Anda di halaman 1dari 9

ATTAINING ABILITY OF CONNECTION,

PROBLEM SOLVING, AND SELF-EFFICACY


WITH METACOGNITIVE APPROACH TO JUNIOR
HIGH SCHOOL STUDENTS

Desy Ayu Nurasyiyah


Universitas Pendidikan Indonesia
desyayunurasyiah@gmail.com

Abstract. Background of the investigation is the lack of process that involves the full awareness of
the learning process. As a result, the level of attainment of students' mathematical ability is less. The
lack abilities are the ability to connect and the abilty to solve the mathematical problems. This study
implemented mathematical learning with metacognitive approach. It was expected to find the effect
on the attainment of connection ability and mathematical problem solving. In addition this study tried
to find the impact to their self-efficacy because self-efficacy can contribute to the succesful of
learning. As well as how the students' response to this study. The method used was the Quasi-
experimental method that used control group. Participants of this study were students of class VII
junior high School. Instruments used in the research were a matter of pretes and posttest connection
and problem solving ability, and then it also used observation. Based on the results, we concluded
that there was significant difference to the attainment of the connection and mathematical problem
solving ability. But not for their self-efficacy.

Kemampuan koneksi dan pemecahan masalah termasuk kedalam


kemampuan-kemampuan yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika
[1]. Bahkan salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah
memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Sementara itu, kemampuan koneksi dianggap sebagai alat dari pemecahan
masalah [2] dan background knowledge [3]. Selain aspek kognitif, pembelajaran
matematik juga dapat berdampak terhadap aspek afektif siswa. Salah satu sikap
yang dapat terpengaruh adalah self-efficacy siswa. Self-eficacy merupakan sikap
seseorang dalam menghadapi tugas yang dihadapinya. Sikap ini dapat
mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan seseorang [4].
Oleh karena itu, pencapaian kemampuan koneksi, pemecahan masalah dan
self-efficacy haruslah tinggi. Namun pada kenyataannya pencapaian kemampuan-
kemampuan tersebut masih rendah. [5,6,7]. Salah satu penyebabnya adalah waktu
yang tersedia untuk proses pembelajaran lebih sedikit dibanding beban yang harus
diajarkan, sehingga proses pembelajaran yang dipilih bersifat mekanistik.[8]. Hal
ini berakibat pembelajaran yang dilakukan lebih dominan oleh guru.
Dominannya pembelajaran yang dilakukan oleh guru menyebabkan
kurangnya proses melibatkan kesadaran siswa dalam belajar. Kesadaran dalam
proses belajar sangatlah penting. Fontana mengatakan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang cenderung menetap dan dilakukan secara sadar[9].
Ini berarti bahwa kesadaran adalah komponen penting yang harus dilibatkan
dalam proses pembelajaran secara keseluruhan. Salah satu alternatif pembelajaran
yang melibatkan cara berfikir siswa secara sadar adalah pembelajaran dengan
pendekatan metakognitif.
Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif adalah pembelajaran yang
menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol
tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan;
menitikberatkan pada aktivitas belajar; membantu dan membimbing siswa ketika
mengalami kesulitan; serta membantu siswa dalam mengembangkan konsep diri
mereka ketika sedang belajar matematika[10]. Pembelajaran metakognitif
mengajak siswa untuk mengembangkan konsep belajarnya. Siswa bisa menyadari
pentingnya penguasaan sebuah kemampuan matematika, melatih kemandirian
untuk belajar, dan memungkinkan siswa untuk menyadari kekurangan dan
kelebihannya, sehingga dapat melakukan kontrol terhadap pengetahuannya.
Berdasarkan paparan di atas peneliti bermaksud untuk meneliti tentang
pengaruh penggunaan pendekatan Metakognitif dalam pembelajaran Matematika
terhadap pencapaian kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematis
serta self-efficacy. Berikut adalah rumusan masalah dalam penelitian ini ; Apakah
pencapaian kemampuan koneksi matematik, pemecahan masalah matematik serta
self-efficacy siswa di kelas yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
metakognitif lebih baik daripada siswa di kelas yang pembelajarannya secara
konvensional?
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen
dengan desain kelompok kontrol pretes dan postes [11]. Pada penelitian ini
dilakukan implementasi pembelajaran matematika dengan pendekatan
metakognitif. Kemudian dilihat dampaknya terhadap pencapaian kemampuan
koneksi dan pemecahan masalah matematik serta self-efficacy siswa.
Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII, jumlah kelas VII di
salah satu sekolah menengah pertama negeri di Kota Cimahi sebanyak 12 kelas.
Pada tiap kelas yang ada sebaran dari kemampuan tiap siswa memiliki
karakteristik yang sama. Penyebaran siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah relatif sama pada tiap kelas. Kemudian dalam penelitian ini
diambil 2 kelas (n = 60) untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tes
kemampuan koneksi, pemecahan masalah matematik dan skala self-efficacy.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Data hasil penelitian diperoleh dari tes kemampuan koneksi dan


pemecahan masalah matematik serta skala self-efficacy. Data diperoleh pada saat
sebelum dan sesudah pembelajaran metakognitif dilakukan.
Metakognitif Konvensional
Variabel Data Pret
Postes N-gain Pretes Postes N-gain
es
1,76 24,7 0,64 3,9 24 0,51
Koneksi SD 2,25 7,27 0,16 3,21 6,59 0,15
Matematis % 4 56 8 50
n 30 30
5 23,9 0,45 2,20 19,80 0,38
Pemecahan
SD 4,14 8,41 0,175 1,62 7,46 0,14
masalah
% 10 50 4 41
matematis
n 30 30
80,03 82,03 0,04 82,87 85 0,05
SD 10,15 8,45 0,14 9,56 10,63 0,27
Self-efficacy
% 64,54 66,15 66,83 68,54
n 30 30

Grafik 1 Grafik 2
Tabel 1, menampilkan hasil tes kemampuan koneksi, pemecahan masalah
dan self efficacy secara keseluruhan. Terlihat bahwa kemampuan koneksi dan
pemecahan masalah memperoleh capaian yang lebih baik. Meskipun capaian
yang diperoleh masih tergolong rendah [12]. Akan tetapi peningkatan kedua
kemampuan tersebut tergolong dalam kategori sedang [13]. Kemudian untuk self-
efficacy terlihat bahwa hasil yang diperoleh setelah pembelajaran cenderung
sama, dengan pencapaian sebesar 67 % yang masih tergolong sedang.
Grafik 1 dan 2 menunjukan capaian siswa pada tiap butir soal. Untuk
kemampuan koneksi capaian siswa tergolong sedang dan tinggi untuk soal
koneksi antar topik matematika dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari yang
mencapai 77% dan 65 %. Sementara itu, grafik 2 menunjukan capaian tiap butir
untuk kemampuan pemecahan masalah matematis. Pencapaian pada tiap soal
hampir setengahnya tergolong sedang, sementara yang lainnya masih tergolong
rendah. Selanjutnya data-data tersebut di analisis dengan menggunakan uji t-tes.
Berikut adalah ringkasan hasil pengujiannya.
Tabel 2
Variabel Sig
Koneksi 0,001
Pemecahan
0,048
masalah
Self-efficacy 0,355

Pada tabel 2 diperoleh informasi nilai sig untuk koneksi dan pemecahan
masalah kurang dari 0,05. Hal ini menunjukan bahwa pencapaian kemampuan
koneksi daan pemecahan masalah di kelas metakognitif lebh baik dibandikan
dengan kelas konvensional. Sedangkan untuk self-efficacy nilai sig lebih besar
dari 0,05. Hal ini berarti bahwa pencapaan self-effcacy di kedua kelas tidak
berbeda.

