Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

FORMULASI DAN UJI STABILITAS SUSPENSI EKSTRAK DAUN


SUKUN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN DAN JUMLAH
ERITROSIT DARAH PADA TIKUS GAGAL GINJAL
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara yang terkenal akan kekayaan sumber
daya alamnya yang melimpah. Beraneka ragam tanaman dapat di temukan di
Indonesia. Hal tersebut di dukung oleh iklim tropis dan posisi strategis
Indonesia yang di lewati oleh garis Khatulistiwa. Kekayaan flora yang di
miliki tersebut kemudian di manfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan
hidup sehari-hari di antaranya sebagai tanaman obat (Syukur,2001).
Sukun (Artocarpus altilis) merupakan salah satu tanaman yang
terdapat di Indonesia dan dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Buah
tanaman ini dapat digunakan sebagai sumber al ternatif makanan pokok.
Selain itu, daun sukun digunakan sebagai obat alternatif, seperti obat
hepatitis, jantung, ginjal, tekanan darah tinggi, diabetes, serta dapat
digunakan sebagai bahan ramuan obat penyembuh kulit yang bengkak atau
gatal gatal (Ramdhani 2009).
Salah satu tanaman obat yang digunakan sebagai pengobatan adalah
daun sukun. sukun merupakan salah satu jenis yang sangat dikenal di
Indonesia dan banyak negara lainnya. Jenis ini memiliki banyak nama lokal
tergantung daerah persebarannya. Tanaman sukun termasuk family
Moraceae, genus Artocarpus, dan spesies Artocarpus altilis (Parkinson)
Fosberg. Para ahli ada yang memberi nama Artocarpus incisa Linn dan
Artocarpus communis Forst. Beberapa sebutan lokal antara lain, di Siam
dikenal dengan nama sake, di Malaysia dikenal sebagai Bandarase, serta
dalam bahasa Inggris disebut dengan Breadfruit (Pitojo, 1992 : 12).
Daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fsb.) merupakan salah satu
tanaman yang dipercaya masyarakat dapat mengobati hepatitis, sakit gigi,
menurunkan kadar kolesterol darah dan dapat mengatasi penyakit ginjal
(Noveriza & Rizal, 2008). Masyarakat menggunakan daun sukun untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal dengan cara meminum air rebusan daun
sukun tua dengan dosis 15 g setiap harinya (Adiraga, 2007).
Pada bagian daun sukun (Artocarpus altilis) umumnya mengandung
senyawa berupa flavonoid terprenilasi. Flavonoid merupakan senyawa yang
memiliki efek sebagai antiinflamasi dan antioksidan. Flavonoid sebagai
antiinflamasi dengan cara menghambat aktivasi enzim COX dan
lipooksigenase dan juga dapat menekan pembentukan kompleks antigen–
antibodi yang terjadi di glomerulus sehingga dapat menekan aktivasi
komplemen dan sel inflamasi lain, aktivitas radikal bebas dan pelepasan
sitokin. Flavonoid sebagai antioksidan berperan dalam melindungi sel dari
peroksidasi lipid sehingga menghambat pelepasan mediator inflamasi.
Aktivitas dari senyawa yang terkandung dalam daun sukun (Artocarpus
altilis) dapat memperbaiki kerusakan ginjal. (Tjahjadi 2010).
Penelitian mengenai aktivitas antioksidan ekstrak daun sukun telah
banyak dilakukan di Indonesia, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh
Suryanto dan Wehantouw (2009) yang membuktikan bahwa ekstrak daun
sukun dengan metanol, etanol, dan aseton mengandung senyawa fenolik,
flavonoid, dan tanin terkondensasi dimana ketiga senyawa ini merupakan
senyawa yang terkenal memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas.
Kandungan komponen fenolik, flavonoid dan tannin terkondensasi
ekstrak dengan metanol daun sukun lebih dominan dan lebih tinggi aktivitas
antioksidannya daripada ekstrak dengan etanol dan ekstrak dengan aseton.
Semakin besar konsentrasi ekstrak daun sukun yang ditambahkan, aktivitas
antiradikal bebas dan kandungan total antioksidan juga semakin besar. Efek
antioksidan ekstrak dengan metanol daun sukun terhadap perbaikan fungsi
ginjal telah diteliti di Nigeria. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
ekstrak metanol daun sukun dapat menurunkan kerusakan struktur histologi
ginjal yang diakibatkan oleh induksi cadmium.
Gangguan fungsi ginjal dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya dapat disebabkan oleh penyakit hipertensi, adanya sumbatan
pada saluran kemih, kelainan autoimun, infeksi saluran kemih, dan diabetes
mellitus (Corwin, 1997). Konsumsi obat-obatan yang memiliki efek
nefrotoksik juga dapat menjadi penyebab terjadinya gangguan fungsi ginjal.
Obat-obatan seperti antibiotic golongan aminoglikosida, asiklovir, dan
kaptopril dengan konsentrasi besar dapat menyebabkan kerusakan tubulus
karena bersifat toksik dan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di ginjal
sehingga laju filtrasi glomerular menurun (Ganiswarna, 2005).
Pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian dengan judul
“Formulasi Dan Uji Stabilitas Suspensi Ekstrak Daun Sukun Terhadap Kadar
Hemoglobin Dan jumlah Eritrosit Darah Pada Tikus Gagal Ginjal”. Gagal
ginjal adalah merupakan suatu keadaan klinis yang di tandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible (Raharjo et al 2006).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak daun sukun dengan dosis 15
mg/hari; 40mg/hari; dan 65 mg/hari pada tikus ?
2. Berapakah dosis efektif pemberian ekstrak daun sukun sebagai obat gagal
ginjal pada tikus ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun sukun terhadap gagal
ginjal dengan dosis 15 mg/hari; 40 mg/hari; dan 65 mg/hari pada tikus ?
2. Untuk mengetahui dosis efektif pemberian daun sukun sebagai obat gagal
ginjal pada tikus.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan
referensi dan ilmu bagi mahasiswa kesehatan dan peneliti selanjutnya.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang
penggunaan dan manfaat daun sukun yang di ekstraksi sebagai obat gagal
ginjal alami sehingga dapat menjadi alternative dalam bidang kesehatan.
3. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat sebagai perwujudan tri dharma perguruan tinggi,
yaitu pendidikan,penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
1.5 Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian Rianti Adi Cahyaningsih, Azizahwati, Dadang
Kusmana Universitas Indonesia FMIPA, Departemen Farmasi 2011 yang
berjudul EFEK NEFROPROTEKTIF INFUS DAUN SUKUN (Artocarpus
altilis (Park.) Fsb.) PADA TIKUS JANTAN YANG DIINDUKSI
KARBON TETRAKLORIDA dengan metode true experimental design pre
and post test control group yang terdiri dari 5 kelompok yang di ambil secara
acak dari 25 tikus perlakuan. Gangguan fungsi ginjal dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya penyakit hipertensi, adanya sumbatan pada
saluran kemih, kelainan autoimun, infeksi saluran kemih, diabetes mellitus,
konsumsi obat-obatan yang berefek nefrotoksik dan obat antibiotic golongan
aminoglikosida. Daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fsb.) merupakan
tanaman tradisional yang secara empiris digunakan untuk mengobati penyakit
ginjal. Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek nefroprotektif infus daun
sukun pada tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang diinduksi dengan
karbon tetraklorida. Hewan uji terdiri atas 25 ekor tikus yang dibagi atas lima
kelompok secara acak, kelompok I merupakan kontrol normal yang diberi
CMC 0,5%, kelompok II diinduksi dengan karbon tetraklorida dalam minyak
kelapa dengan dosis 0,4 mL/kg bb tikus, kelompok III, IV dan V diberi
sediaan uji selama 7 hari dengan dosis berturut-turut 13,5 g/kg bb tikus/hari;
27g/kg bb tikus/hari dan 54 g/kg bb tikus/hari. Dua jam setelah pemberian
sediaan uji, hewan uji diinduksi karbon tetraklorida. Pada hari ke-8 dilakukan
pengambilan darah melalui sinus orbital mata dan dibedah untuk diambil
ginjalnya. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar urea dan kreatinin plasma
secara kolorimetri serta pemeriksaan histologis ginjal. Hasil ANAVA satu
arah (α=0,1) menunjukkan bahwa efek nefroprotektif yang dihasilkan antar
kelompok memiliki perbedaan yang bermakna dan dosis 54 g/kg bb tikus/hari
memiliki efek nefroprotektif paling baik.
Berdasarkan penelitian Dwi Aries Saputro, Said Junaidi 2015 yang
berjudul PEMBERIAN VITAMIN C PADA LATIHAN FISIK
MAKSIMAL DAN PERUBAHAN KADAR HEMOGLOBIN DAN
JUMLAH ERITROSIT Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit setelah diberi vitamin C dan latihan
fisik maksimal. Metode penelitian yaitu True eksperimen dengan mengadakan
intervensi atau perlakuan. Populasi penelitian ini tikus stain wistar (Rattus
norvegicus). Jumlah sampel 18 tikus jantan wistar berumur 2-2,5 bulan, berat
100-150 gram. Besar sampel berdasarkan WHO setiap kelompok minimal 5
ekor dengan cadangan 1 ekor. Penelitian ini dilakukan pada bulan februari
2015, di Laboratorium Biologi FMIPA, Unnes. Teknik pengumpulan data
menggunakan metode sahli dan hemositometer. Teknik analisis data
menggunakan uji pengaruh paired t-test dan uji perbandingan. Hasil penelitian
ini, terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian vitamin C sebelum
latihan fisik maksimal terhadap jumlah eritrosit dengan nilai P=0,038
(p<0,05). Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian vitamin C
sebelum latihan fisik maksimal terhadap kadar hemoglobin dengan nilai
P=0,117 (p>0,05). Simpulan hasil penelitian yaitu pemberian vitamin C murni
dosis 1,8 mg/200 grBB tikus per hari yang diberikan pada tikus wistar
sebelum latihan fisik maksimal dapat meningkatkan jumlah eritrosit secara
signifikan tetapi tidak meningkatkan kadar hemoglobin secara signifikan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Tentang Daun Sukun ((Artocarpus altilis (Park) Fosberg))


