Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia

Volum 1 Nomor 2 bulan September 2016. Halaman 43-49


p-ISSN: 2477-5967 e-ISSN: 2477-8443

Kemampuan Literasi Matematis Space And Shape Dan Kemandirian


Siswa SMA Pada Discovery Learning Berpendekatan RME-PISA
Urni Babys1)
1)
Prodi Pendidikan Matematika STKIP SOE, NTT, Indonesia
E-mail:urni.babys@gmail.com

Abstrak. Rendahnya kemampuan literasi matematis siswa di Indonesia mengakibatkan peringkat Indonesia pada tes
PISA rendah. Hal ini juga diakibatkan karena kurangnya kemandirian siswa dalam belajar di kelas, pembelajaran yang
berpusat pada guru sehingga siswa pasif dan hanya menerima informasi dari guru membuat siswa mudah lupa materi
yang diajarkan terutama materi bangun ruang yang masih sangat abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi
apakah kemampuan literasi matematis dan kemandirian siswa yang diajar dengan model Discovery Learning
berpendekatan RME –PISA tuntas secara klasikal dan lebih baik daripada kemampuan literasi matematis dan
kemandirian siswa yang diajar menggunakan model RME dan lebih baik daripada siswa yang diajar secara ekspositori.
Penelitian ini termasuk penelitian semu yang menggunakan desain pretest-posttest control group. Data kemampuan
literasi matematis dikumpulkan melalui tes kemampuan literasi matematis pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga
dengan soal-soal setara tes PISA, sedang data kemandirian siswa dikumpulkan dari hasil observasi selama proses
pembelajaran. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kemampuan literasi matematis dan kemandirian siswa yang diajar
dengan model Discovery Learning berpendekatan RME –PISA tuntas secara klasikal dan lebih baik daripada siswa yang
diajar dengan model RME, lebih baik daripada siswa yang diajar secara ekspositori.

Kata Kunci: Literasi Matematis, Kemandirian, Discovery Learning, RME

representasi yang berbeda serta


I. PENDAHULUAN menghubungkannya dengan situasi nyata dimana
PISA (Program for International Student 95% siswa Indonesia memperoleh skor dibawah
Assessment) merupakan organisasi penilaian 493 yang termasuk dalam level 3. Untuk level 5
tingkat internasional yang diselenggarakan tiga- dan 6 tentang soal-soal penggunaan aljabar dalam
tahunan dan disponsori oleh OECD (Organisation kehidupan sehari-hari, merefleksikan kebenaran
for Economic Co-operation and Development) dari situasi yang disajikan atau pada penyelesaian
yang beranggotakan 34 negara untuk mengetahui yang diperoleh, serta menghubungkan unsur-unsur
literasi matematis siswa yang berumur sekitar 15 pada soal agar dapat menyelesaikan soal tersebut,
tahun. Hal-hal yang dinilai dalam studi PISA hanya 0,1% siswa Indonesia mampu
meliputi literasi matematika, literasi membaca, menyelesaikan soal untuk level teratas tersebut.
literasi sains dan literasi keuangan. Hasil studi Permasalahan yang dihadapi guru matematika di
PISA (Program for International Student SMA Kristen YSKI Semarang pada siswa kelas X
Assessment) tahun 2012 menunjukkan bahwa tahun pelajaran 2014/2015 bahwa siswa pada
Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan umumnya memiliki kemampuan literasi matematis
skor 375 dari 65 negara peserta. Sementara, PISA yang masih rendah. Khususnya bagi siswa yang
mematok skor 494 untuk kemampuan rata-rata pada dasarnya kurang tertarik belajar matematika,
internasional. maka siswa siswa tersebut dengan sendirinya tidak
Berdasarkan hasil PISA (Program for memiliki keinginan untuk sungguh-sungguh
International Student Assessment) tahun 2009 [1], mempelajari matematika dan tidak berusaha untuk
distribusi skor literasi matematika siswa Indonesia meningkatkan kemampuan literasi mereka.
belum mencapai level 4 kaitan dengan soal-soal Pembelajaran yang masih berpusat pada guru
yang berhubungan dengan model untuk situasi dan kurangnya inovasi pembelajaran
yang konkret tapi kompleks dan mengintegrasikan mempengaruhi kemandirian siswa-siswa di SMA

43
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia
Volum 1 Nomor 2 bulan September 2016. Halaman 43-49
p-ISSN: 2477-5967 e-ISSN: 2477-8443

Kristen YSKI Semarang. Dalam belajar dan [2].Sintaks Discovery learning Menurut Muhibin
aktivitas-aktivitas di kelas, siswa lebih banyak Syah (2003) yaitu : (1) Stimulus; (2) Problem
menunggu perintah dan arahan guru sehingga jika statemen; (3) Data collection; (4) Data Processing;
guru kurang memberi motivasi, siswa lebih (5) Verification; (6) Generalization.
banyak pasif. Siswa terbiasa belajar menerima Penelitian yang dilakukan oleh [3]
informasi langsung dari guru tanpa menemukan menyimpulkan bahwa: pembelajaran di kelas
sendiri, kurang mengembangkan ide dan gagasan, eksperimen menggunakan Guided Discovery
terbiasa mengerjakan soal yang berbentuk simbol Learning berpendekatan Motivation to Reasoning
dan angka sehingga ketika diberi soal berbentuk and Proving Task meningkatkan kemampuan
cerita dan terkait dengan dunia nyata, siswa konstruksi bukti dan pemahaman bukti serta
mengalami kesulitan menginterpretasikan ke berpikir kritis mahasiswa khususnya untuk materi
dalam bentuk mtematika. struktur aljabar. Penelitian [4] menyimpulkan
Space and Shape merupakan salah satu konten bahwa peningkatan kemampuan analogi
dalam penilaian literasi matematis terkait dengan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
materi dimensi tiga yang difokuskan pada dengan metode discovery lebih baik daripada
bagaimana menentukkan kedudukan titik, garis siswa yang memperoleh metode pembelajaran
dan bidang dalam ruang dimensi tiga. Kriteria dan dengan metode ekspositori. Penelitian yang
indikator yang akan dicapai dalam materi ini yaitu dilakukan oleh [5] menyimpulkan bahwa ada
menentukan jarak titik ke titik, titik ke garis dan perbedaan yang signifikan dari kelompok
titik ke bidang, serta menentukan jarak garis ke eksperimen yang diajar dengan metode Discovery
garis dalam dimensi tiga. Geometri berkenaan Learning dibanding kelompok kontrol mengenai
dengan relasi ruang yang mempelajari tentang rata-rata prestasi akademik, dan persepsi inkuiri
bentuk, ruang, komposisi beserta sifat-sifatnya, skor keterampilan, baik pada tingkat kognitif dan
ukuran-ukurannya dan hubungan antara yang satu afektif.
dengan yang lain. Belajar matematika menurut pendekatan
Pada materi geometri siswa membutuhkan matematika realistik berarti bekerja secara
kemampuan visual yang relatif tinggi. Contohnya matematik melalui memecahkan masalah yang
ketika siswa dihadapkan dengan permasalahan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
mencari panjang garis yang menghubungkan titik (contextual problem). Melalui contextual problem
tengah 2 diagonal ruang suatu balok, saat itulah siswa membangun konsep matematika dari cara
para siswa dituntut untuk membayangkan sebuah informal ke formal. Fase-fase model pembelajaran
bangun yang nyata untuk bisa menyelesaikan matematika realistik menurut [6] mengacu pada
masalah tersebut. Dalam hal ini, tidak hanya Gravemeijer, Sutarto Hadi, dan Treffers yang
masalah kemampuan visualisasi tetapi pemahaman menunjukkan bahwa pengajaran matematika
siswa tentang rusuk dan rangka juga ternyata dengan pendekatan realistik meliputi : (1) Fase
bermasalah. pendahuluan; (2) Fase pengembangan. Siswa
Model pembelajaran yang tepat dibutuhkan mengembangkan atau menciptakan model-model
untuk mengembangkan kemampuan literasi simbolik secara informal terhadap persoalan atau
matematis dan kemandirian siswa khususnya masalah yang diajukan.; (3) Fase penutup atau
dalam pembelajaran jarak dalam ruang dimensi penerapan. Melakukan refleksi terhadap setiap
tiga. Discovery Learning merupakan suatu cara langkah yang ditempuh atau terhadap hasil
untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif. pelajaran.
Dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, Penelitian yang dilakukan oleh [7]
maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan menyimpulkan bahwa pengembangan modul
lama dalam ingatan, tak mudah dilupakan anak. matematika realistik efektif untuk meningkatkan
Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan hasil belajar matematika pada peserta didik kelas
pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah X SMK Negeri 3 Singaraja. Penelitian yang
digunakan atau ditransfer dalam situasi lain dilakukan oleh [8] menyimpulkan bahwa inovasi

44
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia
Volum 1 Nomor 2 bulan September 2016. Halaman 43-49
p-ISSN: 2477-5967 e-ISSN: 2477-8443

pembelajaran realistik dengan pendidikan karakter pembelajaran di kelas guru hendaknya


dan Asesmen PISA valid, praktis dan efektif untuk memberikan kebebasan pada siswa untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan
siswa SMP dan meningkatkan karakter siswa benda konkrit yang diamati atau permasalahan
secara baik. dalam kehidupan sehari-hari siswa, untuk
TABEL I kemudian siswa berusaha menyelesaikan
SINTAKS DISCOVERY LEARNING BERPENDEKATAN RME bermodalkan pengetahuan yang mereka miliki [9].
Fase Aktivitas Guru Vygotsky menyatakan teori pembelajarannya
sebagai pembelajaran kognisi sosial (social
Fase 1 Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan
Pemberian pertanyaan yang merangsang berpikir siswa,
cognition). Pembelajaran kognisi sosial meyakini
rangsangan/stimuli menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca bahwa kebudayaan merupakan penentu utama bagi
buku dan aktivitas belajar lain yang mengarahkan pengembangan individu. Manusia mempunyai
kepada persiapan pemecahan masalah.
Fase 2 Memberi kesempatan pada siswa untuk
kebudayaan hasil rekayasa sendiri, dan setiap anak
Mengidentifikasi mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang manusia berkembang dalam konteks
Masalah relevan dengan bahan pelajaran (memahami kebudayannya sendiri. Oleh karenanya,
masalah kontekstual), kemudian memilih dan
merumuskannya (mendiskripsikan) dalam bentuk
perkembangan anak sedikit ataupun banyak
hipotesis (jawaban sementara dari masalah dipengaruhi oleh kebudayaan, termasuk budaya
tersebut). dari lingkungn keluarga dimana anak berkembang
Fase 3 Memberikan kesempatan pada siswa
Pengumpulan data mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-
[10]. Hipotesis dalam penelitian ini adalah
banyaknya untuk membuktikan benar tidaknya Kemampuan literasi matematis siswa yang diajar
hipotesis tersebut dan memilih model yang tepat dengan model Discovery Learning berpendekatan
untuk menyelesaikan masalah.
Fase 4 Mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui
RME- PISA tuntas klasikal. Kemampuan literasi
Pengolahan data kegiatan wawancara, observasi dan lain-lain. Data matematis siswa yang diajar dengan model
tersebut kemudian ditafsirkan. Discovery Learning berpendekatan RME- PISA
Fase 5 Melakukan pemerikasaan secara cermat untuk
Verifikasi membuktikan benar tidaknya hipotesis yang
dan lebih baik dari siswa yang diajar dengan
ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan model RME, lebih baik dari siswa yang diajar
pengolahan data secara Ekspositori.
Fase 6
Generalisasi
II. METODE
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menginvestigasi apakah kemampuan literasi Penelitian ini menggunakan desain eksperimen
matematis dan kemandirian siswa SMA yang pretes-posttest control group design. Penelitian ini
diajar menggunakan model Discovery Learning melibatkan 3 kelas sampel yaitu 2 kelas
berpendekatan RME-PISA tuntas secara klasikal eksperimen dan 1 kelas kontrol. Dalam desain ini
dan lebih baik dari siswa yang diajar 3 kelas yang dipilih secara random, kemudian
menggunakan model RME dan lebih baik dari diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal
siswa yang diajar secara ekspositori. adakah perbedaan antara kelompok eksperimen
dan kontrol. Kelas-kelas yang ada tidak dibentuk
Menurut Ausebel ada dua bagian dalam sendiri tapi menggunakan kelas yang sudah ada
belajar yaitu belajar menemukan dan belajar dan dipilh secara random. Pada kelas eksperimen
menerima. Pada belajar menerima, siswa hanya 1 dilaksanakan pembelajaran dengan metode
menerima dan menghafalkan, sedangkan pada Discovery Learning berpendekatan RME - PISA
belajar menemukan, siswa menemukan sendiri (X1), kelas eksperimen 2 dilaksanakan
konsep dan tidak menerima begitu saja. Pada pembelajaran menggunakan RME (X2) dan kelas
pembelajaran menghafal, siswa menghafal kontrol (X3) diajar secara ekspositori. Pada akhir
materi/rumus yang sudah diperolehnya, tetapi pembelajaran, siswa di ketiga kelas mendapat tes
pada pelajaran bermakna, materi/rumus akhir yaitu tes kemampuan literasi matematis.
dikembangkan dengan keadaan lain sehingga Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA
belajar lebih dimengerti. Menurut Bruner, dalam Kristen YSKI Semarang tahun ajaran 2014/2015

45
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia
Volum 1 Nomor 2 bulan September 2016. Halaman 43-49
p-ISSN: 2477-5967 e-ISSN: 2477-8443

yang terdiri dari 5 kelas dengan rata-rata siswa telah diujicobakan dan dilakukan analisis untuk
setiap kelas 21 orang. Sampel penelitian ini adalah melihat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran
siswa kelas XA, XB, dan XC dipilih dengan dan daya beda. Untuk lebih mempertajam analisis,
teknik simple random sampling, total sampel siswa dikelompokkan berdasarkan kategori tinggi,
berjumlah 63 orang siswa. sedang dan rendah dari hasil posttest.
Discovery learning dalam pembelajaran Hipotesis ketuntasan klasikal dijawab melalui uji
dilakukan secara berkelompok dimana siswa proporsi dengan KKM tuntas individu lebih dari
mengerjakan LKS yang telah disusun dengan 80 persen dari banyaknya siswa pada kelas
model discovery berpendekatan RME sehingga tersebut. analisis menggunakan uji z dengan taraf
soal-soalnya adalah soal cerita yang kontekstual. nyata α = 0,05 ( Sudjana, 2012:234). Uji beda rata-
Pembelajaran ekspositori yang dimaksud disini rata dimaksudkan untuk membandingkan rataan
adalah guru menjelaskan materi dan contoh soal variabel kemampuan literasi matematis antara
dilanjutkan dengan latihan. kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dianalisis
Kemampuan literasi matematis diukur dengan menggunakan uji ANOVA satu jalur dengan
menggunakan tes esai. Indikator kemampuan bantuan program SPSS.
literasi matematis adalah 7 komponen literasi
dalam PISA yaitu : (1) Comunication, kemampuan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
mengkomunikasikan masalah (2) Modelling
HASIL
kemampuan membuat model matematika dari
masalah atau dengan istilah lain Mathematising (3) Berdasarkan hasil skor pretest diperoleh
Representation kemampuan untuk menyajikan kemampuan literasi matematis untuk siswa yang
kembali (representasi) dari suatu permasalahan, (4) pembelajarannya menerapkan model Discovery
Mathematics Reasoning and Argumentation, Learning berpendekatan RME-PISA, model RME
kemampuan menalar, memberi alasan dan dan ekspositori menunjukkan hasil yang sama-
kemampuan membuktikan sebuah pendapat (5) sama rendah dan mengalami peningkatan pada
Problem Posing and Solving kemampuan saat posttest. Peningkatan dialami baik oleh siswa
menggunakan strategi untuk pemecahan masalah pada kategori tinggi, sedang maupun rendah.
(6) Simbols and Formalism kemampuan
menggunakan bahasa simbol (7) Mathematics
Tools kemampuan menggunakan alat-alat
matematika untuk memecahkan masalah [11].
Kemandirian siswa diukur melalui observasi
selama proses pembelajaran berlangsug dengan
indikator sebagai berikut: (1) Initiative (prakarsa); Gambar. 1 Grafik Hasil Pretest dan Posttest Siswa Kategori Tinggi
(2) Creativity (daya cipta); (3) Innovation
(penemuan siswa); (4) Improvisation Hasil uji proporsi ketuntasan klasikal
(pengembangan/penyempurnaan); (5) Pro-active menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan
(tidak pantang menyerah dalam mencari dan model Discovery Learning berpendekatan RME-
menemukan solusi berbagai masalah yang PISA, dan siswa yang diajar model RME yang
dihadapi) [12] mencapai tuntas individual telah mencapai
Pretest diberikan sebelum adanya perlakuan ketuntasan klasikal lebih dari 85%.
model dalam pembelajaran dengan tujuan untuk TABEL III
HASIL UJI PROPORSI KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS
mengetahui kemampuan awal siswa pada
kemampuan literasi matematis. Setelah iti Kelompok Zhitung Ztabel Keterangan
Eksperimen 1 2,52 1,64 Zhitung > Z0,5-0,05
diberiakn pembelajaran selama 4 kali pertemuan Tuntas Klasikal
untuk setiap kelas, kemudian siswa mengerjakan Ekperimen 2 2,05 1,64 Zhitung > Z0,5-0,05
soal posttest yang kisi-kisi dan perangkat soalnya Tuntas Klasikal
sama dengan soal Pretest. Soal tes yang dipakai

46
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia
Volum 1 Nomor 2 bulan September 2016. Halaman 43-49
p-ISSN: 2477-5967 e-ISSN: 2477-8443

Berdasarkan hasil uji normalitas dan (5) Pro-active. Berdasarkan hasil observasi maka
homogenitas,diperoleh hasil bahwa kemampuan peningkatan setiap aspek kemandirian disajikan
literasi matematis berdistribusi normal dan dalam Gambar 2.
mempunyai kesamaan varian. Hasil uji hipotesis
yang dilakukan diperoleh bahwa kemampuan
literasi matematis dengan menggunakan Discovery
Learning berpendekatan RME-PISA lebih baik
dari pembelajaran dengan model RME dan lebih
baik dari pembelajaran ekspositori. Perbedaan
terletak pada nilai rata-rata dari setiap perlakuan
yang diberikan.
TABEL IIIII
HASIL UJI NORMALITAS,HOMOGENITAS, UJI BEDA RATA-RATA DAN MEAN

Kelompok Normalitas Homogenita Uji Beda Mean


Gambar. 2 Peningkatan Aspek-aspek Kemandirian
α = 0,05 s rata-rata
α = 0,05 α = 0,05 Dari diagram terlihat bahwa adanya peningkatan
Eksperimen 1 kemandirian siswa dari pertemuan pertama sampai
80,71
Eksperimen 2 Sig = 0,169 Sig = 0,770 0,000 pertemuan ke empat. Sedangkan untuk peningkatan
74,43
(dilanjutkan
Kontrol
uji Post setiap aspek, terlihat bahwa aspek Pro-active
66,76
Hoc) mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibanding
Eksperimen 1 dan Sig = 0,004 aspek yang lain.
2=
Eksperimen 1 dan Sig = 0,000 PEMBAHASAN
kontrol =
Eksperimen 2 dan Sig = 0,001 Hasil uji z pada Tabel 2 sesuai dengan hipotesis
kontrol = penelitian yaitu kemampuan literasi matematis
Data tentang kemandirian siswa diamati di mahasiswa yang pembelajarannya menggunakan
kelas eksperiman dan kelas kontrol pada setiap model Discovery Learning berpendekatan RME-
pertemuan setelah dirata-ratakan nilainya untuk PISA dan pembelajaran dengan model RME
kemudian didapatkan skor tertinggi dan tuntas secara klasikal (KKM = 70).
disesuaikan dengan skala pada rating scale. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan rataan
TABEL IV dari kelas eksperimen lebih tinggi maka dapat
DESKRIPSI MODEL PEMBELAJARAN DAN KEMANDIRIAN SISWA
disimpulkan bahwa kemampuan literasi matematis
Kemandirian dari siswa yang diajar menggunakan model
Mand Cuku Kura Tidak Discovery Learning berpendekatan RME-PISA
iri p ng Mand
Mand Mand iri lebih baik dari kelas yang diajar dengan model
iri iri RME dan lebih daik dari kelas yang diajar secara
Discovery - 995 - - ekspositori.
Model Learning
Pembelaja berpendekat Temuan penelitian ini mendukung hasil
ran an RME- penelitian yang dilakukan oleh [13] dan [14] yang
PISA mengatakan bahwa pembelajaran dengan
RME - 947,5 - -
pendekatan Discovery lebih efektif dari ekspositori
Ekspositori - - 653,7 - atau metode lain terhadap penerimaan siswa dalam
5
Pengembangan instrumen pengamatan proses belajar mengajar. Hal yang sama juga
kemandirian siswa didasarkan pada 5 Aspek yang dikemukakan oleh [5] yang mengatakan bahwa
kemudian dikembangkan menjadi 15 indikator ketika siswa dipaksa dengan pembelajaran secara
pengamatan. Ke lima aspek tersebut antara lain : tradisional, mereka kesulitan dalam memahami
(1) Initiative (Prakarsa), (2) Creativity (daya cipta), konsep-konsep mengenai subjek dan
(3) Innovation (pembaharuan/penemuan baru), (4) menghubungkan dengan pembelajaran
Improvisation (pengembangan/penyempurnaan), sebelumnya. Hal ini terbukti dalam penelitian

47
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia
Volum 1 Nomor 2 bulan September 2016. Halaman 43-49
p-ISSN: 2477-5967 e-ISSN: 2477-8443

yang dilakukan oleh Balim, siswa yang diajar berpendekatan RME-PISA dan RME memenuhi
menggunakan model Discovery Learning lebih ketuntasan klasikal pada batas KKM = 70 dan
banyak menjawab benar daripada siswa di kelas batas ketuntasan klasikalnya adalah lebih dari
tradisional (ekspositori) pada saat tes akademik. 85 %. Kemampuan literasi matematis dan
Hasil penelitian [8] menyimpulkan bahwa inovasi kemandirian siswa yang diajar menggunakan
pembelajaran dengan model PMRI (RME) model Discovery Learning berpendekatan RME-
dengan pendidikan karakter dan penilaian PISA PISA lebih baik dari siswa yang diajar
efektif untuk mengembangkan kemampuan siswa menggunakan model RME dan lebih baik dari
dalam pemecahan masalah matematika siswa yang diajar secara ekspositori. Kemandirian
dibandingkan dengan kelas ekspositori. siswa pada aspek pro-active lebih tinggi dibanding
Pembelajaran penemuan membantu siswa aspek prakarsa, aspek daya cipta, aspek
untuk mencari dan menemukan sendiri konsep pembaharuan/penemuan baru dan aspek
utama dalam menghitung jarak yaitu konsep pengembangan/penyempurnaan. Hal ini
tentang garis tegak lurus terhadap titik, garis atau dikarenakan siswa lebih suka belajar dalam
bidang yang kemudian disimpulkan sebagai jarak. diskusi kelompok karena mereka bekerja bersama
Pembelajaran yang dikaitkan dengan masalah teman-teman dalam mencari dan menemukan
realistik semakin membuat siswa memahami solusi pemecahan masalah, berani menyampaikan
bahkan mengingat lebih lama konsep yang mereka pendapat dan aktif berkomunikasi menyelesaikan
temukan. masalah.
Temuan penelitian untuk kemandirian siswa Implementasi Discovery Learning
yang diajar dengan model Discovery Learning berpendekatan RME-PISA mempunyai pengaruh
berpendekatan RME-PISA, RME dan ekspositori yang baik terhadap peningkatan kemampuan
secara klasikal maka model Discovery Learning literasi matematis dan kemandirian siswa,
berpendekatan RME-PISA lebih baik untuk sehingga layak untuk digunakan sebagai model
mengembangkan kemandirian siswa dibanding pembelajaran dalam matematika khususnya untuk
model RME atau ekspositori. Dengan demikian materi geometri yang tergolong sulit diajarkan
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan maupun dipahami.
Discovery Learning dapat meningkatkan
kemandirian siswa. Penelitian [5] yang SARAN

mengatakan bahwa model pembelajaran Discovery Guru-guru dalam pembelajaran di kelas


Learning mengharuskan siswa untuk hendaknya tidak selalu memberikan bentuk soal
mengkomunikasikan konsep, informasi dan kasus yang langsung pada bentuk matematika tetapi bisa
melalui diskusi dan menjawab pertanyaan dan memberikannya dalam bentuk soal cerita sehingga
mendapatkan informasi itu sendiri. Itulah siswa terbiasa menyelesaikan soal-soal bentuk soal
sebabnya siswa harus berpartisipasi di kelas dalam cerita juga dalam teknik penulisan soal, bentuk
kelompok belajar agar lebih aktif dalam soal yang tidak seperti biasa dengan menggunakan
pembelajaran. Siswa yang diajar dengan model kata “Hitunglah”, “Berapakah”, tetapi bisa
pembelajaran penemuan yang dilakukan dalam menggunakan “Bagaimana perasaan anda tentang
aktivitas kelompok dalam eksperimen memiliki soal ini?” sehingga siswa terlatih berargumen dan
persepsi dan ketrampilan belajar lebih baik dari memberi alasan. Komponen proses dalam literasi
siswa yang diajar secara tradisional/ekspositori. matematis PISA yang terdiri dari: (1)
Mathematics Reasoning and Argumentation, (2)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Mathematical Comunication, (3) Moddeling, (4)
Problem Possing and Solving, (5) Representation,
KESIMPULAN
(6) Simbols and formalism, (7) Aids and Tools
Berdasarkan proses dan hasil penelitian dapat juga 6 level kemampuan dalam PISA hendaknya
disimpulkan bahwa siswa yang diajar mendapatkan penekanan pada kegiatan
menggunakan model Discovery Learning pembelajaran. Penekanan tersebut dapat dilakukan

48
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia
Volum 1 Nomor 2 bulan September 2016. Halaman 43-49
p-ISSN: 2477-5967 e-ISSN: 2477-8443

dengan cara berikut: (a) Menjadikan ketujuh [6] Wijaya, A. 2012. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif
Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
komponen dan 6 level kemampuan itu menjadi [7] Somayasa, W. Natajaya N. & Candiasa M. 2013. “Pengembangan
“warna” dalam pemberian soal-soal tugas maupun Modul Matematika Realistik disertai Asesmen Otentik Untuk
meningkatkan Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Kelas X di
tes (b) Mengajak siswa untuk menelaah dan SMK Negeri 3 Singaraja”. e – Journal Program Pascasarjana
menggunakan kemampuan berpikirnya untuk bisa Pendidikan Ganesha Program Studi Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan. Vol. 3
menganalisis setiap soal yang berdasarkan 7 [8] Wardono, & Mariani, S. 2014. “The Realistic Learning Model With
komponen yang ada (c) Menjadikan 7 komponen Character Education And PISA Assessment To Improve
Mathematics Literacy”. International Journal of Education and
dan 6 level kemampuan itu sebagai refleksi Research. Vol.2 No.7. Hal 361-372
terhadap kemampuan literasi matematis siswa [9] Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Pendidikan
dalam upaya menaikan posisi Indonesia dalam tes Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan
PISA berikutnya dan yang lebih penting adalah Indonesia.
[10] Suyono dan Haryanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
meningkatkan kemampuan berpikir, bernalar dan PT. Remaja Rosdakarya.
berargumen dalam diri siswa. [11] OECD, 2012. PISA 2012 Assesment and Analitytical Framework
Mathematics Reading, Science, Problem Solving, and Financial
Literacy. (online) (http://www.oecd.org diakses 8 Oktober 2014).
DAFTAR PUSTAKA [12] Sumahamijaya, S. Dkk. 2003. Pendidikan Karakter Mandiri dan
Kewiraswastaan (Suatu Upaya bagi Keberhasilan Program
[1] Stacey, K. 2010. “The View of Mathematical Literacy in Indonesia”.
Pendidikan Berbasis Luas/ Broad Based Education dan Life Skill).
Journal on Mathematics Education (IndoMS-JME),Volume. 2. Hal:
Bandung : Angkasa Bandung
1-24.
[13] Martins, O. O. dan Oyebanji, R. K. 2000. The effects of inquiry and
[2] Suryosubroto. 2002, Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:
lecture teaching approaches on the cognitive achievement of
Rineka Cipta.
integrated science students. Journal of Science Teachers’ Association
[3] Isnarto. 2014. “Kemampuan Konstruksi Bukti dan Berpikir Kritis
of Nigeria. 35 (1&2) 25-30.
Matematis Mahasiswa pada Perkuliahan Struktur Aljabar Melalui
[14] Bajah, S.T & Asim, A.E . 2002. Construction and Science Learning
Guided Discovery Learning Pendekatan Motivation to Reasoning and
Experimental evidence in a Nigerian Setting. World Council for
Proving Tasks”. Disertasi. Semarang: Program Pascaserjana UNNES
Curriculum and Instruction (WCCI) Nigeria. 3 (1), 105-114.
[4] Risqi dan Samsul. 2014. “Pengaruh Penggunaan Metode Discovery
Terhadap Kemampuan Analogi Matematis Siswa Smk Al-Ikhsan
Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat”. Infinity Jurnal Ilmiah
Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 3, No.1.
[5] Balim, A. G. 2009. The Effects of Discovery Learning on Students’
Success and Inquiry Learning Skills. Eurasian Journal of Educational
Research, Issue 35, Spring 2009, 1-20.

49

Anda mungkin juga menyukai