sebagai salah satu dalam Islam. Ajaran pokok islam menyatakan
intelektual Muslim terkemuka dan bahwa manusia, secara individual maupun
berpengaruh di Indonesia, pandangan- kolektif, harus memberikan semua haknya
pandangannya tentang relasi agama (Islam) untuk memimpin, menetapkan aturan dan
dan negara, serta agama dan kekuasaan melaksanakan tanggung jawab
menemukan momentumnya di saat bangsa ini kepemimpinannya kepada sesamanya. 7
banyak dibelit berbagai problematika, Berdasarkan teori ini kedaulatan adalah milik
terutama terkait masalah ideologi negara. Oleh Allah, Dia sendirilah yang menetapkan hukum.
karena itu, penulis memandang penting Tidak seorangpun, bahkan nabi pun, tidak
untuk mengetengahkan dan mengkaji berhak memerintah atau menyuruh orang lain
pemikiran Ahmad Syafii Maarif yang moderat, untuk melakukan atau tidak melakukan segala
inklusif, dan substansialistik. sesuatu atas dasar hak (atau kemauan) nya
Penelitian ini meneliti tentang bagaimana sendiri. 8
relasi agama dan negara dalam pemikiran Kedua: Negara Islam, hakikat dan ciri-

5
Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan, Sebuah Refleksi
Sejarah (Cet.I, Bandung : PT Mizan Pustaka), hlm. 15
6
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah..., loc.cit .hal. 20.
7
Abul A’la Maududi, Teori Politik Islam dalam Islam dan Pembaharuan Ensiklopedi Masalah- masalah oleh John J. Donohue dan John
L. Esposito, Cet. III. (Jakarta : citra niaga Rajawali Pers,
1993) hlm. 465
8
Ibid. hlm 466
Ahmad Sholikin: Pemikiran Politik Negara Dan Agama “Ahmad Syafii Maarif” 197

cirinya. Islam sangat menentang filsafat dan himbauan tanpa kekerasan dimanfaatkan
kedaulatan rakyat dan berpandangan politik juga. Demikian juga pendidikan moral
atas dasar kedaulatan Allah dan kekhilafahan dikalangan rakyat ditingkatkan, pengaruh
manusia. Nama yang lebih tepat untuk sosial dan kekuatan pendapat khalayak (public
diberikan kepada pandangan politik opinion) juga diarahkan kepada tercapainya
kenegaraan Islam adalah konsep “kerajaan Al- tujuan tersebut.12
lah” yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Penelitian ini meneliti tentang
istilah ”theo-cracy”. Teokrasi yang dibangun bagaimana latar belakang dan lahirnya
berdasarkan Islam, ia tidak ditempatkan pemikiran Buya Syafii dalam hal negara dan
dibawah kekuasaan kelas agama tertentu agama. Sebagaimana di kemukakan oleh Karl
melainkan ditangan seluruh masyarakat Manheim, perubahan dinamika pemikiran
muslim. Kaum muslimin secara keseluruhan dalam sosiologi pengetahuan sangat berkaitan
