Disusun Oleh:
Dosen Pengampu :
Tria Gustiningsi, M. Pd.
Alhamdulillah puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt,
Tuhan semesta alam, atas ridha, rahmat, dan karunia-Nya dimana penulis dapat
menyelesaikan laporan evaluasi pembelajaran ini dengan baik. Salawat dan salam
di sampaikan kepada junjungan nabi tercinta, Nabi Muhammad saw. selaku
rasulullah di akhir zaman dan pembawa obor peradaban.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tria Gustiningsi, M. Pd.
yang telah memberikan penjelasan dan berbagai macam ide kepada kami dalam
setiap proses pembuatan proposal penelitian ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam pembuatan laporan ini.
Untuk itu, penulis mohon maaf bila terjadi banyak kesalahan dan kekurangan
dalam pembuatan laporan ini, karena penulis juga dalam proses belajar, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk pembuatan laporan
selanjutnya agar bisa lebih baik lagi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
A. Judul
PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK
INDONESIA (PMRI) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN SISWA
KELAS IX di SMP NEGERI 3 PALEMBANG
B. Latar Belakang
Memiliki kemampuan penalaran matematik merupakan salah satu aspek yang
sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena penalaran matematik adalah
salah satu kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Disisi lain, penalaran tidak hanya diperlukan oleh siswa
dalam mempelajari Matematika, tetapi menjadi penting untuk penyelesaianmasalah
dalam kehidupan sehari-hari yang dihadapi siswa (Shadiq, 2004).
Pentingnya kemampuan penalaran dapat dilihat dari tujuan pembelajaran
matematika itu sendiri. Suherman (2008) mengungkapkan bahwa tujuan
pembelajaran terutama dalam proses pembelajaran matematika adalah untuk
meningkatkan kompetensi matematik siswa. Ia juga menambahkan kompetensi
matematik siswa yang harus dimiliki selama proses dan sesudah pembelajaran adalah
kemampuan kognitif (pemahaman, penalaran, aplikasi, analisis, ... pemecahan
masalah), kemampuan afektif dan kemampuan psikomotorik.
Demikian pula tujuan yang diharapkan oleh NCTM (2000) dalam
Kusumaningrum (2016) ialah menetapkan lima standar kemampuan matematis yang
harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving),
kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection),
kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation).
Depdiknas (Shadiq, 2004) menyatakan bahwa materi matematika dan
penalaran matematik merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi
matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan dilatih melalui
belajar materi matematika. Kemampuan penalaran perlu dikembangkan dalam
pembelajaran matematika, karena dapat membantu siswa untuk meningkatkan
kemampuan pemahaman matematika (Sumarmo, 1987; Priatna, 2003). Dari sini
dapat dikatakan bahwa upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis atau
1
penalaran dapat menjembatani pada peningkatan hasil belajar matematika siswa
melalui pemahaman yang benar terhadap konsep-konsep matematika.
Dalam Sa’adah (2010) dari dua kali observasi yang telah dilakukan di SMP
Negeri 3 Banguntapan dengan wawancara dengan guru dan siswa didapatkan data
bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita masih rendah.
Banyak siswa yang belum bisa memahami maksud dari soal cerita dan mengubah
soal cerita ke dalam bentuk matematikanya. Siswa belum bisa menarik kesimpulan
dari suatu permasalahan (soal cerita). Sa’adah (2010) menambahkan, kebanyakan
siswa hanya menghafal rumus untuk menyelesaikan soal. Dalam menganalisis dan
menyelesaikan soal-soal yang menggunakan banyak rumus pun sebagian besar siswa
belum bisa menyelesaikannya dengan baik. Dari hal itu, mengindikasikan bahwa
kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah.(Sa’adah, 2010).
Penyebabnya, sekarang ini pembelajaran yang dilaksanakan masih banyak
yang menggunakan pendekatan pembelajaran langsung yang hanya menekankan
pada tuntutan kurikulum sehingga dalam prakteknya peserta didik bersifat pasif
dalam proses belajar. Keterlibatan peserta didik cenderung terminimalisasi sehingga
mengakibatkan kemampuan penalaran peserta didik kurang dikembangkan dengan
baik. Muharom (2014)
Muharom menambahkan dalam prakteknya di lapangan, guru menjadi orang
yang lebih aktif dalam proses pembelajaran dibandingkan dengan peserta didik. Hal
itu mengakibatkan peserta didik menjadi pasif dan cenderung diam untuk
mengeluarkan pendapat. Hal tersebut terjadi karena monotonnya pembelajaran yang
dilaksanakan sehingga pemikiran peserta didik tidak tereksplor dengan maksimal.
Akibatnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematik peserta didik tidak
berkembang dengan baik. (Muharom, 2014)
Begitu pentingnya penalaran dalam pembelajaran Matematika, maka
permasalahan-permasalahan di atas dapat diminimalisir dengan mengadakan
perubahan pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika.
Kemampuan penalaran dapat ditingkatkan dengan penerapan pendekatan PMRI pada
pembelajaran matematika. Dalam Izzabella (2017) PMRI adalah salah satu
pendekatan pembelajaran matematika yang mengkaitkan materi pelajaran dengan
2
pengalaman kehidupan nyata siswa. PMRI sangat tepat dan menguntungkan bagi
siswa, karena menggunakan masalah kontekstual sebagai titik awal pembelajaran.
Pembelajaran PMRI memusatkan kegiatan pembelajaran pada siswa dan lingkungan.
Izzabella (2017) juga menambahkan dalam pembelajaran dengan pendekatan PMRI
membuat siswa lebih aktif menggali sendiri pengetahuan yang akan mereka peroleh.
Aktivitas aktif siswa yang dimaksudkan tidak hanya sekedar menyelesaikan soal-soal
sesuai contoh yang diberikan guru tetapi perlu juga melibatkan berbagai aktivitas
siswa yang dapat merangsang kemampuan berpikir/bernalar unruk menemukan
konsep, prosedur atau model penyelesaian matematika dan kemampuan memecahkan
masalah.
Menurut Freudental (Wijaya, 2012:20) matematika harus dihubungkan
dengan kenyataan, dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-
hari siswa. Maka, prinsip utama dalam PMRI adalah “matematika sebagai aktivitas
manusia” cocok dengan matematika yang dikaitkan dengan aktivitas keseharian
manusia. Ruseffendi (2001) juga menyatakan bahwa untuk membudayakan berpikir
logis atau kemampuan penalaran serta bersikap kritis dan kreatif, proses
pembelajaran dapat dilakukan dengan pendekatan matematika realistik.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian yang penulis jelaskan di atas, penulis
ingin mengangkat permasalahan di atas dengan judul “ Pengaruh Pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) terhadap Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa ”.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut apakah terdapat pengaruh penerapan Pendekatan
Matematika Realistik Indonesia terhadap kemampuan penalaran siswa dalam
pembelajaran matematika.
D. Tujuan penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian yang
akandilakukan adalah: untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan
3
Pendekatan Matematika Realistik Indonesia terhadap kemampuan penalaran siswa
dalam pembelajaran matematika.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan berdasarkan pemaparan
diatas adalah:
1. Bagi peneliti, dapat memperoleh pengalaman baru dalam proses
pembelajaran matematika menggunakan Pendekatan Matematika Realistik
Indonesia untuk meningkatkan penalaran siswa dalam pembelajaran
matematika.
2. Bagi pendidik, dapat menerapkanpendekatan cPMRI untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan penalaran siswa terhadap pembelajaran
matematika.
3. Bagi sekolah atau lembaga, dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat
bagi sekolah atau lembaga serta meningkatkan kualitas dalam rangka
perbaikan pembelajaran sehingga bisa meningkatkan mutu pendidikan.
F. Tinjauan Pustaka
1. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
PMRI adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang
menggunakan konteks. Konteks tersebut tidak hanya berasal dari dunia nyata,
tetapi dapat dari dunia fantasi atau cerita rekaan dan dunia formal dari
matematika, asalkan hal tersebut nyata dalam pikiran siswa. Panhuizen (Wijaya,
2012:20-21) menyatakan penggunaan kata “realistik” berasal dari bahasa
Belanda “zich realiseren” yang berarti “untuk dibayangkan” atau “to imagine”.
Penggunaan kata “realistik” tersebut tidak sekedar menunjukan adanya suatu
koneksi dengan dunia nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus
pendidikan matematika realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan
suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa. Terdapat lima
karakteristik dari Realistic Mathematics Education yang dijadikan acuan dalam
4
penerapan pembelajaran matematika di kelas. Kelima karakteristik tersebut
digagas oleh Treffers tahun 1987 (Bakker, 2004: 6) yaitu:
(1) The use of contextualproblems (Penggunaan konteks);
(2) Using models and symbols for progressive mathematization (Penggunaan
berbagai model dan simbol untuk matematisasi progesif);
(3) Using students’ own constructions and productions (Penggunaan hasil
kontruksi dan produksi siswa);
(4) Interactivity (Interaktivitas);
(5) Intertwinment (Keterkaitan).
Roth (Wijaya, 2012: 32) menjelaskan bahwa penggunaan konteks untuk
menggambarkan situasi atau deskripsi situasi dari suatu masalah. Melalui
penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan
eksplorasi permasalahan. Konteks dalam PMRI ditujukan untuk membangun
atau menemukan kembali suatu konsep matematika melalui proses matematisasi.
Secara sederhana proses matematisasi adalah proses menerjemahkan suatu
konteks menjadi konsep matematika. Selanjutnya, akan dijelaskan bagaimana
langkah-langkah dan kelebihan serta kekurangan pendekatan PMRI.
1) Langkah-langkah Pendekatan PMRI
Syamaun (2010:3) secara sederhana merumuskan langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI adalah sebagai berikut:
1. Memahami masalah kontekstual
2. Menjelaskan masalah kontekstual
3. Menyelesaikan masalah kontekstual
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
5. Menyimpulkan
Langkah-langkah pendekatan PMRI juga dikemukakan oleh Piaget dalam
Amelia (2011: 31) ialah sebagai berikut.
1. Memahami masalah kontekstual
2. Menyelesaikan masalah kontekstual
3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban dalam diskusi kelas
4. Menarik kesimpulan
5
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah menurut
Syamaun (2010) dan Piaget yaitu:
1. Memahami masalah kontekstual (Syamaun)
2. Menjelaskan masalah kontekstual (Syamaun)
3. Menyelesaikan masalah kontekstual (Syamaun)
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban dalam diskusi kelas (Piaget)
5. Menarik kesimpulan (Piaget)
6
b) Penilaian dan pembelajaran matematika realistik lebih rumit daripada
pembelajaran konvensional.
c) Pemilihan alat peraga yang harus cermat
7
1. Mengenali penalaran dan pembuktian sebagai aspek yang sangat mendasar
pada matematika.
2. Melakukan dan menginvestigasi dugaan-dugaan matematika.
3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti matematika.
4. Memilih dan menggunakan berbagai tipe penalaran dan berbagai metode
pembuktian.
Dalam penelitian, terdapat beberapa indikator dari kemampuan penalaran
yang digunakan oleh peneliti, diantaranya sebagai berikut.
Indikator Deskriptor
1. Menyusun konjektur a. siswa dapat menuliskan dugaan/yang diketahui
sesuai dengan soal
b. siswa dapat menuliskan dugaan dengan bahasanya
sendiri
2. Melakukan proses a. siswa dapat menuliskan pemisalan dari suatu soal
analogi dan menarik c. siswa dapat menuliskan jawaban soal dengan
kesimpulan menggunakan tahapan-tahapan dalam matematika
secara sistematis
d. siswa dapat menuliskan jawaban soal dengan
konsep yang cocok dengan soal yang diberikan
e. siswa dapat menuliskan kesimpulan sesuai dengan
apa yang dikerjakan
f. siswa dapat memberikan kesimpulan yang sahih
3. Melakukan pembuktian a. siswa dapat menuliskan penjelasan jawaban
menggunakan model, fakta, sifat-sifat dan konsep
matematika
b. siswa dapat menuliskan pembuktian jawaban
dengan proses yang sesuai
8
mekanistik, yang memuat masalah-masalah matematika secara formal (“naked
problems”). Sedangkan jika menggunakan masalah nyata, dalam pendekatan
mekanistik, sering digunakan sebagai penyimpulan dari proses belajar. Fungsi
masalah nyata hanya sebagai materi aplikasi (penerapan) pemecahan masalah
nyata dan menerapkan apayang telah dipelajari sebelumnya dalam situasi yang
terbatas.
Dalam PMRI, masalah nyata berfungsi sebagai sumber dari proses belajar
masalah nyata dan situasi nyata, keduanya digunakan untuk menunjukkan dan
menerapkan konsep-konsep matematika. Ketika siswa mengerjakan masalah-
masalah nyata mereka dapat mengembangkan ide-ide/konsep-konsep matematika
dan pemahamanya. Pertama, mereka mengembangkan strategi yang mengarah
(dekat) dengan konteks. Kemudian aspek-aspek dari situasi nyata tersebut dapat
menjadi lebih umum., artinya model atau strategi tersebut dapat digunakan untuk
memecahkan masalah lain. Bahkan model tersebut memberikan akses siswa
menuju pengetahuan matematika yang formal.
Untuk menjembatani antara tingkat informal dan formal tersebut,
model/strategi harus ditingkatkan dari “model of” menjadi “model for”.
Perbedaan lain dari PMRI dan pendekatan tradisional adalah pendekatan
tradisional menfokuskan pada bagiankecil materi, dan siswa diberikan prosedur
yang tetap untuk menyelesaikan latihan dan sering individual. Pada PMRI,
pembelajaran lebih luas (kompleks) dan konsep-konsepnya bermakna. Siswa
diperlakukan sebagai partisipan yang aktif dalam pembelajaran, sehingga dapat
mengembangkan ide-ide matematika.
PMRI mempunyai tiga prinsip kunci, yaitu:
1. Guided Reinvention (menemukan kembali)/Progressive Mathematizing:
Peserta didik harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang
samasebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Pembelajaran dimulai
dengan suatu masalah kontekstual atau realistik yang selanjutnya melalui aktifitas
siswa diharapkan menemukan “kembali” sifat, definisi, teorema atau prosedur-
prosedur. Masalah kontekstual dipilih yang mempunyai berbagai kemungkinan
solusi. Perbedaan penyelesaian atau prosedur peserta didik dalam memecahkan
9
masalah dapat digunakan sebagai langkah proses pematematikaan baik horizontal
maupun vertikal. Pada prinsip ini siswa diberikan kesempatan untuk menunjukkan
kemampuan berpikir kreatifnya untuk memecahkan masalah, sehingga
menghasilkanjawaban maupun cara atau strategi yang berbeda (divergen) dan
“baru”secara fasih dan fleksibel.
2. Didactical Phenomenology (fenomena didaktik):
Situasi-situasi yang diberikan dalam suatu topik matematika disajikan atas
dua pertimbangan, yaitu melihat kemungkinan aplikasi dalam pengajaran dan
sebagai titik tolak dalam proses pematematikaan. Tujuan penyelidikan fenomena-
fenomena tersebut adalah untuk menemukan situasi-situasi masalah khusus yang
dapat digeneralisasikan dan dapat digunakan sebagai dasar pematematikaan
vertikal. Pada prinsip ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk menggunakan
penalaran (reasoning) dan kemampuanakademiknya untuk mencapai generalisasi
konsep matematika.
3. Self-developed Models (pengembangan model sendiri):
Kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan
matematika formal. Model dibuat siswa sendiri dalam memecahkan masalah.
Model pada awalnya adalah suatu model dari situasi yang dikenal (akrab) dengan
siswa. Dengan suatu proses generalisasi dan formalisasi, model tersebut akhirnya
menjadi suatu model sesuai penalaran matematika. Prinsip ini memberikan
kontribusi untuk pengembangan kepribadian siswa yang yakin, percaya diri, dan
berani mempertahankan pendapat (bertanggung jawab) terhadap model
yangdibuat sendiri serta menerima kesepakatan atau kebenaran dari pendapat
teman lain. Prinsip ini juga mendorong kreativitas siswa untuk membuat model
sendiri dalam memecahkan masalah. (Soedjadi, 1998: 12)
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa kemamupuan penalaran
memiliki hubungan dengan pendekatan PMRI dimana dalam prinsip pendekatan
PMRI tersebut telah dijelaskan jika siswa dituntut untuk aktif dan berpikir kreatif
serta menggunakan kemampuan penalarannya selama pembelajaran. Jika cara
berpikir/bernalar siswa dilatih dengan pendekatan itu maka kemampuan bernalar
siswa akan lebih berkembang lagi.
10
4. Materi
Materi yang kami ambil pada penelitian kali ini adalah materi peluang
(Wagiyo: 2008). Berikut uraiannya.
1. Peluang Suatu Kejadian
a) Ruang Sampel dan Peluang Suatu Kejadian
1) Ruang Sampel
Ruang sampel adalah kumpulan dari hasil yang mungkin terjadi
dari suatu percobaan. Anggota-anggota ruang sampel disebut titik
sampel, sedangkan kumpulan dari beberapa titik sampel disebut kejadian,
atau kejadian adalah merupakan himpunan bagian dari ruang sampel.
b. Pengertian Peluang Suatu Kejadian
Jika n(S) dan n(K) berturut-turut menyatakan banyaknya anggota ruang
sampel, dan banyaknya anggota kejadian K, maka nilai kemungkinan
terjadinya kejadian K adalah:
n (K )
P (K) =
n (S)
F(K) = n P (K)
11
e. Kejadian Majemuk
Apabila dua kejadian atau lebih dioperasikan sehingga menghasilkan
kejadian baru, maka kejadian baru itu disebut kejadian majemuk.
1) Dua kejadian A dan B sembarang
Untuk sembarang kejadian A dan B berlaku:
n (A B) = n (A) + n (B) – n (A B)
kedua ruas dibagi dengan n (S) maka:
n (A B) n (A) n (B) n (A B)
n (S) n (S) n (S) n (S)
𝑃 (𝐴 𝐵 ) = 𝑃(𝐴) + 𝑃(𝐵) – 𝑃 (𝐴 𝐵)
– 𝑃 (𝐵 𝐶) + 𝑃 (𝐴 𝐵 𝐶)
P (A B) = P (A) P (B)
12
g. Dua Kejadian Bersyarat
Jika kejadian A dan B tidak saling bebas, kejadian B dipengaruhi
oleh kejadian A atau kejadian B dengan syarat A, maka dinamakan
kejadian bersyarat. Peluang dari kejadian bersyarat disebut peluang
bersyarat, dirumuskan dengan:
𝑃 (𝐴 𝐵) = 𝑃 (𝐴) 𝑃(𝐵/𝐴)
13
Siswa MTs” menunjukkan hasil penelitiannya terkait kemampuan penalaran
yaitu:
(1) peningkatan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa
yang memperoleh pembelajaran menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional,
(2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan pemecahan
masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional ditinjau dari tingkat kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah, dan
(3) terdapat interaksi antara pembelajaran dengan pengetahuan awal matematis
kelompok siswa (tinggi, sedang, rendah) dalam kemampuan penalaran dan
pemecahan masalah matematis siswa.
Muchlis (2012) dalam penelitiannya “Pengaruh Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) terhadap Perkembangan Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa Kelas II SD Kartika 1.10 Padang“ menjelaskan hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa yang belajar dengan pendekatan PMRI lebih baik secara signifikan dari
pada siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional, terjadi perkembangan
kemampuan pemecahan masalah ditunjukkan dengan kemampuan siswa
menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, dan usaha yang dilakukan guru untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan membuat perangkat
pembelajaran berbasis PMRI dan melatih siswa untuk menyelesaikan masalah
tidak rutin.
Izzabella (2017) lebih lanjut menunjukkan dalam penelitiannya yang
berjudul “ Penerapan Pendekatan PMRI pada Materi Perbandingan di Kelas VIII
SMP “, dimana hasil yang diperoleh dari pengamatan hasil belajar siswa setelah
pembelajaran dengan menerapkan pendekatan PMRI pada materi perbandingan
di kelas VIII-F SMP Negeri 1 Turi menunjukkan :
14
(1) tercapainya tujuan pembelajaran danmenunjukkan peningkatan hasil belajar
yang baik.
(2) Pada kemampuan guru dalam mengelola pembelajaranselama dua kali
pertemuan pada pembelajaran dengan pendekatan PMRI pada materi
perbandingantermasuk dalam kategori baik dan sesuai dengan RPP yang
ada.
(3) Pada aktivitas siswa, presentase aktivitassiswa selama proses pembelajaran
dengan pendekatan PMRI pada materi perbandingan termasuk
dalamkategori aktif.
(4) Pada respon siswa yang mencakup kriteria pembelajaran, pemahaman
materi, suasanapembelajaran, minat dan sumber belajar setelah
pembelajaran dengan menerapkan pendekatan PMRI pada materi
perbandingan di kelas VIII-F SMP Negeri 1 Turi dikatakan sangat baik.
6. Hipotesis
H0 : Tidak ada pengaruh pendekatan PMRI terhadap kemampuan penalaran
siswa.
Ha : Ada pengaruh pendekatan PMRI terhadap kemampuan penalaran siswa.
G. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian Eksperimen yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Indonesia
terhadap kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika dengan cara
melakukan pengumpulan dan analisis data, mensurvei dan melakukan
eksperimen/percobaan terhadap siswa, mengukur dan mengobservasi siswa dan
terakhir melakukan pengujian dengan uji statistik.
15
R O1 X O2
R O3 O4
I. Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian ini yaitu: Variabel bebasnya adalah
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia. Sedangkan variabel
terikatnya adalah kemampuan penalaran siswa.
16
dengan soal yang diberikan, siswa dapat menuliskan kesimpulan sesuai dengan
apa yang dikerjakan, siswa dapat memberikan kesimpulan yang sahih dan siswa
dapat menuliskan kesimpulan yang dibuktikan dengan fakta dan contoh;
c) Melakukan Pembuktian, dengan deskriptornya: . siswa dapat menuliskan
penjelasan jawaban menggunakan model, fakta, sifat-sifat dan konsep
matematika, siswa dapat menuliskan pembuktian jawaban dengan proses yang
sesuai dan siswa dapat membuktikan jawaban dengan pembuktian langsung atau
tak langsung.
M. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan
a. Pengajuan proposal penelitian
b. Menentukan materi pokok yang diperlukan
c. Membuat instrumen penelitian
d. Validasi instrumen penelitian
2. Tahap pelaksanaan
a. Melakukan Pre Test sebelum dilaksanakan pembelajaran
b. Melakukan pembelajaran dengan pendekatan PMRI
c. Melakukan observasi selama pembelajaran berlangsung
17
d. Melakukan posttes pada siswa kelas IX SMP Negeri 3 Palembang
3. Tahap akhir
a. Tahap Analisis
Dalam tahap analisis dengan menganalisis data hasil penelitian, yaitu dengan
mengumpulkan data, mereduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
b. Penyusunan laporan penelitian
18
Dengan kriteria pengujian:
Jika nilai signifikan < 0,05 maka sampel/populasi tidak homogen
Jika nilai signifikan > 0,05 maka sampel/populasi homogen
c. Uji Hipotesis dilakukan untuk menguji kesamaan dua rata-rata dan menguji
perbedaan dua rata-rata dengan menggunakkan program SPSS versi 24. Jika
data yang akan dianalisis berdistribusi normal dan homogen, maka digunakan
statstik parametrik yaitu dengan uji t-test sample. Dengan kriteria pengujian:
Jika –t table < t hitung < t table maka 𝐻0 diterima
Jika t hitung < -t table atau t hitung > t tabel maka 𝐻0 ditolak
Namun untuk data yang tidak berdistribusi normal pengujian hipotesis
dilakukan dengan uji mann whitney. Dengan kriteria pengujian:
𝐻0 ditolak jika signifikan < 0,05 (dalam hal lainnya 𝐻0 diterima)
2. Observasi
Dalam Observasi hanya dilakukan sebagai pendukung tes seandainya didapatkan
kelas yang sudah diberikan tes tidak menunjukkan pengaruh yang lebih baik dari
kelas kontrol. Dalam hal ini, peneliti mengamati kelas yang menjadi kelas
eksperimen apakah sudah dikatakan memiliki penalaran yang baik atau belum.
Data – data yang dikumpulkan berupa kalimat kalimat melalui observasi dengan
pengisian lembar observasi yang telah disediakan. Proses ini berlangsung
sepanjang pelaksanaan pembelajaran yang diberikan oleh peneliti. Setelah data
didapatkan, selanjutnya tahap penguraian data peneliti menjabarkan tentang
seberapa besar penalaran siswa dalam pembelajaran matematika dan kemudian
disimpulkan.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Program Pascasarjana Universitas Terbuka Graduate Program Indonesia Open
University.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika SiswaKelas 3
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung.Disertasi Doktor pada
PPS UPI.: Tidak Diterbitkan.
Ratnaningsih.(2008). Berbagai Keterampilan Berpikir Matematik. Makalah Disajikan
dalam Acara Seminar Pendidikan Matematika di Universitas Siliwangi Tasikmalaya
pada Tanggal 8 Maret 2008. Tasikmalaya.
Ruseffendi, E.T. (2001). Evaluasi Pembudayaan Berpikir Logis Serta BersikapKritis
danKreatif melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Makalahdisampaikan pada
Lokakarya di Yogyakarta. Yogyakarta: Tidakditerbitkan.
Rusyani, Ratna Citra. 2014. Peningkatan Kemampuan Bernalar Siswa Dengan
PendekatanScientific Melalui Strategi Pembelajaran Numbered Head Together (Nht).
Surakarta.
Shadiq, Fadjar. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi
dalamPembelajaran Matematika. Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika
SMPJenjangDasar. Yogyakarta: PPPG Matematika.Tgl 10-23 Oktober 2004.
Shadiq, Fadjar. 2009. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP.Jakarta: Nurul
Hidayah.Depdiknas.
Siswanto, Joko dan Siti Rechana. 2011. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Heads Together) Menggunakan Peta Konsep dan Peta Pikiran Terhadap
Penalaran Formal Siswa. Jurnal Penelitian Pendidikan Fakultas (JP2F). Volume 2.
Nomor 2. Hlm. 178-188. Semarang: IKIP PGRI Semarang.
Soedjadi, R. 1998. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: DEPDIKBUD
DIRJEn Pendidikan Tinggi.
Suherman, Erman. 2008. Model Belajar dan Pembelajaran BerorientasiKompetensi
Siswa”.
Syamaun, Muzakkir. 2010. “Pendekatan matematika Realistik Cara Efektif
Meningkatkan Pemahaman Logika Matematika Siswa”. Makalahdiseminarkan di
SepNas FKIP UNSYIAH, Banda Aceh, 24-25 Juni 2010.
Waguyo, A, dkk. 2008. Pegangan Belajar Matematika 3. Jakarta: DepDikNas.
21
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif
PendekatanPembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
22