Anda di halaman 1dari 50

TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN

KAWASAN INDUSTRI 2017

LATAR BELAKANG
Pemerintah memahami dan berkepentingan agar pembangunan nasional di bidang ekonomi
dilaksanakan dalam rangka menciptakan struktur ekonomi yang kukuh melalui pembangunan
industri yang maju sebagai motor penggerak ekonomi yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan
sumber daya yang tangguh. Pembangunan industri yang maju diwujudkan melalui penguatan struktur
industri yang mandiri, sehat, dan berdaya saing, dengan mendayagunakan sumber daya secara
optimal dan efisien, serta mendorong perkembangan industri ke seluruh wilayah Indonesia dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang berlandaskan pada
kerakyatan, keadilan, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan mengutamakan kepentingan
nasional.
Pengembangan kawasan industri adalah realisasi dari maksud membangun struktur industri yang
kokoh serta mendorong perkembangan ke seluruh wilayah Indonesia. Kawasan Industri (KI) adalah
kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri. Oleh karenanya
kemudahan pembangunan kawasan industri dapat mengurangi dampak lingkungan yang merugikan
dan mempercepat pemenuhan kebutuhan barang melalui penggunaan barang dalam negeri. Dampak
atau Outcome percepatan pembangunan kawasan industri adalah tersedianya lapangan pekerjaan
yang diperlukan sehubungan dengan pertambahan penduduk menuju kondisi bonus demografi –
dimana usia produktif akan mendominasi penduduk Indonesia.
Dengan demikian, dari sisi pemerintah, peran pembangunan KI sejalan dengan maksud peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru. Untuk
itu pemerintah berkepentingan melakukan percepatan serta peningkatan intensitas pembangunan
perindustrian melalui pembukaan KI yang lebih luas dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia.
Tantangan dari sisi kependudukan, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, yaitu jumlah usia
angkatan kerja (15 – 64 tahun) mencapai sekitar 70%, sedang 30% penduduk yang tidak produktif
(usia 14 tahun ke bawah dan usia di atas 64 tahun) yang akan terjadi pada tahun 2020-2030. Dengan
demikian pada perioda tersebut, Indonesia akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif,
yang berarti bahwa sekitar 10 orang usia produktif akan menanggung 3-4 usia tidak produktif.
Data statistik kependudukan menjelaskan bahwa tenaga kerja yang terserap di sektor industri adalah
seperti pada tabel di bawah ini:

BUKU III 1
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Periode 2014-2017 Rata-rata


No. Sektor
Feb-14 Feb-15 Feb-16 Feb-17 (%)
Pertanian,
1 Perkebunan,Kehutanan, 40.833.052 40.122.816 38.291.111 39.678.453 32,94
Perburuan dan Perikanan
Pertambangan dan
2 1.623.109 1.420.917 1.311.834 1.370.669 1,19
penggalian
3 Industri 15.390.188 16.382.756 15.975.086 16.573.121 13,33

4 Listrik, Gas dan Air Minum 308.588 311.834 403.824 414.849 0,30

5 Konstruksi 7.211.967 7.714.384 7.707.297 7.162.968 6,18


Perdagangan, rumah
6 makan dan jasa 25.809.269 26.647.168 26.689.630 29.104.970 22,43
akomodasi
Transportasi,
7 5.324.105 5.192.181 5.608.749 5.692.432 4,52
Pergudangan, Komunikasi
Lembaga Keuangan, Real
8. Estate, Usaha Persewaan 3.193.357 3.643.881 3.531.525 3.592.657 2,89
dan Jasa Perusahaan
Jasa Kemasyarakatan,
9. 18.476.287 19.410.884 19.459.412 20.948.730 16,23
social dan Perorangan
. TOTAL 118.169.922 120.846.821 118.978.468 124.538.849 100

Sumber: BPS

Peran penyerapan tenaga kerja pada sektor industri sebesar 13,33% pada kecenderungan
perkembangan penduduk perkotaan semakin intensif menjelaskan bahwa tuntutan peningkatan
lapangan pekerjaan di sektor ini sudah semakin besar.
Kebijakan pemerintah sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2014-2019 sudah tepat mengembangkan
kawasan industri di luar Pulau Jawa. Namun tantangan utama Pemerintah adalah membangun,
sebanyak mungkin dalam waktu sesingkat mungkin, kawasan industri yang diisi dengan fabrikan atau
jenis industri yang memperkokoh rantai produksi nasional dan berdaya saing internasional. Untuk itu
pemerintah perlu membuka diri penyertaan investasi suasta melalui investasi kawasan industri
melalui skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Dalam pengembangan KPBU untuk bidang usaha infrastruktur kawasan industri, maka pihak Swasta
perlu bekerja sama dengan Pemerintah yang diatur melalui PJPK (Penanggung Jawab Proyek
Kerjasama). PJPK untuk kawasan industri, sesuai lingkup tugas dan kewenangannya, dapat terdiri
dari Menteri Perindustrian, Gubernur, Walikota dan atau Bupati, maupun pihak yang mendapat
amanat penugasan sebagai PJPK sesuai ketentuan perundangundangan yang berlaku. Pihak swasta
yang berminat bisa merespons penawaran KPBU Kawasan Industri dari PJPK atau mengusulkan
kawasan industri yang sudah menjadi program Pemerintah untuk dilaksanakan melalui skema
KPBU.
Dalam maksud mengembangkan dan atau perluasan kawasan industri melalui KPBU, sebaiknya
pihak yang ingin mengembangkan KPBU Kawasan Industri tersebut melakukan tahapan kegiatan
secara tertib untuk memastikan bahwa kegiatan yang diusulkan memang cocok dan bermanfaat bila
dikembangkan secara KPBU. Pada toolkit ini, dipandu penyusunan pada tahap pra-studi kelayakan
yang sudah didukung dengan studi pendahuluan yang menginformasikan telaahan kebutuhan,
telaahan kepatuhan, telaahan value for money, telaahan pendapatan diakhiri dengan rekomendasi dan
kebijakan. Untuk itu diperlukan kejelasan sekurang-kurangnya tentang deliniasi kawasan industri
dilengkapi dengan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholders). Termasuk dalam tahap ini, perlu
memetakan pemangku kepentingan, serta identifikasi dan penetapan PJPK dan/atau, dalam keadaan

BUKU III 2
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

terdapat beberapa pihak yang berhak bertindak sebagai PJPK, maka perlu disiapkan penyepakatan
Koordinator PJPK.
Untuk itu di susun tool-kit KPBU Kawasan Industri ini sebagai upaya mempermudah pemahaman
serta pelaksanaan pembentukan KPBU Kawasan Industri, sebagai salah satu bimbingan penyiapan
KPBU juga dapat diperoleh dari Bappenas.

TUJUAN TOOLKIT KPBU


Sebagai amanat dari Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah menerbitkan Peraturan Menteri
PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan Menteri ini merupakan panduan
umum (guideline) bagi pelaksanaan KPBU. Dalam peraturan menteri ini telah disediakan tata cara
proses perencanaan, penyiapan dan transaksi proyek kerjasama. Panduan Umum tersebut bertujuan
untuk:
1. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan pemangku
kepentingan mengenai tata cara pelaksanaan KPBU dalam rangka mendorong partisipasi
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; dan
2. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah untuk mengatur tata
cara pelaksanaan KPBU sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Sebagai pendukung panduan umum tersebut, diperlukan perangkat-perangkat (tools) untuk
memudahkan PJPK dalam mengimplementasikan pengaturan panduan umum tersebut menjadi
dokumen pra studi kelayakan. Perangkat tersebut dapat berupa toolkit atau petunjuk pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.
Toolkit (petunjuk pelaksanaan) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Berbasis Website
diharapkan dapat:
1) Mempermudah para pemangku kepentingan dalam memahami Peraturan Menteri PPN No.
4 Tahun 2015 dalam bentuk yang lebih ramah bagi para pengguna (user friendly)
2) Mempermudah akses dalam memperoleh informasi karena toolkit dibuat berbasiskan website
3) Toolkit yang dibuat per sektor diharapkan dapat memperjelas pengguna dalam menentukan
tingkat kedalaman kajian yang diperlukan dalam penyusunan dokumen Pra-Studi Kelayakan
(Pre-Feasibility Study/Pre-FS).

PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat dari Toolkit KPBU Infrastruktur Lembaga Pemasyarakatan ini diantaranya
adalah:
1. Kementerian/lembaga/pemerintah daerah
• Bappenas
• Kementerian Perindustrian
• Kementerian Pekerjaan Umum

BUKU III 3
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

• Badan Koordinasi Penanaman Modal


• Kementerian Keuangan
• Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota)
• Instansi yang akan menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
• Dan lain-lain
2. Badan Usaha
• Badan Usaha yang ingin menjadi pemrakarsa
• Badan usaha yang ingin mengikuti proses pengadaan Badan Usaha Pelaksana
• Perbankan dan institusi pembiayaan lainnya
3. Pemangku kepentingan lainnya
• Lembaga donor
• Konsultan penyiapan KPBU
• Dan lain-lain

MANFAAT KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA


Skema KPBU menjadi salah satu prioritas skema pembiayaan infrastruktur dengan berbagai
pertimbangan sebagai berikut:
• Adanya keterbatasan anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur
• Skema KPBU menjadi alternatif sumber pendanaan dan pembiayaan dalam penyediaan
infrastruktur atau layanan publik
• Skema KPBU memungkinkan pelibatan swasta atau badan usaha dalam penentuan proyek yang
layak untuk dikembangkan
• Skema KPBU memungkinkan bagi Pemerintah untuk memilih dan memberi tanggung jawab
kepada pihak swasta yang benar-benar memiliki kapasitas untuk melakukan pengelolaan yang
efisien terhadap fasilitas atau infrastruktur yang dibangun.
• Melalui skema KPBU, Pemerintah dapat memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak
swasta untuk melakukan pemeliharaan secara optimal terhadap infrastruktur yang
dikerjasamakan, sehingga layanan publik dapat digunakan secara berkelanjutan.

INFRASTRUKTUR KPBU
Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, infrastruktur yang dapat dikerjasamakan merupakan
infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi yang mencakup 19 infrastruktur sektor, yaitu:
1) Infrastruktur transportasi 11) Infrastruktur konservasi energi
2) Infrastruktur jalan 12) Infrastruktur fasilitas perkotaan
3) Infrastruktur sumber daya air dan irigasi 13) Infrastruktur kawasan
4) Infrastruktur air minum 14) Infrastruktur pariwisata

BUKU III 4
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

5) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah 15) Infrastruktur fasilitas pendidikan


terpusat
16) Infrastruktur fasilitas sarana olahraga
6) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah
17) Infrastruktur kesehatan
setempat
18) Infrastruktur pemasyarakatan
7) Infrastruktur sistem pengelolaan
persampahan 19) Infrastruktur perumahan rakyat

8) Infrastruktur telekomunikasi dan


informatika
9) Infrastruktur energi dan ketenagalistrikan
10) Infrastruktur minyak dan gas bumi

RUANG LINGKUP TOOLKIT


Ruang lingkup Toolkit KPBU Infrastruktur Kawasan Industri ini adalah:
1. Proyek KPBU yang diusulkan merupakan proyek yang diprakarsai Pemerintah (solicited)
ataupun oleh Badan Usaha (unsolicited);
2. Kawasan Industri yang dimaksud adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
Perusahaan Kawasan Industri.
3. Pengembangan Kawasan Industri dalam toolkit ini adalah suatu usaha Pemerintah/Pemda
dalam mengembangkan suatu kawasan milik Pemerintah/Pemda dalam bentuk sebuah
kawasan industri yang dilengkapi dengan segala utilitas yang diperlukan melalui suatu
kerjasama dengan pihak swasta tanpa mengalihkan kepemilikan lahan.

TEMPLATE PRA-STUDI KELAYAKAN


Dalam pembahasan selanjutnya akan diuraikan mengenai isi Prastudi Kelayakan untuk keperluan
penyiapan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha untuk pengembangan Kawasan Industri. Secara
umum, isi prastudi kelayakan meliputi:
Ringkasan Eksekutif
Bab 1 : Pendahuluan
Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan
Bab 3 : Kajian Teknis
Bab 4 : Kajian Ekonomi dan Komersial
Bab 5 : Kajian Hukum dan Kelembagaan
Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial
Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU
Bab 8 : Kajian Risiko
Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah
Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues)

BUKU III 5
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Bab 11 : Kajian Pengadaan


Lampiran-lampiran
• Info Memorandum
• Bahan Market Sounding
• Real Demand Survey
• Kajian Lingkungan (KA-ANDAL dan/atau lainnya)
• Lain-lain

BUKU III 6
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dokumen Pra-Studi Kelayakan harus diawali oleh Ringkasan Eksekutif yang merupakan ringkasan
dari Dokumen Pra-Studi Kelayakan yang akan menjadi titik perhatian (highlight) perencanaan bisnis
atau tesis dari rencana bagi pengambil keputusan dalam proses KPBU ini. Tujuan Ringkasan
Eksekutif adalah untuk memberikan gambaran perencanaan pelaksanaan KPBU kepada pembaca.
Ringkasan Eksekutif harus berisi gambaran singkat tentang latar belakang diperlukan proyek ini dan
tujuannya, serta rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Terakhir memasukkan jumlah dan tujuan
pinjaman atau investasi, jangka waktunya, kelayakan pendanaan dan pernyataan pembayaran bagi
pihak Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) maupun Badan Usaha Pelaksana (BUP) serta
manfaat bagi semua pihak.
Dalam menyusun Ringkasan Ekskutif gunakan kata kunci dengan menjawab 6 pertanyaan yaitu:
Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa dan Bagaimana. Adapun pembuatan ringkasan eksekutif
secara lengkap harus meliputi sebagai berikut :
1. Pengantar.
Awali Ringkasan Eksekutif dengan latar belakang diperlukannya proyek serta mengapa
perlunya proyek ini dilakukan dengan skema KPBU. Jelaskan apakah ini merupakan proyek
solicited atau unsolicited dan siapa yang menjadi pemrakrasanya.
2. Lokasi Proyek
Mendefinisikan rencana lokasi pelaksanaan proyek, mulai dari provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan, kelurahan/desa serta cakupan pelayanannya.
3. Peluang Pasar
Mendefinisikan dengan jelas peluang pasar dari proyek pengembangan KI dengan skema
KPBU yang direncanakan berdasarkan hasil analisa pasar yang dilakukan.
4. Skema Kerjasama yang ditawarkan
Mendefinisikan secara ringkas skema KPBU terpilih yang akan ditawarkan beserta dengan
alokasi risikonya bagi pihak PJPK dan BUP.
5. Rencana Investasi
Menjelaskan rencana investasi, terutama nilai CAPEX yang diperlukan dari pihak-pihak yang
terlibat dalam pembiayaan investasi (PJPK, BUP dan institusi lainnya bila ada) mencakup
Laba Rugi (Income Statement Projection), penghasilan yang diharapkan (Expected Revenue), biaya
(Expense) dan proyeksi laba bersih (net profit projection) selama masa kerjasama.
6. Struktur Organisasi
Menjelaskan para pemangku kepentingan yang akan telibat dalam KPBU. Penjelasan dapat
dilakukan cukup melalui skema organisasi disertai dengan keterangannya.
7. Kesiapan Proyek
Menjelaskan prosedur yang telah dilewati serta kebutuhan apa saja yang sudah maupun belum
terpenuhi, seperti misalnya ketersediaan lahan, izin lingkungan, dan sebagainya.

8. Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

BUKU III 7
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Menjelaskan diperlukan atau tidaknya serta kesiapan dari Dukungan Pemerintah dan/atau
Jaminan Pemerintah dalam proyek KPBU yang akan dilaksanakan.

BUKU III 8
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menguraikan secara umum latar belakang diperlukannya penerapan skema KPBU dalam
pengembangan Kawasan Industri (KI) dilihat dari kondisi umum pengembangan KI secara umum
dan target Pemerintah dalam pengembangan KI tersebut.
Beberapa poin penting untuk dapat dimasukkan dalam Latar Belakang ini antara lain meliputi:
1. Kondisi pengembangan KI secara nasional, beserta data-data pendukungnya. Misalkan
menguraikan tentang potensi pertumbuhan industri di daerah-daerah yang perlu didukung
dengan adanya KI.
2. Apa saja target atau kebijakan umum Pemerintah dalam pengembangan KI.
3. Upaya dan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah bersangkutan dalam pengembangan KI.
4. Kendala yang dihadapi dalam pembiayaan dalam pengembangan KI.
5. Kesimpulan akan adanya kebutuhan pembiayaan untuk pengembangan KI dengan melibatkan
pihak swasta melalui skema KPBU.

1.2. Maksud dan Tujuan


Dalam sub-bab ini diuraikan tentang maksud dan tujuan dari penyusunan Pra-Studi Kelayakan
tersebut.

1.2.1. Maksud
Mendefinisikan maksud penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU. Contoh dari maksud
tersebut antara lain sebagai berikut:
• Mengkaji kelayakan proyek KPBU dan mendorong minat swasta untuk berinvestasi
dalam pengembangan dan pengelolaan KI.
• Mengembangkan struktur pembiayaan pengembangan dan pengelolaan KI melalui skema
KPBU.
• Menyampaikan kajian kelayakan pembiayaan dan teknis pengembangan dan pengelolaan
KI melalui skema KPBU.
• Dan/atau lainnya

1.2.2. Tujuan
Mendefinisikan tujuan penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU ini. Contoh dari tujuan
tersebut antara lain:
• Memberikan pemahaman akan kelayakan teknis dan finansial dalam pengembangan dan
pengelolaan Kawasan Industri ABCD melalui skema KPBU;

BUKU III 9
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

• Menemukan faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat menghalangi kelancaran


Proyek KPBU yang diusulkan dan menilai apakah proyek investasi pengembangan dan
pengelolaan Kawasan Industri ABCD adalah layak untuk dilaksanakan;
• Memastikan peningkatan pengelolaan Kawasan Industri ABCD;
• Terciptanya peningkatan kemampuan manajerial dalam memberikan pelayanan dan
fasilitas kepada Perusahaan Industri di Kawasan Industri ABCD;
• Dan/atau lainnya

1.3. Sistematika Pembahasan


Menjelaskan sistematika pembahasan dokumen Prastudi Kelayakan beserta uraian singkat
mengenai isi atau pokok-pokok dari tiap-tiap bab dalam Pra-Studi Kelayakan, yaitu:
Ringkasan Eksekutif
Bab 1 : Pendahuluan
Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan
Bab 3 : Kajian Hukum dan Kelembagaan
Bab 4 : Kajian Teknis
Bab 5 : Kajian Ekonomi dan Komersial
Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial
Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU
Bab 8 : Kajian Risiko
Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah
Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues)
Bab 11 : Kajian Pengadaan

BUKU III 10
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 2. KAJIAN KEBUTUHAN DAN KEPATUHAN

2.1. Analisis Kebutuhan


Permasalahan dan kebutuhan pengembangan KI secara umum harus dapat diuraikan secara jelas.
Perlu digambarkan kondisi KI yang ada serta potensi KI yang dibutuhkan serta mengidentifikasi
segala permasalahan dan kekurangannya. Untuk mengidentifikasi permasalahan dimaksud, maka
beberapa pertanyaan berikut ini harus sudah dapat dijawab pada tahapan Prastudi Kelayakan ini.

2.1.1. Kondisi Eksisting KI


Menjelaskan kondisi eksisting KI secara umum di Indonesia yang antara lain meliputi:
• Jumlah KI yang ada serta peruntukannya
• Kualitas pelayanan KI yang ada saat ini
• Manfaat KI selama ini terhadap kemajuan perindustrian
• Pembiayaan penyelenggaraan KI.
• Dan lain-lain yang dianggap perlu

2.1.2. Prioritas Pengembangan KI


Menjelaskan mengenai prioritas dan strategi Pemerintah dan Pemda dalam pengembangan
KI, yang dapat dilihat juga dari rencana pengembangan wilayah (RTRW, RPJMN, dan
sebagainya).

2.1.3. Inisiatif Pemerintah/Pemerintah Daerah


Menjelaskan apa saja inisiatif Pemerintah/Pemda dalam menyelenggarakan KI di wilayah
perencanaan, termasuk misalnya alokasi anggaran dan program apa saja yang sedang atau
akan dijalankan, dan lain sebagainya.

2.1.4. Kebutuhan Pengembangan KI


Menjelaskan sebuah kesimpulan dari hasil analisis sebelumnya (kondisi eksisting, prioritas
pengembangan dan inisiatif Pemerintah/Pemda) berupa dibutuhkannya pengembangan KI di
wilayah perencanaan.

2.2. Kriteria Kepatuhan


Kajian kepatuhan ini bertujuan untuk melihat kesesuaian rencana pengembangan Kawasan Industri
ABCD dengan rencana-rencana, program-program, dan kebijakan-kebijakan yang ada. Dalam sub-
bab Kriteria Kepatuhan, dokumen Pra-Studi Kelayakan harus dapat menjelaskan mengenai hal-hal
berikut:
a. Siapakah yang akan menjadi PJPK dan apa dasar hukumnya.
b. Adakah peraturan yang mendukung atau sebaliknya melarang pelaksanaan pengembangan
Kawasan Industri ABCD melalui skema KPBU?

BUKU III 11
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

c. Apa saja rencana pengembangan KI yang terdapat di dalam RPJMN dan/atau Renstra
Kementerian Perindustrian?
d. Apa saja rencana pengembangan KI yang terdapat di dalam RPJMD Provinsi?
e. Apa saja rencana pengembangan KI yang terdapat di dalam RPJMD Kabupaten/Kota
bersangkutan?
f. Apa saja rencana pengembangan KI yang terdapat di dalam Rencana Strategis Kementerian
Hukum dan HAM?
g. Dari aspek tata ruang, perlu dikaji kesesuaian lokasi Kawasan Industri ABCD terhadap
perencanaan tata ruang wilayah sehingga diharapkan lokasi yang diusulkan tidak melanggar
fungsi kawasannya.
h. Apa saja rencana pengembangan KI yang terdapat di dalam Rencana Kerja Pemerintah
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota bersangkutan?

2.3. Kesimpulan
Berdasarkan kajian-kajian terhadap perencanaan yang telah diuraikan diatas, maka dalam sub-bab ini
harus bisa menjelaskan sejauh mana kesesuaian rencana proyek KPBU pengembangan Kawasan
Industri ABCD yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan serta peraturan dan perencanaan yang
ada.

