Anda di halaman 1dari 8

Eklampsia

Eklamsia adalah kondisi serius akibat preeklamsia pada ibu hamil, yang ditandai
adanya kejang. Dengan kata lain, preeklamsia yang disertai kejang disebut
eklamsia.
Eklamsia merupakan kondisi jarang terjadi, namun harus segera ditangani apabila
muncul karena dapat membahayakan nyawa sang ibu dan bayi yang
dikandungnyanya. Eklamsia bisa terjadi pada saat ibu hamil mengalami hipertensi
berat atau preeklamsia, di mana sudah muncul kejang-kejang. Kejang dapat diikuti
dengan penurunan kesadaran atau tatapan yang kosong.

Preeklamsia umumnya terjadi pada trimester terakhir kehamilan, dan risiko


munculnya kejang (eklamsia) adalah pada saat mendekati persalinan. Kejang
eklamsia dapat dibagi menjadi 2 fase. Fase pertama adalah kejang sekitar 15-20
detik yang ditandai dengan kedutan di sekitar wajah. Setelah itu, kejang eklamsia
akan masuk fase kedua yang ditandai dengan kejang otot di sekitar rahang, otot
mata, dan akhirnya menyebar ke seluruh tubuh selama sekitar 60 detik.
Agar dapat menghindari bahaya dari eklamsia, cara paling efektif adalah dengan
mendeteksi risiko terjadinya preeklamsia pada masa-masa awal kehamilan.

Gejala Eklamsia
Munculnya eklamsia pada ibu hamil selalu didahului dengan preeklamsia. Seringkali
ibu hamil yang mengalami preeklamsia tidak menunjukkan gejala. Akan tetapi,
preeklamsia dapat diketahui pada waktu pemeriksaan dengan tanda-tanda klinis
seperti:
 Hipertensi. Preeklamsia dapat terjadi akibat tekanan darah tinggi yang dapat
merusak pembuluh darah baik arteri, vena, dan kapiler. Kerusakan pembuluh
darah arteri akan menyebabkan aliran darah terganggu sehingga
mengganggu kinerja otak dan dapat menghambat pertumbuhan bayi.
 Proteinuria. Proteinuria adalah keberadaan protein di dalam urine yang
diakibatkan oleh gangguan fungsi ginjal. Kondisi ini dapat muncul jika
glomerulus, bagian ginjal yang berfungsi menyaring darah, mengalami
kerusakan sehingga protein dapat lolos dari penyaringan. Ditemukannya
protein dalam urine merupakan tanda klinis yang penting dalam mendiagnosis
preeklamsia pada ibu hamil, meskipun tidak menunjukkan gejala.

Gejala preeklamsia lainnya juga dapat muncul seperti pembengkakan pada lengan
dan kaki dan kenaikan berat badan tiba-tiba selama 1-2 hari kehamilan. Meskipun
demikian, ibu hamil yang tidak mengalami preeklamsia juga dapat mengalami gejala
tersebut dan hal itu normal dalam kehamilan.
Jika preeklamsia sudah masuk tahapan berat, gejala-gejala yang dapat muncul pada
ibu hamil antara lain:

 Pusing.
 Sakit kepala.
 Mual.
 Muntah.
 Nyeri perut.
 Gangguan penglihatan.
 Perubahan refleks badan.
 Gangguan kondisi mental.
 Adanya cairan dalam paru-paru (pulmonari edema).

Apabila preeklamsia berat pada ibu hamil sudah disertai kejang-kejang, maka
kondisi ini disebut dengan eklamsia. Sebelum kejang terjadi, biasanya terdapat
gejala gangguan saraf, seperti sakit kepala dan penglihatan menurun. Gejala
preeklamsia umumnya akan hilang sekitar 1-6 minggu setelah persalinan.

