Anda di halaman 1dari 29

1

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Dilakukan : KELOMPOK
Tanggal Pengkajian : 12 Juli 2017, pukul 08.00 WIB.
Ruang Perinatologi RSUD Banyumas

1. Identitas
Nama : By Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
TTL/Usia : 18 Mei 2018
Nama ayah/ibu : Tn. R/ Ny. D
Pekerjaan ayah/ibu : Belum bekerja/ IRT
Pendidikan ayah/ibu : SMK/ SMA
Agama : Islam/ Islam
Alarnat : Karang tawang
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
2. Keluhan Utama
Ny. D mengatakan bayinya gumoh setelah diberikan ASI melalui selang
makan.
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a. Prenatal
1) Jumlah kunjungan : 4 kali
2) Periksa di bidan/dokter : dokter
3) Penkes yang didapat : Gizi ibu hamil, tanda bahaya persalinan
4) HPHT : 12-11-2016, Usia kehamilan :31+6 minggu, G1P0A0
5) Kenaikan BB selama hamil : 11 kg
6) Komplikasi kehamilan : tidak ada
7) Komplikasi obat : tidak ada
8) Obat-obatan yang didapat : Sulfas Ferrous 1 x 1 tablet.
9) Riwayat hospitalisasi : tidak pernah
10) Golongan darah ibu :O
2

11) Pemeriksaan kehamilan/skreening maternal : Hepatitis dan HIV,


hasil (-)
b. Natal
1) Awal persalinan : Awal persalinan 20 Juni 2017, pukul 21.00 WIB.
2) Lama persalinan : 14,5 jam, Lahir pukul 11.30 WIB.
3) Komplikasi persalinan : tidak ada
4) Terapi yang diberikan untuk ibu: Amoxilline 3x500 mg, Asam
Mefenamat 3x1 tablet, SF 1x1 tablet.
5) Cara melahirkan : pervaginam
6) Tempat melahirkan : rumah sakit
c. Post natal
1) Usaha bernafas: dengan bantuan , RR 75 x/mnt , N : 160x/mnt, S
36˚C.
2) Kebutuhan resusitasi : Dari awal lahir dengan CPAP
3) Obat-obatan yang diberikan saat lahir : Vitamin K injeksi, Salep
mata.
4) Interaksi bayi dengan orangtua : ada
5) Trauma lahir : tidak ada
6) Keluarnya urin/ BAB : ada
7) Respon fisiologis yang bermakna: nangis merintih, kulit biru dan
pucat, APGAR SCORE kelahiran 5/6.
4. Riwayat Keluarga
Genogram ( 3 generasi):

Keterangan :
: Laki-laki meninggal :Laki-laki hidup : Pasien
: Perempuan meninggal : : Perempuan hidup ---- : Satu rumah
: Garis pernikahan : Garis keturunan
3

5. Riwayat Sosial
a. Sistem pendukung yang dapat dihubungi : Orang tua bayi Ny. S
b. Hubungan orang tua dan bayi : ibu tinggal di RS menunggui bayinya,
ibu selalu mengajak bicara bayinya, mengelus, menggendong bayinya.
Data tambahan : Ny. S mengatakan bayinya merupakan anak pertama.
c. Anak yang lain :
Jenis kelamin Riwayat Persalinan Riwayat Usia
anak Imunisasi
Tidak ada

d. Lingkungan rumah : tidak ada masalah


e. Masalah sosial yang penting
( - ) kurangnya sistim dukungan sosial
( - ) perbedaan bahasa
( - ) riwayat penyalah gunaan zat adiktif
( - ) lingkungan rumah yang kurang memadai
( - ) masalah keuangan
6. Keadaan Kesehatan Saat Ini
a. Diagnosa Medis : BBLR kurang bulan sesuai masa kehamilan, spontan,
riwayat asfiksia neonatorum, dan sepsis neonatorum
b. Tindakan operasi : tidak ada
c. Obat-obatan : Theosal oral (k/p), Ferris 7 mg/ 24 jam, Apialis 0.3 mg/
24 jam.
d. Tindakan keperawatan : monitoring vital sign, feeding OGT, alih baring,
Latih menetek, dan Kangoroo mother care (KMC)
e. Hasil laboratorium :
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai normal
6/7/2017 WBC 12.6 3.70-10.1 10³/uL
HGB 14.5 12.9-14.2 g/dl
HCT 36.7 37.7-53.7 %
PLT 302 155-366 10³/uL
6/7/2017 Natrium 132 135-155 mmol/l
Kalium 6.2 3.5-5.5 mmol/l
Clorida 102 94-111 mmol/l
6/7/2017 Albumin 3.0 3.4-5.0 g/dl
f. Hasil Rontgen : Baby gram : dbn
4

g. Data tambahan: Gumoh 1x, residu 1 cc


7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :Cukup
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital : Nadi : 140 x/mnt, Suhu: 36,5˚C, RR : 42 x/mnt
Ukuran Saat Lahir Saat ini
Berat Badan 1600 gr BB kemarin : 1610 gr
BB hari ini : 1635 gr
Panjang Badan 42cm 42 cm
Lingkar Kepala 28 cm 29 cm
Lingkar dada 24 25 cm
Lingkar perut 23 25 cm
LILA 8 cm 9 cm

d. Reflek : Moro kurang, menggenggam kurang, menghisap kurang.


Data tambahan : Ny. S mengatakan bayinya belum bisa menetek dengan
baik
e. Tonus/ Aktivitas : aktif, menangis lemah.
f. Kekuatan otot : 5 5 (rentang gerak kekuatan penuh)
5 5
g. Kepala/ Leher : Fontanel anterior : lunak
1) Sutura sagitalis : tepat
2) Gambaran wajah : simetris
3) Molding (+)
4) Mata : bersih
5) THT :
a) Telinga : normal
b) Hidung : bilateral
c) Palatum : normal
d) Mulut : terpasang OGT ukuran 5, cairan ASI keluar melalui
mulut, setelah cairan dibersihkan, tampak area mulut agak
kebiruan/ sianosis, bibir tampak kotor berwarna putih dan kering
h. Toraks : simetris
1) Retraksi : derajat 0
2) Klavikula : normal
3) Paru-paru
5

a) Suara napas : sama kanan kiri, bersih, terdengar disemua lapang


paru
b) Respirasi : spontan, jumlah : 42 x/menit (cepat dan reguler),
SPO2 95%
4) Jantung
a) Bunyi Normal Sinus Rhytm (NSR) : 140 x/menit
i. Abdomen
1) Inspeksi : tampak kembung/ distensi, LP 25 cm, umbilikus kering.
2) Palpasi : agak tegang, liver kurang dari 2 cm.
3) Perkusi : timpani
4) Auskultasi : 10 x/menit
j. Genital : dalam batas normal, anus berlubang, spina tidak ada kelainan.
k. Ekstremitas : Semua ekstremitas gerak, ekstremitas atas dan bawah
simetris.
Data tambahan : akral ekstrimitas terasa dingin, tampak agak sianosis/
kebiruan.
l. Kulit : tampak kemerahan, akral dingin, jaringan lipo kurang, elastisitas
kurang, suhu : 36,5˚C, suhu lingkungan/inkubator : 30,3˚C, suhu kulit :
31,2˚C, bayi diletakkan pada nesting.
8. Terapi
a. Kebutuhan cairan/ hari : 180 cc / kg BB/ 24 jam : 294 cc/ hari
b. Per oral 12/7/2017 : ASI 28 cc/ 2 jam
9. Ringkasan Riwayat Keperawatan
By. Ny. S berumur 21 hari dengan diagnosa medis Neonatus preterm,
BBLR, Asfiksia. By. Ny. S. lahir pada umur kehamilan 31+6 minggu. BB
lahir 1604 gr, BB sekarang 1635 gr. Vital sign HR: 140 x/menit, RR: 42
x/menit, Suhu kulit: 36,5 oC, kedua ekstrimitas agak sianosis, akral dingin.
Refleks hisap kurang, bayi terpasang OGT ukuran 5, bibir tampak kotor
berwarna putih dan kering, cairan ASI tampak keluar melalui mulut saat
diberi ASI melalui OGT, ketika mulut dibersihkan, tampak mulut agak
sianosis, tampak distensi abdomen, bising usus 10 x/ menit. Pasien dalam
terapi pemberian oral.
6

ANALISIS DATA
Tanggal/jam Data Klien Masalah Penyebab
12/7/2017 DS: Ny.S mengatakan Ketidakefektifan Prematuritas
bayinya belum bisa pola makan bayi
menetek dengan baik

DO: Mulut bayi


terpasang OGT, reflek
menghisap kurang,
gumoh 1x, residu OGT
1 cc, bibir tampak kotor
berwarna putih dan
kering, keluar ASI dari
mulut saat diberikan
ASI melalui OGT. IMT
: (1.635 kg) / (0,42 m)2 :
3,8% (BB kurang).

2/7/2017 DS: Ny. S mengatakan Risiko aspirasi Faktor risiko :


bayinya gumoh setelah adanya slang
diberikan ASI melalui oral (OGT),
selang makan. peningkatan
residu lambung,
DO: N : 140 x/mnt, S peningkatan
36,5˚C, R 42 x/mnt, tekanan
SPO2 95%. Terpasang intragastrik,
OGT, residu 1 cc, pengosongan
abdomen tampak yang lambat
distensi, agak sianosis
pada mulut dan
ekstrimitas.
12/7/2017 DS : - Risiko hipotermi Faktor risiko :
kurang suplai
DO : BBLR, BBL 1600 lemak subkutan
gr, BBS 1635 gr, TB 42
cm, LK 29 cm, LD 25
cm, LP 25 cm, LILA 9
cm, IMT 3,8% (BB
kurang), lahir dengan
usia kehamilan 31+6
minggu, jaringan lipo
kurang, S 36,5 ˚C
(hipotermi tingkat 1),
agak sianosis pada
mulut dan ekstrimitas,
akral dingin.
7

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS


1. Ketidakefektifan pola makan bayi b.d prematuritas.
2. Risiko aspirasi dengan faktor risiko adanya slang oral (OGT), peningkatan
residu lambung, peningkatan tekanan intragastrik, pengosongan yang
lambat.
3. Risiko hipotermi dengan faktor risiko kurang suplai lemak subkutan
8

A. RENCANA KEPERAWATAN
No Hari/ Diagnosa Nursing Outcomes Classification Nursing Intervention Classification Rasional
Tanggal Keperawatan (NOC) (NIC)

1 Rabu, 12 Ketidakefektifan pola Infant Nutritional Status Nutritional Monitoring


Juli 2017 makan bayi b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Timbang berat badan pasien 1. Menentukan intervensi
prematuritas selama 3x24 jam, diharapkan status nutrisi 2. Monitor pertumbuhan dan 2. Menentukan intervensi
bayi terpenuhi, dengan kriteria hasil : perkembangan
Domain 2. Nutrisi 3. Lakukan pengukuran 3. Menentukan langkah
Kelas 1. Makan Indikator Awal Target antropometri pada komposisi intervensi
1. Toleransi makanan 4 5 tubuh
Definisi : Gangguan 2. Perbandingan berat 4 5 4. Monitor kecenderungan naik atau 4. Menentukan langkah
kemampuan bayi untuk badan turunnya berat badan intervensi
mengisap/ 5. Identifikasi perubahan berat 5. Melihat keberhasilan
mengoordinasi respons badan terakhir intervensi
mengisap/ menelan Keterangan No. 1 : 6. Monitor turgor kulit dan 6. Turgor kulit yang buruk
yang mengakibatkan 1. Tidak adekuat (isi keluar semua/ residu mobilitas menandakan nutrisi belum
ketidakadekuatan sesuai jumlah intake) terpenuhi
nutrisi oral untuk 2. Sedikit adekuat (residu setengah dari 7. Monitor adanya mual muntah/ 7. Mengkaji kemampuan
kebutuhan metabolik. jumlah intake) gumoh menerima asupan makanan
3. Cukup adekuat (residu seperempat dari
Batasan karakteristik : jumlah intake) 8. Lakukan evaluasi kemampuan 8. Indikasi adanya refluk
Ketidakmampuan 4. Sebagian besar adekuat (residu minimal) menelan esofagus/ masalah lain
memeprtahankan 5. Sepenuhnya adekuat (tidak ada residu) pada sistem pencernaan
mengisap yang efektif, 9. Tentukan rekomendasi energi 9. Ketepatan pemberian
ketidakmampuan Keterangan No. 2 : berdasarkan faktor pasien (BB, asupan nutrisi mendukung
memulai mengisap 1. BB sekarang (BBS) turun >10 % dari TB, dll) pertumbuhan dan
yang efektif, BB sebelumnya perkembangan pasien
ketidakmampuan 2. BBS turun 1-10%dari BB sebelumnya
mengoordinasi 3. BBS sama dengan BB sebelumnya
mengisap, menelan, dan 4. BBS naik 1-10 % dari BB sebelumnya
bernafas.
9

No Hari/ Diagnosa Nursing Outcomes Classification Nursing Intervention Classification Rasional


Tanggal Keperawatan (NOC) (NIC)

5. BB naik > 10 % dari BB sebelumnya

2. Rabu, 12 Risiko aspirasi dengan Respiratory Status Aspiration Precaution


Juli 2017 faktor risiko adanya Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor tingkat kesadaran, 1. Kesadaran yang menurun
slang oral (OGT), selama 3x24 jam, diharapkan status refleks batuk, dan kemampuan meningkatkan terjadinya
peningkatan residu pernafasan baik, dengan kriteria hasil : menelan. kondisi kegawatan.
lambung, peningkatan 2. Pertahankan kepatenan jalan 2. Jalan nafas paten
tekanan intragastrik, Indikator Awal Target nafas. mempertahankan ventilasi
pengosongan yang 1. Sianosis 4 5 oksigen menjadi adekuat.
lambat. 2. Saturasi oksigen 4 5 3. Monitor status pernafasan. 3. Untuk menentukan
intervensi.
Domain 11. Keamanan/ 4. Monitor kebutuhan perawatan 4. Menghitung jumlah
perlindungan Keterangan No 1: saluran cerna. kebutuhan tubuh.
Kelas 2. Cedera fisik 1. Sangat berat (pucat seluruh tubuh) 5. Posisikan kepala tegak 30˚ saat 5. Mengurangi risiko aspirasi.
2. Berat (sianosis seluruh tubuh) pemberian makan melalui OGT.
Definisi : rentan 3. Cukup (Badan merah, ekstrimitas biru) 6. Jaga kepala dengan tempat tidur
mengalami sekresi 4. Ringan (Badan merah, ekstrimitas biru ditinggikan 30-45˚ setelah 6. Posisi datar memicu
gastrointestinal, sekresi minimal) pemberian makan. terjadinya refluks isi
orofaring, benda cair 5. Tidak ada 7. Periksa posisi OGT sebelum lambung.
atau padat ke dalam pemberian makan. 7. Memastikan asupan
saluran trakeobronkhial Keterangan No. 2 : makanan masuk ke dalam
yang dapat 1. Deviasi berat dari kisaran normal < 80 % 8. Periksa residu OGT sebelum lambung.
mengganggu kesehatan 2. Deviasi yang cukup-cukup berat dari pemberian makan. 8. Residu dalam lambung
kisaran normal 80-85% mengindikasikan
3. Deviasi sedang dari kisaran normal 86- penyerapan yang kurang
90% 9. Berikan perawatan mulut baik.
4. Deviasi ringan dari kisaran normal 91- 9. Memberikan rasa nyaman
95% Vital Sign Monitoring
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal > 10. Monitor tekanan darah, nadi, 10. Menentukan intervensi
10

No Hari/ Diagnosa Nursing Outcomes Classification Nursing Intervention Classification Rasional


Tanggal Keperawatan (NOC) (NIC)

95% suhu, dan status pernafasan


dengan tepat.

3. Rabu, 12 Risiko hipotermi Thermoregulation :New born Temperature Regulation


Juli 2017 dengan faktor risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor suhu minimal 2 jam 1. Menentukan intervensi
kurang suplai lemak selama 3x24 jam, diharapkan termoregulasi sesuai kebutuhan
subkutan bayi baru lahir baik, dengan kriteria hasil : 2. Monitoring warna dan suhu kulit 2. Menentukan intervensi
Indikator Awal Target 3. Tingkatkan intake cairan nutrisi 3. Mencegah hilangnya
Domain 11. Keamanan/ 1. Suhu tidak stabil 4 5 kelembaban dalam tubuh
perlindungan 2. Penyapihan dari 4 5 4. Selimuti pasien untuk mencegah 4. Mmengurangi evaporasi
Kelas 6. Termoregulasi inkubator ke boks bayi hilangnya kehangatan tubuh suhu tubuh secara drastis.

Definisi : rentan Baby Care : new born


terhadap kegagalan Keterangan 1: 5. Bantu orang tua untuk 5. Sebagai sarana
termoregulasi yang 1. Berat (Hipotermi tingkat 4, suhu inti memandikan bayi. pembelajaran perawatan
dapat mengakibatkan mendekati 34˚C) bayi setelah di rumah.
suhu tubuh di bawah 2. Cukup berat (Hipotermi tingkat 3, suhu 6. Dukung dan fasilitasi ikatan dan 6. Meningkatkan ikatan kasih
rentang normal diurnal, inti mendekati 35˚C) kelekatan keluarga dengan bayi sayang antara orang tua dan
yang dapat 3. Sedang (Hipotermi tingkat 2, suhu inti bayi
mengganggu kesehatan. mendekati 36˚C) 7. Sediakan lingkungan yang 7. Meningkatkan periode
4. Ringan (Hipotermi tingkat 1, suhu inti nyaman dan menenangkan istirahat dan kenyamanan
mendekati 36,5˚C) bayi.
5. Tidak ada (Suhu inti normotermi 36,6-
37,5˚C)

Keterangan 2 :
1. Sangat terganggu (hipotermi tingkat 4
saat disapih pada boks bayi)
2. Banyak terganggu (hipotermi tingkat 3
11

No Hari/ Diagnosa Nursing Outcomes Classification Nursing Intervention Classification Rasional


Tanggal Keperawatan (NOC) (NIC)

saat disapih pada boks bayi)


3. Cukup terganggu (Hipotermi tingkat 2
saat disapih pada boks bayi)
4. Sedikit terganggu (hipotermi tingkat 1
saat disapih pada boks bayi)
5. Tidak terganggu (Suhu stabil
normotermi)
12

B. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Hari/ Dx Jam Tindakan Respon klien Ttd
tanggal/jam
1. Rabu, 12 I 06.00 1,3,4,5 Menimbang berat badan antropometri. O : BBS : 1635 gr, BBK 1610 gr, BB naik 25 gram/
2. Juli 2017 I 08.00 3. Mengukur antropometri. hari (normal : 30 gr/ hari), LK 29 cm, LD 225 cm,
LP 25 cm, PB 42 cm, LILA 9 cm.
3. II/III 10/1,2 Mengukur vital sign dan memeriksa O : N : 140 x/ menit, S : 36,5˚C, RR : 42 x/menit,
warna kulit, SPO2 SPO2 95%, , bayi tenang, akral dingin, agak sianosis
pada ekstrimitas dan mulut, SPO2 95%.
4. II 2,5,6 Memberikan posisi head up 30˚ dengan O : Posisi head up (+), bayi tampak tenang.
memiringkan inkubator pada bagian kaki lebih
rendah dari kepala.
5. I/II/III 9/4/3 Menghitung kebutuhan cairan perhari O : Kebutuhan cairan /24 jam = 294 cc, ASI 28 cc/
2jam
6. I/II 09.00 7/7,9 Memeriksa OGT, memeriksa residu O : Residu 1 cc, kemudian dimasukkan kembali, dan
dengan menarik isi lambung menggunakan spuit, memberikan ASI baru ke dalam OGT, respon gumoh
dan memberikan feeding OGT 28 cc dengan ASI (+), kepala pasien dimiringkan.
perah
7. II 9. Melakukan oral higiene O : Mulut tampak bersih setelah dibersihkan
menggunakan kasa yang dibasahi air hangat, baju
diganti yang bersih.
8. III 3. Memberikan obat oral Ferris 7 mg dan Apialis O : Obat masuk, tidak ada reaksi alergi.
0,3 mg diteteskan pada mulut bayi.
9. I 6. Melakukan alih baring tubuh bayi dari posisi O : Bayi berubah posisi ke miring kanan, respon
miring kiri ke posisi miring kanan, dengan tenang.
menempatkan kepala pada bantalan nesting yang
lebih tinggi
10. I/II 10.00 7,8/4,5,6,7,8 Memberikan feeding OGT ASI O : Gumoh tidak ada, bayi tenang, respon menelan
perah sebanyak 28 cc. (+), bayi membuka mata (+).
11. III 11.00 7,3 Mengganti pampers kotor berisi feses dan O : Anus dibersihkan menggunakan tisue basah dan
urine dengan yang bersih dan melakukan anus mengangkat kedua kaki agar feses dapat
13

No Hari/ Dx Jam Tindakan Respon klien Ttd


tanggal/jam
higiene, dan menimbang berat pampers isi. dibersihkan, area perianal bersih, berat pampers isi
60 gr/ 5 jam.
12. Rabu, 12 III 11.10 6. Membantu Ny. S melakukan metode kanguru O : Bayi tampak tenang
Juli 2017 pada bayinya dengan menempelkan badan bayi
pada dada ibu tanpa baju menggunakan
gendongan, dan menutupi dengan selimut.
13. I/II 12.00 7,8/4,5,6,7,8 Memberikan feeding OGT ASI O : ASI masuk, gumoh (-), posisi bayi tegak lurus
perah 28 cc. sambil digendong.
14. III/II 13.00 7,1,2/ 2,3,10 Memindahkan bayi ke dalam O : S 36,7˚C, RR : 42 x/mnt, N: 140 x/mnt, akral
inkubator dan memonitor vital sign. dingin, sianosis <
15. I/II 04.00 7,8/4,5,6,7,8 Memberikan feeding OGT 28 cc O : ASI masuk, gumoh (+), kepala bayi dimiringkan,
ASI perah aspirasi (-).
16. Kamis, 13 I 06.00 1,2,4,5Menimbang BB bayi BBK : 1635 gr, BBS 1695 gr, BB naik 60 gr/hari.
17. Juli 2017 I 5,7. Memandikan bayi dengan menggunakan air O : Bayi tampak segar dan wangi.
hangat dan mengganti baju dan pampers yang
kotor dengan yang bersih.
18. I/II 08.00 7,8/4,5,6,7,8 Memberikan feeding 28 cc ASI O : ASI masuk, gumoh (-)
19. I/II 9/4 Menentukan kebutuhan cairan perhari O : 180 cc x 1,695 kg : 305 cc/ hari. ASI perah
dipertahankan 28 cc
20. I/II/III 6/1,2,3,10/1,2 Mengukur vital sign, dan menilai O : N : 136x/mnt, RR : 47x/mnt, S : 36,7˚C, kulit
warna dan elastisitas kulit. kemerahan, turgor kulit kurang, LILA 9 cm.
21. II 10.00 7,8 Melepas OGT lama dan memasang kembali O : OGT baru terpasang di mulut bayi. Fiksasi (+).
OGT baru.
22. III/I 3/ 7,8 Memberikan intake ASI Perah melalui O : ASI masuk, reaksi gumoh (-), bayi tampak
OGT 28 cc dan mengevaluasi respon bayi. menelan.
23. III 11.00 7. Mengganti pampers kotor dengan yang baru O : pampers bayi bersih, berat pampers kotor 110
dan menimbang beratnya gr/5 jam, pampers bersih beratnya 50 gr.
24. III 3,6 Memotivasi ibu bayi untuk melakukan S : Ny. S mengatakan bayinya sudah mulai menyusu
metode kanguru kembali dengan cara tapi harus sering dibangunkan
14

No Hari/ Dx Jam Tindakan Respon klien Ttd


tanggal/jam
menggendong bayi dalam dekapan ibu tanpa O : Bayi tampak menangis ketika baju dilepas dan
baju, bersentuhan antara kulit dengan kulit tenang saat sudah digendong ibunya, bayi mulai
kurang lebih 2 jam. menyusu, refleks hisap masih lemah, tampak sering
dibangunkan karena tertidur.
25. III/I 12.00 3/7,8 Memberikan ASI perah melalui OGT O : ASI masuk, gumoh (-), bayi tampak menelan dan
sebanyak 28 cc berespon seperti sedang menyusu.
26. II/III 13.00 1,2,3/1,2 Mengukur vital sign O : S : 36,5˚C, N : 144x/mnt, RR 40 x/mnt. Tidak
ada perubahan tanda-tanda vital yang ekstrim.
27. II 14.00 7,8 Memeriksa residu dan memberikan ASI O : Residu (-), ASI masuk, tidak ada gumoh, bayi
perah melalui OGT sebanyak 28 cc seperti sedang menyusu.
28. Jum’at, 14 III/I 04.00 3/7,8 Memeriksa residu dan memasukkan O : residu (-), ASI masuk, gumoh (+), kepala bayi
Juli 2017 feeding 28 cc ASI ke OGT dimiringkan.
29. II 9. Melakukan oral higiene O : Mulut bayi tampak bersih, sianosis (-)
30. I 06.00 1,2,4,5 Menimbang berat badan bayi O : BBK 1695 gr, BBS 1695 gr, kenaikan BB (-)
31. III 5. Memandikan bayi O ; Bayi tampak bersih
32. I 9. Menghitung kebutuhan cairan perhari O : Kebutuhan cairan 305 cc/ hari, ASI
dipertahankan 28 cc/ 2 jam.
33. II/III 08.00 8/3 Memeriksa residu dan memberikan ASI O : ASI masuk, gumoh (+), kepala bayi dimiringkan
perah 28 cc.
34. II 9. Melakukan oral higiene O : mulut bersih, tidak tampak tanda-tanda sianosis
35. I/II/III 6/ 1,3,10/1 Mengukur vital sign O : S : 37,1˚C, N : 154x/mnt, RR : 48x/mnt.
36. II/III 09.00 4/3,6 Memberikan penkes tentang pentingnya S : Ny. S mengatakan ASI nya keluar sudah lancar
ASI eksklusif bagi bayi berat rendah supaya karena diperah terus, Ny. S mengatakan akan
berat badan meningkat. melakukan sesuai saran petugas, dan makan minum
yang seimbang agar ASI melimpah.
37. II/III 10.00 8/3 Memeriksa residu dan memasukkan ASI O : Residu 1 cc, dimasukkan kembali, memasukkan
perah 27 cc melalui OGT ASI sebanayk 27 cc, gumoh (-).
38. III 11.00 6,4 Membantu KMC pada ibu bayi dan S : Ny S mengatakan bayinya mulai pintar menyusu,
memberikan selimut pada bayi walaupun sering tertidur
15

No Hari/ Dx Jam Tindakan Respon klien Ttd


tanggal/jam
O : Bayi tampak menyusu, areola masuk ke dalam
mulut bayi, bayi tampak tertidur dan dibangunkan
ibunya, perut kembung (-)
39. III 12.00 7. Mengganti pampers kotor dengan yang baru O : Berat pampers 160 gr/ 7 jam, perianal bayi
dan menimbang beratnya tampak bersih.
40. II 13.00 10. Mengukur vital sign O : S: 36,9˚C, N : 140 x/mnt, RR : 48x/mnt
41. III 14.00 7,2 Memindahkan bayi dari inkubator ke boks O : Bayi dipindah ke boks bayi, dengan posisi boks
bayi dan mengukur SPO2 dimringkan 30˚ dengan kaki lebih rendah dari pada
kepala,sianosis (-), akral masih dingin, SPO2 96%.
42. III/I/II 18.00 3/7 /9Memberikan ASI perah per OGT dan oral O : Bayi gumoh (-), residu (-), kepala dimiringkan,
higiene dan mulut dibersihkan. Tidak ada sisa susu dalam
43. Sabtu, 15 I 06.00 1,2,3,4,5 Menimbang berat badan bayi mulut.
44. Juli 2017 III 5,4 Memandikan bayi, dan memberikan selimut O : BBK 1695 gr, BBS 1720 gr, naik 25 gr/ hari.
setelah mandi. O : Bayi tampak segar, dan hangat.
45. I/II/III 08.00 Melakukan evaluasi tindakan keperawatan S : Ny. S mengatakan bayinya sudah tidak gumoh
bila diberi ASI, menyusu sudah mulai bisa,
meskipun sering tertidur.
O : Toleransi bayi terhadap ASI sudah mulai baik,
tidak tampak residu pada OGT, gumoh (-), BBS naik
1,4% dari BBK, sianosis (-), px fisik : akral masih
dingin, perut kembung (-), mulut bersih, SPO2 96%,
TTV : S : 37,1˚C, N : 144x/mnt, RR : 44x/mnt, bayi
sudah turun boks dari inkubator ke boks bayi biasa.
16

XI. EVALUASI KEPERAWATAN


No Hari/ Tgl/Jam Diagnosa keperawatan Evaluasi (SOAP)
1. Sabtu, 15 Juli 2017 Ketidakefektifan pola makan bayi b.d S : Ny. S mengatakan bayinya sudah tidak gumoh bila diberi ASI,
prematuritas. menyusu sudah mulai bisa, meskipun sering tertidur.

O : Toleransi bayi terhadap ASI sudah mulai baik, tidak tampak residu
pada OGT, gumoh (-), BBS naik 1,4% dari BBK, px fisik : sianosis (-),
akral masih dingin, perut kembung (-), mulut bersih, SPO2 96%, TTV
: S : 37,1˚C, N : 144x/mnt, RR : 44x/mnt, bayi sudah turun boks dari
inkubator ke boks bayi biasa.

A : Indikator tercapai sebagian


Indikator Awal Target Capaian
1. Toleransi makanan 4 5 5
2. Perbandingan BB 4 5 4

P : Lanjutkan intervensi
 Nutritional monitoring
 Nutritional management
17

No Hari/ Tgl/Jam Diagnosa keperawatan Evaluasi (SOAP)


2. Sabtu, 15 Juli 2017 Risiko aspirasi dengan faktor risiko S : Ny. S mengatakan bayinya sudah tidak gumoh.
adanya slang oral (OGT), peningkatan
residu lambung, peningkatan tekanan O : Toleransi bayi terhadap ASI sudah mulai baik, tidak tampak residu
intragastrik, pengosongan yang lambat pada OGT, gumoh (-), BBS naik 1,4% dari BBK, px fisik : sianosis (-),
akral masih dingin, perut kembung (-), mulut bersih, SPO2 96%, TTV
: S : 37,1˚C, N : 144x/mnt, RR : 44x/mnt.

A : Indikator tercapai penuh


Indikator Awal Target Capaian
1. Sianosis 4 5 5
2. Saturasi O2 4 5 5

P : Pertahankan intervensi
 Aspiration precaution
 Vital sign monitoring

3. Sabtu, 15 Juli 2017 Risiko hipotermi dengan faktor risiko S : -


kurang suplai lemak subkutan O : TTV : S : 37,1˚C, N : 144x/mnt, RR : 44x/mnt, bayi sudah turun
boks dari inkubator ke boks bayi biasa.

A : Indikator tercapai penuh


Indikator Awal Target Capaian
1. Suhu tidak stabil 4 5 5
2. Penyapihan dari 4 5 5
inkubator ke boks bayi

P : Pertahankan intervensi
 Temperature regulation
 Baby care : new born
18

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan asuhan keperawatan di atas dapat diketahui bahwa pasien


bernama By. Ny. S. datang dari VK IGD pada tanggal 21 Juni 2017 dengan
indikasi BBLR dan asfiksia. Awalnya bayi lahir spontan dari G1P0A0, lahir
BBLR usia kehamilan 31+6 minggu, berat badan 1600gr, PB 42 cm, LK 28 cm,
LD 24 cm, LP 23 cm, LILA 8 cm, nangis merintih, kulit biru dan pucat, APGAR
SCORE kelahiran 5/6, vital sign, RR : 75x/menit, N : 160 x/mnt, S : 36˚C, bayi
diberikan oksigenasi CPAP, FIO2 21%, SPO 298%. Diberikan tindakan
keperawatan pemberian sonde secara bertahap, pemberian cairan IV, perawatan
inkubator, dan terapi injeksi antibiotik.
Kondisi sekarang setelah perawatan hari ke-21, bayi sudah tidak diberikan
terapi injeksi, perawatan masih dalam inkubator karena suhu belum stabil, TTV
N : 14 x/mnt, S 36,5˚C, RR 42 x/mnt, SPO2 95%, masih terpasang OGT, ukuran
antropometri : TB 42 cm, LK 29 cm, LD 25 cm, LP 25 cm, LILA 9 cm, IMT
3,8% (BB kurang). Pemberian obat secara oral, yakni Theosal oral (k/p), Ferris 7
mg/ 24 jam, Apialis 0.3 mg/ 24 jam, dan pasien diberikan terapi sonde 28 cc/ 2
jam dari kebutuhan cairan perhari yakni 294 cc/ hari. Berat badan kemarin 1610
gr, dan berat badan sekarang 1635 gram. Hasil dari pengkajian yang lain
didapatkan data Ny. S mengatakan bayinya belum bisa menetek dengan baik, dan
data objektif memperlihatkan pasien terpasang OGT, dari observasi tampak
refleks menghisap masih lemah, bibir kotor berwarna putih dan kering. Pada saat
di residu, isi lambung masih ada sebanyak 1 cc, dan saat diberikan ASI melalui
OGT ada yang keluar lewat mulut. Dari pemeriksaan fisik bayi nampak distensi
abdomen, namun masih terdapat bising usus 10x/mnt, ekstrimitas dan mulut agak
sianosis, dengan rabaan akral dingin. Berdasarkan hasil pengkajian di atas, bayi
Ny. S dengan berat badan lahir rendah memiliki permasalahan keperawatan
berdasarkan prioritas antara lain ketidakefektifan pola makan bayi, risiko asfiksia,
dan risiko hipotermi.
Diagnosis keperawatan ketidakefektifan pola makan bayi merupakan
gangguan kemampuan bayi untuk mengisap atau mengoordinasi respons
mengisap/ menelan, yang mengakibatkan ketidakadekuatan nutrisi oral untuk
19

kebutuhan metabolik ( NANDA, 2015). Adapun batasan karakteristk dari


diagnosis ini adalah ketidakmampuan mempertahankan mengisap yang efektif,
ketidakmampuan memulai mengisap yang efektif, dan ketidakmampuan
mengoordinasi mengisap, menelan, dan bernafas (NANDA, 2015). Pada kasus ini,
ditemukan bayi Ny. S mengalami kondisi ketidakmampuan mengisap yang
efektif, dihubungkan dengan prematuritas, dimana ditemukan BB bayi lahir 1600
gr, dengan ciri-ciri fisik pada pengukuran antropometri di atas.
Ketidakefektifan pola makan bayi timbul akibat imaturitas sistem
gastrointestinal. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah
ketidakefektifan pola makan bayi antara lain kurangnya kemampuan untuk
mencerna makanan menyebabkan bayi preterm mempunyai lebih sedikit
simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan mengabsorpsi
lemak dibandingkan dengan bayi aterm. Selain itu, belum matangnya fungsi
mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi antara refleks hisap dan menelan
yang belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-34 minggu, padahal
bayi BBLR memiliki kebutuhan nutrisi yang lebih tinggi karena target pencapaian
berat badan bayi BBLR lebih besar. Penundaan pengisian lambung dan buruknya
motilitas usus terjadi pada bayi preterm (Maryunani, 2009).
Peningkatan berat badan merupakan proses yang sangat penting dalam
tatalaksana BBLR disamping pencegahan terjadinya penyulit. Proses peningkatan
berat badan bayi tidak terjadi segera dan otomatis, melainkan terjadi secara
bertahap sesuai dengan umur bayi. Peningkatan berat yang adekuat akan sangat
membantu pertumbuhan dan perkembangan bayi secara normal dimasa depan
sehingga akan sama dengan perkembangan bayi berat badan lahir normal. Berat
badan bayi baru lahir dapat turun 10% dibawah berat badan lahir pada minggu
pertama disebabkan oleh ekskresi cairan ekstravaskular yang berlebihan dan
kemungkinan masukan makanan kurang. Berat bayi harus bertambah lagi atau
melebihi berat badan lagi pada saat berumur 2 minggu dan harus bertumbuh kira
kira 30 g/hari selama satu bulan pertama. Peningkatan rata-rata berat badan per
minggu pada BBLR laki-laki diharapkan minimal sebesar 250 gam sedangkan
pada BBLR perempuan minimal sebesar 200 gam per minggu (Behrman, dan
Suradi dalam Anggraini & Septira, 2016).
Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan
dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat
20

gizi. Berat badan bayi baru lahir dapat turun hingga 10% dibawah berat badan
lahir pada minggu pertama, disebabkan oleh ekskresi cairan ekstravaskular yang
berlebihan dan kemungkinan masukan makanan kurang. Berat bayi harus
bertambah lagi atau melebihi berat badan lagi pada saat berumur 2 minggu dan
harus bertumbuh kira kira 30 g/hari selama bulan pertama. Besarnya energi
tambahan yang dibutuhkan untuk mengejar pertumbuhan adalah 90-100
kkal/kg/hari. Asupan parenteral yang dibutuhkan dihitung dari rasio tambahan
setelah menghitung tambahan pengeluaran energi yang tidak dapat dihindarkan
(inevitable losses) dari konversi diet protein untuk protein tubuh. Inevitable losses
dari nitrogen diperkirakan sebesar 160 mg/kg/hari, setara dengan protein sebesar 1
g/kg/hari. Pengeluaran energi dari istirahat diperkirakan sebesar 45 kkal/kg/hari
pada bayi, dan pengeluaran energi untuk paparan dingin dan aktivitas fisik
diperkirakan sebesar 15 kkal/kg/hari (Behrman, Notoatmodjo, dan Ziegler dalam
Anggraini &Septira, 2016).
Intervensi keperawatan pada bayi Ny. S dengan BBLR antara lain nutritional
monitoring dengan aktivitas menimbang berat badan tiap pagi, memonitor
pertumbuhan dan perkembangan bayi terutama terkait dengan berat badan,
melakukan pemantauan antropometri, mengevaluasi kemampuan menelan dan
menghisap, menghitung kebutuhan cairan/ hari, memasang selang orogastric tube
(OGT) yang bertujuan untuk mensuplai makanan berupa ASI karena reflek hisap
dan menelan pada bayi Ny.S belum berkembang dengan baik (Bulechek et al.,
2013). Kriteria hasil yang diharapkan adalah bayi dapat mentoleransi makanan
dan adanya perbandingan berat badan yang meningkat (Moorhead et al., 2013).
Selain memasang selang OGT, pemberian makan secara terjadwal juga dilakukan.
Pada bayi Ny.S, pemberian makan melalui OGT dilakukan sebanyak 12 kali
dalam sehari atau dilakukan setiap 2 jam. Jumlah pemberian ASI disesuaikan
dengan kebutuhan cairan bayi. Kebutuhan cairan total pada bayi Ny. S adalah
sebanyak 180 cc/ kgBB, yaitu 180x1,635= 294,3 cc/24 jam. Adapun pemberian
nutrisi enteral pada bayi Ny. S yang berusia 21 hari adalah 28 ccx12 kali
pemberian = 336 cc/24 jam. Hal tersebut menunjukkan pemberian nutrisi pada
bayi melebihi kebutuhan. Pemberian tersebut untuk mengantisipasi kehilangan
cairan yang tak terlihat. Namun kelebihan pemberian ASI yang pada bayi Ny. S
dapat menjadi sebab terjadinya refluks gastroesofageal pada bayi Ny. S. Dengan
21

demikian, perhitungan kebutuhan cairan atau nutrisi yang tepat pada bayi BBLR
harus diperhatikan.
Setelah dilakukan evaluasi, kebutuhan cairan bayi Ny. S dengan rentang
pemberian ASI sejumlah 28 cc/ hari dan dipertahankan dari tanggal 12-15 Juli
2017, didapatkan hasil bayi Ny. S tidak mengalami gumoh, sehingga intervensi
pemberian ASI ini cukup memenuhi kebutuhan tubuh bayi, yang ditandai dengan
tidak ada penolakan makan/ asupan oleh lambug/ gumoh (indikator tercapai
penuh) dan BB pasien meningkat sebanyak 1% dari BB satu hari sebelumnya
(indikator tercapai sebagian). Untuk selanjutnya intervensi dilanjutkan dengan
nutritional monitoring dan nutritional management untuk meningkatkan BB bayi.
Diagnosis keperawatan yang kedua yang muncul pada bayi Ny. S adalah
risiko aspirasi. Menurut NANDA (2015), yang dimaksud dengan risiko aspirasi
adalah rentan mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring,
benda cair atau padat ke dalam saluran trakeobronkial, yang dapat mengganggu
kesehatan. Adapun faktor risiko yang ditemukan pada pasien ini adalah adanya
selang oral/ OGT, peningkatan residu lambung, peningkatan tekanan intragastrik,
dan pengosongan lambung yang lambat. Pada kasus ini ditemukan adanya gumoh/
refluks dan rsidu lambung 1 cc ketika akan diberikan nutrisi ASI. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, bagian mulut dan
ekstrimitas bayi tampak agak sianosis, serta pengukuran SPO2 95%.
Risiko aspirasi ditegakkan untuk mencegah aktual terjadinya aspirasi. Hal ini
berkaitan dengan imaturitas saluran cerna bayi. Selain perkembangan fungsi dan
anatomi usus sebagai salah satu organ pencernaan pada sistem gastrointestinal,
perkembangan lainnya yang juga sangat penting adalah perkembangan fungsi
mekanis saluran cerna. Perkembangan fungsi mekanis tersebut meliputi
koordinasi menghisap dan menelan, fungsi motilitas esofagus dan sfingter
esofagus bawah, pengosongan lambung, dan motilitas usus halus (Kenner &
McGrath, 2004; Neu & Douglas-Escobar, 2008).
Pada bayi berat lahir rendah dan sangat prematur, koordinasi antara aktivitas
menghisap dan menelan belum berkembang dengan baik. Belum adekuatnya
koordinasi antara menghisap dan menelan ini menyebabkan bayi memiliki risiko
tinggi untuk mengalami aspirasi (Wong et al., 2009; Neu & Douglas-Escobar,
2008). Perkembangan kemampuan menelan terjadi pada kisaran usia gestasi 32
minggu, adapun kemampuan menghisap berkembang pada usia gestasi 34 minggu
22

(Wong et al., 2009; Marnoto et al., 2011). Perkembangan koordinasi antara


kemampuan menghisap dan menelan tersebut mulai terjadi pada usia gestasi lebih
dari 36-37 minggu (Wong et al., 2009).
Selain perkembangan koordinasi menghisap dan menelan, perkembangan
fungsi mekanis lainnya dari sistem gastrointestinal ini adalah perkembangan
fungsi motilitas esofagus dan sfingter esofagus bawah. Esofagus merupakan organ
pencernaan yang berfungsi menyalurkan makanan dari faring menuju lambung.
Makanan tersebut disalurkan menuju lambung melalui gerakan atau motilitas otot
esofagus. Motilitas otot esofagus ini dirangsang oleh persarafan atau ganglia
(Muttaqin & Sari, 2011). Ganglia pada esofagus tersebut mulai berkembang pada
usia gestasi 5 minggu dan migrasi lengkap ganglia sampai ke arah rektum adalah
pada usia gestasi 24 minggu. Kemampuan motilitas esofagus akan mengalami
penurunan pada 12 jam pertama kelahiran (Neu & Douglas-Escobar, 2008). Pada
bagian bawah esofagus terdapat otot sirkular yang berfungsi sebagai sfingter
esofagus bawah yang dalam keadaan normal tetap berkontriksi kecuali pada
proses menelan. Adanya kontriksi dari sfingter esofagus bawah ini akan mencegah
terjadinya refluks isi lambung ke dalam esofagus tersebut (Muttaqin & Sari,
2011). Namun pada bayi prematur, sfingter esofagus bawah tersebut mengalami
waktu kontraksi yang lebih lambat bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan
sehingga menyebabkan bayi memiliki risiko untuk mengalami refluks esofageal
(Kenner & McGrath, 2004; Neu & Douglas-Escobar, 2008).
Adapun perkembangan lainnya dari fungsi mekanis pada sistem
gastrointestinal ini adalah perkembangan fungsi pengosongan lambung.
Pengosongan lambung pada bayi prematur terjadi lebih lambat dibandingkan
dengan bayi cukup bulan. Adanya pengosongan lambung yang lebih lambat ini
menyebabkan volume residual lambung mengalami peningkatan dan
menimbulkan risiko pada bayi untuk mengalami refluks gastroesofageal (Kenner
& McGrath, 2004; Neu & Douglas-Escobar, 2008).
Selain pengosongan lambung, perkembangan fungsi mekanis selanjutnya
adalah motilitas usus halus. Pola motilitas usus halus belum berkembang dengan
baik pada usia gestasi kurang dari 28 minggu (Neu & Douglas-Escobar, 2008).
Usus memiliki otot yang tersusun atas dua lapisan yaitu lapisan otot sirkular yang
terletak pada lapisan lebih dalam dan lapisan otot longitudinal pada lapisan lebih
luar. Lapisan otot lebih dalam mulai berkembang pada usia gestasi 5 minggu dan
23

lapisan otot lebih luar pada usia gestasi 8 minggu. Kedua lapisan otot ini
mengalami penebalan seiring dengan pertambahan usia gestasi dan turut
bertanggung jawab terhadap gerakan atau motilitas usus halus melalui bantuan
persarafan (Kenner & McGrath, 2004). Berseth (1996) mengemukakan dalam
penelitiannya bahwa pada usia gestasi 27 sampai 30 minggu, pola motilitas usus
halus masih mengalami disorganisasi. Perkembangan maturasi pola motilitas usus
halus tersebut akan dicapai melalui adanya migrasi mieolelektrik kompleks pada
lapisan otot usus halus antara usia gestasi 33 sampai 34 minggu. Adapun pada
usia gestasi 36 minggu, pola motilitas usus janin sudah mulai menyerupai pola
motilitas usus pada bayi cukup bulan.
Intervensi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya aspirasi adalah
aspiration precaution, dan vital sign monitoring ( Bulechek et al., 2013). Kriteria
hasil yang diharapkan adalah respiration status tercapai, dengan indikator sianosis
tidak ada dan saturasi oksigen > 95% (Moorhead et al., 2013). Adapun aktivitas
yang dilakukan yaitu positioning untuk memaksimalkan ventilasi dan mencegah
aspirasi dengan cara menaikan inkubator dalam kemiringan 30˚, dimana kaki lebih
rendah dari kepala, serta posisi kepala lebih tinggi dari badan pada saat dilakukan
pemasangan nesting bayi. Pemberian makan ASI didahului dengan pengecekan
residu lambung minimal 6 jam sekali. Tindakan keperawatan yang lain adalah
memiringkan kepala pasien ketika terjadi refluks/ gumoh, dan dilakukan
perawatan mulut untuk membersihkan sisa ASI dalam mulut, serta memonitor
vital sign sebelum dan setelah pemberian asuhan keperawatan. Pada hari pertama
sampai dengan hari kedua, pasien masih aktif gumoh, selanjutnya pada akhir
perawatan hari ketiga, gumoh sudah tidak ada.
Setelah dilakukan evaluasi pada hari ketiga, didapatkan hasil data subjektif
berupa ibu pasien mengatakan bayinya sudah tidak gumoh, dan data objektif
menunjukkan bahwa toleransi bayi mulai baik, tidak tampak residu pada lambung,
dan dari pemeriksaan fisik bayi distensi abdomen (-), sianosis (-), dan SPO2 96%.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua indikator tercapai penuh, sehingga
intervensi selanjutnya adalah mempertahankan intervensi.
Diagnosis ketiga yang diambil berdasarkan respon pasien adalah risiko
hipotermi. Menurut NANDA (2015), yang dimaksud dengan risiko hipotermi
adalah rentan terhadap kegagalan termoregulasi yang dapat mengakibatkan suhu
tubuh di bawah rentang diurnal, yang dapat mengganggu kesehatan. Faktor risiko
24

yang mungkin pada kasus ini adalah faktor neonatus, dimana pada pasien ini
memiliki risiko hipotermi tingkat 1, dengan suhu inti mendekati 36,5˚C (NANDA,
2015).
Masalah keperawatan berupa risiko hipotermia memerlukan intervensi karena
bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur yang tidak stabil, yang
disebabkan antara lain kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan
kulit dengan berat badan lebih besar (permukaan tubuh bayi relatif luas),
kurangnya lemak subkutan (brown fat/ lemak cokelat), jaringan lemak di bawah
kulit lebih sedikit, dan tidak adanya refleks kontrol dari pembuluh darah kapiler
kulit (Maryunani, 2009). Bayi dengan suhu tubuh yang rendah (kedinginan) akan
berusaha memproduksi panas tambahan dengan meningkatkan konsumsi kalori
dan oksigen (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2005). Oleh karenanya kondisi ini
pada akhirnya akan menghambat pencapaian konservasi energi sebab terjadi
peningkatan ambilan kalori seiring dengan terjadinya kehilangan panas tubuh,
sehingga bayi dapat mengalami penurunan berat badan (Bobak, Lowdermilk, &
Jensen, 2005).
Adapun intervensi keperawatan yang dilakukan pada bayi Ny. S untuk
mencegah terjadinya hipotermi adalah dengan temperature regulation dan baby
care new born (Bulechek et al., 2013). Kriteria hasil yang diharapkan adalah
therrmoregulation new born baik, yang terdiri dari indikator suhu tidak stabil
tidak terjadi dan penyapihan dari inkubator ke boks bayi dapat dilakukan
(Moorhead et al., 2013). Implementasi/ aktivitas yang dilakukan adalah
memonitor suhu pasien, dan warna kulit, dan memberikan selimut bayi.
Menyelimuti bayi untuk mencegah kehilangan panas tubuh. Tindakan yang lain
adalah memandikan pasien untuk memberikan kenyamanan bayi, mendukung
perlekatan bayi dengan melakukan metode kanguru, serta menciptakan
lingkungan bayi yang nyaman, dengan membersihkan perianal ketika BAK/ BAK,
dan mengganti baju kotor dengan baju bersih. Setelah hari ketiga perawatan, bayi
sudah bisa turun boks dari inkubator ke boks bayi, karena pada berat badan bayi
Ny. S yaitu 1720 gram, dan dianggap mampu mempertahankan panas tubuhnya
dibandingkan pada bayi dengan berat badan di bawah berat badan tersebut. Hal
tersebut dapat dilihat dari hasil evaluasi yang ada, yakni suhu bayi dalam rentang
37,1˚C, N: 144 x/mnt, dan bayi sudah turun boks dengan vital sign stabil. Untuk
25

langkah selnjutnya mempertahankan intervensi yakni temperature regulation dan


baby care new born.
26

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. BBLR merupakan kondisi yang memerlukan perawatan intensif karena
dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas bayi.
2. Masalah keperawatan yang muncul pada kasus BBLR ini adalah
ketidakefektifan pola makan bayi, risiko aspirasi, dan risiko hipotermi,
dimana semua tanda gejala muncul saat dilakukan pengkajian pada pasien
By. Ny. S.
3. Implementasi yang dilakukan pada pasien By. Ny. S berdasarkan
intervensi adalah nutritional monitoring, aspitration regulation, vital sign
monitoring, temperature regulation, dan bay care new born.
4. Hasil dari evaluasi keperawatan didapatkan diagnosis pertama indikator
tercapai sebagian, diagnosis kedua tercapai penuh, dan diagnoosis ketiga
tercapai penuh.
5. Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada bayi Ny. S dengan
BBLR di ruang Perinatologi RSUD Banyumas denganmemberikan
beberapa intervensi yang telah disesuaikan dengan konsep dan kondisi
pasien, dan tentunya dengan kerjasama dari pihak Perinatologi RSUD
Banyumas.

B. Saran
Beberapa tindakan yang perlu dilakukan untuk memajukan pelayanan
keperawatan yang bermutu pada pasien dengan BBLR antara lain :
1. Bagi instalasi pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan
kinerja, motivasi, pengembangan pendidikan dan pelatihan pada
penatalaksanaan BBLR, dan pengawasan pada bayi baru lahir dengan
BBLR, sehingga pelayanan menjadi semakin baik.
2. Bagi penulis menjadi salah satu bahan informasi dan pengetahuan tentang
asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan BBLR, sehingga dapat
melakukan asuhan keperawatan dengan baik dan benar.
3. Bagi institusi pendidikan diharapkan lebih menyediakan fasilitas dan
sarana prasarana, agar dapat memunculkan inovasi - inovasi baru yang
27

dapat mendukung terciptanya perawat yang berkualitas, kreatif dan


inovatif dalam pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif,
sehingga mampu bermitra dengan tenaga kesehatan lain dan menjadi ujung
tombak pelayanan kesehatan yang profesional.
28

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, D.A., & Septira, S. (2016) Nutrisi bagi Bayi Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) untuk Mengoptimalkan Tumbuh Kembang, Majority, 5(3) :
151.

Arief, N. (2008). Panduan lengkap kehamilan dan kelahiran sehat. Yogyakarta :


AR Group.

Arizona Health Matters. (2015). Babies with Low Birth Weight. Diakses pada
http://www.arizonahealthmatters.org/modules.php?op=modload&name=NS-
Indicator&file=indicator&iid=17275074.

Berglund, S.K., Westrup, B., Hägglöf, B., Hernell, O., dan Domellöf, M. (2013).
Effects of iron supplementation of LBW infants on cognition and behavior at
3 years, Pediatrics, 131(1) : 47–55.

Berseth, C.L. (1992). Effect of early feeding on maturation of the preterm infants’
small intestine. J Pediatric, 120, 947-953.

Betz, LC dan Sowden, LA. 2002. Keperawatan Pediatrik - Edisi 3. Jakarta : EGC.

Bobak, I. M. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta : EGC.

Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku ajar keperawatan
maternitas. (edisi 4). Jakarta: EGC.

Carpenito, L. J. (2000). Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC.

Doenges, E.M. (2012). Rencana asuhan keperawatan - edisi 3. Jakarta : EGC.

Herdman, T. Hr. (2012). Diagnosis keperawatan : definisi dan klasifikasi 2012-


2014. Jakarta : EGC.

Kenner, C., & McGrath, J.M. (2004). Developmental care of newborns & infants:
A guide for health proffessionals. St. Louis: Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta : EGC.

Maryunani, A. (2009). Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : TIM.

Mitayani. (2011). Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan gastrointestinal: Aplikasi asuhan


keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Muthayya, S. (2009). Maternal nutrition and low birth weight – what is really
important? Indian J Med Res 130: 600-608.
29

Nelson. (2010). Ilmu kesehatan anak. Jakarta. EGC.

Nue, J., & Douglas-Escobar, M. (2008). Gastrointestinal development:


Implications for infant feeding, 241-249. Diunduh dari
anhi.org/learning/pdfs/dcbecker.

Nurarif, A, H. & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta: EGC

Prawirohardjo, S. (2007). Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal


dan neonatal. Jakarta : Bina Pustaka

Proverawati, A. dan Ismawati, C. S. (2010). BBLR : berat badan lahir rendah.


Yogyakarta: Nuha Medika.

United Nations Children’s Fund and World Health Organization, 2004, Low
Birthweight: country, regional and global estimates, New York: UNICEF.

Wilkinson, J. M. (2013). Buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta : EGC.

Wong, D. L. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik wong. Volume 1. Edisi 6.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wong, D.L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L, & Schawrtz,
P. (2009). Wong: Buku ajar keperawatan pediatrik. (edisi 6). Alih bahasa:
Sutarna, A., Juniarti, N., & Kuncara, Y. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai