Anda di halaman 1dari 27

AKUNTANSI PERKEBUNAN

(Aset Tetap dan Aset Tak Berwujud)

Disusun oleh :

Kelompok 2:

1. Bismil Oktarina (1762201165)


2. Nur Martya Bertye (1762201133)
3. Raisa Dani (1762201149)
4. Rossy Handayani (1762201117)
5. Weldy Shaputra (1762201132)
Kelas Anvulan 2017

Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi


Universitas Lancang Kuning
Pekanbaru
T/A 2018-2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul: “ASET TETAP DAN
ASET TAK BERWUJUD”

Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa serta bantuan berbagai pihak lain untuk itu dalam kesempatan ini kami
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa proses penyusunan dalam penyelesaian makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga dapat terselesaikan dengan
baik dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,
saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini dan juga dalam penyelesaian tugas-tugas serta
makalah berikutnya.

Kami sebagai penyusun makalah ini yang berkaitan dengan Aset Tetap dan Aset Tak
Berwujud, berharap dapat berguna dikemudian hari baik bagi kami maupun pembacanya.

Pekanbaru, Oktober 2018

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang................................................................................................................... 1
I.2 Rumusan Penulisan .......................................................................................................... 1
I.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................... 2
I.4 Manfaat Penulisan............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
II.1. Defenisi Aset Tetap............................................................................................................ 3
II.2. Subsequent Expenditure................................................................................................... 3
II.3. Depresiasi.......................................................................................................................... 6
II.4. Recognition, Measurement dan Presentation................................................................... 9
II.5. Bunga, Biaya Overhead dan Selisih Kurs......................................................................... 16
II.6. Disclosure.......................................................................................................................... 17
II.7. Revaluasi dan Impoirment................................................................................................. 18

BAB III KESIMPULAN


Kesimpulan ........................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Perusahaan agrikultur merupakan bagian penting dalam perekonomian Indonesia, hal
tersebut terlihat dari data Departemen Pertanian yang menyebutkan bahwa pemanfaatan lahan
pertanian di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Selain itu sektor agrikultur juga
telah mampu menyerap 38% tenaga kerja dan menyumbang 13% di dalam perekonomian
Indonesia, bahkan sektor ini juga memiliki peranan dalam menjaga ketahanan pangan nasional
(Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2011).
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, setiap perusahaan dalam melaksanakan
kegiatan operasinya memerlukan berbagai macam peralatan, perlengkapan dan sarana-sarana
lain yang diperlukan. Untuk menunjang kegiatan usaha tersebut dalam istilah akuntansi disebut
dengan aset.
Aset adalah harta yang dimiliki oleh suatu organisasi atau perusahaan yang dapat
digunakan untuk menjalankan aktivitas dan rutinitas sehari-hari di dalam perusahaan. Aset terdiri
atas aset lancar,aset tetap, aset berwujud. Setiap perusahaan akan memiliki jenis aset yang
berbeda satu dengan lainnya, bahkan perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang
sama belum tentu memiliki jenis aset tetap yang sama. Namun untuk perusahaan yang bergerak
dibidang perkebunan terdapat bentuk aset yang tidak dapat digolongkan kedalam aset tetap
karena memilki karakteristik dan sifat yang berbeda dengan aset tetap yaitu aset tanaman.
Tanaman dalam bentuk perkebunan merupakan aset sumber-sumber alam, dalam arti
luas sumber-sumber alam itu meliputi segala sesuatu yang terjadi akibat proses alam dan
selama masih dalam bentuk dan sifat habitatnya, yang sering disebut dengan wasting asset.
tanaman termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaruhi oleh sebab itu tanaman dimasukan
kedalam aset yang mempunyai masa manfaat yang cukup lama. Maka dari itu aset tanaman
perlu dilakukan penyusutan yang dikenal dengan istilah amortisasi.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Aset Tetap?
2. Apa yang dimaksud dengan Subsequent Expenditure?
3. Bagaimana perlakuan Akuntansi terhadap depresiasi?
4. Apa yang dimaksud dengan Recognition, Measurement & Presentation?
5. Bagaimana perlakuan Akuntansi terhadap Bunga, Biaya Overhead dan Selisih Kurs?
6. Bagaimana Disclosure Aset Tetap dan aset Tak Berwujud?
7. Bagaimana perlakuan Akuntansi terhadap Revaluasi dan Impoirment?

I.3 Tujuan Penulisan


1. Sebagai bahan penilaian tugas dari mata kuliah Akuntansi Perkebunan
2. Untuk mengetahui definisi dari Aset Tetap
3. Untuk mengetahui apa itu Subsequent Expenditure
4. Untuk mengetahui perlakuan Akuntansi terhadap depresiasi
5. Untuk mengetahui apa itu Recognition, Measurement & Presentation

1
6. Untuk mengetahui perlakuan Akuntansi terhadap Bunga, Biaya Overhead dan Selisih Kurs
7. Untuk mengetahui Disclosure terhadap Aset Tetap dan Tak berwujud
8. Untuk mengetahui perlakuan Akuntansi terhadap Revaluasi dan Impoirment

I.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi Penulis, untuk mendapatkan nilai tugas dari mata kuliah Akuntansi Perkebunan dan
menambah wawasa serta pengetahuan tentang Aset Tetap dan Aset Tak Berwujud
2. Bagi Pembaca, untuk dapat menjadi bahan bacaan yang menambah wawasan dan
pengetahuan tentang Aset Tetap dan Aset Tak Berwujud

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Definisi Aset Tetap


Berbagai definisi aset tetap yang dikemukakan oleh para ahli, semuanya mempunyai
maksud dan tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian aset tetap agar mudah
dipahami. Dibawah ini akan diuraikan definisi-definisi tersebut :
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) (2014:16.06):
Aset tetap adalah aset berwujud yang
a. dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk
direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan
b. diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Definisi aset tetap menurut Reeve dkk (2012:2): “Aset tetap adalah aset yang bersifat
jangka panjang atau secara relatif memiliki sifat permanen serta dapat digunakan dalam
jangka panjang”.

2
Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2012:1) “aset tetap adalah aset yang
dimiliki dan diperjualbelikan (baik dibuat sendiri atau diperoleh dari pembelian, pertukaran, dan
sumbangan) yang nilainya relatif tinggi dan manfaatnya lebih dari satu periode akuntansi serta
digunakan dalam kegiatan atau operasi perusahaan”.
Selain itu, menurut Baridwan (2008:271): “Aset tetap yang sifatnya relatif permanen
yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Istilah relatif permanen
menunjukkan sifat dimana aset yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang
relatif cukup lama. Untuk tujuan kauntansi, jangka waktu penggunaan ini dibatasi dengan
“lebih dari satu periode akuntansi”.
Sedangkan menurut Martani, dkk (2012:270): “Aset tetap adalah aset berwujud yang
dimiliki untuk digunakan dalam produksi dan penyediaan barang dan jasa, untuk direntalkan
kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama
lebih dari satu periode.
Dari berbagai definisi aset tetap diatas maka menurut penulis aset tetap adalah aset
yang bersifat jangka panjang dan digunakan untuk kegiatan opersional perusahaan serta
memiliki masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

II.2. Subsequent Expenditure (Pengeluaran Setelah Perolehan Aktiva Tetap)


Perlakuan akuntansi terhadap pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan
perolehan dan penggunaan aktiva tetap yaitu :
a. Pengeluaran modal (capital expenditure) adalah pengeluaran-pengeluaran untuk
memperoleh sesuatu manfaat yang akan dirasakan lebih dari satu periode akuntansi.
Pengeluaran-pengeluaran seperti ini dicatat dalam rek aktiva atau akumulasi
penyusutan.
b. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure) adalah pengeluaran-pengeluaran
untuk memperoleh suatu manfaat yang hanya dirasakan dalam periode akuntansi ybs.
Oleh krn itu pengeluaran-pengeluaran spt ini dicatat dlm rek biaya.

Berikut ini diuraikan mengenai pengeluaran-pengeluaran yang biasanya terjadi yang


menyangkut aktiva tetap antara lain:

a. Reparasi dan Pemeliharaan


Reparasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan terhadap suatu aktiva tetap
dengan maksud untuk mengeliminir hambatan kerja di masa yang akan datang. Dilihat
dari skala biaya yang dikeluarkan, reparasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

3
 Reparasi kecil yaitu reparasi yang tidak dapat mengakibatkan bertambahnya masa
manfaat atau bertambahnya manfaat keenomian aktiva yang direparasi
 Reparasi besar (upgrading dan betterment) yaitu reparasi yang dapat
mengakibatkan bertambahnya manfaat keekonomian atau mengakibatkan
bertambahnya masa manfaat dari aktiva yang direparasi.
Pemeliharaan merupakan tindakan yang bertujuan tuntuk memelihara atau
menjaga agar aktiva yang bersangkutan tetap dalam performance yang baik. Reparasi
(kecil) dan pemeliharaan ini lebih bertujuan agar aktiva tetap bersangkutan mampu
menjalankan fungsinya secara optimal selama masa manfaatnya.
Karena suatu alasan tertentu, biaya reparasi (kecil) dan biaya pemeliharaan
aktiva tetap dicatat dalam satu perkiraan yaitu perkiraan “Beban Reparasi dan
Pemeliharaan” Pemeliharaan”. Biaya ini tidak dapat dikapitalisasikan dikapitalisasikan
pada nilai tercatat aktiva tetap yang bersangkutan, melainkan harus diperhitungkan
dalam perhitungan labarugi periode dilakukannya pengeluaran biaya. Melalui jurnal:
Debit : Beban reparasi dan pemeliharaan Rp. XXX,-
Kredit: Kas Rp. XXX,-

b. Upgrading / Improvement
Upgrading/improvement merupakan Pengeluaran yang dilakukan terhadap
suatu aktiva tetap dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan agar diperoleh
peningkatan manfaat keekonomian aktiva tetap yang bersangkutan di masa yang akan
datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, peningkatan mutu produksi, atau
peningkatan peningkatan standar kerja. Pengeluaran biaya ini harus ditambahkan pada
harga perolehan aktiva tetap yang bersangkutan. Karena terjadi perubahan nilai
tercatat aktiva maka perlu dilakukan perhitungan beban depresiasi yang baru untuk
periode-periode berikutnyha. Jurnal yang harus dibuat untuk mencatat peneluaran
biaya reparasi demikian (upgrading) adalah:
Debit: Aktiva Tetap Rp. XXX,-
Kredit: Kas Rp.XXX,-

c. Betterment
Betterment merupakan Pengeluaran yang dilakukan terhadap suatu aktiva tetap agar
diperoleh peningkatan masa manfaat aktiva tetap yang bersangkutan. Pengeluaran
biaya untuk semacam ini harus ditambahkan pada nilai tercatat aktiva tetap dengan
cara dikurangkan pada akumulasi depresiasi aktiva tetap yang bersangkutan. Karena
terjadi perubahan nilai tercatat aktiva maka perlu dilakukan perhitungan beban

4
depresiasi yang baru untuk periodeperiode berikutnya. Jurnal yang harus dibuat untuk
mencatat pengeluaran biaya reparasi demikian (Betterment) adalah:
Debit: Akumulasi depresiai (aktiva ybs) Rp. XXX,-
Kredit: Kas Rp. XXX,-

d. Penggantian (Replacement)
Penggantian atau replacement adalah meliputi keseluruhan biaya yang
dikeluarkan untuk mengganti bagian dari aktiva tetap berwujud berwujud secara
keseluruhan keseluruhan atau sebagian dengan unit baru yang mempunyai fungsi yang
sama. Penggantian semacam ini bisa disebabkan karena bagian aktiva yang
bersangkutan sudah tidak bisa berfungsi secara normal, perkembangan teknologi atau
sebab lain.

e. Penambahan (Addition)
Adalah menambahkan sesuatu pada suatu aktiva yang mana sesuatu yang
ditambahkan tsb menyatu baik secara fisik maupun fungsi dengan aktiva yang
menerima penambahan. Misalnya terhadap suatu mesin ditambahkan ditambahkan
sistem peredam peredam suara. Pengeluaran untuk penambahan ini harus
dikapitalisasikan pada nilai tercatat aktiva tetap ybs dengan cara ditambahkan pada
harga perolehannya. Dengan begitu cara perlakuan akuntansinya sama dengan bila
terjadi Betterment.
II.3. Depresiasi
Depresiasi atau penyusutan dalam akuntansi adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat
disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya.
1. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang sistematis sesuai
dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan harus dapat menggambarkan
manfaat ekonomik atau kemungkinan jasa (service potential) yang akan mengalir ke
pemerintah. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai
tercatat aset tetap dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap.
2. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau secara periodik dan jika
terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, penyusutan periode sekarang dan
yang akan datang harus dilakukan penyesuaian.
3. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain:
a) Metode garis lurus (straight line method) atau
b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method)
c) Metode unit produksi (unit of production method).

5
Rumusan perhitungan tiap metode penyusutan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
a) Metode Garis Lurus

Nilai yang dapat disusutkan


Penyusutan per periode =
Masa manfaat

b) Metode Saldo Menurun Berganda


Penyusutan per periode = (Nilai yang dapat disusutkan – akumulasi penyusutan periode
sebelumnya) X Tarif Penyusutan*
*tarif penyusutan dihitung dengan rumus :

1
X 100% x 2
Masa manfaat

c) Metode Unit Produksi


Penyusutan per periode = Produksi Periode berjalan X Tarif Penyusutan**

Nilai yang dapat disusutkan


**tarif penyusutan dihitung dengan =
Perkiraan Total Output

Dalam hal pemerintah daerah menggunakan Metode garis lurus (straight line method)
atau metode saldo menurun ganda (double declining balance method) maka masa manfaat
asset tetap diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Bukan Bangunan
a. Kelompok 1 : Aset yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang
mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 4 tahun
b. Kelompok 2 : Aset yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 4 dan tidak lebih dari 8 tahun
c. Kelompok 3 : Aset yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 8 dan tidak lebih dari 16 tahun
d. Kelompok 4 : Aset yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 16 tahun
2. Bangunan
a. Bangunan Permanen : Bangunan dan harta tak bergerak lainnya termasuk tambahan
perbaikan atau perubahan yang dilakukan yang mempunyai manfaat 20 tahun.
b. Bangunan semi permanen : Bangunan dan harta tak bergerak lainnya termasuk
tambahan perbaikan atau perubahan yang dilakukan yang mempunyai manfaat 10
tahun.

6
Waktu yang digunakan dalam perhitungan penyusutan aset tetap adalah
pendekatan bulan penggunaan. Dengan pendekatan bulan penggunaan maka waktu
penyusutan ditentukan berdasarkan bulan saat aset tersebut digunakan. Misalnya, jika suatu
aset diperoleh dan digunakan tanggal bulan Oktober 20×1 maka beban penyusutan tahun
yang bersangkutan dihitung 3 bulan yaitu dari tanggal bulan Oktober ke bulan Desember
20×1. Meskipun aset tetap tersebut diperoleh tanggal 30 Oktober maka waktu yang
digunakan tetap tiga bulan.
Metode dan tarif penyusutan untuk masing kelompok asset tetap tersebut adalah
sebagai berikut :
masing kelompok asset tetap tersebut adalah sebagai berikut :

Tarif Penyusutan Per Bulan

Metode
No Kelompok Aset Tetap Masa Manfaat Metode Saldo
Garis
Menurun Ganda
Lurus

1 Bukan Bangunan

a. Kelompok 1 4 tahun 2,08% 4,17%

b. Kelompok 2 8 tahun 1,04% 2,08%

c. Kelompok 3 16 tahun 0,52% 1,04%

d. Kelompok 4 20 tahun 0,42% 0,83%

2 Bangunan

a. Permanen 20 tahun 0,42% 0,83%

b. Tidak Permanen 10 tahun 0,83% 1,67%

Dalam hal pemerintah daerah menggunakan metode unit produksi maka


penyusutan tidak tergantung pada masa manfaat tetapi berdasarkan intensitas pemanfaatan
yang diukur dengan unit kapasitas atau produksi yang termanfaatkan. Pada gilirannya, unit
kapasitas atau produksi yang termanfaatkan ini akan dibandingkan dengan seluruh potensi
kapasitas/produksi yang dikandung oleh suatu aset tetap.
Penyusutan dapat dilakukan terhadap aset tetap secara individual. Akan tetapi,
penyusutan dapat pula dilakukan terhadap sekelompok aset sekaligus.
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju menetapkan menggunakan methode Garis
lurus (straight line method) dalam menyusutkan asetnya.
2. Aset-aset yang dapat dianggap sebagai aset yang harus disusutkan secara berkelompok
dengan kriteria sebagai berikut:

7
(a) Aset tersebut diperoleh dalam waktu yang bersamaan dan mempunyai masa
manfaat yang sama;
(b) Manfaat secara teknis suatu aset sangat bergantung pada aset lain (peralatan
kesehatan seperti kamera sinar X dan alat pencetakan film sinar X, dan lain-lain);
(c) Pembelian aset dilakukan secara berpasangan dan harga belinya merupakan
keseluruhan harga pasangan (misalnya mesin cetak digital, komputer, dan perangkat
lunaknya);
(d) Walaupun pemanfaatannya tidak terlalu bergantung dengan aset lain, tetapi demi
kemudahan dan efisiensi biaya administrasi, berbagai asset dapat dikelompokkan karena
kedekatan teknik dan konteks pemanfaatnnya (misalnya peralatan bedah).
Selain tanah asset tetap lainnya dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat
disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
Pelaksanaan penyusutan dilakukan bersamaan dengan penerapan basis akrual.
Pencatatan penyusutan pertama kali besar kemungkinan akan menghadapi
permasalahan penetapan sisa masa manfaat dan masa manfaat yang sudah disusutkan,
karena aset-aset tetap sejenis yang akan disusutkan kemungkinan diperoleh pada tahun-
tahun yang berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, jika penyusutan pertama kali akan
dilakukan pada akhir tahun 2009, besar kemungkinan akan dijumpai adanya jenis aset
berupa peralatan dan mesin, misalnya mobil, yang diperoleh pada tahun-tahun sebelum
tahun anggaran 2009 dan yang diperoleh pada tahun 2009. Perhitungan penyusutan aset
tersebut untuk pertamakali kalinya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
(a) Aset yang diperoleh pada tahun dimulainya penerapan penyusutan maka aset
tersebut sudah disajikan dengan nilai perolehan. Perhitungannya penyusutannya adalah
untuk tahun 2009 ( 1 tahun) saja.
(b) Aset yang diperoleh setelah penyusunan neraca awal hingga satu tahun sebelum
dimulainya penerapan penyusutan. Aset tersebut sudah disajikan dengan nilai
perolehan.Penyusutannya terdiri dari penyusutan tahun berjalan dan koreksi penyusutan
tahun-tahun sebelumnya.
(c) Aset yang diperoleh sebelum penyusunan neraca awal. Untuk aset-aset yang
diperoleh lebih dari 1 tahun sebelum saat penyusunan neraca awal, maka aset tersebut
disajikan dengan nilai wajar pada saat penyusunan neraca awal tersebut.Untuk
menghitung penyusutannya, pertama ditetapkan sisa masa manfaat pada saat
penyusunan neraca awal.Selanjutnya dihitung masa antara neraca awal dengan saat
penerapan penyusutan.

II.4. Recognition, Measurement & Presentation

8
A. RECOGNITION (PENGAKUAN)
Aset Tetap
Biaya perolehan aset tetap diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
1. Biaya perolehan dapat diukur secara andal
2. Kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari
asset tersebut
Entitas me-revaluasi berdasarkan prinsip pengakuan ini terhadap semua biaya perolehan
aset tetap pada saat terjadinya. Biaya tersebut termasuk biaya awal untuk memperoleh
atau mengkonstruksi aset tetap dan biaya selanjutnya yang timbul untuk menambah,
mengganti bagian atau memperbaikinya.
Contoh:
– biaya penanganan kimiawi baru diakui sbg aset (tanpa itu tidak dapat berproduksi)
– biaya perawatan sehari-hari diakui dlm laba rugi
Aset tetap yang memenuhi syarat pengakuan sebagai aset diukur pada biaya perolehan.
Komponen biaya perolehan;
1. Setiap biaya yang dapat diatribusikan scr langsung
2. Harga perolehan; termasuk bea impor dan pajak pembelian setelah disc. pembelian
dan potongan lain;
3. Estimasi awal biaya pembongkaran & pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset
tetap
Contoh biaya yang dapat diatribusikan langsung;
1. Biaya imbalan kerja yang timbul scr langsung dari konstruksi atau perolehan aset tetap
2. Biaya penyiapan lahan untuk pabrik
3. Biaya penanganan dan penyerahan awal
Keuntungan atau kerugiannya dimasukkan dalam laporan laba rugi entitas
Aset tetap dihentikan pengakuannya hanya jika:
1. Pada saat pelepasan
2. Ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomis

Aset Tak Berwujud

Dalam mengakui suatu pos sebagai aset tidak berwujud, entitas perlu menunjukkan

bahwa pos tersebut memenuhi:

(a) Definisi aset tidak berwujud

(b) Kriteria pengakuan

9
Persyaratan tersebut diterapkan atas biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

atau mengembangkan secara internal aset tidak berwujud dan biaya yang terjadi

kemudian untuk menambahkan, mengganti sebagian, atau memperbaiki aset tersebut.

Pada awal pengakuannya, asset tidak berwujud diakui sebesar biaya perolehan.

Pengukuran biaya perolehan tersebut tergantung dari kodisi asset tidak berwujud tersebut

diakuisisi.

Kriteria Pengakuan :

Aset tidak berwujud harus diakui jika, dan hanya jika:

(a) Kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset

tersebut

(b) Biaya perolehan aset tersebut d Dalam menilai kemungkinan adanya manfaat ekonomis

masa depan, entitas harus menggunakan asumsi masuk akal dan dapat

dipertanggungjawabkan apat diukur secara andal. yang merupakan estimasi terbaik

manajemen atas kondisi ekonomi yang berlaku sepanjang masa manfaat aset tersebut.

B. MEASUREMENT (PENGUKURAN)
Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan jumlah uang untuk
mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan
rugi laba proses ini menyangkut pemilihan dasar pengukuran tertentu.
Pengukuran,lebih berhubungan dengan masalah penentuan jumlah rupiah yang
harus dicatat pertama kali pada saat transaksi terjadi (proses penetapan jumlah satuan
uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsure laporan keuangan dalam neraca
dan laporan rugi laba). Dasar pengukuran:
1. Biaya historis (historical cost) : aktiva dicatat sebesar pengeluaran kas atau setara
kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk
memperoleh aktiva tersebut pada saat perolehan kewajiban dicatat sebesar jumlah
yang diterima sebagai penukar dari kewajiban, atau dalam keadaan tertentu dalam
jumlah kas atau setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi
kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.
2. Biaya kini (Current cost) : aktiva dinilai dalam jumlah kas atau setara kas yang
seharusnya dibayar bila aktiva yang sama atau setara aktiva diperoleh sekarang.

10
Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas atausetara kas yang tidak didiskontokan yang
mungkin akan diperlukanuntuk menyelesaikan kewajiban sekarang.
3. Nilai realisasi penyelesaian (Realizabel cost) : aktiva dinyatakan dalam jumlah
kasatau setara kas yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aktiva dalam
pelepasan normal kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian yaitu jumlah kas
atau setara kas yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk
memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
4. Nilai sekarang (Present value) : Aktiva dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih
dimasa depan yang didiskontokan kenilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat
memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal, kewajiban dinyatakan sebesar
arus kas bersih dimasa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan
akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

C. PRESENTATION (PENYAJIAN)
Komponen utama aset biologis dalam industri perkebunan adalah tanaman
perkebunan. Keberadaan tanaman perkebunan yang mengalami proses transformasi
biologis menyebabkan penyajian atas aset ini di laporan keuangan terbagi dalam banyak
klasifikasi pos akun. Secara garis besar, keberadaan aset biologis ini dapat dimasukkan
dalam klasifikasi akun persediaan dan aset tidak lancar. Adanya konsep biaya historis dan
fair value juga memberikan pengaruh yang mendasar pada penyajian nilai nominal aset
biologis pada laporan keuangan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai masing- masing
penyajian aset biologis baik dengan konsep biaya historis maupun konsep fair value.

Dengan Konsep Biaya Historis


Penyajian aset biologis, berupa tanaman perkebunan, dikelompokkan dalam akun
persediaan dan akun aset tidak lancar. Akun persediaan akan menampung tanaman
perkebunan yang telah siap dijual menurut jenis usaha entitas. Akun aset tidak lancar
akan menampung tanaman perkebunan milik entitas yang belum bisa dijual karena masih
mengalami proses pertumbuhan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Martini (2012), persediaan dalam industri
perkebunan disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih
rendah. Persediaan dalam industri perkebunan meliputi:
1. Barang jadi yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal entitas.
Barang jadi yang tersedia untuk dijual ini disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai

11
realisasi bersih, mana yang lebih rendah. Terdiri dari :
a) Hasil produksi perkebunan. Merupakan hasil panen atau hasil produksi dari
perkebunan misalnya: buah-buahan, getah karet, sayuran, tanaman pangan dan
bunga.
b) Tanaman untuk dijual. Misalnya: pohon buah-buahan, bonsai dan sebagainya.

2. Tanaman semusim yang belum menghasilkan

Tanaman semusim yang belum menghasilkan disajikan sebesar biaya yang dikeluarkan
untuk pembibitan atau pembelian bibit dan penanaman tanaman semusim sampai
tanaman tersebut siap panen. Pengklasifikasian sebagai persediaan tidak
memperhatikan jangka waktu dari saat tanam sampai panen lebih atau kurang dari
satu tahun. Tanaman semusim diperlakukan seperti halnya barang setengah jadi
(work in process) sampai dipanen.
3. Barang atau material yang digunakan secara langsung dalam proses produksi,
meliputi:
a) Bibit tanaman

Bagi entitas penjual bibit, bibit tanaman merupakan persediaan, sedangkan bagi entitas
perkebunan bibit merupakan persediaan sepanjang belum digunakan sendiri oleh
entitas untuk menghasilkan secara komersial. Jika sudah digunakan oleh entitas
sendiri untuk menghasilkan secara komersial, bibit merupakan tanaman belum
menghasilkan dalam aktiva tidak lancar (aset tidak lancar).
b) Persediaan bahan pembantu
Bahan pembantu merupakan bahan baku atau barang yang diperlukan dalam proses
transformasi untuk menghasilkan barang jadi tetapi hubungannya dalam proses tidak
langsung, misalnya: pestisida, pupuk, dan sebagainya.
c) Persediaan lain
Merupakan barang yang diperlukan dalam proses produksi entitas seperti solar, suku
cadang, dan sebagainya.
d) Barang dalam perjalanan

Barang dalam perjalanan merupakan barang atau material yang merupakan milik
entitas dan disajikan sebagai bagian dari persediaan.

Klasifikasi yang selanjutnya adalah tanaman perkebunan yang disajikan sebagai aset
tidak lancar entitas. Di lingkungan industri perkebunan, aset tidak lancar berupa aset
biologis ini sering juga disebut dengan akun tanaman produksi. Tanaman produksi
disajikan dalam laporan posisi keuangan entitas sebagai tanaman perkebunan yang
merupakan bagian dari kelompok aset tidak lancar (Pedoman Akuntansi Perkebunan

12
BUMN, 2011). Akun tanaman perkebunan ini merupakan tanaman menghasilkan
yang memiliki umur ekonomis panjang. Akun ini terdiri dari :
1. Tanaman belum menghasilkan
Akun ini mengakomodasi penyajian tanaman yang belum menghasilkan dan nantinya
dapat dipanen lebih dari satu kali. Dengan menggunakan konsep biaya historis, maka
akun tanaman belum menghasilkan disajikan sebesar harga perolehan. Komponen
dari harga perolehan ini antara lain adalah biaya pembibitan, persiapan lahan,
penanaman, pemupukan, pemeliharaan, alokasi biaya tidak langsung berdasarkan
luas hektar yang dikapitalisasi, termasuk juga kapitalisasi biaya pinjaman dan rugi
selisih kurs yang timbul dari pinjaman yang digunakan untuk mendanai tanaman
belum menghasilkan selama periode-periode tertentu.
Akun tanaman belum menghasilkan dicatat sebagai aset tidak lancar namun tidak
disusutkan karena tanaman dalam akun ini belum dapat memberikan manfaat
(pendapatan) bagi entitas. Tanaman belum menghasilkan akan direklasifikasi menjadi
tanaman menghasilkan pada saat tanaman sudah dianggap bisa menghasilkan
manfaat bagi entitas. Jangka waktu tanaman ini berkembang hingga masuk dalam
tahap dapat menghasilkan ditentukan berdasarkan pertumbuhan vegetative dan
taksiran manajemen.
2. Tanaman telah menghasilkan.

Akun tanaman telah menghasilkan berisi tanaman perkebunan yang merupakan


tanaman keras dan dapat dipanen lebih dari satu kali serta telah menghasilkan
secara komersial. Tanaman dalam akun ini dicatat sebesar biaya perolehan saat
reklasifikasi dari akun tanaman belum menghasilkan dilakukan. Biaya perolehan ini
mencakup semua biaya yang telah dikeluarkan entitas sampai dengan tanaman
tersebut dapat menghasilkan secara komersial. Entitas harus melakukan penyusutan
menggunakan metode garis lurus untuk akun ini.

Dengan Konsep Fair Value

Aktivitas pengelolaan tanaman perkebunan sebagai salah satu kegiatan bisnis utama
pada entitas perkebunan merupakan aktivitas yang membutuhkan waktu relatif lama.
Selama aset ini mengalami transformasi biologis sampai dengan saatnya tanaman
tersebut mampu memberikan manfaat komersial bagi entitas, entitas tidak akan
mendapatkan aliran kas masuk yang berasal dari penjualan produk utama entitas.
Sehingga dalam tahun-tahun transformasi biologis ini entitas tidak dapat melaporkan
adanya pendapatan dalam laporan keuangannya.

13
Kondisi ini merupakan kelemahan dari penggunaan konsep biaya historis. Manajemen
dan para pengguna laporan keuangan tidak dapat menganalisis kemampuan entitas
dalam memanfaatkan peluang dan atau menghindari resiko merugikan bagi entitas.
Berdasarkan hal ini, maka ada konsep baru terkait dengan penyajian aset biologis
dalam entitas perkebunan, yaitu konsep fair value.

Entitas diperbolehkan mengukur aset tidak lancarnya dengan menggunakan revaluation


model jika penyajian menggunakan konsep fair value. Penggunaan revaluation
model ini akan mencatat aset tersebut dalam nilai wajarnya. Sama dengan konsep
sebelumnya, penyajian dengan fair value tetap mengklasifikasikan aset biologis
entitas perkebunan menjadi dua kelompok besar yaitu persediaan dan aset tidak
lancer

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Martini (2012), produk hasil
pertanian adalah hasil panen aktiva (aset) biologis entitas. Produk hasil pertanian ini
dalam industri perkebunan sama dengan produk hasil perkebunan yang digolongkan
sebagai persediaan. Sesuai dengan yang diterangkan dalam IAS 41, produk hasil
pertanian (persediaan) yang dipanen dari aset biologis entitas harus diukur pada saat
panen sebesar nilai wajar dikurangi dengan biaya pada saat penjualan.

Untuk kelompok akun aset tidak lancar, juga dibagi menjadi akun tanaman
belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan. Menurut IAS 41, aset biologis
yang masuk dalam kelompok aset tidak lancar ini harus diukur pada saat pengakuan
awal dan pada setiap tanggal neraca sebesar nilai wajarnya dan dikurangi dengan
estimasi biaya pada saat penjualannya. Jika pada saat pengakuan awal, entitas tidak
dapat menentukan nilai wajarnya dengan andal, maka aset biologis ini diukur
berdasarkan biaya perolehannya dikurangi dengan akumulasi depresiasi dan
akumulasi kerugian penurunan nilai. Namun, ketika entitas telah dapat mengetahui
nilai wajar dari aset biologis ini dengan andal, maka aset ini harus diukur pada nilai
wajarnya dikurangi dengan estimasi biaya saat penjualan.

Berbeda dengan penggunaan konsep biaya historis, pada konsep fair value
ini, tidak ada akun akumulasi penyusutan dalam penyajian tanaman perkebunan
yang telah menghasilkan. Entitas wajib melakukan pengukuran kembali (revaluation)
atas tanaman perkebunan yang telah menghasilkan sesuai dengan nilai wajarnya
dan dikurangi dengan estimasi biaya saat penjualan, jika entitas menggunakan
metode ini. Jika ada selisih dalam tahap pengukuran kembali ini, bisa berupa
kerugian atau keuntungan, entitas wajib memasukkannya dalam item laporan laba
rugi periode berjalan.

14
Apabila entitas menggunakan konsep fair value dalam mengukur dan
menyajikan aset biologisnya, maka entitas harus menyajikan daftar rekonsiliasi
perubahan atas nilai tercatat pada tanaman perkebunan di antara awal dan akhir
periode berjalan. Daftar rekonsiliasi ini berisi mengenai ringkasan: penurunan akibat
penjualan, penurunan akibat panen, kenaikan yang diakibatkan penggabungan
usaha, selisih kurs bersih akibat translasi laporan keuangan entitas asing, dan
berbagai sumber perubahan lainnya.

Pengukuran menggunakan konsep fair value ini menjawab kelemahan


penyajian aset biologis jika menggunakan konsep biaya historis. Dengan konsep ini,
entitas tetap dapat mengetahui laba atau rugi bersih yang dialaminya pada periode-
periode selama proses transformasi biologis pada tanaman perkebunan sampai
tanaman tersebut dapat menghasilkan manfaat ekonomis bagi entitas.

II.5. Bunga, Biaya Overhead dan Selisih Kurs


Bunga
Pengakuan pendapatan bunga mengikuti konsep akuntansi akrual, dan
diakuimenggunakan metode suku bunga efektif.Suku bunga efektifadalah suku bunga
yangsecara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas masa
depan(mencakup seluruh komisi dan bentuk lain yang dibayarkan dan diterima oleh
parapihak dalam kontrak yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suku
bungaefektif, biaya transaksi dan premium dan diskonto lainnya) selama perkiraan
umurinstrumen keuangan, atau, jika lebih tepat, digunakan periode yang lebih
singkatuntuk memperoleh nilai tercatat bersih dari aset keuangan pada saat pengakuan
awal.Metode suku bunga efektifadalah metode yang digunakan untuk menghitung
biayaperolehan, di amortisasi dari instrumen keuangan dan metode untuk
mengalokasikanpendapatan bunga atau biaya selama periode yang relevan.Pendapatan
diakui berdasarkan suku bunga efektif untuk instrumen keuangan selain dari instrumen
keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi.

Biaya Overhead
Adalah biaya produksi yang tidak masuk kedalam biaya bahan baku atau biaya tenaga kerja
langsung.
Terdapat beberapa pandangan terhadap Biaya Overhead yang dibebankan pada Aset Tetap :

15
1. Pandangan Pertama menyatakan bahwa biaya Overhead Tidak bisa dibebankan kepada
Aset tetap karena dapat meningkatkan Net Income pada tahun berjalan. Mereka memiliki
anggapan bahwa unsur biaya ini termasuk biaya tetap sehingga harus dibebankan pada
kegiatan normal periode berjalan.
2. Pandangan kedua menginginkan hanya biaya overhead yang variable saja boleh
dibebankan pada aktiva tetap. Alasannya ialah bahwa biaya overhead yang variable tidak
berpotensi meningkatkan net income tahun berjalan
3. Pandangan ketiga menyatakan bahwa biaya overhead dapat dibebankan kepada aktiva
tetap secara proporsional sesuai prosedur dan kesepakatan manajemen. Artinya
manajemen menganggap bahwa biaya overhead sebagai nilai yang dapat memberikan
manfaat dikemudian hari dan tidak mengganggu kegiatan produksi sehingga dapat
dibebankan pada aktiva tetap tesebut atau dikapitalisasi.

Selisih Kurs
Pada pembuatan laporan keuangan di beberapa perusahaan yang bergerak di lintas
negara akan menghadapi hal yang berkaitan dengan valuta asing. Pada PSAK sendiri sudah
diatur mengenai mata uang pelaporan dan transaksi dengan mata uang asing. Kita akan
memfokuskan hal ini pada pelaporan laporan keuangan dengan menggunakan mata uang
Rupiah. Namun, hal ini, tidak jauh berbeda jika mata uang yang digunakan untuk pelaporan
laporan keuangan di luar Rupiah, karena pada konsep nya sama.
Pada PSAK diatur untuk akun yang terdapat pada Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
dengan bentuk valuta asing harus dikonversikan ke mata uang pelaporan dengan kurs per
tanggal laporan keuangan. Hal ini akan membuat perbedaan pengakuan saat memiliki aset
dan kewajiban valas dengan pelaporan nya pada tanggal pelaporan. Perbedaan nilai tersebut
disebabkan berbedanya kurs pada saat perolehan dan kurs pada tanggal pelaporan laporan
keuangan. Perbedaan nilai akibat kurs dimasukan dalam akun laba atau rugi selisih kurs yang
dilaporkan pada laporan laba rugi.

II.6. Disclosure (Pengungkapan)


PENGUNGKAPAN ASET TETAP SESUAI DENGAN PSAK 16

Laporan keuangan mengungkapkan, untuk setiap kelompok aset tetap :

a) Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto;


b) Metode penyusutan yang digunakan;
c) Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
d) Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan akumulasi rugi
penurunan nilai pada awal dan akhir periode; dan
e) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan :
1) Penambahan
2) Aset diklasifikasi sebagai tersedia untuk dijual atau termasuk dalam kelompok lepasan
yang diklasifikasikan sebagao tersedia untuk dijual sesuai PSAK 58 (revisi 2009): Aset
Tidak Lancar yang dimiliki untuk dijual dan operasi yang dihentikan dan pelepasan
lainnya;

16
3) Akuisisi melalui kombinasi bisnis;
4) Peningkatan dan penurunan akibat dari revaluasi serta dari rugi penurunan nilai yang
diakui atau dijurnal balik dalam pendapatan komprehensif lain
5) Rugi penurunan nilai yang diakui dalam laba rugi sesuai PSAK 48
6) Rugi penurunan nilai yang dijurnal balik dalam laba rugi sesuai PSAK 48
7) Penyusutan
8) Selisih nilai tukar neto yang timbul dalam penjabaran laporan keuangan dari mata
uang fungsiona;l menjadi mata uang pelaporan berbeda, termasuk penjabaran dari
kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang pelaporan dari entitasi pelapor; dan
9) Perubahan lain

Laporan keuangan juga mengungkapkan :

a) Keberadaan dan jumlah restriksi atas hak milik dan aset tetap yang dijaminkan untuk
laibilitas;
b) Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap yang sedang dalam
pembangunan;
c) Jumlah komitmen dari pihak ketiga untuk aset tetap yang mengalami penurunan nilai,
hilang atau dihentikan yang dimasukkan dalam laba rugi, jika tidak diungkapkan secara
terpisah pada pendapatan komprehensif lain.

PENGUNGKAPAN ASET TIDAK BERWUJUD SESUAI DENGAN PSAK No.19

Suatu entitas harus mengungkapkan hal-hal berikut untuk setiap kelas aset tidak berwujud,
dipisahkan antara aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset tidak berwujud
lainnya:

a) Apakah masa manfaat tak terbatas atau terbatas, jika masa manfaat terbatas diungkapkan
amortisasi yang digunakan atau masa manfaatnya;
b) Metode amortisasi yang digunakan untuk aset tidak berwujud dengan masa manfaat
terbatas;
c) Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (secara agregat dengan akumulasi
kerugian akibat penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;
d) Unsur-unsur dalam laporan pendapatan komprehensif yang mana amortisasi aset tidak
berwujud termasuk didalamnya);
e) Pengakuan atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode menunjukkan:
1) Penambahan, secara terpisah mengindikasikan aset tidak berwujud dari
pengembangan internal, yang tidak berwujud dari pengembangan internal, yang
diperoleh secara terpisah, dan yang diperoleh melalui kombinasi bisnis;
2) Aset digolongkan sebagai asset yang dimiliki untuk dijual atau termasuk dalam
kelompok aset lepasan dan dikelompokkan sebagai dimiliki atau dijual

II.7. Revaluasi dan Impairment

A. Revaluasi

Revaluasi asset tetap

Revaluasi adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan


adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset

17
tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab
lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai
yang wajar.

Tujuan penilaian kembali :

Tujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan dapat
melakukan perhitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan
kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya.

Manfaat :

a) Neraca menunjukan posisi kekayaan yang wajar.

b) Kenaikan niali aset tetap, mempunyai konsekuensi naiknya beban penyusutan


aset tetap yang dibebankan ke dalam laba rugi, atau dibebankan ke harga pokok
produksi.

Kendala

Kendala yang dihadapi untuk melakukan revaluasi ini : Kegiatan revaluasi ini
tergolong kegiatan yang tidak mudah untuk dilaksanakan dan memerlukan biaya yang
besar untuk membayar jasa penilai.

Aset Tetap yang Dapat Dinilai Kembali

Aset tetap perusahaan yang dapat dinilai kembali adalah aset tetap berwujud
yang terletak atau yang berada di Indonesia yang dimiliki dan dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan ojek pajak.

Nilai Pasar atau Nilai Wajar

Penilaian kembali aset tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai


pasar atau nilai wajar aset tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali yang
ditetapkan oleh perusahaan jasa atau ahli penilai yang diakui/ memperoleh izin
pemerintah.

Pengukuran setelah pengakuan awal. Pada PSAK No.16 (2007) disebutkan


bahwa suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) atau model revaluasi
sebagai kebijakan akuntansi suatu entitas dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap
seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. Apabila entitas menggunakan model
biaya maka setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan
dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. Model
biaya ini sama perlakuannya dengan standar akuntansi yang sudah ada sebelumnya.
Sedangkan pada model revaluasian, setelah diakui sebagai suatu aset, suatu aset tetap

18
yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian,
yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi, dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi.Revaluasi harus
dilakukan dengan keteraturan yang cukup regular untuk memastikan bahwa jumlah
tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan
nilai wajar pada tanggal neraca.

PSAK 16 (2007) menyebutkan bahwa frekuensi revaluasi tergantung kepada


perubahan nilai wajar dari suatu aset tetap yang direvaluasi.Jika terjadi perbedaan nilai
wajar secara material dari jumlah yang tercatat maka revaluasi selanjutnya perlu
dilakukan.Beberapa aset tetap yang mengalami perubahan nilai wajar signifikan dan
fluktuatif perlu dilakukan revaluasi setiap tahun.Sedangkan untuk perubahan nilai wajar
yang tidak signifikan tidak perlu dilakukan revaluasi setiap tahun. Namun demikian, aset
tersebut mungkin perlu direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali.

Pada saat aset tetap direvaluasi, akumulasi penyusutan pada tanggal revaluasi
dapat diperlakukan dengan salah satu cara yaitu:

1. Disajikan kembali secara proporsional sehingga dengan perubahan dalam jumlah


tercatat bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan
jumlah revaluasian. Metode ini sering digunakan apabila aset direvaluasi dengan cara
memberikan indeks untuk menentukan biaya pengganti yang telah disusutkan.

2. Dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto setelah
dieliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut. Metode ini
sering digunakan untuk bangunan.
Model Revaluasi
1. Nilai wajar pada saat revaluasi minus penyusutan dan rugi penurunan nilai kumulatif
setelah revaluasi
2. Revaluasi harus dilakukan secara teratur untuk meyakinkan jumlah tercatat tidak
berbeda secara material dari nilai wajar.
3. Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama
harus direvaluasi,
4. Kenaikan nilai akibat revaluasi diakui sebagai ekuitas dalam pos surplus revaluasi,
5. Namun, jika sebelumnya telah terjadi penurunan nilai, maka kenaikan nilai berikutnya
diakui dalam laporan laba rugi sampai sebesar penurunan nilai yang diakui
sebelumnya,
6. Penurunan nilai akibat revaluasi diakui sebagai rugi dalam laporan laba rugi,

19
B. Impairment
Impairment adalah penurunan nilai aset karena nilai tercatataset (carrying amount)
melebihi nilai yang akan dipulihkan (recoverable amount) melalui penggunaan atau
penjualan asset. Impairment atau penurunan nilai terjadi nilai tercatat aset melebihi nilai
terpulihkan.

Aset Tetap
Suatu aktiva turun nilainya jika nilai tercatatnya melebih inilai yang dapat diperoleh
kembali.Penurunan nilai aktiva tersebut diakui sebagai kerugian dalam laporan keuangan.
Paragraf 7 sampai dengan 12menjelaskan indikasi kemungkinan terjadinya kerugian
penurunan nilaiaktiva: jika terdapat indikasi suatu aktiva turun nilainya, perusahaan
harusmenentukan taksiran nilai yang dapat diperoleh kembali. Jika tidak terdapatindikasi
penurunan nilai aktiva, risiko terjadinya kerugian penurunan nilaiadalah kecil, sehingga
perusahaan tidak perlu menentukan taksiran nilaiyang dapat diperoleh kembali. Pada setiap
tanggal neraca, perusahaan harus me-review ada atau tidaknya indikasi penurunan nilai
aktiva. Jika terdapat indikasi penurunan nilai aktiva, perusahaan harus menaksir
jumlahyang dapat diperoleh kembali dari aktiva tersebut

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN KERUGIAN PENURUNAN NILAI AKTIVA


Jika nilai yang dapat diperoleh kembali dari suatu aktivalebih kecil dari nilai
tercatatnya, nilai tercatat aktiva harus diturunkanmenjadi sebesar nilai yang dapat diperoleh
kembali. Penurunan ter-sebut merupakan rugi penurunan nilai aktiva dan harus segera
diakuisebagai beban pada laporan laba rugi.42Jika jumlah taksiran kerugian penurunan
nilai aktivalebih besar dari nilai tercatat aktiva, perusahaan harus mengakuikewajiban
hanya jika hal ini diwajibkan dalam PSAK lain.43Setelah kerugian penurunan nilai aktiva
diakui, beban depresiasi (amortisasi) aktiva untuk periode yang akan datang harus
disesuaikan agar mencerminkan alokasi nilai tercatat yang telah di-revisi, setelah dikurangi
nilai sisa (jika ada), secara sistematis selamasisa periode depresiasi
(amortisasi).44Pengakuan kerugian penurunan nilai suatu aktiva mungkinjuga merupakan
tanda bahwa nilai sisa, sisa periode depresiasi (amortisasi)atau metode depresiasi
(amortisasi) untuk aktiva harus di-review sesuaidengan PSAK yang berlaku bagi aktiva
tersebut.45Jika kerugian penurunan nilai diakui, semua pajak yangditangguhkan yang
terkait dengan aktiva tersebut atau kewajiban, harusditentukan sesuai dengan PSAK 46
Pajak Penghasilan, dengan memban-dingkan jumlah nilai tercatat yang telah direvisi
dengan nilai setelah pajak.Untuk setiap kelompok aktiva, laporan keuangan harus
mengungkapkan1. rugi penurunan nilai yang diakui selama periode tersebut danelemen
laporan laba rugi yang didalamnya kerugian penurunannilai telah dimasukkan;

20
dan2. pemulihan kerugian penurunan nilai yang diakui selama periodetersebut dan
elemen laporan laba rugi yang didalamnya kerugi-an penurunan nilai telah pulih.

Aset tak berwujud


Aktiva tetap tak berwujud adalah suatu aktiva yang tetap yang tidak memiliki sifat
fisik. Semua biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aktiva hingga dapat digunakan
didalam operasional perusahaan maka biaya–biaya itu dimasukkan kedalam biaya aktiva
itu. Seperti halnya aktiva tetap berwujud bahwa biaya–biaya itu harus disusutkan. Proses
penyusutan pada aktiva tetap tak berwujud disebut amortisasi. Dipandang dari sudut
kemungkinan amortisasinya, aktiva tak berwujud dapat digolongkan sebagai :
a) Aktiva tak berwujud yang adanya dibatasi dengan undang-undang, peraturan atau
persetujuan, misalnya hak paten, hak cipta dan hak merek.
b) Aktiva tidak berwujud yang tidak terbatas waktunya dan pada waktu perolehannya tidak
ada petunjuk mengenai usianya yang terbatas, misalnya biaya pendirian dan biaya pra
operasi.
Harga perolehan aktiva tak berwujud dikategorikan sebagai berikut :
a) Diamortisasikan selama jangka waktu yang dinyatakan dalam ketentuan. Bila
ternyata jangka waktu kegunaannya lebih lama atau lebih singkat dari perkiraan
semula, maka dapat dilakukan koreksi seperlunya. Aktiva yang termasuk dalam
kategori
b) Diamortisasikan sesuai pertimbangan perusahaan, asalkan amortisasi tersebut layak
dan masuk akal. Amortisasi aktiva tak berwujud dicatat dengan mendebit perkiraan
biaya amortisasi dan mengkredit perkiraan akumulasi amortisasi atau langsung ke
perkiraan aktiva yang bersangkutan.
Umur manfaat aktiva tak berwujud sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang
ditetapkan.Jika aktiva itu diperoleh dari pemerintah atau dikeluarkan oleh pemerintah maka
masa berlaku aktiva itu ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan pemerintah.
Misalnya, hak paten dibekukan masa berlaku dalam jangka waktu 17 tahun, hak
pengusahaan sumber alam dalam jangka waktu 10 tahun, dan lain – lain. Perhitungan
amortisasi biasanya dilakukan dengan metode garis lurus dan metode persentase tetap
terhadap biaya perolehan.Untuk nilai residu aktiva tetap tidak berwujud direview setiap
akhir periode.Perubahan nilai residu diperhitungkan sebagai perubahan estimasi akuntansi
(PSAK 25).

21
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Aset tetap adalah aset yang bersifat jangka panjang dan digunakan untuk kegiatan
opersional perusahaan serta memiliki masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Subsequent Expenditure (Pengeluaran Setelah Perolehan Aktiva Tetap) : Pengeluaran modal
(capital expenditure) dan Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure). Pengeluaran lain yaitu
Reparasi, pemeliharaan,improvement, betterment, penggantian dan penambahan aset tetap.
Depresiasi merupakan alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset
selama umur manfaatnya. Depresiasi terbagi menjadi tiga metode yaitu garis lurus, saldo menurun
ganda dan unit produksi.
Recognition adalah pengakuan terhadap Aktiva. Mearement adalah pengukuran terhadap
aktiva dengan dasar pengukuran biaya historis, biaya kini, nilai realisasi penyelesaian dan nilai
sekarang. Sedangkan Presentation adalah penyajian aktiva pada laporan keuangan. Dalam
akuntansi perkebunan, terdapat dua konsep penyajian aktiva biologis (tanaman) yaitu konsep biaya
historis dan konsep fair value.
Disclosure disebut juga dengan pengungkapan suatu aset pada laporan keuangan.
Pengungkapan aset tetap dan aset tak berwujud dibedakan menurut PSAK. Pada aset tak berwujud,
hasil internal dan lainnya pengungkapannya dipisahkan.
Revaluasi adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya
kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan
keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap
dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar. Sedangkan Impairment adalah

22
penurunan nilai aset karena nilai tercatataset (carrying amount) melebihi nilai yang akan dipulihkan
(recoverable amount) melalui penggunaan atau penjualan asset. Impairment atau penurunan nilai
terjadi nilai tercatat aset melebihi nilai terpulihkan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Standar Akuntansi Keuangan.2015.Exposure draf PSAK 69 : agrikultur.Jakarta:Dewan


Standar Akuntansi Keuangan IAI

Martani,Dwi dkk.2016.Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK Buku 1.Jakarta:Salemba


Empat

Rudianto.2012.Pengantar Akuntansi (Konsep dan Teknik Penyusunan Laporan keuangan), Adaptasi


IFRS.Jakarta:Erlangga

Warren, Carl S dkk.2015.Pengantar Akuntansi-Adaptasi Indonesia Edisi 25.Jakarta:Salemba Empat

Dosen Akuntansi.2017.Pengertian Aset Tetap.[online]


https://dosenakuntansi.com/pengertian-aset-tetap 14 april 2017

Info Ide Bisnis.2015-2018.Pembebanan Biaya Overhead Pada Aktiva Tetap yang Dibangun dan
Digunakan Sendiri.[Online]
https://www.infoidebisnis.com/pembebanan-biaya-overhead-pada-aktiva-tetap-yang-dibangun-dan-
digunakan-sendiri/

iii

Anda mungkin juga menyukai