Penyebab Eklamsia
Hingga saat ini, penyebab terjadinya preeklamsia dan eklamsia belum diketahui
dengan pasti. Namun, sejumlah dugaan menyebutkan bahwa kondisi ini diakibatkan
oleh kelainan pada pembuluh darah dan kelainan pada plasenta.
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko preeklamsia dan eklamsia
pada ibu hamil adalah:

 Hamil pada usia remaja atau diatas usia 40 tahun.


 Memiliki riwayat preeklamsia atau eklamsia pada kehamilan sebelumnya.
 Obesitas.
 Mengalami hipertensi sebelum menjalani kehamilan.
 Menjalani kehamilan yang dilakukan melalui donor sel telur atau inseminasi
buatan.
 Mengalami kehamilan berganda.
 Mengalami anemia sel sabit.
 Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Diagnosis Eklamsia
Pada wanita hamil yang mengalami kejang, dokter akan menentukan apakah kejang
tersebut diakibatkan oleh preeklamsia, terutama apabila pasien sudah pernah
mengalami preeklamsia di kehamilan sebelumnya, ataukah karena penyebab lain.
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

 Pemeriksaan darah. Preeklamsia dan eklamsia sangat terkait dengan


tekanan darah pada wanita hamil. Oleh karena itu penting untuk melakukan
pemeriksaandarah pada wanita hamil agar dapat
mendiagnosisadanyapreeklamsia dan eklamsia dengan tepat.Pemeriksaan
darah ini mencakup:
o Penghitungan sel darah lengkap (complete blood cell
count). Analisis sel darah lengkap dapat menunjukkan apakah
seseorang menderita preeklamsia atau gangguan lain, seperti
trombositopenia, anemia hemolitik mikroangiopatik, atau sindrom
HELLP (gangguan pada organ hati yang merupakan salah satu bentuk
preeklamsia berat). Penghitungan sel darah lengkap juga dapat
digunakan untuk melihat kadar bilirubin dan serum haptoglobin dalam
darah.
o Analisis hematokrit. Metode ini dilakukan untuk menghitung jumlah
sel darah merah per volume darah, yang berperan dalam mengangkut
oksigen agar asupan oksigen bagi ibu hamil dan janinnya tetap
dipastikan terjaga.
 Tes fungsi ginjal. Untuk memastikan apakah seorang wanita hamil
mengalami komplikasi dari preeklamsia dan eklamsia yang merusak ginjal,
dapat dilakukan tes fungsi ginjal sebagai berikut:
o Tes serum kreatinin. Kreatinin merupakan zat buangan dari otot yang
dialirkan melalui darah dan dibuang melalui ginjal. Akan tetapi, jika
ginjal mengalami kerusakan akibat preeklamsia dan eklamsia, kadar
kreatinin akan bertambah dalam darah akibat penyaringan kreatinin
tidak berlangsung dengan baik.
o Tes urine. Keberadaan protein dalam urine (proteinuria) merupakan
salah satu tanda penting terjadinya preeklamsia dan eklamsia pada ibu
hamil. Kadar protein dalam urine yang umumnya terdapat dalam urine
ibu hamil dengan preeklamsia adalah diatas 1 g/L. Selain itu, kadar
asam urat juga bisa mengalami peningkatan.
 Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG yang dilakukan pada ibu hamil
yang mengalami preeklamsia dan eklamsia berfungsi untuk memastikan
kondisi janin dalam keadaan baik. Melalui pemeriksaan USG, kondisi janin
dapat dinilai melalui pengecekan detak jantung serta pertumbuhan janin.
Metode pemindaian lain yang dapat dilakukan selain USG adalah MRI dan
CT scan, terutama untuk memastikan tidak adanya gangguan selain
preeklamsia dan eklamsia.

Pengobatan Eklamsia
Pengobatan eklamsia harus memperhatikan kondisi ibu hamil pada saat itu. Ketika
preeklamsia yang muncul sudah memasuki tahapan eklamsia, pengobatan paling
utama adalah persalinan, apabila kehamilan sudah cukup bulan. Selain itu, eklamsia
juga dapat terjadi pada jangka waktu 24 jam setelah persalinan. Beberapa obat-
obatan yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah hingga di bawah 160
mmHg, di antaranya hydralazine, labetalol, dan nifedipine.
Untuk mengobati kejang-kejang yang terjadi selama eklamsia pada ibu hamil, dokter
kemungkinan akan memberikan obat seperti:

 Magnesium sulfat. Magnesium sulfat berfungsi untuk menurunkan risiko


kembalinya kejang pada ibu hamil yang mengalami eklamsia, dan biasanya
diberikan dalam bentuk larutan secara intravena. Pemberian magnesium
sulfat untuk meredakan kejang dilakukan selama 24-48 jam.
 Diazepam, phenytoin, dan natrium amobarbital. Ketiga jenis obat ini dapat
diberikan jika kejang-kejang kembali terjadi pada ibu hamil meskipun sudah
diberikan magnesium sulfat.

Setelah kejang-kejang pada ibu hamil dapat diredakan, dokter dapat


mempersiapkan persalinan bayi agar preeklamsia dan eklamsia dapat dihentikan,
terutama jika janin sudah berusia cukup untuk dilakukan persalinan. Persalinan
dapat dilakukan melalui operasi caesar ataupun persalinan normal melalui vagina.
Persalinan melalui vagina, dapat dilakukan terutama pada ibu hamil yang sudah
mendekati tanggal perkiraan persalinan. Untuk membantu persalinan vaginal, dapat
diberikan oksitosin yang berfungsi untuk menginduksi persalinan dengan
merangsang kontraksi otot rahim. Jika eklamsia terjadi pada ibu hamil dengan usia
kehamilan kurang dari 34 minggu, dianjurkan untuk dilakukan persalinan caesar.
Persalinan caesar juga harus segera dilakukan jika sudah ada tanda-tanda gawat
janin pada eklamsia. Untuk membantu perkembangan paru-paru janin, dapat
diberikan obat-obatan jenis steroid seperti kortikosteroid.

Komplikasi Eklamsia
Tanpa penanganan yang baik, eklamsia dapat menimbulkan kompikasi serius,
termasuk kematian ibu dan janin. Beberapa komplikasi yang masih dapat terjadi
pasca persalinan dan pengobatan eklamsia, antara lain adalah:

 Kerusakan sistem saraf pusat dan pendarahan intrakranial akibat kejang yang
muncul berulang. Gejala lain dari kerusakan sistem saraf pusat adalah
kebutaan kortikal, akibat kerusakan pada korteks oksipital otak.
 Gagal ginjal akut dan gangguan ginjal lainnya.
 Gangguan kehamilan dan janin.
 Gangguan dan kerusakan hati (sindrom HELLP)
 Gangguan sistem peredaran darah, seperti koagulasi intravena terdiseminasi
(DIC).
 Penyakit jantung koroner dan stroke.
 Kemunculan kembali preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan berikutnya.

Prognosis Eklamsia pada Ibu Hamil dan Janin


Ibu hamil yang mengalami preeklamsia dan eklamsia kebanyakan dapat menjalani
kehamilan dan persalinan tanpa ada masalah. Meskipun demikian, dapat terjadi
gangguan pada tekanan darah pasca persalinan. Pada beberapa wanita yang
memiliki riwayat preeklamsia dan eklamsia, risiko hipertensi ini bisa berlanjut pada
kehamilan berikutnya.
Bayi yang lahir dari ibu hamil yang mengalami preeklamsia atau eklamsia umumnya
dapat hidup normal seperti bayi lain, walaupun seringkali lahir dengan kondisi
prematur dan harus tinggal di rumah sakit lebih lama.
Jumlah kematian pada ibu hamil akibat eklamsia hanya sekitar 1,8% dari jumlah
kasus eklamsia yang tercatat. Seringkali kematian ibu hamil akibat eklamsia terkait
dengan kondisi lain, seperti sindrom HELLP dan kekurangan trombosit. Sedangkan
kematian janin akibat eklamsia seringkali diakibatkan oleh gangguan atau kerusakan
pada plasenta, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, dan hipoksia
(kekurangan oksigen) pada janin.

Pencegahan Eklamsia
Karena penyebab preeklamsia dan eklamsia tidak diketahui secara pasti, maka
langkah pencegahan cukup sulit dilakukan. Namun, dokter dapat menyarankan
sejumlah hal kepada ibu hamil untuk meminimalisasi risiko terjadinya kedua kondisi
tersebut beserta komplikasinya. Di antaranya adalah:

 Mengonsumsi aspirin dosis rendah. Aspirin dapat berperan untuk


mencegah penggumpalan darah dan pengecilan pembuluh darah sehingga
dapat mencegah munculnya preeklamsia. Selain itu, konsumsi aspirin dosis
rendah dapat menurunkan risiko kematian janin akibat eklamsia, menurunkan
risiko kelahiran prematur, dan mencegah abrupsio plasenta (lepasnya ari-ari
dari dinding rahim sebelum persalinan).
 Menjaga tekanan darah. Pada wanita yang memiliki permasalahan
hipertensi sebelum menjalani kehamilan, menjaga tekanan darah akan sangat
membantu menurunkan risiko eklamsia. Melalui cara ini, dokter dapat
mendeteksi tanda-tanda preeklamsia dan melakukan penanganan dengan
segera. Menjaga tekanan darah dapat dimulai saat perencanaan kehamilan
hingga persalinan.
 Mengonsumsi suplemen yang mengandung arginin dan
vitamin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian arginin dan
vitamin (terutama vitamin yang bersifat antioksidan) dapat membantu
menurunkan risiko preeklamsia dan eklamsia, terutama jika dimulai pada
kehamilan minggu ke-24.
 Pada eklamsia
eklamsia bila PER / PEB + kejang

Prosedur :

1. Data subjektif
2. Graviditas/ paritas
3. Usia kehamilan
4. HPHT dan TP
5. Klien mengeluh nyeri kepala hebat, nyeri epigastrik dan gangguan penglihatan
6. Pergerakan anak kadang dirasakan/ kadang berkurang/ tidak ada
7. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu normal ( jumlah, cara, dan hasil akhir
persalinan sebelumnya) apakah ada peningkatan tekanan darah, pemberian obat hipertensi
dan komplikasi antepartum terkait dengan preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
8. Riwayat penyakit yang lalu, apakah ada hipertensi, kerusakan ginjal, DM
9. Riwayat perkawinan
10. kejang
11. Data objektif
12. Kesadaran umum
13. Tanda vital, apakah TD ≥140/90 mmhg
14. Pemeriksaan fisik : pada ibu hamil ( konjungtiva, TFU, His, apakah ada udem pada kedua
kaki )
15. Analisa data
Berdasarkan data subjektif dan data objektif dapat ditentukan analisa apakah ibu hamil
tersebut mengalami eklamsia atau tidak.

4. Planning
5. Membina hubungan baik dengan ibu dan keluarga
6. Menjelaskan hasil pemeriksaan
7. Melakukan inform consent
8. Memasang infus RL dengan canul IV ( UK 16/18)
9. Memasang foley kateter untuk memantau produksi un=rin setiap 4 jam, normalnya ≥100 cc
10. Kolaborasi dengan SPOG untuk pemberian terapi dan tindakan sesuai protap
 Terapi MgSo4 40 % 10 cc IV pelan ( selama 5-10 menit) sambil infus RL di guyur,
disambung dengan dosis pemeliharaan yaitu infus ( RL + 15cc MgSo4 40 % ), respirasi
minimal 16 kali /menit, urin lebih 100cc /jam
 Lindungi pasien dari kecelakaan selama perjalanan dan jangan tinggalkan pasien sendiri
 Bersihkan dan lancarkan jalan nafas dengan pengisapan dan pasien tetap menggunakan
penahan mulut dan selang pernafasan
 Pasang masker oksigen setelah kejang berhenti untuk mengoreksi hipoksia
 Terminasi (pervaginam / SC )
 Observasi ketat :
 Setiap 30 menit periksa denyut nadi, TD dan pernafasan
 Buat status cairan yang memantau cairan output melalui cateter setiap 24 jam periksa darah
perifer lengkap, termasuk trombosit, urea darah, kreatinin, dan enzin hati.
 Pada kasus resisten ketika kejang eklamsia tidak berhenti meskipun diberikan
penatalaksanaan, beri MgSo4 40% 5 cc melalui IV lambat (bolus)
 Dosis tambahan 5cc MgSo4 40 % dapat ditambah pada dosis pemeliharaan jika kejang terjadi
meskipun pasien telah menerima dosis pemeliharaan
 Diazwpam( 10 mg IV) Dapat digunakan 1x atau fenobarbital ( 125 mg IV) dapat digunksn
satu kali
 Jika kejang terjadi meskipun telah diberi dosis pemeliharaan MgSO4, CT scan dilakukan.
 Jika penurunan pernapasan terjadi, pasien harus dimasukkan ke ICU dan diventilasi setelah
gas darah pasien dan kadar PH dapat diukur
 Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah dan urin
 Memberikan terapi sesuai dengan advis dokter
 Mengobserasi keadaan umum, tanda ital, his dan BJF
 Kolaborasi dengan dokter internist dan neirolog
 Mengobservasi intake dan output.
1. PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA EKLAMSIA (STANDAR 17)
TUJUAN

Mengenali secara dini tanda-tanda dan gejala-gejala preeklamsia berat dan memberikan
perawatan yang tepat dan memadai. Mengambil tindakan yang tepat dan segera dalam
penenganan kegawtdaruratan bila eklamsia terjadi

PERNYATAAN STANDAR

 Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala preeklamsia ringan, preeklamsia
berat, dan eklamsia. Bidan akan mengambil tindakan yang tepat, memulai perawatan,
merujuk ibu dan / melaksanakan penanganan kegawatdaruratan yang tepat
HASIL

 Penurunan kejadian eklamsia


 Ibu hamil yang mengalami preeklamsia berat dan eklamsia mendapatkan penanganan yang
tepat dan cepat
 Ibu dengan tanda-tanda preeklamsia ringan akan mendapatkan perawatan yan tepat waktu
dan memadai serta pemantauaN.
 Penurunan kesakitan dan kematian akibat eklamsia
PRASYARAT

1. Kebijakan protokol nasional/ setempat yang mendukung bidan memberikan pengobatan awal
untuk penatalaksanaan kegawtdaruratan preeklamsia berat dan eklamsia.
2. Bidan melakukan perawatan antenatal rutin kepada ibu hamil termasuk pemantauan rutin
tekanan darah
3. Bidan secara rutin memantau ibu dalam proses persalinan dan selama periode postpartum
terhadap tanda dan gejala preeklamsia termasuk pengukuran tekanan darah
4. Bidan terlatih dan terampil untuk :
5. mengenal tanda dan gejala preeklamsia ringan, peeklamsia berat, dan eklamsia.
6. mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada preeklamsia ringan, preeklamsia
berat, dan eklamsia
7. tersedia perlengkapan penting untuk memantau tekanan darah dan memberikan cairan IV (
termasuk thermometer air raksa, stetoskop, set infus dengan jarum berukuran 16 dan 18 , RL
atau NaCli 0,9%, alat suntik sekali pakai. Jika mungkin peralatan untuk memantau protein
dalam urine
8. terseida obat antihipertensi yang dibutuhkan untuk kegawatdaruratan misalnya Magnesium
Sulfat, kalsium glukonas
9. adanya sarana pencatatan : KMS Ibu Hamil, buku KIA, dan partograf
PROSES

Bidan harus :

1. selalu waspada terhadap gejala dan tanda preeklamsia ringan ( tekanan darah dengan tekanan
diastolic 90-110 mmHg dalam 2 pengukuran berjarak 1 jam ). Pantau tekanan darah ibu
hamil pada setiap pemeriksaan antenatal, selama proses persalinan, dan masa nifas. Pantau
tekanan darah, urine ( untuk mengetaui proteinuria ), ibu hamil dan kondisi janin setiap
minggu
2. selalu waspada terhadap tanda dan gejala preeklamsia berat ( tekanan diastolic >110mmHg)
yaitu : protein dalam air seni, nyeri kepala hebat, gangguan penglihtan, mengantuk, tidak
enak, nyeri epigastrik .
3. catat tekanan darah ibu, segera periksa adanya gejala dan tanda preeklamsia berat atau
eklamsia. Gejala dan tanda preeklamsia berta yaitu peningkatan tekanan darah tiba-tiba,
tekanan darah yang sangat tinggi, protein dalam air seni, penurunan jumlah air seni dengan
warna yang menjadi gelap, edema berat atau edema mendadak pada wajah atau panggul
belakang) memerlukan penanganan yang cepat karena kemungkinan terjadi eklamsia.
Kecepatan bertindak sangat penting.
4. penanaganan preekalamsia berat dan eklamsia sama :
 cari pertolongan segera untuk mengatur rujukan gau ke rumah sakit. Jelaskan dengan tenang
dan secepatnya kepada ibu, suami dan keluarga tentang apa yang terjadi.
 baringkan ibu pada posisi miring kekiri, berikan oksigen ( 4-6 L/menit ) jika ada.
 berikan IV RL 500cc dengn jarum berlubang besar ( 16 dan 18 G )
 jika tersedia berikan MgSO4 40% IM 10 gr ( 5g IM pada seiap bokong ) sebelum merujuk.
 Ulangi MgSO4 40% IM, 5gr setiap 4 jam, bergantian di tiap bokong
 MgSO4 untuk pemberian IM bisa dikombinasi dengan 1cc lidokain 2%
 Jika mungkin, mulai berikn dosis awal larutan MgSO4 20%, 4gr IV 20 menit sebelum
pemberian MgSO4 IM.
 ika terjadi kejang, baringkan ibu pada posisi miring ke kiri, di bagian tempat tidur atau lantai
yang aman, mencegah ibu terjatuh, tapi jangan mengikat ibu. Jika ada kesempatan, letakkan
benda yang dibungkus dengan kain lembut diantara gigi ibu. Janagan memaksakan membuka
mulut ibu ketika kejang terjadi. Setelah kejang berlalu, hisap lendir pada mulut dan
tenggorokan ibu bila perlu
8. Pantau dengan cermat tanda dan gejala keracunan MgSO4 sebagai berikut :
 Frekunesi pernafasan < 16 kali / menit
 Pengeluaran urine < 30 cc/ jam selama 4 jam terakhir
9. Jangan berikan MgSO4 selanjutnya jika ditemukan tanda-tanda dan gejala keracunan tersebut
di atas
10. Jika terjadi henti napas ( apnue )setelah pemberian MgSO4, berikan kalsium glukonas 1 gr (
10 cc dalam larutan 10% ) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi. Lakukan ventilasi
ibu dengan menggunakan ambu bag dan masker
11. Bila ibu mengalami koma, pastikan posisi ibu dibaringkan miring ke kiri, dengan kepala
sedikit ditengadahkan agar jalan nafas tetap terbuka
12. Catat semua obat yang diberikan, keadaan ibu termasuk tekanan darahnya setiap 15 menit
13. Bawa ibu segera ke rumah sakit setelah serangan kejang berhenti. Damping ibu dalam
perjalanan dan berikan obat-obatan lagi jika perlu. ( jika terjadi kejang lagi, berikan 2 gr
MgSO4 IV secara perlahan dlama 5 menit, tetap perhatikan jik ada tanda-tadna keracunan
MgSO4 )

Anda mungkin juga menyukai