Anda di halaman 1dari 36

PENTINGNYA PEMAHAMAN MENGENAI

PENYAKIT HEPATITIS B DI KAWASAN


MAKASSAR

OLEH

NAMA : AJENG MAULIDYA NUR


NIM : 4518 111 040

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakkatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga makalah ini dapat

tersusun hingga selesai. Tak lupa pula kita haturkan Shalawat serta Salam

Keharibaan Junjungan Kita, Nabi Muhammad Rasulullah SAW, beserta keluarga

serta para Sahabat. Makalah ini disusun untuk melengkapi Tugas Pendidikan

Bahasa Indonesia. Penyusunan makalah ini di sesuaikan dengan referensi yang di

dapat. Tak lupa Kami mengucapkan terimakasih kepada :

 Perempuan dan Laki-Laki istimewa Ibu dan Ayah yang selalu menjadi inspirasi

kami, serta mencurahkan kasih sayang tanpa pamrih.

 Bapak Dr. Mas’ud Muhammadiah, M.Si selaku dosen pendidikan Bahasa

Indonesia kami yang telah memberikan tugas ini kepada kami, Semoga ilmunya

berkah dan menjadi aliran amal hingga kelak di Barzakh.

penulis menyimpulkan bahwa tugas ini masih belum sempurna, oleh

karena itu penulis menerima kritik dan saran.

Makassar, 06 Oktober 2018

PENULIS

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…..... ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah….............. ................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian……............................................................................... 2

D. Manfaat Penelitian.................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hepatitis B.............. ......................................................... ..........1

B. Etiologi Hepatitis B.............. ................................................................... 1

C. Epidimologi Hepatitis B........ .................................................................. 2

D. Penularan Hepatitis B............................................................................... 3

E. Patogenesis Hepatitis B........ ................................................................... 4

F. Patofisiologi Hepatitis B....... ................................................................... 5

G. Manifestasi Hepatitis B.............................................................................7

H. Diagnosis Hepatitis B...............................................................................9

I. Komplikasi Hepatitis B............................................................................15

J. Terapi Hepatitis B....................................................................................16

ii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian .................................................................... 1

B. Identifikasi Variabel ...................................................................... 4

C. Definisi Operasional…...................................................................5

D. Subjek Penelitian........................................................................... 5

E. Populasi dan Sampel......................................................................6

F. Teknik Pengumpualan Data ........................................................... 7

G. Keabsahan Data............................................................................. 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 1

B. Saran .............................................................................................. 1

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 1

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan yang merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat di

utamakan, oleh sebab itu setiap manusia berhak untuk sehat, dan memiliki

kesehatan, tetapi pada kenyataannya tidak setiap manusia mempunyai derajat

kesehatan yang optimal di karenakan berbagai macam masalah antara lain dari

makanan, kebiasaan merokok, gaya hidup kurang sehat, penggunaan obat obatan,

dan juga tingkat pendidikan dan ekonomi menjadi beberapa faktor penyebab

penyakit salah satunya adalah hepatitis. Hepatitis merupakan suatu proses

peradangan difus pada jaringan yang di sebabkan oleh virus dan reaksi toksikt

terhadap obar-obatan serta bahan-bahan kimia. Sampai saat ini di ketahui bahwa

hepatitis terdiri dari hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G. Hepatitis B menempati

urutan pertama dari segi jumlah dan penyebarannya. (Wiliams and Wilkins, 2012)

Sekitar 5 hingga 10% pasien hepatitis yang di sebabkan virus mengalami

kekambuhan setelah sembuh dari serangan awal. Hal ini berkaitan dengan individu

yang berada dalam resiko tinggi (misal: penyalahgunaan zat, dan penderita karier).

Kekambuhan ikterus tidak terlalu nyata dan uji fungsi hati tidak memperlihatkan

kelainan dalam derajat yang sama pada awal serangan yang awal. (Sulaiman,

2012) Daerah dimana penyakit ini endemik (Afrika, Amazone, Asia selatan, Cina,

1
Kutub). Cara penularan yang paling sering secara perineal dari ibu terinfeksi

kemudian pada bayinya. Pada negara berkembang dengan prevalensi penyakit

lebih rendah, rute penularan pertama melalui seksual dan prenatal. Di Amerika

serikat, populasi resiko tinggi meliputi penggunaan obat intravena, laki-laki homo

seksual, petugas perawatan dan mereka yang mendapat tranfusi darah (Sulaiman,

2012).

Melihat hal tersebut penulis sebagai mahasiswa Kedokteran yang harus

tanggap terhadap masalah kesehatan merupakan bagian integral layanan kesehatan

berlandaskan kiat dan ilmu berbentuk pelayanan bio, psiko, sosial, dan spiritual

yang komprehensif yang di tujukan bagi individu, keluarga, dan masyarakat baik

dalam keadaan sehat maupun sakit serta mencangkup seluruh proses kehidupan.

B. Rumusan Masalah

Melihat perkembangan kasus hepatitis B yang semakin meningkat di Indonesia,

adapaun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu Bagaimana proses pendalaman

mengenai penyakit Hepatitis B terkhusus pada daerah Makassar.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui/mendeteksi mutasi yang terjadi pada Virus Hepatitis B dari

penderita yang terinfeksi Hepatitis B di Makassar dan hubungannya dengan

resistensi terapi.

2
2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prosentase Virus Hepatitis B dari penderita yang terinfeksi

Hepatitis B di Makassar yang telah mengalami mutasi.

2. Untuk mengetahui mutasi yang ditemukan pada segmen gen reverse

transcriptase (RT) pada Virus Hepatitis B dari penderita yang terinfeksi

Hepatitis B di Makassar.

3. Untuk mengetahui mutasi yang paling banyak ditemukan pada segmen gen

reverse transcriptase (RT) Virus Hepatitis B dari penderita yang terinfeksi

Hepatitis B di Makassar.

4. Untuk mengetahui prosentase virus Hepatitis B yang resisten terhadap anti virus

HBV.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik / Ilmiah

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmiah berupa:

a. Jenis mutasi dan lokasi mutasi yang telah terjadi pada Virus Hepatitis B dari

penderita Hepatitis di Makassar.

b. Resistensi terhadap terapi yang ditemukan pada penderita Hepatitis B di

Makassar.

3
2. Manfaat Praktis

Penelitian ini menjadi awal dilakukannya deteksi mutasi Virus Hepatitis B

di Makassar, sehingga dikemudian hari diharapkan pemeriksaan ini dapat

dikembangkan menjadi pelayanan rutin bagi pasien Hepatitis B yang menetap

maupun berkunjung keMakassar, yang sangat bermanfaat dalam menunjang

diagnosis maupun terapinya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hepatitis B

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis

B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati

akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.

Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis

B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium

atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan (Mustofa &Kurniawaty,

2013).

B. Etiologi Hepatitis B

Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil

berasal dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42

nm (Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata

60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope

lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core (Hardjoeno,

2007). Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial dengan

3200 nukleotida (Kumar et al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan memiliki

empat Open Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial

protein envelope yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs (LHBs),

1
medium HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang merupakan

target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada asam amino 100-160

(Hardjoeno, 2007). HBsAg dapat mengandung satu dari sejumlah subtipe antigen

spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg ini menyediakan penanda

epidemiologik tambahan (Asdie et al, 2012). Gen C yang mengkode protein inti

(HBcAg) dan HBeAg, gen P yang mengkode enzim polimerase yang digunakan

untuk replikasi virus, dan terakhir gen X yang mengkode protein X (HBx), yang

memodulasi sinyal sel host secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi

ekspresi gen virus ataupun host, dan belakangan ini diketahui berkaitan dengan

terjadinya kanker hati (Hardjoeno, 2007).

C. Epidemiologi Hepatitis B

Infeksi VHB merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis,

sirosis, dan kanker hati di dunia. Infeksi ini endemis di daerah Timur Jauh,

sebagian besar kepulaan Pasifik, banyak negara di Afrika, sebagian Timur Tengah,

dan di lembah Amazon. Center for Disease Control and Prevention (CDC)

memperkirakan bahwa sejumlah 200.000 hingga 300.000 orang (terutama dewasa

muda) terinfeksi oleh VHB setiap tahunnya. Hanya 25% dari mereka yang

mengalami ikterus, 10.000 kasus memerlukan perawatan di rumah sakit, dan

sekitar 1-2% meninggal karena penyakit fulminan (Price & Wilson, 2012).

Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh VHB dan sekitar 400

2
juta orang merupakan pengidap kronik Hepatitis B, sedangkan prevalensi di

Indonesia dilaporkan berkisar antara 3-17% (Hardjoeno, 2007). Virus Hepatitis B

diperkirakan telah menginfeksi lebih dari 2 milyar orang yang hidup saat ini

selama kehidupan mereka. Tujuh puluh lima persen dari semua pembawa kronis

hidup di Asia dan pesisir Pasifik Barat (Kumar et al, 2012). Prevalensi pengidap

VHB tertinggi ada di Afrika dan Asia. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007

menunjukkan bahwa Hepatitis klinis terdeteksi di seluruh provinsi di Indonesia

dengan prevalensi sebesar 0,6% (rentang: 0,2%-1,9%). Hasil Riskesdas Biomedis

tahun 2007 dengan jumlah sampel 10.391 orang menunjukkan bahwa persentase

HBsAg positif 9,4%. Persentase Hepatitis B tertinggi pada kelompok umur 45- 49

tahun (11,92%), umur >60

D. Penularan Hepatitis B

Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus

membran mukosa, terutama berhubungan seksual (Price & Wilson, 2012).

Penanda HBsAg telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang

yang terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal, asites,

dan air susu ibu. Beberapa cairan tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah

diketahui infeksius (Thedja, 2012). Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang

terbanyak adalah secaraparenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-

neonatal atau horizontal (kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual,

3
iatrogenik, penggunaan jarum suntik bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi

pada semua sekret dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada

serum (Juffrie et al, 2010).

E. Patogenesis Hepatitis B

Infeksi VHB berlangsung dalam dua fase. Selama fase proliferatif, DNA

VHB terdapat dalam bentuk episomal, dengan pembentukan virion lengkap dan

semua antigen terkait. Ekspresi gen HBsAg dan HBcAg di permukaan seldisertai

dengan molekul MHC kelas I menyebabkan pengaktifan limfosit T CD8+

sitotoksik. Selama fase integratif, DNA virus meyatu kedalam genom pejamu.

Seiring dengan berhentinya replikasi virus dan munculnya antibodi virus,

infektivitas berhenti dan kerusakan hati mereda. Namun risiko terjadinya

karsinoma hepatoselular menetap. Hal ini sebagian disebabkan oleh disregulasi

pertumbuhan yang diperantarai protein X VHB. Kerusakan hepatosit terjadi akibat

kerusakan sel yang terinfeksi virus oleh sel sitotoksik CD8+ (Kumar et al, 2012).

Proses replikasi VHB berlangsung cepat, sekitar 1010-1012 virion dihasilkan

setiap hari. Siklus hidup VHB dimulai dengan menempelnya virion pada reseptor

di permukaan sel hati (Gambar 3). Setelah terjadi fusi membran, partikel core

kemudian ditransfer ke sitosol dan selanjutnya dilepaskan ke dalam nucleus

(genom release), selanjutnya DNA VHB yang masuk ke dalam nukleus mula-mula

berupa untai DNA yang tidak sama panjang yang kemudian akan terjadi proses

4
DNA repair berupa memanjangnya rantai DNA yang pendek sehingga menjadi

dua untai DNA yang sama panjang atau covalently closed circle DNA (cccDNA).

Proses selanjutnya adalah transkripsi cccDNA menjadi pre-genom RNA dan

beberapa messenger RNA (mRNA) yaitu mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs

(Hardjoeno, 2007). Semua RNA VHB kemudian ditransfer ke sitoplasma dimana

proses translasi menghasilkan protein envelope, core, polimerase, polipeptida X

dan pre-C, sedangkan translasi mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs akan

menghasilkan protein LHBs, MHBs, dan SHBs. Proses selanjutnya adalah

pembuatan nukleokapsid di sitosol yang melibatkan proses encapsidation yaitu

penggabungan molekul RNA ke dalam HBsAg. Proses reverse transcription

dimulai, DNA virus dibentuk kemMakassar dari molekul RNA. Beberapa core

yang mengandung genom matang ditransfer kemMakassar ke nukleus yang dapat

dikonversi kemMakassar menjadi cccDNA untuk mempertahankan cadangan

template transkripsi intranukleus. Akan tetapi, sebagian dari protein core ini

bergabung ke kompleks golgi yang membawa protein envelope virus. Protein core

memperoleh envelope lipoprotein yang mengandung antigen surface L, M, dan S,

yang selanjutnya ditransfer ke luar sel (Hardjoeno, 2007).

F. Patofisiologi Hepatitis B

Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus

Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar

5
kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan

mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya

nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam nukleat VHB akan keluar

dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada

DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah 17 DNA VHB memerintahkan sel hati

untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke

peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis disebabkan karena

respon imunologik penderita terhadap infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013).

Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel,

terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati

ringan. Respon imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting

terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap respon

imun, makin besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel hati.

Respon imun host dimediasi oleh respon seluler terhadap epitop protein VHB,

terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen

(HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen peptida VHB setelah

mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati

oleh molekul Major Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir

dengan penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+

(Hardjoeno, 2007).

6
G. Manifestasi Klinis Hepatitis B

Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung

ringan. Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa

adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya

menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat

(Juffrie et al, 2010). Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:

1. Fase Inkubasi

Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase

inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari.

2. Fase prodromal (pra ikterik)

Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.

Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum, mialgia, artalgia,

mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat

terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau

epigastrum, kadang diperberat denganaktivitas akan tetapi jarang menimbulkan

kolestitis.

3. Fase ikterus

Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan

munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul

7
ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi

perbaikan klinis yang nyata.

4. Fase konvalesen (penyembuhan)

Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi

hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih

sehat dan kemMakassarnya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus perjalanan

klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan

(Sudoyo et al, 2009). Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati

yang berlanjut lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit.

Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :

1. Fase Imunotoleransi

Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi dalam

darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis B berada

dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.

2. Fase Imunoaktif (Clearance)

Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi virus yang

berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan

konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan

toleransi imun terhadap VHB.

3. Fase Residual

8
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati

yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat

menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati yang

berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi

negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal (Sudoyo

et al, 2009).

H. Diagnosis Hepatitis B

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi

seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya.

Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan penunjang terdiri dari

pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi hepar (Mustofa &

Kurniawaty, 2013). Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari pemeriksaan

biokimia, serologis, dan molekuler (Hardjoeno, 2007). Pemeriksaan USG

abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya pada biopsi hepar dapat

menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati (Mustofa & Kurniawaty,

2013). Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari :

1. Pemeriksaan Biokimia

Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10 kali nilai

normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit, peningkatan Alkali

9
Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan kadar albumin serta kolesterol dapat

mengalami penurunan. Stadium kronik VHB ditandai dengan AST dan ALT

kemMakassar menurun hingga 2-10 kali nilai normal dan kadar albumin rendah

tetapi kadar globulin meningkat (Hardjoeno, 2007).

2. Pemeriksaan serologis

Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penandinfeksi VHB

kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum >6 bulan (EASL, 2009).

Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung permukaan virus. Sekitar 5-

10% pasien, HBsAg menetap di dalam darah yang menandakan terjadinya

hepatitis kronis atau carrier (Hardjoeno, 2007). Setelah HBsAg menghilang, anti-

HBs terdeteksi dalam serum pasien dan terdeteksi sampai waktu yang tidak

terbatas sesudahnya. Karena terdapat variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs,

kadang terdapat suatu tenggang waktu (window period) beberapa minggu atau

lebih yang memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama

periode tersebut, anti-HBc dapat menjadi bukti serologik pada infeksi VHB (Asdie

et al, 2012).

Hepatitis B core antigen dapat ditemukan pada sel hati yang terinfeksi,

tetapi tidak terdeteksi di dalam serum (Hardjoeno, 2007). Hal tersebut dikarenakan

HBcAg terpencil di dalam mantel HBsAg. Penanda Anti-HBc dengan cepat

terlihat dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2 minggu pertama timbulnya HBsAg

10
dan mendahului terdeteksinya kadar anti-HBs dalam beberapa minggu hingga

beberapa bulan (Asdie et al, 2012). Penanda serologik lain adalah anti-HBc,

antibodi ini timbul saat terjadinya gejala klinis. Saat infeksi akut, anti HBc IgM

umumnya muncul 2 minggu setelah HBsAg terdeteksi dan akan menetap ± 6

bulan. Pemeriksaan anti- HBc IgM penting untuk diagnosis infeksi akut terutama

bila HBsAg tidak terdeteksi (window period). Penanda anti-HBc IgM menghilang,

anti-HBc IgG muncul dan akan menetap dalam jangka waktu lama (Hardjoeno,

2007).Hepatitis B envelope antigen merupakan peptida yang berasal dari core

virus, ditemukan hanya pada serum dengan HBsAg positif. Penanda HBeAg

timbul bersamaan dengan dihasilkannya DNA polimerase virus sehingga lebih

menunjukkan terjadinya replikasi virus dan jika menetap kemungkinan akan

menjadi penyakit hati kronis (Hardjoeno, 2007).

Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas untuk

menegakkan diagnosis Hepatitis B dalam kasus-kasus ringan, sub klinis atau yang

menetap (Handojo, 2004). Beberapa metode yang digunakan untuk mendiagnosis

hepatitis adalah Immunochromatography (ICT), ELISA, EIA, dan PCR. Metode

EIA dan PCR tergolong mahal dan hanya tersedia pada laboratorium yang

memiliki peralatan lengkap. Peralatan rapid diagnostic ICT adalah pilihan yang

tepat digunakan karena lebih murah dan tidak memerlukan peralatan kompleks

(Rahman et al, 2008).

11
Diagnostik dengan rapid test merupakan alternatif untuk enzyme

immunoassays dan alat untuk skrining skala besar dalam diagnosis infeksi VHB,

khususnya di tempat yang tidak terdapat akses pemeriksaan serologi dan

molekuler secara mudah (Scheiblauer et al, 2010).

Chromatographic secara kualitatif untuk mendeteksi HBsAg pada serum

atau plasma. Pemeriksaan HBsAg Diaspot® (Diaspot Diagnostics, USA) adalah

pemeriksaan kromatografi yang dilakukan berdasarkan prinsip double antibody-

sandwich. Membran dilapisi oleh anti-HBs pada bagian test line. Selama tes

dilakukan, HBsAg pada spesimen serum atau plasma bereaksi dengan partikel

anti-HBs. Campuran tersebut berpindah ke membran secara kromatografi oleh

mekanisme kapiler yang bereaksi dengan anti-HBs pada membran dan terbaca di

colored line , Adanya colored line menandakan bahwa hasilnya positif, jika tidak

ada colored line menandakan hasil negatif (Okonko

Penanda HBsAg telah digunakan sebagai penanda diagnostik kualitatif

untuk infeksi virus Hepatitis B. Seiring dengan kemajuan perkembangan, terdapat

pemeriksaan HBsAg kuantitatif untuk memonitor replikasi virus Ahn & Lee,

2011). Pemeriksaan HBsAg kuantitatif adalah alat klinis yang dibutuhkan untuk

akurasi, mudah, terstandarisasi, dan secara luas tersedia untuk memastikan

perbedaan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium. Salah satu

pemeriksaan yang telah dikembangkan untuk penilaian HBsAg kuantitatif adalah

12
pemeriksaan HBsAg Architect (Abbott Diagnostics). Pemeriksaan HBsAg

Architect memiliki jarak linear dari 0,05-250 IU/mL (Zacher, et al. 2011).

Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect memiliki dua langkah dalam

pemeriksaan. Langkah pertama, sampel dan mikropartikel paragmanetik dilapisi

anti-HBs dikombinasikan. Keberadaan HBsAg pada sampel akan berikatan

dengan mikropartikel yang dilapisi anti-HBs. Proses selanjutnya adalah washing,

kemudian acridinium-labeled anti-HBs conjugate ditambahkan pada langkah

kedua. Setelah proses washing kemMakassar, larutan pre-trigger dan trigger

ditambahkan ke dalam campuran Larutan pretrigger mengandung 1, 32%

hydrogen peroksida, sedangkan larutan trigger mengandung 0,35 mol/L natrium

hidroksida. Hasil dari reaksi chemiluminescent diukur sebagai Relative Unit Light

(RLU) dan dideteksi dengan system optic Architect (Abbott Laboratories, 2008).

Interpretasi hasil dari pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect adalah nonreaktif

jika spesimen dengan nilai konsentrasi <0,05 IU/mL dan reaktif jika spesimen

dengan nilai konsentrasi >0,05 IU/mL. Sampel nonreaktif menandakan negatif

untuk HBsAg dan tidak membutuhkan tesselanjutnya (Abbott Laboratories, 2008).

3. Pemeriksaan molekuler

Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara laboratorium untuk

deteksi dan pengukuran DNA VHB dalam serum atau plasma. Pengukuran kadar

13
secara rutin bertujuan untuk mengidentifikasi carrier, menentukan prognosis, dan

monitoring efikasi pengobatan antiviral.

Metode pemeriksaannya antara lain:

a. Radioimmunoassay (RIA) mempunyai keterbatasan karena waktu paruh pendek

dan diperlukan penanganan khusus dalam prosedur kerja dan limbahnya.

b. Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC) merupakan teknik hibridisasi yang

lebih sensitif dan tidak menggunakan radioisotope karena sistem deteksinya

menggunakan substrat chemiluminescence.

c. Amplifikasi signal (metode branched DNA/bDNA) bertujuan untuk

menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi hanya dari beberapa target molekul

asam nukleat.

d. Amplifikasi target (metode Polymerase Chain Reaction/PCR) telah

dikembangkan teknik real-time PCR untuk pengukuran DNA VHB. Amplifikasi

DNA dan kuantifikasi produk PCR terjadi secara bersamaan dalam suatu alat

pereaksi tertutup (Hardjoeno, 2007). Pemeriksaan amplifikasi kuantitatif (PCR)

dapat mendeteksi kadar VHB DNA sampai dengan 102 kopi/mL, tetapi hasil dari

pemeriksaan ini harus diinterpretasikan dengan hati-hati karena ketidakpastian arti

perbedaan klinis dari kadar VHB DNA yang rendah. Berdasarkan pengetahuan

dan definisi sekarang tentang Hepatitis B kronik, pemeriksaan standar dengan

batas deteksi 105-106 kopi/mL sudah cukup untuk evaluasi awal pasien dengan

14
Hepatitis B kronik. Untuk evaluasi keberhasilan pengobatan maka tentunya

diperlukan standar batas deteksi kadar VHB DNA yang lebih rendah dan pada saat

ini adalah yang dapat mendeteksi virus sampai dengan <104 kopi/mL (Setiawan

et al, 2006).

I. Komplikasi Hepatitis B

Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada Hepatitis B akut.

Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita Hepatitis B akut. Kebanyakan

penderita Hepatitis B kronik tidak pernah mengalami gejala hepatitis B akut yang

jelas. Hepatitis fulminan merupakan penyulit yang paling ditakuti karena sebagian

besar berlangsung fatal. Lima puluh persen kasus hepatitis virus fulminan adalah

dari tipe B dan banyak diantara kasus hepatitis B akut fulminan terjadi akibat ada

koinfeksi dengan hepatitis D atau hepatitis C. Angka kematian lebih dari 80%

tetapi penderita hepatitis fulminan yang berhasil hidup biasanya mengalami

kesembuhan biokimiawi atau histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminan

adalah transplantasihati (Soewignjo & Gunawan, 2008).Sirosis hati merupakan

kondisi dimana jaringan hati tergantikan oleh jaringan parut yang terjadi bertahap.

Jaringan parut ini semakin lama akan mengubah struktur normal dari hati dan

regenerasi sel-sel hati. Maka sel-sel hati akan mengalami kerusakan yang

menyebabkan fungsi hati mengalami penurunan bahkan kehilangan fungsinya

(Mustofa & Kurniawaty, 2013).

15
J. Terapi Hepatitis B

Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut yang khas. Pembatasan

aktivitas fisik seperti tirah baring dapat membuat pasien merasa lebih baik.

Diperlukan diet tinggi kalori dan hendaknya asupan kalori utama diberikanpada

pagi hari karena banyak pasien mengalami nausea ketika malam hari (Setiawan et

al, 2006).

Tujuan utama dari pengobatan Hepatitis B kronik adalah untuk

mengeliminasi atau menekan secara permanen VHB. Pengobatan dapat

mengurangi patogenitas dan infektivitas akhirnya menghentikan atau mengurangi

inflamasi hati, mencegah terjadinya dekompensasi hati, menghilangkan DNA

VHB (dengan serokonvers HBeAg ke anti-Hbe pada pasien HBeAg positif) dan

normalisasi ALT pada akhir atau 6-12 bulan setelah akhir pengobatan (Soewignjo

& Gunawan, 2008). Tujuan jangka panjang adalah mencegah terjadinya hepatitis

flare yang dapat menyebabkan dekompensasi hati, perkembangan ke arah sirosis

dan/atau HCC (Hepato Cellular Carcinoma), dan pada akhirnya memperpanjang

usia (Setiawan et al, 2006). Terapi antiviral yang telah terbukti bermanfaat untuk

Hepatitis B kronik adalah Interferon, Lamivudin, Adefovir dipofoxil dan Entecavir

(Soewignjo & Gunawan, 2008).

16
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian mix methods, yaitu suatu langkah

penelitian dengan menggabungkan dua bentuk pendekatan dalam penelitian, yaitu

kualitatif dan kuantitatif. Penelitian campuran merupakan pendekatan penelitian

yang mengkombinasikan antara penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif

(Creswell, 2010:5). Sedangkan menurut Sugiyono (2011:18) mix methods adalah

metode penelitian dengan mengkombinasikan antara dua metode penelitian

sekaligus, kualitatif dan kuantitatif dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga akan

diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan objektif.

Pendekatan mix methods diperlukan untuk menjawab rumusan masalah

yang telah terangkum dalam Bab I, rumusan masalah yang pertama dapat dijawab

melalui pendekatan kualitatif dan rumusan masalah yang kedua dapat dijawab

melalui pendekatan kuantitatif. Hal ini dilakukan untuk menemukan permasalahan

di lapangan yang akan memberikan pemahaman bagi masing-masing perguruan

pencak silat sebagai opsi untuk penyelesaikan masalah.

Penelitian ini menggunakan teknik campuran bertahap. Menurut Creswell

(2010:313), strategi ini merupakan strategi dimana peneliti menggabungkan data

yang ditemukan dari satu metode dengan metode lainnya. Strategi ini dapat

1
dilakukan dengan interview terlebih dahulu untuk mendapatkan data kualitatif lalu

diikuti dengan data kuantitatif, dalam hal ini menggunakan survey. Strategi ini

menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Strategi eksplanatoris sekuensial. Dalam stretegi ini tahap pertama adalah

mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif kemudian diikuti oleh

pengumpulan dan menganalisis yang dibangun berdasarkan hasil awal kualitatif.

Bobot atau prioritas ini diberikan pada data kuantitatif.

b. Strategi eksploratoris sekuensial. Strategi ini keMakassarkan dari strategi

eksplanatoris sekuensial, pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan

menganalisis data kualitatif kemudian mengumpulkan data kuantitatif dan

menganalisisnya pada tahap kedua yang didasarkan pada hasil dari tahap pertama.

Bobot utama pada strategi ini adalah pada data kualitatif.

c. Strategi transformatif sekuensial. Pada strategi ini peneliti menggunakan

perspektif teori untuk membentuk prosedur-prosedur tertentu dalam penelitian.

Dalam model ini peneliti boleh memilih untuk menggunakan salah satu dari dua

metode dalam tahap pertama, dan bobotnya dapat diberikan pada salah satu dari

keduanya.

Seperti yang disebutkan di atas, Dalam penelitian ini menggunakan strategi

metode campuran bertahap (sequential mixed methods) terutama strategi

2
eskplanatoris sekuensial. Jadi, tahap pertama melakukan wawancara lalu

menganalisis data kualitatif. Yaitu, mengetahui Penelitian campuran atau biasa

disebut dengan mix methods memiliki beberapa desain penelitian di dalamnya.

yaitu desain mix methods dengan status sepadan. Metode ini peneliti menggunakan

pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam tingkat sepadan untuk memahami

sebuah fenomena yang sedang dikaji. Selanjutnya ada desain metode campuran

(mix methods) dominan-kurang dominan pada satu bidang tertentu kadang identik

dengan satu metode tertentu seperti Psikologi eksperimental dengan kuantitatif

dan metode kualitatif untuk kajian ilmu pengetahuan Antropologi. Lalu yang

ketiga metode campuran berurutan dimana peneliti melaksanakan tahap kajian

penelitian kualitatif dan kemudian melaksanakan secara terpisah tahap penelitian

kuantitatif, atau seMakassarknya Creswell menyebut desain ini sebagai desain dua

tahap. (Creswell, 2010:332). Yang terakhir adalah desain metode campuran (mix

methods) sejajar atau bersamaan. Data kualitatif atau kuantitatif di kumpulkan

dalam waktu yang sama dan dianalisis untuk saling melengkapi.

Desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan mix methods dengan

status sepadan. Penelitian kualitatif untuk mengetahui pendidikan toleransi

perguruan pencak silat dan penggunaan metode kuantitatif untuk memperoleh

tingkat toleransi kelompok perguruan pencak silat Pagar Nusa, PSHT, dan Kera

Sakti. Hal dilakukan dengan sepadan. Tidak terlalu dominan di salah satunya.

3
Penelitian ini dilakukan di Makassar. Pemilihan tempat penelitian

berdasarkan daerah dengan jumlah penduduk tertinggi di pulau Sulawesi termasuk

diantaranya wisatawan.

B. Identifikasi Variabel

Variabel adalah hal-hal yang menjadi objek penelitian yang ditatap dalam

suatu kegiatan yang menunjukkan variasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif

(Arikunto, 2010:118). Variabel dapat diartikan juga sebagai suatu atribut atau sifat

yang mempunyai variasi nilai atau macam-macam nilai. Variabel dapat memiliki

dua nilai atau lebih (dikotomi atau politomi). Suatu atribut bisa manusia maupun

objek. Dalam Nisfiannoor (2009:7) disebutkan, bahwa variabel ada dua

macam,yaitu :

1. Variabel independen, yaitu variabel bebas, antesenden, atau prediktor. Variabel

ini mungkin menyebabkan, mempengaruhi, atau berefek pada outcome dan

menjadi penyebab perubahan atau munculnya variabel dependen. Dalam

penelitian ini variabel independen nya adalah para penderita penyakit Hepatitis B.

2. Variabel dependen yaitu variabel terikat, konsekuensi, atau kriterium. Variabel

ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel

independen. Dalam penelitian ini variabel dependen nya adalah proses mutasi dan

penyluhan Hepatitis B.

4
C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat, 2007).

D. Subjek penelitian

Langkah yang dilakukan oleh peneliti sebelum mengumpulkan data adalah

mengumpulkan subjek. Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian,

yaitu yang memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti (Azwar,

2010:34). Arikunto (2010:116) menyebutkan bahwa subjek penelitian adalah

suatu benda, hal atau orang tempat data variabel penelitian melekat dan yang

dipermasalahkan. Jadi, subjek merupakan sesuatu yang posisinya sangat penting

karena pada subjek itulah terdapat data tentang variabel yang diteliti dan diamati

oleh peneliti. Subjek penelitian dapat disebut juga sebagai responden, yaitu pihak

yang dijadikan sebagai sampel dalam sebuah penelitian.

Peran subjek penelitian adalah memberikan tanggapan dan informasi terkait data

yang dibutuhkan oleh serta memberikan masukan kepada baik secara langsung

maupun tidak. (http://id.wikipedia.org/wiki/Subjek_penelitian diunduh pada 25

September 2015)

5
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah individu yang tercatat dalam data

kependudukan Pemprov Sulawesi Selatan. Pemilihan setting lokasi penelitian

mempunyai latar belakang daerah ini termasuk rawan penyebaran virus.

Sementara level subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Meso karena

menggunakan kelompok-kelompok sebagai subjek penelitian.

E. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari jumlah yang akan diteliti atau diamati.

Populasi bukan hanya orang (manusia), tetapi juga bisa bentuk makhluk hidup lain

ataupun benda-benda alam yang lain (Nisfiannoor, 2009:5). Sebagai suatu yaitu

yang memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti (Azwar, 2010:34).

Arikunto (2010:116) menyebutkan bahwa subjek penelitian adalah suatu benda,

hal atau orang tempat data variabel penelitian melekat dan yang dipermasalahkan.

Jadi, subjek merupakan sesuatu yang posisinya sangat penting karena pada subjek

itulah terdapat data tentang variabel yang diteliti dan diamati oleh peneliti. Subjek

penelitian dapat disebut juga sebagai responden, yaitu pihak yang dijadikan

sebagai sampel dalam sebuah penelitian.

Peran subjek penelitian adalah memberikan tanggapan dan informasi

terkait data yang dibutuhkan oleh peneliti serta memberikan masukan kepada

peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.

6
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tercatat

dalam kependudukan dan berada di sekitar tempat wisata. Pemilihan setting lokasi

penelitian mempunyai latar belakang daerah ini termasuk rawan penyebaran virus.

Sementara level subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Meso karena

menggunakan kelompok-kelompok sebagai subjek penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dalam mix method dengan strategi metode campuran bertahap (sequential

mixed methods) terutama strategi eskplanatoris sekuensial merupakan strategi bagi

peneliti untuk menggabungkan data yang ditemukan dari satu metode dengan

metode lainnya. Pertama akan dilakukan wawancara terlebih dahulu untuk

mendapatkan data kualitatif diikuti data kuantitatif.

1. Wawancara

Wawancara atau interview adalah percakapan dengan maksud tertentu

yang dilakukan oleh dua pihak. Yaitu, pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan

jawaban atas pertanyaan itu dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai

orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain

(Moleong, 2007:186).

7
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data utama dalam penelitian

kualitatif. Khususnya wawancara mendalam (dept interview). Para pakar kualitatif

mengatakan bahwa dengan wawancara akan diketahui perasaan, persepsi,

perasaan, dan pengetahuan interviewee (subjek wawancara) secara intensif

(Ghoni, Fauzan, 2012:175)

Dalam penelitian ini menggunakan wawancara bebas terpimpin yaitu

pewawancara menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang

dibuat berupa daftar pertanyaan, tetapi tidak berupa kalimat-kalimat yang

permanen (mengikat). Susunan pertanyaan dan susunan kata-katanya dalam setiap

pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara disesuaikan dengan kebutuhan dan

kondisi pada saat wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya (agama, suku,

gender, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya) informan yang

dihadapi (Ghoni, Fauzan, 2012:176). Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara

berjumlah 10 pertanyaan, tetapi di kembangkan saat proses wawancara sesuai

kebutuhan karena wawancara ini merupakan wawancara bebas terpimpin,

beberaoa contoh pertanyaannya adalah ‘bagaimana pendapat anda mengenai virus

Hepatitis B?’, ‘apakah ada paham proses penyebaran virus Hepatitis B?’ dan

‘apakah anda paham tentang penyakit Hepatitis B?’.

2. Observasi

8
Metode observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan

data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang

berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa,

tujuan, tujuan, dan perasaan. Penggunaan metode ini dengan tujuan agar

mendapatkan data yang lebih kaya sehingga hasil penelitian dapat diperkuat

dengan fakta di lapangan. Observasi dilakukan selama proses wawancara,

penyebaran skala, dan selama peneliti berada di lingkungan disekitar pantai Losari

dan RSU Wahidin (Juni-September 2018).

Observasi memiliki macam-macam tipe. Dalam penelitian ini

menggunakan observasi partisipasi pasif (passive participation), yaitu peneliti

datang ke tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam

kegiatan tersebut (Ghoni, Fauzan, 2012:165).

G. Keabsahan Data

Teknik keabsahan data perlu dilakukan untuk memastikan upaya penelitian

benar-benar bisa dipertanggung jawabkan.

9
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan sebelumnya yaitu

tidak ditemukan adanya mutasi baik dari Domain A, B, C, D, maupun E

gen RT dari sampel darah donor yang positif PCR serta tidak

ditemukannya adanya mutasi di gen RT kemungkinan disebabkankarena

sampel yang digunakan berasal dari donor sehat sehingga kemungkinan

merupakan individu karier sehat HBV sehingga tidak atau belum terpapar

dengan obat anti-HBV

B. Saran

Adapun saran penulis bahwa virus Hepatitis B tidak boleh dianggap

enteng walaupun masih sedikit masyarakata Makassar yang terpapar virus

Hepatitis B namun diperlukan pemahaman lebih mengenai penyakit ini

sehingga diharapkan masyaraka lebih ikut aktif menginformasikan dan

mencegah proses penyebarannya serta melaporkan atau segera membawa

orang-orang yang terindikasi terkena penyakit ini sehingga segera

ditindaklanjuti.

1
DAFTAR PUSTAKA

Baumert, T.F., Thimme, R. and von Weizsäcker, F., 2007. Pathogenesis of

Hepatitis B Virus Infection. World J Gastroenterol. Vol. 13, No. 1, 82-

90.

Elgouhari, H.M., Tamimi, T. and Carey, W., 2008. Hepatitis B Virus Infection:

Understanding Its Epidemiology, Course, and Diagnosis. Cleveland

ClinicalJournal of Medicine. Vol. 75, No. 12, 881-9.

European Association for the Study of the Liver, 2012. EASL Clinical Practice

Guidelines: Management of Chronic Hepatitis B Virus Infection. Journal

ofHepatology. Vol. 57, 167-85.

Fuente, R.A., Gutierrez, M., Garcia-Samaniego, J., Fernandez-Rodriguez, C.,

Lledo, J.L. and Castellano, G., 2011. Pathogenesis of Occult Hepatitis B

Virus Infection. World J Gastroenterol. Vol. 12, No. 12, 1543-8.

Ganem, D. and Prince, A.M., 2004. Hepatitis B Virus Infection—Natural History

and Clinical Consequences. N Engl J Med. Vol. 350, 1118-29.

Huy TTT, Ngoc TT, Abe K. 2008. New Complex Recombinant Genotype of

Hepatitis B Virus Identified in Vietnam. Journal of Virology; 82: 5657–

5663.

1
Liaw, Y., Kao, J., Piratvisuth, T., Chan, H., Chien, R., Liu, C., et al, 2012. Asian-

Pasific Consensus Statement on the Management of Chronic Hepatitis B:

a 2012 Update. Hepatol Int.

Lin CL, Kao JH. 2011. The clinical implications of hepatitis B virus genotype:

Recent advances. Journal of Gastroenterology and Hepatology; 26: 123–

130.

Liu CJ, Kao JH, Chen JS. 2005. Therapeutic implications of hepatitis B virus

Genotypes. Liver International; 25: 1097–1107

Anda mungkin juga menyukai