menjalankan roda pemerintahan itu sesuai dengan eksistensi gagasan dalam suatu struktur
dengan petunjuk-petunjuk kitab suci (Al- sejarah. Sosiologi pengetahuan
Qur’an) dan aturan- menitikberatkan sebuah analisa pada
aturan pelaksanaan yang dijalankan oleh eksistensi gagasan kepada studi historis
Rasul-Nya.9 kongkret yang dimaknai, sejarah merupakan
Ketiga: tujuan negara Islam dapat konteks dari lahirnya sebuah pemikiran.
dirumuskan atas dasar Al-Qur’an dan Sunnah “Rather, the sociology of knowledge seeks
sebenarnya telah diletakkan dasar-dasarnya to comprehend thought in the cocrete setting
oleh Allah. Al-Qur’an menyatakan : of an historicalsituation out of which indi-
“Sesungguhnya Kami telah mengatur vidually differentiated thought only very
Rasul-rasul Kami dengan membawa gradually emerges.13
bukti-bukti yang nyata. Dan telah Kami Asumsi dasar dari sosiologi pengetahuan
turunkan bersama mereka kitab suci dan adalah sebuah gagasan tidak hanya lahir dari
neraca agar manusia dapat menciptakan dialektika internal atau psikologis, tetapi juga
keadailan. Dan Kami telah menciptakan besi subjek tidak lepas dari selimut sejarah apa yang
yang mempunyai kekuatan hebat, dan manfaat mewarnai periode tertentu.
yang banyak bagi manusia.....”10 Pemikiran dapat lahir melalui perdebatan
Dalam ayat ini besi melambangkan dan dominasi pemikiran tertentu dalam sebuah
kekuatan politik, dan ayat ini juga menjelaskan konteks historis, pemikiran yang
bahwa tugas para nabi adalah menciptakan mendominasi tersebut diberikan respon dan
suasana kehidupan, dimana rakyat kembalikan dipahami sebagai pandangan
memperoleh jaminan atas keadilan sosial yang hidup. Bagi Manheim, intelektual adalah
sejalah dengan tolak ukur ilahi yang dijelaskan kelompok yang sangat penting dalam suatu
Allah dalam kitab sucinya, yang antara lain masyarakat, Intelektual adalah orang yang
berisi aturan-aturan untuk membentuk suatu merespon keadaan zaman dan sejarah hingga
kehidupan yang berdisiplin baik.11 Tujuan melahirkan pandangan hidup bagi
negara Islam adalah melenyapkan segala masyarakatnya. Pada hakikatnya, sosiologi
bentuk kejahatan dan mengembangkan pengetahuan merupakan sebuah usaha
kebaikan dan keutamaan sebagaimana dengan mengetahui bagaimana lahirnya sebuah
jelas telah dikemukakan oleh Allah didalam pemikiran yang dilahirkan melalui konteks
Kitab Al-Qur’an itu. Untuk mencapai tujuan dan dinamika historis yang terkait dengan
inilah kekuasaan politik itu dipergunakan dan, konteks sosial masyarakat.
dimana perlu, segala macam alat propaganda

9
Ibid. hlm 468-469
10
Q.S. 57:25
11
Abul A’la Maududi, Teori Politik Islam……… Loc cit. 472
12
Ibid.
13
Karl Manheim, Ideology and Utopia, (USA : Harvest Book, 1936) hlm. 3
198 Jurnal Politik Muda, Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hal 194-203

C. Pembahasan dalam parlemen tidak dapat ditempatkan dalam


1. Gagasan Tentang Relasi Negara dan kategori dikotomis antara ibadah dan kerja
Agama Ahmad Syafii Maarif sekuler, shalat dimasjid adalah ibadah,
Pandangan Buya Syafii tentang pola sedangkan pidato dalam parlemen merupakan
hubungan antara negara dan agama secara juga kerja sekuler yang harus berada dibawah
garis besar bukan sekedar pola hubungan wawasan moral dan etika Al-Qur’an. Al-
dikotomis yang saling meniadakan. Pola Qur’an sangat banyak membicarakan tentang
hubungan Islam dan negara adalah dimana Is- sebuah mesin kekuasaan, yang dimaksud
lam bukan semata-mata sebagai ritual dengan mesin kekuasaan disini adalah sebuah
peribadatan hamba kepada tuhannya saja, Negara yang berfungsi sebagai alat pemaksa
tetapi lebih dari itu Islam menyangkut hal- hal terhadap anggota masyarakat agar mematuhi
tentang bagaimana kaedah-kaedah, batas- undang-undang yang telah ditetapkan oleh
batas dalam muamalah dan bersosial dalam lembaga yang berwenang. Tetapi Buya Syafii
masyarakat. Sejalan dengan pemikiran juga menolak pendapat yang mengatakan
tersebut maka Buya Syafii menginginkan bahwa Islam adalah negara dan agama, dalam
supaya aturan-aturan dan patokan-patokan pandangannya negara adalah sesuatu yang mu-
tersebut dapat terjaga dan direalisasikan maka table (berubah) sesuai dengan tuntutan ruang
harus ada negara atau kekuasaan politik yang dan waktu, sedangkan agama merupakan
melindunginya. Buya Syafii dengan cermat sesuatu yang immutable (tetap) tidak lekang
memahami antara Al-Qur’an dan karier oleh ruang dan waktu.
Muhammad selama kerasulannya mengatakan Buya Syafii menolak adanya gagasan
bahwa wawasan kekuasaan dalam Islam tentang negara Islam, menurutnya gagasan
harus disinari oleh wawasan moral sebagai tentang negara Islam tidak memiliki basis
salah satu indikator iman dalam konteks dan religio-intelektual yang kukuh. Piagam
realitas sosial. Realitas sejarah telah Madinah yang merupakan hasil karya
menunjukkan kepada kita bagaimana Islam Rasulullah tidak menyingung sama sekali
dalam berbagai periode dan diberbagai masalah negara Islam, sehingga Buya Syafii
negara seringkali mengkhianati cita-cita menganggap bahwa fenomena Negara Islam
politik Islam itu sendiri, hanya karena alasan merupakan fenomena abad 20. Tetapi juga
yang dicari-cari, tetapi cita-cita politik Islam tidak dapat diabaikan bahwa Islam
tersebut tidak akan lenyap dari pemikiran para membutuhkan sebuah mesin pemaksa dalam
pemikir-pemikir Muslim. bentuk negara dengan kekuasaan politik untuk
Menurut pemahaman Buya Syafii Islam membumikan cita-cita dan ajaran moral yang
bukanlah hanya cita-cita moral dan nasehat- terdapat dalam Al-Qur’an. Posisi nabi
nasehat agama yang dapat lepas begitu saja, Muhammad dalam Al-Qur’an hanyalah sebagai
tetapi Islam memerlukan sarana untuk seorang rasul, tetapi juga tidak dapat
mewujudkan cita-cita moralnya yang meliputi dipungkiri dalam perjalanan sejarah Nabi
seluruh dimensi kehidupan manusia. Di mata Muhammad pernah menjabat sebagai
Al-Qur’an tidak sedikitpun dari dimensi pemimpin negara sekaligus sebagai
kehidupan manusia yang terlepas dari sorotan pemimpin agama. Posisi sebagai Rasullullah
wahyu, dengan demikian jika ada pemikir tidak pernah berubah hingga beliau wafat pada
muslim yang berpendapat bahwa Islam dan 632 M, kedududkan nabi muhammad sebagai
negara harus dipisahkan maka pendapat rasul ini termaktub dalam Ali-Imron: 144
tersebut tidak memiliki landasan teoritis yang “Muhammad hanyalah seorang Rasul”. Ayat
kuat, bahkan dalam jangka yang lebih panjang inilah yang kemudian digunakan oleh Buya
akan mengakibatkan pada kerja bunuh diri. Syafii untuk menolak statement bahwa Islam
Dalam pandangan Buya Syafii, tidak ada adalah agama dan negara, bagi Buya Syafii
pemisahan antara negara dan agama adalah statement ini akan mengaburkan hakikat yang
berdasarkan Al-Qur’an, dalam Q.S Al- An’am: sebenarnya dari posisi kenabian Muhammad
162 menegaskan “Katakanlah, sesungguhnya SAW. Nabi Muhammad SAW tidak pernah
shalatku, ibadahku, hidup matiku, adalah mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa dan
untuk Allah, pemelihara alam semesta. Dari juga tidak pernah mendeklarasikan sistem dan
ayat ini shalat di masjid, jualan di pasar, pidato bentuk pemerintahan yang baku, yang harus
Ahmad Sholikin: Pemikiran Politik Negara Dan Agama “Ahmad Syafii Maarif” 199

