Abstract. Background of the investigation is the lack of process that involves the full awareness of
the learning process. As a result, the level of attainment of students' mathematical ability is less. The
lack abilities are the ability to connect and the abilty to solve the mathematical problems. This study
implemented mathematical learning with metacognitive approach. It was expected to find the effect
on the attainment of connection ability and mathematical problem solving. In addition this study tried
to find the impact to their self-efficacy because self-efficacy can contribute to the succesful of
learning. As well as how the students' response to this study. The method used was the Quasi-
experimental method that used control group. Participants of this study were students of class VII
junior high School. Instruments used in the research were a matter of pretes and posttest connection
and problem solving ability, and then it also used observation. Based on the results, we concluded
that there was significant difference to the attainment of the connection and mathematical problem
solving ability. But not for their self-efficacy.
Hasil Penelitian
Grafik 1 Grafik 2
Tabel 1, menampilkan hasil tes kemampuan koneksi, pemecahan masalah
dan self efficacy secara keseluruhan. Terlihat bahwa kemampuan koneksi dan
pemecahan masalah memperoleh capaian yang lebih baik. Meskipun capaian
yang diperoleh masih tergolong rendah [12]. Akan tetapi peningkatan kedua
kemampuan tersebut tergolong dalam kategori sedang [13]. Kemudian untuk self-
efficacy terlihat bahwa hasil yang diperoleh setelah pembelajaran cenderung
sama, dengan pencapaian sebesar 67 % yang masih tergolong sedang.
Grafik 1 dan 2 menunjukan capaian siswa pada tiap butir soal. Untuk
kemampuan koneksi capaian siswa tergolong sedang dan tinggi untuk soal
koneksi antar topik matematika dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari yang
mencapai 77% dan 65 %. Sementara itu, grafik 2 menunjukan capaian tiap butir
untuk kemampuan pemecahan masalah matematis. Pencapaian pada tiap soal
hampir setengahnya tergolong sedang, sementara yang lainnya masih tergolong
rendah. Selanjutnya data-data tersebut di analisis dengan menggunakan uji t-tes.
Berikut adalah ringkasan hasil pengujiannya.
Tabel 2
Variabel Sig
Koneksi 0,001
Pemecahan
0,048
masalah
Self-efficacy 0,355
Pada tabel 2 diperoleh informasi nilai sig untuk koneksi dan pemecahan
masalah kurang dari 0,05. Hal ini menunjukan bahwa pencapaian kemampuan
koneksi daan pemecahan masalah di kelas metakognitif lebh baik dibandikan
dengan kelas konvensional. Sedangkan untuk self-efficacy nilai sig lebih besar
dari 0,05. Hal ini berarti bahwa pencapaan self-effcacy di kedua kelas tidak
berbeda.
Pembahasan
Secara keseluruhan pencapaian kemampuan koneksi dan pemecahan
masalah siswa yang menggunakan pembelajaran metakognitif lebih baik.
Pencapaian kemampuan koneksi dan pemecahan masalah tergolong rendah
meskipun peningkatan kedua kemampuan tersebut tergolong dalam kategori
sedang. Tahap diskusi awal dan merangkum diyakini memberikan dampak lebih
terhadap kemampuan koneksi dan pemecahan masalah dalam penelitian ini.
Karena pada kedua tahap ini siswa melakukan identifikasi dan memahami soal
yang merupakan tahap paling sulit yang dialami siswa dalam penelitian ini.
Sedangkan merangkum membuat siswa lebih menyadari tentang kemampuannya
sehingga dapat melakukan evaluasi.
Tiga aspek yang berelasi pada konsep koneksi matematika, yaitu (1)
penyatuan tema-tema, (2) proses matematika, (3) konektor matematika.[2]. Dalam
aspek penyatuan tema-tema, siswa melakukan identifikasi terhadap informasi-
informasi yang ada, baik itu berupa data, pola atau bentuk sehingga siswa dapat
mengambil ide utamanya. Siswa yang berhasil melakukan tahapan-tahapan
tersebut akan memiliki kemampuan koneksi yang baik. Sedangkan siswa yang
tidak dapat melakukan tahapan-tahapan tersebut akan sulit dalam mencapai
kemampuan koneksi. Hal inilah yang dialami oleh hampir semua siswa dalam
penelitian ini.
Pentingnya kemampuan mengidentifikasi masalah diungkapkan juga oleh
Butler dan Wren bahwa siswa harus membaca dan menganalisa soal untuk bisa
membuat model, grafik, atau representasi matematika yang lain [5]. Akan tetapi
menurutnya aktivitas ini juga yang banyak menimbulkan kesulitan bagi siswa.
Hal yang sama pun terjadi pada penelitian ini, siswa kebanyakan merasa kesulitan
untuk mengungkapkan ide awal yang harus mereka temukan. Pencapaian siswa
untuk soal seperti ini tergolong rendah.
Dalam penelitian ini, kemampuan koneksi yang diukur bukan hanya
koneksi antar topik matematika saja. Tetapi juga koneksi terhadap disiplin ilmu
lainnya dan koneksi terhadap kehidupan sehari-hari. Dari tes yang dilakukan
capaian siswa diketiga indikator tersebut hampir sama. Namun terdapat hal yang
menarik. Capaian yang diperoleh siswa untuk soal koneksi antar topik
matematika yang dibuat dalam bentuk uraian lebih kecil dibandingkan dalam
bentuk model matematika langsung(soal no 1 dan 5).Hal ini kemungkinan karena
siswa kesulitan mengidentifikasi dan menerjemahkan persoalan kedalam model
yang tepat.
Siswa tidak cukup mengerti dan paham dengan hasil identifikasinya.
Siswa sulit untuk menerjemahkan permasalahan yang diberikan, sehingga
jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan tema pembelajaran atau materi.
Padahal menurut Fisher menciptakan pengertian sangatlah penting dalam koneksi
matematika, sebab melakukan koneksi berarti cara untuk menciptakan
pengertian.[5].
Pencapaian pada kemampuan pemecahan masalah tidak lebih baik dari
kemampuan koneksi. Meskipun hasil capaian pada koneksi matematis lebih baik.
Hal ini karena persoalan pada tes pemecahan masalah merupakan persoalan non-
rutin. Sehingga siswa tidak akan secara otomatis dapat menemukan prosedur yang
tepat dalam menyelesaikan.[14].
Tahap memahami soal merupakan tahap awal dalam meyelesaikan soal
pemecahan masalah. Pada penelitian ini kebanyakan siswa kesulitan dan
melakukan kesalahan. Hal ini sejalan dengan Davis bahwa Tahapan memahami
soal merupakan hal yang sulit dalam proses belajar mengajar.[10]. Akibatnya,
siswa pun tidak bisa atau kesulitan untuk sampai pada tahap selanjutnya dalam
menyelesaikan soal.
Pada self-efficacy,diketahui bahwa hasil analisis data menunjukan tidak
terdapat perbedaan yang cukup berarti antara kedua kelas. Selain karena sudah
adanya self-efficacy yang terbentuk sebelumnya, perubahan self-efficay juga
membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu, Lebih baiknya capaian self-
efficacy di kelas konvensional tidak sejalan dengan capaian pada kemampuan
koneksi dan pemecahan masalah. Padahal Self-efficacy akan memberikan
pengaruh terhadap kesuksesan dan kegagalan di masa yang akan datang[6].
Seseorang yang memiliki self-efficacy yang baik cenderung akan memiliki
motivasi yang baik dan sukses dalam melakukan tugas.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap
beberapa pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini, terutama
kepada Prof.Dr.Utari Sumarmo yang telah memberikan saran dan bimbingan.
DAFTAR PUSTAKA
[3]Campbell, L.(2009). Mindful Learning: 101 proven strategies for student and
Teacher Success. CA: Corwin Press.