2.1.1 Pengertian Sukun ((Artocarpus altilis (Park) Fosberg))
Sukun ((Artocarpus altilis (Park) Fosberg)) adalah jenis tanaman
yang tumbuh di daerah tropis yang termasuk tanaman sejenis nangka-
nangkaan. Sukun merupakan tanaman yang buahnya hampir mirip
dengan buah nangka dan buah durian. Tanaman yang bernama latin
Artocarpus altilis (Park) Fosberg memiliki buah berbentuk bulat dengan
duri yang tidak setajam buah nangka atau durian. Daging buahnya
sangat empuk, serasa seperti makan roti. Selain itu, buah sukun biasa
diolah sebagai camilan berupa kripik di beberapa daerah di Indonesia.
Sedangkan untuk buah sukun yang masih muda dijadikan sayur yang
memiliki cita rasa yang nikmat.
2.1.2 Habitat Sukun ((Artocarpus altilis (Park) Fosberg))
Tanaman sukun dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut
(dpl), namun kadang-kadang terdapat juga pada tempat yang memiliki
ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat
tumbuh baik di daerah panas yang suhu rata-rata sekitar 20-40 0C yang
beriklim basah dengan curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun dan
kelembaban relatif 70-90 %.
Menurut Alrasjid (1993: 5) tanaman sukun menyukai lahan terbuka
dan banyak menerima sinar matahari. Keberadaan tanaman sukun di
suatu tempat merupakan indikator bahwa tanaman sukun bisa tumbuh
dengan baik di daerah tersebut asal tidak berkabut. Tanaman sukun
dapat tumbuh pada semua jenis tanah seperti tanah Podsolik merah
kuning, tanah berkapur dan tanah berpasir (Regosol), namun akan lebih
baik apabila ditanam pada tanah Alluvial yang gembur, bersolum
dalam, banyak mengandung humus, tersedia air tanah yang cukup
dangkal dan memiliki pH tanah sekitar 5-7. Umumnya pertumbuhan
tanaman sukun tidak baik apabila ditanam pada tanah yang memiliki
kadar garam (NaCl) tinggi. Demikian pula penanaman sukun di daerah
yang beriklim kering, dimana tanaman sering mengalami stress karena
kekurangan air (Drought stress) dapat menyebabkan perontokan buah.
2.1.3 Taksonomi dan Morfologi Sukun ((Artocarpus altilis (Park
Fosberg))
Dalam sistem taksonomi, sukun merupakan tumbuhan yang
termasuk kedalam tumbuhan berbiji (Spermatophyta) dengan biji
tertutup (Angiospermae). Adapun taksonomi sukun sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rosales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus altilis (Park) Fosberg.

Pohon Tanaman Sukun ((Artocarpus altilis (Park) Fosberg))


Keterangan gambar 1:
1. Buah (Fructus)
2. Daun (Folium)
3. Batang (Caulis)
Adapun morfologi tanaman sukun ((Artocarpus altilis (Park)
Fosberg)) antara lain, sebagai berikut:
1) Alat Hara (Organum nutritivum)
a) Akar (Radix)
Akar (Radix) adalah bagian pokok (Organum natrivulum ) bagi
tumbuhan yang tubuhnya merupakan komus.

Akar Sukun ((Artocarpus altilis (Park) Fosberg))

Tanaman sukun mempunyai akar tunggang yang dalam dan


akar samping dangkal. Akar samping dapat menyebabkan
tumbuhnya tunas baru yang sering digunakan untuk bibit. Akar
tanaman sukun tergolong akar adventif karena sebagian besar
menyebar di dekat permukaan tanah.

b) Batang (Caulis)
Tinggi pohon sukun dapat mencapai 20-40 m. Batang
pohonnya tegak. Cabang-cabangnya teratur rapi dan berjauhan
dengan daun yang terletak di ujung cabang. Ini menyebabkan
tanaman sukun jarang terkena penyakit sebab kelembaban tanaman
menjadi terjaga (R. Sudiro, Didiet. 2005).
c) Daun (Folium)
Daun sukun tergolong besar, lebar, kaku, dan tebal seperti
belulang. Ukurannya 30-60 cm x 20-40 cm. warna daun di sebelah
atas hijau tua mengilap, di sebelah bawah berwarna hijau pucat
dan kasar. Daun ini berbulu halus. Saat masih tunas ukurannya
sekitar 10-20 cm dan tertutup oleh selaput contong (seludang)
yang besar. Pangkal daun utuh dan kukuh, panjangnya sekitar 3-5
cm. Tulang daun begitu menonjol. Ada sedikit buku-buku di
bagian bawah dan atas tulang daun. Tepi daun bercangap (melekuk
sekitar ¾ daun). Dalam 1 daun terdapat 7-9 cangap dengan ujung
yang meruncing. Daun-daun ini tersusun rapi secara spiral.
Umumnya hanya terdapat pada ujung cabang atau ranting.

Daun Sukun ((Artocarpus altilis (Park) Fosberg))

Daunnya lebar sekali, bercanggap menjari, dan berbulu


kasar, tunggal, berseling, lonjong, ujung runcing, pangkal
meruncing, tepi bertoreh, panjang 50-70 cm, lebar 25-50 cm,
pertulangan menyirip tebal, permukaan kasar hijau.
2) Alat Reproduksi (Organum reproductivum)
a) Bunga (Flos)
Warna bunga hijau muda. Tumbuh di ujung ranting. Jumlah
bunga pertandan 1-5 bunga. Warna mahkota bunga adalah
kuning. Bunga sukun berkelamin tunggal (bunga betina dan
bunga jantan terpisah), tetapi berumah satu. Bunganya keluar
dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting. Bunga jantan
berbentuk tongkat panjang yang disebut ontel. Bunga betina
berbentuk bulat bertangkai pendek (babal) seperti pada nangka.

Bunga Sukun ((Artocarpus altilis (Park) Fosberg

Bunga ini merupakan bunga majemuk sinkarpik seperti


pada nangka. Bunga jantan dalam bulir berbentuk gada panjang
yang menggantung, 15-25 cm, hijau muda dan menguning bila
masak, serbuk sari kuning, dan mudah diterbangkan angin.
Bunga majemuk betina berbentuk bulat atau agak silindris, 5-7
cm x 8-10 cm. Panjang tangkainya 4-8 cm. Bunga betina
terdiri atas kumpulan bunga yang banyak sekali yang
berkumpul pada dasar bunga. Di atas kelopak ada kepala putik
beruang dua yang menjulur. Bakal buah beruang dua, tangkai
putik sempit. Bunga jantan tersusun atas bunga- bunga kecil
dengan stamen tunggal yang dilengkapi sela beruang dua yang
menjulur ke luar

b) Buah (Fructus)

Buah sukun berbentuk bulat sampai lonjong. Dengan


panjang buah 10-29 cm dan diameter 9,0-16,5 cm. Kulit buah
berwarna hijau muda, hijau kekuningan atau kuning ketika
buah masak dan daging buah berwarna krem (kuning pastel).
Sukun tidak menghasilkan biji. Tenda bunganya di bagian atas
menyatu, membesar menjadi “daging buah” sukun.

Buah Sukun ((Artocarpus altilis (Park)


Fosberg))
Buah sukun merupakan buah majemuk yang terdiri atas
1500 2000 bunga yang terdapat mulai dari pangkal sampai
bagian tengah buah. Volume buah terbentuk dari gabungan
bunga-bunga majemuk
c) Biji (Semen)
a. Biji yang timbul berbentuk bulat atau agak gepeng sampai
agak persegi. Berwarna kecoklatan dan berukuran sekitar
2,5 cm. Biji ini diselubungi oleh tenda bunga.

Biji Sukun ((Artocarpus altilis (Park) Fosberg))


Menurut Siregar, K (2011), penyebab buah tidak
berbiji adalah pembuahan yang mengalami kegagalan.
Meski penyerbukan bunga sukun dibantu oleh serangga
yang sering berkunjung, peranan serangga kurang.
2.1.4 Jenis-Jenis Sukun
Ada tiga jenis sukun yang beredar di Indonesia, yakni sukun kecil
atau sukun kuning, sukun medium, dan sukun gundul, yang merupakan
jenis buah sukun paling besar dengan berat rata-rata 2,5-4 kg. Menurut
Lies (2006), di Indonesia ada tiga jenis sukun yang dibedakan
berdasarkan sifat morfologi utamanya, menyangkut ukuran buah,
bentuk dan kedudukan daun.
1. Varietas I
Sukun varietas ini memiliki ciri-ciri morfologi:
a) Buah berukuran kecil.
b) Daun menyirip, tepi daun bergerigi dengan lekuk dangkal.
c) Kedudukan daun agak menuncup ke atas.

2. Varietas II
Sukun varietas ini memiliki ciri-ciri morfologi:
a) Buah berukuran medium (sedang).
b) Daun menyirip, tepi daun bergerigi dengan lekuk dangkal.
c) Kedudukan daun agak menguncup ke atas.
d) Varietas ini jarang ditemukan.
3. Varietas III
Varietas ini memiliki ciri-ciri morfologi:
a) Buah berukuran besar.
b) Daun menyirip, tepi daun bergerigi dengan lekuk dalam.
c) Kedudukan daun mendatar.
2.1.5 Kandungan dan Manfaat Daun sukun ((Artocarpus altilis (Park)
Fosberg))
Daun sukun memiliki kandungan kimia antara lain saponin,
polifenol, tanin, asam hidrosianat, asetilkolin, flavonoid, dan
riboflavin. Daun sukun yang kuning mengandung fenol, kuersetin, dan
kamferol. Berdasarkan kandungan kimia yang terkandung dalam daun
sukun yaitu polifenol yang telah terbukti dapat digunakan sebagai
antimikroba. Senyawa flavonoid mempunyai efek toksik pada serangga
melalui beberapa mekanisme seperti sebagai anti proliferatif yaitu
dengan cara menghambat transduksi signal ke nukleus sel serangga,
senyawa insektisida saponin dapat menghambat pertumbuhan sel,
serta dapat menyebabkan kematian pada lalat buah, lalat rumah
(Musca domestica) , dan nyamuk. Adapun bahan aktif pada daun
sukun yaitu Eugenol sebagai fungsida, Tymol sebagai repellent
(penghalau serangga) termasuk nyamuk, dan metil eugenol, sebagai
atraktan (pemikat) hama lalat buah
Daun sukun ((Artocarpus altilis (Park) Fosberg)) belum banyak
dimanfaatkan, akan tetapi daun sukun dapat dijadikan insektisida alami
dengan cara mengambil filtrat daunnya, karena daun tanaman sukun
((Artocarpus altilis (Park) Fosberg)) mengandung beberapa zat
berkhasiat seperti saponin, polifenol, asam hidrosianat, asetilcolin,
tanin, riboflavin, dan phenol. Daun tanaman ini juga mengandung
quercetin, champorol dan artoindonesianin yang termasuk kelompok
senyawa dari flavonoid yang mempunyai efek toksik pada serangga
seperti kutu, lalat rumah, lalat buah, dan ulat.40 Beberapa senyawa
yang terkandung dalam tumbuhan sukun dan berfungsi sebagai
insektisida yaitu golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, steroid
dan minyak atsiri. Tanaman sukun ((Artocarpus altilis (Park)
Fosberg)) merupakan salah satu tanaman yang memiliki kandungan
senyawa insektisida seperti senyawa saponin, tanin, dan flavonoid
yang mempunyai dampak terhadap serangga. Maka daun tanaman
sukun adalah tanaman yang berpotensi digunakan sebagai insektisida
nabati
2.2 Eritrosit
Fungsi utama sel darah merah adalah untuk mentranspor hemoglobin,
yang selanjutnya membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Selain itu
berfungsi dalam mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dengan air. Sel
darahmerah normal merupakan cakram binokraf mempunyai garis tengah rata-
rata 8 µm, tepi luar tebalnya 2 µm dam bagian tengahnya 1 µm
(Guyton,1996).

Bentuk sel darah merah (shier dkk, 2004 )

Bentuk has ini ikut berperan melalui dua cara, terhadap efisiensi eritrosit
terhadap pengangkutan O2 dalam darah. Pertama, bentuk bikonkaf
menghasilkan luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O2 dalam
menembus membran daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume
yang sama. Kedua, tipisnya sel kelenturan (flexibilitas) membrannya sehingga
memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling dalam sel
dengan eksteriornya (Sherwood, 2001).
Guyton (1997) juga menambahkan, bahwa bentuk sel darah merah dapat
berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler. Selanjutnya, karena sel
normal mempunyai membran yang sangat kuat untuk menampung banyak
bahan material di dalamnya, maka perubahan bentuk tadi tidak akan
merenggangkan membran secara hebat. Sebagai akibatnya, tidak akan
memecahkan sel.
Volume rata-rata sel darah merah ini antara 90 – 95 µm3, pada laki-laki
normal, jumlah rata-rata sel darah merah per mm3 antara 4.600.000 – 6.
200.000, sedangkan pada wanita normal antara 4.200.000 – 5.400.000
(Andrianto, 1996). Guyton dan Hole (1998) menambahkan, bahwa untuk
anak-anak normal antara 4.500.000 – 5.100.000 sel per mm3.
2.2.1 Komponen Kimia Eritrosit
Eritrosit dikelilingi oleh suatu plasmalemma. Plasmalemma
merupakan membran sel yang terdiri dari kira-kira 40 % lipid
(fosfolipid, kolestrol, glikolipid dan sebagainya), 50% protein dan 10%
karbohidrat. Bagian dalam, eritrosit mengandung larutan 33%
hemoglobin (Junquera, 1997).
Guyton (1997) menambahkan, bahwa sel darah merah
mengandung banyak sekali karbonik anhidrase, yang mengkatalisis
reaksi antara karbon dioksida dan air, sehingga meningkatkan
kecepatan reaksi bolak-balik ini beberapa ribu kali . Cepatnya reaksi
ini membuat air dalam darah dapat bereaksi dengan banyak sekali
karbondioksida dalam bentuk (HCO3-).
Eritrosit tidak memiliki nukleus, organel atau ribosom. Di dalam
eritrosit matang, terdapat enzim yang tidak dapat diperbaharui, yaitu
enzim glikolitik dan anhidrase. Enzim glikolitik berperan penting
dalam menghasilkan energi, karena eritrosit tidak memiliki
mitokondria. Enzim karbonat anhidrase, berperan dalam pengangkutan
CO2 (Sherwood, 2001).
2.2.2 Pembentukan Eritrosit
Sel yang pertama dapat dikenali sebagai bagian dari rangkaian sel
darah merah adalah proeritroblas. Sekali proeritroblas ini terbentuk,
makaakan membelah beberapa kali, sampai akhirnya banyak terbentuk
sel darah merah yang matur. Sel darah merah ini, sebagian besar
diproduksi pada sumsum tulang dengan sel stem hemopoietik
pluripoten sebagai asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi
(ham,1999)
Sel-sel generasi pertama dari proeritroblas ini, disebut basofil
eritroblas. Saat ini, sel mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin, yang
mana kemudian dilanjutkan oleh late erythroblast (eritroblas akhir).
Generasi berikutnya (normoblast), sel sudah dipenuhi oleh hemoglobin
dengan konsentrasi sekitar 34 %, maka nukleus memadat menjadi kecil
dan sisa akhirnya terdorong dari sel. Pada saat yang sama, retikulum
endoplasma direbsorbsi (Marieb, 2005). Pada tahapan ini disebut
retikulosit, sel masih mengandung sedikit bahan basofilik, yaitu terdiri
dari sisa aparatus golgi, mitokondria dan sedikit organel sitoplasmik
lainnya. Selama tahap retikulosit, sel-sel berjalan dari sum-sum tulang
masuk ke dalam kapiler darah dengan cara diapedesis (terperas melalui
pori-pori membran kapiler). Bahan basofilik yang tersisa dalam
retikulosit normalnya akan menghilang dalam waktu 1 sampai 2 hari,
sel kemudian menjadi eritrosit matur (Guyton, 1997).

Pembentukan sel darah merah (Eritropoiesis) (Junquera, 1997)

2.3 Tinjauan Tentang Hemoglobin (Hb)


2.3.1 Definisi Hemoglobin
Hemoglobin merupakan suatu protein dengan berat molekul
64.450 serta pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah.
Hemoglobin merupakan protein pembawa oksigen berbentuk
globular. Setiap molekul hemoglobin mengandung 5 % heme yang
mengandung zat besi dan 95% globulin, sebuah polipeptida. Pigmen
ini merupakan kromogen yang mempunyai empat kelompok metal
pirol (Ganong, 1983).
Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan
apabila berikatan dengan O2 dan kebiruan apabila mengalami
deoksigenasi. Dengan demikian, darah arteri yang teroksigenasi
sempurna tampak merah dan darah vena yang telah kehilangan
sebagian O2 di jaringan memperlihatkan rona kebiruan (Sherwood,
2001).
2.3.2 Fungsi Hemoglobin
Tugas utama dari hemoglobin adalah sebagai pengangkut
oksigen (O2) dari paru-paru atau insang ke seluruh jaringan badan
(Campbell, 200). Sherwood (2001) menambahkan, selain berperan
penting dalam pengangkutan O2, hemoglobin juga ikut serta dalam
pengangkutan CO2 dan menentukan kapasitas penyangga dari darah.
Darah orang normal mengandung hemoglobin hampir 15 gram dalam
tiap-tiap 100 ml darah dan tiap g hemoglobin dapat berikatan dengan
oksigen, maksimal kira- kira 1,34 ml (Fikri dan Ganda, 2005). Guyton
dan Hall (1997) menambahkan, sel-sel darah merah mampu
mengkonsentrasikan hemoglobin dalam cairan sel sampai sekitar
34g/dl sel. Pada orang normal, persentase hemoglobin hampir selalu
mendekati maksimum dalam setiap sel. Namun, bila pembentukan
hemoglobin dalam sel berkurang, maka persentase hemoglobin dalam
sel dapat turun sampai di bawah nilai ini dan volume sel darah merah
juga menurun. Hal ini disebabkan hemoglobin untuk mengisi sel
berkurang
Guyton dan Hall (1997) menambahkan pula, bahwa bila
hematokrit atau persentase sel dalam darah, normalnya yaitu sekitar
40-45% dan jumlah hemoglobin dalam masing-masing sel nilainya
normal, maka total darah seorang pria rata-rata mengandung
hemoglobin 16 g/dl, sedangkan wanita rata-rata 14g/dl. Setiap g
hemoglobin murni mampu berikatan dengan oksigen kira-kira 1,39
ml. Oleh karena itu, pada orang pria normal, setiap dl (desi liter)
darah lebih dari 21 ml oksigen dapat dibawa dalam bentuk gabungan
dengan hemoglobin, sedangkan pada wanita normal, oksigen yang
dapat diangkut sebesar 19 ml.

2.3.3 Struktur Hemoglobin

Molekul hemoglobin terdiri dari dua bagian, yaitu bagian globin dan
hem. Bagian globin merupakan suatu protein yang terbentuk dari 4
rantai polipeptida yang berlipat-lipat. Hem merupakan gugus
netrogenosa non protein yang mengandung besi dan masing-masing
terikat pada satu polipeptida (Sherwood,2001).

Struktur molekul hemoglobin (Marieb dan Hoehn, 2007)


Ada dua pasang polipeptida di dalam setiap molekul
hemoglobin, dua dari sub unit tersebut mengandung satu jenis
polipeptida dan dua lainnya mengandung polipeptida lain. Pada
hemoglobin manusia, dewasa normal (hemoglobin A), dua
residu asam amino dan rantai þ masing-masing mengandung 146
residu asam amino. Hemoglobin ini diberi kode a2þ2 (Ganong,
1987).
Hemoglobin mengandung empat rantai polipeptida dan empat
gugus prostetik heme, yang mempunyai atom besi dalam bentuk
3+
ferro (Fe ). Bagian protein yang disebut globulin terdiri dari dua
rantai a (masing-masing 141 residu asam amino) dan dua rantai þ
(masing-masing 141 residu asam amino) (Marieb, 2005).
Secara struktur, terdapat juga beberapa variasi kecil pada
rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan
asam amino di bagian polipeptida yaitu rantai alfa, beta, gama dan
delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasa
adalah A, gabungan antara dua rantai alfa dan dua rantai beta
(Guyton dan Hall, 1997).
2.3.4 Reaksi-Reaksi Hemoglobin
Menurut Sherwood (2002), selain berikatan dengan O2,
hemoglobin juga berikatan dengan zat-zat berikut:
1) Karbon dioksida, hemoglobin ikut berperan mengangkut gas
ini dari jaringan kembali ke paru.
2) Bagian ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat yang
terionisasi, dibentuk dari CO2 pada tingkat jaringan.
Hemoglobin menyangga asam ini, she ingga pH tidak terlalu
berpengaruh.
3) Karbon monoksida (CO). Gas ini dalam keadaan normal
tidak terdapat dalam darah, tetapi jika terhirup, menempati
tempat pengikatan O2 di hemoglobin, sehingga terjadi
keracunan monoksida.
2.3.5 Sintesis Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas, kemudian
dilanjutkan pada stadium retikulosit. Secara kimiawi, pembentukan
hemoglobin, terdiri dari 5 tahapan. Pertama, suksinil-KoA yang
dibentuk dalam siklus krebs, berikatan dengan glisin untuk
membentuk molekul pirol. Selanjutnya, 4 molekul pirol bergabung
untuk membentuk protorfirin IX yang kemudian bergabung dengan
besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiapmolekul
heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang (globulin) yang
disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin
yang disebut rantai hemoglobin. Tiap-tiap rantai tersebut
mempunyai berat molekul kira-kira 16.000; empat dari molekul ini
selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara longgar untuk
membentuk molekul hemoglobin yang lengkap (Guyton dan Hall,
1997).

Sintesis hemoglobin secara kimiawi (Guyton, 1997)


Karena setiap rantai mempunyai sekelompok prostetik
heme, maka terdapat 4 atom besi dalam setiap molekul
hemoglobin. Masing-masing dapat berikatan dengan 1 molekul
oksigen, total membentuk 4 molekul oksigen atau 8 atom oksigen
yang dapat diangkut oleh setiap molekul hemoglobin, hemoglobin
A mempunyai berat molekul 64.458 (Guyton dan Hall, 1997).
2.3.6 Katabolisme Hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan sewaktu sel darah merah pecah,
akan segera difagositosit oleh sel-sel magrofag di dalam tubuh,
terutama di dalam hati (sel-sel didapat dari hemoglobin kembali ke
dalam darah untuk diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang.
Selain itu juga, menuju ke hati dan jaringan-jaringan lainnya untuk
disimpan dalam bentuk ferritin. Bagian porfirin, dari molekul
hemoglobin akan diubah oleh sel-sel makrofag melalui serangkaian
tahap-tahap, menjadi pigmen bilirubin yang akan dilepaskan ke
dalam darah dan akhirnya akan disekresikan oleh hati masuk ke
dalam empedu (Guyton dan Hall, 1997).kupffer), limpha dan sum-
sum tulang. Selanjutnya, selama beberapa jam atau beberapa hari
sesudahnya, makrofak akan melepaskan besi yang
2.4 Ginjal
2.4.1 Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk seperti kacang yang
terletak saling bersebelahan dengan vertebra di bagian posterior
inferior tubuh manusia yang normal. Setiap ginjal mempunyai berat
hampir 115 gram dan mengandungi unit penapisnya yang dikenali
sebagai nefron. Nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
Glomerulus berfungsi sebagai alat penyaring manakala tubulus
adalah struktur yang mirip dengan tuba yang berikatan dengan
glomerulus. Ginjal berhubungan dengan kandung kemih melalui tuba
yang dikenali sebagai ureter. Urin disimpan di dalam kandung kemih
sebelum ia dikeluarkan ketika berkemih. Uretra menghubungkan
kandung kemih dengan persekitaran luar tubuh (Pranay,2010).

Anatomi Ginjal (adamimage.com)


2.4.2 Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang


sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya
adalah “menyaring/ membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal
adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring
menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke
Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga
akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2
liter/hari. Selain itu, fungsi primer ginjal adalah mempertahankan
volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal.
Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus (Guyton dan Hall,
2007).
2.4.3 Fungsi Ginjal
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol
dengan mengubah ekskresi air. Mempertahankan pH plasma
sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3ˉ. Mempertahankan kadar masing-
masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme
protein terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan
darah. Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang
penting dalam stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum
tulang. Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin. Menghasilkan prostaglandin.
2.5 Tikus Putih (Rattus Nurvegicus).
Spesies yang sering dipakai sebagai hewan model pada penelitian
mengenai mamalia Tikus Putih (Rattus Nurvegicus). Tikus putih digunakan
untuk mempelajari dan memahami keadaan patologis yang kompleks misalnya
pada penyakit diabetes militus dan hipertensi. Tikus putih memiliki beberapa
keunggulan yaitu pemeliharaan dan penanganan mudah, serta kemampuan
reproduksi tinggi (Kadek dkk., 2017).
Kingdom : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattusnorvegicus
Tikus putih mempunyai 3 galur yaitu Sprague Dawley, Wistar, Long
Evans. Galur sprague dawley memiliki tubuh yang ramping kepala kecil,
telinga tebal dan pendek dengan rambut halus, serta ukuran ekor lebih panjang
daripada badannya. Galur wistar memiliki kepala yang besar dan ekor yang
pendek sedangkan galur long evans memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil
serta bulu pada kepala dan bagian tubuh depan berwarna hitam (Malole dan
Pramono, 1989).Adapun data fisiologis tikus putih disajikan pada table
berikut:
Tabel 2.1 data fisiologi tikus putih (Kadek dkk., 2017)
Nilai Fisiologis Kadar
Berat Tikus Dewasa Jantan 450-520 gram
Betina 250-300 gram
Kebutuhan Makan 5-10 gram/100 gram BB
Kebutuhan Minuman 10 Ml/100 gram BB
Jangka Hidup 3 - 4 tahun
Temperatur Rektal 360 C - 400 C
Detak jantung 250 – 450 sehari/mencit
Tekanan Darah
Sistol 84 – 134 mmHG
Diastol 60 mmHG
Laju Pernafasan 70 – 115 kali/menit
Serum Protein (gram/dl) 5.6 – 7.6
Albumin (gram/dl) 3.8 – 4.8
Globulin (gram/dl) 1.8 – 3
Glukosa (Md/dl) 50 – 135
Nitrogen Urea Darah (mg/dl) 15.21
Keratin (mg/dl) 0.2 – 0.8
Total Bilirubin (mg/dl) 1.2 – 0.55
Kolesterol (mg/dl) 40 – 130

1.5.1 Tikus Putih Galur Sprague-Dawley


Galur tikus Sprague-Dawley (SD) dan Long-Evans
dikembangkan dari tikus galur Wistar. Galur ini berasal dari
peternakan Sprague-Dawley, Madison, Wiscoustin. Ciri-ciri galur SD
yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit, telinga yang tebal
dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah
dan ciri yang paling terlihat adalah ekornya yang lebih panjang dari
tubuhnya. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan
penanganannya. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun
dengan berat badan umum tikus jantan berkisar antara 267-500 gram
dan betina 225-325 gram tempramen yang baik dan kemampuan
laktasi yang tinggi (Kadek,2017 ).
2.6 Simplisia
atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan
untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain
suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60 0C (Ditjen POM,2008)
adalah istilah yang di pakai untuk menyebut baha-bahan obat alam yang
berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk.
Pengertian simplisia menurut departemen kesehatan RI adalah bahan alami
yang di gunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun,
dan kecuali di nyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah di keringkan.
Simplisia di bagi menjadi 3 golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani,
dan simplisia pelican(mineral).
penelitian ini menguunakan simplisa nabati. Simplisia nabati adalah
simplisa yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman,atau
gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman tertentu atau dengan sengaja di keluarkan dari
selnya (Depkes RI,2000).
2.7 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang di peroleh dengan mengekstrasi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut di uapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa di perlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
telah di tetapkan (Depkes RI, 2000).
Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental, dan ekstrak
kering. Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung
etanol sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing
monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 gr simplisia yang
memenuhi syarat. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa di tuang
biasanya kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air
antara 5-10 %, ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5%
(Saifudin dkk, 2011).
2.7.1 ekstraksi
Ekstraksi (dalam hal yang di gunakan farmaseutikal adalah
pemisahan bahan aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan ataupun
hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur standar
yang telah di tetapkan ( Tiwari dkk,2011).

Hal-hal yang mempengaruhi kualitas ekstrak adalah bagian


tanaman yang di gunakan, pelarut yang di gunakan, pelarut yang
digunakan dan prosedur ekstraksi. Variasi metode ekstraksi biasanya
bergantung pada lamanya periode ekstraksi, pelarut yang digunakan,
pH pelarut yang digunakan, ukuran partikel dari jaringan tanaman dan
perbandingan pelarut dan sample(Tiwari dkk, 2011).

Pada penelitian Formulasi Dan Uji Stabilitas Suspensi Ekstrak


Daun Sukun Terhadap Kadar Hemoglobin Dan Jumlah Eritrosit Darah
Pada Tikus Gagal Ginjal ini digunakan ekstraksi dengan cara dingin
yaitu metode maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan
simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Secara teknologi
termasuk ekstraksi prinsip metode dengan pencapaian dilakukan
pengadukan kontinyu(terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah di lakukan penyaringan
maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
Dalam proses maserasi (untuk ekstrak cairan), serbuk halus
atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut yang
disimpan dalam wadah tertutup yang kemudian dilakukan pengadukan
pada periode waktu tertentu, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode
ini paling cocok diginakan untuk senyawa yang termolabil(Tiwari dkk,
2011).
a. simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang
secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamanya.
b. simplisa hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan arau zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni.
c. simplisa pelican atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan
pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan
sederhana dan berupa zat kimia murni.
2.8 Ekstrak Dan Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang di peroleh dengan mengekstrasi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut di uapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa di perlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
telah di tetapkan (Depkes RI, 2000).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang d apat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut carir.
Metode ekstraksi dibagi menjadi 3 cara yaitu: ekstraksi dengsn menggunskan
pelarut, destilasi uap dan cara ekstrak lainya meliputi ekstraksi
berkesinambungan, superkritikal karbondioksida, ekstraksi ultrasonic serta
ekstraksi energy listrik (Depkses ri, 2011).
2.8.1 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur kamar. Secara teknologi termasuk
ekstraksi prinsip metode dengan pencapaian dilakukan pengadukan
kontinyu(terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah di lakukan penyaringan
maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).
2. Perkolasi adalah ektraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature
ruangan.proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak). Terus menerus sampai di
peroleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes
RI, 2000).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian trueeksperimental dengan metode pre
and post test control group design terhadap 30 ekor tikus putih jantan galur
sprague dawley yang dibagi dalam 6 kelompok.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Fitokimia, Farmakologi, dan
Steril Universitas Muhammadiyah Mataram serta diBalai Laboratorium
Kesehatan Pengujian dan Kalibrasi Kota Mataram Nusa Tenggara Barat.
Penelitian ini dilaksanakan pada periode juni sampai juli 2019.
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah daun sukun yang diekstraksi
dengan dosis 15mg/hari; 40mg/hari; dan 65mg/hari yang diberikan
secara oral.
3.3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah efek anti gagal ginjal
pemberian ekstrak daun sukun terhadap kadar hemoglobin dan jumlah
eritrosit pada tikus putih jantan galur sprague dawley.
3.3.3 Variabel Terkendali
Variabel terkendali pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur
sprague dawley umur 2-3 bulan dengan berat badan 200-300 gram
sebanyak 30 ekor serta makanan dan minuman yang diberikan kepada
tikus.
3.4 Definisi Operasional
1. Daun sukun
Daun sukun merupakan salah satu tanaman yang dipercaya masyarakat
dapat mengobati hepatitis, sakit gigi, menurunkan kadar kolesterol darah
dan dapat mengatasi penyakit ginjal. Daun sukun dalam penelitian ini
diperoleh dari pasar pagesangan Kota Mataram Provinsi NTB.
2. Ekstrak daun sukun
Ekstrak daun sukun diperoleh dari hasil ekstraksi daun sukun
menggunakan aquades yang diberikan pada tikus.
3. Hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul protein dalam sel darah merah yang bertugas
membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan mengembalikan
karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru untuk di keluarkan
melalui pernapasan
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu tikus putih jantan galur sprague
dawleyumur 2-3 bulan dengan berat badan 200-300 gram sebanyak 30
ekor yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan.
3.5.2 Sampel
Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
sukun yang diperoleh dari Pasar Pagesangan Kota Mataram Provinsi
NTB yang dibuat dalam bentuk ekstrak diberikan dalam 3 variasi dosis
yaitu 15mg/hari;40 mg/hari; dan 65 mg/hari.
3.6 Instrumen Penelitian
3.6.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penumbuk, mortir,
ayakan, autoklaf, alat pengering (oven), pipet ukur, mikropipet, pro-
pipet, hotplate, ose, erlenmeyer, pengaduk, gelas ukur, tabung reaksi,
vortex, timbangan analitik, kertas whatman, waterbath, cawan porselin,
buret, gelas beker, pipet tetes.
3.6.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Hewan coba
berupa tikus putih (Rattus norvegicus) sejumlah 25 ekor, bahan
makanan tikus berupa pellet, reagen Hemolysin (terbuat dari larutan
Kalium ferrocyanida [K3Fe(CN)] 0,6% mmol/l dan larutan Cyanida
(KCN) 1,0 mmol/l) (Supariasa, 2002), Bahan-bahan yang digunakan
untuk membuat ekstrak daun sukun yaitu daun sukun, aquades dan
alkohol.
3.7 Prosedur Penelitian
3.7.1 pembuatan suspesnsi daun sukun

Anda mungkin juga menyukai