diikuti oleh umat Islam. Kenyataan ini Abu Bakar kepemimpinan dipegang oleh
menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah Umar Bin Khattab melalui wasiat yang
pemimpin yang visioner, beliau paham betul diberikan Abu Bakar, pasca Umar Bin Khattab
bahwa masyarakat muslim adalah masyarakat lengser, jabatan khalifah diberikan kepada
yang dinamis dan pluralis, apabila hanya ada Utsman Bin Affan melalui tim formatur yang
satu bentuk pemerintahan yang harus di amini diprakarsai Umar. Sepeninggal wafatnya
oleh seluruh umat Islam maka secara politis Utsman, kepemimpinan dilanjutkan oleh Ali
akan menyulitkan negara tersebut. Sehingga Bin Abi Thalib melalui aklamasi,
sekalipun Buya Syafii menyerukan akan ketidakbakuan
pentingnya negara dalam Islam, tetapi dia sistem kepemimpinan pada masa
menolak pandangan yang mengatakan bahwa khalifah menandakan bahwa sistem khalifah
Islam adalah daulah (negara) dan din (agama). muncul untuk merespons kondisi sosio-
Pandangan Buya Syafii tentang relasi negara kultural pada waktu itu. Pasca periode
dan agama bertentangan dengan pendapat dari Khulafa ar-rasyidin, terjadi transformasi yang
para pengusung negara Islam dengan sangat mendasar dalam sistem politik pada
melakukan formalisasi syariat Islam menjadi periode Bani Umayyah dan Bani Abasiyyah,
hukum negara, bagi kelompok ini Islam berbeda dengan periode sahabat, sistem
merupakan agama sekaligus negara khalifah pada periode ini dijalankan secara
merupakan perintah dari Tuhan yang wajib dinasti atau kekeluargaan dan berlangsung
dilakukan dan dilaksanakan sebagai amal hingga Bani Usmaniyyah. Sistem khilafah
shaleh. Islamiyah sempat eksis dan berkuasa selama
Mekanisme politik yang beragam dapat kurang lebih 13 abad lamanya, terhitung sejak
kita lihat dari sejarah kepemimpinan Khulafa masa khulafa ar- râsyidîn pada 632 M hingga
ar-Rasyidin, pasca wafatnya Nabi Muhammad masa Turki Utsmani yang berakhir pada tahun
SAW umat Islam mengalami yang namanya 1924 M. Rentang waktu selama itu, tak dapat
krisis kepemimpinan, dalam penjelasan Fazlur dipungkiri sistem khilafah pernah menjadi
Rahman sebagaimana di kutip Buya Syafii kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang
mengalami krisis konstitusional14. Umat Islam dominan. Kalangan yang menginginkan
mengalami kebingungan karena Nabi formalisasi syariat Islam sering mengklaim
Muhammad SAW tidak meninggalkan pesan bahwa model pemerintahan tersebut sebagai
apapun tentang siapa yang akan menggantikan model yang harus diadopsi oleh umat Islam,
beliau, sehingga atas konsensus para petinggi kesuksesan pada masa khilafah inilah yang
Islam di Banu Sa’idah, maka ditunjuklah Abu melatar belakangi sebagian umat Islam untuk
Bakar sebagai pengganti Nabi Muhammad. mendirikan negara Islam.
Pertemuan yang terjadi di Banu Sa’idah dalam Rekam sejarah perjalanan Islam Indone-
pandangan Buya Syafii menjadi titik tolak sia, ada sebagian kalangan yang menginginkan
yang amat penting bagi perjalanan politik Islam sebagai dasar negara Indonesia dengan
Islam, pertemuan tersebut dapat dikatakan alasan bahwa mayoritas penduduk Indonesia
sebagai pelaksanaan syura pertama oleh umat adalah Muslim. Tokoh Islam Indonesia yang
Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad. dengan sangat getol menginginkan Indonesia
Pengangkatan Abu Bakar sebagai pengganti sebagai negara Islam adalah Muhammad Natsir
Rasulullah menuai perselisihan antara umat Is- dengan pemikiran persatuan negara
lam, antara kubu yang mendukung Ali Bin Abi dan agama. Dalam pidatonya
Thalib dan yang tetap mendukung Abu Bakar didepan Majelis Konstituante, Natsir
sebagai Khalifah. Ali dan kelompoknya menginginkan Islam sebagai dasar negara
mengklaim bahwa yang berhak karena penduduk Indonesia mayoritas adalah
menggantikan Rasulullah adalah keluarga Muslim, Natsir berdalil bahwa untuk dasar
terdekat negara Indonesia hanya mempunyai dua
Nabi sendiri, tetapi karena berbagai pilihan yakni paham sekularisme (la diniyyah)
alasan politik maka Ali disingkirkan dari dan paham agama (dini)15. Bagi Natsir, negara
percaturan politik dan Abu Bakar tetap terpilih sebagai kekuatan dunia merupakan sesuatu
secara aklamasi menjadi Khalifah pertama yang mutlak dalam Al-Qur’an dan hanya dengan
pengganti Nabi Muhammad. Sepeninggal kekuasaan politik (negara) aturan- aturan dan
200 Jurnal Politik Muda, Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hal 194-203

ajaran-ajaran Islam dapat mendapatkan bimbingan berupa etika dan


terimplementasikan dalam kehidupan nyata, moral yang terdapat dalam ayat-ayatnya. Agar
maka dari itu Natsir membela prinsip persatuan dapat merealisasikan ajaran Islam maka
negara dan agama. Menurut Buya Syafii, dibutuhkan negara sebagai penyokong
aspirasi dari para tokoh Islam Indonesia di agama, bagi Buya Syafii negara merupakan
masa kemerdekaan untuk mendirikan alat yang sangat penting bagi agama, tetapi
negara Islam apabila dikaji secara mendalam Buya Syafii menolak untuk menjadikan Islam
tidak memiliki tujuan yang jelas aspirasi Islam sebagai dasar negara. Aspirasi politik umat Is-
yang diperjuangkannya. Bagi Buya Syafii lam hendaknya tidak menginginkan untuk
bukan sesuatu yang mudah untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara dan
menempatkan Syariat Islam ke dalam memformalisasi syariat Islam, akan tetapi
mekanisme kehidupan politik modern, Ia umat Islam harus menjalankan kehidupan atas
mencontohkan negara Pakistan sebagai negara dasar kebersamaan dan musyawarah (syura).
Islam yang hingga sampai saat ini masih Prinsip syura sejalan dengan ajaran Al-Qur’an
bingung untuk menerapkan Syariat Islam yang menghendaki tercipatanya masyarakat
dalam kehidupan kenegaraannya. Dalam yang egaliter dengan menjalankan mekanisme
konteks ini, Buya Syafii mengkritik para tokoh syura, dalam pandangan Buya Syafii prinsip
Islam masa lampau yang menurutnya lebih dasar yang paling pokok adalah konsep syura
mengutamakan wadah, yaitu menegakkan yang menjadi cita-cita sentral dalam cita-cita
negara berdasarkan Islam secara formal. politik Al-Qur’an. Buya Syafii mengatakan
Menurut Buya Syafii Islam tidak bahwa syura sangat dekat dengan sistem
mempermasalahkan apapun nama dan bentuk demokrasi, sehingga dapat dikatakan bahwa
pemerintahan yang dipakai oleh pemimpin Is- syura merupakan demokrasi khas Islam.
lam, yang terpenting adalah bagaimana moral- Buya Syafii menyadari bahwa di era
etik dapat berjalan dengan baik dalam sebuah modern ini tidaklah mudah untuk
negara tersebut. Dalam hal ini Buya Syafii menemukan sebuah model negara yang
memandang Al-Qur’an petunjuk etik bagi menerapkan prinsip egaliter dan syura
manusia dan bukanlah sebuah kitab ilmu diantara negar-negara yang menyebut dirinya
politik, institusi-institusi sosio-politik dan sebagai negara berdasarkan Islam. Menurut
organisasi manusia senantiasa berubah dari Buya Syafii negara-negara Islam pada saat ini
zaman ke zaman. Diamnya Al-Qur’an dalam telah menyimpang dari ajaran Al-Qur’an, selain
masalah sistem pemerintahan mana yang Pakistan Buya Syafii mencontohkan Iran
harus digunakan oleh umat Islam, merupakan sebagai negara Islam, negara republik Islam
suatu jaminan yang sangat luas bagi manusia Iran pada awalnya diperkirakan dapat menjadi
untuk menggunakan akalnya dalam memilih model negara Islam, tetapi pada kenyataannya
sistem pemerintahan yang tepat untuk umat tidak berhasil. Pola kehidupan di Iran yang
Islam itu sendiri. Tujuan terpenting Al-Qur’an sangat elitis dan kekuasaan di Iran
dan juga Islam adalah supaya nilai-nilai dan tersentral pada para penguasa politik
perintah-perintah etiknya dijunjung tinggi dengan mengabaikan prinsip syura
serta bersifat mengikat terhadap kegiatan- (demokrasi) membuat banyak pihak kecewa.
kegiatan sosio-politik umat Islam. Nilai-nilai Buya Syafii juga menyesalkan sikap dari para
tersebut secara menyeluruh dan integral ahli hukum Islam dan beberapa negara muslim
dengan prinsip-prinsip keadilan, persamaan, yang masih sistem politik monarkhi adalah
dan kemerdekaan yang kesemuanya itu sistem politik Islam, maka dari itu wajib
menempati posisi sentral dalam ajaran moral dipertahankan.
Al-Qur’an. Pandangan politik Buya Syafii lebih
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat menekankan pada nilai-nilai substantif Islam
manusia menurut Buya Syafii memberikan seperti kesejahteraan, persamaan, keadilan,
suatu pondasi yang kukuh dan tidak berubah kebebasan dan seterusnya daripada
bagi semua prinsip etika dan moral bagi melakukan formalisasi hukum Islam sebagai
kehidupan ini. Al-Qur’an memposisikan dasar negara. Bagi Buya Syafii negara
kehidupan manusia sebagai sebuah dengan segala atribut yang disandangnya
keseluruhan yang terintegrasi dan harus bukan masalah yang fundamental dalam Islam,
Ahmad Sholikin: Pemikiran Politik Negara Dan Agama “Ahmad Syafii Maarif” 201

dengan kata lain apapun bentuk negaranya diangkat pada masa Orde Baru. Posisinya
bukan menjadi hal yang penting, yang sebagai pengajar jurusan Sejarah Universitas
terpenting adalah pemerintah negara tersebut Negeri Yogyakarta dan PNS (Pegawai Negeri
mampu mewujudkan kemaslahatan, keadilan, Sipil) tidak lepas dari kontribusi
kebebasan dan nilai-nilai substansial Muhammadiyah yang memberikan
lainnya bagi masyarakat. Kekuasaan Islam pendidikan dengan basis modern hingga watak
harus dibangun atas dasar landasan etik- developmentalis Orde Baru begitu dekat
moral, menurut Buya Syafii kekuasaan dengan ide-ide Muhammadiyah. Ahmad Syafii
semestinya menjadi kendaraan moral atau alat Maarif berangkat ke Ohio University di Athens,
moral yang efektif bagi tegaknya moral, tetapi dimana pada fase ini Buya Syafii semakin
sekarang yang terjadi adalah banyak negara meyakini cita-cita mendirikan negara
agama atau moral yang dijadikan kendaraan Islam dan penolakan m e n ta h -
untuk mencapai kekuasaan. Dalam landasan mentah terhadap sekularisme yang sudah ia
prinsip moral inilah Buya Syafii berpedoman kagumi sejak usia muda. Nama-nama seperti
bahwa prinsip-prinsip Islam akan menjadi Muhammad Iqbal, Khaled Abou el Fadl,
tegak, selain itu buya Syafii sangat mengecam Maududi, Taymiah, Afghani, Qutb menjadi
para elit yang sering membawa nama Islam, ruh penasaran yang selalu membayangi
tetapi perilakunya sangat jauh dari pemikirannya.
perilaku yangmencerminkansebagaiseorangmuslim. Ahmad Syafii Maarif pindah ke Universi-
tas Chicago dengan obsesi dan kekecewaan
2. Latar Belakang Pemikiran Politik Ahmad yang mendalam akibat dibubarkannya
Syafii Maarif Masyumi. Pertemuannya dengan Fazlur
Rahman mengubah berbagai pandangan Buya
Ahmad Syafii Maarif menjalani Syafii Maarif. Dengan kemampuan Rahman,
kehidupannya sebagai seorang anak desa Buya Syafii ketepatan Rahman dalam
yang hidup dalam serba kekurangan. Cita-cita kembali kepada Al- Qur’an dan
yang muncul di kepala hanya bagaimana mengkonstruksinya menjadi sebuah
caranya untuk dapat melakukan mobilitas pedoman etis dan moral dengan pikiran yang
vertikal dengan berbagai macam cara, adil, tanpa ada rasa dendam politis. Fazlur
Muhammadiyah sebagai institusi pendidikan Rahman masih meyakini bahwa Negara Islam
modern Islam begitu diterima di Sumatera adalah sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak
Barat yang pada dasarnya memiliki haluan Is- begitu dengan Buya Syafii, sebuah mobilitas
lam yang sama. Kultur Minangkabau di desain vertikal dalam pemikiran yang sangat radikal
untuk berubah, sangat lentur dan mau dan diikuti oleh mobilitas vertikal dalam
mengakui segala yang asing dari dirinya karena kehidupan Ahmad Syafii Maarif. Buya Syafii
memang bukan autentisitas kebudayaan lokal dapat hidup dari bekerja dengan orang yang
sebagai basis nilainya tetapi transformasi. tidak pernah mengenal Al-Qur’an, namun
Buya Syafii melakukan sebuah mobilisasi begitu hidupnya begitu sangat toleran tidak
geografis ke Yogyakarta, langkah ini seperti yang terjadi di Pakistan yang
merupakan sebuah kewajaran bagi orang mendasarkan konstitusinya pada Islam selalu
Minagkabau karena melihat bergerak ke luar di hiasi oleh perang suku dan bom bunuh diri.
strukturnya adalah sebuah mobilisasi vertikal. Ahmad Syafii Maarif sekembalinya dari
Muhammadiyah yang terlibat sebagai anggota Chicago dan menetap di Indonesia bergabung
istimewa dari partai Masyumi menjadi sebuah kembali dengan Muhammadiyah, ini
model yang dominan dalam pemikiran Buya merupakan fase awal dari perjalanan
Syafii, Muhammadiyah yang begitu aktual intelektual Buya Syafii pasca Chicago. Buya
dalam hidup Buya Syafii akan selalu di ikuti Syafii masuk dalam dunia pertentangan
kemanapun afiliasinya. dakwah Muhammadiyah antara golongan
Posisi Islam secara ekonomi dan politis teologi puritan dan golongan intelektual hasil
begitu tidak berdaya pada masa Orde Baru, didikan Barat. Intelektual yang berlatar
akan tetapi Islam dapat tempat dalam birokrasi belakang barat dibawa oleh Amien Rais
kenegaraan begitu juga posisi Ahmad Syafii sedangkan para ulama puritan yang sudah
Maarif adalah sebagai pegawai Negeri yang lama eksis dalam Muhammadiyah dan
202 Jurnal Politik Muda, Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hal 194-203

memiliki image sebagai kelompok Muslim menjunjung keadilan dan demokrasi. Selain itu
yang puritan. Buya Syafii mendapatkan yang menjadi kelebihan dari Buya Syafii adalah
kesulitan dalam mendamaikan pertentangan Ia menjadi seorang agen yang pemikirannya
yang ada dalam tubuh Muhammadiyah dapat diterima sebagai produk pemikiran Is-
tersebut, karena cita-cita Islam yang ia usung lam. Melalui mobilisasi dalam hal pendidikan,
sangat universal. Hal ini merupakan hal yang Buya Syafii memiliki pandangan yang
sangat sulit untuk dapat diterima dalam tubuh dibangun oleh kultur akademisi yang penuh
Muhammadiyah yang berada dalam image dengan pertanyaan terhadap suatu keyakinan
eksklusif nya yang telah bertahun-tahun dan memproduksi gagasan-gagasan yang lebih
menghinggapi pergerakan Muhammadiyah. produktif dan bervariatif terhadap persoalan
Ahmad Syafii Maarif benar-benar dapat yang begitu dekat dengan masyarakat.
membumikan pemikirannya pada saat setelah
ia selesai menjabat sebagai Ketua Umum D. Kesimpulan
Muhammadiyah, dengan mendirikan Maarif Ahmad Syafii Maarif adalah seorang
Institute maka Buya Syafii melakukan Intelektual Muslim yang menggunakan
hubungan lintas agama yang menjadi fokus semangat moral Islam, dalam hal ini kalimat
utama dalam membangun masyarakat yang tersebut merupakan sebuah kesimpulan
demokratis dan egaliter. umum mengenai semua pemikiran Islam
Ahmad Syafii Maarif melakukan dari Ahmad Syafii Maarif. Dalam pandangan
penafsiran yang universal dari ajaran-ajaran Ahmad Syafii Maarif Islam dapat dijadikan
Al-Qur’an hingga semangat moralnya dapat petunjuk moral bagi semua masyarakat Indo-
diterima oleh berbagai kelompok dan juga nesia dalam membangun kehidupan bernegara
agama. Visi pluralism baginya adalah sebuah dan bermasyarakat. Penjelasan ini merupakan
keadaan dimana setiap orang dapat hidup sebuah hasil dari pergumulan Ahmad Syafii
bersama tnpa ketakutan, oleh karena itu Buya Maarif dengan sejarah, yang menjadi study-nya
Syafii ingin menafsirkan ajaran Islam sebagai dan telah membuatnya dapat melakukan
kelompok yang mayoritas menjadi sesuatu mobilitas yang sangat radikal dalam pemikiran
yang universal agar dapat diterima dalam Islam. Penempatan diri dari Buya Syafii dapat
kelompok sekecil apapun. Dalam pandangan terus berubah-ubah sebagai sebuah hasil dari
Buya Syafii negara Islam adalah sebuah perkembangan pengetahuan hasil berdialog
konsep yang akan menghasilkan ketakutan dengan sejarah, hal ini dapat kita lihat dari
bagi kelompok minoritas karena semangatnya berubahnya seorang Ahmad Syafii Maarif dari
sangat partikular, sehingga menimbulkan seorang yang fundamentalis menjadi seorang
ketakutan bagi yang minoritas terhadap ide Islam yang terbuka, atau dalam bahasa Buya
tersebut. Buya Syafii mengkonstruksi Islam Syafii sebagai Muslim yang inklusif dan
sebagai ajaran yang universal, tokoh agama pluralis. Selain itu dapat juga kita lihat
lain pun juga memposisikan agama seperti itu, bagaimana cita-cita yang awalnya
dimana mereka juga mengkonstruksi menginginkan untuk terselenggaranya negara
ajarannya sebagai sebuah universal. Mereka Islam nan megah menjadi seorang pembela
menganggap dengan cara menjunjung tinggi demokrasi dan Pancasila sebagai sebuah ajaran
penguniversalan lewat ide kemanusiaan moral bagi manusia Indonesia. Dalam bahasa
an demokrasi akan mempertegas nilai singkatnya Ahmad Syafii Maarif dalam hal
keagamaan mereka. Agama sebagai sebuah pemikiran negara dan agama mengalami
jalan untuk menyelesaikan persoalan, tidak transformasi pemikiran yang sangat kontras,
seperti yang dituduhkan oleh kelompok dari syariat oriented pemikiran Moh. Natsir
sekuler yang memposisikan agama sebagai menjadi seorang sosial-demokrat yang
sumber konflik, agama bisa mengatakan menjadi orientasi dari Muhammad Hatta.
bahwa merekalah yang aktual dalam
kekacauan yang diciptakan sekulerisme.
Ahmad Syafii Maarif menentang adanya
ketidak adilan negara adalah sebuah
perjalanan untuk semakin menghayati Islam,
bukan hanya sebagai seorang yang
Ahmad Sholikin: Pemikiran Politik Negara Dan Agama “Ahmad Syafii Maarif” 203

E. Daftar Pustaka Maarif, Ahmad Syafii. 1985. Islam dan


Masalah Kenegaraan: Studi tentang
Al Banna, Gamal. 2006. Relasi Negara dan Percaturan dalam Konstituante. Jakarta:
Agama. Jakarta : Mata Air Publishing. LP3ES. Manheim, Karl. 1936. Ideology
and Utopia. USA : Harvest Book.
An-Naim, Abdullahi Ahmad. 2007. Islam dan Mardjono, Hartono. 1995.
Negara Sekuler; Karakter Negara Menegakkan Syari’at Islam Dalam
Modern. Bandung: Mizan Konteks Ke Indonesiaan: Proses
Penerapan Nilai-Nilai Islam dalam
Black, Antony. 2006. Pemikiran Politik Islam Aspek Hukum, Politik dan Lembaga
Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Negara. Bandung : Penerbit Mizan.
Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta.
Mars, David dan Gerry Stoker. 2010. Teori dan
Budiardjo, Miriam. 2004. Dasar-dasar Ilmu metode dalam ilmu politik. Bandung :
Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Nusa Media
Utama.
Maududi, Abul A’la. 1993. Teori Politik Islam,
Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an dan dalam buku Islam dan Pembaharuan
Terjemahannya. Jakarta: Yayasan Ensiklopedi Masalah-masalah oleh John
Penyelenggara Penterjemahan Departemen J. Donohue dan John L. Esposito, Cet. III.
Agama. Jakarta : citra niaga Rajawali Pers.

Donohue, John J dan John L. Esposito. 1993.


Islam dan Pembaharuan : Ensiklopedi
masalah-masalah. Jakarta: citra niaga
Rajawali Pres. Cet.III.

Maarif, Ahmad Syafii. 2006. Islam dan


Pancasila sebagai Dasar Negara Studi
tentang Perdebatan dalam Konstituante.
Jakarta : Pustaka LP3ES.

Maarif, Ahmad Syafii. 2009. Islam dalam


Bingkai Keindonesiaan dan
Kemanusiaan
Sebuah Refleksi Sejarah. Bandung : PT Mizan
Pustaka.

Maarif, Ahmad Syafii. 1994. Peta Bumi


Intelektualisme Islam di Indonesia.
Bandung
: PT Mizan Pustaka.
Maarif, Ahmad Syafii. 1995. Membumikan Is-
lam. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Maarif,
Ahmad Syafii. 1996. Islam dan Politik
Teori Belah Bambu Masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1965). Jakarta : Gema Insani
Press.

Maarif, Ahmad Syafii. 2009. Titik-titik Kisar di


Perjalananku Autobiografi Ahmad
Syafii Maarif . Bandung : PT Mizan Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai