Anda di halaman 1dari 100

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Barat


FEBRUARI - 2018

Kantor Perwakilan Bank Indonesia


Provinsi Sulawesi Barat
Publikasi ini dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulbar

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:


Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat

Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju


Sulawesi Barat 91511, Indonesia
Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656
KATA PENGANTAR Tim Penyusun
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Penanggung Jawab
Dadal Angkoro
Barat (Sulbar) disusun dan disajikan secara triwulan oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek Koordinator Penyusun
Surya Alamsyah
perkembangan ekonomi makro, keuangan pemerintah, perkembangan
inflasi, stabilitas sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, Editor
sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, ketenagakerjaan dan Anton Kisworo

kesejahteraan, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi Tim Penulis


daerah di samping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Surya Alamsyah - Stabilitas Keuangan Daerah,
Keuangan Pemerintah
Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, stabilitas Anton Kisworo - Perkembangan Ekonomi,
sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga Prospek Perekonomian
diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di Doddy Dirgantara P. – Inflasi, Sistem
Pembayaran
daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Yassed Satria - Ketenagakerjaan dan
Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai Kesejahteraan
 Identifikasi Pengembangan Pariwisata
strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Sulawesi Barat - Anton Kisworo
 Pengendalian Harga Beras di Sulawesi
Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan
Barat & Peresmian Layanan Kas Titipan
informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui Bank Indonesia - Doddy Dirgantara P.
perolehan data internal yaitu survei dan liaison. Sehubungan dengan hal
Kontributor
tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Unit Pengelolaan Uang Rupiah
semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun Unit Operasional Sistem Pembayaran
penyediaan data dan informasi secara kontinu, tepat waktu, dan reliable.
Email
Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus s_alamsyah@bi.go.id
berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Saran serta anton_k@bi.go.id
doddy_dp@bi.go.id
masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan
laporan yang lebih baik ke depan.

Mamuju, Februari 2018


KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI BARAT

ttd

Dadal Angkoro
Deputi Direktur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 i
VISI BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA


Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif
bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

MISI BANK INDONESIA


1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan
terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek
perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang
berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk
bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity - Professionalism - Excellence -
Public Interest - Coordination and Teamwork.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR_______________________________________________________________________________________
i
RINGKASAN EKSEKUTIF_____________________________________________________________________________________ ix
TABEL INDIKATOR EKONOMI__________________________________________________________________________________ xvi
1. Perkembangan Ekonomi____________________________________________________________________________ 1
1.1. Kondisi Umum______________________________________________________________________________ 3
1.2. Sisi Permintaan______________________________________________________________________________ 4
1.3. Sisi Penawaran______________________________________________________________________________ 11
2. Keuangan Pemerintah______________________________________________________________________________ 21
2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat__________________________________________________ 23
2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat_____________________________________________ 25
3. Inflasi____________________________________________________________________________________________ 31
3.1. Inflasi Secara Umum__________________________________________________________________________ 33
3.2. Inflasi Bulanan_______________________________________________________________________________ 34
3.3. Inflasi Dari Sisi Penawaran_____________________________________________________________________ 35
3.4. Inflasi Dari Sisi Permintaan_____________________________________________________________________ 35
3.5. Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas________________________________________ 36
3.6. Disagregasi Inflasi____________________________________________________________________________ 39
4. Stabilitas Keuangan Daerah__________________________________________________________________________43
4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga ________________________________________________45
4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi____________________________________________________ 52
4.3. Perkembangan Institusi Perbankan______________________________________________________________ 53
4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan___________________________________________ 54
5. Sistem Pembayaran_________________________________________________________________________________
57
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai________________________________________________________ 59
5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai____________________________________________________ 61
6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan__________________________________________________________________ 64
6.1. Ketenagakerjaan_____________________________________________________________________________ 66
6.2. Nilai Tukar Petani____________________________________________________________________________ 68
6.3. Tingkat Kemiskinan___________________________________________________________________________ 69
7. Prospek Perekonomian______________________________________________________________________________72
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi_________________________________________________________________74
7.2. Prospek Inflasi_______________________________________________________________________________ 76
Lampiran ________________________________________________________________________________________________79

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Sulawesi (%yoy)_____________________________________________________ 3
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ____________________________ 4
Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ___________________________ 11
Tabel 1.4. Rekomendasi Pengembangan Parawisata Provinsi Sulawesi Barat _______________________________________ 20
Tabel 2.1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat__________________________________________________________________ 23
Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) _______________________________________________________ 27
Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) ___________________________________________________________ 28
Tabel 3.1. Komoditas Andil Terbesar ________________________________________________________________________ 34
Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan _________________________________________________________________ 37
Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar ________________________________________ 37
Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau ______________________________________ 37
Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Sandang _______________________________________________________________________ 38
Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan ______________________________________________________________________ 38
Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga ________________________________________________ 38
Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan ___________________________________________ 39
Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Konsumen ________________________________________________________________ 48
Tabel 4.2. Komposisi Pengeluaran Konsumen ________________________________________________________________ 48
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (rb jiwa) _______________________________ 66
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa) __________________ 67
Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor ___________________________________________________________________________ 69
Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan _________________________________________________________________ 70

DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) __________________________________________________________ 3
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (%yoy) ____________________________________________________________ 3
Grafik 1.3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan _____________________________________________________ 5
Grafik 1.4. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ___________________________________________ 5
Grafik 1.5. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat ____________________________________________________ 6
Grafik 1.6. Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat ____________________________________ 6
Grafik 1.7. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu ________________________________________________________ 6
Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Konsumsi ___________________________________________________________________ 6
Grafik 1.9. Perkembangan Penjualan Mobil di Sulawesi Barat ____________________________________________________ 7
Grafik 1.10. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat ___________________________________________ 8
Grafik 1.11. Perkembangan Giro Pemerintah Daerah di Perbankan Sulawesi Barat ___________________________________ 8
Grafik 1.12. Investasi Bangunan ____________________________________________________________________________ 9
Grafik 1.13. Realisasi Pengadaan Semen _____________________________________________________________________ 9
Grafik 1.14. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat Triwulanan_____________________________________________ 9
Grafik 1.15. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat Tahunan ______________________________________________ 9
Grafik 1.16. Perkembangan Ekspor Impor ___________________________________________________________________ 10
Grafik 1.17. Perkembangan Harga CPO Dunia _______________________________________________________________ 10
Grafik 1.18. Negara Tujuan Ekspor CPO _____________________________________________________________________ 11
Grafik 1.19. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran (%yoy) ________________________________________ 12

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
iv
Grafik 1.20. Pangsa Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ____________________________________________________ 12
Grafik 1.21. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Pertanian ______________________________________________ 12
Grafik 1.22. Perkembangan Kredit Pertanian _________________________________________________________________ 13
Grafik 1.23. Perkembangan Curah Hujan ____________________________________________________________________ 13
Grafik 1.22. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Perdagangan ___________________________________________ 14
Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Perdagangan ______________________________________________________________ 14
Grafik 1.25. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Industri ________________________________________________ 15
Grafik 1.26. Perkembangan Kredit Industri __________________________________________________________________ 15
Grafik 1.27. Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil____________________________________________________________ 15
Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri Besar dan Sedang __________________________________________________________ 15
Grafik 1.29. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan _______________________________ 16
Grafik 1.30. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Konstruksi _____________________________________________ 16
Grafik 1.31. Realisasi Pengadaan Semen ____________________________________________________________________ 17
Grafik 1.32. Perkembangan Kredit Konstruksi ________________________________________________________________ 17
Grafik 2.1. Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN Sulawesi Barat ______________________________________________ 24
Grafik 2.2. Realisasi APBN Sulawesi Barat ____________________________________________________________________ 24
Grafik 2.3. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat _______________________________________________ 25
Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat __________________________________________ 27
Grafik 2.5. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat ______________________________________________ 27
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju_______________________________________________________________ 33
Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Bulanan ____________________________________________________________________ 33
Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan ____________________________________________________________________ 33
Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK _______________________________________________________________________________ 35
Grafik 3.5. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ________________________________________________________ 35
Grafik 3.6. Andil Inflasi Triwulan IV 2017 ____________________________________________________________________ 36
Grafik 3.7. Andil terhadap Inflasi Tahunan ___________________________________________________________________ 36
Grafik 3.8. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi ____________________________________________________________ 39
Grafik 3.9. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi ____________________________________________________________ 39
Grafik 3.10. Perkembangan Inflasi Beras ____________________________________________________________________ 41
Grafik 3.11. Perkembangan Survei Pemantauan Harga _________________________________________________________ 41
Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga _______________________________________________________________________ 46
Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju ___________________________________________ 46
Grafik 4.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju ___________________________________________ 47
Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen _______________________________________________________ 47
Grafik 4.5. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang _____________________________________ 48
Grafik 4.6. Penggunaan Penghasilan Konsumen ______________________________________________________________ 48
Grafik 4.7. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat _______________________________________ 50
Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat _____________________________________________________ 50
Grafik 4.9. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat _______________________________________ 51
Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat ____________________________________________________ 51
Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Rumah Tangga ____________________________________________________________ 52
Grafik 4.12. Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga _______________________________________________________ 52
Grafik 4.13. Perkembangan Kredit Korporasi _________________________________________________________________ 53
Grafik 4.14. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi ___________________________________________________________ 53
Grafik 4.15. Perkembangan Aset dan DPK ___________________________________________________________________ 54
Grafik 4.16. Perkembangan Penyaluran Kredit _______________________________________________________________ 54

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 v
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM ___________________________________________________________________ 54
Grafik 4.18. Perkembangan Risiko Kredit UMKM _____________________________________________________________ 54
Grafik 4.19. Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja ________________________________________________________ 55
Grafik 4.20. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja ______________________________________________________ 55
Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat _________________________________________________ 59
Grafik 5.2. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar _____________________________________________________ 59
Grafik 5.3. Denominasi Outflow Uang Kartal Sulawesi Barat ____________________________________________________ 60
Grafik 5.4. Denominasi Outflow Uang Logam Sulawesi Barat ___________________________________________________ 60
Grafik 5.5. Denominasi Inflow Uang Kartal Sulawesi Barat ______________________________________________________ 60
Grafik 5.6. Denominasi Inflow Uang Logam Sulawesi Barat ___________________________________________________ 60
Grafik 5.7. Denominasi Uang Kartal ________________________________________________________________________ 60
Grafik 5.8. Denominasi Uang Logam _______________________________________________________________________ 60
Grafik 5.9. Denominasi Uang Kartal ________________________________________________________________________ 61
Grafik 5.10. Denominasi Uang Logam ______________________________________________________________________ 61
Grafik 5.11. Temuan Pecahan Uang Yang Diragukan Keasliannya _______________________________________________ 61
Grafik 5.12. Temuan Uang Yang Diragukan Keasliannya Berdasarkan Asalnya _____________________________________ 61
Grafik 5.13.Transaksi Kliring di Sulawesi Barat________________________________________________________________ 62
Grafik 5.14. Jumlah Warkat di Sulawesi Barat ________________________________________________________________ 62
Grafik 6.1. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor (%yoy) ___________________________________________ 66
Grafik 6.2. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Barat Agustus 2017 ________________________________________ 67
Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pada Periode Agustus ___________________________________________ 67
Grafik 6.4. Kondisi Ekonomi Saat ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu ____________________________________________ 68
Grafik 6.5. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan ke Depan Dibandingkan Saat Ini ___________________________________ 68
Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya ____________________________________________________________ 68
Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat _____________________________________________________________ 69
Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Triwulanan) ________________________________________________ 74
Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Tahunan) __________________________________________________ 74
Grafik 7.3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (Brent) ________________________________________________________ 76
Grafik 7.4. Prospek Inflasi _________________________________________________________________________________ 76

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. FGD Identifikasi Pengembangan Pariwisata ..................................................................................................... 18
Gambar 1.2. Observasi Pariwisata ke Kab. Mamasa ............................................................................................................. 18
Gambar 1.3. Contoh Peta Wisata Kabupaten Mamuju Utara ............................................................................................... 20
Gambar 1.4. Contoh Peta Wisata Kabupaten Mamuju Tengah ............................................................................................ 20
Gambar 1.5. Contoh Peta Wisata Kabupaten Mamuju ........................................................................................................ 20
Gambar 1.6. Contoh Peta Wisata Kabupaten Majene ......................................................................................................... 20
Gambar 1.7. Contoh Peta Wisata Kabupaten Polewali Mandar ........................................................................................... 20
Gambar 1.8. Contoh Peta Wisata Kabupaten Mamasa ........................................................................................................ 20
Gambar 3.1. Rantai Nilai Beras............................................................................................................................................ 42
Gambar 3.2. Forum Teknis TPID Beras (1) ............................................................................................................................ 42
Gambar 3.3. Forum Teknis TPID Beras (2) ............................................................................................................................ 42
Gambar 5.1. Penandatanganan PKS Kastip dengan PT. Bank Sulselbar KC Pasangkayu........................................................ 63

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
vi
Gambar 5.2.Kehadiran stakeholder Kab. Pasangkayu dalam pembukaan Kastip .................................................................. 63
Gambar 7.1. Prakiraan Curah Hujan ................................................................................................................................... 75
Gambar 7.2. Prakiraan Sifat Hujan ...................................................................................................................................... 75

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 vii
DAFTAR BOKS
Boks 1. Identifikasi Pengembangan Pariwisata Sulawesi Barat ___________________________________________________ 18
Boks 2. Pengendalian Inflasi Beras Di Sulawesi Barat ___________________________________________________________ 41
Boks 3. Peresmian Layanan Kas Titipan Bank Indonesia ________________________________________________________ 63

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
viii
RINGKASAN EKSEKUTIF

Perkembangan Ekonomi

Optimalisasi Sektor Basis Base effect sebagai dampak dari aktivitas perekonomian yang mengutamakan sektor
Sulawesi Barat, Ekonomi basis Sulawesi Barat sangat efektif mendorong pertumbuhan ekonomi. Optimalisasi
Konsisten Tumbuh sektor perkebunan diharapkan mampu menciptakan efek ganda (multiplier effect) pada
Positif pendapatan masyarakat sehingga mendorong konsumsi, pemanfaatan tenaga kerja yang
lebih tinggi, dan tentunya terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat itu sendiri.
Efisiensi pengelolaan sektor basis Sulawesi Barat turut menjadi strategi untuk
meningkatkan ekspor dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017 ditengah perlambatan ekonomi terjadi
peningkatan cukup signifikan yaitu 7,04% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya
hanya mencapai 4,40% (yoy). Sedangkan penurunan kinerja konsumsi pemerintah dan
ekspor diindikasi sebagai faktor perlambatan ekonomi dari sisi permintaan pada triwulan
IV 2017. Sisi penawaran kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan juga
mengalami perlambatan yang disertai penurunan tingkat pertumbuhan pada lapangan
usaha industri pengolahan.

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2017 adalah 6,63% (yoy), jika dibandingkan
dengan triwulan III 2017 yaitu 7,12% (yoy) ternyata masih lebih rendah pertumbuhan
ekonominya. Tahun 2017 secara keseluruhan menujukkan perekonomian Sulawesi Barat
tumbuh lebih baik dibanding 2016. Ekonomi Sulawesi Barat pada tahun 2017 tumbuh
6,67% (yoy) atau lebih tinggi dibanding realisasi tahun 2016 sebesar 6,01% (yoy).

Secara agregat peningkatan ekonomi pada tahun 2017 lebih didorong oleh perbaikan
produksi kelapa sawit sehingga lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
serta industri pengolahan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Indikator
perekonomian terkini memperlihatkan bahwa perekonomian Sulawesi Barat bergerak
meningkat dibanding triwulan IV 2017 pada kisaran 6,9% - 7,3% (yoy). Peningkatan
kinerja perekonomian terutama didorong peningkatan konsumsi pemerintah yang
mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya serta peningkatan ekspor luar negeri.
Dari sisi penawaran, sektor pertanian dan perkebunan menjadi sumber pertumbuhan
utama perekonomian dimana pada periode ini memasuki masa panen raya.

Perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2018 diperkirakan berada pada rentang yang
sama dengan tahun 2017. Pada tahun 2018, perekonomian Sulawesi Barat diprediksi
akan tumbuh dalam rentang 6,4% - 6,8% (yoy). Meski lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan masih akan tumbuh cukup baik pada tahun 2018, namun
tingkat pertumbuhannya diperkirakan tidak setinggi pada tahun 2017. Di sisi lain,
perkembangan positif diperkirakan terlihat pada konsumsi rumah tangga yang akan
mengalami perbaikan meski tidak signifikan.

Keuangan Pemerintah

Kinerja keuangan Kinerja fiskal semakin membaik dengan dukungan belanja barang dan modal yang
Sulawesi Barat terus meningkat serta realisasi transfer dana desa menopang perkembangan positif saat ini.
membaik Berdasarkan lokasi dan jenis kegiatannya, penyerapan anggaran terbesar berasal dari
Mamuju tengah, sedangkan belanja modal terkait perluasan jaringan air memiliki pangsa
belanja modal kerja terbesar.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 ix
Pagu APBN tumbuh signifikan pada triwulan IV yang disebabkan oleh dana transfer
Pemerintah Pusat dengan nilai pagu Rp1,44 triliun. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
pagu tercatat 46,46% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan III sebesar 39,48% (yoy).

Realisasi APBN 2017 merupakan yang tertinggi selama 5 tahun terakhir. Tren pelemahan
yang terjadi antara tahun 2014-2016 disebabkan realisasi belanja barang dan modal.
Percepatan proses pengadaan untuk sejumlah proyek infrastruktur turut mendukung
perbaikan kinerja realisasi APBN. Tingkat realisasi belanja pegawai yang sering menjadi
motor cenderung turun. Namun, realisasi dana transfer mencapai 97,24% atau Rp1,4
triliun adalah sumber utama dari dorongan realisasi APBN triwulan IV 2017.

Pendapatan belanja daerah tumbuh melambat sebesar 8,54% (yoy) dimana target 2017
sebesar Rp1,83 triliun atau 97,59%. Hal ini merupakan yang terendah dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir yang dipengaruhi rendahnya realisasi PAD. Penerimaan lain yaitu
transfer Pemerintah Pusat hanya sedikit lebih rendah dari target yaitu 98,7%, ditopang
realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang baik.
Pemerintah menargetkan PAD pada tahun 2018 tumbuh 12,63% (yoy) dengan harapan
pendapatan pajak dan retribusi yang meningkat.

Belanja pemerintah sebesar Rp1,93 triliun atau 93,1% masih lebih rendah dibandingkan
tahun lalu sebesar 95,44%. Realisasi belanja operasional, utamanya belanja pegawai dan
barang, masih menjadi penyerap anggaran terbesar. Keterlambatan pembeian peralatan
dan mesin menjadi penyebab rendahnya realisasi belanja modal tahun ini.

APBD Sulbar tercatat defisit Rp96,72 miliar pada triwulan IV 2017, lebih meningkat
dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang defisit sebesar Rp79,15 miliar.
Hal ini didasari percepatan belanja operasi dan modal menjelang penutupan anggaran
pemerintah pada akhir 2017. Kondisi ini diperkirakan akan berubah pada triwulan I 2018
karena aktivitas pemerintah relatif masih terbatas.

Upaya pemerintah untuk mendorong kemandirian dengan indikasi peningkatan rasio


sebesar 16,21% pada triwulan IV lebih baik pada triwulan sebelumnya yang tercatat
10,24%.

Inflasi

Inflasi tahunan 2017 Inflasi triwulan IV dengan kata lain 2017 tercatat 3,79% (yoy) yang menurun
relatif terkendali dibandingkan triwulan III sebesar 4,53% (yoy), namun realisasi inflasi tahun ini lebih
tinggi dibandingkan tahun 2016 sebesar 2,23% (yoy). Jika ditinjau lebih lanjut, kelompok
core tercatat 2,98% (yoy), volatile food sebesar 3,56%, dan administered price sebesar
7,62% (yoy).

Sinyal kuatnya tekanan harga terindikasi dari inflasi Januari 2018 di Sulawesi Barat yang
mencapai 0,5% (mtm), relatif lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun
lalu sebesar 0,59% (mtm). Sumber ini berasal dari komoditas beras dan ikan sebagai
bahan pangan utama. Inflasi triwulan laporan diperkirakan menurun dibandingkan
triwulan IV 2017. Hal ini didasari pada tekanan yang berasal dari beras akan menurun,
karena pasokan beras yang telah meningkat. Penyesuaian tarif listrik sebagai pemberi
sumbangan inflasi terbesar untuk kelompok administered price pada tahun 2017 tidak
akan terjadi dalam waktu dekat, serta kenaikan cukai rokok yang ditetapkan pada awal
tahun tidak memberikan andil cukup besar pada inflasi triwulan laporan.

Realisasi inflasi bulanan pada awal triwulan IV 2017 terdapat penurunan harga komoditas
ikan yaitu cakalang dan layang memberikan sumbangan terjadinya deflasi cukup dalam.
Akibatnya, kondisi bounce back pada kedua harga ikan menekan realisasi inflasi bulanan
pada November 2017. Sejumlah harga komoditas yaitu ikan, beras, dan telur ayam ras
memberikan tekanan terhadap pembentukan inflasi akhir tahun 2017.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
x
Komoditas pangan utama diproyeksikan akan tetap terjaga pasokannya selama triwulan
I 2018, seiring masa panen beras akan memenuhi kebutuhan masyarakat. Walaupun,
berdasarkan prediksi cuaca BMKG, sifat hujan yang tergolong menengah – tinggi akan
menyulitkan nelayan untuk menangkap ikan secara optimal, disamping sejumlah
tantangan seperti keterbatasan stok es, kapasitas penampungan ikan, dan tingginya
biaya operasional yang ikut mempengaruhi.

Inflasi triwulan berjalan diproyeksikan berkisar 3,06% - 3,46% (yoy) dengan


pertimbangan utama tekanan inflasi beras yang tidak akan memberikan tekanan cukup
besar ditengah mulai masuknya periode panen. Kelompok inflasi inti diperkirakan
memberikan tekanan yang berasal dari biaya tukang bukan mandor. Kenaikan cukai
rokok pada awal tahun yang memberikan tekanan relatif rendah, serta isu penyesuaian
tarif dasar listrik tidak akan terealisasi dalam waktu dekat menjadi pertimbangan untuk
kelompok inflasi administered price.

Sejumlah hasil survei indeks konsumen seperti IKE (Indeks Kondisi Ekonomi), IKK (Indeks
Keyakinan Konsumen), dan IEK (Indeks Ekspektasi Konsumen), serta IKU (Indeks Kegiatan
Usaha) terkategori optimis yang mengindikasikan positifnya sikap masyarakat terhadap
perekonomian saat ini. Penguatan koordinasi TPID baik Provinsi maupun Kabupaten juga
akan memperkuat pengendalian harga. Oleh karena itu, diharapkan inflasi triwulan IV
atau tahunan 2018 akan memenuhi target 3,5% ± 1% (yoy).

Jika ditinjau dari kelompok komoditas, kelompok perumahan air, listrik, gas, dan bahan
bakar memberikan sumbangan terbesar pada pembentukan inflasi triwulan IV 2017 yang
tercatat 1,31% (yoy). Hal ini berbeda dengan periode yang sama pada tahun 2016,
sumbangan inflasi berasal dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau
sebesar 1,18% (yoy).

Stabilitas Keuangan Daerah

Stabilitas keuangan Konsumsi rumah tangga masih mendominasi perekonomian Sulawesi Barat yang
Sulawesi Barat relatif kecenderungan pangsa yang menurun. Hal ini tercermin dari jumlah konsumsi rumah
terjaga tangga dalam PDRB triwulan IV 2017 sebesar 47,89% dari total PDRB (harga berlaku)
senilai Rp10,83 triliun. Beberapa indikasi yang dapat terlihat adalah peningkatan inflasi
dari kelompok pangan, serta pertumbuhan kredit konsumsi di tahun 2017 hingga
18,90% (yoy). Potensi konsumsi pada periode mendatang dapat diindikasikan dari
tingginya pertumbuhan DPK hingga 14,66% (yoy) pada tahun 2017.

Konsumsi masyarakat telah mengalami perbaikan setelah sempat melemah pada periode
sebelumnya. Peningkatan konsumsi tersebut ditopang oleh barang non-durable goods.
Ekspektasi masyarakat tetap optimis dengan kondisi ekonomi saat ini. Permintaan
masyarakat masih cukup baik dengan pertumbuhan KPR dan KMG tetap terjaga,
sementara penurunan KKB dipengaruhi oleh peningkatan harga sawit sebagai
penghasilan masyarakat.

Perkembangan debt service ratio triwulan IV relatif lebih baik dibandingkan triwulan lalu.
Begitu pula saving to income ratio yang lebih baik. Perkembangan ini diharapkan akan
berlanjut pada triwulan mendatang.

Pertumbuhan DPK cenderung meningkat dengan pertumbuhan 14,04% (yoy). Jika


ditinjau jenis simpanannya, tabungan dan deposito memiliki pangsa dominan masing-
masing tercatat 98,59% dan 58,09%.

Kredit RT tumbuh menguat pada triwulan IV dengan nilai 55,79% (yoy). Rasio kredit
bermasalah untuk KPR dan KMG relatif terjaga dimana kedua tercatat 1,87% dan
0,44%. LaTR tercatat tercatat menurun 4,3% pada triwulan laporan.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 xi
Kredit korporasi pada triwulan IV 2017 mengalami peningkatan pertumbuhan dari
7,44% (yoy) menjadi 12,36% (yoy). Kredit korporasi tersebut didominasi oleh pangsa
kredit untuk sektor listrik, gas, dan air sebesar 176%. Besarnya pangsa jenis kredit
tersebut mengakibatkan percepatan pertumbuhan yang terjadi pada Triwulan IV 2017.
Kredit korporasi terjadi peningkatan seiring dengan dimulainya musim tanam padi di
sektor pertanian sehingga kecenderungan peningkatan harga sawit yang mendorong
pada pengusaha sawit untuk meningkatkan produksi dan pembiayaannya.

Sejalan pertumbuhan kredit menguat, kinerja perbankan dalam menjaga risiko kredit
patut diapresiasi. Hal ini ditandai dengan menurunnya rasio NPL kredit. Penurunan NPL
secara agregat mencerminkan perbaikan kondisi kredit dibandingkan dari triwulan
sebelumnya yang secara berturut-turut mengalami peningkatan NPL. Berdasarkan jenis
kreditnya, melambatnya pertumbuhan pada kredit investasi dari 12,94% (yoy) di triwulan
III 2017 menjadi 7,91% (yoy) pada Triwulan IV 2017. Sementara itu, pertumbuhan kredit
modal kerja dan konsumsi pada Triwulan IV 2017 meningkat dari 18,04% menjadi
18,73% dan pertumbuhan kredit konsumsi tumbuh sangat positif dari 13,32% pada
triwulan III 2017 meningkat sebesar 18,90% pada triwulan laporan. Pangsa kredit untuk
modal kerja mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan lalu, sementara pangsa
kredit konsumsi dan kredit investasi mengalami peningkatan.

Meningkatnya daya beli masyarakat berdampak sangat berarti terhadap kegiatan usaha
UMKM, sehingga pertumbuhan kreditnya pun naik dari 7,48% (yoy) menjadi 9,40%
pada saat ini, nilai kredit UMKM pun naik dari Rp3,21 triliun menjadi Rp3,35 triliun.
Dengan kenaikan ini pangsa kredit UMKM terhadap total sebesar 35,70%. Penurunan
ini cukup signifikan mengingat pada awal tahun 2017 pangsa kredit UMKM cukup baik,
tercatat pangsanya lebih dari 40%. Sementara itu, tingkat NPL UMKM cenderung
semakin menurun dibandingkan triwulan lalu. Sejalan dengan penurunan NPL, jumlah
kredit berisiko di kelompok UMKM juga menurun. Kedepannya kredit berisiko ini
diperkirakan masih akan menurun, lebih disebabkan karena lambatnya pertumbuhan
kredit dan upaya perbankan untuk memitigasi risiko kredit. Disamping itu perbankan
lebih intensif dalam menjaga kolektabilitas kreditnya dengan melalukan evaluasi secara
berkala.

Seiring dengan meningkatnya minat menabung masyarakat dan proyeksi peningkatan


penduduk bekerja di Sulawesi Barat pada triwulan I 2018 diharapkan mampu mendorong
peningkatan rasio DPK melalui jumlah rekening DPK dan rasio kredit melalui jumlah
rekening kredit yang dimiliki masyarakat. Perkembangan akses keuangan di Sulawesi
Barat menjadi potensi besar untuk menunjang aktivitas perekonomian secara masif.

Secara rata-rata rasio rekening terhadap penduduk bekerjadi Sulawesi Barat pada tahun
2017 senilai 114,94% meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 88,89%.
Sementara, rasio rekening kredit terhadap penduduk bekerja juga ikut meningkat dari
12.59% pada tahun 2016 menjadi 14,91% pada tahun 2017. Perkembangan ini secara
rata-rata cukup baik, dan mampu mencerminkan kemudahan akses perbankan kepada
calon debitur, dalam hal ini penduduk yang bekerja semakin meluas jaringannya dan
semakin luas hal yang mampu dicakup oleh perbankan.

Sistem Pembayaran

Aliran uang Sulawesi Aliran uang Sulawesi Barat mengalami net outflow sebesar Rp 841 miliar pada triwulan
Barat pada triwulan IV IV 2017. Hal ini disebabkan oleh penurunan arus inflow uang kartal pada triwulan IV
mengalami net outflow. yang tercatat Rp 114 miliar serta peningkatan yang cukup signifikan pada arus outflow
uang sebesar Rp 955 miliar.

Pelaksanaan penarikan UTLE melalui setoran Bank pada triwulan IV tercatat menurun
sebesar Rp 66 miliar dengan pertumbuhan -21,25% (yoy). Kegiatan kas keliling yang

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
xii
dilakukan oleh KPw BI Sulbar baik dalam maupun luar kota sebanyak 126 kali dengan
modal kerja Rp 41,14 miliar.

Denominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat dari sisi outflow didominasi oleh pecahan
UK Rp. 50.000 dan UL Rp. 1.000, sedangkan UK Rp. 50.000 dan UL Rp. 1.000
mendominasi denominasi uang dari sisi inflow.

Proses penukaran uang oleh masyarakat melalui kegiatan kas keliling didominasi oleh
uang pecahan kecil yaitu UK Rp. 2.000. Sedangkan untuk UL dan UPB, pecahan Rp. 500
dan Rp. 100.000 menjadi denominasi yang sering ditukar pada kedua kelompok tersebut.

Penemuan uang palsu pada triwulan IV sebanyak 12 lembar yang menurun dibandingkan
triwulan III. Berdasarkan jenis pecahannya, UK Rp. 100.000 ditemukan paling banyak
dalam periode ini.

Penggunaan transaksi kliring di Sulawesi Barat pada triwulan IV 2017 mengalami


perlambatan. Nominal transaksi kliring tercatat sebesar Rp13,3 Milyar, atau tumbuh
melambat -14.24 %(yoy), jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III 2017
mencapai 40.91 % (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada triwulan ini sebanyak 253
warkat atau tumbuh -5.5 % (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III 2017 yang
mampu tumbuh 40.91 % (yoy).

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat pengangguran Berdasarkan data BPS terakhir, tingkat pengangguran di Sulawesi Barat mengalami
dan kesejahteraan peningkatan tipis pada Agustus 2017. Jumlah penduduk usia bekerja yang tercatat
belum mengalami sebesar 918 jiwa dengan pertumbuhan tipis 2,24% (yoy). Penduduk yang terkategori
perbaikan angkatan kerja mendominasi hingga 70,68%. Namun, tingkat pengangguran terbuka
juga belum mengalami perbaikan seiiring terbatasnya ketersediaan lapangan kerja.
Kondisi yang berbeda diharapkan terjadi pada triwulan laporan dengan prediksi serapan
tenaga kerja yang lebih baik.

Sejalan dengan informasi sebelumnya, menurut data terakhir BPS mengenai jumlah
penduduk bekerja per sektor, penyerapan tenaga kerja menurun di semua sektor. Sektor
perdagangan mengalami kontraksi paling besar yaitu 26,26% (yoy). Hal ini diperkirakan
akibat kecenderungan masyarakat untuk memilih pekerjaan pada sektor lain seperti jasa
kemasyarakatan karena pertumbuhannya tercatat tumbuh positif sebesar 0,53%
walaupun mengalami perlambatan.

Jika ditinjau dari jenis pekerjaannya, masyarakat Sulawesi Barat memiliki kecenderungan
untuk bekerja pada sektor formal. Berdasarkan data terakhir BPS, serapan tenaga kerja
sektor formal mengalami peningkatan sebesar 187,9 ribu jiwa. Faktor kepastian
penghasilan yang lebih baik dibanding sektor informal diperkirakan menjadi alasan
pertumbuhan pekerja sektor ini.

Sejumlah faktor yang diyakini penyerapan tenaga kerja sektor formal didasari kebijakan
pemerintah melalui SE Kementrian Tenaga Kerja tentang kenaikan Upah Minimum
Provinsi (UMP) sebesar 8,71%. Selain itu, beroperasinya PLTU Belang-belang dan mall
Mamuju Town Square dalam waktu dekat, serta rencana rekrutmen CPNS diyakini
menyerap tenaga kerja sektor formal yang lebih tinggi.

Tingkat pendidikan bagi tenaga kerja di Sulawesi Barat mengarah pada level pendidikan
yang lebih baik. Jumlah tenaga kerja lulusan SD menurun, seiiring porsi lulusan SMP,
diploma, dan universitas menjadi indikasi adanya perbaikan kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya pendidikan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Hasil survei konsumen masyarakat menggambarkan optimisme penyediaan lapangan


kerja dan penghasilan yang lebih baik pada periode mendatang. Optimisme ini didasari

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 xiii
oleh beroperasinya PLTU dan mall Matos yang diprediksi menyerap tenaga kerja dan
meningkatkan penghasilan masyarakat.

Nilai Tukar Petani (NTP) yang tercatat 110,13 pada triwulan IV 2014 adalah nilai tertinggi
yang pernah tercatat. Jika ditinjau lebih lanjut secara tahunan, pertumbuhan berasal dari
Nilai Tukar Nelayan (NTN), Perikanan (NTNP), Perkebunan Rakyat. Nilai Tukar Hortikultura
mengalami penurunan disebabkan indeks harga sayur-sayuran, sedangkan nilai tukar
budidaya Ikan masih terkategori tidak sejahtera.

Penurunan tingkat kemiskinan September 2017 yang tercatat 11,18% (%yoy) belum
mampu menurunkan secara absolut, karena jumlah penduduk miskin September 2017
tercatat 149,37 ribu jiwa bertambah dibandingkan September 2016 sebesar 146,90 ribu
jiwa.

Garis kemiskinan Sulawesi Barat September 2017 tumbuh melambat dibanding periode
yang sama tahun 2016 mencapai 8% (%yoy). Garis peningkatan mengalami
peningkatan baik garis kemiskinan makanan maupun non makanan.

Prospek Perekonomian

Import mendorong Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat Pada triwulan II 2018 diprediksikan lebih rendah
terjadinya kelesuan dibandingkan dengan triwulan I 2018. Triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran
Ekonomi Sulawesi Barat 5,8% - 6,2% (yoy). Indikasi perlambatan akibat peningkatan impor untuk memenuhi
kebutuhan yang bertambah pada saat bulan puasa dan hari raya lebaran. Sebaliknya,
konsumsi rumah tangga di triwulan II 2018 diharapkan mampu menjadi pendorong
utama pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Sedangkan di sisi lain, ekspor justru
diperkirakan lebih terbatas karena kelapa sawit tidak dalam produksi optimal serta
kecenderungan produksi kakao yang terus mengalami penurunan.

Perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2018 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan
tahun 2017. Pada tahun 2018, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh
dalam rentang sedikit lebih rendah dibandingkan 2017 yaitu 6,4% - 6,8% (yoy).
Pembangunan infrastruktur masih menjadi andalan untuk menggenjot perekonomian.
Pengoperasian PLTU Belang-Belang diharapkan tidak hanya sekedar memenuhi hasrat
kebutuhan energi di Sulawesi Barat akan tetapi juga mampu menjadi magnet bagi para
investor untuk menanamkan modalnya di Sulawesi Barat. Secara keseluruhan, baik
konsumsi rumah tangga dan pemerintah diperkirakan akan lebih baik pada tahun 2018.
Peningkatan pendapatan melalui kenaikan UMP dan ketersediaan lapangan kerja yang
lebih banyak di tahun 2018 diharapkan dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Harapan peningkatan perekonomian berasal dari ekspor luar Sulawesi Barat yang
didukung produksi kelapa sawit yang baik disertai tingkat permintaan yang meningkat di
kawasan Asia.

Permintaan masyarakat akan semakin meningkat pada triwulan II 2018 yang


notabenenya memasuki periode musiman bulan puasa dan hari raya lebaran, Inflasi akan
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan I 2018. Daya beli yang lebih
baik dengan adanya tambahan pendapatan juga berpotensi meningkatkan ekspektasi
harga para pedagang. Namun, melihat produksi bahan makanan yang cukup baik,
tingkat inflasi pada triwulan II 2018 diharapkan tidak setinggi pada triwulan II 2017 atau
berada pada rentang 3,0% - 3,4% (yoy). Tekanan inflasi berpotensi juga berasal dari
komponen administered prices terutama transportasi darat dan udara yang mengalami
peningkatan permintaan pada saat Lebaran.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
xi
v
Pencapaian inflasi 2018 diperkirakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh
Bank Indonesia sebesar 3,5%±1%. Kenaikan biaya perpanjangan STNK, hilangnya
subisidi listrik cukup, kenaikan bea cukai rokok juga memberi andil terhadap peningkatan
inflasi di 2017. Dengan adanya roadmap pengendalian inflasi, Sulawesi Barat dapat
memiliki arah yang lebih jelas dalam mengendalikan harga. Selain itu, adanya pencetakan
lahan baru, pembentukan klaster-klaster komoditas yang telah berjalan selama 2017
diharapkan mampu menekan harga komoditas yang selama ini selalu menyumbang
inflasi di Sulawesi Barat.

Secara umum berbagai risiko masih berpotensi memberikan tekanan inflasi di Sulawesi
Barat di tahun 2018. Apalagi konsumsi ikan laut yang cukup tinggi sehingga kondisi
cuaca ekstrim dapat mempengaruhi produksi ikan. Selain itu, kenaikan harga bahan
bakar minyak mungkin terjadi sebagai bentuk penyesuaian terhadap harga minyak dunia.
Risiko lainnya yaitu terkait kenaikan harga rokok yang merupakan komoditas konsumsi
yang cukup besar di Sulawesi Barat.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 xv
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Produk Domestik Regional Bruto & Inflasi
2014 2015 2016 2017
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Produk Dome stik Re gional Bruto (PDRB)
Sisi Pe rmintaan
Ha rg a Ko nsta n (Rp Milia r)
Konsumsi Rumah Tangga 3.072,5 3.100,7 3.234,7 3.243,8 3.227,2 3.252,0 3.403,8 3.407,4 3.401,7 3.516,2 3.526,8 3.504,6 3.530,4 3.670,8 3.681,9 3.751,2
Konsumsi Lembaga Non Profit RT 48,4 51,3 46,8 48,0 46,1 47,2 48,7 49,7 48,3 49,2 51,4 52,4 51,1 52,1 54,0 53,5
Konsumsi Pemerintah 711,1 848,4 927,0 1.441,5 674,5 953,3 1.098,5 1.638,5 636,9 1.108,0 1.231,2 1.835,0 667,8 1.072,4 1.408,1 1.788,4
Investasi 1.570,1 1.639,5 1.727,8 1.789,2 1.675,7 1.740,8 1.834,7 1.931,6 1.854,9 1.961,7 2.049,8 2.118,0 1.990,9 2.109,4 2.207,4 2.329,9
Ekspor 2.808,0 3.055,3 3.172,9 3.343,0 2.906,2 3.429,3 3.491,1 3.506,7 3.206,3 3.237,0 3.390,7 3.783,2 3.330,7 3.574,3 3.471,1 3.454,0
Impor 2.740,0 2.938,1 2.946,6 3.322,7 2.729,5 3.081,5 3.116,7 3.563,1 2.851,9 2.946,6 3.181,8 4.024,9 2.730,0 3.426,0 3.280,8 3.505,4
Total PDRB 5.683,7 5.960,2 6.224,9 6.326,9 5.998,9 6.471,8 6.624,0 6.869,7 6.362,7 6.768,4 7.001,3 7.392,5 6.852,5 7.127,2 7.499,8 7.882,4
Pe rtumbuha n Ta huna n (% yo y)
Konsumsi Rumah Tangga 5,33 4,98 4,41 4,72 5,04 4,92 5,14 4,99 4,98 7,45 3,64 2,82 3,78 4,40 4,40 7,04
Konsumsi Lembaga Non Profit RT 21,62 23,50 6,22 5,45 -4,69 -8,00 4,16 3,57 4,67 4,25 5,45 5,42 5,77 5,96 5,12 2,11
Konsumsi Pemerintah -2,14 -0,47 2,13 22,13 -3,58 18,22 19,20 8,65 -0,69 11,36 27,16 25,93 4,85 -3,21 14,37 -2,54
Investasi 7,40 2,82 5,40 14,83 7,21 6,82 6,81 8,61 10,69 12,89 11,33 7,92 7,33 7,53 7,69 10,00
Ekspor -3,08 -3,29 3,76 13,67 3,05 12,17 10,44 5,74 9,40 -3,51 -3,39 5,77 3,88 10,42 2,37 -8,70
Impor -6,69 -7,49 -4,48 9,73 -0,31 6,76 6,54 6,03 4,09 -4,11 6,60 16,21 -4,28 16,27 3,11 -12,91
Total PDRB 7,04 6,26 10,60 11,39 5,62 8,65 6,49 8,67 6,10 4,71 5,72 7,51 7,70 5,30 7,12 6,63
Sisi Pe naw aran
Ha rg a Ko nsta n (Rp Milia r)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.393,1 2.615,3 2.533,0 2.211,9 2.469,9 2.774,0 2.608,2 2.461,5 2.521,5 2.725,5 2.717,6 2.769,5 2.752,7 2.899,4 2.869,4 2.939,3
Pertambangan dan Penggalian 109,6 119,3 125,7 161,5 122,6 132,9 143,1 159,1 133,4 153,2 161,8 169,9 156,0 153,1 173,9 180,9
Industri Pengolahan 543,5 630,1 728,3 767,0 656,7 733,4 733,8 842,4 714,9 688,0 698,2 792,2 787,4 731,4 788,5 863,5
Pengadaan Listrik dan Gas 3,4 3,7 3,7 3,7 3,5 3,8 3,9 4,5 4,5 4,7 4,8 4,8 5,0 5,1 5,2 5,3
Pengadaan Air 9,7 9,5 9,7 10,3 10,0 10,5 10,9 11,5 11,0 11,4 11,4 11,7 11,2 12,2 12,9 13,1
Konstruksi 429,9 390,0 452,3 577,6 430,8 453,1 508,0 621,5 475,9 514,7 566,9 674,4 507,1 550,9 610,6 710,8
Perdagangan Besar dan Eceran 600,1 604,0 628,0 628,8 606,7 648,3 674,2 660,3 647,0 684,2 684,1 704,2 686,9 730,7 715,9 738,1
Transportasi dan Pergudangan 90,7 94,2 103,2 106,2 97,7 101,7 109,3 113,9 100,2 111,7 116,7 118,5 104,1 113,3 124,8 128,0
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14,1 14,5 14,7 16,0 14,3 15,0 15,7 17,1 15,6 16,8 17,5 18,1 16,5 16,7 17,4 18,4
Informasi dan Komunikasi 242,0 251,8 269,3 275,3 269,0 272,2 291,8 318,3 308,4 314,8 316,8 318,0 317,0 349,2 354,6 360,7
Jasa Keuangan dan Asuransi 116,0 120,3 119,5 123,1 118,6 117,4 134,5 138,4 137,3 155,2 149,3 142,9 151,2 160,5 157,0 165,1
Real Estate 168,9 170,6 173,4 174,2 175,3 178,8 182,2 185,2 187,9 190,5 192,7 193,3 194,6 198,0 201,9 204,8
Jasa Perusahaan 5,4 5,2 5,2 5,6 5,5 5,8 5,7 6,0 5,9 5,9 6,1 6,2 5,9 6,2 6,5 6,7
Administrasi Pemerintahan 452,6 422,7 495,9 623,8 473,6 474,8 586,2 680,5 503,3 573,6 677,3 749,9 509,8 535,4 741,7 794,4
Jasa Pendidikan 286,5 285,4 322,6 386,3 309,9 310,8 356,7 383,9 339,7 355,9 394,4 419,7 372,3 377,6 415,3 438,1
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 108,9 112,2 122,6 139,2 120,8 121,3 131,0 138,8 134,0 134,1 147,3 157,2 142,9 146,1 158,9 159,3
Jasa lainnya 109,1 111,5 117,8 116,4 114,0 117,7 128,8 126,7 122,4 128,2 138,2 141,9 131,9 141,2 145,4 156,0
Inflasi
Indeks Harga Konsumen 108,92 110,28 112,54 116,85 116,20 118,65 119,84 122,78 122,23 123,74 123,94 125,52 127,24 128,92 129,55 130,28
Laju Inflasi Tahunan (% yoy) 6,24 6,68 4,61 8,05 6,68 7,59 6,49 5,07 5,19 4,29 3,42 2,23 4,10 4,19 4,53 3,79
Laju Inflasi Tahun Berjalan (% ytd) 0,72 1,98 4,07 8,05 -0,56 1,54 2,56 5,07 -0,45 0,78 0,94 2,23 1,37 2,71 3,21 3,79

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
xv
i
Stabilitas Keuangan & Sistem Pembayaran
2015 2016 2017
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV
Stabilitas Ke uangan
Pe rbankan
No mina l (Rp Milia r)
Total Aset 4.745,3 5.008,2 5.086,1 5.135,5 5.297,8 5.909,3 5.990,8 6.122,5 6.152,7 6.600,7 6.714,1 7.005,3
Total DPK 3170,6 3508,3 3872,9 3304,6 3593,2 4164,5 3862,2 3475,9 3944,1 4144,6 4023,3 3930,1
Giro 860,3 972,4 1.144,5 477,6 1.142,6 1.372,9 1.078,7 439,4 1.111,5 1.019,4 946,3 818,2
Tabungan 1819,1 1902,0 2033,5 2529,9 2098,4 2390,3 2373,8 2679,8 2400,5 2621,7 2588,6 2655,8
Deposito 491,3 634,0 694,9 297,0 352,2 401,2 409,8 356,7 432,1 503,4 488,5 456,1
Total Kredit (Lokasi Proyek) 5836,1 6043,8 6237,7 6530,8 6765,7 7416,1 7735,7 7826,9 8025,6 8336,6 8339,4 9392,7
Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 1746,0 1818,4 1874,5 1980,9 2155,4 2230,0 2202,7 2243,2 2321,0 2444,8 2432,4 2665,0
Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 841,3 899,4 938,8 1.090,1 1.103,0 1.140,1 1.244,9 1.266,7 1.313,4 1.285,9 1.271,6 1.732,3
Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 3248,8 3326,0 3424,6 3459,9 3507,2 4046,0 4288,2 4317,1 4391,2 4605,9 4635,4 4995,4
Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 2.298,6 2.316,6 2.410,4 2.718,5 2.883,9 3.014,5 3.012,3 3.088,8 3.199,4 3.308,8 3.213,2 3.353,0
Risiko Ke uangan
NPL Gross (%)
Total Kredit (Lokasi Proyek) 3,71 3,28 2,80 2,07 2,13 2,03 2,05 1,91 1,91 1,95 1,80 1,59
Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 6,81 5,82 4,34 2,87 2,68 2,47 2,50 3,07 3,54 3,55 3,53 2,73
Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 7,78 4,72 3,19 2,48 2,06 1,57 1,93 1,70 2,65 2,52 1,89 2,01
Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 0,68 0,72 0,66 0,63 0,59 0,42 0,39 0,41 0,83 0,94 0,82 0,82
Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 7,13 5,62 4,06 2,74 2,51 2,22 2,31 2,35 3,60 3,58 3,71 3,08
Siste m Pe mbayaran
Siste m Pe mbayaran Tunai
No mina l (Rp Milia r)
In Flow 49,2 160,4 39,4 193,9 142,3 284,1 131,3 213,8 114,3
Out Flow 647,1 136,5 703,7 303,5 370,3 254,2 896,8 479,9 955,4
Net Flow -597,8 24,0 -664,3 -109,6 -228,0 29,9 -765,5 -266,1 -841,1
Siste m Pe mbayaran Non Tunai
Nominal Kliring (Rp Miliar) 9,6 7,7 6,7 6,4 14,1 41,9 9,1 18,1 13,3
Jumlah Warkat Kliring 138 168 187 220 295 245 242 310 253

Sumber: Laporan Bank Umum Bank Indonesia, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 xv
ii
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

1. Perkembangan Ekonomi

BAB 01
PERKEMBANGAN EKONOMI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 1
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
2
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

1.1. Kondisi Umum


Perekonomian Sulawesi Barat masih tumbuh positif pada triwulan IV 2017 meski lebih rendah dibanding triwulan
III 2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada periode akhir di tahun 2017 yaitu 6,63% (yoy). Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017 yang sebesar 7,12% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan
ekonomi tersebut disebabkan penurunan kinerja konsumsi pemerintah dan ekspor. Sejalan dengan sisi
permintaan, dari sisi penawaran kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan juga mengalami perlambatan
disertai penurunan tingkat pertumbuhan pada lapangan usaha industri pengolahan.

Berbeda dengan yang terjadi di Sulawesi Barat, perekonomian nasional tumbuh lebih tinggi pada triwulan IV 2017
dibanding triwulan III 2017. Pertumbuhan ekonomi nasional justru meningkat dari 5,06% (yoy) di triwulan III 2017
menjadi 5,19% (yoy) pada triwulan IV 2017. Kondisi tersebut didorong peningkatan kinerja ekspor Indonesia.
Sementara di wilayah lain di Sulawesi, hampir seluruh provinsi mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi
pada triwulan IV 2017. Untuk seluruh provinsi di Pulau Sulawesi, pertumbuhan ekonomi meningkat dari 6,93%
(yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 7,53% (yoy). Selain Sulawesi Barat, hanya Sulawesi Tenggara yang mengalami
perlambatan ekonomi pada triwulan IV 2017.

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (%yoy)
PDRB Sulbar Pertumbuhan Sulbar (yoy) Pert. Ekonomi Sulbar Pert. Ekonomi Nasional
Rp miliar Pertumbuhan Nasional (yoy)
%
8,500 9.0
12.07
8.5 11.23
8,000 10.73
8.0
7,500 7.5 9.25
8.86
7,000 7.0
6.5 7.43 7.31
6.90 6.93 6.67
6,500 6.0 5.80 6.01
6,000 5.5
6.35 6.22 6.17 6.03
5.0 6.01
5.50 5.56
5,500 5.01 5.02 5.07
4.5 4.63 4.88
5,000 4.0
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Untuk keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Barat tumbuh lebih baik dibanding 2016. Ekonomi
Sulawesi Barat pada tahun 2017 tumbuh 6,67% (yoy) atau lebih tinggi dibanding realisasi tahun 2016 sebesar
6,01% (yoy). Peningkatan ekonomi pada tahun 2017 lebih didorong perbaikan produksi kelapa sawit sehingga
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan serta industri pengolahan mengalami peningkatan yang
cukup signifikan. Hal tersebut juga menyebabkan ekspor luar negeri mengalami peningkatan.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Sulawesi (%yoy)


Provinsi Triw ulan III-2017 Triw ulan IV-2017 2016 2017
Sulaw esiUtara 6.49 6.53 6.17 6.32
Sulaw esiTengah 8.73 9.15 9.98 7.14
Sulaw esiSelatan 6.70 7.78 7.42 7.23
Sulaw esiTenggara 6.56 6.12 6.51 6.81
Gorontalo 5.23 7.82 6.52 6.74
Sulaw esiBarat 7.12 6.63 6.01 6.67
Sulaw esi 6.93 7.53 7.43 6.99
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 3
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat selama 2017 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang
mengalami peningkatan dibanding 2016. Jika pada 2016 perekonomian nasional tumbuh 5,06% (yoy), pada
tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik sebesar 5,19% (yoy). Untuk wilayah Sulawesi,
hanya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah yang pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 tidak lebih baik
dibanding tahun 2016.

Memasuki triwulan I 2018, kinerja perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan semakin membaik dibanding
triwulan sebelumnya. Indikator perekonomian terkini memperlihatkan bahwa perekonomian Sulawesi Barat
bergerak meningkat dibanding triwulan IV 2017 pada kisaran 6,9% - 7,3% (yoy). Peningkatan kinerja
perekonomian terutama didorong peningkatan konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi pada triwulan
sebelumnya serta peningkatan ekspor luar negeri. Dari sisi penawaran, sektor pertanian dan perkebunan menjadi
sumber pertumbuhan utama perekonomian dimana pada periode ini memasuki masa panen raya.

Secara umum, perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2018 diperkirakan berada pada rentang yang sama
dengan tahun 2017. Pada tahun 2018, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang
6,4% - 6,8% (yoy). Meski lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan masih akan tumbuh cukup baik
pada tahun 2018, namun tingkat pertumbuhannya diperkirakan tidak setinggi pada tahun 2017. Di sisi lain,
perkembangan positif diperkirakan terlihat pada konsumsi rumah tangga yang akan mengalami perbaikan meski
tidak signifikan.

1.2. Sisi Permintaan


Dilihat dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan IV 2017 disebabkan pertumbuhan
negatif dari konsumsi pemerintah. Rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah hingga akhir 2017 menjadi
salah satu penyebab rendahnya konsumsi pemerintah. Selain itu, ekspor luar negeri Sulawesi Barat tidak
menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Kinerja ekspor luar negeri tersebut turut mempengaruhi
peningkatan pertumbuhan ekonomi 2017 dibanding 2016. Selain dari sisi ekspor, penurunan impor juga turut
mempengaruhi ekonomi Sulawesi Barat di 2017.

Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan
2015 2016 2017
PERTUMBUHAN YOY (%)
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL
KONSUMSI RUMAH TANGGA 5.03 4.88 5.23 5.04 5.05 5.41 8.13 3.61 2.85 4.96 3.78 4.40 4.40 7.04 4.91
KONSUMSI LNPRT -4.69 -8.00 4.16 3.57 -1.40 4.67 4.25 5.45 5.42 4.96 5.77 5.96 5.12 2.11 4.70
KONSUMSI PEMERINTAH -5.14 12.36 18.50 13.67 11.12 -5.57 16.23 12.09 11.99 10.23 4.85 -3.21 14.37 -2.54 2.61
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 6.73 6.18 6.19 7.96 6.78 10.69 12.68 11.72 9.65 11.16 7.33 7.53 7.69 10.00 8.18
PERUBAHAN PERSEDIAAN -7.02 -35.60 -318.21 -53.20 -64.89 -66.52 -220.14 -50.88 -222.83 -136.00 -82.56 -147.24 -37.15 -91.17 -264.72
EKSPOR 3.50 12.24 10.03 4.90 7.71 10.33 -5.61 -2.87 7.88 2.13 3.88 10.42 2.37 -8.70 1.56
IMPOR -0.4 4.9 5.8 7.2 4.5 4.5 -4.4 2.1 13.0 4.1 -4.3 16.3 3.1 -12.9 -0.5
TOTAL PDRB 5.55 8.58 6.41 8.58 7.31 6.06 4.58 5.69 7.61 6.01 7.70 5.30 7.12 6.63 6.67
2015 2016 2017
PANGSA (%)
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL
KONSUMSI RUMAH TANGGA 54.24 50.83 52.65 51.29 52.20 55.67 53.42 51.74 48.75 52.23 52.34 52.90 50.27 47.89 50.73
KONSUMSI LNPRT 0.78 0.73 0.74 0.74 0.75 0.79 0.75 0.77 0.73 0.76 0.78 0.77 0.76 0.70 0.75
KONSUMSI PEMERINTAH 11.63 15.59 18.63 26.13 18.27 10.99 18.06 19.46 27.62 19.41 10.78 16.55 21.05 25.01 18.69
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 29.27 27.95 29.07 29.65 28.99 30.69 30.27 30.52 29.99 30.36 30.44 31.07 30.82 30.84 30.80
PERUBAHAN PERSEDIAAN 2.84 2.03 -2.13 -1.91 0.10 1.74 -3.86 -1.87 3.57 -0.06 0.37 2.03 -1.06 0.26 0.38
NET EKSPOR IMPOR 1.24 2.87 1.03 -5.91 -0.31 0.11 1.35 -0.62 -10.66 -2.70 5.29 -3.32 -1.83 -4.72 -1.34
TOTAL PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
2015 2016 2017
ANDIL PERTUMBUHAN (%)
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL
KONSUMSI RUMAH TANGGA 2.72 2.54 2.72 2.59 2.64 2.91 4.08 1.86 1.42 2.54 2.02 2.28 2.22 3.34 2.49
KONSUMSI LNPRT -0.04 -0.07 0.03 0.03 -0.01 0.04 0.03 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.01 0.03
KONSUMSI PEMERINTAH -0.64 1.76 2.75 3.11 1.81 -0.63 2.39 2.00 2.86 1.72 0.49 -0.53 2.53 -0.63 0.46
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 1.86 1.70 1.72 2.25 1.89 2.99 3.41 3.25 2.71 3.09 2.14 2.18 2.25 2.87 2.37
PERUBAHAN PERSEDIAAN -0.26 -1.21 -3.19 1.82 -0.71 -2.20 -4.45 1.04 3.28 -0.48 -0.86 3.42 0.35 -1.53 0.32
NET EKSPOR IMPOR 1.91 3.87 2.38 -1.21 1.70 2.96 -0.89 -2.50 -2.70 -0.89 3.87 -2.10 -0.27 2.57 1.00
TOTAL PDRB 5.55 8.58 6.41 8.58 7.31 6.06 4.58 5.69 7.61 6.01 7.70 5.30 7.12 6.63 6.67

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
4
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

Komponen konsumsi rumah tangga masih mendominasi perekonomian Sulawesi Barat. Meski mendominasi,
pangsa konsumsi rumah tangga menurun dari 50,3% di triwulan III 2017 menjadi 47,9% di triwulan IV 2017.
Peran konsumsi yang besar ini diiringi impor yang besar terutama dari daerah lain di Indonesia. Porsi impor
terhadap perekonomian Sulawesi Barat mencapai 51,8%. Begitu pula untuk keseluruhan tahun 2017 dimana
konsumsi rumah tangga yang mencapai 50,7% lebih rendah dibanding tahun 2016 yang sebesar 52,2%.
Sementara, porsi impor selama 2017 hampir tidak berbeda jauh dengan 2016 dimana 52,9% di tahun 2017 hanya
menurun sedikit dibanding 53,0% di 2016.

Grafik 1.3. Struktur Ekonomi Sulawesi Grafik 1.4. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi
Barat Sisi Permintaan Permintaan
%
Konsumsi Konsumsi 14
RT LNPRT Konsumsi RT
50.7% 12
0.8% Konsumsi LNPRT

Konsumsi 10 8.58 8.58 Konsumsi Pemerintah


7.61 7.70 7.12 6.63 Investasi
Pemerintah 8 6.41
5.55 6.06 5.69 Perubahan Persediaan
18.7% 5.30
6 4.58
Net Ekspor Impor
4 PDRB
2

-2

-4

-6
I II III IV I II III IV I II III IV

Investasi 2015 2016 2017

30.8%

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pada awal 2018, ekspor masih akan menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Perbaikan
produksi kelapa sawit yang disertai investasi di bidang ini pada tahun 2017 masih akan terasa dampaknya di awal
tahun 2018 terutama dalam hal ekspor luar negeri Sulawesi Barat. Selain itu, konsumsi pemerintah akan lebih baik
dibanding triwulan sebelumnya meski belum akan mengalami peningkatan yang signifikan.

1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga justru mengalami peningkatan signifikan di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan
IV 2017. Pada periode triwulan terakhir di tahun 2017, konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan sebesar
7,04% (yoy). Realisasi tersebut jauh melebihi periode triwulan yang mencapai 4,40% (yoy). Peningkatan konsumsi
ini sebagai bentuk normalisasi kondisi rumah tangga yang mengalami instabilitas keuangan di akhir tahun 2016
akibat penurunan produksi kelapa sawit. Perlambatan tersebut lebih disebabkan normalisasi konsumsi masyarakat
pasca bulan puasa dan hari raya Lebaran yang merupakan periode konsumsi tertinggi bagi masyarakat Sulawesi
Barat. Sebagai informasi, pada triwulan IV tahun 2016, konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan yang
tidak biasa dengan hanya tumbuh 2,85% (yoy).

Peningkatan konsumsi terjadi untuk seluruh kebutuhan rumah tangga. Dilihat dari pangsanya, konsumsi
masyarakat Sulawesi Barat pada triwulan IV 2017 yang terbesar yaitu makanan dan minuman (52,4%),
transportasi dan pendidikan (17,3%), dan perumahan dan perlengkapan rumah tangga (15,9%). Konsumsi
transportasi dan komunikasi menjadi komponen yang mengalami peningkatan pertumbuhan yang paling
signifikan dimana sebelumnya hanya tumbuh 4,14% (yoy) menjadi 9,81% (yoy) pada triwulan IV 2017.
Selanjutnya, konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga mengalami pertumbuhan 8,30% (yoy) pada
triwulan IV 2017 atau lebih tinggi dibanding triwulan III 2017 yang mencapai 2,01% (yoy). Hal ini mencerminkan
rumah tangga di Sulawesi Barat meningkatkan konsumsi kebutuhan sekundernya karena tingkat pendapatan yang
sudah lebih baik dibanding tahun 2016.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 5
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

Grafik 1.5. Struktur Konsumsi Rumah Grafik 1.6. Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah
Tangga Sulawesi Barat Tangga Sulawesi Barat
Sandang % yoy Tw III 2017 Tw IV 2017
2.9%
Perumahan 12
dan
Perlengkapan 10
Makanan
Minuman RT 8
52.4% 15.9%
6
4
Kesehatan
dan 2
Pendidikan 0
5.1%

Perlengkapan RT

Lainnya
Sandang

Transportasi dan
Makanan Minuman

Restoran dan Hotel


Kesehatan dan
Perumahan dan
(2)

Pendidikan

Komunikasi
Transportasi
dan
Komunikasi
17.3%
Restoran dan
Lainnya Hotel
4.0% 2.3%

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi di triwulan IV 2017, secara keseluruhan untuk tahun 2017, konsumsi
rumah tangga masih tumbuh dengan cukup baik. Di tahun 2017 ini konsumsi rumah tangga tumbuh 4,91% (yoy)
atau hanya sedikit lebih rendah dibanding tahun 2016 sebesar 4,96% (yoy). Membaiknya tingkat penghasilan di
2017 membuat konsumsi rumah tangga di Sulawesi Barat tetap kuat seperti tahun sebelumnya untuk mendorong
perekonomian Sulawesi Barat. Melihat komponennya, konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga
menjadi komponen yang mengalami perlambatan pertumbuhan. Di sisi lain, konsumsi makanan dan minuman
yang memiliki pangsa terbesar mengalami peningkatan dengan tumbuh 4,91% (yoy) atau lebih baik dibanding
2016 yang mencapai 4,77% (yoy).

Peningkatan konsumsi rumah tangga tercermin dari penghasilan konsumen yang mengalami perbaikan.
Berdasarkan Survei Konsumen (SK) yang dilakukan Bank Indonesia, indeks penghasilan konsumen pada triwulan
IV 2017 mengalami peningkatan optimisme terutama sejak bulan November 2017. Hingga akhir periode pun
konsumen optimisme meningkat hingga berada pada level indeks 133,0. Kenaikan optimisme konsumen dalam
hal penghasilan ini dipicu perubahan kebijakan dalam penetapan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit
sehingga memberikan kesejahteraan yang lebih kepada petani kelapa sawit. Sementara itu, kecenderungan
konsumsi barang kebutuhan tahan lama masih dalam level pesimis namun sudah mengarah kepada optimisme.

Grafik 1.7. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan


Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Konsumsi
Lalu
Indeks Penghasilan Konsumen Rp miliar Kredit Konsumsi Pert. Kredit Konsumsi - rhs % yoy
Indeks Ketersediaan lapangan kerja 6,000 30.00
Indeks Indeks Konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama
5,000 25.00
200
180 4,000 20.00
160
140 3,000 15.00
120
2,000 10.00
100
80
1,000 5.00
60
40 0 0.00
Feb-16

Feb-17
Dec-16

Dec-17
Sep-16

Sep-17

Nov-17
Mar-16
Apr-16

Nov-16

Jan-17
Aug-16

Mar-17
Apr-17
May-16
Jun-16
Jul-16

Oct-16

May-17
Jun-17
Jul-17
Aug-17

Oct-17

I II III IV I II III IV I II III IV


2015 2016 2017

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Jika dilihat secara keseluruhan sepanjang tahun 2017, indeks penghasilan konsumen tidak berbeda jauh
dibandingkan dengan indeks pada tahun 2016. Kondisi tersebut tidak terjadi pada indeks konsumsi barang
kebutuhan tahan lama dimana hampir sepanjang tahun 2017 konsumen dalam kondisi pesimis. Hal ini didorong
volatilitas harga komoditas yang semakin tinggi pada tahun 2017 sehingga meski penghasilan meningkat,
konsumen akan menahan konsumsi selain kebutuhan primer. Konsumen cenderung menjaga stabilitas keuangan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
6
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

untuk mengantisipasi penurunan harga komoditas yang dapat menurunkan tingkat penghasilan konsumen secara
tiba-tiba.

Pesimisme konsumen dalam hal konsumsi barang tahan lama tercermin dari pelemahan penjualan mobil di
Sulawesi Barat. Penjualan mobil di Sulawesi Barat pada triwulan IV 2017 mengalami kontraksi hingga 46% (yoy).
Pada akhir tahun 2017, pergerakan harga CPO cukup mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat. Hal ini
menyebabkan rumah tangga akan mengutamakan kebutuhan primer berupa makanan dan minuman. Secara
tahunan, penjualan mobil di 2017 turun hingga 29% (yoy).

Grafik 1.9. Perkembangan Penjualan Mobil di Sulawesi Barat


Pert. Penjualan Mobil (% yoy)
% yoy Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama - skala kanan indeks
80 140
60 120
40 100
20 80
0 60
-20 40
-40 20
-60 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017

Sumber: Kontak Liaison, diolah

Sejalan dengan peningkatan konsumsi rumah tangga di triwulan IV 2017, kredit konsumsi juga mengalami
peningkatan. Pertumbuhan kredit konsumsi pada triwulan III 2017 sudah cukup tinggi pada angka 11,44% (yoy).
Namun, pada triwulan IV 2017, pertumbuhan kredit konsumsi semakin tinggi hingga 17,92% (yoy). Peningkatan
kredit konsumsi terutama pada kebutuhan rumah tangga seperti rumah dan perlengkapannya. Sementara, jika
dibandingkan dengan tahun 2016, pertumbuhan kredit konsumsi 2017 mengalami perlambatan.

Konsumsi rumah tangga di triwulan I 2018 diperkirakan akan mengalami pelemahan. Pasca tahun baru,
kecenderungan rumah tangga akan menurunkan tingkat konsumsinya jika dibandingkan akhir tahun. Konsumsi
cukup tinggi dalam menyambut perayaan hari besar keagamaan dan liburan akhir tahun, sehingga secara rasional
rumah tangga tidak memiliki momen dalam meningkatkan konsumsi. Periode tahun juga dapat menjadi waktu
bagi rumah tangga mempersiapkan keuangan dalam menghadapi bulan puasa dan hari raya Idul Fitri pada periode
mendatang. Selain itu, konsumsi selain makanan dan minuman belum persisten penguatannya sehingga melihat
kondisi ini konsumsi dengan nilai besar untuk kategori barang tahan lama belum akan meningkat pada periode
ini.

1.2.2. Konsumsi Pemerintah

Konsumsi pemerintah mengalami penurunan kinerja pada triwulan IV 2017 jika dibandingkan dengan triwulan III
2017. Di periode triwulan IV di tahun 2017, konsumsi pemerintah tumbuh negatif sebesar -2,54% (yoy). Padahal
pada triwulan sebelumnya, komponen yang cukup berpengaruh terhadap perekonomian Sulawesi Barat ini
mampu tumbuh hingga 14,37% (yoy). Penurunan kinerja di periode akhir tahun ini ditengarai tidak optimalnya
belanja untuk mendukung aktivitas pemerintahan. Secara tahunan, kinerja konsumsi pemerintah masih positif
dengan tumbuh sebesar 2,61% (yoy) meski angka tersebut lebih rendah dibanding tahun 2016 yang mampu
tumbuh 10,23% (yoy).

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 7
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

Grafik 1.10. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Grafik 1.11. Perkembangan Giro Pemerintah Daerah di
Provinsi Sulawesi Barat Perbankan Sulawesi Barat
Belanja Pert. Belanja - rhs Realisasi Belanja Non Kumulatif - rhs Rp miliar Giro Pemerintah Pert. Giro Pemerintah - rhs %

2,500 120.00 1,200 80


100.00 60
2,000 1,000
80.00
40
60.00 800
1,500 20
40.00
600 0
20.00
1,000
0.00 -20
400
500 (20.00) -40
(40.00) 200
-60
0 (60.00)
0 -80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017
2015 2016 2017

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Sulawesi Barat, diolah

Penurunan konsumsi pemerintah diindikasikan berasal dari perlambatan belanja pemerintah daerah. Realisasi
belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat hingga penghujung tahun 2017 mencapai 93,10%. Realisasi tersebut
lebih rendah dibanding 2 tahun sebelumnya yang dapat mencapai minimum 95%. Kinerja belanja pemerintah
yang sempat terhambat pada triwulan II 2017, tidak terjadi pada periode laporan. Seluruh komponen belanja
pemerintah baik dari sisi belanja operasional maupun modal lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Perbaikan ini menjadi awal yang positif bagi pemerintah daerah yang baru untuk mengembangkan Provinsi
Sulawesi Barat di tahun berikutnya.

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan tumbuh lebih baik pada triwulan I 2018. Meski belum mengalami
peningkatan yang signifikan, konsumsi pemerintah akan lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Kinerja
pemerintah akan lebih baik pada awal tahun setelah pada tahun lalu pemerintahan ditata ulang untuk pencapaian
target yang lebih optimal ke depannya. Dampak dari perubahan organisasi akan mulai dirasakan kinerjanya pada
tahun 2018 yang menjadi tahun pertama program pemerintahan dilaksanakan secara penuh oleh pemerintah
daerah yang baru.

1.2.3. Investasi

Pada triwulan IV 2017, investasi mengalami pertumbuhan tertinggi selama 2017. Pertumbuhan investasi di
triwulan IV 2017 yang mencapai 10,00% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai
7,69% (yoy). Peningkatan investasi terutama disebabkan investasi non-bangunan yang tumbuh 14,44% (yoy).
Investasi non-bangunan banyak dilakukan sektor pemerintahan dalam rangka pemasangan peralatan teknologi
informasi di perkantoran untuk mendukung kelancaran pelayanan terhadap masyarakat. Meski melambat,
investasi bangunan juga tumbuh cukup baik mencapai 7,79% (yoy). Pembangunan infrastruktur bangunan tidak
hanya dari pembangunan akses jalan, namun juga infrastruktur pendukung seperti irigasi, bendungan, dan
pengembangan bandara Tampa Padang.

Secara keseluruhan tahun 2017, investasi di Sulawesi Barat masih tumbuh cukup tinggi. Pertumbuhan investasi di
tahun 2017 mencapai 8,18% (yoy), meskipun angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2016 sebelumnya
yang mencapai 11,16% (yoy). Beberapa penundaan pembangunan infrastruktur menjadi salah satu penyebab
pertumbuhan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain itu, pihak swasta cenderung
berhati-hati dalam melakukan penambahan modal mengingat pergerakan harga komoditas selama 2017 yang
kurang menguntungkan dari sisi bisnis.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
8
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

Grafik 1.12. Investasi Bangunan Grafik 1.13. Realisasi Pengadaan Semen


Pert. Investasi Bangunan Pert. Investasi Non Bangunan Realisasi Pengadaan Semen Pert. Realisasi Pengadaan Semen - rhs
% yoy ton % , yoy
18 120 40
16 35
100 30
14
12 80 25
10
20
60 15
8
10
6 40 5
4 0
20
2 -5
0 0 -10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Perlambatan pada investasi bangunan tergambarkan dari realisasi semen yang melambat. Selama triwulan III 2017,
jumlah realisasi pengadaan semen berjumlah 95 ribu ton. Jumlah tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan
realisasi semen pada triwulan III 2017 yang mencapai 99 ribu ton. Meski lebih rendah, pengadaan semen pada
periode triwulan IV 2017 masih tumbuh 15% (yoy). Pertumbuhan pengadaan semen mengindikasikan
pembangunan infrastruktur di Sulawesi Barat masih terus mengalami peningkatan. Secara jumlah keseluruhan
pengadaan semen di tahun 2017, justru mengalami peningkatan dengan tumbuh 22,96% (yoy) atau semakin
baik dibandingkan tahun lalu yang hanya tumbuh 11,92% (yoy).

Jumlah penanaman modal yang masuk pada triwulan IV 2017 lebih rendah dibanding triwulan III 2017. Selama
triwulan IV 2017, jumlah penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang masuk ke Sulawesi Barat sebesar Rp63,7
miliar. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp220,7 miliar. Industri
makanan masih menjadi favorit investor ke Sulawesi Barat mengingat potensi sumber daya alam sebagai bahan
baku industri masih cukup berlimpah. Dari jumlah modal yang masuk tersebut, investasi yang paling besar
mengarah ke industri makanan dimana korporasi pengolah kelapa sawit melakukan investasi untuk meningkatkan
produksi. Selain itu, sebagian aliran modal masuk untuk menyelesaikan pembangunan pembangkit listrik yang
sedang dalam tahap proses penyelesaian. Selain itu, Sulawesi Barat mendapat suntikan modal asing (PMA) sebesar
USD2,4 juta.

Grafik 1.14. Realisasi Penanaman Modal di Grafik 1.15. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi
Sulawesi Barat Triwulanan Barat Tahunan
Penanaman Modal Dalam Negeri Penanaman Modal Asing - skala kanan Rp miliar Penanaman Modal Asing Penanaman Modal Dalam Negeri
700.0 juta USD 14.0 1,200
Rp miliar
600.0 12.0
1,000
500.0 10.0
800
400.0 8.0
600
300.0 6.0
400
200.0 4.0

200
100.0 2.0

0.0 0.0 0
I II III IV I II III IV I II III IV 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2015 2016 2017 modal asing dikonversi dengan kurs JISDOR 31 Des 2017: 1 USD = Rp 13.548

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Meski mengalami pelemahan di triwulan IV 2017, secara keseluruhan penanaman modal ke Sulawesi Barat di
tahun 2017 mengalami peningkatan dibanding 2016. Total PMDN selama 2017 yang masuk ke Sulawesi Barat
sebesar Rp660,2 miliar, jauh melampaui PMDN 2016 sebesar Rp84,1 miliar. Peningkatan investasi selama 2017
terkait dengan pengembangan produk turunan kelapa sawit dimana mulai tahun 2017 Sulawesi Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 9
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

menghasilkan produk Palm Kernel Oil (PKO). Selain itu, pembangunan pembangkit listrik yang baru baik PLTU
Belang-belang dan PLTS Karampuang turut mendorong penanaman modal di Sulawesi Barat selama 2017.

Investasi pada triwulan I 2018 diperkirakan akan semakin melambat. Mengingat investasi yang dilakukan di
Sulawesi Barat saat ini didominasi investasi bangunan yang dilakukan pemerintah, di awal tahun kecenderungan
pembangunan belum terlalu banyak dilakukan. Pembangunan sebagian besar masih dalam tahap proses
pengadaan. Beberapa investasi diperkirakan masih tetap berjalan bagi proyek yang telah dimulai pada tahun lalu.

1.2.4. Ekspor dan Impor

Pada triwulan IV 2017, ekspor Sulawesi Barat mengalami penurunan dibanding periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Pada periode tersebut, ekspor tumbuh hanya tumbuh -8,70% (yoy) di saat periode sebelumnya masih
mampu tumbuh positif 2,37% (yoy). Pelemahan ekspor Sulawesi Barat ini didorong penurunan ekspor luar negeri
Sulawesi Barat. Menurut salah satu kontak liaison, kondisi pelemahan di akhir tahun 2017 lebih disebabkan harga
CPO di pasar internasional yang dinilai sangat rendah. Kondisi tersebut menyebabkan pelaku usaha harus
menahan dalam optimalisasi kapasitas produksi agar tetap menjaga margin keuntungan. Namun, di tengah
penurunan ekspor tersebut, impor juga mengalami penurunan bahkan lebih dalam dibanding ekspor dengan
turun 12,91% (yoy). Perubahan kinerja ekspor yang biasanya selalu meningkat di akhir tahun sejalan dengan
pelemahan terhadap konsumsi barang tahan lama. Dengan penurunan impor tersebut, defisit neraca perdagangan
Sulawesi Barat pada triwulan IV 2017 tidak terlalu dalam yaitu Rp510,8 miliar (harga berlaku).

Grafik 1.16. Perkembangan Ekspor Impor Grafik 1.17. Perkembangan Harga CPO Dunia
Ekspor Impor
Harga CPO Pert. Harga CPO - rhs % yoy
USD/metric ton
Pertumbuhan Ekspor - skala kanan Pertumbuhan Impor - skala kanan
% yoy 900 40
4,500 Rp miliar 20.00
800 30
4,000 15.00 700
3,500 20
10.00 600
3,000
5.00 500 10
2,500
2,000 0.00
400 0
1,500 300
-5.00 -10
1,000 200
500 -10.00 -20
100
0 -15.00 0 -30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: World Bank, diolah

Kondisi pelemahan ekspor pada akhir tahun 2017 menjadi faktor utama yang menyebabkan kinerja ekspor
Sulawesi Barat pada tahun 2017 tidak lebih baik dibanding 2016. Pertumbuhan ekspor Sulawesi Barat di tahun
2017 yang mencapai 1,56% (yoy) masih lebih rendah dibandingkan 2016 yang mencapai 2,13% (yoy). Pelemahan
ekspor disebabkan harga CPO yang cenderung menurun sepanjang tahun 2017. Penurunan harga CPO tersebut
turut mempengaruhi konsumsi masyarakat yang sumber penghasilannya banyak dipengaruhi kelapa sawit.
Konsumsi yang berasal dari luar Sulawesi Barat atau impor pun turut berkurang selama 2017 dimana impor
menurun sebesar 0,48% (yoy). Dengan penurunan impor tersebut, neraca perdagangan Sulawesi Barat terhindar
dari defisit neraca perdagangan yang dalam yaitu defisit sebesar Rp531,2 miliar (harga berlaku).

Benua Asia menjadi sasaran ekspor CPO Sulawesi Barat. Pada triwulan IV 2017, negara Pakistan dan Filipina
menjadi negara tujuan ekspor utama dari Sulawesi Barat dengan porsi mencapai 63% dari total ekspor luar negeri
Sulawesi Barat. Kerja sama Indonesia dan Pakistan dalam hal perdagangan luar negeri berimbas pula kepada
kinerja ekspor dari Sulawesi Barat yang sejak 2016. Selain tingkat permintaan dari Pakistan memang cukup tinggi
terhadap CPO, saat ini Pakistan telah memiliki jalur perdagangan yang baik untuk menghubungkan Asia Selatan
ke Asia Timur hingga Eropa Timur.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
10
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

Grafik 1.18. Negara Tujuan Ekspor CPO

% Filipina India Pakistan Tiongkok Republik Korea Other Asia

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017

Sumber: Bea Cukai, diolah

Pada triwulan I 2018, perlambatan ekspor masih akan terasa. Hal ini mempertimbangkan harga CPO yang masih
mengalami penurunan hingga awal tahun 2018. Namun, neraca perdagangan diperkirakan berada pada angka
yang positif. Jika melihat dampak harga CPO terhadap pendapatan masyarakat maka konsumsi barang dari luar
Sulawesi Barat akan rendah pada awal triwulan I 2018.

1.3. Sisi Penawaran


Di triwulan IV 2017, beberapa lapangan usaha utama mengalami perlambatan pertumbuhan. Lapangan usaha
utama yang mengalami perlambatan yaitu administrasi pemerintahan, industri pengolahan, dan konstruksi. Meski
ada lapangan usaha yang melambat, beberapa lapangan usaha lainnya justru mampu tumbuh tinggi hingga di
atas 10% (yoy) seperti informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik dan gas, serta
pengadaan air. Dengan pertumbuhan yang tinggi, lapangan usaha informasi dan komunikasi, menjadi salah satu
lapangan usaha yang memberikan andil besar yaitu 0,58% terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat di
triwulan IV 2017.

Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran
2015 2016 2017
PERTUMBUHAN YOY (%) 2015 2016 2017
I II III IV I II III IV I II III IV
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.21 6.07 2.97 11.29 5.74 2.09 -1.75 4.20 12.51 4.08 9.17 6.38 5.58 6.13 6.77
Pertambangan dan Penggalian 11.89 11.37 13.82 -1.48 8.06 8.86 15.30 13.13 6.77 10.89 16.94 -0.10 7.43 6.45 7.35
Industri Pengolahan 20.82 16.40 0.77 9.82 11.15 8.86 -6.20 -4.86 -5.95 -2.46 10.14 6.31 12.93 9.00 9.59
Pengadaan Listrik dan Gas 1.86 4.92 5.86 19.95 8.29 30.16 22.26 21.69 7.44 19.66 10.66 7.69 8.54 11.49 9.59
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2.64 10.95 11.90 11.32 9.23 10.49 7.87 4.91 2.33 6.24 2.20 7.89 13.26 11.09 8.69
Konstruksi 0.20 16.17 12.30 7.60 8.84 10.47 13.59 11.60 8.51 10.85 6.56 7.04 7.71 5.40 6.61
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1.09 7.34 7.36 5.00 5.22 6.64 5.53 1.48 6.65 5.02 6.16 6.80 4.64 4.81 5.59
Transportasi dan Pergudangan 7.73 7.95 5.95 7.29 7.20 2.51 9.87 6.78 3.99 5.78 3.97 1.44 6.89 8.06 5.18
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.32 3.65 6.87 6.61 4.69 9.07 11.55 11.24 5.84 9.33 5.51 -0.24 -0.30 1.60 1.55
Informasi dan Komunikasi 11.13 8.12 8.35 15.63 10.87 14.65 15.64 8.56 -0.10 9.26 2.79 10.94 11.93 13.41 9.82
Jasa Keuangan dan Asuransi 2.20 -2.42 12.55 12.46 6.26 15.77 32.20 11.01 3.25 14.90 10.11 3.46 5.16 15.54 8.41
Real Estate 3.82 4.82 5.05 6.32 5.01 7.15 6.54 5.78 4.38 5.94 3.61 3.95 4.76 5.91 4.57
Jasa Perusahaan 2.29 11.56 9.07 7.77 7.63 6.64 1.60 7.08 3.38 4.62 0.20 4.30 8.02 8.59 5.33
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 4.66 12.35 18.22 9.10 11.05 6.25 20.79 15.55 10.19 13.04 1.30 -6.65 9.50 5.93 3.08
Jasa Pendidikan 8.17 8.91 10.57 -0.60 6.29 9.60 14.52 10.57 9.33 10.90 9.62 6.09 5.28 4.38 6.20
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 10.91 8.08 6.90 -0.29 6.01 10.87 10.55 12.39 13.24 11.83 6.65 8.96 7.88 1.38 6.06
Jasa lainnya 4.48 5.62 9.33 8.88 7.14 7.34 8.88 7.29 11.96 8.90 7.73 10.14 5.20 9.93 8.24
TOTAL PDRB 5.55 8.58 6.41 8.58 7.31 6.06 4.58 5.69 7.61 6.01 7.70 5.30 7.12 6.63 6.67

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan serta industri pengolahan menjadi lapangan usaha
pendorong utama peningkatan ekonomi tahun 2017. Kedua lapangan usaha tersebut memberikan andil masing-
masing 2,64% dan 1,01% terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat di tahun 2017 yang mencapai 6,67%
(yoy). Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat di tahun 2017 berpotensi tumbuh lebih tinggi jika
lapangan usaha administrasi pemerintahan tidak mengalami perlambatan pertumbuhan yang dalam.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 11
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada 2017 masih menjadi lapangan usaha yang
memberikan peran terbesar terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Pada tahun 2017, 3 (tiga) lapangan usaha
terbesar di Sulawesi Barat yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan (41,5%), perdagangan (10,4%), dan industri
pengolahan (10,1%). Sumber daya alam memang masih menjadi sumber penghasilan utama masyarakat Sulawesi
Barat. Terlebih pada tahun 2017 banyak program pemerintah yang mendukung lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan. Tidak hanya sektor perkebunan yang memang selama ini menjadi penyumbang
terbesar, namun juga produktivitas tanaman pangan semakin ditingkatkan selama 2017.

Grafik 1.19. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Grafik 1.20. Pangsa Ekonomi Sulawesi Barat Sisi
Penawaran (%yoy) Penawaran
2016 2017 2016 2017
41.5%
13.04 41.5%
10.85
9.59 9.82
9.26

6.77 6.61
5.59
5.02
4.08
3.08
10.4%
10.1%
9.5% 8.2% 10.5%
8.2% 8.6% 8.0%
4.0%
3.9%

-2.46
Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Infokom Administrasi Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Infokom Administrasi
Pengolahan Pemerintahan Pengolahan Pemerintahan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pada triwulan I 2018, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan masih akan mengalami peningkatan.
Lapangan usaha tersebut mengalami peningkatan yang bersumber dari panen raya pada kelompok tanaman
pangan. Selain pertanian, lapangan usaha konstruksi juga akan mengalami peningkatan yang bersumber dari
kelanjutan proyek pembangunan pada tahun 2017 maupun beberapa proyek yang masih tertunda. Sementara
itu, pengadaan listrik diperkirakan menjadi lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi pada awal tahun 2018
mengingat sudah mulai beroperasinya PLTU Belang-belang dan PLTS Karampuang.

1.3.1. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Grafik 1.21. Perkembangan Triwulanan Lapangan


Usaha Pertanian
Pertanian Pert. Pertanian - rhs
Rp miliar % yoy
Andil Pertumbuhan - rhs
3,100 14
2,900 12

2,700 10
8
2,500
6
2,300
4
2,100
2
1,900 0
1,700 -2
1,500 -4
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami pertumbuhan 6,18% (yoy) pada triwulan IV
2017. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,58% (yoy). Peningkatan
sektor utama ini bersumber dari peningkatan produksi kelapa sawit dan tanaman pangan dengan komoditas
utama padi dan jagung. Sementara komoditas kakao tidak banyak berproduksi pada periode akhir tahun. Untuk
komoditas sektor perikanan, baik komoditas ikan tangkap maupun ikan budidaya juga mengalami peningkatan.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
12
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

Di tahun 2017, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami pertumbuhan yang mendorong
peningkatan perekonomian Sulawesi Barat secara umum. Pertumbuhan sektor andalan Sulawesi Barat ini selama
2017 mencapai 6,77% (yoy) atau jauh lebih tinggi dibanding 2016 yang sebesar 4,08% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan terutama didorong perbaikan produksi kelapa sawit setelah sebelumnya di tahun 2016 produksi
kelapa sawit terganggu El Nino. Selain itu, penambahan lahan untuk tanaman pangan selama 2017 turut
menyumbang penambahan produksi lapangan usaha pertanian.

Peningkatan lapangan usaha pertanian didukung curah hujan yang baik. Dengan pangsa yang besar maka
produksi kelapa sawit akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dari sektor pertanian. Sementara produksi kelapa
sawit dipengaruhi curah hujan pada satu tahun sebelumnya. Jumlah curah hujan yang tinggi pada triwulan IV
2016 sebesar 411 mm turut mendukung peningkatan produksi kelapa sawit di triwulan IV 2017. Selain itu, kondisi
cuaca selama triwulan IV 2017 cukup baik tanpa adanya cuaca yang dapat menganggu produksi tanaman pangan
maupun buah-buahan. Dilihat secara tahunan, jumlah curah hujan selama tahun 2016 sebesar 1.572 mm atau
tumbuh 44% (yoy) turut mendukung produksi kelapa sawit selama 2017.

Selain itu, peningkatan lapangan usaha pertanian didukung peningkatan kredit pada sektor pertanian. Pada
triwulan IV 2017 mengalami peningkatan signifikan sebesar 38,42% (yoy). Kondisi ini melanjutkan pertumbuhan
positif pada triwulan sebelumnya sebesar 27,19% (yoy) ataupun periode yang sama tahun sebelumnya 33,23%
(yoy). Perbaikan produksi mendorong petani untuk melakukan perawatan terhadap lahan yang dikelola.
Pembukaan lahan baru dari berbagai komoditas juga banyak dilakukan sehingga penguatan modal melalui kredit
semakin tinggi.

Grafik 1.22. Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.23. Perkembangan Curah Hujan
Kredit Pertanian Pert. Kredit Pertanian - rhs 800 mm 1,000
Rp miliar % yoy % yoy
1,400 50.00 700
800
45.00 600
1,200
40.00 600
1,000 35.00 500

800 30.00 400 400


25.00
600 300
20.00 200
400 15.00 200
10.00 0
200 100
5.00
0 0.00 0 -200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017 2014 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, diolah

Panen raya menjadi sumber peningkatan pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Memasuki panen raya yang diperkirakan dimulai sejak bulan Februari membuat produksi tanaman pangan akan
mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Selain itu, produksi kelapa sawit juga diperkirakan masih
cukup tinggi melihat kondisi curah hujan yang cukup merata sepanjang 2017. Beberapa komoditas lain seperti
kakao dan buah-buahan juga akan mengalami masa panen meski masih terbatas.

1.3.2. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran

Perdagangan besar dan eceran mengalami peningkatan di akhir periode 2017. Pada triwulan IV 2017, lapangan
usaha perdagangan besar eceran tumbuh 4,81% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan III
2017 yang mencapai 4,64% (yoy). Peningkatan sektor ini disebabkan peningkatan produksi dari sektor pertanian
dan perkebunan yang menjadi barang dagangan utama di Sulawesi Barat. Selain itu, perayaan hari besar

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 13
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

keagamaan turut mendukung aktivitas perdagangan terutama barang dari luar Sulawesi Barat untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.

Secara keseluruhan tahun 2017, lapangan usaha perdagangan besar dan eceran mengalami peningkatan
dibanding 2016. Di tahun 2017, lapangan usaha perdagangan besar eceran tumbuh 5,59% (yoy) atau lebih baik
dibandingkan pertumbuhan di tahun 2016 yang mencapai 5,02% (yoy). Perbaikan produksi pertanian dan
perkebunan yang mulai terjadi sejak triwulan II menjadi faktor utama peningkatan aktivitas perdagangan di
Sulawesi Barat.

Grafik 1.24. Perkembangan Triwulanan Lapangan


Grafik 1.25. Perkembangan Kredit Perdagangan
Usaha Perdagangan

Rp miliar Perdagangan Rp miliar Kredit Perdagangan Pert. Kredit Perdagangan - rhs % yoy
%
Pert. Perdagangan - rhs 2,500 25.00
800 9
Andil Pertumbuhan - rhs
750 8
2,000 20.00
700 7
6 1,500 15.00
650
5
600
4 1,000 10.00
550
3
500 500 5.00
2
450 1
0 0.00
400 0 I II III IV I II III IV I II III IV
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Untuk mendukung aktivitas usaha, pelaku usaha di bidang perdagangan melakukan peningkatan jumlah kredit.
Pada akhir 2017, kredit sektor perdagangan meningkat hingga 7,46% (yoy) atau meningkat dibanding triwulan
sebelumnya sebesar 1,67% (yoy). Pelaku usaha berupaya memanfaatkan momen perbaikan produksi pertanian
dan pendapatan masyarakat untuk meraih keuntungan maksimal.

Di awal tahun 2018, aktivitas perdagangan kembali mereda. Pasca perayaan hari besar keagamaan dan liburan
akhir tahun, aktivitas konsumsi masyarakat pada triwulan I 2018 tidak setinggi triwulan sebelumnya. Namun,
dengan adanya panen raya pada awal tahun 2018 ini, kinerja perdagangan masih cukup baik meski tidak setinggi
pada periode sebelumnya.

1.3.3. Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Industri pengolahan mengalami pertumbuhan tinggi meski masih lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya. Lapangan usaha industri pengolahan mengalami pertumbuhan 9,00% (yoy) atau lebih rendah
dibandingkan periode triwulan sebelumnya yang mencapai 4,16% (yoy). Peningkatan produksi kelapa sawit yang
terjadi sejak triwulan IV 2016 masih dirasakan hingga triwulan IV 2017 meski sudah tidak setinggi triwulan
sebelumnya, memberikan dampak positif terhadap industri pengolahan hingga triwulan IV 2017. Beberapa
investasi yang dilakukan pelaku usaha pada semester pertama 2017 mulai memberikan dampak terhadap
pertumbuhan industri pengolahan. Namun, pergerakan harga CPO yang cenderung menurun hingga akhir 2017
membuat pelaku usaha mengatur strategi produksi agar tidak mengalami kerugian. Hal ini yang menyebabkan
meski produksi kelapa sawit cukup tinggi, produksi dari industri justru tidak lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.

Tahun 2017 menjadi periode perbaikan bagi industri pengolahan di Sulawesi Barat. Setelah mengalami penurunan
pada 2016 dengan tumbuh -2,46% (yoy), industri pengolahan kembali tumbuh positif di 2017 bahkan
pertumbuhannya di atas pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat secara total yaitu 9,59% (yoy). Faktor produksi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
14
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

kelapa sawit yang membaik menjadi pendukung utama perbaikan industri pengolaha. Selain itu, peningkatan
kapasitas produksi yang dilakukan tidak signifikan namun hasilnya menunjukkan perkembangan yang positif.

Grafik 1.26. Perkembangan Triwulanan Lapangan


Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Industri
Usaha Industri
Rp miliar % Rp miliar Kredit Industri Pert. Kredit Industri - rhs % yoy
Industri Pert. Industri - rhs Andil Pertumbuhan - rhs
900 25 180 200.00
160
800 20 150.00
140
15 120 100.00
700
10 100
50.00
600 80
5
60 0.00
500
0 40
-50.00
400 -5 20
0 -100.00
300 -10 I II III IV I II III IV I II III IV
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Pertumbuhan tinggi industri pengolahan diikuti dengan pertumbuhan yang baik pada kredit industri. Pada
triwulan IV 2017, kredit industri tumbuh hingga 20,0% (yoy). Pertumbuhan tinggi ini mencerminkan pelaku usaha
berupaya memanfaatkan momen perbaikan produksi sektor pertanian dan perkebunan yang ada di Sulawesi
Barat. Sementara itu, produksi industri mikro kecil dan besar sedang secara umum juga tumbuh. Produksi industri
mikro kecil tumbuh 12,07% (yoy) dan produksi industri besar sedang tumbuh 6,04% (yoy).

Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil Grafik 1.29. Pertumbuhan Industri Besar dan Sedang
% yoy IMK Makanan IMK Pakaian Jadi IMK % yoy Makanan Industri Besar dan Sedang
140 25
120 20

100 15

80 10
5
60
0
40
-5
20
-10
0
-15
-20 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017
2014 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan masih akan tumbuh baik pada triwulan I 2018. Produksi kelapa
sawit yang baik masih akan memberikan dampak positif bagi industri di Sulawesi Barat. Namun, mengingat masa
puncak produksi kelapa sawit tidak terjadi pada periode awal tahun, produksi industri CPO yang ada di Sulawesi
Barat pada triwulan I 2018 tidak setinggi triwulan sebelumnya. Sementara itu, industri pengolahan beras akan
mengalami peningkatan seiiring dengan musim panen yang akan terjadi pada periode ini meski nilainya tidak
sebesar industri CPO.

1.3.4. Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial

Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mengalami perlambatan pada
triwulan IV 2017. Pada triwulan akhir 2017, lapangan usaha tersebut tumbuh 5,93% (yoy) dimana pada periode
sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 9,50% (yoy). Perlambatan ini disebabkan tidak optimalnya realisasi
belanja pemerintah daerah. Salah satu belanja pemerintah daerah yang dikurangi yaitu terkait penggunaan tenaga
honorer yang sudah mulai dikurangi untuk lebih optimalisasi pegawai aparatur sipil negara. Jika dilihat secara

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 15
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

keseluruhan tahun 2017, lapangan usaha ini mengalami penurunan kinerja yang cukup dalam dimana hanya
tumbuh 3,08% (yoy). Padahal pada tahun sebelumnya mampu tumbuh hingaa 13,04% (yoy).

Grafik 1.30. Perkembangan Triwulanan Lapangan


Usaha Administrasi Pemerintahan

Rp miliar Adm. Pemerintahan %


Pert. Adm. Pemerintahan - rhs

900 Andil Pertumbuhan - rhs 25

800 20

700 15

600 10

500 5

400 0

300 -5

200 -10
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Perlambatan yang terjadi pada triwulan IV 2017, diperkirakan tidak akan terjadi lagi pada triwulan I 2018. Pada
awal tahun 2018, lapangan usaha administrasi pemerintahan akan lebih baik dari triwulan sebelumnya. Struktur
organisasi yang telah terbentuk sesuai dengan potensi di Sulawesi Barat, diprakirakan akan bekerja lebih optimal
mulai dari triwulan pertama di tahun 2018.

1.3.5. Lapangan Usaha Konstruksi

Konstruksi mengalami perlambatan pada triwulan IV 2017. Pada triwulan IV 2017, lapangan usaha konstruksi
mengalami pertumbuhan 5,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan pencapaian triwulan III 2017 yang mencapai
7,71% (yoy). Pelemahan sektor konstruksi ini disebabkan tertundanya beberapa proyek yang seharusnya berjalan
di triwulan IV 2017. Tertundanya pembangunan irigasi Kalukku menjadi salah satu proyek yang tertunda
pembangunannya. Masalah pembebasan lahan yang belum dapat diselesaikan membuat proyek untuk
peningkatan produktivitas pertanian tersebut menjadi tertunda. Penundaan proyek tersebut juga membuat kinerja
lapangan usaha konstruksi tahun 2017 tidak setinggi tahun 2016. Pada tahun 2017, konstruksi tumbuh 6,61%
(yoy) atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 10,85% (yoy).

Grafik 1.31. Perkembangan Triwulanan Lapangan


Usaha Konstruksi

Rp miliar Konstruksi %
800 Pert. Konstruksi - rhs 18
Andil Pertumbuhan - rhs 16
700
14
600 12
10
500
8
400 6
4
300
2
200 0
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Perlambatan konstruksi tercermin dari pertumbuhan realisasi pengadaan semen yang tidak setinggi triwulan
sebelumnya. Pengadaan semen mengalami pertumbuhan 15,4% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan periode
sebelumnya (34,5%, yoy). Jika dilihat secara keseluruhan tahun 2017, realisasi pengadaan semen tumbuh cukup

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
16
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

baik sebesar 22,96% (yoy). pertumbuhan tinggi ini karena rencana proyek pembangunan infrastruktur di tahun
2017 yang cukup banyak meski realisasinya terdapat penundaan beberapa proyek. Di sisi lain, kredit konstruksi
juga belum mengalami perkembangan yang cukup baik dengan hanya tumbuh 1,72% (yoy). Namun, rendahnya
pertumbuhan kredit konstruksi lebih disebabkan histori kredit sektor ini yang memiliki tingkat risiko yang tinggi
sehingga perbankan masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit konstruksi.

Grafik 1.32. Realisasi Pengadaan Semen Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Konstruksi

Realisasi Pengadaan Semen Pert. Realisasi Pengadaan Semen - rhs Rp miliar Kredit Konstruksi Pert. Kredit Konstruksi - rhs % yoy
ton % , yoy
120 40 160 70.00
35 140 60.00
100 30
120 50.00
80 25 40.00
20 100
30.00
60 15 80
20.00
10 60
40 5 10.00
40 0.00
20 0
-5 20 -10.00
0 -10 0 -20.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017 2015 2016 2017

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Di triwulan I 2018, lapangan usaha konstruksi diperkirakan akan mengalami peningkatan. Penundaan proyek yang
terjadi pada tahun 2017 akan diupayakan terealisasi sejak awal tahun 2018, terutama beberapa permasalahan
pembebasan lahan yang dapat diusahakan lebih optimal. Selain itu, pembangunan jalan juga masih menjadi
rutinitas yang terus dilakukan, tidak hanya pembangunan jalan yang baru namun juga perbaikan jalan yang rusak
diantaranya karena terjadi tanah longsor.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 17
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

BOKS
Boks 1. Identifikasi Pengembangan Pariwisata Sulawesi Barat

IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN PARIWISATA SULAWESI BARAT 1


Pada tahun 2016, telah dilaksanakan kajian tentang diagnosa pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh Bank
Indonesia. Tujuan dari penelitian tersebut adalah identifikasi hambatan utama terhadap pertumbuhan ekonomi di
Sulawesi Barat. Sejumlah hambatan yang ditemukan dari kajian antara lain: kualitas sumber daya manusia,
kurangnya pasokan listrik, infrastruktur jalan dengan kualitas baik yang terbatas, rendahnya pasokan air bersih,
dan belum banyaknya hilirisasi industri terhadap produksi sumber daya alam. Pengembangan potensi
perekonomian belum dieksplor secara optimal dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat.

Sektor pariwisata dapat menjadi salah satu solusi bagi hambatan-hambatan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi
Barat. Berdasarkan World Tourism Organization (WTO, 2010), pengembangan wisata dan investasi dalam
pengembangan perekonomian dapat memberikan kesempatan untuk penciptaan lapangan pekerjaan,
infrastruktur dan peningkatan pendapatan dari sektor jasa. Pengembangan pariwisata mempunyai efek stimulan
bagi sektor-sektor terkait seperti industri kreatif, restoran, perhotelan, transportasi, jasa penukaran uang dan
perdagangan untuk tumbuh seiiring dengan berkembangnya sektor ini. Contoh pengembangan pariwisata seperti
di Bali dan D.I. Yogyakarta diharap memberikan dampak serupa di Sulawesi Barat.

Sulawesi Barat sebagai salah satu provinsi muda di Indonesia juga memiliki potensi pariwisata keindahan alam dan
budaya layaknya wilayah Indonesia yang lain. Mayoritas wilayah Sulawesi Barat dikelilingi oleh garis pantai, namun
demikian peran pariwisata, terutama wisata bahari, dalam perekonomian Sulawesi Barat masih cukup kecil.
Dengan metode LQ (location quotient), pangsa pariwisata didekati komoditas Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum hanya menyumbang 0,2% terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Jumlah kunjungan wisatawan relatif
terbatas dengan kecenderungan meningkat. Jumlah kunjungan wisatawan nusantara tahun 2016 sekitar 400 ribu
orang meningkat dibandingkan tahun 2015 sebanyak 300 ribu orang. Demikian pula wisatawan mancanegara
yang jumlahnya meningkat di tahun 2016 sebesar 3.000 orang dibandingkan tahun 2015 sebanyak 2.000 orang.
Kondisi tersebut menjadi indikasi awal bahwa sektor pariwisata dapat menjadi alternatif motor perekonomian.

KPw BI Provinsi Sulawesi Barat telah melakukan penelitian bersama Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada
(Puspar UGM) terkait identifikasi pengembangan pariwisata di Sulawesi Barat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifkasi potensi pariwisata yang dilanjutkan penyusunan rekomendasi pengembangan sektor pariwisata,
serta menganalisis posisi daya saing pariwisata Sulawesi Barat dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.
Penelitian ini bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Provinsi dan Kabupaten serta Bappeda dalam FGD dan
Gambar 1.1. FGD Identifikasi Pengembangan Pariwisata Gambar 1.2. Observasi Pariwisata ke Kab. Mamasa

Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
18
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat telah menyusun Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Provinsi (RIPPAROV)
pada tahun 2016 sebagai pedoman pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) Daerah. Penentuan
kawasan wisata dengan mempertimbangkan potensi daerah yang mampu menjadi daya tarik yaitu kawasan sosial
budaya, pendidikan, rohani, dan bahari. Penelitian ini telah mengobservasi seluruh Destinasi Tempat Wisata (DTW)
di Sulawesi Barat dan mengelompokkan wilayah tersebut menjadi berdasarkan 2 (dua) penilaian. Penilaian
pertama didasarkan pada ketersediaan fasilitas wisata seperti gerbang, toilet, warung makan, dan sebagainya.
DTW akan dinilai berdasarkan tiga tingkat yaitu 1 (tidak ada fasilitas apapun), 2 (ada 1-5 jenis fasilitas), dan 3 (ada
6 jenis atau lebih fasilitas). Sementara, penilaian kedua didasarkan pada aksesibilitas yang terdiri tiga tingkat yaitu
1 (hanya tersedia jalan menuju DTW), 2 (tersedia jalan menuju DTW dan di dalam lingkungan DTW), dan 3 (tersedia
jalan menuju DTW, di dalam DTW, dan menuju DTW lain). Hasilnya adalah sebagaian besar DTW dinilai tergolong
tingkat 3 baik dari sisi fasilitas maupun aksesibilitas.

Identifikasi sektor pariwisata Sulawesi Barat berpotensi sebagai sektor unggulan masa depan akan dianalisis
menggunakan metode Static Location Quotien (SLQ) dan Dynamic Location Quotien (DLQ). Metode Static Location
Quotien (LQ) menilai posisi sektor pariwisata saat ini terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Perhitungannya
didasarkan perbandingan PDRB sektor pariwisata setiap kabupaten dan PDRB sektor pariwisata Provinsi terhadap
PDRB total. Hasil perhitungan akan dinilai pada tiga kriteria yaitu SLQ >1 (sektor pariwisata tergolong basis
pertumbuhan, memiliki keunggulan komparatif, dan produksinya mampu ekspor ke luar wilayah), SLQ = 1 (non-
basis, tidak memiliki keunggulan komparatif, dan hanya mampu memenuhi kebutuhan sendiri), dan SLQ < 1 (non
basis, tidak memiliki keunggulan komparatif, dan perlu pasokan/impor dari luar wilayah). Hasil analisis SLQ
ditemukan bahwa semua kabupaten mempunyai SLQ < 1. Metode DLQ menilai potensi sektor pariwisata menjadi
basis perekonomian masa depan. Perhitungannya menggunakan data laju pertumbuhan PDRB sektor pariwisata
dan PDRB total. Hasil perhitungan akan dinilai pada tiga kriteria yaitu DLQ >1 (pariwisata dapat menjadi basis
perekonomian masa depan), DLQ = 1 (pengembangan pariwisata tidak akan memberikan nilai tambah yang
optimal), dan DLQ < 1 (sebaiknya tidak dilakukan pengembangan). Hasil analisis DLQ ditemukan seluruh
kabupaten mempunyai nilai DLQ > 1. Berdasarkan kedua analisis diatas, kondisi pariwisata saat ini belum
memberikan keunggulan komparatif, namun berpotensi sebagai basis perekonomian masa depan Sulawesi Barat.

Strategi yang dapat ditempuh dalam pengembangan pemasaran dapat dilakukan dengan bauran mulai dari
produk, harga, promosi dan lokasi. Pengembangan produk dapat dilakukan secara komprehensif untuk berbagai
tingkat produk yaitu core product, facilitating product, supporting dan augmented product. Core product
pariwisata Sulawesi Barat dapat difokuskan pengembangan wisata bahari sebagai trademark. Sebagai bentuk
dukungan dari produk utama tersebut, pengembangan facilitating product dapat berupa olahraga dan rekreasi
air seperti snorkeling, berenang dan diving. Supporting product dapat difokuskan pada pengembangan wisata
budaya Sulawesi Barat seperti kebudayaan Mandar, kopi Mamasa, dan burung Maleo. Harga wisata sebagai salah
satu perbandingan tingkat daya saing perlu disusun standar harga baik untuk makanan, retribusi, dan transportasi
publik untuk memberikan kepastian bagi wisatawan. Strategi promosi difokuskan pada dua jalur yaitu pelayanan
wisata dengan baik, sehingga promosi dapat dilakukan oleh wisatawan kepada orang lain serta pemasaran melalui
media sosial dan pameran pariwisata. Pengembangan lokasi yang dimaksud adalah strategi perluasan pemasaran
yang bekerjasama agen-agen perjalanan di Makassar dan Balikpapan dimana keduanya memiliki penerbangan
langsung menuju Sulawesi Barat yang berpotensi sebagai pasar utama.

Rekomendasi pengembangan pariwisata telah disusun dan disesuaikan KSP dan DTW setiap kabupaten. Indikasi
program pengembangan juga disusun dari jangka pendek hingga panjang dengan mengikutsertakan aspek
regulasi, infrastruktur, teknis, maupun non teknis. Selanjutnya, contoh peta wisata dan iklan promosi yang terlihat
pada Gambar 1.3 dan 1.4 dapat digunakan sebagai referensi untuk pemasaran kepada wisatawan.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 19
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

Tabel 1.4. Rekomendasi Pengembangan Parawisata Provinsi Sulawesi Barat


Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
 Kajian Rencana Pengembangan  Kajian pola perjalanan wisatawan  Evaluasi Ripparda, pemasaran,
Pariwisata (RIPPARDA, RIPOW, dan DED)  Pembangunan gedung expo center pemberdayaan masyarakat, dan
seta aturan / Perda  Pelaksanaan pameran pariwisata kendala lainnya dalam
 Pembangunan Tourist Information  Pengembangan fisik kawasan pengembangan pariwisata
 Pengembangan fasilitas pendukung pariwisata sesuai dokumen  Pelaksanaan pasar wisata
pariwisata perencanaan. Internasional
 Penyusunan paket wisata dan  Pengembangan Badan Promosi  Kerjasama promosi tingkat
merintis pemasaranPengelolaan yang Pemasaran Pariwisata Internasional
profesional  Pembangunan Tourist Information  Kajian kepuasan wisatawan
 Pelatihan untuk masyarakat: sadar Center.  Mengembangkan produk wisata
wisata, bahasa asing, pembuatan  Peningkatan Pemberdayaan baru.
suvenir, kuliner, dan lain-lain. Masyarakat.  Peningkatan fasilitas wisata
 Studi banding.
Sumber: Penelitian Bank Indonesia

Gambar 1.3. Contoh Peta Wisata Gambar 1.4. Contoh Peta Wisata Gambar 1.5. Contoh Peta Wisata
Kabupaten Mamuju Utara Kabupaten Mamuju Tengah Kabupaten Mamuju

Gambar 1.6. Contoh Peta Wisata Gambar 1.7. Contoh Peta Wisata Gambar 1.8. Contoh Peta Wisata
Kabupaten Majene Kabupaten Polewali Mandar Kabupaten Mamasa

Sumber: Penelitian Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
20
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

2. Keuangan Pemerintah

Bab 02
Keuangan Pemerintah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 21
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
22
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat


Kinerja fiskal semakin baik, secara triwulanan dan tahunan pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Secara umum, kinerja fiskal di tahun 2017 menunjukkan perkembangan positif. Secara triwulanan
(qtq), ekspansi fiskal di triwulan IV 2017 didukung oleh peningkatan belanja barang dan modal. Sementara secara
tahunan (yoy), peningkatan kinerja fiskal tahun 2017 ditopang oleh realisasi transfer dana desa. Berdasarkan
lokasinya, penyerapan anggaran terbesar di Kabupaten Mamuju Tengah. Berdasarkan jenis kegiatan, belanja
modal terkait dengan perluasan jaringan air memiliki pangsa anggaran belanja modal terbesar. Kedepannya untuk
mendorong percepatan realisasi anggaran dibutuhkan pengendalian dan peran aktif inspektorat untuk
mendukung proses penyerapan anggaran dan pelaksanaan kegiatan berjalan seperti yang diharapkan.

Tabel 2.1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat

Pagu (Rp M iliar) Realisasi (Rp M iliar)


Periode
Belanja Belanja Bantuan Belanja Belanja Belanja Bantuan Pertum bu
Belanja Pegaw ai Transfer Total Transfer Total
Barang M odal Sosial Pegaw ai Barang M odal Sosial han (yoy)

I 424.99 1,018.82 1,447.28 263.36 - 3,154.45 79.59 41.50 54.11 51.09 - 226.29 12.3%
II 511.26 1,118.91 2,089.46 219.17 - 3,938.80 186.39 183.39 351.74 64.70 - 786.22 20.4%
2015
III 512.64 1,141.68 2,087.11 219.17 - 3,960.60 341.70 413.09 815.13 124.21 - 1,694.13 26.3%
IV 540.80 1,148.09 2,185.63 265.78 - 4,140.30 494.03 1,000.96 2,044.21 261.79 - 3,800.99 25.8%
I 561.49 1,264.40 1,460.26 16.00 - 3,302.15 101.63 125.68 189.74 0.19 - 417.24 27.7%
II 562.76 1,301.68 1,505.38 15.99 - 3,385.81 272.22 405.61 538.48 4.36 - 1,220.67 46.0%
2016
III 567.40 1,289.53 1,309.24 15.45 - 3,181.62 411.67 725.73 864.98 6.37 - 2,008.75 20.5%
IV 585.46 1,321.55 1,310.55 15.45 - 3,233.01 581.40 1,096.95 1,214.93 15.20 - 2,908.48 17.7%
2017 I 856.66 963.74 1,198.14 12.85 1,262.11 4,293.50 174.45 100.34 122.37 0.13 - 397.29 -4.8%
II 862.09 985.62 1,197.00 12.85 1,262.11 4,319.67 411.23 341.74 370.59 1.62 517.36 1,642.54 34.6%
III 872.05 1,100.03 1,190.35 13.18 1,262.11 4,437.72 648.68 645.43 595.53 7.28 793.93 2,690.85 34.0%
IV 942.43 1,130.98 1,206.11 13.24 1,442.48 4,735.24 897.87 1,021.95 1,165.10 12.40 1,402.67 4,499.99 54.7%

Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah

Pagu APBN tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2016, utamanya disebabkan dana transfer. Pagu APBN
triwulan IV 2017 tercatat Rp4,74 triliun, meningkat cukup signifikan sebesar 46,46% (yoy). Menilik komponennya,
tidak terdapat perbedaan nilai yang berarti pada nilai empat komponen APBN yaitu belanja pegawai, belanja
modal, belanja barang dan bantuan sosial. Namun adanya komponen transfer sebagai pembeda di tahun 2017,
dengan nilai pagu sebesar Rp1,44 triliun maka nilai pagu APBN di tahun 2017 bertambah cukup pesat.

Peningkatan pagu terlihat pula secara triwulanan, dimana peningkatan pagu pada triwulan IV 2017 sebesar
46,46% (yoy) lebih tinggi dibandingkan 39,48% pada triwulan III 2017 (yoy). Kembali, peningkatan pagu
anggaran di komponen transfer menjadi hal utama yang mendorong pertumbuhan tersebut. Selain itu,
peningkatan belanja pegawai pertumbuhannya menguat dari 53,69% (yoy) di triwulan III 2017 menjadi 60,97%
(yoy) di triwulan IV 2017, dan nilai pagu untuk belanja pegawai pun beranjak naik menjadi Rp942,43 miliar.
Meskipun anggaran untuk gaji meningkat pesat, namun alokasi terbesar APBN masih diperuntukan bagi belanja
modal, sebesar 26,82% dari total pagu anggaran di triwulan III 2017. Dengan besarnya nilai pagu untuk dana
transfer, maka pangsa terbesar di pagiu APBN berupa dana transfer sebesar 30,46%, belanja modal 25,47%,
belanja barang 23,88%, belanja pegawai sebesar 19,90% dan terakhir bantuan sosial. Sementara itu jika
membandingkan pertumbuhan tahunan (yoy), terlihat bahwa pengaruh base effect (rendahnya nilai pagu
anggaran di tahun 2016) turut mempengaruhi signifikannya pertumbuhan pada akhir tahun 2017. Pada tahun
2016, Sulawesi barat merupakan salah satu daerah yang mengalami penyesuaian APBN, sehingga nilainya tercatat
sebesar Rp3,23 triliun atau terkoreksi sebesar 21,91% (yoy). Kondisi ini membuat peningkatan pagu APBN di
tahun 2017 terlihat semakin meningkat pesat.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 23
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

Realisasi APBN tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Realisasi APBN cenderung melemah antara tahun 2014 - 2016,
yang dipengaruhi oleh melemahnya realisasi belanja barang dan belanja modal, bahkan pada tahun 2016
mencapai titik terendah dengan realisasi sebesar 89,96%, lihat Grafik 2.2. Kondisi tersebut berubah dimana
realisasi belanja modal dan belanja barang mengalami peningkatan dan memberikan efek positif terhadap realisasi
APBN tahun 2017 yang meningkat menjadi 95,03%, merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Hal ini
tak lepas dari upaya percepatan proses pengadaan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan
instansi terkait. Realisasi tersebut akan lebih tinggi jika beberapa proyek infrastruktur menggunakan dana desa
yang tidak tertunda penyelesaiannya. Sementara itu belanja pegawai yang kerap menjadi motor dari realisasi APBN
kali ini tingkat realisasinya cenderung turun menjadi 95,27%. Menurut nilainya, realisasi APBN di triwulan IV
sebesar Rp4,50 triliun mengalami peningkatan sebesar 54,72% (yoy). Kenaikan realisasi cukup signifikan
dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 33,96% (yoy) dibandingkan triwulan IV 2016 yang mengalami
kontraksi sebesar 23,48% (yoy).

Peningkatan realisasi APBN di triwulan IV 2017 utamanya didorong oleh besarnya realisasi dana transfer yang
mencapai Rp1,40 triliun atau 97,24% dari pagunya. Besarnya realisasi transfer menjadi satu-satunya pembeda
dengan triwulan lalu, karena seluruh komponennya mencatat moderasi pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Untuk belanja modal dan belanja barang pertumbuhannya membaik namun masih berada di level
negatif, masing-masing dari -31,15% (III 2017, yoy) menjadi -4,10% (yoy) dan -11,06% (III 2017, yoy) menjadi -
4,10% (yoy). Realisasi belanja pegawai triwulan IV 2017 tercatat senilai Rp897,87 miliar, meningkat 54,43%
secara tahunan (yoy), namun pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar 57,57% (yoy).

Sementara, jika dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III 2016, tercatat perbaikan dari -23,48% (IV 2016,
yoy) menjadi 54,72% (yoy), untuk komponen yang sama terdapat perbaikan angka pertumbuhan pada belanja
pegawai dari 17,69% (IV 2016, yoy) menjadi 54,43% (yoy) di triwulan IV 2017. Kondisi serupa terjadi pada
pertumbuhan belanja modal yang membaik dari -40,57% (IV 2016, yoy) menjadi -4,10% (yoy), dan nilai
pembelanjaan di triwulan laporan sebesar Rp1,17 triliun. Kondisi berbeda terjadi pada belanja barang,
pertumbuhannya melemah dari 9,595 (IV 2016, yoy) menjadi -6,84% (yoy) dengan realisasi di triwulan laporan
sebesar Rp1,02 triliun. Perkembangan belanja barang dan modal dalam kurun waktu 4 tahun terakhir mengalami
perkembangan positif, terutama di tahun 2017. Namun demikian masiih dibutuhkan perbaikan untuk mendorong
realisasi belanja modal dan barang lebih baik lagi dan mencatatkan pertumbuhan positif dalam realisasinya.

Grafik 2.1. Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN


Grafik 2.2. Realisasi APBN Sulawesi Barat
Sulawesi Barat
Rp miliar %
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal
5,000 105.00 TOTAL Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial
Bantuan Sosial Transfer
4,500
100.00
4,000
96.60
3,500
95.00 95.27
3,000
93.66
2,500
90.00 90.36
2,000

1,500 85.00
1,000

500 80.00
0
93.78 91.81 89.96 95.03
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi 75.00
Triwulan IV 2014 Triwulan IV 2015 Triwulan IV 2016 Triwulan IV 2017 Tw IV 2014 Tw IV 2015 Tw IV 2016 Tw IV 2017

Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah

Realisasi belanja modal terbesar di Kabupaten Mamuju Tengah. Secara umum realisasi belanja modal di triwulan
IV 2017 untuk tingkat provinsi dan kabupaten telah dilakukan dengan baik, terlihat dari tingkat realisasi yang lebih
dari 95,0%, bakan realisasi belanja modal di Kabupaten Mamuju Tengah mencapai 99,86%, diiikuti Kabupaten

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
24
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

Majene sebesar 97,54%, Kabupaten Mamasa sebesar 99,20%, Kabupaten Polewali Mandar sebesar 99,10%
Kabupaten Mamuju sebesar 95,86% dan realisasi terendah di Kabupaten Pasangkayu sebesar 95,64%, yang
disebabkan karena realisasi anggaran untuk pembangunan kantor salah satu instansi vertikal di kabupaten
tersebut sedikit terhambat. Sementara untuk tingkat provinsi, realisasinya pada triwulan IV 2017 sebesar 96,58%.
Beberapa kegiatan utama yang mempengaruhi realisasi anggaran yaitu sedikit tertahannya realisasi anggaran
untuk perluasan jaringan distribusi air serta belanja untuk penambahan nilai jalan dan jembatan. Anggaran untuk
kedua proyek tersebut memiliki pangsa sebesar 17,76% dari belanja modal Provinsi sebesar Rp970,31 miliar.

36,94% belanja modal digunakan untuk peningkatan distribusi penyediaan air (termasuk irigasi). Alokasi belanja
modal APBN di triwulan laporan, terbesar diperuntukkan bagi perluasan jaringan distribusi air (termasuk
didalamnya perluasan dan perbaikan irigasi), nilainya mencapai Rp428,42 miliar atau 36,94%, anggaran terbesar
untuk distribusi air digunakan untuk pembuatan waduk. Berikutnya pangsa belanja modal untuk jalan dan
jembatan sebesar 29,94% dan belanja untuk gedung & bangunan sebesar 26,11%, sisanya merupakan pembelian
tanah dan peralatan mesin. Sementara itu, anggaran untuk pengembangan Bandara Tampa Padang, salah satu
proyek umum yang strategis, penggunaannya sebesar Rp83,25 miliar atau tingkat realisasinya mencapai 97,47%.
Meskipun secara umum penyerapan anggaran di berbagai instansi kinerjanya membaik, namun masih ada
beberapa proyek dengan nilai yang relatif kecil penyerapan anggarannya terbilang rendah, dibawah 50%. Untuk
memitigasi kendala di penyerapan anggaran dan keberlangsungan pembangunan infrastruktur sesuai dengan
rencana, dibutuhkan kerjasama aktif berbagai pihak dibidang pengawasan atau inspektorat untuk meminimalisir
kendala penyerapan anggaran atau menunggu waktu tertentu untuk melakukan kegiatan.

2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat


Pendapatan dan belanja pemerintah tumbuh melambat. Realisasi pendapatan di triwulan laporan sebesar 97,59%
dari target 2017 atau sebesar Rp1,83 triliun. Pendapatan tersebut meningkat 8,54% (yoy) dibandingkan tahun
lalu, dengan peningkatan terbesar pada dana perimbangan. Seperti halnya pendapatan, belanja pemerintah
melalui dana APBD juga mengalami peningkatan sebesar 9,16% (yoy) menjadi Rp1,93 triliun atau sebesar 93,10%
dari target. Besarnya realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu (95,44%). Relatif rendahnya realisasi
belanja modal untuk pembelian mesin dan peralatan menjadi hal utama yang melatarbelakangi lambatnya
penyerapan anggaran belanja. Realisasi anggaran yang lebih besar dibandingkan pendapatan mempengaruhi
kondisi fiskal Provinsi Sulawesi Barat yang triwulan ini mengalami defisit sebesar Rp96,73 miliar. Kondisi ini
mempengaruhi Silpa di tahun 2017 yang tercatat surplus sebesar Rp40,48 miliar.

Grafik 2.3. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat

Pendapatan Belanja
27.7% 2013 7.5%
Triwulan I

28.9% 2014 13.0%


29.4% 2015 11.7%
15.9% 2016 6.4%
24.3% 2017 11.7%
52.3% 2013 31.6%
Triwulan II

52.9% 2014 32.4%


51.3% 2015 27.7%
41.1% 2016 36.6%
44.0% 2017 35.3%
76.9% 2013 43.9%
Triwulan III

79.8% 2014 56.0%


81.4% 2015 53.9%
67.5% 2016 53.6%
70.6% 2017 54.3%
98.3% 2013 88.0%
Triwulan IV

101.6% 2014 90.0%


103.0% 2015 98.4%
99.3% 2016 95.4%
97.6% 2017 93.1%

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 25
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

2.2.1. Pendapatan
Pertumbuhan pendapatan melambat secara triwulanan dan tahunan. Target penerimaan APBD di tahun 2017
adalah sebesar Rp1,88 triliun dan realisasinya sampai dengan akhir tahun 2017 sebesar 97,59%. Realisasi
pendapatan ini merupakan yang terendah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (lihat Grafik 2.3). Turunnya
pendapatan dipengaruhi oleh relatif rendahnya realisasi PAD terutama pendapatan retribusi dan pendapatan lain-
lain. Seiring dengan rendahnya realisasi pendapatan, pertumbuhan nilai pendapatan pun cenderung melambat
yaitu sebesar 8,54% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan lalu sebesar 15,44% (yoy) atau pun dibandingkan
periode yang sama tahun lalu sebesar 13,91% (yoy).

Sementara itu, penerimaan dari transfer Pemerintah Pusat di triwulan IV 2017 hasilnya sedikit lebih rendah dari
target yaitu 98,87%. Pencapaian tersebut ditopang oleh realisasi dana alokasi umum (DAU) serta dana alokasi
khsusus (DAK) yang baik, realisasi masing-masing komponen sebesar 100,00% dan 96,36%. Kendala terdapat
pada bagi hasil bukan pajak yang deviasinya dibandingkan target relatif cukup besar.

Pertumbuhannya cukup baik, PAD potensial untuk ditingkatkan. Ditengah kecenderungan menurunnya
pendapatan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) justru mampu menunjukkan kinerja positif, ditandai dengan
pertumbuhan nilai PAD yang lebih besar dibandingkan triwulan lalu atau tahun sebelumnya. Pada triwulan IV
2017, PAD Sulawesi Barat sebesar Rp296,77 miliar, meningkat 7,48% (yoy). Tumbuh signifikan dibandingkan
triwulan lalu yang masih mengalami kontraksi sebesar -16,30% (yoy) ataupun triwulan IV 2016 yang juga
mengalami kontraksi sebesar -1,39% (yoy). Secara nilai, PAD pada tahun 2017 merupakan pencapaian yang
tertinggi dalam 5 tahun terakhir.

Menguatnya pertumbuhan PAD ditopang oleh pertumbuhan pendapatan daerah sebesar 5,05%, sehingga
nilainya meningkat dan relatif sesuai dengan target APBD sebesar Rp259,81 miliar. Sementara itu pendapatan dari
retribusi daerah yang tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi diantara komponen lain, yaitu sebesar 42,68% (yoy)
masih dinilai relatif rendah karena tingkat realisasinya sebesar 80,71% dari target 2017 sebesar Rp21,90 miliar.
Kondisi serupa terjadi pada lain-lain PAD yang sah, yang mampu tumbuh sebesar 13,46% (yoy) namun baru
mencapai realisasi sebesar 42,68% dari target sebesar Rp34,61 miliar.

Penerimaan pendapatan transfer (dana perimbangan) sesuai harapan. Pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat
(dana perimbangan), pada triwulan IV 2017 nilainya sebesar Rp1,53 triliun. Nilai tersebut tumbuh 8,76% (yoy),
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan lalu sebesar 20,86% ataupun dibandingkan periode
pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 42,08% (yoy). Penurunan ini telah diperkirakan oleh
Pemerintah Provinsi, terlihat dari rendahnya target untuk dana transfer sebesar Rp1,55 miliar. Sehingga
pencapaian dana transfer pada triwulan laporan sebesar 98,87%.

Pendapatan transfer utamanya disumbang oleh pertumbuhan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 8,99% dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 21,56% (yoy), sehingga nilai masing-masing menjadi Rp1,101 triliun dan
Rp498,44 miliar. Tingkat realisasi untuk kedua komponen tersebut sebesar 100% dan 96,36%. Sementara itu
pendapatan yang berasal dari bagi hasil Pajak dan bagi hasil sumber daya alam, pada tahun 2017 jumlahnya
menurun secara tahunan (yoy), namun tingkat realisasi untuk pendapatan bagi hasil pajak mampu mencapai
105,67% dan reallisasi bagi hasil sumber daya alam sebesar 77,00%.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
26
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta)


% Realisasi
Uraian Tw IV 2016 Anggaran 2017 Tw II 2017 Tw III 2017 Tw IV 2017
Tahun 2017
Pendapatan 1. 686. 904, 26 1. 876. 327, 53 825. 309, 14 1. 324. 460, 78 1. 831. 035, 90 97, 6%
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 276. 103, 38 324. 311, 25 88. 799, 13 135. 521, 78 296. 768, 28 41, 8%
Pendapatan Pajak Daerah 247.316,69 263.300,00 71.465,03 111.947,90 259.811,52 42,5%
Pendapatan Retribusi Daerah 12.428,62 21.900,00 7.391,84 9.820,06 17.675,04 44,8%

Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah


3.337,84 4.500,00 4.509,56 4.509,56 4.509,56 100,2%
yang di Pisahkan

Lain - lain PAD yang Sah 13.020,24 34.611,25 5.432,70 9.244,27 14.772,16 26,7%
Pendapatan Transfer 1. 408. 892, 69 1. 549. 902, 59 736. 000, 89 1. 188. 034, 70 1. 532. 367, 61 76, 7%
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 1.406.443,22 1.549.902,59 736.000,89 1.188.034,70 1.532.367,61 76,7%
Bagi Hasil Pajak 27.854,11 23.973,22 10.719,63 21.407,46 25.333,55 89,3%
Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam 998,97 302,44 104,04 229,43 232,88 75,9%
Dana Alokasi Umum (DAU) 925.147,62 1.008.360,52 488.951,80 820.489,76 1.008.360,52 81,4%
Dana Alokasi Khusus (DAK) 410.037,57 517.266,41 236.225,42 345.908,05 498.440,66 66,9%
Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik
Dana Insentif Daerah (DID) 42.404,95 0,00 0,00 0,00 0,00 -
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat
2.449,47
Lainnya
Dana Penyesuaian 2.449,47
Lain - lain Pendapatan D aerah yang Sah 1.908,19 2.113,69 509,12 904,30 1.900,01 42,8%

Pendapatan Hibah 848,68 0,00 127,50 229,50 306,00


500,00
Pendapatan Lainnya 1.059,50 2.113,69 381,62 674,80 1.094,01 31,9%

*realisasi s.d. Triwulan III 2017


Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah

Pada tahun 2018, upaya peningkatan pendapatan terus dilakukan pemerintah. Upaya kemandirian Sulawesi Barat
terus didorong oleh Pemerintah Provinsi. Pemerintah menargetkan PAD tumbuh sebesar 12,63% (yoy)
dibandingkan realisasi 2017, dimana peningkatan tersebut terutama disumbang oleh pendapatan pajak yang
diharapkan meningkat sekitar 9,00% menjadi sekitar Rp283 miliar dan perolehan retribusi daerah yang diharapkan
tumbuh lebih dari 50% menjadi sekitar Rp27 miliar. Untuk mencapai target ini pemerintah telah menggagas
ketentuan untuk balik nama kendaraan, mengingat banyaknya kendaraan yang bernomor polisi dari luar
Sulawaesi Barat. Serta peraturan gubernur untuk menggunakan NPWP lokal bagi pelaksana proyek konstruksi
yang menggunakan dana pemerintah dan berlokasi di Sulawesi Barat.

Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Grafik 2.5. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov.
Sulawesi Barat Sulawesi Barat

Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah


Rp Juta Belanja Operasional + Transfer Belanja Modal Belanja Tidak Terduga
Rp Juta
2,500,000
2,000,000

1,800,000
2,000,000
1,600,000

1,400,000
1,500,000
1,200,000

1,000,000
1,000,000
800,000

600,000
500,000
400,000

200,000
0
0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017
2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi
Sulawesi Barat, diolah Sulawesi Barat, diolah

2.2.2. Belanja Pemerintah

Kinerja fiskal APBD cenderung melambat. Hal ini diindikasikan dari menurunnya tingkat realisasi anggaran pada
triwulan laporan, tercatat 93,10%, merupakan yang terendah dalam 5 (lima) tahun terakhir. Pada tahun lalu

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 27
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

realisasi belanja sebesar 95,44%. Menurut nilainya, belanja pemerintah di triwulan IV 2017 meningkat 9,16%
(yoy), pertumbuhannya menurun dibandingkan triwulan lalu (13,33%, yoy) ataupun periode yang sama tahun lalu
(19,26%, yoy). Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh turunnya penyerapan untuk belanja modal, sementara
belanja operasional dan transfer masih tumbuh dalam kisaran 2 (dua) digit, meskipun lebih rendah dibandingkan
triwulan lalu ataupun periode yang sama tahun lalu. Siklus pengeluaran fiskal relatif masih sama, dimana
pembelanjaan pemerintah akan mengalami peningkatan pesat pada akhir tahun.

Realisasi belanja operasional masih menjadi penyerap anggaran terbesar, utamanya belanja pegawai dan belanja
barang. Realisasi belanja operasional pada triwulan IV 2017 sebesar Rp1,47 triliun atau 96,25% dari target 2017.
Nilai belanja operasional tersebut meningkat Belanja APBD pemerintah tersebut mengalami peningkatan 15,83%
(yoy), realtif sama pertumbuhannya dengan triwulan lalu (15,80%) namun sedikit lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan tahun lalu (19,78%, yoy). Serapan terbesar dalam belanja operasional berupa belanja pegawai
sebesar Rp492,55 miliar atau terserap 97,00% dari target. Belanja pegawai tersebut mengalami peningkatan pesat
dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp264,74 miliar, dipengarui oleh dibukanya beberapa instansi baru di
Sulawsi Barat. Realisasi anggaran berikutnya adalah belanja barang dan jasa sebesar Rp483,30 miliar atau 94,77%
dan hibah sebesar Rp279,83 miliar atau terealisasi 95,19%. Perkembangan positif terjadi juga pada pembayaran
bunga dan bantuan sosial, yang realisasinya bagus namun nominalnya masih kecil.

Realisasi belanja relatif rendah. Belanja modal pada triwulan laporan sebesar Rp459,79 miliar atau terealisasi
84,35% dari target. Nilai belanja modal ini turun 7,81% (yoy). Bagian terbesar belanja modal digunakan untuk
gedung dan bangunan sebesar Rp171,25 miliar atau 89,25% dari dan ketiga terbesar digunakan untuk pembelian
peralatan dan mesin sebesar Rp106,08 miliar atau 65,61 dari target. Rendahnya penyerapan anggaran untuk
pembelian peralatan yang menjadi penyebab utama dari rendahnya belanja modal di penghujung tahun 2017.

Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta)


% Realisasi
Uraian Tw III 2016 Anggaran 2017 Tw I 2017 Tw II 2017 Tw III 2017
Tw III 2017

BELANJA 909,470.45 1,805,939.00 231,004.04 691,835.71 1,034,310.94 57.3%

BELANJA OPERASI 710,663.97 1,263,844.65 196,250.10 561,367.18 822,940.00 65.1%

Belanja Pegawai 158,971.29 401,241.07 68,822.31 206,219.08 330,802.10 82.4%

Belanja Barang dan Jasa 232,210.27 480,547.72 26,392.99 149,243.94 230,367.18 47.9%

Belanja Bunga 524.85 8,956.21 2,063.30 4,678.70 7,975.46 89.0%

Belanja Hibah 309,972.94 354,099.66 98,971.50 195,491.94 242,041.10 68.4%

Belanja Bantuan Sosial 8,984.61 19,000.00 0.00 5,733.52 11,754.16 61.9%

BELANJA M ODAL 198,806.48 540,094.35 34,753.94 130,457.03 211,359.43 39.1%

Belanja M odal Tanah 5,937.33 9,804.40 0.00 8,324.56 9,014.67 91.9%

Belanja M odal Peralatan dan M esin 37,590.90 106,800.91 1,633.44 38,720.17 57,088.26 53.5%

Belanja M odal Gedung dan Bangunan 68,748.78 219,970.31 19,818.35 59,137.64 104,130.01 47.3%

Belanja M odal Jalan. Irigasi dan Jaringan 83,147.12 199,787.31 13,227.63 23,283.90 37,659.01 18.8%

Belanja M odal dan Tetap Lainnya 3,382.35 3,731.41 74.53 990.76 2,798.92 75.0%

Belanja M odal Aset Lainnya 668.57

BELANJA TAK TERDUGA 0.00 2,000.00 0.00 11.51 11.51 0.6%

Belanja Tak Terduga 0.00 2,000.00 0.00 11.51 11.51 0.6%

TRANSFER 83,329.64 175,064.71 11,828.65 39,159.88 90,813.87 51.9%

TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 68,326.14 126,665.70 11,828.65 30,849.88 67,796.25 53.5%

Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 68,326.14 126,665.70 11,828.65 30,849.88 67,796.25 53.5%

TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 15,003.50 48,399.01 0.00 8,310.00 23,017.62 47.6%

Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya 15,003.50 47,330.00 0.00 8,310.00 22,525.00 47.6%

Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 0.00 1,069.01 0.00 0.00 492.62 46.1%

SURPLUS/ (DEFISIT) 154,535.94 -167,167.04 212,572.46 94,313.55 199,335.97 -119.2%

PEM BIAYAAN

PENERIM AAN PEM BIAYAAN 29,362.09 175,167.04 30,301.67 30,301.67 72,588.01 41.4%

Penggunaan SILPA 0.00 46,879.71 0.00 0.0%

Pinjaman Dalam Negeri 29,362.09 128,287.33 30,301.67 30,301.67 72,588.01 56.6%

PENGELUARAN PEM BIAYAAN 2,000.00 8,000.00 8,000.00 8,000.00 8,000.00 100.0%

Penyertaan M odal/Investasi Pemerintah Daerah 2,000.00 8,000.00 8,000.00 8,000.00 8,000.00 100.0%

PEM BIAYAAN NETTO 27,362.09 167,167.04 22,301.67 64,588.01 38.6%

SISA LEBIH PEM BIAYAN ANGGARAN (SILPA) 181,898.03 116,615.22 263,923.98

*realisasi s.d. Triwulan III 2017


Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
28
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian

APBD Sulawesi Barat tercatat defisit Rp96,72 miliar pada triwulan IV 2017, lebih meningkat dibandingkan periode
yang sama pada tahun lalu yang defisit sebesar Rp79,15 miliar. Hal ini didasari oleh percepatan realisasi belanja
operasi dan modal yang meningkat menjelang penutupan anggaran pemerintah pada tahun 2017. Komponen
pendapatan transfer yaitu DAU (Dana Alokasi Umum) tumbuh tipis sebesar 1,65% (yoy), sedangkan DAK (Dana
Alokasi Khusus) mengalami penurunan cukup dalam sebesar -76,42% (yoy). Pendapatan yang berasal dari
kekayaan alam dan ekonomi Sulawesi Barat terus tumbuh walaupun relatif kecil secara nominal. APBD Sulawesi
Barat pada triwulan I 2018 diperkirakan mengalami surplus anggaran, karena aktivitas pemerintah masih dalam
tahap konsolidasi anggaran dan program kerja, serta beberapa pengadaan masih dalam tahap administrasi.

Rasio kemandirian keuangan daerah meningkat pada triwulan IV 2017. Sebagai Provinsi yang tergolong relatif
muda, Pemerintah Daerah berupaya mendorong kemandrian dengan indikasi peningkatan rasio kemandirian
sebesar 16,21% pada triwulan IV lebih baik dibandingkan triwulan III yang tercatat 10,24%. Walaupun rasio ini
tergolong relatif rendah, perbaikan kapabilitas daerah harus terus dilakukan dengan meningkatkan pendapatan
yang berasal dari internal daerah, sehingga ketergantungan dana transfer dari Pemerintah Pusat semakin
berkurang.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 29
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
30
BAB 03. INFLASI

3. Inflasi

Bab 03
Inflasi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 31
BAB 03. INFLASI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
32
BAB 03. INFLASI

3.1. Inflasi Secara Umum


Inflasi tahunan 2017 Provinsi Sulawesi Barat tercatat 3,79% (yoy). Laju inflasi triwulan IV menurun dibandingkan
triwulan III sebesar 4,53% (yoy). Jika ditinjau disagregasi kelompok inflasi, kelompok core tercatat 2,98% (yoy),
volatile food sebesar 3,56%, dan administered price sebesar 7,62% (yoy). Inflasi tahunan 2017 meningkat
dibandingkan dengan inflasi tahun 2016 yaitu sebesar 2,23% (yoy).
1
Jika ditinjau secara bulanan, inflasi Sulawesi Barat relatif lebih rendah dibandingkan KTI dan Nasional, inflasi
tertinggi di bulan November 2017. Pada Oktober 2017, penurunan harga komoditas ikan-ikanan yaitu ikan
cakalang dan layang memberikan andil cukup besar pada deflasi bulan tersebut, sehingga tercatat -0,48% (mtm)
jauh lebih rendah dibandingkan inflasi KTI dan Nasional yang masing-masing tercatat -0,30% (mtm) dan 0,01%
(mtm). Pada November 2017, seiring dengan normalisasi permintaan dan harga komoditas ikan dibandingkan
bulan sebelumnya mengakibatkan inflasi sebesar 0,45% (mtm), lebih tinggi dibandingkan KTI dan Nasional yang
tercatat 0,07% (mtm) dan 0,20% (mtm). Pada Desember 2017, tekanan inflasi yang berasal dari komoditas ikan
(cakalang, layang, dan bandeng), beras, dan telur ayam ras mengakibatkan inflasi sebesar 0,59% (mtm), relatif
lebih rendah dibandingkan inflasi KTI dan Nasional yang masing-masing tercatat 0,95% (mtm) dan 0,71% (mtm).

Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju

Puasa dan Lebaran Sulbar (mtm) Sulbar (yoy) Kenaikan BBM


%
Penurunan BBM
8
7
6
5
4
3
2
1
0
-1
-2
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1
2013 2014 2015 2016 2017 2018

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tekanan harga Sulawesi Barat pada awal tahun 2018 mengalami inflasi. Inflasi Januari 2018 tercatat 0,50% (mtm)
relatif lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar 0,59% (mtm). Tekanan inflasi Januari
2018 terutama dari komoditas beras dan ikan sebagai bahan pangan utama masyarakat Sulawesi Barat.

Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Bulanan Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan

% Nasional (mtm) Sulbar (mtm) KTI (mtm) % Nasional (yoy) Sulbar (yoy) KTI (yoy)

4,00 10,00
9,00
3,00
8,00
7,00
2,00
6,00
1,00 5,00
4,00
0,00
3,00
2,00
-1,00
1,00
-2,00 0,00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

1
KTI (Kawasan Timur Indonesia) terdiri dari 13 Provinsi yang berada di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 33
BAB 03. INFLASI

Inflasi triwulan I 2018 diproyeksikan menurun dibandingkan triwulan IV 2017. Tekanan inflasi yang berasal dari
komoditas beras sebagai pemberi andil yang cukup kuat pada awal triwulanan diperkirakan tidak akan terjadi
pada akhir triwulan I 2018. Periode masa panen beras yang dimulai pada Februari 2018 dapat meningkatkan
pasokan beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, penyesuaian tarif dasar listrik sebagai penyebab
inflasi dari kelompok administered price tahun 2017 diperkirakan tidak akan terjadi dalam waktu dekat, serta
kebijakan kenaikan cukai rokok oleh Peraturan Kementrian yang berlaku 1 Januari 2018 tidak terlalu memberikan
andil yang cukup besar pada inflasi triwulan ini.

3.2. Inflasi Bulanan


Oktober 2017: Penurunan harga komoditas ikan yaitu cakalang dan layang mengakibatkan deflasi yang cukup
dalam. Penurunan ini didorong oleh melimpahnya pasokan ikan dari nelayan hingga menurunkan harga ikan
cakalang dan layang sebagai bahan pangan yang sering dikonsumsi masyarakat Sulawesi Barat. Sumbangan inflasi
yang berasal dari cakalang dan layang masing-masing berkontribusi -0,25%(mtm) dan -0,19% (mtm). Disisi lain,
peningkatan harga beras premium seiring peningkatan harga gabah tidak berdampak signifikan terhadap realisasi
inflasi bulan Oktober.

November 2017: Normalisasi harga dan permintaan komoditas ikan menekan inflasi pada bulan November.
Penurunan harga komoditas ikan pada bulan sebelumnya telah mengalami normalisasi yang berakibat pada
tekanan inflasi pada bulan November. Sumbangan dari ikan cakalang dan layang terhadap inflasi November
masing-masing tercatat sebesar 0,18% (mtm) dan 0,08% (mtm). Selain itu, sumbangan inflasi dari beras pada
bulan November relatif menurun dibandingkan Oktober sebesar 0,06% (mtm).

Desember 2017: Komoditas ikan, beras, dan telur ayam ras menekan inflasi akhir tahun 2017. Mulai masuknya
periode liburan natal dan tahun baru turut meningkatkan permintaan masyarakat terhadap sejumlah komoditas
pangan. Hal ini turut meningkatkan harga yang sejak semula sudah diperkirakan akan terjadi pada akhir tahun.
Untuk komoditas ikan, beberapa jenis ikan yaitu layang, cakalang, dan bandeng memberikan tekanan inflasi pada
Desember 2017 dengan sumbangan masing-masing sebesar 0,12% (mtm), 0,06% (mtm), dan 0,05% (mtm).
Untuk beras, mulai terbatasnya pasokan beras karena baru dimulainya periode tanam menyebabkan peningkatan
harga dengan sumbangan inflasi sebesar 0,08% (mtm), sedangkan peningkatan harga telur ayam ras disebabkan
oleh peningkatan harga pakan ayam yang menyebabkan sumbangan inflasi sebesar 0,07% (mtm).

Tabel 3.1. Komoditas Andil Terbesar


Oktober -0, 48 November 0, 45 Desember 0, 59
BERAS 0,13 CAKALANG/SISIK 0,18 LAYANG/BENGGOL 0,12
JERUK NIPIS/LIMAU 0,08 LAYANG/BENGGOL 0,08 BERAS 0,08
BANDENG/BOLU 0,04 BERAS 0,06 TELUR AYAM RAS 0,07
BESI BETON 0,02 PISANG 0,05 CAKALANG/SISIK 0,06
EKOR KUNING 0,02 TUNA 0,04 BANDENG/BOLU 0,05
CAKALANG/SISIK -0,25 DAGING AYAM RAS -0,02 KATAMBA -0,03
LAYANG/BENGGOL -0,13 BAWANG MERAH -0,01 TUNA -0,02
BAWANG MERAH -0,08 CABAI RAWIT -0,01 KAKAP MERAH -0,01
KATAMBA -0,07 BANDENG/BOLU -0,01 ANGKUTAN UDARA -0,01
TONGKOL/AMBU-AMBU -0,04 KATAMBA -0,01

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
34
BAB 03. INFLASI

Januari 2018: Tekanan inflasi awal tahun yang disebabkan oleh beras. Komoditas ini memberikan sumbangan
inflasi sebesar 0,27% (mtm) dari realisasi inflasi Januari 2018 sebesar 0,50% (mtm). Komoditas lain yang turut
memberikan sumbangan yaitu ikan layang dan cakalang sebesar 0,06% (mtm) dan 0,04% (mtm). Kelompok inflasi
inti mengalami inflasi sebesar 0,10% (mtm), sedangkan kelompok administered price mengalami inflasi sebear
0,23% (mtm).

3.3. Inflasi Dari Sisi Penawaran


Pasokan komoditas pangan utama akan relatif terkendali selama periode triwulan I 2018. Periode panen padi yang
dimulai pada bulan Februari 2018 akan meningkatkan pasokan untuk memenuhi permintaan masyarakat.
Walaupun, produksi ikan relatif terbatas ditengah prakiraan curah hujan yang masih terkategori menengah hingga
tinggi pada bulan Februari – Maret 2018. Nelayan juga menghadapi beberapa kesulitan seperti biaya operasional
yang tinggi, kapasitas penampungan ikan yang relatif kecil, dan terbatasnya stok es untuk melaut. Hal ini
mengakibatkan kurang optimalnya pasokan komoditas ikan yang dapat berpengaruh pada peningkatan harga.

Inflasi Sulawesi Barat pada triwulan berjalan diperkirakan berada pada rentang 3,06% (yoy) - 3,46% (yoy).
Tekanan inflasi dari beras diperkirakan tidak akan terjadi pada triwulan berjalan ditengah mulai masuknya periode
panen. Kelompok inflasi inti diperkirakan akan memberikan tekanan terutama dari kenaikan biaya tukang bukan
mandor sebagai efek dari kenaikan UMP, serta kenaikan harga emas yang mulai merangkak naik sejak November
2017. Kelompk inflasi administered price diperkirakan yang berasal dari cukai rokok dengan tekanan yang relatif
rendah, serta isu penyesuaian tarif dasar listrik yang tidak akan terealisasi dalam waktu dekat.

3.4. Inflasi Dari Sisi Permintaan


Perbaikan permintaan masyarakat triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III 2017. Normalisasi konsumsi rumah
tangga yang sempat menurun pada triwulan III 2017. Selain itu, percepatan realisasi sejumlah proyek Pemerintah
membutuhkan tambahan tenaga kerja baru yang dapat meningkatkan penghasilan masyarakat. Produksi sawit
yang mengalami lagging pada triwulan III telah memberikan efek terhadap ekspor kelapa sawit. Keseluruhan ini
sejalan dengan hasil survei dimana Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) tercatat meningkat sebesar 119 pada triwulan IV
dibandingkan 102,3 pada triwulan III 2017. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami peningkatan sebesar
133,50 pada triwulan IV 2017 dibandingkan 120,8 pada triwulan III 2017. Selain itu, konsumen juga memiliki
ekspektasi yang optimis dengan peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang tercatat 148 pada triwulan
IV 2017 dibandingkan 139,3 pada triwulan III 2017.

Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK Grafik 3.5. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

May-17 Jun-17 Jul-17 Aug-17 Sep-17 Oct-17 Nov-17 Dec-17 Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Optimis
Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama
180,0
148,0147,0 148,67
148,00
143,0 139,3
133,0 132,3 133,50
133,17 134,7
128,2 130,33
160,0
121,3120,8
117,50 118,0 121,7 119,00
117,67
109,3 108,0
104,67
102,3
140,0
100
OPTIMIS

120,0

100,0
PESIMIS

Pesimis 80,0
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) May-17 Jun-17 Jul-17 Aug-17 Sep-17 Oct-17 Nov-17 Dec-17

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 35
BAB 03. INFLASI

Jika ditinjau lebih lanjut, perkembangan ekonomi yang terjadi pada triwulan IV 2017 masih dalam tahap optimis.
Hal ini didasarkan pada survei Indeks Kegiatan Usaha yang masih berada pada level optimis sebesar 128 pada
triwulan IV 2017 walaupun menurun sebesar 135 pada triwulan III 2017. Indikasi lain yaitu Indeks Penghasilan
Konsumen yang mengalami peningkatan sebesar 148 pada triwulan IV 2017 dibandingkan 143 pada triwulan III
2017.

Memperhatikan hal tersebut, pencapaian inflasi secara keseluruhan pada triwulan IV 2018 diprediksi akan
menurun dibandingkan triwulan laporan. Sebagai langkah antisipatif pada gejolak harga, maka penguatan
koordinasi TPID baik Provinsi maupun Kabupaten merupakan hal yang prioritas. Oleh karena itu, diharapkan target
inflasi dapat dicapai pada level yang telah ditetapkan yaitu 3,5% +/- 1%.

3.5. Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas


Laju inflasi tahunan triwulan IV tercatat 3,79% (yoy) yang menurun jika dibandingkan triwulan III sebesar 4,53%
(yoy). Sejumlah komoditas volatile food seperti cakalang, telur ayam ras, dan kembung mengalami penurunan
harga. Pada kelompok administered price, penyesuaian cukai rokok yang tidak kembali terjadi pada triwulan IV,
serta penurunan tarif angkutan antar kota turut memberikan penurunan laju inflasi triwulan IV. Untuk kelompok
inflasi inti, penurunan laju inflasi disebabkan oleh sejumlah komoditas seperti ikan katamba, baronang, dan tuna.

Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar memberikan andil inflasi terbesar pada triwulan IV 2017
sebesar 1,31% (yoy). Hal ini meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 sebesar 0,17% (yoy).
Penyesuaian tarif listrik yang dilakukan menjadi salah satu penyebab meningkatnya sumbangan kelompok ini pada
inflasi tahunan 2017. Jika dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016, sumbangan inflasi tahunan berasal
dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 1,18% (yoy).

Grafik 3.6. Andil Inflasi Triwulan IV 2017 Grafik 3.7. Andil terhadap Inflasi Tahunan

Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga
Kesehatan Sandang
Bahan Makanan
1,4 Perumahan, Air, Llistrik, Gas & Bahan Bakar Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
%
Transpor, 1,2 Makanan Jadi, Bahan Makanan
1 8,00
Komunikasi dan Minuman, Rokok
Jasa Keuangan 0,8 & Tembakau
0,6 6,00
0,4
0,2 4,00
0
Pendidikan, Perumahan, Air, 2,00
Rekreasi dan Olah Llistrik, Gas &
raga Bahan Bakar 0,00

-2,00
I II III IV I II III IV I II III IV
Kesehatan Sandang 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pada tabel 3.2, menunjukkan inflasi kelompok bahan makanan triwulan IV yang menurun sebesar 1,34% (yoy)
dibandingkan triwulan III 1,41% (yoy). Sumbangan inflasi triwulan IV yang terbesar berasal dari sub kelompok
ikan segar sebesar 0,25% (yoy). Jika ditinjau lebih lanjut, komoditas yang memiliki andil terbesar pada
pembentukan inflasi triwulan IV adalah ikan layang, ikan bandeng, dan ikan cakalang. Sumbangan ketiga
komoditas tersebut masing-masing sebesar 0,31% (yoy), 0,21% (yoy), dan 0,20% (yoy).

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
36
BAB 03. INFLASI

Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan


Andil Infla si Ta huna n
Ke lo mpo k Ko mo dita s
Tw III 2 0 1 7 Tw IV 2 0 1 7
Bahan M akanan 1, 41 1, 34
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya -0,08 0,25
Daging dan Hasil-hasilnya -0,04 -0,07
Ikan Segar 1,60 1,09
Ikan Diawetkan 0,01 -0,02
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 0,04 0,08
Sayur-sayuran 0,10 0,04
Kacang-kacangan -0,01 0,01
Buah-buahan -0,05 0,04
Bumbu-bumbuan -0,22 -0,12
Lemak dan Minyak 0,07 0,04
Bahan Makanan Lainnya 0,00 0,00

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Andil inflasi tahunan triwulan IV 2017 bagi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat
tipis 1,31% (yoy) dibandingkan triwulan III sebesar 1,30% (yoy). Sub kelompok bahan bakar, penerangan, dan air
memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,89% (yoy). Jika ditinjau lebih lanjut, sejumlah komoditas yang
memberikan andil terbesar pada pembentukan inflasi triwulan IV adalah tarif listrik dan biaya tukang bukan
mandor. Sumbangan kedua komoditas tersebut masing-masing sebesar 0,78% (yoy) dan 0,26% (yoy).

Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Andil Infla si Ta huna n
Ke lo mpo k Ko mo dita s
Tw III 2 0 1 7 Tw IV 2 0 1 7
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1, 30 1, 31
Biaya Tempat Tinggal 0,35 0,44
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 0,84 0,83
Perlengkapan Rumah Tangga 0,06 0,01
Penyelenggaraan Rumah Tangga 0,05 0,03

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel 3.4 menunjukkan penurunan andil inflasi tahunan bagi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan
tembakau sebesar 0,36% (yoy) pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat 0,59% (yoy).
Sumbangan inflasi triwulan IV yang terbesar berasal dari sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol
sebesar 0,24% (yoy). Jika ditinjau lebih lanjut, komoditas yang memiliki andil terbesar pada pembentukan inflasi
triwulan IV adalah rokok kretek filter, makanan ringan, dan rokok putih. Sumbangan ketiga komoditas tersebut
masing-masing sebesar 0,14% (yoy), 0,13% (yoy), dan 0,07% (yoy).

Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan


Tembakau
Andil Infla si Ta huna n
Ke lo mpo k Ko mo dita s
Tw III 2 0 1 7 Tw IV 2 0 1 7
M akanan Jadi, M inuman, Rokok dan Tembakau 0, 59 0, 36
Makanan Jadi 0,47 0,16
Minuman yang Tidak Beralkohol -0,07 -0,04
Tembakau dan Minuman Beralkohol 0,26 0,24

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Perkembangan andil inflasi triwulan IV 2017 bagi kelompok sandang yang meningkat tipis sebesar 0,06% (yoy)
dibandingkan 0,05% (yoy) pada triwulan III 2017. Andil inflasi tahunan pada triwulan IV 2017 sebesar 0,02%
(yoy) berasal dari sub kelompok sandang laki-laki dan barang pribadi & sandang lain. Jika ditinjau lebih lanjut,
komoditas yang memiliki andil terbesar pada pembentukan inflasi triwulan IV adalah emas, baju kaos berkerah,

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 37
BAB 03. INFLASI

dan celana panjang jenas. Sumbangan ketiga komoditas tersebut masing-masing sebesar 0,02% (yoy), 0,01%
(yoy), dan 0,01% (yoy).

Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Sandang


Andil Infla si Ta huna n
Ke lo mpo k Ko mo dita s
Tw III 2 0 1 7 Tw IV 2 0 1 7
Sandang 0, 05 0, 06
Sandang Laki-Laki 0,03 0,02
Sandang Wanita 0,01 0,01
Sandang Anak-Anak 0,01 0,01
Barang Pribadi dan Sandang Lain 0,00 0,02

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Andil inflasi tahunan triwulan IV 2017 bagi kelompok kesehatan tercatat stabil yaitu 0,01% (yoy). Sub kelompok
jasa perawatan jasmani memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,01% (yoy). Komoditas yang menyumbang inflasi
tahunan dari kelompok tersebut adalah tarif gunting rambut anak.

Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan


Andil Infla si Ta huna n
Ke lo mpo k Ko mo dita s
Tw III 2 0 1 7 Tw IV 2 0 1 7
Kesehatan 0, 01 0, 01
Jasa Kesehatan 0,00 0,00
Obat-obatan 0,00 0,00
Jasa Perawatan Jasmani 0,01 0,01
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 0,00 0,00

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel 3.7 menunjukkan andil inflasi tahunan triwulan IV 2017 bagi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga
menurun sebesar 0,72% (yoy) dibandingkan triwulan III sebesar 0,79% (yoy). Sub kelompok pendidikan
memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,72% (yoy). Jika ditinjau lebih lanjut, sejumlah komoditas yang
memberikan andil terbesar pada pembentukan inflasi triwulan IV adalah biaya sekolah dasar dan
akademi/perguruan tinggi. Sumbangan keduanya masing-masing sebesar 0,37% (yoy) dan 0,32% (yoy).

Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga


Andil Infla si Ta huna n
Ke lo mpo k Ko mo dita s
Tw III 2 0 1 7 Tw IV 2 0 1 7
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0, 79 0, 72
Pendidikan 0,79 0,72
Kursus-Kursus / Pelatihan 0,00 0,00
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0,01 0,00
Rekreasi -0,01 -0,01
Olahraga 0,00 0,00

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Perkembangan andil inflasi triwulan IV 2017 bagi kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan menurun
0,28% (yoy) dibandingkan 0,37% (yoy) pada triwulan III 2017. Andil inflasi tahunan pada triwulan IV 2017 sebesar
0,19% (yoy) berasal dari sub kelompok transpor. Jika ditinjau lebih lanjut, komoditas yang memiliki andil terbesar
pada pembentukan inflasi triwulan IV adalah mobil, bensin, dan biaya perpanjangan STNK. Sumbangan ketiga
komoditas tersebut masing-masing sebesar 0,17% (yoy), 0,06% (yoy), dan 0,05% (yoy).

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
38
BAB 03. INFLASI

Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan


Andil Infla si Ta huna n
Ke lo mpo k Ko mo dita s
Tw III 2 0 1 7 Tw IV 2 0 1 7
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0, 37 0, 28
Transpor 0,25 0,19
Komunikasi dan Pengiriman 0,06 0,04
Sarana dan Penunjang Transpor 0,05 0,05
Jasa Keuangan 0,00 0,00

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.6. Disagregasi Inflasi


Penurunan tekanan inflasi triwulan IV 2017 yang berasal dari dari komponen core dan volatile food. Komponen
inflasi core tercatat 2,98% (yoy) pada triwulan IV 2017 menurun dibandingkan 3,71% (yoy) pada triwulan III 2017.
Komponen VF terpantau menurun 3,56% (yoy) pada triwulan IV 2017 dibandingkan 4,98% (yoy) pada triwulan
III 2017. Inflasi administered price meningkat tipis sebesar 7,62% (yoy) pada triwulan IV 2017 dibandingkan 7,43%
(yoy) pada triwulan III 2017.

Grafik 3.8. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi Grafik 3.9. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi

%mtm IHK Administered Price Core Volatile Food % yoy IHK Administered Price Core Volatile Food

8,00 14,00

6,00 12,00
10,00
4,00
8,00
2,00
6,00
0,00
4,00
-2,00 2,00
-4,00 0,00

-6,00 -2,00
Apr 2015

Sep 2015

Dec 2015

Apr 2016

Sep 2016

Dec 2016

Apr 2017

Sep 2017

Dec 2017
Jan 2015

Mar 2015

Nov 2015

Jan 2016
Jun 2015

Mar 2016

Nov 2016

Jan 2017
Jun 2016

Mar 2017

Nov 2017
Feb 2015

Jul 2015
May 2015

Aug 2015

Jul 2016

Feb 2017

Jun 2017
Jul 2017
Oct 2015

Feb 2016

May 2016

Aug 2016

Oct 2016

May 2017

Aug 2017

Oct 2017

-4,00
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.6.1. Volatile Food

Perkembangan komponen VF tercatat mengalami penurunan inflasi sebesar 3,56% (yoy) pada triwulan IV
dibandingkan 4,98% (yoy) pada triwulan III 2017. Sumbangan komponen ini terhadap inflasi triwulan IV tercatat
0,73% (yoy). Penurunan inflasi disebabkan sumbangan dari ikan cakalang sebesar 0,20% (yoy) pada triwulan IV
dibandingkan triwulan III yang tercatat 0,93% (yoy). Sejumlah komoditas yang memberikan tekanan inflasi pada
triwulan IV antara lain kelompok ikan dan beras. Beras memberikan sumbangan inflasi tahunan sebesar 0,14%
(yoy). Kelompok ikan yaitu ikan layang, ikan bandeng, dan tongkol memberikan sumbangan masing-masing
sebesar 0,31% (yoy), 0,21% (yoy), dan 0,11% (yoy).

Inflasi kelompok ini akan lebih stabil pada triwulan berjalan. Sejumlah komoditas hortikultura yang memasuki
masa panen dapat meningkatkan pasokan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berpotensi pada
penurunan sub kelompok inflasi ini. Upaya koordinasi dan komunikasi TPID yang terus berjalan untuk menjaga
pasokan dan jalur distribusi dalam rangka stabilitas harga di pasar.

Inflasi volatile food pada tahun 2018 diproyeksikan akan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Upaya
penjagaan stabilitas pasokan dan jalur distribusi secara berkelanjutan oleh TPID terutama komoditas ikan dan beras

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 39
BAB 03. INFLASI

sebagai bahan pangan utama masyarakat Sulawesi Barat. Selain itu, pengembangan klaster beras, hortikultura,
dan pemberian bimbingan teknis bagi petani dan nelayan diharapkan membantu capaian target inflasi tahun ini.

3.6.2. Administered Prices

Inflasi administered price tercatat meningkat tipis sebesar 7,62% (yoy) pada triwulan IV 2017 dibandingkan
dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 7,43% (yoy). Komponen inflasi ini memberikan andil sebesar 1,13% (yoy)
terhadap inflasi tahunan. Peningkatan tipis disebabkan oleh kenaikan biaya cukai rokok putih, rokok kretek filter,
bahan bakar rumah tangga pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III 2017. Sumbangan ketiganya masing-
masing sebesar 0,07% (yoy), 0,14% (yoy), 0,04% (yoy). Penyesuaian tarif listrik yang ditetapkan oleh Pemerintah
pada awal tahun memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan inflasi tahunan pada triwulan IV 2017
sebesar 0,78% (yoy).

Komponen inflasi administrered prices diperkirakan meningkat tipis pada triwulan berjalan. Kebijakan pemerintah
mengenai peningkatan biaya cukai rokok oleh Peraturan Kementrian per 1 Januari 2018 walaupun relatif
rendah tekanannya. Permintaan masyarakat terhadap transportasi baik darat dan udara relatif akan stabil,
sehingga diperkirakan tidak terjadi kenaikan harga. Selain itu, isu penyesuaian tarif listrik dan BBM subsidi
diperkirakan tidak akan terjadi dalam waktu dekat, walaupun, harga minyak dunia telah mencapai
$59,91/barel per 12 Februari 2018.

Tekanan inflasi administrated prices pada tahun 2018 diperkirakan lebih kuat dibandingkan tahun lalu. Tekanan
inflasi yang berasal dari penyesuaian tarif listrik dan biaya cukai rokok diperkirakan tidak akan sekuat tahun lalu.
Selain itu, penambahan biaya administrasi SIM dan STNK yang turut berkontribusi pada peningkatan inflasi
administered price pada tahun 2017 tidak akan terjadi pada tahun ini.

3.6.3. Core Inflation

Komponen inflasi inti terpantau mengalami penurunan sebesar 2,98% (yoy) pada triwulan IV 2017 dibandingkan
3,71% (yoy) pada triwulan III 2017. Sumbangan komponen inflasi ini memberikan sebesar 1,92% (yoy) pada
pembentukan inflasi tahunan 2017. Beberapa komoditas biaya pendidikan yaitu biaya sekolah dasar dan
akademi/perguruan memberikan andil terbesar pada kelompok inti. Sumbangan kedua komoditas tersebut
tercatat memberikan andil masing-masing sebesar 0,37% (yoy) dan 0,32% (yoy).

Komponen inti diperkirakan mengalami inflasi pada triwulan berjalan. Risiko kenaikan berasal dari kenaikan
tukang bukan mandor sebagai efek kenaikan UMP yang biasanya baru terasa pada bulan Februari. Potensi
kenaikan juga berasal dari emas yang telah mengalami inflasi sejak November 2017, namun dengan tekanan
yang tidak terlalu kuat.

Inflasi kelompok inti diproyeksikan akan menurun dibandingkan tahun 2017. Biaya pendidikan diperkirakan
tidak akan mengalami peningkatan yang signifikan seperti tahun 2017. Selain itu, kenaikan UMP yang
ditetapkan pada awal tahun diperkirakan tidak memberikan tekanan yang kuat pada realisasi inflasi tahun
2018.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
40
BAB 03. INFLASI

Boks 2. Pengendalian Inflasi Beras Di Sulawesi Barat


BOKS
PENGENDALIAN INFLASI BERAS DI SULAWESI BARAT
2
Sinyal kuatnya tekanan harga terindikasi dari inflasi Januari 2018 di Sulawesi Barat yang mencapai 0,5% (mtm).
Capaian ini lebih tinggi dibandingkan rerata inflasi Januari untuk tiga tahun terakhir (2015-2017) sebesar 0,22%
(mtm). Sumbangan inflasi yang terbesar berasal dari kelompok volatile food sebesar 0,40% (mtm) diikuti oleh
kelompok core dan administered price yang memberikan andil masing-masing sebesar 0,07% (mtm) dan 0,04%
(mtm). Kelompok volatile food tercatat sebagai kelompok yang memiliki andil terbesar dalam pembentukan inflasi
sebanyak 3 kali yaitu November 2017-Januari 2018. Khusus bulan Januari 2018, komoditas yang memberikan
andil terbesar adalah beras dengan sumbangan sebesar 0,27% terhadap inflasi bulanan Sulawesi Barat

Grafik 3.10 menunjukkan perkembangan inflasi beras sejak 2015 terlihat bahwa pola inflasi terjadi menjelang
akhir tahun hingga awal tahun baru. Pergerakan harga beras pada Januari 2017 sampai dengan bulan September
2017 relatif stabil bahkan mengalami beberapa kali deflasi. Namun, indikasi peningkatan harga pada beberapa
bulan terakhir mulai terlihat sejak Pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi yakni sebesar Rp. 9450/kg untuk
beras medium dan Rp. 12.800 untuk beras premium, serta belum masuknya musim panen di tengah peningkatan
permintaan menjelang akhir tahun. Searah dengan pergerakan inflasi, hasil Survei Pemantauan Harga juga
menunjukkan kecenderungan peningkatan harga beras yang mulai terjadi pada Oktober 2017, lihat Grafik 3.11.
Grafik 3.12. Perkembangan Inflasi Beras Grafik 3.13. Perkembangan Survei Pemantauan Harga
12.000
6,00 20,00

5,00 11.500
15,00
4,00
11.000
3,00
10,00
2,00 10.500

1,00 5,00
10.000
0,00
0,00 9.500
-1,00

-2,00
-5,00 9.000

-3,00
8.500
-4,00 -10,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1
8.000
2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
Juli 2017 Agustus 2017 September 2017 Oktober 2017 November 2017 Desember 2017 Januari 2018
Pangsa Beras (%mtm) Beras (%yoy - Skala Kanan) Beras Kelas Bawah Beras Kelas Premium Beras Kelas Medium

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Menanggapi risiko berlanjutnya peningkatan harga beras, penguatan koordinasi dan komunikasi TPID Sulawesi
Barat merupakan hal yang mutlak dilakukan sebagai upaya menjaga stabilitas harga barang di masyarakat. Inisiasi
pelaksanaan forum teknis TPID pada 2 Februari 2018 memiliki tujuan penggalian informasi yang komprehensif
mengenai rantai nilai beras serta perumusan rekomendasi kebijakan pengendalian harga beras. Acara ini dihadiri
oleh sejumlah instansi vertikal maupun OPD seperti BPS Sulawesi Barat, Bulog Mamuju, Biro Perekonomian Provinsi
Sulawesi Barat, Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Barat, dan Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Mamuju.

Berdasarkan hasil diskusi, pengendalian harga beras memerlukan penanganan tidak hanya terkait suplai, juga
persoalan teknis maupun non teknis perlu ditangani. Bahkan, penyusunan regulasi Pemerintah dapat menjadi
solusi pengendalian harga beras. Sejumlah informasi penting didapatkan terkait rantai nilai beras di Sulawesi Barat,
antara lain:

1. Penetapan harga HET oleh Pemerintah menjadi salah satu penyebab tekanan harga di samping permintaan
dan pasokan yang terbatas karena belum memasuki masa panen.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 41
BAB 03. INFLASI

2. Petani Sulawesi Barat biasanya menjual hasil panen ke pedagang besar Sulawesi Selatan dalam bentuk gabah
karena disparitas harga yang cukup tinggi. Hasil olahan akan didistribusikan kembali ke Sulawesi Barat dengan
harga yang lebih tinggi. Selain itu, peraturan Bupati yang melarang penjualan ke luar daerah belum optimal
dalam rangka menjaga pasokan beras.
3. Tantangan yang dihadapi Bulog Mamuju adalah keterbatasan gudang untuk menampung hasil panen padi.
Kapasitas saat ini hanya 3000 ton untuk menampung produksi petani. Selain itu, standar kualitas beras yang
dihasilkan petani belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Secara umum, rantai nilai beras di Sulawesi Barat dapat terlihat dibawah ini.
Gambar 3.1. Rantai Nilai Beras

Rp 4.400-5.500 Rp 8.100 Rp 8.500 Rp 8.900-9.100 Rp 9.400-9.700


Pedagang
Petani Penggiling Pengepul ` Pengecer Konsumen
Besar

Sumber: Forum Teknis TPID, 2 Februari 2018

5. Pola pertanian yang dilakukan oleh petani masih bersifat konvensional dan belum mengenal pertanian
terintegrasi sehingga penghasilan terbatas pada hasil padi. Selain itu, keterbatasan prasarana paska panen
seperti lantai jemur, penggilingan yang telah memasuki masa non ekonomis menyebabkan kualitas beras
kurang optimal.
6. Berbagai bantuan Pemerintah kepada petani belum menunjukkan hasil yang signifikan karena pendampingan
dan monitoring tidak dilakukan secara komprehensif dan intensif.

Gambar 3.2. Forum Teknis TPID Beras (1) Gambar 3.3. Forum Teknis TPID Beras (2)

Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia

Hasil forum teknis ini secara umum telah menghasilkan informasi yang lebih komprehensif dalam menggambarkan
rantai nilai untuk komoditas beras di Sulawesi Barat. Selanjutnya, forum telah menyusun beberapa rekomendasi
yang ditindaklanjuti dalam upaya pengendalian harga, antara lain:

1. Disparitas harga beras di Kota Mamuju dan luar daerah memiliki risiko terhadap berpindahnya pasokan beras
ke luar mamuju, sehingga forum merekomendasikan penyusunan sistem logistik yang baik di Sulawesi Barat.
2. Keterbatasan infrastruktur pertanian hampir di seluruh wilayah Sulawesi Barat dapat mengurangi tingkat
produktivitas, sehingga forum merekomendasikan pemetaan dan pendataan kebutuhan petani yang
selanjutnya disusun sebuah kebijakan untuk mendukung proses produksi padi.
3. Tingginya harga beras sebagai dampak dari penerapan HET dan belum masuknya musim panen perlu
ditindaklanjuti dengan pelaksanaan operasi pasar oleh Bulog.
4. Risiko fluktuasi harga beras yang cukup besar dapat diantisipasi dengan pemetaan dan pendataan produksi
dan konsumsi beras dalam waktu tertentu yang dapat dijadikan pedoman pengendalian harga beras.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
42
BAB 04. STABILITIAS KEUANGAN DAERAH

4. Stabilitas Keuangan Daerah

Bab 04
Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 43
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
44
BAB 04. STABILITIAS KEUANGAN DAERAH

4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga

4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga


Konsumsi rumah tangga masih mendominasi perekonomian Sulawesi Barat dengan kecenderungan pangsa yang
menurun, hal ini tercermin dari jumlah konsumsi rumah tangga dalam PDRB triwulan IV 2017 sebesar 47,89%
dari total PDRB (harga berlaku) senilai Rp10,83 triliun. Pangsa tersebut menurun dibandingkan 50,27% pada
triwulan lalu. Meskipun pangsanya menurun namun konsumsi rumah tangga Sulawesi Barat telah mengalami
pertumbuhan cukup pesat terutama dalam setahun terakhir, Grafik 4.1. Tercatat pertumbuhan konsumsi RT pada
triwulan IV sebesar 7,04% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 4,40% (yoy) ataupun triwulan IV
2016 sebesar 2,85% (yoy). Secara kumulatif, pertumbuhan konsumsi RT di tahun 2017 sebesar 4,91% (yoy)
tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 sebesar 4,69% (yoy). Tak dapat dikesampingkan bahwa
menguatnya pertumbuhan konsumsi di pengaruhi oleh banyaknya instansi baru di Sulawesi Barat yang membawa
banyak pekerja baru dan mendorong konsumsi RT.

Besarnya konsumsi rumah tangga tercermin pula dari peningkatan inflasi, pada tahun 2017 sebesar 3,79% (yoy)
meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 2,23%. Peningkatan inflasi tersebut terutama didorong oleh
kuatnya permintaan untuk kelompok pangan. Seperti halnya perkembangan inflasi, Hasil Survei Konsumen pun
mengindikasikan adanya peningkatan konsumsi RT, terutama pada akhir tahun. Hal ini diindikasikan dengan
perubahan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari tahun 2017 sebanyak 5,00 dibandingkan tahun 2016 (128,50)
sehingga menjadi 133,50. Selama tahun 2017 IKK sempat melemah di pertengahan tahun, namun kembali
menguat di akhir tahun. Peningkatan tersebut di picu oleh salah satu variabel pembentuknya yaitu indeks
ekspektasi konsumen yang meningkat 9,67 poin menjadi 138,67. Hal ini mengindikasikan potensi keberlanjutan
konsumsi pada periode mendatang.

Menguatnya konsumsi dikonfirmasi pula oleh pertumbuhan kredit konsumsi di tahun 2017 sebesar 18,90% (yoy).
Seperti halnya fluktuasi IKK, pada pertengahan tahun pertumbuhan kredit konsumsi sempat melemah,
sebagaimana diindikasikan dari pertumbuhan kredit sebesar 13,32% (yoy) di triwulan lalu, namun kembali
menguat di triwulan IV 2017, meskipun masih lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan kredit konsumsi di
tahun 2016 sebesar 30,24%. Komponen yang mendorong pertumbuhan kredit konsumsi di triwulan laporan yaitu
besarnya permintaan akan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit multi guna (KMG). Dibalik perkembangan
positif dari kredit konsumsi, terindikasi bahwa kerentanan perbankan Sulawesi Barat terhadap konsumsi RT.
Fluktuasi pada konsumsi rumah tangga akan memberikan dampak berarti terhadap kinerja kredit perbankan.

Potensi meningkatnya konsumsi pada periode mendatang dapat diindikasikan dari masih tingginya pertumbuhan
dana pihak ketiga (DPK), di akhir tahun 2017 pertumbuhannya sebesar 14,66% (yoy), naik cukup pesat
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan lalu sebesar 4,17% (yoy) ataupun dibandingkan tahun 2016 sebesar
5,18% (yoy). Potensi konsumsi RT yang tercermin dari peningkatan DPK tersebut yaitu besarnya pangsa tabungan
yang mencapai 74,83%, dengan kecenderungan pertumbuhan yang menguat. Pada tahun 2017 simpanan
tabungan masih mampu mencatat pertumbuhan sebesar 11,28%, yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan
triwulan atau tahun lalu.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 45
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat


Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga
ini di Mamuju

Pangsa dalam PDRB (% ) % , yoy 180.0


60.00 9.00 IKK IKE IEK Batas Optimisme
Pangsa
Kontribusi (skala kanan) 8.00 160.0
gKonsumsi RT (skala kanan) 7.04
7.00
55.00
6.00 140.0

OPTIMIS
5.00
50.00
4.00 120.0
4.40
3.00
45.00 2.85
2.00 100.0

PESIMIS
1.00

40.00 - 80.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Aug Sep Oct Nov Dec
2014 2015 2016 2017 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Survei Konsumen: Konsumsi sempat melemah di medio 2017 dan kembali menguat di akhir tahun. Seperti halnya
indikasi penguatan konsumsi yang tercermin dari konsumsi RT di PDRB serta kredit konsumi, hasil Survei Konsumen
pun mengindikasikan kecenderungan serupa. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II dan III tahun
2017 menunjukkan pelemahan indeks, mencapai 120,83 (September 2017) atau 124,83 selama triwulan III 2-
017, namun kembali menguat di akhir taun dan reratanya di triwulan IV 2017 sebesar 128,06. JIka dibandingkan
dengan triwulan IV 2016, IKK masih relatif stabil dan hanya mengalami penurunan sebesar 1,50 poin. Namun
demikian fluktuasi IKK tersebut leih dipengaruhi oleh ekspektasi postif terhadap kondisi perekonomian 6 bulan ke
depan, sementara optimisme terhadap kondisi ekonomi saat ini masih relatif rendah. Hal ini mengindikasikan
bahwa kebutuhan masyarakat pada saat ini lebih mengarah kepada bahan pangan, sementara barang tahan lama
seperti elektronik belum menjadi prioritas masyarakat.

Kedepannya, dengan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 142,33 di triwulan IV 2017, mengalami
peningkatan sebesar 9,56 poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 132,78. Namun hanya sedikit
meningkat (3,33 poin) dibandingkan triwulan lalu.Peningkatan IEK tersebut dipengaruhi oleh ekspektasi positif
terhadap ketersediaan lapangan kerja dan harapan peningkatan penghasilan, yang masing-masing mengalami
kenaikan sebesar 22,67 poin dan 10,67 poin. Ekspektasi positif tersebut tak lepas dari pembukaan berbagai
instansi di Sulawesi barat. Kondisi ini secara tidak langsung akan mempengaruhi konsumsi masyarakat.

Pertumbuhan KPR dan kredit jangka pendek (multiguna) masih cukup baik. Indikasi menguatnya konsumsi karena
banyaknya pekerja yang dimutasikan di Sulawesi Barat terlihat dari aktivitas pembangunan perumahan yang cukup
aktif. Hal ini mempengaruhi permintaan KPR dan pada triwulan IV 2017 mampu tumbuh sebesasr 24,59% (yoy),
sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan lalu (28,70%, yoy) namun berada jauh diatas pertumbuhan pada
triwulan IV 2016 (9,62%, yoy). Sementara itu kredit multiguna tercatat tumbuh 13,41% (yoy) menjadi Rp2,46
triliun. Pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu sebesar 5,68% (yoy), namun lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 30,34% (yoy). Kinerja positif kedua jenis kredit tersebut
mampu mendorong penyaluran kredit kepada rumah tangga pada triwulan laporan sehingga tumbuh 63,99%
(yoy) dengan nilai kredit sebesar Rp5,00 triliun. Besarnya pertumbuhan kredit RT tersebut lebih tinggi
dibandingkan triwulan lalu (55,79%, yoy) dan semakin signifikan kenaikannya jika dibandingkan periode yang
sama tahun lalu sebesar 24,54% (yoy). Pertumbuhan kredit RT diperkirakan masih akan berada pada level tinggi
di triwulan mendatang.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
46
BAB 04. STABILITIAS KEUANGAN DAERAH

Survei Konsumen : Animo masyarakat untuk mengkonsumsi barang tahan lama (elektronik, furniture dan
sejenisnya) mengalami penurunan. Hasil Survei Konsumen pada triwulan laporan mencatat bahwa Indeks Kondisi
Ekonomi (IKE) pada triwulan IV 2017 sebesar 113,78, sedikit meningkat dibandingkan indeks triwulan lalu sebesar
110,67. Secara tahunan, IKE di triwulan IV 2017 mengalami penurunan sebesar 12,55 poin. Menurunnya IKE
secara tahunan disebabkan karena indeks konsumsi barang tahan lama yang mencapai level pesimis (62,67) dan
turun signifikan dibandingkan triwulan IV 2016 ( turun 48,67 poin). Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen di
Sulawesi Barat melakukan prioritas konsumsi dan lebih memprioritaskan pada kebutuhan pangan ( durable goods).
Dengan demikian masih terdapat potensi peningkatan konsumsi, karena pada saat bersamaan konsumen optimis
penghasilannya pada saat ini masih cukup baik, dengan indeks sebesar 119,33 atau meningkat 11,00 poin secara
tahunan (yoy) dan ketersediaan lapangan kerja pun memadai, tercermin dari indeks sebesar 159,33, meningkat
20,67 poin.

Menurunnya konsumsi tersebut ditengarai Konsumen menengarai bawah kekhawatiran konsumen dalam
meningkatkan konsumsi barang tahan lama, dilatarbelakangi oleh pekerjaan responden yang berusaha dibidang
pertanian, perdagangan dan jasa perusahaan (buruh), sehingga faktor berjaga-jaga lebih dikedepankan oleh
kontak, mengingat pengaruh dari cuaca ekstrem di Sulwesi Barat cukup besar terhadap perekonomian, lihat Grafik
4.3.

Grafik 4.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi
Saat ini di Mamuju Konsumen

Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja

Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama Batas Optimisme Indeks Kegiatan Usaha Batas Optimisme
200.0 180.0

180.0
160.0
160.0

140.0
140.0
OPTIMIS

120.0
OPTIMIS

100.0 120.0
80.0

60.0 100.0
PESIMIS

PESIMIS

40.0
Feb…

Jan…
Nov
Dec

Nov
Dec
May
Apr

Jun
Jul
Aug

Feb

Apr
Sep

Juni

Aug
Sep
Mar

Mar

Mei

Juli
Oct

Oct

80.0
Feb…

Jan…
May

Nov

Nov
Dec

Dec
Mar
Apr

Jul

Feb
Mar
Apr
Mei

Juli
Jun

Aug

Aug
Sep

Juni

Sep
Oct

Oct

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Konsumen berupaya menjaga keseimbangan pengeluaran. Rata-rata pangsa konsumsi pada triwulan IV 2017
sebesar 52,57%, sedikit menurun dibandingkan rerata pada triwulan lalu sebesar 59,33%. Perkembangan positif
pada triwulan laporan yaitu upaya konsumen untuk Saat bersamaan komposisi untuk pembayaran
angsuran/cicilan (Debt Service Ratio / DSR) sebesar 18,11%, sedikit menurun dibandingkan triwulan lalu sebesar
19,77%. Kondisi ini cukup baik dan merupakan salah satu indikasi jika konsumen telah memperhatikan
keseimbangan pengeluarannya dalam jangka pendek. Meskipun pada level pendapatan yang relatif rendah,
konsumen meningkatkan konsumsinya namun tetap mempertimbangkan pangsa tabungannya. Namun demikian,
efek dari meningkatnya daring tetap semakin dirasakan oleh konsumen di Sulawaesi Barat, dimaka konsumen
umumnya memanfaatkan cicilan perbulan dalam beraktivitas daring.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 47
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Konsumen Tabel 4.2. Komposisi Pengeluaran Konsumen
Triwulan III 2017 Triwulan IV 2017
Tingkat Pengeluaran (%) Tingkat Pengeluaran (%)
Keterangan Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Konsumsi 63.43 53.97 49.31 54.29 65.00 55.00 - 37.50 Konsumsi 74.46 61.45 47.71 48.33 37.00 40.00 37.50 -
Cicilan 18.35 17.53 30.86 20.00 30.00 25.00 - 55.00 Cicilan 8.71 24.11 37.29 34.00 49.50 50.00 27.50 -
Tabungan 18.43 27.49 20.34 24.29 20.00 20.00 - 20.00 Tabungan 16.83 14.44 15.00 17.67 13.50 10.00 35.00 -

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah


Keterangan Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt (1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt < (5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <

Konsumen memperkirakan kondisi 6 bulan ke depan cukup baik dengan peningkatan yang terbatas. Ekspektasi
konsumen terhadap kondisi perekonomian 6 bulan ke depan masih cukup baik, berada pada level optimis
sebagaimana tercermin dengan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 142,33 lebih tinggi 9,56 poin
dibandingkan ekspektasi pada periode yang sama tahun lalu. Eskpektasi tersebut didukung oleh kondisi cuaca
yang mulai berpihak kepada petani, dimana mulai musim panen padi serta hasil produksi dari kelapa sawit
cenderung mencapai puncaknya setelah musim hujan berakhir atau dipertengahan tahun. Faktor lain yang
mempengaruhi yaitu kelanjutan beberapa proyek konstruksi dan aktivitas kampanye PIlbup di beberapa daerah.
Berbagai faktor tersebut diduga mempengaruhi ekspektasi responden terhadap tingkat penghasilan dan
ketersediaan lapangan kerja, yang masing-masing mengalami peningkatan sebesar 10,67 poin (yoy) dan 22,67
poin (yoy) sehingga indeks keduanya pada Juni 2018 (triwulan II 2018) diperkirakan mencapai 138,00 dan 163,00.

Grafik 4.5. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3


Grafik 4.6. Penggunaan Penghasilan Konsumen
bulan yang akan datang

% Inflasi (qtq) perubahan harga 3 bulan ke depan - RHS Konsumsi Cicilan Pinjaman Tabungan
3.0 200.0
100.00
2.5 180.0
160.0
2.0 80.00
140.0
1.5 120.0 60.00
1.0 100.0

0.5 80.0 40.00


60.0
0.0
40.0 20.00
-0.5 20.0
-1.0 - -
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 I II III IV I II III IV
2016 2017 2018 2016 2017

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Tekanan harga akan menurun di penghujung triwulan I 2018. Seiring dengan pelaksanaan musim panen dan
kondisi cuaca yang relaitf lebih baik di bandingkan akhir tahun, maka supply di triwulan I 2018 diperkirakan
meningkat dan pada saat lain terjadi penurunan permintaan karena kekhawatiran konsumen akan keterbatasan
pasokan semakin berkurang. Hal ini mempengaruhi tingkat harga pada 3 bulan ke depan. Indeks ekspektasi harga
3 bulan kedepan berada pada level 140,0. Indeks ini sempat mengalami tekanan pada awal tahun 2018 dan
indeksnya mencapai 150,0 namun kemudian mulai menurun. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya daerah
yang mengalami panen (lihat Grafik 4.5). Seperti halnya ekspektasi harga 3 bulan ke depan, konsumen pun
memperkirakan bahwa pengeluaran untuk konsumsi dalam 3 bulan kedepan belum akan mengalami
perkembangan berarti, konsumen masih relatif berhati-hati dalam konsumsi dan melakukannya sesuai dengan
prioritas. Kelompok makanan diperkirakan mengalami kenaikan harga tertinggi secara triwulanan, diikuti dengan
kelompok komoditas energi dan jasa.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
48
BAB 04. STABILITIAS KEUANGAN DAERAH

4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga


Kerentanan risiko keuangan relatif terkendali dengan stabilnya Debt Service Ratio (DSR). Menjelang pergantian
tahun dan Natal, permintaan terhadap barang dan jasa terutama untuk bahan pangan dan sandang kembali
meningkat. Peningkatan pangsa konsumsi dalam pengeluaran lebih dirasakan oleh konsumen yang
berpendapatan di bawah Rp2 juta/ bulan. Meskipun memiliki pangsa terbesar (40,0%), namun besarnya cicilin
pada kelompok tersebut relatif kecil yakni hanya sekitar 0%-10%. Jika tingkat cicilan meningkat maka pangsa
responden pada kelompok tersebut akan berkurang. Diduga kondisi ini dipengaruhi oleh persaingan bisnis
beberapa toko ritel di Mamuju yang memberikan angsuran kepada pembelinya untuk menjaga loyalitas pembeli.
Kondisi ini relatif berbeda dengan kelompok responden yang memiliki pengeluaran antara Rp2 uta s.d Rp5 juta,
dimana pangsa cicilan dalam pengeluarannya relatif kecil untuk setiap tingkat cicilan. Hal ini mempengaruhi DSR
relatif terjaga, yaitu sebesar 18,11% hanya sedikit rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar 19,77%.

Tabel 4.5. Debt Service Ratio Triwulan III 2017 Tabel 4.6. Debt Service Ratio Triwulan IV 2017

Rasio Angsuran/ Rasio Angsuran/


1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
bulan bulan
0-10% 23.7% 12.0% 2.7% 1.0% 0.0% 0.3% 0.0% 0.0% 0-10% 40.0% 6.3% 1.0% 1.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
10-20% 18.7% 3.0% 0.0% 0.3% 0.3% 0.0% 0.0% 0.0% 10-20% 9.0% 3.7% 1.3% 0.3% 0.0% 0.0% 0.3% 0.0%
20-30% 9.0% 4.7% 1.3% 0.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 20-30% 7.0% 4.0% 1.7% 0.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
>=30% 10.3% 4.7% 5.7% 0.3% 0.3% 0.3% 0.0% 0.7% >=30% 2.3% 6.7% 7.7% 3.0% 3.3% 0.3% 0.3% 0.0%

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Keterangan Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt (1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <-3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <

Kerentanan risiko pendapatan menurun seiring dengan meningkatnya pangsa tabungan. Sikap antisipasi
masyarakat terhadap risiko semakin membaik, hal ini tercermin dari kecenderungan meningkatnya pangsa
tabungan didalam pengeluaran konsumen. Jika pada triwulan lalu pangsa konsumen yang memiliki tabungan
masih terkonsentrasi pada rasio 10%, periode kali ini sebarannya lebih merata. Pangsa konsumen yang memiliki
rasio tabungan hingga 20% dan 30% jumlahnya meningkat. Kondisi ini mengindikasikan upaya konsumen untuk
memitigasi risiko dengan mengantisipasi kestabilan pendapatan dan meningkatkan rasio tabungannya (Saving To
Income Ratio / SITR). Kondisi posisitf lainnya pada triwulan ini yaitu sebaran SITR yang lebih merata pada kelompok
pengeluaran yang lebih tinggi, lihat tabel 4.4.

Tabel 4.3. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan Tabel 4.4. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan
Triwulan III 2017 Triwulan IV 2017

Rasio Rasio
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Tabungan/bulan Tabungan/bulan
0-10% 18.0% 8.7% 3.7% 3.0% 0.7% 0.7% 0.7% 0.7% 0-10% 30.3% 7.0% 3.7% 1.0% 0.3% 0.0% 0.0% 0.3%
10-20% 21.0% 10.0% 3.0% 1.0% 0.3% 0.7% 0.0% 0.0% 10-20% 16.0% 4.3% 2.7% 0.3% 0.0% 0.7% 0.0% 0.0%
20-30% 9.3% 5.0% 2.7% 0.0% 0.3% 0.0% 0.3% 0.0% 20-30% 7.3% 4.3% 1.7% 0.3% 0.3% 0.0% 0.0% 0.3%
>=30% 5.0% 4.0% 1.0% 0.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% >=30% 8.0% 8.7% 1.7% 0.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Keterangan Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt (1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt < (5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 49
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

Perkembangan positif ini diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan mendatang dan memang umumnya
tingkat konsumsi pada awal tahun akan lebih rendah dibandingkan akhir tahun. Sehingga SITR diperkirakan akan
meningkat secara moderat dan kelompok pendapatan yang lebih tinggi pun akan meningkatkan SITRnya. Pada
sisi lain DSR masih akan terjada di kirasan yang relatif aman, sekitar 20%. Masyarakat diperkirakan masih aktif
melakukan daring, karena belum adanya pusat perbelanjaan yang memadai di Sulawesi Barat terutama Mamuju,
sehingga belanja online dan fasilitas cicilan diperkirakan masih menjadi pilihan menarik bagi konsumen untuk
memenui kebutuhannya.

4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan

Pertumbuhan DPK dan dana perseorangan cenderung meningkat. Berbada dengan kondisi tahun lalu, dana pihak
ketiga (DPK) perbankan Sulawesi Barat mencapai puncak pertumbuhannya pada triwulan IV 2017, mencapai
14,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,21% (yoy) ataupun dibandingkan triwulan IV 2016
sebesar 5,75% (yoy). Pesatnya pertumbuhan tersebut membawa nilai DPK mencapai Rp3,99 triliun, secara nilai
masih relatif stabil dibandingkan triwulan lalu yang tercatat Rp4,02 triliun. Peran DPK perseorangan dalam
mendukung dana perbankan di Sulawesi Barat semakin besar, porsinya mencapa 85,10%, meningkat
dibandingkan pasa triwulan lalu sebesar 75%. Pengaruh konsumsi masyarakat yang meningkat secara moderat
ditengarai menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Menurut jenis simpanan, tabungan dan deposito perseorangan memiliki pangsa dominan di kelompoknya. Untuk
tabungan perseorangan, pangsanya sebesar 98,59% dari total tabungan sebesar Rp2,98 triliun, pada deposito
pangsanya sebesar 58,09% dari total deposito sebesar Rp572,94 miliar. Sementara untuk giro, kepemilikannya
didominasi oleh pemerintah daerah, umumnya pada periode normal pangsanya sekitar 80,55%, namun pada
akhir tahun 2017 pangsanya menurun 33,55% dari total giro sebesar Rp430,36 miliar. Umumnya giro pemerintah
menurun jumlahnya pada akhir tahun karena digunakan untuk membayar berbagai proyek yang dilakukan.
Namun dalam perjalanannya tidak seluruh pembayaran tersebut terealisasi, sehingga sebagian ditempatkan pada
institusi non lembaga keuangan. Kondisi ini tergambarkan dari pertumbuhan giro di lembaga tersebut yang
mencatat peningkatan pesat hanya pada akhir tahun.

Grafik 4.7. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi
DPK di Sulawesi Barat Barat

Perseorangan Bukan Perseorangan Giro Tabungan Deposito


78.8%

78.8%
78.1%
83.5%

84.1%

85.0%

81.48%

83.78%
83.7%

82.7%

85.29%

86.69%
83.85%
84.7%

80.3%
85.9%
89.1%

85.10%
85.3%
83.3%

75.16%
73.56%
72.1%
71.6%

70.9%

69.7%
66.3%
66.2%

65.7%

64.5%
63.7%

63.2%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV


I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017
2014 2015 2016 2017

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Moderasi konsumsi masyarakat berpangaruh positif terhadap dana perorangan. Fenomena prioritas konsumsi
yang terjadi saat ini memberikan dampak positif terhadap penghimpunan dana perbankan. Masyarakat cakan
cenderung memilih salah satu produk perbankan sebagai alternatif penempatan dananya. Bagi masyarakat,

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
50
BAB 04. STABILITIAS KEUANGAN DAERAH

kondisi ini merupakan salah satu tindakan berjaga-jaga untuk memperoleh waktu yang tepat guna mendorong
konsumsinya dan tabungan menjadi salah satu pilihan menarik bagi masyarakat. Pada akhir tahun 2017, jumlah
rekening tabungan perorangan di perbankan Sulawesi Barat sebesar 880.139 rekening, bertambah 55,22% (yoy).
Menilik besarnya animo masyarakat terhadap tabungan, kiranya perlu evaluasi lebih lanjut kecukupan jumlah ATM
dan sebarannya. Hal ini dibutuhkan untuk mendukung kenyamanan nasabah perbankan dalam bertransaksi.

Sementara itu pada simpanan deposito, suku bunga ditengarai bukan menjadi faktor utama konsumen dalam
menempatkan dana. Karena suku bunga cenderung menurun di sepanjang tahun 2017 dan diperkirakan
penurunan tersebut masih akan berlanjut di tahun 2018. Namun daya beli masyarakat yang masih cukup besar
dan penundaan konsumsi mejadi hal yang lebih mempengaruhi masyarakat untuk menempatkan dananya dalam
bentuk deposito.

Berdasarkan kelompok penyimpan, pertumbuhan terbesar pada dana korporasi (bukan perseorangan), pada
triwulan IV 2017 besarnya mencapai 70,62% (yoy). Pesatnya pertumbuhan ini karena adanya penempatan dana
pemerintah dalam bentuk deposito di tahun 2017. Sementara itu berdasarkan jenis simpanan, pertumbuhan
tertinggi masih terdapat pada deposito, besarnya 27,15% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar
33,46% (yoy), namun lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2016 sebesar 26,66% (yoy).
Pertumbuhan positif lain terdapat pada tabungan, yang tumbuh 15,83% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan
lalu sebesar 12,25% (yoy) ataupun periode yang sama tahun lalu sebesar 5,94% (yoy)

Grafik 4.9. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi
DPK di Sulawesi Barat Barat

% yoy Perseorangan DPK Total Bukan Perseorangan Giro Tabungan Deposito Suku bunga deposito - skala kanan
% yoy %
60.0
150.0 8.50
50.0
8.00
40.0 100.0
30.0 7.50

20.0 50.0 7.00


10.0
0.0 6.50
0.0
6.00
-10.0 -50.0
-20.0 5.50

-30.0 -100.0 5.00


I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2014 2015 2016 2017

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

4.1.4. Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga

Pertumbuhan kredit RT menguat. Pertumbuhan kredit rumah tangga (berdasarkan lokasi proyek) pada triwulan IV
2017 kembali mengalami akselerasi, ditandadi dengan peningkatan pertumbuhan dari 55,79% (yoy) pada
tirwulan III 2017 menjadi 63,99% (yoy) pada saat ini, sehingga nilainya menjadi Rp5,00 triliun. Tingkat
pertumbuhan tersebut semakin terlihat pesat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun lalu yang
sebesar 24,54% (yoy). Angka pertumbuhan yang besar tersebut disumbang ole kredit kepemilikan rumah (KPR)
yang meningkat 28,01% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu. Diikuti juga oleh pertumbuhan kredeit
multi guna yang masih mencapai dua digit, yakni sebesar 13,42% (yoy), lebih tinggi dbandingkan periode lalu
sebesar 5,68% (yoy). Sementara itu, KKB yang memiliki pangsa cukup besar, kali ini pertumbuhannya terkoreksi
sebesar 8,52% (yoy), semakin menurun dibandingkan triwulan lalu yang telah sedikit terkontraksi sebesar 0,65%
(yoy). Dengan kondisi ini, KPR dan KMG menjadi motor penggerak dalam mendorong intermediasi perbankan
Sulawesi Barat. Berdasarkan asesmen yang pernah dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Barat, penurunan KKB dan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 51
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

penjualan mobil, dipengaruhi oleh fluktuasi harga sawit internasional. Sehingga penjualan kendaraan bermotor
dan permintaan KKB akan kembali menguat pada saat harga sawit cenderung meningkat.

Meskipun terjadi ekspansi yang cukup besar pada KPR dan KMG, namun rasio kredit bermasalah keduanya relatif
terjaga, lihat Grafik 4.12. Pada triwulan laporan, rasio kredit bermasalah/ non performing loan (NPL) kedua jenis
kredit tersebut sebesar 1,87% untuk KPR dan 0,44% untuk KMG. Namun tidak demikian dengan KKB, yang rasio
NPLnya cenderung meningkat, pada periode laporan sebesar 1,96%. Meskipun rasio NPL KKB meningkat namun
terkendalinya NPL pada KPR dan KMG mampu menjaga NPL kredit rumah tangga relatif stabil pada ksiaran 0,84%.
Rasio NPL tersebut menurun dibandingkan triwulan lalu sebesar 1,30% ataupun triwulan yang sama tahun lalu
sebesar 0,96%. Pada triwulan depan, rasio NPL diperkirakan masih relatif stabil. Hal ini antara ain dipengaruhi
oleh segmen debitur KPR yang umumnya memiliki kredit untuk rumah pertama sehingga potensi kredit
bermasalah cukup rendah.

Grafik 4.12. Perkembangan Risiko Kredit Rumah


Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Rumah Tangga
Tangga
Pertumbuhan KPR Pertumbuhan KKB NPL KPR NPL KKB NPL KMG NPL Kredit Rumah Tangga
Pertumbuhan KMG Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
4%
% yoy
300 3%
250
3%
200 1.96%
2%
150

100 2% 1.87%

50 1% 0.84%
0 0.44%
1%
-50
0%
-100 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017
2014 2015 2016 2017

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Risiko kredit rumah tangga menurun. Pertumbuhan kredit RT yang cukup baik di triwulan laporan cenderung
menurun dari 4,3% pada triwulan lalu menjadi 2,6% pada triwulan laporan. Kecenderungan serupa terlihat jika
dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dimana rasio loan at risk (latr) sebesar 4,2%. Penurunan ini
dipengaruhi oleh turunnya rasio NPL dari 1,9% pada triwulan IV 2016 menjadi 0,5%. Sementara itu kredit
restrukturisasi yang memiliki koletabilitas 1, pangsanya sebanyak 1,4% atau sebanyak Rp133,45 miliar, sedikit
menurun dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu sebesar 1,7% atau sebesar Rp67,61 miliar. Meskipun latr
cenderung menurun, namun dengan adanya peningkatan NPL pada KKB, potensi peningkatan rasio latr perlu
diwaspadai oleh perbankan.

4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi


Kredit korporasi di triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 12,36% (yoy). Kredit korporasi pada triwulan IV 2017
mengalami peningkatan pertumbuhan dari 7,44% (yoy) menjadi 12,36% (yoy). Dengan adanya pertumbuhan
tersebut kredit korporasi di Sulawesi Barat menjadi sebesar Rp3,94 triliun. Kredit korporasi tersebut didominasi
oleh pangsa kredit untuk sektor listrik, gas, dan air sebesar 176% atau sebesar Rp460 miliar dan kredit di sektor
pertanian sebesar Rp1,19 triliun atau 34,83% dari total kredit. Besarnya pangsa jenis kredit ini mengakibatkan
percepatan pertumbuhan yang terjadi pada Triwulan IV 2017 memberikan dampak yang cukup besar terhadap
pertumbuhan kredit korporasi sampai dengan triwulan laporan. Pertumbuhan triwulan IV dibandingkan dengan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
52
BAB 04. STABILITIAS KEUANGAN DAERAH

dua triwulan sebelumnya mengalami peningkatan signifikan. Sementara pertumbuhan kredit jasa sosial
masyarakat melambat dari 7,76% menjadi 5.42% (yoy)

Selain sektor tersebut, penyaluran kredit untuk sektor-sektor lainnya relatif meningkat, semisal kredit untuk
konstruksi sebesar Rp1,5 triliun, perdagangan Rp2.1 triliun, dan sektor-sektor lainnya yang sejalan memiliki
peningkatan nilai secara absolut. Sehingga perkembangannya berdampak positif terhadap fluktuasi kredit
korporasi. Pada triwulan IV 2017 kredit korporasi terjadi peningkatan seiring dengan dimulainya musim tanam
padi di sektor pertanian sehingga kecenderungan peningkatan harga sawit yang mendorong pada pengusaha
sawit untuk meningkatkan produksi dan pembiayaannya.

Grafik 4.13. Perkembangan Kredit Korporasi Grafik 4.14. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi

% yoy Pertanian NPL Kredit Pertanian NPL Kredit Perdagangan

140 Pengangkutan 9,0% NPL Kredit Korporasi

120 Pertumbuhan Kredit Korporasi 8,0%

100 7,0%
80 6,0%
60 5,0%
40 4,0%
20 3,0%
0 2,0%
-20 1,0%
-40 0,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2014 2015 2016 2017

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Risiko kredit korporasi menurun. Sejalan pertumbuhan kredit menguat, kinerja perbankan dalam menjaga risiko
kredit patut diapresiasi. Hal ini ditandai dengan menurunnya rasio NPL kredit korporasi dari 1,11% pada triwulan
lalu, menjadi 0,82% pada triwulan laporan. Penurunan rasio NPL ini terutama karena membaiknya NPL di sektor
listrik, gas, dan air dari 17,82% pada triwulan lalu menjadi 0,04% pada Triwulan IV 2017. Demikian pula dengan
NPL sektor pertanian yang membaik secara triwulanan, dari 0,58% menjadi 0,38%. Sektor-sektor lain pun
mencatat penurunan NPL, kecuali sektor konstruksi yang justru mengalami peningkatan rasio NPL dari 0,14%
menjadi 9,26%, sedangkan sektor sisanya turut mengalami peningkatan yang tidak signifikan. Penurunan NPL
secara agregat mencerminkan perbaikan kondisi kredit dibandingkan dari triwulan sebelumnya yang secara
berturut-turut mengalami peningkatan NPL.

4.3. Perkembangan Institusi Perbankan


Kinerja perbankan pada triwulan IV tumbuh positif. Intermediasi perbankan pada triwulan IV 2017 mengalami
perbaikan yang cukup optimal dibandingkan triwulan lalu yaitu sebesar 17,60% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2017 sebesar 14,67% (yoy). Pada saat bersamaan DPK perbankan pun mencatatkan pertumbuhan
positif sebesar 14,66% (yoy) sementara pada triwulan lalu masih pada level 4,17% (yoy). Meningkatnya DPK
antara lain disebabkan oleh membaiknya pertumbuhan deposito pada Triwulan IV 2017 sebesar 60,61% (yoy)
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat 19,21% (yoy). Meningkatnya indikator tersebut menyebabkan
pertumbuhan aset tumbuh positif sejalan dengan peningkatan deposito sebesar 17,19 (yoy) dibandingkan 12,07%
(yoy) pada triwulan lalu.

Berdasarkan jenis kreditnya, melambatnya pertumbuhan pada kredit investasi dari 12,94% (yoy) di triwulan III
2017 menjadi 7,91% (yoy) pada Triwulan IV 2017. Sementara itu, pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 53
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

pada Triwulan IV 2017 meningkat dari 18,04% menjadi 18,73% dan pertumbuhan kredit konsumsi tumbuh
sangat positif dari 13,32% pada triwulan III 2017 meningkat sebesar 18,90% pada triwulan laporan. Dengan
perkembangan ini, nilai kredit untuk setiap jenisnya yaitu konsumsi sebesar Rp3,92 triliun, kredit modal kerja
sebesar Rp1,99 triliun dan kredit investasi sebesar Rp691 miliar. Berdasarkan pangsanya, terbesar masih berupa
kredit konsumsi sebesar 59,39%, diikuti kredit modal kerja sebesar 30,15% dan kredit investasi sebesar 10,46%.
Pangsa kredit untuk modal kerja mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan lalu, sementara pangsa
kredit konsumsi dan kredit investasi mengalami peningkatan.

Grafik 4.15. Perkembangan Aset dan DPK Grafik 4.16. Perkembangan Penyaluran Kredit

% yoy Pertumbuhan DPK Pertumbuhan Aset Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Pertumbuhan Kredit Investasi
Pertumbuhan Kredit Konsumsi Pertumbuhan Kredit
25
% yoy
60
20
50

15 40

30
10
20

10
5
0
0 -10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
-5 2014 2015 2016 2017 2014 2015 2016 2017

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan


Meningkatnya daya beli mempengaruhi aktivitas UMKM. Meningkatnya daya beli masyarakat berdampak sangat
berarti terhadap kegiatan usaha UMKM, sehingga pertumbuhan kreditnya pun naik dari 7,48% (yoy) menjadi
9,40% pada saat ini, nilai kredit UMKM pun naik dari Rp3,21 triliun menjadi Rp3,35 triliun. Dengan kenaikan ini
pangsa kredit UMKM terhadap total sebesar 35,70%. Penurunan ini cukup signifikan mengingat pada awal tahun
2017 pangsa kredit UMKM cukup baik, tercatat pangsanya lebih dari 40%.

Sementara itu, tingkat NPL UMKM cenderung semakin menurun dibandingkan triwulan lalu (Grafik 4.18) dari
3,48% menjadi 3,08%. Sejalan dengan penurunan NPL, jumlah kredit berisiko di kelompok UMKM juga menurun.
Kedepannya kredit berisiko ini diperkirakan masih akan menurun, lebih disebabkan karena lambatnya
pertumbuhan kredit dan upaya perbankan untuk memitigasi risiko kredit. Disamping itu perbankan lebih intensif
dalam menjaga kolektabilitas kreeditnya dengan melalukan evaluasi secara berkala.

Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.18. Perkembangan Risiko Kredit UMKM

Kredit UMKM 8,0%

Pertumbuhan Kredit UMKM - skala kanan 7,0%


Rp Triliun Pangsa Kredit UMKM - skala kanan % yoy
6,0%
4,0 50,00
3,5 5,0%
40,00
3,0 4,0%
30,00
2,5
3,0%
2,0 20,00
1,5 2,0%
10,00
1,0
0,00 1,0%
0,5
0,0 -10,00 0,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2014 2015 2016 2017

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
54
BAB 04. STABILITIAS KEUANGAN DAERAH

Akses keuangan dari baik dari sisi penghimpunan dana maupun kredit di Sulawesi Barat mengalami peningkatan.
Seiring dengan meningkatnya minat menabung masyarakat dan proyeksi peningkatan penduduk bekerja di
Sulawesi Barat pada triwulan I 2018 diharapkan mampu mendorong peningkatan rasio DPK melalui jumlah
rekening DPK dan rasio kredit melalui jumlah rekening kredit yang dimiliki masyarakat. Perkembangan akses
keuangan di Sulawesi Barat menjadi potensi besar untuk menunjang aktivitas perekonomian secara masif.
Secara rata-rata rasio rekening terhadap penduduk bekerja di Sulawesi Barat pada tahun 2017 senilai 114,94%
meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 88,89%. Sementara, rasio rekening kredit terhadap penduduk
bekerja juga ikut meningkat dari 12.59% pada tahun 2016 menjadi 14,91% pada tahun 2017. Perkembangan
ini secara rata-rata cukup baik, dan mampu mencerminkan kemudahan akses perbankan kepada calon debitur,
dalam hal ini penduduk yang bekerja semakin meluas jaringannya dan semakin luas hal yang mampu di cakup
oleh perbankan.

Grafik 4.19. Rasio Rekening DPK per Penduduk


Grafik 4.20. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
Bekerja

128.11
15.76

101.76
95.28 14.07
83.35
77.12 77.18 78.29 82.50 12.96
69.33 71.58
12.14 12.23
11.47 11.58 11.62
11.08
10.67

Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt
2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 55
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
56
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

5. Sistem Pembayaran

Bab 05
Sistem Pembayaran

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 57
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
58
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai

5.1.1. Perkembangan Inflow/Outflow Uang Kartal


Perkembangan aliran uang Sulawesi Barat mengalami net outflow pada triwulan IV 2017. Pertumbuhan aliran
uang masuk (inflow) triwulan IV 2017 tercatat sebesar -19,7% (yoy) menurun dibandingkan 10,2% (yoy) pada
triwulan III 2017. Arus inflow uang kartal pada triwulan IV tercatat Rp 114 miliar menurun dibandingkan triwulan
III 2017 sebesar Rp 214 miliar. Untuk aliran uang keluar (outflow), pertumbuhan triwulan IV 2017 tercatat sebesar
158% (yoy) meningkat dibandingkan 58,1% (yoy) pada triwulan III 2017. Arus outflow uang kartal triwulan IV
2017 tercatat Rp 955 miliar meningkat dibandingkan Rp 480 miliar pada triwulan III 2017. Secara agregat, selama
triwulan IV terjadi net outflow sebesar Rp 841 miliar di Sulawesi Barat atau meningkat dibandingkan triwulan III
yang tercatat net outflow sebesar Rp 266 miliar.

Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Grafik 5.2. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak
Sulawesi Barat Edar

Netflow (LHS) gInflow gOutflow Total Setoran UTLE gSetoran UTLE (RHS)
Rp miliar % yoy Rp miliar % yoy
100 30 250
180 167 1800
0 1600
200 160
-100 1400
140
-200 150 1200
120 112
-300 -228 1000
-266 100 100 88
83 800
-400
50 80 66
-500 600
60 400
-600 0
40 200
-700
-50 20 0
-800 -765
0 -200
-900 -841 -100
TW IV TW I TW II TW III TW IV TW IV TW I TW II TW III TW IV

2016 2017 2016 2017

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

5.1.2. Penarikan Uang Tidak Layak Edar


Pelaksanaan penarikan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) sebagai implementasi kebijakan clean money policy. Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat secara rutin melakukan upaya penarikan UTLE melalui
mekanisme penukaran uang di loket Bank Indonesia dan perbankan di wilayah Sulawesi Barat, kas
keliling dalam dan luar kota, serta pelaksanaan kas titipan di sejumlah wilayah. Perkembangan UTLE melalui
setoran Bank pada triwulan IV 2017 tercatat menurun sebesar Rp 66 miliar dengan pertumbuhan -21,25% (yoy)
dibandingkan triwulan III 2017 mencapai Rp 112 miliar dengan pertumbuhan 2,48% (yoy). Sepanjang tahun 2017,
kegiatan kas keliling telah dilakukan sebanyak 126 kali baik dalam maupun luar kota. Modal kerja yang dikeluarkan
untuk pelaksanaan kegiatan kas keliling sepanjang tahun 2017 adalah sebesar Rp 41,14 miliar.

5.1.3. Denominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat


Pecahan Rp100.000,- dan Rp50.000,- mendominasi aliran perkasan untuk Uang Kertas (UK) dari sisi outflow pada
triwulan IV 2017. Uang Kertas (UK) pecahan Rp50.000,- yang mengalir ke luar Sulawesi Barat berjumlah 6 juta
lembar atau mencapai 25,03% dari total lembar UK yang tergolong outflow. UK pecahan Rp100.000,- mencapai
5,64 juta lembar atau 23,48% dari total UK yang tergolong outflow. Sedangkan, Uang Logam (UL) dengan
pecahan Rp1.000,- dan Rp500,- yang masing-masing tercatat 141,63 ribu keping mencapai 44,09% dari total
pecahan UL (44,09%) dan 113,27 ribu keping (35,27%) untuk tiap pecahan. Untuk sisi inflow, aliran UK
Rp50.000,- berjumlah 1 juta lembar atau mencapai 21,01% dari total lembar UK. UK pecahan Rp100.000,-
mencapai 346,52 ribu lembar atau 6,9% dari total lembar UK. Pola ini juga terjadi pada UL dimana didominasi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 59
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

pecahan Rp500,- yang mencapai 7,11 ribu keping (46,15%) dan pecahan UL Rp1.000,- sebanyak 4,16 ribu keping
(27,02%).

Grafik 5.3. Denominasi Outflow Uang Kartal Grafik 5.4. Denominasi Outflow Uang Logam
Sulawesi Barat Sulawesi Barat
1,31%
0,33%

12,99% UK - 100000 9,24%


23,48% UK - 50000
10,92% UL - 1000
UK - 20000
16,86% 44,09% UL - 500
UK - 10000
UL - 200
UK - 5000
UL - 100
25,03% UK - 2000
13,90% 35,27% UL - 50
UK - 1000

6,42%

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.5. Denominasi Inflow Uang Kartal Sulawesi Grafik 5.6. Denominasi Inflow Uang Logam
Barat Sulawesi Barat
0,32% 2,52%
1,95% 6,90%

UK - 100000 13,91% UL - 1000


19,94% UK - 50000 27,02%
UL - 500
21,01% UK - 20000
10,06% UL - 200
UK - 10000
UL - 100
UK - 5000
22,27% 10,12% UL - 50
UK - 2000
UL - 1
UK - 1000
46,15%
17,82%

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Selama kegiatan kas keliling dalam dan luar kota sepanjang tahun 2017, permintaan masyarakat dalam penukaran
uang didominasi oleh Uang Pecahan Kecil (UPK). UK pecahan Rp2.000,- terealisasi sebesar 172,53 ribu lembar
(39,2%) dan pecahan Rp5.000,- terealisasi sebesar 84,08 ribu lembar (19,3%). Sedangkan untuk UL, pecahan
Rp500,- masih diminati oleh masyarakat dengan realisasi sebesar 55 ribu keping atau sebesar 36,5% dari total
realisasi UL. Dari sisi UK yang diterima oleh tim kas keliling, Uang Pecahan Besar (UPB) Rp100.000,- mendominasi
penukaran sebanyak 16,2 ribu lembar atau sebesar 24,6% dari total uang yang diterima. Sedangkan, hasil
penerimaan UL didominasi pecahan Rp500,- dengan jumlah sebanyak 6,1 ribu keping atau 47,4% dari total
pecahan UL yang diterima oleh tim kas keliling.

Grafik 5.7. Denominasi Uang Kartal Grafik 5.8. Denominasi Uang Logam
Kas Keliling Dalam Kota Kas Keliling Dalam Kota
0,1%
0,2%
0,0%
6,4% 16,9%
16,7% UK - 100000 27,9% UL - 1000
18,0% UK - 50000
UL - 500
UK - 20000
UL - 200
UK - 10000 18,6%
UL - 100
UK - 5000
19,3% UK - 2000 UL - 50
39,2%
UK - 1000 36,5%

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
60
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Grafik 5.9. Denominasi Uang Kartal Grafik 5.10. Denominasi Uang Logam
Kas Keliling Luar Kota Kas Keliling Luar Kota

8,5% 0,0%
UK - 100000 14,3%
24,6% 27,5%
UK - 50000 UL - 1000
16,4%
UK - 20000 10,9% UL - 500
UK - 10000 UL - 200
UK - 5000 UL - 100
15,8% 13,9%
UK - 2000 UL - 50
7,9% UK - 1000
12,8% 47,4%

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

5.1.5. Perkembangan Uang yang Diragukan Keasliannya


Jumlah uang yang diragukan keasliannya selama triwulan IV 2017 sebanyak 12 lembar. Penemuan Uang Palsu
(UPAL) relatif kecil walaupun dibanding triwulan III 2017 mengalami penurunan. Berdasarkan jenis pecahannya,
temuan UPAL terdiri dari pecahan Rp 100.000,- sebanyak 9 lembar (75%) dan pecahan Rp 50.000,- sebanyak 3
lembar (25 %). Penemuan UPAL berasal dari permintaan klarifikasi perbankan sebanyak 8 lembar (67%) dan
setoran perbankan sebanyak 4 lembar (33%). Menindaklanjuti hal ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Barat secara berkelanjutan melakukan edukasi dan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR)
kepada berbagai pihak mulai dari pelajar, pedagang, masyarakat serta melakukan kerjasama aparat hukum
kecamatan yaitu Babinsa dan Bhabinkamtibnas sehingga diharapkan turut berperan serta mengantisipasi
peredaran uang palsu.

Grafik 5.11. Temuan Pecahan Uang Yang Grafik 5.12. Temuan Uang Yang Diragukan
Diragukan Keasliannya Keasliannya Berdasarkan Asalnya

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai

5.2.1. Sistem Kliring Bank Indonesia


Penggunaan transaksi kliring di Sulawesi Barat pada triwulan IV 2017 mengalami perlambatan. Nominal transaksi
kliring tercatat sebesar Rp13,3 Milyar, atau tumbuh melambat -14.24 %(yoy), jika dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan III 2017 mencapai 40.91 % (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada triwulan ini
sebanyak 253 warkat atau tumbuh -5.5 % (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III 2017 yang mampu
tumbuh 40.91 % (yoy).

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 61
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Grafik 5.13.Transaksi Kliring di Sulawesi Barat Grafik 5.14. Jumlah Warkat di Sulawesi Barat
Rp miliar Nominal Kliring Pert. Kliring % (YoY) 350

45,0 41,9 500 300


40,0 450
400 250
35,0
350
30,0 300 200
25,0 250
18,1 200 150
20,0
14,1 13,3 150
15,0 100
9,1 100
10,0
50
5,0 50
0
0,0 -50
0
TW IV TW I TW II TW III TW IV I II III IV I II III IV
2016 2017 2016 2017

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

5.2.2. Elektronifikasi
Pada 22 Desember 2017, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat melakukan penandatangan MoU dengan PT. Bank
Sulselbar dalam rangka implementasi transaksi non tunai di lingkungan aparatur sipil Negara Sulawesi Barat. Hal
ini merupakan tindaklanjut dari surat edaran Kemendagri No. 910/1866/SJ tanggal 17 April 2017 tentang
Implementasi Transaksi Non Tunai pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang menyatakan bahwa pemerintah
daerah wajib melaksanakan transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran secara non tunai selambat-lambatnya
pada 1 Januari 2018. Implementasi transaksi non tunai di lingkungan pemerintah Provinsi Sulawesi Barat akan
dilakukan secara bertahap yang dimulai transaksi pengeluaran pemerintah dalam hal pembayaran gaji dan
tunjangan pokok pegawai ASN serta honor pegawai honorer. Sedangkan, penyusunan regulasi akan dibuat untuk
transaksi belanja pegawai di atas nominal Rp25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah) agar dilakukan
pembayaran secara non tunai.

KPw BI Provinsi Sulawesi Barat secara aktif mendukung realisasi program transaksi non tunai melalui diskusi panel
bersama seluruh bendara OPD se-Sulawesi Barat dan perbankan pada Agustus 2017. Tujuan acara ini sebagai
wadah koordinasi dan komunikasi untuk membantu tindak lanjut dari instruksi Kemendagri. Acara ini
menghadirkan narasumber dari Kementerian Dalam Negeri dan Perwakilan Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. DKSP
(Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran) untuk menjelaskan mengenai model elektronifkasi yang dapat
diimplementasikan di daerah. Sejumlah tantangan yang dihadapi seperti keterbatasan infrastruktur dan
pemahaman transaksi non tunai merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Namun, tantangan ini bisa diatasi
dengan komitmen Pemerintah Daerah melalui penyusunan roadmap dan regulasi yang tepat serta dukungan
berbagai pihak baik bank, lembaga keuangan non bank, dan masyarakat. Pengelolaan keuangan yang kredibel,
efisien, kredibel, dan efektif sebagai tujuan akhir dari program ini dapat terwujud. KPw BI Provinsi Sulawesi Barat
juga melaksanakan fungsi advisory dan intermediasi perbankan kepada pemerintah Kabupaten secara kontinyu
mendorong percepatan implementasi transaksi non tunai Pemerintah Kabupaten Mamuju Tengah.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
62
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Boks 3. Peresmian Layanan Kas Titipan Bank Indonesia


BOKS
PERESMIAN LAYANAN KAS TITIPAN BANK INDONESIA
3
Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Kas Titipan kedua di bawah koordinasi Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Sulawesi Barat pada tanggal 13 November 2017. Penandatanganan ini dilakukan dengan PT. Bank
Sulselbar KC Pasangkayu menjadi pihak yang ditunjuk sebagai bank pengelola kas titipan. Kas titipan (kastip) ini
merupakan kastip kedua di Sulawesi Barat, sebelumnya pembukaan kastip telah dibuka pada Maret 2017 yang
berlokasi di Kabupaten Polewali Mandar. Ada 3 (tiga) bank yang menjadi peserta kastip (selain bank pengelola) di
Kabupaten Mamuju Utara, yaitu Bank Mandiri, BNI dan BRI. Pembukaan kastip ini merupakan perwujudan
komitmen dari Bank Indonesia untuk memperluas jalur distribusi uang dalam bentuk Central Cash Network
Program (CCNP) secara berkelanjutan.

Gambar 5.1. Penandatanganan PKS Kastip dengan PT. Gambar 5.2.Kehadiran stakeholder Kab. Pasangkayu
Bank Sulselbar KC Pasangkayu dalam pembukaan Kastip

Sumber: Dokumendasi Bank Indonesia Sumber: Dokumendasi Bank Indonesia

Acara yang diadakan di kantor PT. Bank Sulselbar KC Pasangkayu ini dihadiri oleh lebih dari 100 orang dari
berbagai stakeholders yang ada di Kabupaten Mamuju Utara. Di antara tamu undangan yang hadir dalam acara
tersebut adalah Bupati, Wakil Bupati, Sekda, Perwira Penghubung dan pimpinan perbankan yang ada di Mamuju
Utara. Bupati Mamuju Utara, dalam sambutannya, menyambut baik pembukaan kastip di PT. Bank Sulselbar KC
Pasangkayu dan berharap dapat membantu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mamuju Utara ke depannya.
Setelah penandatangan perjanjian kerjasama pengelolaan kastip, kepesertaan dan polis asuransi, Bupati Mamuju
Utara meresmikan layanan kastip di Mamuju Utara dengan simbolis mengunting pita yang ada di loket kastip
sekaligus melakukan penukaran uang di loket tersebut. Dengan adanya Kastip Bank Indonesia ini, diharapkan
mampu mencukupi persediaan uang Rupiah bagi kas perbankan di Kabupaten Mamuju Utara dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 63
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Bab 06
Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
64
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 65
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.1. Ketenagakerjaan
Berdasarkan data terakhir BPS, tingkat pengangguran di Sulawesi Barat mengalami sedikit peningkatan pada
Bulan Agustus 2017. Jumlah penduduk yang berkategori usia kerja per Agustus 2017 mencapai 918 ribu jiwa
dengan pertumbuhan 2,24% (yoy). Meskipun jumlah penduduk usia kerja mengalami peningkatan, namun
terbatasnya ketersediaan lapangan pekerjaan menyebabkan tingkat pengangguran belum mengalami perbaikan
sebesar 3,21%. Kondisi yang berbeda diharapkan terjadi pada triwulan laporan yang diprediksi penyerapan tenaga
kerja yang lebih baik seiiring peningkatan lapangan pekerjaan. Jika ditinjau lebih rinci, persentase jumlah
penduduk angkatan kerja pada bulan Agustus 2017 adalah 70,68% atau 614,7 ribu jiwa yang mengalami
penurunan sebesar -4,84% (yoy). Sebaliknya, jumlah penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 303,4 ribu jiwa
atau tumbuh sebesar 20,26%.

Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (rb jiwa)
2014 2015 2016 2017
Keterangan
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt
Penduduk Usia Kerja (15+) 844.0 856.3 866.6 877.4 887.3 898.0 908.1 918.1
Angkatan Kerja 600.7 608.4 647.7 616.5 641.5 646.0 641.8 614.7
Bekerja 591.1 595.8 636.0 595.9 624.1 624.2 622.6 595.0
Pengangguran 9.6 12.6 11.7 20.6 17.4 21.5 19.1 19.7
Bukan Angkatan Kerja 243.3 247.8 218.9 260.9 245.8 252.3 266.3 303.4
Tingkat Partisipasi Kerja/TPAK (% ) 70.04 71.06 74.74 70.27 72.30 71.90 70.68 66.96
Ting kat Peng ang g uran Terbuka (%) 1 .6 0 2 .0 8 1 .8 1 3 .3 5 2 .7 2 3 .3 3 2 .9 8 3 ,2 1

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan di semua sektor lapangan pekerjaan. Dampak dari minimnya
ketersediaan lapangan pekerjaan menyebabkan penurunan tingkat serapan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja
pada sektor perdagangan mengalami penurunan cukup besar yang tercatat -26,26 (yoy). Begitu pula tenaga kerja
sektor pertanian mengalami kontraksi sebesar 3,41%. Hal ini diperkirakan akibat kecenderungan masyarakat yang
memilih pekerjaan pada sektor lain seperti jasa kemasyarakatan yang tumbuh melambat sebesar 0,53% (yoy).

Grafik 6.1. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor (%yoy)

Pertanian Jasa Kemasyarakatan

% yoy Industri - skala kanan Perdagangan - skala kanan % yoy


25 80

20
60
15
40
10

5 20

0
0
-5
-20
-10

-15 -40
Feb-14 Aug-14 Feb-15 Aug-15 Feb-16 Aug-16 Feb-17 Aug-17

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Serapan tenaga kerja di sektor formal mengalami pertumbuhan positif. Mengikuti tren periode sebelumnya, terjadi
penurunan pertumbuhan status pekerja di sektor informal. Menurut data terakhir BPS, pangsa pekerja sektor
informal di Sulawesi Barat mencapai 68,42% atau 407,1 ribu jiwa, dimana tercatat mengalami penurunan sebesar
-2,46% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan pada sektor formal, jumlah
pekerja tercatat meningkat menjadi 187,9 ribu jiwa dibandingkan Agustus 2016 sebesar 186,3 ribu jiwa.
Masyarakat mulai mengarah ke sektor formal dengan tingkat kepastian penghasilan yang lebih baik dibandingkan
pada sektor informal.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
66
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kedepannya diperkirakan pertumbuhan tenaga kerja di sektor formal akan semakin tinggi mengingat
dikeluarkannya Surat Edaran Kementerian Tenaga Kerja tentang kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar
8,71% dari UMP tahun 2017, dan secara resmi kenaikan UMP tersebut dimulai per 1 Januari 2018. Kebijakan
pemerintah ini diyakini menjadi pendorong banyaknya tenaga kerja yang beralih dari sektor informal ke formal.
Selain itu, diperkirakan penyerapan tenaga kerja akan terjadi seiring beroperasinya PLTU Belang-Belang. Adanya
rencana rekrutmen Calon Pegawai negeri Sipil (CPNS) daerah juga diyakini akan menyebabkan serapan tenaga
kerja di sektor formal semakin tinggi. Mengacu ke data terakhir BPS, juga terlihat bahwa pekerjaan terbanyak di
Provinsi Sulawesi Barat didominasi oleh pekerja buruh atau karyawan yang mencapai 167,6 ribu jiwa atau 28,17
persen, disusul oleh pekerja dengan status bekerja sendiri sebanyak 133,4 ribu jiwa atau 22,42%.

Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa)

2014 2015 2016 2017


Status Pekerjaan Utama
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt
Berusaha Sendiri 87.7 95.7 131.0 114.8 124.3 128.4 114.9 133.4
Berusaha dibantu buruh tidak tetap 143.1 148.5 155.2 138.5 138.8 151.7 149.3 122.4
Berusaha dibantu buruh tetap 15.7 12.0 14.8 17.1 22.9 18.1 22.5 20.3
Buruh/Karyawan 164.0 147.8 140.6 139.7 161.4 168.2 165.2 167.6
Pekerja Bebas 34.1 39.3 45.5 36.7 28.5 40.6 35.1 32.4
Pekerja Tak Dibayar 146.4 152.5 149.0 149.0 148.2 117.3 135.5 118.9
Jumlah Tenaga Kerja 591.1 595.8 636.0 595.9 624.1 624.2 622.6 595.0
Sektor Formal 30.4% 26.8% 24.4% 26.3% 29.5% 29.9% 30.2% 31.6%
Sektor Informal 69.6% 73.2% 75.6% 73.7% 70.5% 70.2% 69.8% 68.4%

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tenaga kerja berpendidikan tinggi di Sulawesi Barat meningkat. Jumlah tenaga kerja lulusan sekolah dasar
mengalami penurunan dari 54,8% pada Agustus 2016 menjadi 54,0% pada Agustus 2017. Peningkatan kualitas
tenaga kerja terlihat pada meningkatnya porsi tenaga kerja lulusan sekolah menengah atas, tamatan diploma, dan
universitas masing-masing menjadi 14,4%, 2,2%, dan 8,9% pada Agustus 2017. Hal tersebut dapat menjadi
indikasi adanya perbaikan kesadaran masyarakat Sulawesi Barat terhadap pentingnya pendidikan sebagai basis
untuk meningkatkan kesejahteraan.

Grafik 6.2. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pada
Barat Agustus 2017 Periode Agustus
% Nasional Sulbar
Aug-16 Aug-17
60.0% 8

7
50.0%
6
40.0%
5
30.0%
4
20.0%
3
10.0% 2

0.0% 1
SD ke Bawah Sekolah Sekolah Sekolah Diploma Universitas
Menengah Menengah Menengah I/II/III 0
Pertama Atas Kejuruan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Ketersediaan lapangan kerja di Sulawesi Barat diyakini mengalami peningkatan dibandingkan periode
sebelumnya. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, ketersediaan lapangan pekerjaan di Sulawesi Barat
mengalami peningkatan. Hal ini tergambar dari hasil Survei Konsumen yang menunjukkan indeks ketersediaan
lapangan pekerjaan mengalami peningkatan mencapai 155. Angka tersebut naik sebesar 13,97% dibandingkan
triwulan III dengan indeks sebesar 136. Tren peningkatan lapangan pekerjaan ini diprediksi akan terus berlanjut

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 67
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

hingga enam bulan ke depan. Menurut hasil survei, indeks ketersediaan lapangan pekerjaan tercatat 168 pada
triwulan IV meningkat dibandingkan 140 pada triwulan III. Hal ini mengambarkan bahwa konsumen di Sulawesi
Barat masih optimis lapangan pekerjaan akan terbuka lebar di masa depan. Peningkatan lapangan pekerjaan ini
diprediksi karena akan beroperasinya mall Mamuju Town Square (Matos) dan PLTU Belang-Belang, yang menyerap
tenaga kerja. Dampak yang diharapkan dapat menurunkan angka pengangguran. Peningkatan lapangan
pekerjaan ini juga paralel dengan peningkatan penghasilan konsumen sebagaimana terlihat dari grafik berikut ini
:

Grafik 6.4. Kondisi Ekonomi Saat ini Dibandingkan 6 Grafik 6.5. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan ke
Bulan yang Lalu Depan Dibandingkan Saat Ini
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja

200 180
170
180 160
150
160
140
140 130

Optimis
120
Optimis

120 110
100
100

Pesimis
90
Pesimis

80 80

Dec-16

Dec-17
Nov-16

Nov-17
Mar-16

Jan-17

Mar-17
Feb-16

May-16
Jun-16
Jul-16
Apr-16

Aug-16
Sep-16
Oct-16

Feb-17

Jun-17
Jul-17

Oct-17
Apr-17
May-17

Aug-17
Sep-17
Aug-16

Dec-16

Aug-17

Dec-17
May-16

Nov-16

May-17

Nov-17
Mar-16

Jan-17

Mar-17
Feb-16

Apr-16

Jun-16
Jul-16

Oct-16
Sep-16

Feb-17

Jun-17
Jul-17

Oct-17
Apr-17

Sep-17

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

6.2. Nilai Tukar Petani


Nilai Tukar Pertani (NTP) pada triwulan laporan merupakan nilai tukar tertinggi sepanjang tahun. NTP mengalami
kenaikan dari 106,23 pada triwulan III menjadi 110,13 pada triwulan IV 2017. Nilai tersebut juga mengalami
peningkatan jika dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016, NTP mengalami kenaikan sebesar 1,31%
(yoy). Selain itu, NTP periode laporan juga merupakan nilai tukar tertinggi yang pernah ada. Pertumbuhan NTP
pada triwulan IV mengindikasikan kesejahteraan petani dalam kondisi puncak.

Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Secara tahunan (yoy), kenaikan NTP berasal dari Nilai Tukar Nelayan (NTN), Perikanan (NTNP), Tanaman
Perkebunan Rakyat (NTPR) dan Peternakan (NTPT). Nilai tukar petani triwulan IV 2017 untuk Nelayan, Perikanan,
Tanaman Perkebunan Rakyat dan Peternakan mengalami kenaikan masing-masing sebesar 6,94% (yoy) dan
4,50% (yoy), 2,53% (yoy) dan 1,35% (yoy). Sedangkan nilai tukar petani untuk Hortikultura dan Budidaya ikan
mengalami penurunan masing-masing sebesar -0,6% dan -0,18% (yoy). Penurunan nilai tukar hortikultura
utamanya disebabkan oleh penurunan indeks harga sayur-sayuran, sedangkan nilai tukar budidaya ikan masih
terkategori tidak sejahtera karena indeks yang dibayar lebih tinggi dibandingkan diterima.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
68
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor


2015 2016 2017
URAIAN
I II III IV I II III IV I II III IV
NILAI TUKAR PETANI (NTP) 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07 106.92 107.89 108.70 106.07 105.43 106.23 110.13
Indeks Harga diterima 116.92 118.91 121.82 123.57 125.03 125.98 128.35 130.26 125.03 129.38 131.37 134.55
Indeks Harga dibayar 114.38 114.55 115.77 116.40 117.88 117.82 118.96 119.84 117.88 122.72 123.90 122.18
Tanaman Pangan (NTPP) 95.27 97.13 97.48 103.68 105.78 100.40 99.79 100.80 105.78 99.25 99.07 100.89
Indeks Harga diterima 108.90 111.27 112.87 120.80 124.96 118.72 119.21 121.27 124.96 122.25 123.18 123.73
Indeks Harga dibayar 114.32 114.55 115.78 116.50 118.14 118.25 119.46 120.31 118.14 119.84 122.17 122.63
Hortikultura (NTPH) 101.84 100.05 98.71 100.34 103.19 105.58 104.06 107.33 103.19 106.02 104.12 106.67
Indeks Harga diterima 116.28 114.36 114.10 116.28 121.13 123.96 123.47 128.29 121.13 130.08 129.00 130.45
Indeks Harga dibayar 114.19 114.30 115.59 115.89 117.39 117.41 118.66 119.53 117.39 122.70 123.90 122.29
Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 108.11 112.00 115.15 113.29 110.72 114.70 117.34 117.82 110.72 110.44 112.59 120.80
Indeks Harga diterima 125.13 129.75 134.79 133.31 132.00 136.65 141.25 142.87 132.00 137.29 141.40 149.17
Indeks Harga dibayar 115.74 115.84 117.05 117.67 119.23 119.14 120.38 121.27 119.23 124.32 125.59 123.48
Peternakan (NTPT) 101.04 101.47 103.36 103.34 102.33 103.52 105.33 104.93 102.33 103.64 104.59 106.35
Indeks Harga diterima 113.33 113.99 117.31 118.13 118.56 119.76 122.74 123.23 118.56 124.16 126.38 127.03
Indeks Harga dibayar 112.17 112.34 113.49 114.31 115.85 115.70 116.54 117.44 115.85 119.79 120.84 119.45
Perikanan (NTNP) 99.33 100.27 102.11 100.17 100.58 101.66 103.39 101.70 100.58 104.09 104.81 106.28
Indeks Harga diterima 114.64 116.36 119.95 118.23 118.51 119.27 122.36 121.33 118.51 127.26 129.44 130.08
Indeks Harga dibayar 115.42 116.04 117.47 118.03 117.82 117.32 118.35 119.31 117.82 122.25 123.50 122.40
NTN (nelayan) 99.39 100.26 103.48 101.57 102.68 104.85 107.39 105.19 102.68 109.25 110.54 112.49
Indeks Harga diterima 115.91 117.81 123.11 121.42 121.86 123.53 127.57 126.01 121.86 133.99 136.91 138.11
Indeks Harga dibayar 116.63 117.50 118.97 119.54 118.68 117.81 118.78 119.79 118.68 122.63 123.86 122.77
NTPI (pembudidaya ikan) 99.22 100.29 99.64 97.66 96.86 96.05 96.38 95.57 96.86 95.08 94.79 95.40
Indeks Harga diterima 112.44 113.84 114.45 112.70 112.69 111.88 113.32 113.23 112.69 115.59 116.48 116.15
Indeks Harga dibayar 113.33 113.51 114.86 115.41 116.34 116.48 117.59 118.48 116.34 121.95 122.88 121.76

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

6.3. Tingkat Kemiskinan


Menurut data terakhir BPS, terjadi perbaikan angka kemiskinan di Sulawesi Barat. Tingkat kemiskinan di Sulawesi
Barat mencapai 11,18% (%yoy) pada September 2017 menurun tipis dibandingkan 11,19% (%yoy) September
2016. Perbaikan tingkat kemiskinan belum mampu mengubah kondisi jumlah penduduk miskin yang secara
absolut bertambah menjadi 149,37 ribu jiwa pada September 2017 dari sebelumnya 146,90 ribu jiwa pada periode
yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami
peningkatan sebesar 0,97% dan secara absolut jumlah penduduk miskin perkotaan mengalami peningkatan
sebesar 6,52 ribu jiwa. Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami penurunan
0,33% atau sebesar 6,81 ribu jiwa. Namun secara tahunan, jumlah penduduk miskin bulan September di daerah
perkotaan mengalami peningkatan sebesar 1,07% (yoy) sejalan dengan jumlah penduduk miskin meningkat
sebesar 4,95 ribu jiwa. Sedangkan di daerah perdesaan persentase penduduk miskin mengalami penurunan 0,3%
(yoy) atau sebesar 2,38 ribu jiwa. Kondisi tersebut sejalan dengan peningkatan kesejahteraan penduduk dari desa
menjadi lebih baik dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan jumlah penduduk secara umum di perkotaan
menyebabkan jumlah penduduk miskin bertambah.

Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat


% Sep2015 Sep 2016 Sep 2017
14

12

10

0
Total Kota Desa

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 69
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Pertumbuhan garis kemiskinan (GK) mengalami perlambatan. Garis kemiskinan Sulawesi Barat pada September
2017 berada pada level Rp315,918/kapita/bulan atau tumbuh dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang
mencapai 8,00% (yoy). Garis kemiskinan mengalami peningkatan dibanding periode sebelumnya, baik pada garis
kemiskinan makanan (GKM) maupun garis kemiskinan non makanan (GKNM). Garis kemiskinan makanan berada
pada level Rp249,544/kapita/bulan atau tumbuh 8,05% (yoy), sedangkan garis kemiskinan non makanan berada
pada level Rp66,374/kapita/bulan atau tumbuh 7,82%(yoy).

Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan


Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Pertumbuhan (% yo y) Penduduk Miskin
Daerah Bukan Bukan Jumlah Pertumbuhan Ting kat
Makanan To tal Makanan To tal
Makanan Makanan (ribu jiwa) (% yo y) Kemiskinan (%)
KOTA
Mar 2015 204,476 52,529 257,005 8.65 10.05 8.93 27.39 4.10 10.52
Sep 2015 212,226 56,854 269,080 8.12 14.47 9.40 22.51 -24.64 8.69
Mar 2016 215,503 57,721 273,224 5.39 9.88 6.31 22.85 -16.58 8.59
Sep 2016 220,419 59,698 280,117 3.86 5.00 4.10 25.07 11.37 8.43
Mar 2017 233,412 61,766 295,178 8.31 7.01 8.04 23.50 2.84 8.53
Sep 2017 255,318 63,058 318,376 15.83 5.63 13.66 30.02 19.74 9,50
DESA
Mar 2015 209,873 53,237 263,110 10.76 21.76 12.82 133.09 4.32 12.87
Sep 2015 221,332 58,262 279,594 12.20 18.72 13.50 130.70 4.71 12.70
Mar 2016 230,339 60,001 290,340 9.75 12.71 10.35 129.88 -2.41 12.56
Sep 2016 233,676 62,063 295,739 5.58 6.52 5.77 121.83 -6.79 12.00
Mar 2017 240,904 63,946 304,849 4.59 6.57 5.00 126.26 -2.79 12.03
Sep 2017 247,744 67,392 315,137 6.02 8.59 6.56 119.45 -1.95 11,70
TOTAL
Mar 2015 208,787 53,095 261,882 10.35 18.94 11.99 160.48 4.28 12.40
Sep 2015 219,500 57,979 277,479 11.25 17.81 12.56 153.21 -0.96 11.90
Mar 2016 227,208 59,632 286,840 8.82 12.31 9.53 152.73 -4.83 11.74
Sep 2016 230,960 61,558 292,519 5.22 6.17 5.42 146.90 -4.12 11.19
Mar 2017 239,359 63,493 302,852 5.35 6.47 5.58 149.76 -1.94 11.30
Sep 2017 249,544 66,374 315,918 8.05 7.82 8.00 149.47 1.75 11,18

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
70
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 71
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

7. Prospek Perekonomian

Bab 07
Prospek Perekonomian

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
72
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 73
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi


Pada triwulan II 2018 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat akan lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I
2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 5,8% - 6,2%
(yoy). Perlambatan terutama peningkatan impor untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada saat bulan
puasa dan hari raya Lebaran. Sementara, ekspor justru diperkirakan lebih terbatas karena kelapa sawit tidak dalam
produksi optimal serta kecenderungan produksi kakao yang terus mengalami penurunan. Selain itu, dari sektor
lainnya yaitu konstruksi juga akan mengalami perlambatan dimana secara historis aktivitas pembangunan pada
bulan puasa yang lebih rendah yang kemudian akan meningkat pada periode setelahnya.

Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode
Triwulanan) Tahunan)
% , yoy % , yoy
16
14

14 13

12 12

11
10,73%
10
10
9,25%
8 8,86%
9
6
8 7,31% 2018:
6,93% 6,67%
4 6,4 - 6,8%
7
6,01%
2 6

5
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 4
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Sumber: Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia Proyeksi Bank Indonesia

Perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2018 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan tahun 2017. Pada tahun
2018, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang sedikit lebih rendah dibandingkan
2017 yaitu 6,4% - 6,8% (yoy). Pembangunan infrastruktur masih menjadi andalan untuk menggenjot
perekonomian. Arahan Presiden Republik Indonesia dimana Sulawesi Barat tidak hanyak fokus dalam
pembangunan infrastruktur konektivitas namun juga infrastruktur pendukung pertanian. Selain itu, pengoperasian
PLTU Belang-Belang tidak hanya sekedar memenuhi hasrat kebutuhan energi di Sulawesi Barat akan tetapi juga
mampu menjadi magnet bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Sulawesi Barat.

7.1.1 Prospek Sisi Permintaan

Di triwulan II 2018, konsumsi rumah tangga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah
tangga akan mengalami peningkatan dibanding triwulan I 2018 mengingat pada periode tersebut memasuki
bulan puasa dan hari raya Lebaran. Konsumsi yang dilakukan terjadi hampir pada seluruh komponen seperti
makanan minuman, sandang, transportasi dan komunikasi. Namun konsumsi perumahan dan perlengkapan
rumah tangga diperkirakan masih terbatas melihat kondisi pendapatan rumah tangga yang masih bergantung
fluktuasi harga komoditas.

Peningkatan konsumsi rumah tangga akan tertahan dengan peningkatan impor. Untuk memenuhi peningkatan
konsumsi rumah tangga, impor akan banyak terjadi apalagi kebutuhan yang semakin meningkat menjelang
Lebaran. Kebutuhan barang jadi masih dipenuhi dari daerah lain di luar Sulawesi Barat dengan sebagian besar
melalui jalur distribusi darat. Peningkatan impor tersebut diiringi dengan pertumbuhan ekspor yang cenderung

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
74
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

terbatas. Dengan rendahnya harga CPO maka pelaku usaha berupaya menjaga margin keuntungan melalui
strategi produksi.

Di sisi lain, konsumsi pemerintah triwulan II 2018 akan mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.
Proses realisasi program pemerintah daerah sudah mulai berjalan meskipun harapan pertumbuhan lebih tinggi
akan terjadi pada semester kedua tahun 2018. Selain itu, pencairan tunjangan hari raya (THR) turut mendorong
belanja pegawai pemerintah daerah.

Investasi masih akan tumbuh tinggi di selama 2018. Dengan dukungan pemerintah pusat dalam hal pembangunan
proyek strategis di Sulawesi Barat, investasi di Sulawesi Barat masih akan fokus pada pembangunan infrastruktur.
Mulai dari pengembangan konektivitas yaitu jalan, bandara dan pelabuhan, hingga pengembangan produktivitas
pertanian melalui pembukaan lahan baru dan pembangunan irigasi. Selain itu, pihak swasta memiliki ekspektasi
yang positif terhadap prospek perekonomian Sulawesi Barat yang belum tereksplor lebih jauh. Pihak swasta akan
meningkatkan investasinya di Sulawesi Barat agar meriah keuntungan yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya.

Secara keseluruhan, baik konsumsi rumah tangga dan pemerintah diperkirakan akan lebih baik pada tahun 2018.
Meski membaik, tingkat kenaikan pertumbuhannya diprakirakan tidak akan signifikan. Peningkatan pendapatan
melalui kenaikan UMP dan ketersediaan lapangan kerja yang lebih banyak di tahun 2018 diharapkan dapat
meningkatkan konsumsi rumah tangga. Sementara konsumsi pemerintah masih banyak berharap dari program
pemerintah pusat dalam mengembangkan sektor pertanian Sulawesi Barat. Harapan peningkatan perekonomian
berasal dari ekspor luar negeri Sulawesi Barat yang didukung produksi kelapa sawit yang baik disertai tingkat
permintaan yang meningkat di kawasan Asia. Menurut Commodity Market Outlook (CMO) per Oktober 2017,
harga CPO di tahun 2018 akan mengalami peningkatan meski terbatas di kisaran 1,7% (yoy).

7.1.2 Prospek Sisi Penawaran

Gambar 7.1. Prakiraan Curah Hujan Gambar 7.2. Prakiraan Sifat Hujan

Prakiraan Maret 2018 Prakiraan April 2018 Prakiraan Maret 2018 Prakiraan April 2018

Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan akan mengalami perlambatan pada triwulan II 2018. Meski
curah hujan cukup baik, periode ini bukan merupakan periode puncak bagi produksi beberapa komoditas.
Komoditas kakao yang dalam rentang waktu ini merupakan masa produksi optimal, diperkirakan tidak akan
mengalami peningkatan produksi karena lahan produksi yang semakin berkurang.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 75
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

Administrasi pemerintahan akan mengalami peningkatan. Periode triwulan II 2018 akan menjadi periode mulai
bergeraknya administrasi pemerintah. Aktivitas pemerintahan sudah lebih giat dibanding triwulan sebelumnya.
Selain itu, proses pencairan tunjangan hari raya dapat menjadi peningkatan bagi belanja pegawai pemerintah
daerah.

Di tahun 2018, lapangan usaha Sulawesi Barat masih akan bergantung pada sektor pertanian. Sebagian besar
lapangan usaha di Sulawesi Barat selama 2018 masih akan tumbuh positif meski sedikit mengalami perlambatan
dibanding 2017. Dari tingkat pertumbuhan, lapangan usaha pengadaan listrik diperkirakan menjadi sektor dengan
pertumbuhan tertinggi. Hal ini mengingat mulai beroperasinya PLTU Belang-Belang dan beberapa pembangkit
listrik energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

7.2. Prospek Inflasi


Inflasi pada triwulan II 2018 akan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan I 2018. Memasuki
periode musiman bulan puasa dan hari raya Lebaran, tingkat permintaan masyarakat akan semakin meningkat.
Daya beli yang lebih baik dengan adanya tambahan pendapatan juga berpotensi meningkatkan ekspektasi harga
para pedagang. Namun, melihat produksi bahan makanan yang cukup baik, tingkat inflasi pada triwulan II 2018
diharapkan tidak setinggi pada triwulan II 2017 atau berada pada rentang 3,0% - 3,4% (yoy). Tekanan inflasi
berpotensi juga berasal dari komponen administered prices terutama transportasi darat dan udara yang mengalami
peningkatan permintaan pada saat Lebaran.

Grafik 7.3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (Brent) Grafik 7.4. Prospek Inflasi
% yoy
$/bbl Harga Minyak Brent 50 USD per barrel % 9.0
Pert. Harga Minyak (yoy) - rhs yoy
7,89% Inflasi tahunan
8.0
120 80 Inflasi triwulanan
Proyeksi
7.0 5,91%
100 60
6.0
40
80
5.0
20 4,91% 5,07% 3,79%
60 4.0
0
40 3.0
3,28% 2,23%
-20
2.0
2018: 2,9 - 3,3%
20 -40
1.0
0 -60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Sumber: World Bank, diolah Sumber:


Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Pencapaian inflasi 2018 diperkirakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
3,5%±1%. Peningkatan inflasi di tahun 2017 lebih disebabkan tekanan dari administered prices. Kenaikan biaya
perpanjangan STNK sempat memberikan shock sementara di awal tahun 2017. Kemudian, hilangnya subisidi listrik
cukup memberikan tekanan yang berarti hingga akhir semester I 2017. Selain itu, kenaikan bea cukai rokok juga
memberi andil terhadap peningkatan inflasi di 2017. Tekanan-tekanan inflasi tersebut diperkirakan tidak akan
terjadi selama 2018. Meski perkiraan World Bank bahwa harga minyak dunia akan mengalami peningkatan pada
2018, peningkatan yang terjadi tidak signifikan. Sehingga diperkirakan pemerintah tidak akan menaikkan harga
bahan bakar minyak di tahun 2018.

Di sisi lain, jalinan kerjasama yang terus dibina oleh anggota TPID selama 2017 baik di tingkat Provinsi maupun
Kabupaten diprediksi akan memberikan dampak terhadap pencapaian inflasi yang lebih terkontrol pada tahun
2018. Internalisasi roadmap inflasi pada RPJMD dan RKPD juga diprediksi akan memudahkan Pemprov dan
Pemkab untuk mendapat suntikan anggaran pengelolaan inflasi lebih besar dibandingkan tahun 2018. Dengan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
76
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

adanya roadmap pengendalian inflasi, Sulawesi Barat dapat memiliki arah yang lebih jelas dalam mengendalikan
harga. Selain itu, adanya pencetakan lahan baru, pembentukan klaster-klaster komoditas yang telah berjalan
selama 2017 diharapkan mampu menekan harga komoditas yang selama ini selalu menyumbang inflasi di Sulawesi
Barat.

Secara umum berbagai risiko masih berpotensi memberikan tekanan inflasi di Sulawesi Barat di tahun 2018.
Apalagi konsumsi ikan laut yang cukup tinggi sehingga kondisi cuaca ekstrim dapat mempengaruhi produksi ikan.
Selain itu, kenaikan harga bahan bakar minyak mungkin terjadi sebagai bentuk penyesuaian terhadap harga
minyak dunia. Risiko lainnya yaitu terkait kenaikan harga rokok yang merupakan komoditas konsumsi yang cukup
besar di Sulawesi Barat.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 77
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
78
Lampiran
Istilah Keterangan

Administered price Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham
preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan
kesepakatan antara bank dengan nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat
dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor)
atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia
tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

E-money Uang elektronik

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek
atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate Tata kelola yang baik


governance

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat
ditimbulkan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018 79
Istilah Keterangan

Inflasi inti Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam
pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-
penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur
organisasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara
keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak
membahayakan kelangsungan usahanya

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu
terhadap satu bulan sebelumnya

Push factor Faktor pendorong

Prompt indicator Indikator yang menunjukkan arah variabel acuan pada waktu bersamaan

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate
demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam
jangka pendek

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya
ditawarkan oleh bank-bank ritel

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti
panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun
perkembangan harga komoditas pangan internasional

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu
tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun
sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu
tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun
sebelumnya (31 Desember)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVI NSI SULAWESI BARAT - FEBRUARI 2018
80

Anda mungkin juga menyukai