BUKU III 12
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 3. KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN

3.1. Kajian Hukum


Sub-Bab Kajian Hukum ini bertujuan untuk memastikan bahwa rencana pengembangan Kawasan
Industri ABCD melalui skema KPBU telah sesuai dengan peraturan perundangan yang terkait.
Beberapa hal yang perlu dibahas setidaknya meliputi:

3.1.1. Analisis Peraturan Perundangan


Analisa peraturan perundang-undangan akan mengkaji berbagai peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di sektor
pengembangan KI. Perlu dipastikan bahwa rencana proyek KPBU ini tidak menyalahi
peraturan perundangan yang ada. Beberapa peraturan yang perlu dikaji dalam Dokumen Pra-
FS ini meliputi:
a. Peraturan KPBU
Memastikan bahwa pengembangan infrastruktur KI termasuk dalam infrastruktur yang
masuk dalam daftar infrastruktur yang dapat di-KPBU-kan. Peraturan ini mengacu pada
Perpres No. 38/2015 dan Permen PPN No. 4/2015. Beberapa point penting yang perlu
dibahas meliputi:
• Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan
Usaha dalam penyediaan infrastruktur KI dengan skema KPBU (Kerjasama
Pemerintah Badan Usaha);
• Penjelasan bahwa pengembangan KI termasuk dalam infrastruktur yang dapat
dikerjasamakan melalui skema KPBU sebagai infrastruktur ekonomi dan
infrastruktur sosial;
• Pelaksanaan pengembangan infrastruktur KI dapat dilakukan dengan skema
KPBU dengan menggabungkan dengan lebih dari satu jenis infrastruktur atau
gabungan dari beberapa jenis infrastruktur.
• Pasal atau ayat terkait penetapan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
untuk proyek KPBU yang diusulkan serta bagaimana pengaturan pengembalian
investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan
keuntungan Badan Usaha Pelaksana.
b. Peraturan terkait pengembangan KI
Memastikan bahwa pengembangan Kawasan Industri ABCD didukung oleh dan sesuai
dengan peraturan yang terkait penyelenggaraan KI. Beberapa peraturan yang dapat
menjadi acuan diantaranya adalah:
• Undang-Undang nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian
• Peraturan Pemerintah nomor 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri
• Peraturan Menteri Perindustrian nomor 05/M-IND/Per/2/2014 tahun 2014
tentang Tata Cara Pemberian Ijin Usaha Kawasan Industri dan Ijin Perluasan
Kawasan Industri.
• Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus

BUKU III 13
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2015 Tentang


Kementerian Perindustrian
• Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 40/M-
Ind/Per/6/2016 Tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri
c. Peraturan Terkait Pendirian Badan Usaha
Berisikan kajian tentang pendirian badan usaha sebagai badan usaha pelaksana proyek
KPBU. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendirian Badan Usaha
sebagai BUP di sektor pengembangan KI sekurang-kurangnya adalah:
1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
3) Peraturan Pemerintah nomor 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri

d. Peraturan Terkait Lingkungan


Berisi kajian terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan aspek lingkungan dan
dilakukan penetapan tingkat kajian lingkungan yang perlu dilakukan terkait dengan
besaran proyek KPBU yang akan dilakukan, apakah AMDAL, UKL/UPL atau Izin
Lingkungan. Peraturan tersebut antara lain:
1) Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
2) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2015 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
e. Peraturan Terkait Pembiayaan Daerah
Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pembiayaan infrastruktur oleh
Pemerintah Daerah, khususnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diperbaharui oleh Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun
2011. Bisa juga dilakukan pengkajian tentang kemungkinan dilakukannya pinjaman
daerah dengan merujuk pada PP no. 30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Perlu dikaji
kemungkinan pembiayaan sebagian investasi pengembangan Kawasan Industri ABCD
melalui APBD provinsi dan/atau APBD Kabupaten/Kota bersangkutan.
f. Peraturan Terkait Pengadaan
Sub-bab ini akan membahas peraturan terkait pengadaan BUP terutama untuk
menentukan tahapan proses pengadaan, apakah pengadaan BUP dilakukan secara satu
tahap atau dua tahap dengan melihat spesifikasi keluaran proyek KPBU.
Peraturan yang perlu dikaji setidaknya adalah Peraturan Kepala LKPP No. 19 tahun 2015
tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

BUKU III 14
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

g. Peraturan Terkait Penanaman Modal


Berisikan kajian mengenai penanaman modal usaha dalam pengembangan KI melalui
skema KPBU dengan mengacu pada Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal Asing serta Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di
Bidang Penanaman Modal. Berdasarkan UU dan Perpres tersebut, perlu dilihat juga batas
kepemilikan modal asing untuk bidang usaha penyediaan sarana dan atau prasarana
penyelenggaraan Kawasan Industri ABCD.
h. Peraturan Terkait Persaingan Usaha
Berisikan kajian kesesuaian proyek pengembangan Kawasan Industri ABCD dengan
peraturan persaingan usaha diantaranya yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan peraturan
pelaksanaannya.
i. Peraturan Terkait Ketenagakerjaan
Dilakukan kajian terkait tenaga kerja atau pegawai yang akan terlibat dalam
pengembangan Kawasan Industri ABCD melalui skema KPBU, baik pada saat konstruksi
maupun saat pengoperasiannya. Kajian ini dapat mengacu salah satunya pada Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaan di
bawahnya seperti misalnya Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Kajian dilakukan antara lain pada
aspek pengupahan, keselamatan kerja, dan kebijakan K3.
j. Peraturan Terkait Pengadaan Tanah
Bila proyek pengembangan Kawasan Industri ABCD melalui skema KPBU ini
memerlukan tanah, maka perlu dilakukan kajian terhadap proses pengadaan tanah yang
harus mengacu pada:
• UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
• Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014, Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2014 dan
Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015.
• Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana telah diubaH dengan Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun
2015.
• Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan
Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
• Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.02/2013 tentang Biaya Operasional dan
Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
k. Peraturan Terkait Pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah

BUKU III 15
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Pada bagian ini dianalisa kemungkinan pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik
Daerah dalam proyek pengembangan kawasan industri dengan mengacu pada:
• Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
• Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan Barang Milik Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan No. 87/PMK.06/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No. 246/PMK.06/2014.
• Peraturan Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.06/2014 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyediaan
Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
65/PMK.06/2016.
l. Peraturan Terkait Perpajakan
Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perpajakan khususnya yang berkaitan langsung dengan pengembangan
Kawasan Industri ABCD oleh Badan Usaha. Pada bagian ini diharapkan dapat
teridentifikasi kemungkinan pemberian insentif perpajakan kepada Badan Usaha
Pelaksana jika diperlukan.
m. Peraturan Terkait Dukungan Pemerintah
Dalam pelaksanaan skema KPBU, Pemerintah dapat memberikan dukungan pemerintah
terhadap badan usaha pelaksana dalam pelaksanaan KPBU. Berkaitan dengan pemberian
dukungan pemerintah atas sebagian biaya konstruksi, perlu dilakukan analisa terhadap
Peraturan Menteri Keuangan No. 223/PMK.011/2012 Pemberian Dukungan Kelayakan
Atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan
Usaha Dalam Pelaksanaan Infrastruktur.
n. Peraturan Terkait Jaminan Pemerintah
Dalam pelaksanaan skema KPBU, pemerintah dapat memberikan jaminan pemerintah
dalam bentuk penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah dapat diberikan oleh
Menteri Keuangan melalui PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) selaku
badan usaha penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah diberikan dengan
memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian risiko keuangan dalam APBN.
Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap proses pemberian jaminan pemerintah oleh
PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang diatur dalam:

• Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam


Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan
Usaha Penjaminan Infrastruktur; dan

• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha, sebagaimana telah diubah dengan PMK No 8/PMK/08/2016 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha

BUKU III 16
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

• Peraturan Menteri Keuangan No. 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas dalam Rangka


Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur

3.1.2. Risiko Hukum dan Strategi Mitigasi


Dalam sub-bab ini, dokumen Pra-Studi Kelayakan perlu menguraikan isu-isu hukum yang
berpotensi memberikan pengaruh/dampak pada penyiapan, transaksi, maupun pelaksanaan
proyek KPBU berdasarkan kajian hukum yang telah dilakukan di sub-bab sebelumnya, serta
menjabarkan strategi mitigasi untuk meminimalisasi kemungkinan terjadi dan besaran
dampaknya. Misalnya, risiko yang diakibatkan dari diterbitkannya peraturan baru.

3.1.3. Kebutuhan Perijinan


Pada sub-bab ini akan diuraikan perijinan-perijinan yang diperlukan untuk pelaksanaan
pengembangan Kawasan Industri ABCD serta rencana strategi untuk memperoleh perijinan-
perijinan tersebut, baik perijinan sebelum proses pengadaan maupun setelah proses
pengadaan. Sebagai contoh adalah perijinan AMDAL, Izin Lingkungan, Surat Penetapan
Lokasi dari Gubernur, persetujuan prinsip dukungan dan/atau jaminan pemerintah (jika
dibutuhkan), dan sebagainya yang diperlukan sebelum proses pengadaan. Sementara Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan sebagainya diperlukan setelah proses pengadaan dan
penandatangan kerjasama.

3.1.4. Rencana dan Jadwal Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum


Dalam sub-bab ini perlu diuraikan rencana dan jadwal pemenuhan persyaratan peraturan dan
hukum tersebut diatas disesuaikan dengan rencana dan jadwal penyiapan, transaksi, serta
pelaksanaan proyek KPBU.

3.2. Kajian Kelembagaan


Sub-Bab Kajian Kelembagaan ini bertujuan untuk menjelaskan kelembagaan yang akan terlibat dalam
pengembangan Kawasan Industri ABCD, struktur kelembagaannya, tugas dari masing-masing
institusi yang terlibat serta mengkaji permasalahan dan rencana mitigasi permasalahan di aspek
kelembagaan. Pada bagian ini, analisis kelembagaan akan dilaksanakan dengan mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Memastikan kewenangan institusi yang akan bertindak sebagai PJPK dalam melaksanakan
KPBU termasuk penentuan PJPK dalam proyek multi infrastruktur (jika ada);
b. Melakukan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholders mapping) dengan menentukan
peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga yang berkaitan dalam pelaksanaan KPBU;
c. Menentukan peran dan tanggung jawab Tim KPBU berkaitan dengan kegiatan penyiapan
KPBU, serta menentukan sistem pelaporan Tim KPBU kepada PJPK;
d. Menentukan dan menyiapkan perangkat regulasi kelembagaan; dan
e. Menentukan kerangka acuan pengambilan keputusan.
Uraian kajian kelembagaan ini meliputi:

BUKU III 17
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

3.2.1. Struktur Organisasi KPBU


Pada sub-bab ini digambarkan skema atau struktur organisasi dari instansi-instansi yang akan
terlibat dalam KPBU beserta dengan penjelasan umumnya.

3.2.2. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama


Pada bagian ini menguraikan institusi mana yang menjadi PJPK serta dilakukan analisa
mengenai kewenangan institusi yang menjadi PJPK dalam melaksanakan proyek KPBU yang
diusulkan.
Dalam bagian ini juga perlu diuraikan apakah PJPK akan dibantu oleh Badan Penyiapan atau
Tim KPBU.

3.2.3. Pemetaan Peran dan Tanggungjawab Pemangku Kepentingan (Stakeholder Mapping)


Dalam sub-bab ini akan diuraikan peran dan tanggung jawab dari masing-masing lembaga
terkait dengan proyek pengembangan Kawasan Industri ABCD, diantaranya meliputi:
a. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
Menguraikan tugas dan tanggung jawab PJPK serta apa yang perlu disiapkan oleh PJPK,
serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.
b. Tim KPBU
Menguraikan apakah Tim KPBU sudah terbentuk atau belum dan juga berisikan
penjelasan mengenai pembentukan Tim Teknis KPBU berdasarkan Surat
Penetapan/Surat Keputusan dari PJPK, menguraikan tugas dan tanggung jawab Tim
KPBU, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.
c. Badan Usaha Pelaksana/BUP (Special Purpose Company - SPC)
Menguraikan tugas dan tanggung jawab BUP, serta menentukan peran dalam skema
pengambilan keputusan.
d. Kementerian Perindustrian
Menguraikan peran dan tanggungjawab Kementerian Perindustrian dalam proyek
kerjasama yang diusulkan, meliputi diantaranya:
• Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perindustrian;
• Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kemenperin;
• Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenperin;
• Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kemenperin di
daerah;
• Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan
• Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
e. Perusahaan Kawasan Industri
Menguraikan tugas dan peran Perusahaan Kawasan Industri dalam mendukung
pelaksanaan proyek KPBU ini sesuai dengan peran dan wewenangnya.

BUKU III 18
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

f. Pemerintah Daerah Provinsi


Menguraikan tugas dan peran Pemerintah Daerah Provinsi dalam mendukung
pelaksanaan proyek KPBU ini sesuai dengan urusan pemerintah daerah provinsi di sektor
perindustrian.
g. Pemerintah Kabupaten/Kota
Menguraikan tugas dan peran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam mendukung
pelaksanaan proyek KPBU ini sesuai dengan urusan pemerintah daerah di sektor
perindustrian.
h. Kementerian/Lembaga Non Kementerian Terkait
Menguraikan kewenangan dan tanggungjawab kementerian/lembaga non kementerian
yang tugas dan fungsinya terkait dengan aspek perencanaan dan pengembangan Kawasan
Industri ABCD, seperti misalnya Bappenas, Kemenkeu, dan sebagainya.
i. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Menguraikan tugas dan tanggung jawab PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
apabila proyek pengembangan Kawasan Industri ABCD dengan skema KPBU yang
direncanakan memerlukan Jaminan Pemerintah.
j. Badan Lainnya
Menguraikan tugas dan tanggung jawab badan-badan atau lembaga-lembaga lain yang
akan terlibat dalam proyek KPBU yang direncanakan.

3.2.4. Perangkat Regulasi Kelembagaan


Berdasarkan analisa terhadap peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholder)
terkait dan Tim KPBU, pada bagian ini dilakukan analisa kebutuhan regulasi untuk
mendukung peran dan tanggungjawab lembaga terkait sebagaimana dimaksud diatas.

3.3. Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan


Berdasarkan analisa terhadap peraturan perundang-undangan serta peran dan tanggung jawab
pemangku kepentingan (stakeholder) terkait, pada bagian ini dilakukan analisa kerangka acuan
pengambilan keputusan terkait penyiapan proyek pengembangan Kawasan Industri ABCD melalui
skema KPBU.

BUKU III 19
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 4. KAJIAN TEKNIS

4.1. Kondisi Eksisting


Sub-bab kondisi eksisting ini ditujukan untuk menguraikan kondisi penyelenggaraan perindustrian,
khususnya penyelenggaraan kawasan industri, di wilayah perencanaan. Beberapa kondisi eksisting
yang perlu diuraikan diantaranya meliputi:

4.1.1. Kondisi Geografis Lokal


Menceritakan kondisi geografis lokal secara umum wilayah kabupaten/kota sampai dengan
kondisi geografis di lokasi rencana pengembangan kawasan industri yang dimaksud.

4.1.2. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya


Kondisi sosial ekonomi dan budaya mnerupakan faktor penting untuk melihat potensi
kebutuhan penyediaan kawasan industri. Beberapa kondisi sosial ekonomi yang perlu ditinjau
antara lain :
• Struktur penduduk menurut mata pencarian dan pendidikan

• Tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduk sesuai data sensus BPS tahun terakhir

• Tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga

• PDRB dan Ceruk Perindustrian

• Pola pertumbuhan PDRB

• Proyeksi PDRB

4.1.3. Kondisi Perindustrian dan Kawasan Industri Eksisiting


Menjelaskan mengenai ke adaan sektor perindustrian secara umum, kemudian keadaan
kawasan industri dan usaha industri yang ada dan berada di dalam kawasan industri maupun
yang berada di luar kawasan industri, jumlah, tipe usaha industri,luas tanah terpakai dan
kapasitas luas kawasan industri, lokasi dan kondisi kawasan industri yang ada saat ini.

4.2. Tinjauan Tata Ruang


Tinjauan tata ruang berisikan mengenai kondisi eksisting tata ruang wilayah kabupaten/kota
bersangkutan dan juga secara lebih mendetail di rencana lokasi kawasan industri yang akan
dikerjasamakan. Tinjauan tersebut meliputi:
• Struktur dan pola tata ruang

• Rencana detil tata ruang

• Peraturan zonasi

• Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

BUKU III 20
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

• Rencana pengembangan
Dalam kajian ini perlu disimpulkan bagaimana kesesuaian rencana lokasi kawasan industri yang akan
dikerjasamakan dilihat dari aspek tata ruang

4.3. Aspek Utilitas


Pada bagian ini diuraikan mengenai kondisi utilitas di wilayah kabupaten/kota bersangkutan secara
umum dan juga kondisi utilitas di rencana lokasi kawasan industri. Kajian tersebut meliputi:

4.3.1. Sumber Tenaga Listrik


Menguraikan ketersediaan pasokan listrik secara umum dan juga di wilayah lokasi kawasan
industri, sehingga dapat disimpulkan kesiapan utilitas listrik untuk pengembangan fasilitas
kawasan industri (infrastruktur dasar kawasan industri) yang akan dikerjasamakan.

4.3.2. Sumber Air Bersih


Menguraikan sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat secara umum, termasuk juga
cakupan lokasi pelayanan air minum perpipaan yang ada. Akan sangat baik jika disampaikan
dalam bentuk peta.

4.3.3. Pengelolaan Limbah


Menguraikan sistem pengelolaan limbah cair dan limbah padat yang saat ini berlangsung di
wilayah perencanaan, termasuk juga cakupan pelayanan, sistem pengelolaan, sistem
pembuangan limbah, dan sebagainya.

4.3.4. Sistem Transportasi


Menguraikan sistem transportasi yang tersedia dil wilayah perencanaan, termasuk
didalamnya sistem transportasi berupa angkutan kota, bis, MRT, LRT, dan sebagainya bila
ada.

4.4. Kajian Kebutuhan


Dalam sub-bab ini diuraikan kebutuhan akan infrastruktur perindustrian berupa kawasan industri )
berdasarkan proyeksi penduduk berdasarkan umur, ketersediaan fasilitas perindustrian khususnya
yang terkait kawasan industri, ketersediaan usaha industri dan kawasan industri saat ini, potensi
penyerapan tenaga terampil, dan sebagainya.

4.4.1. Proyeksi Penduduk


Bagian ini menguraikan proyeksi penduduk berdasarkan umur

4.4.2. Potensi Angkatan Kerja.

BUKU III 21
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Menjelaskan tentang perimbangan antara jumlah usaha industri dan kawasan industri dengan
jumlah penduduk, serta angkatan kerja di wilayah tersebut.

4.4.3. Kebutuhan Penambahan Kapasitas Produksi


Dengan berbagai metoda dapat didekati guna mengetahui kebutuhan penambahan kapasitas
produksi. Hal ini dapat didekati dengan kecenderungan pertumbuhan secara time-series
disandingkan dengan kapasitas terpasang. Maka bila kapasitas terpasang lebih kecil dari
pertumbuhan permintaan maka selisihnya adalah peluang penambahan kapasitas terpasang
yang berarti investasi baru.

4.4.4. Potensi Penyerapan Kawasan Industri Yang dikerjasamakan


Dengan memperoleh informasi kapasitas dari jenis usaha industri disekitar kawasan industri
yang dikerjasamakan, termasuk informasi dari kawasan industri yang sudah ada, maka dapat
diperkirakan daya serap kawasan industri yang akan dikerjasamakan dalam rangka menyerap
kapasitas terpasang untuk memenuhi permintaan akibat pertumbuhan permintaan barang jadi
hasil industri.

4.4.5. Dukungan Masyarakat dan Dunia Usaha


Menjelaskan tentang adanya dukungan masyarakat dan dunia usaha/industri terhadap
kebutuhan adanya kawasan industri (tempat beroperasinya usaha industri).

4.5. Rancang Bangun Awal


Dalam sub-bab ini akan diuraikan renaca indusk kawasan industri berikut rancang bangun awal
kondisi tapak infrastruktur perindustrian – kawasan industri yang akan dikerjasamakan, mulai dari
desain sampai dengan serah terima aset. Hal-hal yang perlu dikaji dan diuraikan dalam sub-bab ini
adalah seperti di bawah ini.

4.5.1. Jenis, Besaran Usaha Industri dan Kawasan Industri


Pada bagian ini menceritakan jenis industri atau kategori industri berikut skala pelayanan
kawasan industri yang akan dikerjasamakan.

4.5.2. Visi dan Misi Kawasan Industri


Pada bagian ini diuraikan visi dan misi Kawasan Industri.

4.5.3. Lokasi Kawasan Industri


Pada bagian ini diuraikan tentang lokasi kawasan industri secara detail, termasuk peta lokasi.
Dijelaskan juga mengenai pemilihan lokasi dengan mempertimbangkan ketentuan dan
pertimbangan-pertimbangan lainnya seperti:
• Mengacu pada Rencana Indusk Pengembangan Industri

BUKU III 22
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

• Mengacu pada Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten/Kota dan peraturan


pelaksanaannya

• Mengacu pada peraturan zonasi.

• Mengacu pada perundangan tentang pencemaran air.

• Mengacu pada perundangan tentang baku mutu kebisingan.

• Mengacu pada perundangan tentang pencemaran udara.

4.5.4. Daya Tampung dan Tahapan Pengembangan


Pada bagian ini diuraikan perkiraan jumlah pekerja (buruh) dan tenaga manajemen industri
yang akan ditampung di Kawasan Industri ybs. Serta tahaan pengembangnnya.

4.5.5. Lahan, Prasarana Dasar, Prasarana Penunjang dan Prasarana Kawasan Industri
A. Lahan
Dijelaskan luas lahan dan batas-batasnya serta lokasinya dalam wilayah administrasi
pemerintahan. Baik dijelaskan juga yang sudah dikuasai dari total luas yang akan
dikuasai.
B. Prasarana Dasar
Perusahaan kawasan industri wajib menydiakan prasarana dasar, dan dirincikan uraian
kuantitas, kualitas dan spesifikasi berikut pengadaannya. Prasarana dasar terdiri dari sbb:
a. instalasi pengolahan air baku;
b. instalasi pengolahan air limbah;
c. saluran drainase;
d. instalasi penerangan jalan; dan
e. jaringan jalan.

C. Prasarasana Penunjang di dalam Kawasan Industri


Pemerintah dan atau pemerintah daerah perlu menyediakan prasarana penunjang.
Perusahaan Kawasan Industri dapat membangun prasarana penunjang, berupa:
a. perumahan;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. penelitian dan pengembangan;
d. kesehatan;
e. pemadam kebakaran; dan
f. tempat pembuangan sampah.
Dengan demikian, perusahaan kawasan industri perlu berkoordinasi dengan
pemerintah/pemerintah daerah untuk penyesuaian penyediaan prasarana penunjang.

BUKU III 23
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

D. Prasarana
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya menyediakan prasarana sbb:
a. jaringan energi dan kelistrikan;
b. jaringan telekomunikasi;
c. jaringan sumber daya air dan jaminan pasokan air baku;
d. sanitasi; dan
e. jaringan transportasi.
Dengan demikian perlu dijelaskan kapasitas dan keadaan prasarana tersebut serta
memastikan bahwa kawasan industri bisa berkerja dengan baik sesuai tahapan
pengembangannya.
Kehandalan layanan prasarana yang disediakan oleh pemerintah pun perlu diuraikan
untuk mitigasi bila kehandalannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

4.6. Spesifikasi Keluaran


Spesifikasi Keluaran adalah standar minimum yang harus dipenuhi oleh Badan Usaha Pelaksana
dalam pengelolaan kawasan industri selama periode kerjasama. Beberapa hal yang dapat menjadi
indikator spesifikasi keluaran misalnya adalah:
1. Sumber daya listrik yang akan digunakan serta besarannya;
2. Sistem penyediaan air bersih serta pengelolaan air limbah dan persampahan yang akan
diterapkan;
3. Sistem komunikasi dan informatika yang dapat diakses.
4. Kapasitas atau daya tampung kawasan;
5. Standar bangunan yang akan dibangun;
6. Standar jalan dalam kawasan industri;
7. Dan sebagainya

BUKU III 24
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 5. KAJIAN EKONOMI DAN KOMERSIAL


Pada bab ini perlu dilakukan kajian secara ekonomi yang meliputi analisis permintaan (demand),
analisis pasar dari sisi investor, analisis struktur pendapatan, serta analisis biaya dan manfaat sosial
(ABMS). Selain itu juga dilakukan kajian finansial yang meliputi asumsi analisis keuangan,
pendapatan pelaku usaha, biaya Capex dan OPEX, indikator keuangan, proyeksi kinerja keuangan,
analisis sensitivitas, serta analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money).

5.1. Kajian Ekonomi

5.1.1. Analisis Permintaan (Demand)


Kajian ini berisi ringkasan dari Survai Kebutuhan Nyata (Real Demand Survey – RDS) yang
akan memuat proporsi minat pengusaha industri untuk berinvestasi di kawasan industri yang
dimaksud, dan proporsi pertumbuhan permintaan barang jadi (sesuai jenis industri yang akan
dikembangkan) di kawasan industri yang dimaksud, yang dapat diproduksi di kawasan
industri yang dimaksud.
A. Metodologi
Dalam sub bab ini dijelaskan mengenai metodologi yang diterapkan dalam melakukan
Survai Kebutuhan Nyata/RDS. Beberapa hal penting yang perlu dimasukkan dalam
metodologi mencakup :
a. Metode pengumpulan data, misalnya dilakukan melalui wawancara kepada
responden dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner. Kuesioner
memuat pertanyaan menyangkut karakteristik responden dan pertanyaan
sehubungan dengan kawasan industri yang akan dibangun. Struktur pertanyaan
terbagi dalam : a. Konfirmasi atas perkiraan pertumbuhan permintaan barang jadi dan
tantangan pengadaannya di masa depan; dan b. Minat pengusaha untuk berinvcestasi
jenis industri yang akan berkembang ke depan di lokasi kawasan industri yang
dimaksud. Maka responden terbagi menjadi responden dari asosiasi
produsen/industri sehubungan konfoirmasi pertumbuhan permintaan, dan responden
dari para pengusaha yang permintaan nya meningkat maupun para pengusaha yang
jenis usahanya sudah ditetapkan pada lokasi kawasan industri yang akan
dikerjasamakan.

b. Metode Analisis, misalnya metode analisis deskriptif, analisis crosstabs, dan/ataupun


analisis multinomial logistic regression. Konfirmasi atas perkiraan pertumbuhan
permintaan untuk mengestimasi tambahan kapasitas produksi yang diperlukanm,
sedangkan Minat pengusaha untuk mengetahui faktor penarik dan penolak
berinvestasi di lokasi kawasan industri yang dimaksud.

B. Pelaksanaan Survei dan Pengolahan Data Survei


Pada sub-bab ini diterangkan pelaksanaan survai yang telah dilakukan, yang mencakup
diantaranya:

BUKU III 25
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

• Jumlah sampel serta cara penentuan sampel jumlah responden beserta persentase
karakteristik respondennya.

• Kegiatan pelatihan enumerator untuk penguasaan kuesioner dan metode


mewawancarai rensponden.

• Waktu dan lokasi pelaksanaan survei.

• Receiving dan batching terhadap dokumen hasil survai yang berupa kuesioner.

• Proses editing dan pengkodean (coding).


• Tata cara data entry dan perangkat lunak yang digunakan untuk keperluan pengolahan
data.

C. Analisis Deskriptif
Pada sub-bab ini diuraikan hasil analisis secara deskriptif. Beberapa hal yang perlu
diuraikan antara lain namun tidak terbatas pada:
a. Responden Asosiasi Industri

• Informasi kelompok usia responden.

• Informasi domisili responden.

• Pengetahuan responden atas pertumbuhan demand dan kebutuhan


peningkatan kapasitas produksi/terpasang;

b. Responden Pengusaha (sesui jenis industrinya)

• Informasi jenis industri, lama berusaha;

• Pengetahuan tentang keadaan lokasi (rencana) kawasan industri (utilitas,


akses, perburuhan dlsb)

• Faktor yang mempengaruhi minat investasi (perluasan atau investasi jenis


industri baru)

• Faktor yang mempenmgaruhi minat berinvestasi di lokasi kawasan industri


yang direncanakan.;

5.1.2. Analisis Pasar (Market)

Dalam subbab ini diuraikan tentang minat dunia usaha pada proyek KPBU infrastruktur
perindustrian berbentuk kawasan industri. Beberapa hal yang perlu dimasukkan adalah
sebagai berikut :

• Tanggapan dan pendapat investor potensial terhadap rencana proyek KPBU yang
diperoleh dari hasil penjajakan minat (market sounding), diantaranya mencakup
ketertarikan investor potensial atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan, risiko

BUKU III 26
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

utama yang menjadi pertimbangan investor, kebutuhan akan Dukungan Pemerintah


dan/atau Jaminan Pemerintah.

• Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasional dan/atau internasional


terhadap bankability rencana proyek KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka
waktu, tingkat suku bunga, dan persyaratan perolehan pinjaman yang dapat disediakan,
serta risiko utama yang menjadi pertimbangan.

• Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana proyek KPBU,
diantaranya mencakup risiko-risiko yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prosedur
perolehan penjaminan, dan lainnya.

• Identifikasi strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan yang
sehat dalam pengadaan proyek KPBU.

• Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kompetisi dari
proyek-proyek KPBU sektor infrastruktur perindustrian berbentu kawasan industri.

5.1.3. Analisis Struktur Pendapatan KPBU


Struktur pendapatan KPBU Kawasan Industri akan diuraikan dari potensi sumber
pendapatan, tarif sewa dan resiko struktur pendapatan tersebut.
A. Sumber Pendapatan Potensial
Mengingat lahan dikuasai pemerintah dan tidak dialihkan, maka tidak ada penjualan
tanah kepada unit usaha industri di dalam kawasan industri. Sumber pendapatan potensial
kawasan industri adalah dari:
a. Usaha penjualan:
• penjualan bangunan untuk usaha industri;
• penjualan bangunan untuk penyimpanan-pergudangan;
b. usaha penyewaan dan retribusi:
• Sewa tanah untuk bangunan gedung perkantoran dan/atau gedung industri ,
• Sewa bangunan gudang maupun kavling penyimpanan barang sementara;
• Sewa tanah untuk: a) papan reklame/iklan ruang luar, b) antenna
telekomunikasi.
• Sewa a) papan reklame/iklan ruang luar, b) antenna telekomunikasi.;
• Retribusi masuk kawasan industri menurut jenis kendaraan;
• Retribusi parkir;
• Retribusi dan/atau jasa pembayaran listrik;
• Retribusi dan/atau jasa pembayaran gas;
• Retribusi dan/atau jasa pembayaran air minum;
• Retribusi kebersihan dan pemeliharaan lingkungan;

BUKU III 27
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

• Retibusi jasa keamanan


• Jasa pembayaran kewajiban kepada pemerintah secara kolektif untuk jenis -
jenis pajak dan kewajiban lainnya;

B. Penetapan Tarif Sewa


Penetapan tarif sewa perlu dilakukan secara rasional dan kompetitif. Secara rasional perlu
ditetapkan dengan mempertimbangkannya sebagai bagian dari komponen biaya penyewa,
namun dari sisi penyewa (usaha kawasan industri) perlu diatas ongkos operasional dan
pemeliharaan dan (cicilan) biaya modalnya. Penetatapan kompetitif diterapkan dengan
mempertimbangkan biaya sewa serupa pada kawasan industri sejenis dan terdekat.
Untuk pengadaan dana pengembalian barang modal (sinking funds), adalah dana yang
diperlukan untuk pengadaan barang modal pada saat berakhir usia produktif (usia efektif)
barang modal tersebut, misal untuk barang modal instalasi air minum, system jaringan
pipa dan saluran, modal untuk sumber (catu) daya listrik cadangan, dan barang modal
lainnya, dapat ditambahkan dari pembayaran retribusi dan sewa bulanan sehingga
diperoleh secara bulanan, atau bila memungkinkan dimasukkan pada harga jual atau
cicilan tahunan, maupun metoda pembayaran lainnya.

C. Risiko Struktur Pendapatan


Risiko struktur pendapatan yang dapat dikenali antara lain:
a. Keterlambatan penyerapan pasar dibanding perkiraan daya serap pasar atas tanah
usaha industri maupun untuk kegiatan penunjangnya seperti:
penyimpanan/pergudangan. Hal ini dapat disebabkan terdapat pesaing maupun
perubahan makro ekonomi maupun kondisi lokal;
b. Risiko atas perlambatan pendapatan yang akan diterima melalui modal tambahan,
seperti usaha penyewaan gudang, papan reklame/media ruang luar, maupun
penyewaan menara dan/atau antena telekomunikasi dan usaha penyewaan
lainnya di luar penyewaan tanah. Terdapat kepentingan pengembalian modal dan
perolehan keuntungan pada saat yang sama.
c. Risiko atas besaran pendapatan dari retribusi utilitas seperti air minum, jaringan
gas, listrik yang belum optimal dari sisi kecepatan pengembalian modal akibat
efisiensi dan teknologi baru dalam operasionalisasi tenant / usaha industri.

5.1.4. Analisis Biaya dan Manfaat Sosial (ABMS)


Analisis Biaya Manfaat Sosial(ABMS) atau Social Cost and Benefit Analysis (SCBA) merupakan
alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan
masyarakat. ABMS membandingkan kondisi masyarakat dan lingkungan secara umum pada
saat sudah ada proyek KPBU terhadap keadaan tidak ada ada proyek KPBU. Hasil ABMS
digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi proyek KPBU serta kelayakan untuk
dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa hasil perhitungan
ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besaran dukungan
pemerintah. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam Prastudi Kelayakan ini meliputi:

BUKU III 28
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

A. Asumsi umum

• Periode evaluasi;

• Faktor konversi;

• Dan asumsi lain yang diperlukan.

B. Manfaat
Pada sub-bab ini diuraikan berbagai manfaat yang didapatkan dari kegiatan proyek KPBU
infrastruktur perindustrian berbentuk kawasan industri yang dikerjasamakan. Manfaat
dikuantifikasi dan dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.

C. Biaya

• Biaya penyiapan KPBU;

• Biaya modal;

• Biaya operasional;

• Biaya pemeliharaan;

• Biaya lain-lain yang timbul dari adanya proyek.


Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya konstan di luar biaya kontijensi dan pajak.
Biaya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.

D. Parameter Penilaian
Pada sub-bab ini diuraikan beberapa parameter penilaian ekonomi dari proyek KPBU
yang akan dilaksanakan. Parameter tersebut meliputi:
• Economic Internal Rate of Return (EIRR);

• Economic Net Present Value (ENPV);

• Economic Benefit Cost Ratio(BCR).

E. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan
KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek, misalnya:
• Perubahan nilai social discount rate;

• Penurunan/kenaikan komponen biaya;

• Penurunan/kenaikan komponen manfaat.

5.2. Kajian Keuangan

BUKU III 29
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Pada sub-bab ini diuraikan secara ringkas analisis keuangan dari proyek KPBU yang akan dijalankan.
Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam analisis keuangan ini antara lain meliputi:

5.2.1. Asumsi Analisis Keuangan


Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan analisa keuangan proyek KPBU
Infrastruktur Kawasan Industri adalah antara lain sebagai berikut :
• Periode kerja sama
• Tingkat inflasi per tahun
• Debt to Equity Ratio (Komposisi Pinjaman dan Modal)
• Bunga pinjaman
• Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa tenggangnya
• Nilai tukar mata uang
• Tarif pajak
• Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko, biaya perijinan,
pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya.
• Asumsi lain yang diperlukan
• Jumlah industri
• Besaran tarif

5.2.2. Pendapatan
Menguraikan jenis-jenis pendapatan yang bisa diperoleh dari proyek KPBU Infrastruktur
Kawasan Industri. Proyeksi pendapatan disiapkan berdasarkan struktur pendapatan KPBU
yang telah dianalisis sebelumnya.
Pendapatan untuk Infrastruktur Kawasan Industri yaitu:
• Pendapatan Sewa Bangunan/Kaveling Lahan Industri
• Pendapatan Fasilitas Jaringan Energi Dan Kelistrikan;
• Pendapatan Fasilitas Jaringan Telekomunikasi;
• Pendapatan Fasilitas Jaringan Sumber Daya Air;
• Pendapatan Fasilitas Sanitasi; Dan
• Pendapatan Fasilitas Jaringan Transportasi

5.2.3. Biaya
Menguraikan biaya-biaya yang perlu dikeluarkan selama masa kerjasama mulai dari tahap
konstruksi hingga pengoperasian dan pemeliharaannya. Unsur biaya yang perlu dikaji
meliputi:

• Biaya investasi (CAPEX)

BUKU III 30
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Berisikan ringkasan biaya investasi, baik oleh PJPK, Badan Usaha maupun secara
total. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu harga konstan dan harga berlaku.
Ringkasan biaya investasi ini di-breakdown per tahun. Untuk biaya investasi
(CAPEX) sektor Infrastruktur Kawasan Industri ini antara lain meliputi :
o Biaya investasi untuk akuisisi dan pematangan tanah
o Biaya investasi Infrastruktur Industri
o Biaya investasi Infrastruktur Penunjang
o Biaya investasi Infrastruktur dasar
o Dan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan (jenis dan tujuan pengembangan)
o Selain itu juga ada working capital yang timbul dari pengoperasian proyek
investasi ini, pihak manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang
mencakup biaya perizinan, biaya kunjungan manajemen, biaya bantuan
hukum, biaya peresmian, dan biaya pemasaran.
• Biaya operational dan pemeliharaan (OPEX)
Biaya-biaya operasional yang dihitung antara lain:
o Biaya tenaga kerja
o Biaya listrik, bahan bakar, dan utilitas
o Biaya perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur
o Biaya penyusutan
o Biaya asuransi
o Biaya bunga hutang
o Biaya lainnya

5.2.4. Proyeksi Kinerja Keuangan Badan Usaha Pelaksana


Pada bagian ini akan dikaji proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana dengan
menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Proyeksi keuangan yang perlu
dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan:
• Proyeksi laba rugi (income statement)
(Inggris : Income Statement atau Profit & Loss Statement) adalah bagian dari laporan
keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang
menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan
laba/rugi bersih.
• Proyeksi neraca (balance sheet)
adalah bagian dari laporan keuangan suatu entitas yang dihasilkan pada suatu periode
akuntansi yang menunjukkan posisi keuangan entitas tersebut pada akhir periode.
Neraca terdiri dari tiga unsur, yaitu aset, liabilitas, dan ekuitas.
• Proyeksi arus kas (cash flow)

BUKU III 31
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu
periode akuntansi yang menunjukkan aliran masuk dan keluar uang (kas) perusahaan.

5.2.5. Kelayakan Proyek


Bagian ini akan membahas indikator yang menentukan layak tidaknya proyek ini dijalankan
oleh Badan Usaha Pelaksana. Beberapa indikator keuangan tersebut adalah:
• IRR, NPV dan DSCR dari proyek.
• Perbandingan FIRR proyek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari WACC
maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
• Jika FIRR ekuitas dibandingkan dengan Minimum Attractive Rate of Return
(MARR) masih lebih besar maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
• Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
• Jika DSCR lebih besar dari 1 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.

5.2.6. Analisis Sensitivitas


Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU
terhadap tingkat kelayakan keuangan proyek, misalnya:
• Penurunan/kenaikan pendapatan;
• Penurunan/kenaikan biaya;

5.3. Analisis Value for Money (Nilai Manfaat Uang)


Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money – VFM) adalah untuk membandingkan
dampak finansial dari proyek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha) terhadap alternatif
penyediaan infrastruktur secara tradisional oleh Pemerintah (Public Sector Comparator – PSC). Nilai
Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV KPBU. Jika Nilai
VFM adalah positif, maka proyek tersebut memberikan nilai manfaat. Sebaliknya, jika VFM negatif,
maka skema tersebut tidak dipilih.

5.3.1. Perhitungan Biaya Dasar (Base Cost)


Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan antara PSC dan KPBU untuk
menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang sama.
Untuk PSC : CAPEX, OPEX dan Pendapatan
Untuk KPBU : CAPEX, OPEX, dan Pendapatan

5.3.2. Pembiayaan (Financing)

BUKU III 32
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Menguraikan perbandingan antara total pembiayaan KPBU dengan PSC. Umumnya total
pembiayaan KPBU lebih tinggi daripada PSC karena Badan Usaha memperoleh pinjaman
dengan suku bunga yang lebih tinggi.

5.3.3. Biaya Lain-lain (Ancillary Cost)


Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan proyek namun tidak terkait
langsung dengan proyek, seperti biaya manajemen proyek dan biaya transaksi.

5.3.4. Risiko
Menguraikan risiko-risiko yang ditanggung oleh pelaksana proyek. Pada PSC seluruh risiko
ditanggung oleh Pemerintah sedangkan pada KPBU risiko akan dialokasikan pada masing-
masing pihak yang dianggap paling mampu melakukan mitigasi risikonya.

5.3.5. Competitive Neutrality


Menguraikan competitive neutrality yang menghilangkan keuntungan dan kerugian kompetitif
yang dimiliki oleh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi tertentu, yang terdapat
pada base cost mungkin tidak dihitung pada komponen base cost dari PSC yang menimbulkan
kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal tersebut, competitive neutrality
ditambahkan ke dalam PSC.

5.3.6. Kesimpulan
Merekapitulasi perhitungan dari setiap komponen untuk memperoleh gambaran besaran
VFM dari proyek KPBU.

BUKU III 33
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 6. KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL


Pada bab ini akan dibahas secara ringkas dari hasil studi lingkungan yang telah dilakukan. Beberapa
hal yang perlu masuk dalam bab ini meliputi:

6.1. Pengamanan Lingkungan


Pada Dokumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang dilakukan merupakan kajian awal
lingkungan (Initial Environmental Examination – IEE). Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji dan
disampaikan pada kajian awal lingkungan:

1. Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun tidak terbatas pada latar belakang,
tujuan dan ruang lingkup kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan pada setiap
tahapan proyek ((i) perencanaan/desain, (ii) konstruksi, (iii) operasi, (iv) end-of-life;

2. Lokasi terkena dampak;

3. Kebijakan dan prosedur lingkungan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan;

4. Evaluasi potensi dampak lingkungan -- matriks dampak proyek:

• Susun daftar potensi dampak;

• Identifikasi dan pertimbangkan daftar berdasarkan kelas/tipe dampak;

• Prediksi dan karakterisasi potensi dampak (besaran, arah (menguntungkan/merugikan),


jangkauan, durasi, frekuensi, reversibilitas, kemungkinan terjadi);

5. Rekomendasi aksi penentuan dan mitigasi, termasuk pengawasan dan evaluasi.

6.2. Pengamanan Sosial dan Pengadaan Lahan


Sebagian potensi dampak sosial yang ditimbulkan dari proyek KPBU serta rencana mitigasinya telah
dibahas pada kajian lingkungan hidup. Namun, jika dampak sosial yang ditimbulkan cukup besar
maka perlu diperjelas atau dirinci pada bagian ini.
Selain itu, bagian ini juga berfokus pada kegiatan pengadaan tanah untuk tapak proyek KPBU.
Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini:

a. Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkena dampak beserta status lahannya;

b. Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi dari pihak-pihak yang terkena dampak;

c. Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan tapak proyek KPBU, apakah
pengajuan izin pemanfaatan, pembelian tanah, sewa, atau lainnya;

d. Mengidentifikasi nilai/harga lahan yang akan dibebaskan;

e. Menentukan kompensasi yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang terkena dampak
dengan mempertimbangkan kapasitas PJPK dalam menyediakan kompensasi tersebut;

BUKU III 34
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

f. Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung jawab untuk pengadaan tanah
dan/atau pemukiman kembali;

g. Melaksanakan konsultasi publik kepada pihak-pihak yang terkena dampak;

h. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali.


Bersamaan dengan penyusunan Dokumen Pra-Studi Kelayakan, PJPK juga harus menyediakan
dokumen pendukung terkait kajian lingkungan dan sosial yang dipersyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan
oleh PJPK:

1. Identifikasi persyaratan dokumen yang perlu disiapkan (wajib AMDAL atau UKL-UPL atau
SPPL) untuk memperoleh izin lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

2. Dalam menyusun dokumen pendukung (AMDAL ataupun UKL-UPL atau SPPL) PJPK dapat
menunjuk konsultan atau tim penyusun. Untuk Tim Penyusun AMDAL diatur oleh Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2010.

BUKU III 35
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 7. KAJIAN BENTUK KPBU


Pada bab ini akan dibahas alternatif-alternatif skema kerjasama yang dapat diterapkan sampai dengan
penetapan skemanya. Beberapa hal yang dikaji dalam bab ini meliputi:

7.1. Alternatif Skema Kerjasama


Pada sub-bab ini berisikan karakteristik alternatif-alternatif skema KPBU berikut dengan keuntungan
dan kerugian/kelemahan dari masing-masing alternatif tersebut, seperti misalnya BOT, BTO, BOO,
kontrak manajemen, kontrak sewa, dan sebagainya.

7.2. Penetapan Skema KPBU


Berisikan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan skema KPBU yang akan diterapkan.
Beberapa pertimbangan dapat meliputi pertimbangan hukum dan peraturan, kelembagaan,
ketersediaan infrastruktur yang ada, waktu untuk ketersediaan infrastruktur, kemampuan (teknis dan
finansial) pemerintah, optimalisasi investasi oleh Badan Usaha pelaksana, kemungkinan pembiayaan
dari sumber lain serta pembagian risikonya dan kepastian adanya pengalihan keterampilan
manajemen dan teknis dari sektor swasta kepada sektor publik.
Sub-bab ini juga menguraikan skema struktur kelembagaan penjelasan alur tanggung jawab masing-
masing lembaga.

7.2.1. Lingkup kerjasama KPBU


Berisikan pembagian tanggung jawab antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana (BUP).
Dalam menentukan lingkup kerjasama ini perlu melihat peraturan yang berlaku, termasuk
tupoksi dari lembaga-lembaga terkait. Misalkan bahwa BUP hanya menyediakan peralatan
kantor manajemen atau juga hingga membangun pergudangan untuk kegiatan penyimpanan
bahan baku/bahan jadi, dan sebagainya.
Dalam lingkup ini juga perlu diuraikan faktor-faktor kritis yang akan menentukan suksesnya
proyek KPBU, seperti misalnya komitmen, proses pengadaan yang efektif, alokasi dan
manajemen risiko, kejelasan spesifikasi keluaran, dan sebagainya.
Peran dan tanggung jawab instansi terkait perlu diuraikan secara lebih mendetail dalam sub-
bab ini, seperti misalnya peran PJPK, Badan Usaha Pelaksana, dan sebagainya, berdasarkan
struktur KPBU yang akan diterapkan.

7.2.2. Jangka Waktu dan Pentahapan KPBU


Penentuan jangka waktu mempertimbangkan tingkat dan jangka waktu pengembalian
investasi yang ditanamkan Badan Usaha. Diuraikan pula rencana kegiatan proses penyiapan
transaksi KPBU dengan memperhatikan kondisi permintaan ataupun pertimbangan lainnya.

7.2.3. Keterlibatan Pihak Ketiga


Keterlibatan pihak ketiga perlu diidentifikasi termasuk peran, tanggung jawab, kompensasi
/pembayaran (jika ada), serta kebutuhan perjanjian.

BUKU III 36
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

7.2.4. Penggunaan aset daerah


Dalam sub-bab ini akan dikaji aset-aset pemerintah daerah atau BUMN/BUMD yang akan
digunakan untuk kerjasama ini dan bagaimana sistem pemakaian yang akan diterapkan. Aset
ini juga termasuk dengan aset-aset institusi lain seperti misalnya aset jalan akses, aset jaringan
listrik, gedung dan sebagainya.

7.2.5. Alur Finansial Operasional


Pada sub-bab ini diuraikan mengenai aliran keuangan yang direncanakan setelah proyek
KPBU diimplementasikan. Perlu dipertimbangkan pembentukan badan khusus pengelola
proyek dari sisi PJPK dengan mempertimbangkan legalitas badan usaha tersebut dalam
mengelola alur finansial operasional. Badan usaha tersebut bisa saja dalam bentuk Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) atau bentuk lainnya.

7.2.6. Status Kepemilikan Aset dan Pengalihan Aset


Sub-bab ini menguraikan status kepemilikan aset selama jangka waktu perjanjian kerjasama
dan mekanisme pengalihan aset setelah berakhirnya perjanjian kerjasama.

BUKU III 37
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 8. KAJIAN RISIKO


Risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama kelangsungan suatu
proyek. Risiko tersebut dapat dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif. Proses analisis risiko terdiri
atas identifikasi risiko, alokasi risiko, penilaian risiko, dan mitigasi risiko. Tujuan analisis risiko
adalah agar stakeholder dapat memperoleh manfaat finansial sebesar-besarnya melalui proses
pengelolaan risiko yang meliputi menghilangkan, meminimalkan, mengalihkan, dan
menyerap/menerima risiko tersebut.

8.1. Identifikasi Resiko


Identifikasi risiko dilakukan untuk mengetahui jenis risiko yang mungkin timbul di dalam proyek.
Untuk sektor perindustrian, khususnya usaha kawasan industri , risiko-risiko tersebut biasanya antara
lain meliputi:
a. Risiko Lokasi
Risiko pencemaran ke lingkungan sekitar lokasi, keresahan masyarakat, dan sebagainya.
b. Risiko Desain, Konstruksi dan Uji Operasi
Risiko keterlambatan penyelesaian konstruksi dan kenaikan biaya, kesalahan desain atau
desain yang tidak lengkap, ketidaksesuaian peralatan praktik, ketidakjelasan spesifikasi
output, risiko uji operasi, dan sebagainya.
c. Risiko Sponsor
Risiko karena adanya anggota konsorsium yang tidak dapat memenuhi kewajiban
kontraktualnya serta kinerja kontraktor EPC dan OPC yang buruk.
d. Risiko Finansial
risiko tidak tercapainya perolehan biaya proyek (financial close), terjadinya fluktuasi nilai
mata uang dan tingkat bunga pinjaman, perubahan tingkat inflasi yang signifikan, dan
sebagainya.
e. Risiko Operasional
Risiko terjadinya perubahan biaya operasi & pemeliharaan peralatan dan perlengkapan
praktik siswa, kerusakan peralatan, kenaikan biaya energi, tidak tersedianya tenaga pengajar
yang memadai, dan sebagainya.
f. Risiko Pendapatan
Risiko kegagalan penetapan retribusi awal, kegagalan penyesuaian retribusi sesuai rencana
dalam model finansial, perubahan volume output proyek, ketidaksiapan availability payment
dan sebagainya.
g. Risiko Politik
Risiko perubahan politik yang signifikan, pemutusan kerjasama akibat perubahan regulasi,
risiko mata uang asing (repatriasi, ekspropriasi, dan konversi).
h. Risiko Kahar
Risiko kahar politik akibat perang dan sebagainya, risiko bencana alam.
i. Risiko Kepemilikan Aset

BUKU III 38
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Risiko hilang atau rusaknya aset, buruknya kondisi aset saat serah terima, dan sebagainya.

8.2. Prinsip Alokasi Risiko


Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai prinsip-prinsip alokasi risiko, dimana dalam pelaksanaan
proyek KPBU, pendistribusian atau alokasi risiko harus dapat dilakukan secara optimal dengan cara
mengalihkan risiko kepada pihak yang memang dapat mengelola risiko-risiko tersebut secara lebih
efisien dan efektif.
Prinsip alokasi risiko lazimnya adalah “Risiko sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang relatif lebih
mampu mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk menyerap risiko tersebut. Jika
prinsip ini diterapkan dengan baik, diharapkan dapat menghasilkan premi risiko yang rendah dan
biaya proyek yang lebih rendah sehingga berdampak positif bagi pemangku kepentingan proyek
tersebut.
Dalam transaksi proyek KPBU, penentuan kewajiban PJPK dalam Perjanjian Kerjasama (yang
dilakukan setelah melakukan analisis risiko sebagai bagian dari studi kelayakan proyek) perlu
memenuhi prinsip Alokasi Risiko. Upaya menghasilkan suatu skema alokasi risiko yang optimal
penting demi memaksimalkan nilai manfaat uang (value for money).

8.3. Metode Penilaian Resiko


Dalam menentukan risiko yang paling besar kemungkinannya terjadi serta pengaruhnya yang paling
signifikan terhadap kelangsungan proyek KPBU ini, disusun suatu kriteria penilaian risiko yang
dilihat dari peringkat kemungkinannya untuk terjadi dan peringkat konsekuensi risiko.

Peringkat Kemungkinan Terjadi Risiko


Peringkat Keterangan
Hampir Pasti Terjadi Ada kemungkinan kuat risiko ini akan terjadi sewaktu-waktu seperti yang telah
terjadi di proyek lainnya.
Mungkin Sekali Terjadi Risiko mungkin terjadi sewaktu-waktu karena adanya riwayat kejadian kasual
Mungkin Terjadi Tidak diharapkan, tapi ada sedikit kemungkinan terjadi sewaktu-waktu
Jarang Terjadi Sangat tidak mungkin, tetapi dapat terjadi dalam keadaan luar biasa. Bisa terjadi,
tapi mungkin tidak akan pernah terjadi
Hampir Tidak Mungkin Risiko ini secara teoritis dimungkin terjadi, namun belum pernah didapati terjadi
Terjadi di proyek lainnya.

BUKU III 39
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

Pemeringkatan Dampak Risiko


Dampak
Peringkat Keselamatan Penundaan Kinerja Hukum Politik
Keuangan
Tidak Varian Tidak ada/ hanya < 3 bulan Sesuai tujuan, tetapi Pelanggaran Perubahan dan
Penting <5% cidera pribadi, ada dampak kecil Kecil dampak kecil
terhadap Pertolongan terhadap unsur-unsur terhadap proyek
anggaran Pertama non-inti
dibutuhkan tetapi
tidak ada
penundaan hari
Ringan Varian 5%- Cidera ringan, 3 – 6 bulan Sesuai tujuan, tetapi Pelanggaran Perubahan
10% perawatan medis ada kerugian prosedur/ memberikan
terhadap dan penundaan sementara dari sisi pedoman dampak yang
anggaran beberapa hari layanan, atau kinerja internal signifikan
unsur-unsur non-inti terhadap proyek
yang berada dibawah
standar
Sedang Varian Cidera: 6 – 12 bulan Kerugian sementara Pelanggaran Ketidakstabilan
10%-20% Kemungkinan unsur proyek inti, atau kebijakan/ situasi berdampak
terhadap rawat inap dan standar kinerja unsur peraturan pada keuangan
anggaran banyak penundaan inti yang menjadi pemerintah dan kinerja.
hari berada di bawah
standar
Besar Varian Cacat sebagian 1 – 2 tahun Ketidakmampuan Pelanggan Ketidakstabilan
20%_30% atau penyakit untuk memenuhi lisensi atau berdampak pada
terhadap jangka panjang unsur inti, dan secara hukum, keuangan dan
anggaran atau beberapa signifikan menjadikan pengenaan kinerja
cidera serius proyek dibatalkan penalti
Serius Varian Kematian atau >2 tahun Kegagalan total Intervensi Ketidakstabilan
30%-50% cacat permanen proyek peraturan atau menyebabkan
terhadap tuntutan, penghentian
anggaran pengenaan layanan
penalti

Metode penilaian risiko tersebut akan dimasukan dalam matriks peta risiko sebagai berikut:

Tabel 1. Matriks Peta Risiko


Konsekuensi
Kemungkinan
Tidak Penting Ringan Sedang Besar Serius

Hampir Pasti Menengah Menengah Tinggi Tinggi Tertinggi

Mungkin Sekali Rendah Menengah Menengah Tinggi Tertinggi

Mungkin Rendah Menengah Menengah Tinggi Tinggi

Jarang Rendah Rendah Menengah Menengah Tinggi

Hampir Tidak
Rendah Rendah Rendah Menengah Menengah
Mungkin

BUKU III 40
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

8.4. Mitigasi Resiko


Mitigasi risiko bertujuan untuk memberikan cara mengelola risiko terbaik dengan
mempertimbangkan kemampuan pihak yang mengelola risiko dan juga dampak risiko. Mitigasi risiko
ini berisi rencana-rencana yang harus dilakukan pemerintah dalam kondisi preventif, saat risiko
terjadi, ataupun paska terjadinya risiko. Mitigasi risiko ini dapat berupa penghapusan risiko,
meminimalkan risiko, mengalihkan risiko melalui asuransi atau pihak ketiga lainnya, atau
menerima/menyerap risiko tersebut.
Berikut disampaikan contoh dari matriks risiko proyek KPBU di sektor perindustrian berbentuk
kawasan industri.

BUKU III 41
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN INDUSTRI 2017

Contoh Matriks Risiko Proyek KPBU Kawasan Industri


Kategori Risiko dan Kondisi Spesifik terkait
Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice
Persitiwa Risiko Alokasi Risiko
1. RISIKO LAHAN
Keterlambatan dan kenaikan Keterlambatan dan kenaikan Pemerintah menyediakan lahan
biaya pembebasan lahan Biaya akibat proses pembebasan    proyek sebelum proses pengadaan
lahan yang berkepanjangan
Lahan tidak dapat dibebaskan Kegagalan perolehan lokasi lahan Status hukum lahan dan prosedur Kejelasan status hukum dan tata
proyek karena proses pembebasan    yang jelas dalam pembebasan lahan ruang lahan bisa menjadi
lahan yang sulit proyek kendala
Proses permukiman kembali Keterlambatan dan kenaikan Kompensasi yang wajar dan Dampak sosial relatif luas bila
yang rumit biaya karena rumitnya isu proses    komunikasi yang baik dengan pihak lahan di perkotaan dan sifatnya
pemukiman kembali yang terkena dampak masih produktif
Kesulitan pada kondisi lokasi Keterlambatan karena Data historis penggunaan lahan dan
  
yang tak terduga ketidakpastian kondisi lokasi penyelidikan tanah
Kerusakan artefak dan barang Data historis penggunaan lahan dan
  
kuno pada lokasi penyelidikan tanah
Gagal menjaga keselamatan Implementasi prosedur keselamatan
  
dalam lokasi kerja yang baik
Kontaminasi/polusi ke Kesesuaian dengan studi Amdal yang
  
lingkungan lokasi baik
2. RISIKO DESAIN, KONSTRUKSI, DAN UJI OPERASI
Risiko design brief Kerugian akibat tidak Konsultan desain yang
jelasnya/tidak lengkapnya design    berpengalaman dan baik
brief
Kesalahan desain Menyebabkan ekstra/revisi desain Konsultan desain yang Biasanya teridentifikasi saat uji
  
yang diminta operator berpengalaman dan baik operasi teknis
Terlambatnya penyelesaian Dapat termasuk terlambatnya Kontraktor yang handal dan klausul
  
konstruksi pengembalian akses lokasi kontrak yang standar
Kenaikan biaya konstruksi Kesepakatan faktor eskalasi harga
  
tertentu dalam kontrak
Risiko uji operasi Kesalahan estimasi waktu/ biaya Koordinasi kontraktor dan operator
  
dalam uji operasi teknis yang baik

BUKU III 42
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN INDUSTRI 2017

Kategori Risiko dan Kondisi Spesifik terkait


Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice
Persitiwa Risiko Alokasi Risiko
3. RISIKO SPONSOR
Kinerja subkontraktor yang Proses pemilihan sub-kontraktor
  
buruk yang kredibel
Kegagalan/default dari sub- Proses pemilihan sub-kontraktor
  
kontraktor yang kredibel
Kegagalan/default dari Badan Default Badan Usaha yang Konsorsium didukung sponsor yang
Usaha mengarah ke terminasi/step-in    kredibel dan solid
oleh Financier
Kegagalan/default dari Default pihak sponsor (atau Proses PQ untuk memperoleh
  
sponsor proyek anggota konsorsium) sponsor yang kredibel
4. RISIKO FINANSIAL
Kegagalan mencapai financial Tidak tercapainya financial close Koordinasi yang baik dengan Bisa juga karena conditions
close karena ketidakpastian kondisi    potential lenders precedence tidak terpenuhi
pasar
Risiko struktur finansial Inefisiensi karena struktur modal Konsorsium didukung
proyek yang tidak optimal    sponsor/lender yang kredibel dan
solid
Risiko nilai tukar mata uang fluktuasi (non ekstrim) nilai tukar Instrumen lindung nilai
  
mata uang
Risiko tingkat inflasi Kenaikan (non ekstrim) tingkat Faktor indeksasi tarif;
inflasi terhadap asumsi dalam life-   
cycle cost
Risiko suku bunga Fluktuasi (non ekstrim) tingkat Lindung nilai tingkat suku bunga
  
suku bunga
Risiko asuransi (1) Cakupan asuransi untuk risiko Konsultansi dengan spesialis/broker Khususnya untuk cakupan
tertentu tidak lagi tersedia dari    asuransi asuransi risiko terkait keadaan
penyedia asuransi di pasaran kahar
Risiko asuransi (2) Kenaikan substansial tingkat Konsultansi dengan spesialis/broker
  
premi terhadap estimasi awal asuransi
5. RISIKO OPERASI
Ketersediaan fasilitas Akibat fasilitas tidak bisa Kontraktor yang handal
  
terbangun

BUKU III 43
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN INDUSTRI 2017

Kategori Risiko dan Kondisi Spesifik terkait


Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice
Persitiwa Risiko Alokasi Risiko
Buruk atau tidak tersedianya Akibat fasilitas tidak bisa Operator yang handal; Spesifikasi
  
layanan beroperasi output yang jelas
Aksi industri Aksi mogok, larangan kerja,dsb Kebijakan SDM dan hubungan Bisa oleh staf operator,
  
industrial yang baik subkontraktor atau penyuplai
Kenaikan biaya O&M Akibat kesalahan estimasi biaya Operator yang handal;
O&M atau kenaikan tidak    Faktor eskalasi dalam kontrak
terduga
Kesalahan estimasi biaya life Kesepakatan/kontrak dengan supplier
  
cycle seawal mungkin
Kecelakaan lalu lintas atau Asuransi kewajiban pihak ketiga
  
isu keselamatan
6. RISIKO PENDAPATAN
Kegagalan mengajukan Akibat BU tidak mampu Kinerja operasi yang baik dan jelas;
penyesuaian tarif memenuhi standar minimal yang   
disepakati
Penyesuaian tarif periodic Pada indeksasi tarif terhadap Kinerja operasi yang baik dan jelas;
  
terlambat tingkat inflasi
Tingkat penyesuaian tarif khususnya setelah indeksasi tarif Kinerja operasi yang baik dan jelas;
  
lebih rendah dari proyeksi dan rebasing tariff
Kesalahan perhitungan Survai user affordability and willingness
  
estimasi tarif yang handal
7. RISIKO KONEKTIVITAS JARINGAN
Risiko jaringan (1) Ingkar janji otoritas untuk Standar kinerja operasi dan
membangun dan memelihara    pengawasan yang baik
jaringan sesuai rencana
Risiko jaringan (2) Ingkar janji otoritas untuk Pemahaman kontrak yang baik oleh
  
membangun fasilitas penghubung sektor publik
Risiko jaringan (3) Ingkar janji otoritas untuk tidak Pemahaman kontrak yang baik oleh
membangun fasilitas pesaing sektor publik
  

BUKU III 44
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN INDUSTRI 2017

Kategori Risiko dan Kondisi Spesifik terkait


Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice
Persitiwa Risiko Alokasi Risiko
8. RISIKO INTERFACE
Risiko interface (2) Ketimpangan kualitas pekerjaan Pekerjaan perbaikan oleh pihak yang Kontrak konstruksi dari pihak
dukungan pemerintah dan yang    kualitas pekerjaannya lebih rendah pemerintah maupun BU harus
dikerjakan BU. selaras dalam kualitas pekerjaan
Risiko interface(3) Rework yang substantial terkait Kesepakatan para pihak sedini Kontrak konstruksi dari pihak
perbedaan standar / metode    mungkin tentang standar /metode pemerintahmaupun BU harus
layanan yang digunakan yang akan diterapkan selaras dalam kualitas pekerjaan
9. RISIKO POLITIK
Mata uang asing tidak dapat Mata uang asing tidak tersedianya • Pembiayaan domestik
dikonversi dan/atau tidak bisa dikonversi    • Akun pembiayaan luar negeri
dari Rupiah • Penjaminan dari bank sentral
Mata uang asing tidak dapat Mata uang asing tidak bisa • Pembiayaan domestik
direpatriasi ditransfer ke negara asal investor    • Akun pembiayaan luar negeri
• Penjaminan dari bank sentral
Risiko ekspropriasi Bisa juga akibat default PJPK • Mediasi
  
• Penjaminan pemerintah
Perubahan regulasi (dan
  
pajak) yang umum
Perubahan regulasi (dan Provisi kontrak yang jelas termasuk
pajak) yang diskriminatif dan    kompensasinya
spesifik
Keterlambatan perolehan Hanya jika dipicu keputusan Provisi kontrak yang jelas termasuk
persetujuan perencanaan sepihak /tidak wajar dari otoritas    kompensasinya
terkait
Gagal/terlambatnya Hanya jika dipicu keputusan Provisi kontrak yang jelas termasuk Biasanya terkait isu selain
perolehan persetujuan sepihak /tidak wajar dari otoritas    kompensasinya Perencanaan
terkait
10. RISIKO KAHAR
Bencana alam    Asuransi, bila dimungkinkan
Kahar politis Peristiwa perang, kerusuhan, Asuransi, bila dimungkinkan
  
gangguan keamanan masyarakat

BUKU III 45
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN INDUSTRI 2017

Kategori Risiko dan Kondisi Spesifik terkait


Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice
Persitiwa Risiko Alokasi Risiko
Cuaca ekstrim    Asuransi, bila dimungkinkan
Kahar berkepanjangan Jika di atas 6-12 bulan,dapat Setiap pihak dapat mengakhiri Terutama bila asuransi tidak
mengganggu aspek ekonomis    kontrak KPBU dan memicu prosedur tersedia untuk risiko tertentu
pihak yang terkena dampak terminasi proyek
11. RISIKO KEPEMILIKAN ALAT
Risiko nilai aset turun Kebakaran, ledakan, dsb    Asuransi

BUKU III 46
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 9. KAJIAN KEBUTUHAN DUKUNGAN PEMERINTAH


DAN/ATAU JAMINAN PEMERINTAH

Bab ini menguraikan kebutuhan Dukungan Pemerintah serta cakupan kebutuhan Jaminan
Pemerintah berdasarkan hasil kajian ekonomi dan komersial serta kajian risiko, proses dan strategi
untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah, serta kajian kesiapan
proyek untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

9.1. Kajian Kemampuan PJPK


Dalam sub-bab ini dikaji kemampuan PJPK dalam membiayai porsi pembiayaan yang menjadi
tanggung jawabnya dan juga kemampuan pemerintah/pemerintah daerah dalam memberikan subsidi
dan/atau availability payment. Hal ini bisa dikaji dari kapasitas fiskal pemerintah/pemerintah daerah
dan laporan keuangan daerah selama 5 hingga 10 tahun ke belakang.
Selain kemampuan finansial, hal yang perlu dikaji juga adalah kemampuan sumber daya manusia
untuk dapat menyelenggarakan proyek KPBU dan juga menjalankan fasilitas yang akan di-KPBU-
kan

9.2. Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah


Pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF (Viability Gap Fund) diatur melalui Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 dimana disebutkan bahwa Dukungan Kelayakan
adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan
terhadap Proyek Kerja Sama. Proyek yang dapat diberikan dukungan kelayakan memiliki total biaya
investasi paling kurang senilai Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Walaupun proyek KPBU tidak memerlukan Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF, sub-bab ini
tetap perlu dibahas dengan memberikan klarifikasi mengapa tidak perlu VGF. Misalnya karena nilai
proyek yang kurang dari seratus milyar rupiah dan tidak mengaplikasikan prinsip “pengguna
membayar”.
VGF diberikan dalam bentuk tunai sebagai bagian dari biaya konstruksi dengan porsi yang tidak
mendominasi keseluruhan biaya konstruksi (maksimal 49%).
Dalam sub-bab ini diuraikan pemenuhan kriteria untuk mendapatkan VGF. Beberapa hal yang perlu
dijawab dalam sub-bab ini diantaranya adalah:
a. Apakah proyek secara ekonomi layak namun secara finansial belum layak?

b. Apakah proyek didasarkan pada “prinsip pengguna membayar”

c. Apakah pemilihan investor swasta dilakukan melalui proses tender yang terbuka dan
kompetitif dibawah skema KPBU?

d. Apakah draft perjanjian kerjasama telah memuat skema peralihan aset dan/ atau manajemen
aset dari investor ke PJPK pada akhir masa konsesi?

BUKU III 47
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

e. Apakah dalam studi kelayakan telah menunjukkan:

• Alokasi risiko yang optimal antara investor dan PJPK

• Menyimpulkan bahwa proyek layak secara ekonomis dan akan layak secara finansial
apabila diberikan VGF

f. Apakah sektor yang akan di-KPBU-kan termasuk dalam sektor yang disebutkan dalam
Perpres No. 38 tahun 2015?

9.3. Kajian Kebutuhan Jaminan Pemerintah


Jaminan Pemerintah juga dapat diberikan kepada proyek infrastruktur dengan tujuan untuk
mengurangi risiko yang dibebankan kepada Badan Usaha. Jaminan Pemerintah ini diberikan oleh
Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan
peraturanperundang-undangan yang berlaku.
Penyediaan fasilitas Jaminan Pemerintah ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek
KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur.
Pada sub-bab ini dikaji mengenai ketentuan mengenai jaminan pemerintah, risiko infrastruktur yang
dapat diberikan penjaminan, kajian penjaminan yang mengacu pada PMK No 8/PMK/08/2016,
rencana pengusulan Jaminan Pemerintah, dan sebagainya.

BUKU III 48
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 10. KAJIAN MENGENAI HAL-HAL YANG PERLU


DITINDAKLANJUTI (OUTSTANDING ISSUES)

Pada bab ini akan diuraikan hal-hal kritis yang perlu ditindaklanjuti dengan isi sub-bab sebagai
berikut:

10.1. Identifikasi Hal-Hal Kritis


Sub-bab ini akan menguraikan hal-hal kritis yang perlu diselesaikan pada tahap penyiapan proyek
KPBU dan juga sebelum dimulainya tahap transaksi KPBU, seperti misalnya penyelesaian studi
Amdal, perizinan, ekspose kepada DPRD, dan sebagainya.

10.2. Rencana Penyelesaian Hal-Hal Kritis


Sub-bab ini menguraikan strategi, rencana, jadwal dan penanggung jawab penyelesaian hal-hal kritis
yang perlu diselesaikan. Hal ini dijabarkan dalam bentuk matriks.

BUKU III 49
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KAWASAN
KAWASAN INDUSTRI 2017

BAB 11. KAJIAN PENGADAAN


Dalam bab ini perlu diuraikan beberapa hal berikut

11.1. Landasan Hukum Pengadaan KPBU


Menguraikan berbagai landasan hukum yang harus digunakan dalam melakukan pengadaan Badan
Usaha Pelaksana

11.2. Pembentukan Panitia Pengadaan


Menguraikan surat keputusan pembentukan Panitia Pengadaan, serta tugas dan tanggung Panitia
Pengadaan.

11.3. Tahapan Dalam Pengadaan KPBU


Menguraikan tahapan pengadaan Badan Usaha Pelaksana, yaitu apakah perlu dilakukan pelelangan
satu tahap atau pelelangan dua tahap, beserta dengan berbagai pertimbangannya.
Pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Satu Tahap, dilakukan untuk Proyek KPBU
yang memiliki karakteristik:
a. Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur dapat dirumuskan dengan jelas; dan

b. Tidak memerlukan diskusi optimalisasi teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.
Pemilihan Badan Usaha dengan Pelelangan Dua Tahap dilakukan untuk Proyek KPBU yang
memiliki karakteristik:
a. Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur belum dapat dirumuskan dengan pasti karena
terdapat variasi inovasi dan teknologi; dan

b. Memerlukan optimalisasi penawaran teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.

11.4. Progres Pengadaan


Menjelaskan proses pengadaan secara umum, sesuai dengan tahapan pengadaan seperti tertuang pada
sebelumnya.

11.5. Jadwal dan Kontak


Menguraikan perkiraan jadwal proses pengadaan Badan Usaha dan juga menguraikan alamat
sekretariat Panitia Pengadaan

BUKU V 50

Anda mungkin juga menyukai