Anda di halaman 1dari 11

ACARA IV

INDEKS VIGOR DAN VIGOR HIPOTETIK BENIH

ABSTRAKSI
Indeks vigor benih digunakan untuk menduga kecepatan dan keserempakan tumbuh benih, sedangkan
indeks vigor hipotetik digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kemampuan tumbuh benih secara normal di
lapangan. Pengujian indeks vigor dan vigor hipotetik benih pada Praktikum Teknologi Benih Acara IV
dilaksanakan pada hari Kamis, 24 Maret 2016 di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
menguji kecepatan dan keseragaman perkecambahan benih, untuk mengetahui kekuatan dan kemampuan
tumbuh benih secara normal di lapangan, serta untuk membiasakan dengan konsep indeks matematis vigor
benih. Benih yang akan diuji indeks vigor dan vigor hipotetiknya meliputi benih kedelai (Glycine max) dan benih
jagung (Zea mays) dari umur simpan yang berbeda, yaitu lama dan baru. Metode dalam pengujian adalah metode
top paper dan sand test. Data hasil pengamatan dianalisis variannya pada taraf kepercayaan 95% yang disusun
dalam Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal berupa umur simpan benih yang menghasilkan kesimpulan
bahwa umur simpan benih pada komoditas kedelai dan indeks vigor berbeda nyata serta pada komoditas jagung
juga menunjukkan beda nyata antara umur simpan benih dan indeks vigor. Indeks vigor kedelai baru lebih tinggi
daripada indeks vigor kedelai lama dan indeks vigor jagung baru juga lebih tinggi daripada indeks vigor jagung
lama. Hal tersebut dikarenakan, semakin lama proses penyimpanan benih berlangsung dan cara penyimpanannya
yang kurang tepat akan menyebabkan penurunan kemampuan atau kekuatan benih untuk tumbuh dan
berkembang di lapangan.
Kata Kunci: Indeks vigor, indeks vigor hipotetik, top paper, sand test.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya peningkatan kualitas benih, maka diperlukan sebuah teknologi untuk
mengembangkan teori-teori tentang perbenihan dan termasuk di dalamnya adalah
perbaikan kualitas benih dan identifikasi keadaan benih sebelum ditanam di lapangan.
Tingkat vigor atau indeks vigor merupakan komponen penting dalam menguji kualitas
suatu benih. Indeks vigor merupakan keseragaman dan kecepatan benih dalam
berkecambah pada saat tertentu. Vigor lebih memberatkan pada kekuatan benih,
kemampuan benih untuk menghasilkan perakaran dan pucuk yang kuat pada kondisi yang
kurang menguntungkan (sub optimum) serta bebas dari serangan mikroorganisme. Indeks
vigor sangat dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam benih. Faktor luar meliputi kadar air,
kelembaban, cahaya, suhu, dan oksigen. Faktor dalam meliputi dormansi benih, ketebalan
kulit benih, dan ukuran benih.
Ada beberapa metode untuk mengekspresikan vigor benih, namun metode yang
paling umum ialah dengan menguji kecepatan perkecambahannya. Kecepatan
berkecambah dapat dinyatakan dengan indeks vigor yang merefleksikan jumlah benih
yang berkecambah pada interval satu hari setelah dikecambahkan. Proses perkecambahan
suatu benih memerlukan kondisi lingkungan yang baik, viabilitas benih yang tinggi dan
pada beberapa jenis tanaman tergantung pada upaya pemecahan dormansinya.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum Teknologi Benih Acara IV tentang “Indeks Vigor dan Vigor
Hipotetik Benih” adalah untuk menguji kecepatan dan keseragaman perkecambahan
benih, untuk mengetahui kekuatan dan kemampuan tumbuh benih secara normal di
lapangan, serta untuk membiasakan dengan konsep indeks matematis vigor benih.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Benih merupakan salah satu komponen utama dalam sistem produksi pertanian yang
memiliki nilai ekonomi yang dapat diukur dari mutu atau kualitasnya. Kriteria benih bermutu
mencakup kriteria mutu genetis, mutu fisiologis, mutu fisik dan kesehatan benih (patologis).
Mutu genetis menggambarkan sifat-sifat unggul yang diwariskan oleh tanaman induk. Mutu
fisiologis menunjukkan viabilitas dan vigor benih. Mutu fisik mencakup struktur morfologis,
ukuran, berat dan penampakan visual benih. Sedangkan kesehatan benih menggambarkan
status kesehatan benih itu sendiri, yaitu potensi benih sebagai pembawa patogen atau penyakit
tanaman (Charomaini dan Windiasih, 2005). Selain itu, benih juga harus mampu
menghasilkan tanaman yang berproduksi tinggi dengan sarana teknologi yang maju. Oleh
karena itu, benih dituntut agar memiliki kualitas yang tinggi (Thomson et al., 2011).
Kelangsungan daya hidup suatu benih ditunjukan oleh persentase benih yang akan
menyelesaikan perkecambahan, kecepatan perkecambahan dan vigor akhir yang
menyelesaikan perkecambahannya. Proses perkecambahan suatu benih memerlukan kondisi
lingkungan yang baik, viabilitas benih yang tinggi dan pada beberapa jenis tanaman
tergantung pada upaya pemecahan dormansinya. Vigor benih dapat menjadi informasi penting
untuk mengetahui kemampuan tumbuh normal dalam kondisi optimal dan sub optimal
(Shankar, 2006).
Vigor merupakan komponen penting yang sangat dipertimbangkan dari pembangunan
hasil tanaman yang sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Ludlow and
Muchow, 2000). Vigor benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan
lingkungan yang sub optimal (Anton dan Siregar, 2000). Tolak ukur kecepatan tumbuh
mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh, karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu
menghadapi kondisi lapangan yang sub optimum. Kecepatan tumbuh benih diukur dengan
jumlah tambahan perkecambahan setiap hari (Sadjad, 1993). Kehilangan vigor dapat dianggap
sebagai suatu tahap perantara dari kehidupan benihnya, yaitu yang terjadi antara awal dan
akhir proses kemunduran. Kemunduran vigor sangat sulit untuk diukur. Metode yang dapat
digunakan untuk mengukur vigor adalah metode yang berdasarkan pengukuran yang
berhubungan dengan daya kecambah (Justice dan Louis, 1990).
Perubahan katabolik terus berlangsung sejalan dengan semakin tuanya benih dan
kemampuan benih untuk berkecambah juga menurun. Penurunan daya kecambah yang
terukur, tidak segera terjadi setelah kemasakan tercapai. Pada kondisi penyimpanan yang
menguntungkan, awal kemunduran mungkin terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun,
tergantung pada kondisi penyimpanan, macam benih, serta kondisi penyimpanan sebelumnya.
Perkecambahan benih merupakan salah satu kriteria yang berkaitan dengan kualitas benih dan
di pihak lain perkecambahan benih juga merupakan salah satu tanda dari benih yang telah
mengalami proses penuaan (Kuswanto, 1997).
Pada hakikatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih
yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor benih yang tinggi
dicirikan antara lain tahan disimpan lama, tahan terhadap serangan hama penyakit, cepat dan
merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi
baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal. Keadaan lingkungan di lapangan
itu sangat penting dalam menentukan kekuatan tumbuh benih dan perbedaan kekuatan tumbuh
benih dapat terlihat nyata dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Di
samping itu kecepatan tumbuh benih dapat pula dijadikan sebagai petunjuk perbedaan
kekuatan tumbuh masing-masing benih (Fauziah dan Arief, 2011).
III. METODOLOGI
Praktikum Teknologi Benih Acara IV tentang “Indeks Vigor dan Vigor Hipotetik Benih”
dilaksanakan pada hari Kamis, 24 Maret 2016 di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih kedelai (Glycine max) dan benih jagung
(Zea mays) dari dua umur simpan benih yang berbeda (lama dan baru), kapas, kertas saring,
kertas merang/cidi blotter, air, dan pasir. Sedangkan alat-alat yang diperlukan meliputi cawan
petri, bak perkecambahan dan timbangan digital.
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah top paper dan sand test untuk
menguji indeks vigor dan indeks vigor hipotetik benih. Untuk menguji indeks vigor benih
jagung dan benih kedelai, langkah kerjanya adalah benih jagung diambil sebanyak 100 benih
sebanyak 4 ulangan dari masing-masing umur simpan lalu benih tersebut dikecambahkan
dalam cawan petri yang telah diberi alas kapas dan kertas filter yang telah dilembabkan,
kemudian benih disiram dengan air secukupnya hingga basah lembab. Benih dikecambahkan
selama 7 hari, kemudian setiap hari diamati dan dihitung benih yang berkecambah secara
normal. Kriteria benih dianggap telah berkecambah adalah akar keluar sepanjang 1 cm, lalu
indeks vigor benihnya dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐴1 𝐴2 𝐴3 𝐴𝑛
𝐼𝑉 (𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑉𝑖𝑔𝑜𝑟) = + + + ⋯+
𝑇1 𝑇2 𝑇3 𝑇𝑛
Keterangan:
A = Jumlah benih yang berkecambah pada hari ke-n
T = Waktu yang berkorespondensi dengan jumlah A hari ke-n
Pengujian yang kedua adalah pengujian indeks vigor hipotetik pada benih jagung dan
benih kedelai. Benih sebanyak 50 butir diambil dengan 4 ulangan dari masing-masing umur
simpan. Bak perkecambahan berisi pasir disiapkan dan disusun 50 benih kemudian ditutup
dengan pasir setebal 1-2 cm, lalu disiram air dan media pasir harus dijaga selalu lembab.
Benih dikecambahkan selama 14 hari. Pada hari ke-14, 5 sampel bibit diambil secara acak
lalu diukur dan dihitung jumlah daun, luas daun, tinggi tanaman, diameter batang dan bobot
kering bibit kemudian nilai indeks vigor hipotetiknya dihitung dengan rumus:
log 𝑁 + log 𝐴 + log 𝐻 + log 𝑅 + log 𝐺
𝐼𝑉𝐻(𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑉𝑖𝑔𝑜𝑟 𝐻𝑖𝑝𝑜𝑡𝑒𝑡𝑖𝑘) =
log 𝑇
Keterangan:
N = jumlah daun (helai) R = bobot kering bibit (g)
A = luas daun (cm2) G = diameter batang (cm)
H = tinggi tnaman (cm) T = umur bibit buah (hari)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, yaitu “kekuatan tumbuh”
dan “daya simpan” benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan
kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman meskipun keadaan tempat tumbuhnya
berbeda. Variasi vigor dapat terjadi karena asal-usul benih yang berbeda dari tanaman induk.
Selain itu, perbedaan vigor juga ditentukan oleh tingkat kemasakan benih (umur panen) dan
ukuran benih dalam satu kultivar. Vigor benih juga dapat dikaitkan atau dihubungkan dengan
kemunduran benih. Vigor benih menunjukkan nilai yang rendah berarti benih mengalami
proses kemunduran. Kemunduran benih merupakan proses yang gradual dan kumulatif, akibat
atau hasil dari perubahan-perubahan fisiologis yang disebabkan aleh kekuatan alam yang
merusak. Proses kumulatif itu yang akhirnya menyebabkan hilangnya viabilitas atau kapasitas
benih untuk berkecambah.
Vigor benih sangat dipengaruhi oleh umur simpan benih. Dalam hal ini adalah kaitannya
dengan kemunduran benih. Umur simpan benih sangat dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi
lingkungan, dan perlakuan manusia. Berapa lama benih dapat disimpan sangat bergantung
pada kondisi benih dan lingkungannya sendiri. Beberapa tipe benih tidak mempunyai
ketahanan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama atau sering disebut benih
rekalsitran. Dalam pengujian indeks vigor dan vigor hipotetik benih dilakukan dengan
menggunakan 2 metode uji yaitu metode top paper dan sand test. Ke-2 metode pengujian
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan metode top paper
adalah mudah untuk dapat diaplikasikan dan mudah untuk dilakukan pengamatan
perkembangan benihnya karena dapat diamati secara langsung di dalam cawan petri.
Kekurangan dari metode top paper mungkin ditinjau dari space atau ruang yang tersedia di
dalam cawan petri karena jumlah benih yang bisa dikecambahkan terbatas dan rentan
terhadap serangan jamur yang menyerang benih apabila kondisi cawan petri sangat lembab
hingga basah. Sedangkan, kelebihan metode sand test adalah jumlah benih yang
dikecambahkan bisa cukup banyak dan metode kerjanya sangat mudah dan umum dilakukan,
namun kekurangannya adalah perkembangan biji/benih tidak bisa dilihat secara langsung
karena biji/benih tertanam di dalam tanah.
Acara pengujian indeks vigor dan vigor hipotetik benih juga digunakan dua macam benih
yang memiliki perbedaan umur simpan yaitu benih lama dan benih baru. Benih lama disini
adalah benih yang sudah dalam penyimpanan selama beberapa kurun waktu, sedangkan benih
baru adalah benih yang baru saja diperoleh. Kemudian dalam acara ini akan dilihat persentase
benih untuk berkecambah dan dibandingkan antara kecepatan dan keserempakan benih lama
dan baru untuk tumbuh dan berkecambah. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh histogram
sebagai berikut:

Gambar 1. Histogram Gaya Berkecambah (GB) Benih Jagung dan Kedelai

Gambar 2. Grafik Indeks Vigor (IV) Benih Jagung dan Kedelai pada Metode Top Paper

Pada perhitungan indeks vigor dan gaya berkecambah diperoleh bahwa benih baru
memiliki gaya berkecambah dan indeks vigor lebih tinggi daripada benih lama. Hal ini terjadi
karena benih lama sudah mengalami proses penyimpanan dan selama proses penyimpanan
tersebut benih juga menerima gangguan oleh mikrobia yang menyebabkan tumbuhnya
patogen-patogen yang dapat merusak atau menurunkan kualitas benih sehingga benih tidak
tumbuh dengan baik dan sempurna. Perbedaan umur simpan benih juga diketahui akan
mempengaruhi viabilitas dan vigor benih. Selama proses penyimpanan, benih akan
mengalami penuaan dan kemunduran. Proses kemunduran akan tetap berlangsung dan tidak
dapat dicegah namun hanya bisa dikurangi laju kemundurannya (deteriorasi). Sejumlah benih
jika disimpan, vigornya lebih cepat menurun daripada viabilitasnya (daya tumbuh atau gaya
berkecambah). Sehingga dapat juga terjadi viabilitas benih yang masih tinggi, namun
vigornya telah jauh menurun. Hal ini diakibatkan karena permeabilitas membran sel turun
dengan berjalannya waktu.
Semakin lama benih disimpan maka permeabilitas benih atau kemampuan menyerap air
secara imbibisi semakin menurun. Akibatnya apabila benih dikecambahkan pada tempat yang
sesuai benih tetap saja sulit tumbuh. Kemungkinan penyebab yang lain adalah hilangnya
kadar air dalam benih yang cukup besar akibat lamanya waktu penyimpanan. Kondisi ini
tidak menguntungkan bagi benih karena kandungan air yang rendah dapat menyebabkan
kerusakan enzim-enzim yang ada di dalam benih. Kondisi demikian juga dapat
mengakibatkan rusaknya cadangan makanan yang ada dalam benih akibat aktifnya enzim
dehidrogenase yang menyebabkan pemakaian cadangan makanan dalam endosperm, sehingga
benih akan kekurangan cadangan makanan saat berkecambah.
Gambar 1 yang menunjukkan histogram gaya berkecambah, metode pasir atau sand test
memiliki nilai GB yang lebih tinggi daripada pada metode uji top paper. Seperti yang dibahas
sebelumnya, keterbatasan ruang pada metode top paper juga akan mempengaruhi gaya
berkecambah benih. Ruang yang terbatas mengakibatkan kelembaban tinggi dan memicu
pertumbuhan jamur pada benih, sehingga mengakibatkan proses perkembangan benih akan
terganggu. Sedangkan pada gambar 2 yang menunjukkan grafik IV pada metode top paper di
atas dapat dilihat bahwa semua benih memiliki nilai IV nol (0) di hari pertama dan mulai
berangsur naik pada hari selanjutnya hingga hari ke-3. Pada hari pertama benih masih
mengalami masa awal untuk memulai masa perkecambahan sehingga belum menunjukkan
kecambahnya. Perkecambahan benih dimulai saat terjadi imbibisi air ke dalam benih. Indeks
vigor semua benih rata-rata mencapai titik tertinggi pada hari ke 2-3, sehingga benih
serempak berkecambah pada hari ke 2-3. Indeks vigor kedelai baru lebih tinggi dari pada
indeks vigor kedelai lama. Benih kedelai termasuk benih ortodoks yang cepat mengalami
kemunduran terutama jika kondisi lingkungan simpan kurang menguntungkan (sub optimum).
Hal ini disebabkan karena kandungan protein yang dimiliki relatif besar dan mengakibatkan
kadar air benih cepat meningkat.
Setelah didapatkan data dari pengamatan IV dan IVH dari benih kedelai dan jagung,
maka dilakukan analisis varian pada taraf kepercayaan 95% yang disusun dalam RAL faktor
tunggal berupa umur simpan benih pada masing-masing komoditas. Dari analisis varian
terhadap komoditas jagung didapatkan hasil bahwa umur simpan benih dan indeks vigor
benih berbeda nyata atau umur simpan benih memberikan pengaruh nyata terhadap indeks
vigor benih. Pada komoditas kedelai juga menunjukkan hal yang sama seperti komoditas
jagung bahwa umur simpan benih memberikan pengaruh nyata terhadap indeks vigor benih.
Indeks vigor benih hanya untuk menduga kecepatan dan keserempakan tumbuh benih,
namun tidak mampu menduga kualitas dan kekuatan bibit yang dihasilkan. Oleh karena itu
pengujian indeks vigor dapat dilengkapi dengan pengujian indeks vigor hipotetik yang
merupakan pengujian untuk mengetahui kekuatan dan kemampuan tumbuh benih secara
normal di lapangan. Komponen pengujian indeks vigor hipotetik (IVH) yang diamati meliputi
tinggi bibit (cm), jumlah daun (helai), panjang akar, bobot kering akar (g), bobot kering tajuk
(g), penimbangan bobot kering tajuk, bobot kering bibit (g), bobot kering bibit dan bibit yang
hidup dari kecambah normal yang dipindahkan (%). Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, diperoleh data IVH sebagai berikut:
Tabel 1. Data Indeks Vigor Hipotetik (IVH) Benih Lama

Tabel 2. Data Indeks Vigor Hipotetik (IVH) Benih Baru

Berdasarkan data IVH di atas, sama seperti hasil-hasil sebelumnya bahwa benih baru
memiliki nilai yang lebih tinggi daripada benih lama. Namun, nilai IVH yang diperoleh jika
dibandingkan dengan nilai GB dan IV yang diperoleh sangat rendah. Hasil tersebut
menimbulkan ketidak-cocokan, karena seharusnya jika nilai GB dan IV tinggi, maka nilai
IVH juga harusnya tinggi yang berarti tanaman tumbuh dengan baik di lapangan karena
kualitas benihnya juga baik. Hal ini disebabkan oleh masalah yang timbul di luar kegiatan
praktikum, yaitu kebanyakan benih-benih yang ditumbuhkan pada media pasir yang
diletakkan di rumah kaca dimakan oleh tikus sehingga mempengaruhi hasil perhitungan IVH
yang diperoleh.
V. KESIMPULAN
1. Pengujian kecepatan dan keserempakan berkecambah (Indeks Vigor/IV) benih jagung
dan kedelai dengan metode top paper diperoleh hasil bahwa IV benih kedelai baru dan
jagung baru lebih tinggi daripada IV benih kedelai lama dan jagung lama. IV rata-rata pada
semua benih mencapai titik tertinggi pada hari ke 2-3, sehingga benih serempak
berkecambah pada hari ke 2-3.
2. Pengujian IVH yang berguna untuk mengetahui kekuatan dan kemampuan tumbuh benih
secara normal di lapangan diperoleh hasil bahwa benih kedelai lama dan jagung lama
memiliki nilai IVH yang lebih rendah dari benih kedelai baru dan jagung baru.
3. Benih dengan umur simpan lama memiliki nilai IV dan IVH yang lebih rendah
dibandingkan benih dengan umur simpan baru dikarenakan dengan semakin lama
penyimpanan benih dan cara penyimpanan yang kurang tepat akan menyebabkan
penurunan kemampuan/kekuatan benih di lapangan dalam berkecambah dan tumbuh.
Daftar Pustaka
Anton, W. dan T. Siregar. 2000. Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan tanaman tomat.
Jurnal Hortikultura VI (10): 20-75.

Charomaini, S. R. dan D. Windiasih. 2005. Hubungan benih dengan patogen sebagai


penyebar penyakit. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 2: 68-73.

Fauziah, K. dan R. Arief. 2011. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning Terhadap Viabilitas


dan Vigor Benih Jagung. <balitsereal.litbang.deptan.go.id>. Diakses 17 April 2016.

Justice, O.L. dan N.B. Louis. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Rajawali,
Jakarta.

Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Ludlow, M.M., and R.C. Muchow. 2000. A critical evaluation of traits for improving crop
yields in water-limited environments. Adv. Agron. 43: 107-153.

Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo, Jakarta.

Shankar. U. 2006. Seed size as a predictor of germination succes and early seedling growth in
Hollong (Dipterocarpus macrocarpusvesque). New forests 31 (2): 326-327.

Thomson, F.J., A.T. Moles, T.D. Audl, and R.T. Kingsford. 2011. Seed dispersal distance is
more strongly correlated with plant height than with seed mass. Journal of Ecology 99:
1299-1307.

Anda mungkin juga menyukai