Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH:
DINDA SETYANINGSIH
2019
KATA PENGANTAR
Adapun makalah ini tentunya dengan bantuan dari berbagai pihak dalam proses
pembuatan makalah ini, sehingga tidak lupa kami mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya yang telah membantu dalam penyelesaian makalah.
Tak ada gading yang takretak, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam pembuatan makalah ini mulai dari penyusunan maupun materi tersebut.
Untuk itu diperlukan kritik dan saran agar dapat memperbaiki makalah ini lebih
baik lagi.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........……………..…………………….……………
DAFTAR ISI………………....……………..……………………...………....
BAB I PENDAHULUAN……....…………..……………………....………...
A. Latar Belakang……………....………...……………………….….…..
B. Tujuan Penulisan..…………….....……...…………………….....….....
C. Metode Penulisan……………………...………………………...........
D. Sistematila Penulisan..............................................................................
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………......
A. Kesimpulan…………………………………………………….……...
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
C. Metode Penulisan
Pada penulisan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hipospadia”
ini, penulis hanya menggunakan metode penulisan dengan literatur saja.
Dengan metode literatur ini penulis mencari berbagai sumber pada buku yang
bersangkutan dengan judul
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode
Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI pengertian hipospadia, etiologi hipospadia,
patofisiologi hipospadia, klasifikasi
hipospadia, manifestasi klinik hipospadia,
penatalaksanaan hipospadia, komplikasi
hipospadia, pengkajian fokus hipospadia,
pathways keperawatan hipospadia, diagnosa
keperawatan hipospadia, intervensi dan
rasional hipospadia.
BAB III PENUTUP Kesimpulan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat
dideteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia
menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia
lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral
batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut
diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang
melengkuk kebawah. (Speer,2008)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat
pada penis bagian bawah, bukan diujung penis. Kondisi hipospadia
bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu
pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang
uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang
pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan
dengan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang
menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Hypospadia adalah suatu kelainan bawaan dari lahir atau kongenital
dimana letak lubang urethra tidak pada tempat yang semestinya,
melainkan ada dibagian bawah penis.
B. ETIOLOGI
Etiologi hipospadia sangat bervariasi dan multifaktorial, namun
belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa penelitian
mengemukakan semakin berat derajat hipospadia, semakin besar terdapat
kelainan yang mendasari.
Menurut Krisna (2017), terdapat beberapa kemungkinan yang
dikemukakan oleh para ahli mengenai etiologi hipospadia adalah sebagai
berikut :
1. Terjadinya defekasi pada produksi hormon testosterone oleh testis dan
kelenjar adrenal, terjadinya kegagalan konversi hormon testosteron
menjadi dihidrotestoteron, defisiensi reseptor androgen di penis, maupun
penurunan ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor androgen
dapat menyebabkan hipospadia.
2. Adanya paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal
kehamilan dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya hipospadia.
3. Lingkungan yang tinggi terhadap aktivitas estrogen sering ditemukan
pada pestisida di sayuran dan buah, susu sapi, beberapa tanaman, dan
obat-obatan.
4. Ibu hamil yang melakukan diet vegetarian diperkirakan terjadi
peningkatan resiko terjadinya hipospadia. Hal ini dapat disebabkan
adanya kandungan yang tinggi dari fitoestrogen pada sayuran.
5. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsy seperti asam
valproat juga diduga meningkatkan resiko hipospadia.
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Yudianto (2014), embrio yang berumur 2 minggu baru
terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian
bermigrasi ke perifer, sehingga dapat memisahkan ektoderm dan
endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu 2 lapisan yaitu
ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk membentuk membran
kloaka.Permulaan di minggu ke-6, terbentuk tonjolan
antaraumbilicalcord dan tail yang disebut genital tubercle. Di bawahnya
pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2
lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu ke-7, genital
tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Bila terjadi agenesis dari
mesoderm, maka genital tubercletak terbentuk, sehingga penis juga tak
terbentuk.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana
urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital
fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital
fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.
Sedangkan menurut Sakti (2018), dalam jurnalnya menyebutkan
bahwa terjadinya hipospadia terjadi pada saat perkembangan embrio
(pembentukan saluran kemih) pada minggu ke-7 sampai minggu ke-16
usia kehamilan yang dipengaruhioleh kadar hormon androgen dan
esterogen. Faktorresiko terjadinya hipospadia masih belum
diketahuisecara pasti, namun peranan genetik, endokrin, danlingkungan
luar dapat mempengaruhi esterogen.
Faktor lingkungan yang dapatmenyebabkan hipospadia dengan
cara mempengaruhiestrogen adalah paparan pestisida. Pestisida
merupakan zat kimiawi yangmengganggu sistem endokrin (endocrine
disruptors). Jenis pestisida yang sering dipakai adatiga yaitu organofosfat,
organoklorin, dan karbamat.Zat tersebut yang memiliki efek esterogenik
adalah organoklorin. Organoklorin dapatmasuk ke dalam tubuh melalui
kulit, inhalasi, daningesti. Dampak lain paparan pestisida di
antaranyadisfungsi tiroid, berat badan lahir rendah, kelainanjantung,
micropenis, dan talapes.
Indonesia merupakan sebuah negara agrarisatau negara yang
memiliki masyarakat dengan mata pencaharian sebagian besar sebagai
petani atauagroindustri. Maka dari itu para petani tersebut sangatmundah
terkontaminasi oleh pestisida secara langsung maupun tidak langsung.
Mayoritaspara petani yang ada di Indonesia adalah berjeniskelamin
perempuan. Hal tersebut sangat berbahayabagi ibu yang sedang hamil
bekerja dekat denganpestisida. Pestisida sendiri dapat meningkatkan
kadarandrogen dan esterogen yang memacu kejadian bayi lahir dengan
hipospadia.
Kontaminasi pestisida dapat juga melalui pemakaiandan
penyimpanan pestisida yang salah. Makan buahdan sayur tanpa dicuci
terlebih dahulu dapatmeningkatkan resiko keracunan pestisida dan
bahayabagi janin ibu yang sedang hamil.
D. KLASIFIKASI
Menurut Krisna (2017), klasifikasi hipospadia terbagi berdasarkan
lokasinya. Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi
Duckett yang membagi hipospadia menjadi 3 lokasi, yaitu anterior
(Glandular, coronal, dan distal penile), middle (midshaft dan proximal
penile), dan posterior (Penoscrotal, scrotal, dan perineal). Lokasi yang
paling sering ditemukan adalah di subcoronal.
Klasifikasi hipospadia berdasarkan derajat sangat subyektif
tergantung dari ahli bedah masingmasing. Beberapa ahli membagi
menjadi:
1. Mild hypospadia/ Grade 1, yaitu muara urethra dekat dengan lokasi
normal dan berada pada ujung tengah glans (glanular, coronal,
subcoronal),
2. Moderate hypospadia/ Grade 2, muara urethra berada ditengah-tengah
lokasi normal dan scrotal (Distal penile, Midshaft),
3. Severe hypospadia/ Grade 3&4, yaitu muara urethra berada jauh dari
lokasi yang seharusnya (Perineal, Scrotal, Penoscrotal).
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik hipospadia meliputi:
1. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan
posisi berdiri.
2. Chordee (melengkungnya penis) dapat menyertai hipospadia.
3. Hernia inguinalis (testis tidak turun) dapat menyertai hipospadia.
4. Lokasi meatus urine yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir
(Noordisti, 2018).
F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan cara pembedahan, tujuan
prosedur pembedahan pada hipospadia adalah:
a. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
b. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(uretroplasti).
c. Untuk mengembangkan aspek normal dari genetalia eksterna.
2. Jika hipospadia terdapat dipangkal penis, mungkin perlu dilakukan
pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya
(Noordiati, 2018).
Sedangkan menurut Muttaqin(2011)Penatalaksaan Medisnya meliputi:
1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra di
tempat yang normal sehingga aliran kencing arahnya kedepan dan
dapat melakukan coitus dengan normal.
2. Operasi harus dilakukan sejak dini dam sebelum operasi dilakukan
bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis
digunakan untuk pembedahan nanti.
3. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari
beberapa tahap yaitu: ada banyak variasi teknik, yang populer adalah
tunneling Sidiq Chaula, teknik Horton dan Device. (Muttaqin, 2011)
a. Teknik tunneling Sidiq-Chaula, dilakukan operasi 2 tahap :
1) Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada
usia 1,5-2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih
pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi
menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis.
2) Tahap kedua dilakukan uretoplasti, 6 bulan pasca operasi, saat
parut sudah lunak. Dibuat insisi pararel pada tiap sisi uretra
(saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit
dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan
flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah
dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan
setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi
pertama telah matang.
b. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada
anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan
kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung
penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung
dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian di pindah ke
bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar
perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan
ditunda dan dilakukan
G. KOMPLIKASI
Menurut Widjajana (2017), komplikasi awal (immadiate
complication) terjadi dalam kurun waktu 6 bulan pasca oprasi atau 6 bulan
pertama follow up komplikasi awal yang dapat terjadi sebagai berikut :
1. Perdarahan pasca operasi jarang terjadi dan biasanya dapat diatasi
dengan bebat tekan. Jika terjadi perdarahan maka harus ditinjau ulang
untuk mengeluarkan hematoma dan mengidentifikasi serta mengatasi
sumber perdarahan.
2. Infeksi, jika dicurigai terjadi infeksi segera lakukan debridement,
insisi, drainase, dan kultur. Kemudian berikan antibiotik sesuai kuman
yang menyebabkan infeksi. Infeksi yang berat dapat menyebabkan
kegagalan secara menyeluruh dari operasi perbaikan hipospadia.
3. Edema lokal dan tintik perdarahan umumnya dapat terjadi segera pasca
operasi tetapi biasanya tidak menimbulkan gangguan yang berarti.
4. Jahitan yang terlepas dan Nekrosis flap.
H. KASUS SEKENARIO
An. P Laki-laki umur 3th dirawat di ruang bedah anak karena mengalami
kelainan saat berkemih dan akan menjalani proses pembedahan untuk
memperbaiki kelaianan yang terjadi (urethroplasty). Ibu klien mengatakan
sejak lahir anaknya mengalami kelainan pada alat kelaminya. Saat kencing
pasti merembes didaerah pangkal penisnya. Klien diagnosis menderita
hypospadia.
I. PENGKAJIAN
identitas pasien
1. Nama : An. P
2. Umur : 3th
3. Jenis kelamin : Laki- laki
4. Diagnosa medis : Hypospadia
5. Keluhan utama :
Saat kencing pasti merembes didaerah pangkal penisnya
6. Riwayat penyakit sekarang :
dirawat diruang bedah anak dan akan menjalani proses
pembedahan (urethroplasty).
7. Riwayat penyakit sebelumnya :
ps mengalami kelainan pada alat kelaminnya.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan genetalia
Saat dilakukan inspeksi bentuk penis lebih datar dan ada
lekukan yang dangkal dibagian bawah penis yang menyerupai
meatus uretra eksternus, pada kebanyakan penderita penis
melengkung ke bawah(chordee) yang tampak jelas pada saat
ereksi, preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis tetapi
menumpuk dibagian punggung penis,testis tidak turun ke
kantong skrotum. Letak meatus uretra berada sebelah ventral
penis dan sebelah proximal ujung penis
2. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria
atau pembesaran pada ginjal, karena kebanyakan penderita
hypospadia sering disertai dengan kelainan pada ginjal.
3. Perhatikan kekuatan dan kelancaran aliran urin
Pemeriksaan Lab
Darah Lengkap
Kimia Klinik
1. BSS : 80 mg/dL
Pemeriksaan Penunjang
1. Excretory urograph
Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya
abnormalitas congenital pada ginjal dan ureter.
2. Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun
jarang dilakukan adalah pemeriksaan radiologis urografi
(IVP,sistouretrografi) untuk menilai gambaran
3. saluran kemih secara keseluruhan dengan bantuan kontras.
Pemeriksaan ini biasanya baru dilakukan bila penderita
mengeluh sulit berkemih. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui keadaan ginjal,mengingat
hypospadia sering disertai dengan kelainan pada ginjal.
J. PATHWAYS
kongenital
Lingkungan :polutanpestisida
(organofosfat, orgaroklorin, 2 minggu
karbomat) pertama Embrio
membentuk
Endokrin distruptor
Lapisan Lapisan
Endoderm Eksoderm
Mempengaruhi
estrogen
mesoderm Terbentuk tonjolan
Genital tuberkel
Pembentukan Struktur genitalia
Genital Fold
terganggu ( minggu ke-6)
Kekurangan Enzim
Urin
5-αreduktase
merembas
didaerah Tindakan
Pembentukan genitalia Fold
pangkal penis pembedahan
terganggu (minggu ke-7)
(urethroplasty).
Pemasangan Perkembangan
penis terganggu Kurang pengetahuan akan
kateter
prosedur pembedahan
AL
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Infeksi (D.0142) b.d tindakan infasif pemasangan kateter urin
dan gesekan lateks kateter pada mukosa penis, (resiko mengalami
peningkatan terserang organisme patogenik akibat tindakan
invasifkateter lateks)
2. Gangguan Citra Tubuh (D.0083) b.d rasa malu akibat perkembangan
genitalia penis terganggu, (perubahan persepsi tentang penampilan,
struktur dan fungsi fisik individu)
3. Ansietas (D.0080) b.d kurang pengetahuan tentang prosedur
permbedahan yang akan dilakukan
Diagnosis : Resiko Infeksi (D. 0142) b.d tindakan infasif pemasangan kateter urin dan
gesekan lateks kateter pada mukosa penis. (resiko mengalami peningkatan
terserang organisme patogenik akibat tindakan invasifkateter lateks)
Diagnosis : Gangguan Citra Tubuh (D. 0083) b.d rasa malu akibat perkembangan
genitalia penis terganggu (perubahan persepsi tentang penampilan, struktur
dan fungsi fisik individu)
PENUTUP
A. KESIMPULA
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat
pada penis bagian bawah, bukan diujung penis. Kondisi hipospadia
bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu
pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang
uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang
pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan
dengan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang
menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010)
Menurut Krisna (2017), terdapat beberapa kemungkinan yang
dikemukakan oleh para ahli mengenai etiologi hipospadia adalah sebagai
berikut :
1. Terjadinya defekasi pada produksi hormon testosterone oleh testis dan
kelenjar adrenal, terjadinya kegagalan konversi hormon testosteron
menjadi dihidrotestoteron, defisiensi reseptor androgen di penis,
maupun penurunan ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor
androgen dapat menyebabkan hipospadia.
2. Adanya paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal
kehamilan dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya hipospadia.
3. Lingkungan yang tinggi terhadap aktivitas estrogen sering ditemukan
pada pestisida di sayuran dan buah, susu sapi, beberapa tanaman, dan
obat-obatan.
4. Ibu hamil yang melakukan diet vegetarian diperkirakan terjadi
peningkatan resiko terjadinya hipospadia. Hal ini dapat disebabkan
adanya kandungan yang tinggi dari fitoestrogen pada sayuran.
5. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsy seperti asam
valproat juga diduga meningkatkan resiko hipospadia.
DAFTAR PUSTAKA
Noordiati. 2018. Asuhan Kebidanan, Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra Sekolah.
Malang:Wineka Media
Jakarta: SalembaMedika
Tangkudung FJ, Patria SY, dan Arguni E. 2016. Faktor Risiko Hipospadia Pada
Anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.Jurnal Sari Pediatri, Vol. 17, No.
05. Diakses dari : https://www.researchgate.net/
Sakti, Sri Weli. Supangat. Dan Septa Surya. 2018. THE ASSOCIATION
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/85037/Desy%20P
ratiwi%20Widjajana%20-%20142010101015_.pdf?sequence=1
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia