Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH OTONOMI DAERAH

“Sumber Keuangan Daerah”

DISUSUN OLEH

Adenita Damayanti (1401617023)

Celvin Alif Septyan (1401617062)

Pandu Astika (1401617086)

Mutiara Nissa A (1401617031)

Reni Chairani (1401617020)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Otonomi Daerah.

Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk penambahan pengetahuan


mata kuliah Otonomi Daerah, serta dalam pembuatan tugas yang di berikan oleh
dosen mata kuliah.

Dalam mempersiapkan, menyusun, dan menyelesaikan makalah ini, kami


tidak terlepas dari berbagai kesulitan dan hambatan yang dihadapi, baik dari
penyusunan kalimat maupun sistematikanya. Namun akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu kami berharap kritik dan saran untuk
penyempurnaan makalah ini. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan berbagai masukkan yang
bersifat membangun dari semua pihak, guna kelengkapan dan kesempurnaan
makalah ini.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam kelancaran tahap demi tahap dalam penyusunan hingga
penyelesaian makalah ini. Sekian dan terima kasih.

Jakarta, 5 Desember 2018

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................... i

Daftar Isi .............................................................................................................. ii

Bab I Pendahuluan..............................................................................................

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2

Bab II Pembahasan .............................................................................................

2.1 Pengertian Pemerintah Daerah ................................................................... 3

2.2 Keuangan Daerah dan Pendapatan Daerah ............................................... 3

2.3 Sumber Keuangan Daerah ........................................................................... 4

Bab III Penutup ................................................................................................... 18

Daftar Pustaka ..................................................................................................... 19


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak adanya undang-undang mengenai otonomi daerah, daerah
berwenang untuk mengatur segala urusan rumah tangganya sendiri. Otonomi
daerah diadakan dengan tujuan agar daerah lebih bisa mengembangkan
potensi yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing. Selain itu dengan
adanya otonomi daerah maka daerah berhak untuk mengatur masalah
keuangannya sendiri. Pemerintah daerah mengatur keuangan untuk
kesejahteraan masyarakatnya serta mengembangkan fasilitas umum dan
mengembangkan segala potensi yang ada pada daerah.
Hal ini diperkuat dengan Sistem pemerintahan Republik Indonesia yang
mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang
dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan pelaksanaan
asas desentralisasi tersebut maka dibentuklah daerah otonom yang terbagi
dalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang bersifat
otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999. Menurut pasal 1 huruf 1 dalam Undang-Undang tersebut
dirumuskan bahwa: “Daerah Otonom”, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan nrgara
kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu kali ini akan dibahas tentang Sumber Keuangan Daerah
agar pengetahuan mengenai sumber keuangan daerah bisa lebih mendalam
kembali.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja macam sumber keuangan daerah?

1
2

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk menambah pengetahuan mengenai sumber keuangan daerah.
2. Untuk mengetahui macam-macam sumber keuangan daerah.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Untuk menambah wawasan mengenai sumber keuangan daerah.
2. Untuk mengenali macam-macam sumber keuangan daerah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemerintah Daerah


Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 sebagaimana terdapat pada Pasal 1 ayat (2) adalah sebagai
berikut:
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Melihat definisi pemerintahan daerah yang telah dikemukakan di atas,
maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-
urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh
pemerintah daerah dan DPRD.
2.2 Keuangan Daerah dan Pendapatan Daerah
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak
dan kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan keuangan daerah adalah
keseluruhan kegiatan yang selalu terkait dengan perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
Pendapatan daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan. (UU.No 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah),

3
4

pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan
daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta
lain-lain pendapatan yang sah.1
2.3 Sumber Keuangan Daerah
Adapun sumber keuangan daerah berasal dari penghasilan sebagai berikut.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui


sebagai penambah nilai kekayaan bersih, sedangkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari
pelaksanaan hak dan kewajiban pemerintah daerah, serta pemanfaatan
potensi atau sumber daya daerah, baik yang dimiliki oleh Pemerintah
daerah maupun yang terdapat di wilayah daerah bersangkutan, yang mana
pemungutannya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. PAD
bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
Desentralisasi, yang mana Komponennya terdiri dari: Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan
lain-lain PAD yang sah.

A. Pajak Daerah

Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang


oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.

Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang


berlaku saat ini adalah UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan

1
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
5

retribusi daerah. Dalam Undang-Undang tersebut pajak daerah dibagi


menjadi 2 jenis, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Yang
termasuk pajak daerah untuk provinsi adalah:

 Pajak Kendaraan Bermotor.

 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

 Pajak Air Permukaan

 Pajak Rokok.

Sedangkan yang termasuk pajak daerah untuk kabupaten/kota terdiri atas:

 Pajak Hotel

 Pajak Restoran

 Pajak Hiburan

 Pajak Reklame

 Pajak Penerangan Jalan

 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

 Pajak Parkir

 Pajak Air Tanah

 Pajak Sarang Burung Walet

 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan

 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Berkaitan dengan pemungutan pajak daerah, pemerintah daerah diberikan


kebebasan untuk menentukan tarif pajak daerah sesuai keputusan bersama
6

antara pemerintah daerah dengan DPRD, sepanjang tidak melebihi batas


maksimum yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk melakukan
pemungutan pendapatan daerah yang bersumber dari pajak daerah
merupakan wewenang dan tanggungjawab Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) atau Biro Keuangan pada
Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota masing-masing.

B. Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas


jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
Badan. Perbedaan utama antara pajak daerah dan retribusi daerah terletak
pada imbal jasanya. Pada saat membayar pajak daerah, pihak yang
membayar pajak (wajib pajak) tidak langsung mendapatkan imbalan pada
saat melakukan pembayaran, berbeda dengan retribusi daerah. Pembayaran
retribusi daerah dapat dilakukan jika pembayar retribusi (wajib retribusi)
telah mendapatkan pelayanan atau keperluannya telah difasilitasi oleh
pemerintah daerah.

Objek retribusi adalah jasa umum, jasa usaha dan perizinan tertentu
yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah. Untuk itu,
retribusi dapat digolongkan ke dalam 3 jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum,
Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu.

1. Retribusi Jasa Umum

Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau


diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan, yang antara
lain terdiri dari: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan, Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda
Penduduk dan Akta Catatan Sipil, Retribusi Pelayanan Pemakaman dan
Pengabuan Mayat, Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum,
7

Retribusi Pelayanan Pasar, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor,


Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, Retribusi Penggantian
Biaya Cetak Peta, Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus,
Retribusi Pengolahan Limbah Cair, Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang,
Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Pengendalian Menara
Telekomunikasi.

Selain jenis Retribusi diatas, baik pemerintah daerah provinsi maupun


kabupaten/kota dapat menetapkan retribusi jasa umum lainnya, sepanjang
telah ditetapkan pada peraturan pemerintah dan memenuhi kriteria sebagai
berikut:

1.Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat Retribusi Jasa
Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu.

2.Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka


pelaksanaan desentralisasi.

3.Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau Badan
yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani
kepentingan dan kemanfaatan umum.

4.Jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau Badan yang
membayar retribusi dengan memberikan keringanan bagi masyarakat yang
tidak mampu.

5.Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai


penyelenggaraannya.

6.Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan


salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial,

7.Remungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan


tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

2.Retribusi Jasa Usaha


8

Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh


Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:

1. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang


belum dimanfaatkan secara optimal.

2.Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara


memadai oleh pihak swasta.

Jenis Retribusi Jasa Usaha antara lain terdiri dari: Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan, Retribusi
Tempat Pelelangan, Retribusi Terminal, Retribusi Tempat Khusus Parkir,
Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa, Retribusi Rumah
Potong Hewan, Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan, Retribusi Tempat
Rekreasi dan Olahraga, Retribusi Penyeberangan di Air, dan Retribusi
Penjualan Produksi Usaha Daerah.

Baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota dapat


mengembangkan Retribusi Jasa Usaha, sepanjang telah ditetapkan pada
peraturan pemerintah dan memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Retribiusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi
Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu.

2. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang


seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau
terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan
secara penuh oleh Pemerintah Daerah.

3. Perizinan Tertentu

Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu


oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang
dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana,
9

sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan


menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu antara
lain terdiri dari: Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Retribusi Izin
Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, Retribusi Izin Gangguan (HO),
Retribusi Izin Trayek, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan.

Pemerintah daerah diperbolehkan untuk menetapkan retribusi perizinan


tertentu lainnya, sepanjang telah ditetapkan pada peraturan pemerintah dan
memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang


diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi.

2. Perizinan tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan umum.

3. Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin


tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian
izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

Sama halnya dengan pemungutan PNBP, pemungutan retribusi dapat


dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selain DPPKAD,
sepanjang masih dalam kewenangannya dan sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi SKPD yang bersangkutan.

D. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan.

Kekayaan daerah yang dipisahkan adalah bagian dari aset pemerintah


daerah yang digunakan sebagai penyertaan modal pemerintah daerah pada
perusahaan atau badan usaha, baik badan usaha milik negara/daerah
(BUMN/BUMD) maupun badan usaha milik swasta atau kelompok usaha
masyarakat. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berupa
bagian laba yang dibagikan (deviden) dari perusahaan atau badan usaha
yang bersangkutan, yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
10

a.Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik


daerah/BUMD.

b.Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik


pemerintah/BUMN.

c.Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.

E. Lain-lain PAD yang sah.

Lain-lain PAD yang sah merupakan pendapatan daerah yang tidak dapat
dikategorikan sebagai pajak daerah, retribusi dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, namun masih termasuk dalam kategori
PAD. Lain-lain PAD yang sah dirinci menurut obyek pendapatan yang
mencakup:

a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan.

b. Jasa giro.

c. Pendapatan bunga.

d. Penerimaan keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang


asing.

e. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari


penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

f. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.

h. Pendapatan denda pajak daerah.

i. Pendapatan denda retribusi.

j. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan.


11

k. Pendapatan dari pengembalian.

l. Pendapatan dari pemanfaatan fasilitas sosial dan fasilitas umum.

m.Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.

n. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

F. Dana Perimbangan

Dana Perimbangan Merupakan sumber Pendapatan Daerah yang


berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
pemerintahan daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada
daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik. Dana Perimbangan merupakan kelompok
sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain, mengingat tujuan masing-masing
jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi (Deddy
Supriady Bratakusumah & Dadang Solihin, 2007 : 173-174).

Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah


adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional,
demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,
kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan bagian pengaturan yang
tidak terpisahkan dari sistem Keuangan Negara, dan dimaksudkan untuk
mengatur sistem pendanaan atas kewenangan pemerintahan pusat yang
diserahkan, dilimpahkan, dan ditugasbantukan kepada Daerah.

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN


yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan selain
dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya,
12

juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan


pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi
kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Pendanaan tersebut
menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna
bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban
dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.

Dana Perimbangan merupakan pendanaan Daerah yang bersumber dari


APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum
(DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Ketiga komponen Dana
Perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah pusat
serta merupakan satu kesatuan yang utuh.

1. Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu
dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Pada dasarnya, selain
dimaksudkan untuk menciptakan pemerataan pendapatan daerah, DBH
juga bertujuan untuk memberikan keadilan bagi daerah atas potensi yang
dimilikinya. Dalam hal ini, walaupun pendapatan atas pajak negara dan
pendapatan yang berkaitan dengan sumber daya alam (SDA) merupakan
wewenang pemerintah pusat untuk memungutnya, namun sebagai daerah
penghasil, pemerintah daerah juga berhak untuk mendapatkan bagian atas
pendapatan dari potensi daerahnya tersebut.

Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak negara, meliputi:

A. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah meliputi
16,2% untuk daerah Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke
Rekening Kas Umum Daerah Provinsi, 64,8% untuk daerah
13

Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas


Umum Daerah Kabupaten/Kota, dan 9% untuk biaya pemungutan.

Sedangkan 10% bagian Pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan


kepada seluruh daerah Kabupaten dan Kota yang didasarkan atas realisasi
penerimaan PBB tahun anggaran berjalan dengan imbangan sebesar 65%
dibagikan secara merata kepada seluruh daerah Kabupaten dan Kota, dan
sebesar 35% dibagikan sebagai intensif kepada daerah Kabupaten dan
Kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana
penerimaan sektor tertentu.

B. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTP sebesar 80% dengan rincian
16% untuk daerah Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening
Kas Umum Daerah Provinsi, dan 64% untuk daerah Kabupaten dan Kota
penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
Kabupaten/Kota. Sedangkan 20% bagian Pemerintah dari penerimaan
BPHTP dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh Kabupaten
dan Kota.

C. Pa jak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak


Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21

Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 merupakan bagian daerah
adalah sebesar 20% yang dibagi antara Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Dimana 60% untuk Kabupaten/Kota dan 40% untuk
Provinsi.

Sedangkan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam,
meliputi:
14

A.Sektor Kehutanan

Penerimaan dari sektor Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak
Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang
dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan
20% untuk Pemerintah dan 60% untuk daerah. Sedangkan penerimaan
yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60%
untuk Pemerintah dan 40% untuk daerah.

B.Sektor Pertambangan umum

Dana Bagi Hasil dari penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan


dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20%
untuk Pemerintah dan 80% untuk daerah.

C. Sektor Perikanan

Dana Bagi Hasil dari penerimaan perikanan yang diterima secara nasional
dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk seluruh
Kabupaten dan Kota.

D. Sektor Pertambangan minyak bumi

Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dibagikan ke daerah adalah


penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi
dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak
dan pungutan lainnya dengan imbangan 84,5% untu Pemerintah dan
15,5% untuk daerah.Dana bagi hasil dari pertambangan minyak bumi
untuk daerah sebesar 15% dibagi dengan imbangan 3% dibagikan untuk
provinsi yang bersangkutan, 6% dibagikan untuk Kabupaten/Kota
penghasil, dan 6% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam
provinsi yang bersangkutan.Sedangkan sisa dana bagi hasil dari
pertambangan minyak bumi untuk daerah yang sebesar 0,5% dialokasikan
untuk menambah anggaran pendidikan dasar, dimana 0,1% dibagikan
untuk Provinsi yang bersangkutan, 0,2% dibagikan untuk Kabupaten/Kota
15

penghasil, 0,2% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi


yang bersangkutan

E. Sektor Pertambangan gas bumi

Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dibagikan ke daerah adalah


penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi
dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak
dan pungutan lainnya dibagi dengan imbangan 69,5% untuk Pemerintah
dan 30,5% untuk daerah.

Dana bagi hasil dari pertambangan gas bumi untuk daerah sebesar 30%
dibagi dengan imbangan 6% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan,
12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 12% dibagikan
untuk Kabupaten/Kota dalam provinsi bersangkutan.

Sedangkan sisa dana bagi hasil dari pertambangan gas bumi untuk daerah
yang sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan
dasar, dimana 0,1% dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 0,2%
dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, 0,2% dibagikan untuk
Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan

F. Sektor Pertambangan panas bumi.

Pertambangan panas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang


bersangkutan yang merupakan penerimaan negara bukan pajak, dibagi
dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk daerah.

Dana bagi hasil dari penerimaan pertambangan panas bumi yang


dibagikan kepada daerah dibagi dengan imbangan 16% untuk Provinsi
yang bersangkutan, 32% untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 32% untuk
Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan.
16

Besarnya proporsi dana bagi hasil antara pemerintah pusat dengan


pemerintah daerah tergantung dari jenis pendapatan. Begitupula antara
pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota
proporsinya tidak merata untuk setiap jenis pendapatan.

2. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari APBN
yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah atau
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-daerah melalui
penerapan formula tertentu. DAU suatu daerah ditentukan atas alokasi
dasar dan besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah. Alokasi
dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah
(belanja pegawai daerah) pada daerah yang bersangkutan. Sedangkan
celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan
potensi daerah (fiscal capacity).

Kebutuhan daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk


melaksanakan fungsi layanan dasar umum yang dicerminkan dari luas
daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk, tingkat kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat di daerah, dan tingkat pendapatan masyarakat di
daerah. Sedangkan kapasitas fiskal dicerminkan dari Pendapatan Asli
Daerah, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Sumber Daya Alam.

Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan
fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU yang relatif kecil.
Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan
fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar, yang mana
secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor
pemerataan kapasitas fiskal. Begitupula jika dibandingkan dengan alokasi
dasar, daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima
DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal
17

negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima
DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah fiskal. Sedangkan
daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut
sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU.

Pemerintah pusat bertugas untuk merumuskan formula dan melakukan


penghitungan DAU dengan berdasarkan data untuk menghitung kebutuhan
fiskal dan kapasitas fiskal yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)
dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang
dapat dipertanggungjawabkan. Sementara itu, jumlah keseluruhan DAU
ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari
Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.

3. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari APBN
yang dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus
di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan
prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar
tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.

Pemerintah pusat menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum,


kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan
mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria
khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan
dan karakteristik Daerah. Sedangkan kriteria teknis ditetapkan oleh
kementerian teknis pelaksana program/kegiatan.

Berbeda dengan daerah penerima DBH dan DAU, daerah penerima DAK
wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh
persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping tersebut harus dianggarkan
18

dalam APBD pada periode bersamaan dengan dianggarkannya DAK


dalam APBN. Namun, untuk daerah dengan kemampuan fiskal tertentu
atau daerah yang selisih antara penerimaan umum APBD dan Belanja
Pegawainya sama dengan 0 (nol) atau negatif, tidak diwajibkan
menyediakan Dana Pendamping tersebut.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana terdapat
pada Pasal 1 ayat (2) pengertian Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut.
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Sumber keungan daerah
terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi
Khusus.

3.2 Saran
Sumber keuangan daerah harus dikelola sebaik-baiknya karena dengan
mengelola keuangan daerah dengan baik masyarakat daaerah akan sejahtera
dan potensi yang dimiliki oleh daerah bisa terkelola dengan baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani. 2004. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah


Pusat dan Daerah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Deddy Supriady Bratakusumah & Dadang Solihin. 2004. Otonomi
Penyelenggaran Pemerintahan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

19

Anda mungkin juga menyukai