Anda di halaman 1dari 4

7.

Penanganan selanjutnya :

Setelah penanganan primer dan sekunder::


 Prioritas terpenting ialah mencegah hipoksia dan hipotensi pada pasien cedera kepala
yang keduanya dapat menyebabkan cedera kepala sekunder
 Intubasi endotrakeal harus dilakukan pada pasien yang GCS <8 menggunakan teknik
rapid sequence
 Pasien dengan skor GCS lebih tinggi mesti diintubasi bila ada kecenderungan aspirasi
atau gangguan jalan napas
 Infus harus segera dipasang dan resusitasi cairan (NS atau RL) dapat dimulai sesuai
indikasi klinis
- Bila pasien tidak kekurangan cairan, jangan memberikan cairan intravena secara
berlebihan karena dapat memicu terjadinya edema serebri
- Pada pasien yang kekurangan cairan, setelah kondisi pasien stabil dengan resusitasi
awal pemberian cairan berikutnya harus dilakukan secara hati-hati
- Cairan hipotonik jangan dipakai untuk resusitasi
 pemeriksaan penunjang
 radiologi : CT kepala, foto servical lateral, foto thorax AP, foto abdomen, foto
pelvis
 DPL (Diagnostic peritoneal lavage): untuk menilai trauma tembus atau trauma
tumpul, dan adanya perdarahan intraperitoneal.
 pemeriksaan analisa gas darah: utuk mengetahui kadar CO2 dalam darah
 hematokrit: untuk menilai sejauh mana kehilangan darah pasien dan seberapa
banyak transfusi yang dibutuhkan.

Kalau ada tanda kenaikan tekanan intra kranial, penanganan agresif guna
menurunkan tekanan intra kranial harus segera dilakukan
 Kepala tempat tidur pasien harus dinaikkan 30 derajat, dengan asumsi tidak
ada kontraindikasi (semisal hipotensi atau cedera spinal).
 Hiperventilasi dulu dianggap bermanfaat untuk menurunkan tekanan intra
kranial pada pasien yang diintubasi. Namun, penelitian terkini menunjukkan
bahwa hiperventilasi rutin sesungguhnya dapat memperburuk prognosis
meurologis. Hiperventilasi jelas akan mengurangi aliran darah serebral.
Namun pada banyak kasus pengurangan alirannya darah sampai pada taraf
yang menyebabkan iskemia serebral. Pedoman yang terbaru
merekomendasikan hiperventilasi untuk kasus herniasi yang mengancam
jiwa saja.
 Agen osmotik aktif, seperti manitol boleh jadi bermanfaat untuk
menurunkan tekanan intra kranial. Dosis manitol 0,25-1,0 g/kg intravena.
Furosemid (loop diuretic) dapat diberikan bersama-sama manitol guna
memperkuat efek manitol
 Pemberian salin hipertobik bermanfaat untuk membantu penurunan tekana
intra kranial tetapi masih diperlukan uji klinis lebih lanjut guna memaparkan
secara jelas tentang kegunaan potensialnya
 Transfusi darah harus diberikan pada kasus anemia berat untuk
memaksimalkan pasokan oksigen ke otak
obat-obat emergency
Epinephrin
 Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi, reaksi
atau syok anfilaktik, hipotensi.
 Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 3–5 menit, dapat diberikan intratrakeal
atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena. Untuk reaksi reaksi
atau syok anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang setiap 15-20
menit. Untuk terapi bradikardi atau hipotensi dapat diberikan epinephrine
perinfus dengan dosis 1mg (1 mg = 1 : 1000) dilarutka dalam 500 cc NaCl 0,9
%, dosis dewasa 1 μg/mnt dititrasi sampai menimbulkan reaksi hemodinamik,
dosis dapat mencapai 2-10 μg/mnt
 Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor α adrenergic dan meningkatkan
aliran darah ke otak dan jantung

Lidokain (lignocaine, xylocaine)


 Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara lain VF, VT,
Ventrikel Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on T
 Dosis 1 – 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 – 5 menit sampai dosis
total 3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4 mg/menit sampai
24 jam
 dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra
vena
 Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama
idioventrikuler

Sulfas Atropin
 Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki
sistim konduksi AtrioVentrikuler
 Indikasi : asistole atau PEA lambat (kelas II B), bradikardi (kelas II A) selain AV
blok derajat II tipe 2 atau derajat III (hati-hati pemberian atropine pada bradikardi
dengan iskemi atau infark miokard), keracunan organopospat (atropinisasi)
 Kontra indikasi : bradikardi dengan irama EKG AV blok derajat II tipe 2 atau
derajat III.
 Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis total 0,03-0,04
mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-5 menit maksimal 3 mg.
 dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra
vena diencerkan menjadi 10 cc

Dopamin
 Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard,
curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat
 Dosis 2-10 μg/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2 ampul
dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk orang
dewasa

Magnesium Sulfat
 Direkomendasikan untuk pengobatan Torsades de pointes pada ventrikel
takikardi, keracunan digitalis.Bisa juga untuk mengatasi preeklamsia
 Dosis untuk Torsades de pointes 1-2 gr dilarutkan dengan dektrose 5% diberikan
selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 gr/jam iv selama 24 jam

Morfin
 Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac
arrest.
 Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 – 30 menit

Kortikosteroid
 Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk
mengurangi edema cerebri

Natrium bikarbonat
 Diberikan untuk dugaan hiperkalemia (kelas I), setelah sirkulasi spontan yang
timbul pada henti jantung lama (kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia
(kelas III) dan overdosis antidepresi trisiklik.
 Dosis 1 meq/kg BB bolus dapat diulang dosis setengahnya.
 Jangan diberikan rutin pada pasien henti jantung.

Kalsium gluconat/Kalsium klorida


 Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel otot
jantung terhadap depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi masif
atau efek transfusi akibat darah donor yang disimpan lama
 Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan
menggunakan drip
 Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg BB untuk Kalsium
klorida. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong darah yang masuk diberikan 1 ampul
Kalsium gluconat
Furosemide
 Digunakan untuk mengurangi edema paru dan edema otak
 Efek samping yang dapat terjadi karena diuresis yang berlebih adalah hipotensi,
dehidrasi dan hipokalemia
 Dosis 20 – 40 mg intra vena

Diazepam
 Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia, gaduh gelisah dan tetanus
 Efek samping dapat menyebabkan depresi pernafasan
 Dosis dewasa 1 amp (10 mg) intra vena dapat diulangi setiap 15 menit.

Anda mungkin juga menyukai