Pembahasan
Secara keseluruhan pencapaian kemampuan koneksi dan pemecahan
masalah siswa yang menggunakan pembelajaran metakognitif lebih baik.
Pencapaian kemampuan koneksi dan pemecahan masalah tergolong rendah
meskipun peningkatan kedua kemampuan tersebut tergolong dalam kategori
sedang. Tahap diskusi awal dan merangkum diyakini memberikan dampak lebih
terhadap kemampuan koneksi dan pemecahan masalah dalam penelitian ini.
Karena pada kedua tahap ini siswa melakukan identifikasi dan memahami soal
yang merupakan tahap paling sulit yang dialami siswa dalam penelitian ini.
Sedangkan merangkum membuat siswa lebih menyadari tentang kemampuannya
sehingga dapat melakukan evaluasi.
Tiga aspek yang berelasi pada konsep koneksi matematika, yaitu (1)
penyatuan tema-tema, (2) proses matematika, (3) konektor matematika.[2]. Dalam
aspek penyatuan tema-tema, siswa melakukan identifikasi terhadap informasi-
informasi yang ada, baik itu berupa data, pola atau bentuk sehingga siswa dapat
mengambil ide utamanya. Siswa yang berhasil melakukan tahapan-tahapan
tersebut akan memiliki kemampuan koneksi yang baik. Sedangkan siswa yang
tidak dapat melakukan tahapan-tahapan tersebut akan sulit dalam mencapai
kemampuan koneksi. Hal inilah yang dialami oleh hampir semua siswa dalam
penelitian ini.
Pentingnya kemampuan mengidentifikasi masalah diungkapkan juga oleh
Butler dan Wren bahwa siswa harus membaca dan menganalisa soal untuk bisa
membuat model, grafik, atau representasi matematika yang lain [5]. Akan tetapi
menurutnya aktivitas ini juga yang banyak menimbulkan kesulitan bagi siswa.
Hal yang sama pun terjadi pada penelitian ini, siswa kebanyakan merasa kesulitan
untuk mengungkapkan ide awal yang harus mereka temukan. Pencapaian siswa
untuk soal seperti ini tergolong rendah.
Dalam penelitian ini, kemampuan koneksi yang diukur bukan hanya
koneksi antar topik matematika saja. Tetapi juga koneksi terhadap disiplin ilmu
lainnya dan koneksi terhadap kehidupan sehari-hari. Dari tes yang dilakukan
capaian siswa diketiga indikator tersebut hampir sama. Namun terdapat hal yang
menarik. Capaian yang diperoleh siswa untuk soal koneksi antar topik
matematika yang dibuat dalam bentuk uraian lebih kecil dibandingkan dalam
bentuk model matematika langsung(soal no 1 dan 5).Hal ini kemungkinan karena
siswa kesulitan mengidentifikasi dan menerjemahkan persoalan kedalam model
yang tepat.
Siswa tidak cukup mengerti dan paham dengan hasil identifikasinya.
Siswa sulit untuk menerjemahkan permasalahan yang diberikan, sehingga
jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan tema pembelajaran atau materi.
Padahal menurut Fisher menciptakan pengertian sangatlah penting dalam koneksi
matematika, sebab melakukan koneksi berarti cara untuk menciptakan
pengertian.[5].
Pencapaian pada kemampuan pemecahan masalah tidak lebih baik dari
kemampuan koneksi. Meskipun hasil capaian pada koneksi matematis lebih baik.
Hal ini karena persoalan pada tes pemecahan masalah merupakan persoalan non-
rutin. Sehingga siswa tidak akan secara otomatis dapat menemukan prosedur yang
tepat dalam menyelesaikan.[14].
Tahap memahami soal merupakan tahap awal dalam meyelesaikan soal
pemecahan masalah. Pada penelitian ini kebanyakan siswa kesulitan dan
melakukan kesalahan. Hal ini sejalan dengan Davis bahwa Tahapan memahami
soal merupakan hal yang sulit dalam proses belajar mengajar.[10]. Akibatnya,
siswa pun tidak bisa atau kesulitan untuk sampai pada tahap selanjutnya dalam
menyelesaikan soal.
Pada self-efficacy,diketahui bahwa hasil analisis data menunjukan tidak
terdapat perbedaan yang cukup berarti antara kedua kelas. Selain karena sudah
adanya self-efficacy yang terbentuk sebelumnya, perubahan self-efficay juga
membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu, Lebih baiknya capaian self-
efficacy di kelas konvensional tidak sejalan dengan capaian pada kemampuan
koneksi dan pemecahan masalah. Padahal Self-efficacy akan memberikan
pengaruh terhadap kesuksesan dan kegagalan di masa yang akan datang[6].
Seseorang yang memiliki self-efficacy yang baik cenderung akan memiliki
motivasi yang baik dan sukses dalam melakukan tugas.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa: Pembelajaran metakogntif memberi dampak lebih baik
pada pencapaian kemampuan koneksi dan pemecahan masalah. Sedangkan
terhadap pencapaian self-efficay tidak menunjukan hasil yang lebih baik.
Pencapaian kemampuan koneksi dan pemecahan masalah tergolong rendah
meskipun peningkatan kedua kemampuan tersebut tergolong dalam kategori
sedang.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap
beberapa pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini, terutama
kepada Prof.Dr.Utari Sumarmo yang telah memberikan saran dan bimbingan.
DAFTAR PUSTAKA

[1]Suherman, E. (2008). Hands-Out Perkuliahan Belajar dan Pembelajaran


Matematika-Kompetensi Matematika. Tidak diterbitkan.

[2]Coxford, A. F and House, P. A. (1995). Connecting Mathematics accross the


Curriculum, The National Council of Teachers of Mathematics, Virginia.

[3]Campbell, L.(2009). Mindful Learning: 101 proven strategies for student and
Teacher Success. CA: Corwin Press.

[4]Setiadi, R. (2010). Self–efficacy In Indonesian Literacy Teaching Context:A


Theoritical and Empirical Perspective. Bandung: Rizqi Press.

[5]Ruspiani. “Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematika”. Tesis


pada PPS UPI. 2000

[6]Nurasyiyah, D. “ Penggunaan Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif


dalam Pencapaian Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa SMA”. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia.
2010

[7]Hasil timss Puspendik. (2015). Hasil TIMSS 2015. Tersedia:


http://Puspendik.Kemdikbud.go.id./seminar/upload/Rahmawati-seminar

[8]Kajian matematika Depdiknas.. Kajian Kebijakan kurikulum Mata Pelajaran


Matematika. Jakarta: Depdiknas.(2007)

[9]Fontana suherman Suherman, et al. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika


Kontemporer. JICA FPMIPA UPI.

[10]Kramarski zoldan Kramarski, B dan Zoldan, S. (2008). Using errors as


spingboard for enhancing Mathematical Reasoning With Three
Metacognitive Approaches. Proquest Journal.

[11]Ruseffendi 1998 Ruseffendi, E.T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian


Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya, IKIP Semarang Press,
Semarang.
[12]Sumarmo, U. (2012). Handout Mata Kuliah Evaluasi dalam Pembelajaran
Matematika. Bandung: SPS UPI

[13]Hake, R.R. (2009). Analizing Change/Gain Skores. [online]. Tersedia di:


http://www.phisics.indiana.edu/sdi/analyzingChange-Gain.pdf. [10
Oktober 2014].
[14]Suherman, et al. (1994). Strategi Belajar Mengajar Matematika, Universitas
Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai