Anda di halaman 1dari 10

(TUGAS 3)

Pendidikan Kewarganegaraan (MKDU4111)

PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA YANG TAJAM KE


BAWAH DAN TUMPUL KE ATAS

Oleh :

Yunita Dewi Anasari

837658331

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH UNIVERSITAS TERBUKA MALANG

Pokjar Kedungkandang

2018/2
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, penulis ucapkan kehadirat Allah swt. atas segala rahmatnya, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan guna menjadikannya sebagai tugas tutorial ke 3, Pendidikan
Kewarganegaraan, MKDU4111. Tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu memberikan masukan dan juga dukungannya kepada
penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dan harapan penulis, semoga dengan adanya makalah ini, dapat menambah
pengetahuan serta pengalaman bagi para pembaca. Dan harapan kedapannya untuk penulis
sendiri adalah dapat memperbaiki karya tulis yang selanjutnya agar lebih baik lagi.

“Tak Ada Gading yang Tak Retak”. Karena keterbatasan pengetahuan dan juga
pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi menyempurnakan makalah ini.

Malang, November 2018

Yunita Dewi Anasari


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penegakan hukum merupakan syarat untuk mencapai kehidupan bangsa yang aman,
tertib, dan terkendali. Penegakan hukum secara adil dan tidak “pandang bulu” merupakan
sebuah cita – cita setiap kehidupan berbangsa dan bernegara, demi terciptanya suatu
kedamaian serta keadilan. Tanpa adanya penegakan hukum yang adil, dimana ada salah satu
pihak yang merasa dirugikan, maka konsekuensinya adalah akan mempengaruhi ketahanan
nasional,

Kemudian dalam upaya penegakan hukum di suatu negara, maka negara tersebut
memiliki lembaga – lembaga yang mempunyai wewenang dan memegang peranan penting
dalam sistem peradilan dalam negara tersebut.

Indonesia memiliki sebuah lembaga yang bertanggung jawab memelihara keamanan


dan menjaga ketertiban masyarakat, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia atau biasa
disebut POLRI. Selain tanggung jawab tersebut, Polri juga mengemban tugas menegakkan
hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayan kepada masyarakat yang
berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.1 Ada juga lembaga yang
secara khusus menangani tindak kasus korupsi di Indonesia. Lembaga tersebut dikenal
dengan nama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Lembaga tersebut dibentuk dengan
tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi.2

Kedua lembaga tersebut mempunyai peranan penting dalam menjadi penegak hukum
yang tugas dan wewenangnya sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di
Indonesia.

Akan tetapi, penegakan hukum di Indonesia dewasa ini, sangatlah memprihatinkan.


Dimana sekarang ada istilah “Hukum yang Tajam Ke Bawah dan Tumpul Ke Atas”. Hal
tersebut, memang menggambarkan kondisi penegakan hukum di Indonesia pada saat
sekarang ini.

Banyak sekali contoh kasus – kasus kriminal yang dirasa sangat tidak adil seperti
contoh kasus anak pejabat yang menabrak orang yang kasusnya tersebut sangatlah panjang
dan berbelit – belit dan lama tidak mendapatkan titik temu. Kemudian ada lagi kasus korupsi
yang dilakukan oleh seorang pejabat tinggi yang senag sekali melakukan drama dalam upanya
menghindari penangkapannya.

1 https://id.wikipedia.org/wiki/Kepolisian_Negara_Republik_Indonesia

2 https://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi_Republik_Indonesia
Kasus – kasus tersebut menandakan bahwa penegakan hukum di Indonesia belum
bisa di laksanakan dengan adil. Banyak orang – orang yang memiliki jabatan tinggi dengan
mudahnya menghindari hukum yang jelas – jelas dia tersebut terbukti bersalah. Pihak berwajib
seakan menutup mata dan mendukung hal tersebut dikarenakan adanya suatu “rahasia” yang
membuat rakyat kecil menjadi bertanya – tanya.

Dan cerita lain, jikalau ada rakyat kecil yang terjerat kasus hukum, maka dengan
mudahnya mereka ditnagkap dan langsung dimasukkan kedalam penjara, tanpa adanya
pembelan dari siapapun.

Dengan adanya fakta – fakta tersebut, sepatutnya pemerintah haruslah peka terhadap
tindakan – tindakan yang melanggar hukum, tidak ada ketimpangan dalam penyelesaian
kasusnya. Kemudian para penegak hukum juga harus menyelesaikan kendala – kendala yang
terjadi dalam penanganan kasus – kasus pelanggaran hukum dengan betul – betul dan sesuai
fakta.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan suatu
masalah yaitu:
1. Bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi setiap adanya suatu
pelanggaran dengan cara yang adil tanpa adanya ketimpangan hukum di
dalamnya?
2. Apakah kendala yang dihadapi pihak berwajib, (Polisi, KPK), sehingga tidak
bisa melaksanakan tugasnya untuk menuntaskan segala urusan hukum tanpa
memandang siapa saja pelaku kejahatan di dalamnya.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui peran pemerintah dalam
menegakkan hukum secara adil, serta mengetahui berbagai hambatan yang di hadapi
Kepolisian Negara Republik Indonesia serta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk
menuntaskan segala bentuk pelanggaran hukum yang terdapat di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan
Sedangkan manfaat yang diharapkan dengan adanya makalah ini adalah:
1. Dapat menambah pengetahuan dalam bidang hukum khususnya dalam hal
peradilan, serta penyelesaian masalah pelanggaran hukum.
2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penegak hukum,
khususnya Kepolisian dan KPK dalam upaya mengoptimalkan perannya dalam
penegakan hukum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem keadilan dan demokrasi yang berlaku di Indonesia selalu mengacu dan berbasis
pada Pancasila sebagai dasar dan didukung oleh UUD 1945. 3

Akhir-akhir ini, keadilan merupakan hal yang senantiasa dijadikan topik utama
dalam setiap penyelesaian masalah yang berhubungan dengan penegakan hukum.
Banyaknya kasus hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik membuat
keadilan semakin suram dan semakin jauh dari harapan masyarakat. Kebenaran hukum dan
keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan
keadaan yang sebenarnya.

1. Kelalaian Berkendara dan Undang - Undang

Dari seluruh kecelakaan yang terjadi di jalan raya, faktor kelalaian manusia dalam
berkendara (human error) memiliki kontribusi paling tinggi, yaitu mencapai 80-90 %. Sisanya
merupakan faktor dari ketidaklaikan sarana kendaraan (5-10%) dan kerusakan infrastruktur
jalan (10-20%).4

Dalam pasal 359 KUHP menyatakan: “Barangsiapa karena kesalahannya


menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan
selama-lamanya satu tahun”. Ini berkaitan dengan Pasal 360 ayat (1) dan (2) dengan akibat
yang berbeda. Ayat satu mengenai akibat luka berat, sedangkan ayat (2) akibatnya adalah luka
sedemikian rupa. Nomenklatur putusan Mahkamah Agung menggunakan sebutan kealpaan
mengakibatkan kematian/luka.

2. Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana korupsi atau yang disebut juga suatu perbuatan memperkaya diri
sendiri atau suatu golongan merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan orang lain,
bangsa dan negara. Adapun unsur-unsur tindak pidana korupsi bila dilihat pada ketentuan
pasal 2 ayat (1) undang-undang No.31 tahun 1999 selanjutnya dikaitkan dengan tindak pidana
korupsi, yaitu: pasal 2 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi “TPK” yang menyatakan bahwa
Tindak Pidana Korupsi adalah “setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah ) dan paling banyak Rp.1.000.000.000 ( satu
milyar rupiah).”Pasal 2 ayat (2) UU Pidana Korupsi menyatakan bahwa dalam hal tindak pidana
korupsi Sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati
dapat Dijatuhkan.

3
Kaelan, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, 2010, hlm. 57
4Bambang Susantono, kampanye keselamatan di jalan raya yang diselenggarakan oleh Palang Merah Indonesia
(PMI), Kamis (17 Feb 2011) di bundaran HI, Jakarta.
Klitgaar Hamzah, Lopa menyatakan bahwa penyebab korupsi sebagai berikut:
“deskresi pegawai yang terlalu besar, rendahnya akuntanbilitas public. Lemahnya
kepemimpinan, gaji pegawai publik dibawah kebutuhan hidup, kemiskinan, moral rendah atau
disiplin rendah. Disamping itu juga sifat komsumtif, pengawasan dalam organisasi kurang,
kesempatan yang tersedia, pengawasan ekstern lemah, lembaga legislative lemah, budaya
memberi upeti, permisif (serba memperbolehkan), tidak mau tahu, keserakahan, dan lemahnya
penegakan hukum”5

5
Surachmin, Suhandi Cahaya, Strategi dan Teknik Korupsi Mengetahui untuk Mencegah, Sinar Grafika, Jakarta,
2011, Hal – 106
BAB III

ANALISIS KASUS

1. Kasus Rasyid A. R dan Kasus Muhammad Dwigusta Cahya

Kecelakaan maut yang mengakibatkan 2 (dua) orang tewas terjadi di Tol Jagorawi,
KM 3+350, Selasa 1 Januari 2013 sekitar pukul 05.45 WIB. Kecelakaan tersebut melibatkan
mobil BMW B 272 HR berwarna hitam yang dikemudikan oleh Muhammad Rasyid A.R. yang
berusia 22 (dua puluh dua) tahun dengan Daihatsu Luxio hitam F 1622 CY. Peristiwa tersebut
terjadi ketika pengemudi BMW B 272 HR, yang mobilnya melaju dari arah utara ke selatan di
lajur 3 (tiga) menabrak Daihatsu Luxio F 1622 CY dari belakang hingga pintu samping mobil
Luxio terbuka dan penumpang jatuh hingga kedua penumpang tewas dan tiga penumpang
lainnya mengalami luka-luka ringan. Sopir BMW diduga mengantuk sehingga melaju lebih
cepat dari mobil Luxio.

Rasyid telah terbukti melanggar dua pasal, yakni Pasal 310 Ayat (2) dan Pasal 310
Ayat (4) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Nomor 22 Tahun 2009. Dalam
sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (25/3/2013), majelis
hakim menjelaskan, terdakwa terbukti melanggar kedua pasal tersebut. Adapun dua pasal itu
berisi bahwa pengemudi kendaraan bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas
dengan korban luka ringan dan kerusakan serta mengakibatkan korban meninggal dunia.6

Hakim hanya memvonis Rasyid pidana penjara 5 bulan atau denda uang sebesar Rp
12 juta dengan masa percobaan hukuman selama 6 bulan, lebih ringan dari tuntutan jaksa
penuntut umum, yakni 8 bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan dan subsider 6 bulan.

Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Ibramsyah merasa geram dengan tuntutan
JPU tersebut, beliau mengatakan: “masa iya sih orang yang dianggap bertanggungjawab
menghilangkan nyawa sekaligus dituntut begitu ringan. Kenapa tidak dibebaskan sekalian?”7

Bertolak belakang dengan kasus Muhammad Rasyid Amrullahrajasa, kasus yang


serupa terjadi pada 07 april 2013 dengan terdakwa Muhammad Dwigusta Cahya yang berusia
19 tahun pada saat itu. Dari segi jumlah korban, kasus ini memang lebih parah dari pada kasus
Rasyid sebab mengakibatkan 5 (lima) orang meninggal. Namun dari awal langsung tampak
betapa bedanya perlakuan penegak hukum pada kasus ini.

Atas kecelakaan tersebut, Muhammad Dwigusta Cahya ditetapkan sebagai tersangka,


dan terancam pasal 310 ayat 1 dan 4 UU 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
raya dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp12 juta.8

6
Fabian Januarius Kuwado; Akhir Kisah Kecelakaan Sang Anak Menteri; Kompas.com/2013
7 http//www.harianterbit.com/2013/03/ 08/sekalian-saja-rasyid-dituntut-bebas/
8 https://news.okezone.com/read/2013/04/11/526/789670/pendidikan-pengemudi-juke-maut-terbengkalai
9
Menurut Jusri agar angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas bisa ditekan, Jusri
menilai penegakan hukum harus diterapkan tanpa pandang bulu. Karena jika tidak demikian,
jangan harap peringkat rasio akibat kematian kecelakaan lalu lintas di Indonesia bisa
mengalami penurunan. "Yang terpenting adalah penegakan hukum yang tegas dan edukasi,"
ujar Jusri.10

Ketidak adilan yang telah dilakukan penegak hukum di Indonesia memberikan dampak
yang tidak baik terhadap pandangan rakyat Indonesia akan keberadaan Hukum dan Undang –
undang yang berlaku di Indonesia. Banyak orang berfikir kembali bagaimana profesionalitas
para penegak hukum yang mana akan membela yang benar, dan akan menghukum yang
salah.

2. Pencuri sandal jepit 5 tahun penjara dan Koruptor yang penuh drama

AAL berusia 15 tahun, disidang karena telah mencuri sendal jepit. Tidak ada niat
membenarkan tindakannya. Akan tetapi karena yang dicuri adalah sendal jepit milik Brigadir
(Pol) Satu, Ahmad Rusdi Harahap, AAL harus menghadapi jerat pasal 362 KUHP dengan
ancaman maksimal tuntutan 5 tahun penjara.

Disaksikan kedua orang tuanya, AAL di persidangan bukan saja hanya membantah
telah mencuri, tapi juga mengaku mendapatkan tekanan dan penganiayaan saat pemeriksaan
oleh seorang anggota polisi agar mengaku sebagai pelaku pencurian Kasus pencurian sandal
jepit warna putih kusam merek “Ando” seharga Rp 30 ribu itu terjadi November 2010.

Kemudian ada sebuah kasus yang dianggap sangat dramatis dan juga fenomenal,
yakni kasus korupsi E-KTP yang dilakukan oleh Mantan Ketua DPR Setya Novanto. Jaksa
Penuntut Umum (JPU) menilai kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP)
diwarnai drama dan menjadi perhatian di luar negeri. 11

Sejak awal pengusutan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus ini sudah
menjadi perhatian publik. Selain nilai kerugian negara yang besar, kasus ini juga diduga
melibatkan banyak pihak, mulai dari pejabat, anggota DPR, hingga pengusaha. Dalam kasus
ini, KPK telah menjerat berbagai pihak, di antaranya mantan pejabat Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri) Irman dan Sugiharto, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Ketiganya telah telah dijatuhi hukuman penjara oleh hakim. 12

Kasus pencurian sandal jepit yang dilakukan bocah 15 tahunyang telah di sampaikan
diatas rasanya tak sebanding dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Banyak koruptor
yang dihukum yang masih berkeliaran malah tampil jadi pemimpin di negeri tercinta ini dan
tidak malu-malu pula memberi nasehat kepada negeri ini.

9 Pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu


10 Alsadad Rudi; Kelalaian Berkendara Menyebabkan Kecelakaan Bisa Dipenjara; Kompas.com; 3/12/2017
11 https://nasional.sindonews.com/read/1293646/13/jaksa-kasus-e-ktp-diselimuti-kejadian-tak-mengenakkan-dan-

berliku-1522305955
12 https://nasional.sindonews.com/read/1300132/13/lika-liku-perjalanan-kasus-setya-novanto-1524474397
BAB IV

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Salah satu butir dari hasil simposium IKAHI 1975 yang menyatakan:

“Untuk menghilangkan adanya perasaan-perasaan tidak puas terhadap putusan hakim


pidana yang pidananya berbeda sangat menyolok untuk pelanggaran hukum yang sama, maka
dirasa perlu untuk mengadakan usaha-usaha agar terdapat penghukuman yang tepat dan
serasi. Akan tetapi uniformitas mutlak bukanlah yang dimaksudkan, oleh karena bertentangan
dengan prinsip kebebasan hakim, yang perlu hanyalah keserasian pemidanaan dengan rasa
keadilan masyarakat dan tidak merugikan pembangunan bangsa dengan mempertimbangkan
rasa keadilan si terhukum. Untuk keserasian ini diperlukan suatu pedoman/indikator dalam
bentuk yang dinamakan checking points yang disusun setelah mengadakan simposium atau
seminar, baik yang bersifat regional maupun nasional dengan mengikutsertakan ahli-ahli yang
disebut behavior scientist.”(Istilah uniformitas pemidanaan ini dirasa dapat menimbulkan
pengertian yang kurang sesuai dan oleh karenanya kata ketetapan dan keserasian
pemidanaan lebih dipergunakan).

Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai


kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti
aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti AAL, yang
hanya melakukan tindakan pencurian kecil atau kejahatan perdata ringan langsung ditangkap
dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang
negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.

Penegak hukum diharapkan untuk berlaku arif, dan terbuka dalam menangani sebuah
kasus pelanggaran hukum sambil mencari dan menggali hukum yang hidup dalam masyarakat
dan hukum yang moderen. Dalam memutuskan hukum, mereka diminta tidak hanya melakukan
pekerjaan rutin, sebab rutinitas itu dapat menghambat kreativitas. Kebiasaan menerima,
memahami, dan menerapkan sesuatu (norma dan pengetahuan hukum) yang bersifat “statis”
dan “rutin” inilah, terlebih apabila diterima sebagai “dogma”, dapat menjadi salah satu faktor
penghambat upaya pengembangan dan pembaharuan hukum pidana.13

Kemudian perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai
dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan
pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke
arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek
kemanusiaan.

13Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1998, hlm. 14
SUMBER REFERENSI

ONLINE

https://megapolitan.kompas.com/read/2013/03/26/11124620/Akhir.Kisah.Kecelakaan.Sang.Ana
k.Mentri.

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt540590a5693a1/yurisprudensi-kealpaan-dalam-
pasal-359-kuhp

http://digilib.unila.ac.id/525/7/BAB%20II.pdf

https://keepo.me/aritnowid/ironi-hukum-di-indonesia-tajam-kepada-rakyat-kecil-tapi-tumpul-
bagi-koruptor

http://www.dephub.go.id/berita/baca/kelalaian-berkendara-faktor-terbesar-kecelakaan-di-jalan-
raya-3422/?cat=QmVyaXRhfHNlY3Rpb24tNjU

http//www.harianterbit.com/sekalian-saja-rasyid-dituntut-bebas/

https://otomotif.kompas.com/read/2017/12/04/102200715/kelalaian-berkendara-menyebabkan-
kecelakaan-bisa-dipenjara.

Anda mungkin juga menyukai