Anda di halaman 1dari 18

PENGARUH BERBAGAI MACAM PERLAKUAN BIJI (Direndam Dengan H2SO4

Pekat, Diamplas dan Dicuci Dengan Air) TERHADAP PEMECAHAN DORMANSI


BIJI SRIKAYA (Annona squamosa Linn.)

A. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan biji (direndam H2SO4 pekat, diamplas dan
dicuci dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji srikaya (Annona squamosa Linn.) ?

B. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan biji (direndam H2SO4 pekat,
diamplas dan dicuci dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji srikaya (Annona
squamosa Linn.).

C. Hipotesis
Ho : Tidak terdapat pengaruh berbagai macam perlakuan (direndam dengan H2SO4 pekat,
diamplas dan dicuci dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji srikaya (Annona
squamosa Linn.).
HA : Terdapat pengaruh berbagai macam perlakuan (direndam dengan H2SO4 pekat,
diamplas dan dicuci dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji srikaya (Annona
squamosa Linn.).

D. Kajian Pustaka
A. Dormansi Biji
Benih merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan suatu komponen dasar
yang berukuran lebih kecil daripada ukuran hasil akhirnya (dewasa). Dalam budidaya
suatu tanaman, benih dapat berupa biji maupun tumbuhan kecil hasil perkecambahan dan
disebut juga sebagai bibit. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai organisme kecil
yang hidup dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam suatu kondisi
tertentu yang dapat tuumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus suatu organisme
(Sutupo, 2002).
Dormansi benih sendiri merupakan ketidakmampuan benih hidup untuk
berkecambah pada lingkungan yang optimum. Dormansi dapat disebabkan oleh keadaan
fisik dari kulit benih, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan
tersebut. Namun demikian dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat
tumbuh kembali melainkan suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme
hidup sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal.
(Fahmi, 2013).
Selain itu, benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup, akan
tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih
berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung
pada jenis tanaman dan tipe dormansinya (Sutopo, 2004). Benih yang mengalami
dormansi ditandai oleh :
 Rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air.
 Proses respirasi tertekan atau terhambat.
 Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan.
 Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.
1. Faktor –Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Dormansi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan suatu benih / biji mengalami dormansi
yaitu sebagai berikut (Elisa, 2006) :
a. Asam Absisat (ABA)
Asam absisat terjadi atau dihasilkan pada seluruh bagian tumbuhan dan
terlibat dalam terjadinya dormansi. Berbagai gejala dormansi yang dapat muncul
dengan pemberian ABA yaitu : memelihara dormansi, mengahambat
perkecambahan, menghambat sisntesis enzim pada biji yang diinduksi giberelin,
menghambat pembungaan, pengguguran tunas, pengguguran buah, penuaan daun,
dan sebagainya.
b. Kulit Biji Impermeabel Terhadap Air / O2
 Bagian biji yang impermeable : membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp,
endocarp.
 Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi
(misal subern dan lignin) pada membran.
 Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun
lingkungan. pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan
skarifikasi mekanik.
 Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji : mikrofil, kulit biji,
hilum (mekanisme higroskopisnya diatur oleh hilum).
 Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji.
Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat
dipatahkan dengan perlakuan temperature tinggi dan pemberian larutan kuat.
c. Biji Bersifat Light Sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan
intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan
fotoperiodisitas (panjang hari).
 Kuantitas Cahaya
Biji dari banyak spesies tidak akan berkecambah pada keadaan gelap, biji-
biji itu memerlukan rangsangan cahaya. Cahaya dengan intensitas tinggi dapat
meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic
(perkecambahan dipercepat oleh cahaya), jika penyinaran intensitas tinggi ini
diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang
bersifat negatively photoblastic (perkecambahan dihambat oleh cahaya) (Elisa,
2006).
 Kualitas Cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari
spektrum (650 nn), sedangkan sinar infra merah (730 nm) menghambat
perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually
antagonistic (bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi
kemudain dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan (Elisa, 2006).
 Photoperiodisitas
Salah satu faktoir penting yang merangsang dormansi adalah
fotoperioda. Hari pendek merangsang banyak tumbuhan kayu menjadi dorman.
Dalam hal respon perbungaan, daun harus diinduksi untuk menghasilkan zat
penghambat (inhibitor) atau hormon, yang akan diangkut ke tunas-tunas dan
menghambat proses pertumbuhan. Penghambatan ini dapat dihilangkan dengan
induksi hari panjang atau dengan memberikan asam giberelat (Elisa, 2006).

2. Klasifikasi Dormansi
Secara umum menurut Aldrich (1984), dormansi dikelompokkan menjadi
2 tipe yaitu :
a. Innate Dormansi (Dormansi Primer)
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri dari
dua sifat :
 Dormansi eksogenous yaitu kondisi dimans komponen penting
perkecambahan tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan kegagalan
dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut berhubungan dengan sifat
fisik dari kulit benih serta faktor lingkungan selama perkecambahan.
 Dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifat-sifat
tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya kendungan inhibitor yang
berlebih pada benih, embrio benih yang rudimeter dan sensitivitas terhadap
suhu dan cahaya.
b. Induced Dormansi (Dormansi Sekunder)
Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi karena dihilangkan
satu atau lebih faktor penting perkecambahan. Dormansi sekunder disini
adalah benih-benih pada keadaan normal maupun berkecambah, yang berada
pada sauatu keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu,
sehingga dapat menjadi kehilangan kemampuanya untuk berkecambah.
Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua
kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah , namun salah satu kondisi yang
diperlukan tidak diberikan, misalnya cahaya. Kegagalan dalam pemberian
cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya menyebabkan benih tidak dapat
berkecambah.
Sedangkan menurut Sutopo (2004), dormansi dikelompokkan menjadi 2
tipe berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji, yaitu :
a. Dormansi Fisik
Dormansi fisik disebabkan oleh pembatasan structural terhadap
perkecambahan biji, seperti kulit iji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji.
Dengan kata lain, dormansi yang mekanisme penghambtannya disebabkan
oleh organ biji itu sendiri .
Beberapa penyebab dormansi fisik adalah :
1. Impermeabilitas Kulit
Benih-benih yang termasuk dalam tipe dormansi ini disebut sebagai
“benih keras” karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya
terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di
permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin
dan bahan kutikula.
2. Resistensi Mekanis Kulit Biji Terhadap Pertumbuhan Embrio
Artinya kulit biji memliki karakteristik yang cukup kuat sehingga
menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji dihilangkan, maka
embrio akan tumbuh dengan segera.
3. Permeabilitas Yang Rendah dari Kulit Biji Terhadap Gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka
atau jika tekanan oksigen disekitar benih ditambah. Pada benih apel
misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya
sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio.
b. Dormansi Fisiologis
Dormansi fisiologis dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi
pada umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa
penghambat mmaupun perangsang tumbuh. Beberapa penyebab dormansi
fisiologis adalah :
1. Immaturity Embryo
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang
belum matang. Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat
jaringan sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang
demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada temperatur
dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai
embrionya terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah.
2. After Ripening
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan
waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dikatakan
membutuhkan jangka waktu “After Ripening”. After Ripening diartikan
sebagai setiap perubahan pada kondisi fisologis benih selama
penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah.
Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai
dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.
3. Photodormansi
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya.
Tidak hanya dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas
cahaya dan panjang hari.
3. Cara-cara Pemecahan Dormansi
Untuk mengetahui dan membedakan apakah suatu benih yang tidak dapat
berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu dipecahkan.
Masalah utama yang dihadapi pada saat pengujian daya tumbuh benih yang
dormansi adalah bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga diperlukan
cara-cara agar dormansi dapat dipersingkat. Ada beberapa cara yang telah
diketahui adalah :
a. Dengan Perlakuan Mekanis
Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi. Skarifikasi mencakup cara-cara
seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit
biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan
untuk benih-benih yang memliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan
mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih
permeabel terhadap air atau gas (Juhanda dkk, 2013).
b. Dengan Perlakuan Kimia
Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih
dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam
sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih
lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
 Perendaman Dengan Larutan Asam Sulfat (H2SO4)
Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan kerusakan pada
kulit biji dan dapat diterapkan baik pada legum dan non legum. Lamanya
perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau
pericarp dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi dan larutan
asam tidak mengenai embrio. Perendaman selama 1 – 10 menit terlalu
cepat untuk dapat mematahkan dormansi, sedangkan perendaman selama
60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan (Nugroho, 2015).
Konsentrasi larutan asam kuat seperti H2SO4 yag digunakan
bervariasi tergantung pada karakteristik kulit biji yang akan dilunakkan.
Selain itu, penggunaan asam sulfat ini dapat digunakan sebagai bahan
pembunuh cendawan atau bakteri yang membuat biji dorman
(Sutopo,2004) .
 Perendaman Dengan Larutan Kalium Nitrat (KNO3)
Penggunaan KNO3 digunakan sebagai promotor perkecambahan
dalam sebagai besar pengujian perkecambahan benih (Sipayung, 2007)
 Perendaman Dengan HCl
Asam klorida merupakan sebuah larutan akuatik dari gas hidrogen
klorida (HCl). Asam klorida adalah asam kuat. Senyawa ini juga digunakan
secara luas dalam industri. Ciri fisik asam klorida, seperti titik didih, titik
leleh, kepadatan, dan pH tergantung dari konsentrasi atau molarity dari HCl
di dalam larutan asam (Fahmi, 2013).
c. Perlakuan Perendaman Dengan Air Panas
Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan
penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke
dalm air panas pada suhu 60-70o C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin,
selama beberapa waktu. Namun perlakuannya tentu berbeda antara biji satu
dengan biji yang lainnya (Yuniarti, 2013).
d. Perlakuan Dengan Suhu
Cara yang sering dipakai adalah dengan member temperature rendah
pada keadaan lembab (stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi, sejumlah
perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan
penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang
merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis
tanaman, bahkan anatr varietas dalm satu family (Yuniarti, 2013).
e. Perlakuan Dengan Cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan
laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada beih bukan saja dalam jumlah
cahaya yang diterima tetapi juga intenstas cahaya dan panjang hari (Yuniarti,
2013).
Berikut tabel 1. tipe-tipe dormasi beserta metode pematahan dormansi (Elisa,
2006):
Metode Pematahan Dormansi
Tipe Dormansi Karakteristik
Alami Buatan

Perkembangan Dekomposisi Peretakan


embrio secara fisis bertahap pada mekanis
Dormansi terhambat karena struktur yang
mekanis danya kulit keras
biji/buah yang
keras.
Imbibisi/penyerapan Fluktuasi suhu Skarifikasi
air terhalang oleh mekanis,
Dormansi Fisis lapisan kulit pemberian air
biji/buah yang panas atau bahan
impermeable. kimia.

Buah atau biji Pencucian Menghilangkan


mengandung zat (leaching) oleh jaringan buah
penghambat air, dekomposisi dan mencuci
Dormansi
(chemical inhibitory bertahap pada bijinya dengan
Chemis
compound) yang jaringan buah. air.
menghambat
perkecambahan.
Biji gagal Pencahayaan Pencahayaan
berkecambah tanpa
adanya
Foto Dormansi pencahayaan yang
cukup. dipengaruhi
oleh mekanisme
biokimia fitokrom.
Perkecambahan Penempatan Stratifikasi ata
rendah tanpa adanya pada suhu pemberian
perlakuan dengan rendah di musim perlakuan suhu
Thermo suhu tertentu. dingin, rendah dan
Dromansi pembakaran pemberian suhu
(pemberian suhu tinggi secara
yang berfluktuasi.
berfluktuasi)
E. Variabel Penelitian
- Variabel Manipulasi (Variabel Yang Dibedakan)

a. Perlakuan pada biji srikaya (Annona squamosa Linn.)

1. Direndam dengan larutan H2SO4 pekat.

2. Diampalas dengan menggunakan kertas amplas.

3. Dicuci dengan air.

- Variabel Kontrol (Variabel Yang Disamakan)

a. Biji srikaya (Annona squamosa Linn.) sama dalam hal :

1. Jenis biji srikaya (Annona squamosa Linn.) : Satu varietas

2. Jumlah biji yang ditanam pada media : 10 biji

b. Media tanam yang digunakan sama dalam hal :

1. Jenis media tanam : Tanah

2. Banyaknya media tanam : gram

c. Tempat penanaman sama dalam hal :

1. Jenis : Gelas plastik bening.

2. Ukuran : Volume gelas plastik.

d. Letak penempatan gelas plastik yang berisi media tanam dan biji srikaya (Annona
squamosa Linn.), sama dalam hal :
1. Intesitas cahaya yang diterima biji srikaya (Annona squamosa Linn.) (yang
direndam dengan iH2SO4 pekat, diamplas dan dicuci dengan air).

- Variabel Respon :

a. Pematahan atau pemecahan dormansi pada biji srikaya (Annona squamosa Linn.).
F. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Manipulasi merupakan suatu variabel yang dibuat berbeda dan mampu
mempengaruhi atau menyebabkan munculnya variabel respon. Adapun variabel
manipulasi yang digunakan yaitu berbagai perlakuan pada biji srikaya (Annona
squamosa Linn.) :

a. Biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang direndam dengan larutan asam sulfat
pekat (H2SO4), penggunaan larutan asam sulfat bertujuan untuk peretakan kulit biji
atau pericarpsehingga memungkinkan terjadinya imbibisi. Selain itu, perlu
diperhatikan lama perendaman, agar asam sulfat tida merusak atau mengenai embrio.

b. Biji srikaya (Annona squamosal Linn.) yang diampalas kulit bijinya dengan
menggunakan kertas amplas bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras
sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas. Teknik pengamplasan dilakukan tanpa
merusak embrio di dalamnya, sehingga hanya kulit biji srikaya (Annona squamosa
Linn.) saja yang diamplas.

c. Biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang dicuci dengan menggunakan air,
bertujuan untuk menghilangkan jaringan buah yang tertingga pada biji sehingga tidak
ada lagi zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menempel pada biji
dan menghambat perkecambahan.

2. Variabel Kontrol merupakan suatu variabel yang dibuat konstan sehingga tidak
mempengaruhi hubungan anatara variabel manipulasi terhadap variabel respon. Variabel
kontrol digunakan apabila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan.
Adapun variabel yang harus dikontrol yaitu sebagai berikut :

a. Biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang digunakan harus berasal dari jenis srikaya
yang sama artinya dalam satu varietas. Selain itu jumlah biji srikaya (Annona
squamosa Linn.) yang ditanam pada setiap gelas plastik yang digunakan sebagai
tempat penanaman juga harus sama yaitu 10 biji. Hal tersebut dilakukan agar nutrisi
yang diperoleh tiap biji pada masing-masing tempat penanaman sama, sehingga tidak
mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan.

b. Media tanam yang digunakan memiliki jenis dan jumlah yang sama, dimana jenis
media yang digunakan yaitu tanah dan jumlah media yang digunakan. Hal tersebut
perlu dikontrol agar kandungan unsur hara yang diterima setiap biji sama dan tidak
akan mempengaruhi hasil perkecambahan.
c.Tempat penanaman yang diguankan untuk menanam biji srikaya (Annona squamosa
Linn.) dibuat sama yaitu dengan menggunakan gelas plastik dengan ukuran volume
gelas yang sama.

d. Letak penempatan gelas plastik yang berisi media tanam dan biji yang telah diberi
perlakuan (direndam dengan asam sulfat, diampalas, dan dicuci dengan air) harus
dibuat sama. Hal tersebut perlu dilakukan agar setiap biji memperoleh intensitas
cahaya yang sama sehingga tidak akan mempengaruhi poses perkecambahan.

3. Variabel Respon merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel manipulasi. Adapun variabel respon tersebut yaitu :

a. Pematahan atau pemecahan dormansi merupakan variabel respon yang muncul sebagai
akibat dari variabel manipulasi yang digunakan. Pematahan dormansi sendiri
merupakan suatu upaya agar biji berkulit keras dapat berkecambah dan tumbuh menjadi
individu baru setelah mengalami masa tidur (dormansi) dalam kurun waktu yang lama
karena kondisi yang tidak mendukung untuk terjadinya perkecambahan.

G. Alat dan Bahan

Alat :
1. Kertas amplas secukupnya
2. Pot (gelas plastik) 3 buah
3. Gelas kimia 1 buah
4. Neraca 1 buah

Bahan :
1. Biji srikaya (Annona squamosa Linn.) 30 biji
2. Asam sulfat pekat secukupnya
3. Air secukupnya
4. Media tanam berupa tanah
H. Rancangan Percobaan
1. Bahan dan alat yang diperlukan disiapkan
2. 30 biji srikaya (Annona squamosa Linn.) disiapkan dan dibagi menjadi 3 kelompok:
a. 10 biji dihilangkan bagian yang tidak ada lembaganya dengan menggunakan kertas
amplas dan kemudian cuci dengan air.
b. 10 biji direndam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit, kemudian cuci dengan
air.
c. 10 biji yang lain kemudian dicuci dengan air.
3. Ketiga kelompok biji tersebut ditanam pada pot dengan media tanam tanah dan pasir
dengan perbandingan 1:1. Diusahakan kondisi penanaman biji dalam keadaan sama
untuk ketiga pot.
4. Perkecambahan untuk ketiga pot tersebut diamati setiap hari selama 14 hari. Apabila
tanahnya kering dilakukan penyiraman.
5. kecepatan perkecambahan dari hasil pengamatan dibuat dalam tabel pengamatan.

I. Langkah Kerja

30 biji srikaya (Annona squamosa Linn.)

 Disiapkan

10 biji saga pohon 10 biji saga pohon 10 biji saga pohon

 Direndam dalam  Dihilangkan bagian  Dicuci dengan air


H2SO4 selama 5 yang tidak ada
menit kotiledonnya dengan
amplas

 ditanam pada pot dengan media


tanam tanah dan pasir (1 : 1),
 diusahakan penanaman biji dalam
keadaan yang sama

Biji berkecambah
 Diamati perkecambahannya untuk
ketiga pot tersebut setiap hari
selama 14 hari
Hasil praktikum pemecahan dormansi biji
saga pohon
J. Rancangan Tabel Pengamatan
Berdasarkan hasil praktikum pemecahan dormansi pada biji keras yaitu biji srikaya
(Annona squamosa Linn.) dengan beberapa teknik pemecahan dormansi yaitu direndam
dengan asam sulfat, diamplas dengan kertas amplas, dan dicuci dengan air, diperoleh hasil
sebagai berikut :
Pengamatan hari ke
No Perlakuan Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Air - - - - - - - - - - - - - - -
2 Amplas - - - - - - - - - - - - - - -

3 H2SO4 - - - - - - - - - - - - - - -

K. Rencana Analisis Data


Berdasarkan hasil kegiatan praktikum yang dilakukan mengenai “Pengaruh
Berbagai Macam Perlakuan Biji (Direndam Dengan H2SO4 Pekat, Diamplas dan Dicuci
Dengan Air) Terhadap Pemecahan Dormansi Biji Srikaya (Annona squamosa Linn.)”,
diperoleh hasil bahwa tidak ada pengaruh perlakuan biji srikaya terhadap pemecahan
dormansi biji srikaya sebagai berikut :

Pada perlakuan biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang direndam dengan larutan
asam sulfat (H2SO4) pekat selama 5 menit, maka diperoleh hasil yaitu tidak ada biji yang
tumbuh dan berkecambah.
Kemudian pada perlakuan biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang diamplas
dengan tidak merusak embrionya, diperoleh hasil yaitu tidak ada biji yang tumbuh dan
berkecambah.
Selain itu juga, pada perlakuan biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang hanya
dicuci dengan air menunjukkan yaitu tidak ada biji yang tumbuh dan berkecambah.

L. Hasil Analisis Data


Berdasarkan hasil yang diperoleeh dari percobaan “Pengaruh Berbagai Macam
Perlakuan Biji (Direndam Dengan H2SO4 Pekat, Diamplas dan Dicuci Dengan Air)
Terhadap Pemecahan Dormansi Biji Srikaya (Annona squamosa Linn.)”, maka dapat
diketahui bahwa perlakuan biji yang dapat memecah dormansi biji dari yang tercepat
hingga terlambat yaitu sebagai berikut : perlakuan biji yang direnadam dengan H2SO4
pekat, perlakuan yang diamplas, perlakuan biji yang hanya dicuci dengan air.
Perlakuan perendaman biji srikaya (Annona squamosa Linn.) dengan larutan H2SO4
merupakan perlakuan yang dapat memecah dormansi secara lebih cepat jika dibandingkan
dengan dua perlakuan yang lain. Hal tersebut dapat terjadi karena perendaman biji dengan
larutan H2SO4 pekat merupakan salah cara pemecahan dormansi fisis yang cukup baik,
dimana imbibisi/penyerapan air terhalang oleh lapisan kulit biji yang impermeable dapat
dirusakkan. Perendaman biji dengan larutan H2SO4 pekat dapat meretakkan kulit biji
(pericarp) dengan perusakan embrio atau tanpa perusakan embrio. Hal tersebut
bergantung pada lamanya proses perendaman yang dilakukan. Perendaman selama 1 – 10
menit dapat mematahkan dormansi, sedangkan perendaman selama 60 menit atau lebih
dapat menyebabkan kerusakan (Nugroho, 2015). Selain itu, hal yang perlu diperhatikan
lagi yaitu konsentrasi larutan H2SO4 yang digunakan karena setiap biji yang akan
dilunakkan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Bukan hanya itu, penggunaan
H2SO4 pekat sebagai pemecah dormansi dapat digunakan pula sebagai bahan pembunuh
cendawan atau bakteri yang membuat biji dorman, sehingga biji dapat tumbuh dan
berkecambah dengan baik (Sutopo,2004) .
Kemudian, pemecahan dormansi biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang
dilakukan dengan cara diamplas dalam pemecahan dormansi biji. Pengamplasan
merupakan pemecahan dormansi biji secara mekanis yang disebut pula dengan proses
skarifikasi. Skarifikasi merupakan salah satu proses yang dapat mematahkan dormansi
pada benih keras karena meningkatkan imbibisi benih dengan cara melukai benih sehingga
terdapat celah tempat keluar masuknya air dan oksigen (Fahmi, 2013). Setelah
dilakukannya proses pengamplasan biji srikaya, maka biji srikaya menjadi tipis. Dengan
kulit biji yang tipis air menjadi lebih mudah masuk sehingga proses imbibisi air
berlangsung cepat dan mudah yang menyebabkan proses metabolisme dalam benih
berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik
(Juhanda, dkk., 2013). Selain masuknya air, zat lain seperti oksigen yang digunakan untuk
proses respirasi selama perkecambahan berlangsung dapat masuk melalui kulit biji yang
tipis. Dengan adanya kulit biji yang tipis yang bersifat permeabel menjadikan proses
respirasi berjalan lancar sehingga mendukung terjadinya perkecambahan.
Selain itu, perlakuan biji srikaya (Annona squamosa Linn.) dengan cara dicuci
dengan air tidak dapat memecahkan dormansi biji, terbukti dari hasil yang diperoleh yaitu
tidak ada yang tumbuh dan berkecambah. Hal tersebut dapat terjadi karena proses
pencucian biji srikaya (Annona squamosa Linn.) dengan air hanya akan melepaskan sisa-
sisa buah yang masih tertinggal pada biji, bukan untuk membantu dalam proses pemecahan
dormansi sehingga imbibisi air tidak dapat berlangsung lebih cepat (Elisa, 2006). Air
hanya dapat membersihakan biji dari jaringan buah yang tertinggal sehingga pada saat
ditanam biji tidak mudah berjamur.
Akan tetapi pada praktikum dormansi pada biji srikaya ini tidak tumbuh dan
berkecambah dalam waktu yang ditentukan dikarenakan tanaman srikaya secara generatif
juga memerlukan waktu yang relatif lama, karena biji srikaya berkulit biji keras dan
mengalami dormansi. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup
tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkna pada keadaan yang secara umum dianggap
telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Pertumbuhan tidak akan terjadi
selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan
khusus terhadap benih. Adapun faktor lain yang mempengaruhi dormansi biji yaitu
kurangnya umur biji dalam pematangan buah serta kurangnya intensitas cahaya sehingga
dormansi tidak terjadi pada biji srikaya.
M. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, maka dapat disimpulakn bahwa tidak
terdapat pengaruh berbagai macam perlakuan (direndam dengan H2SO4 pekat, diamplas
dan dicuci dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji srikaya (Annona squamosa
Linn.). dikarenakan tanaman srikaya secara generatif juga memerlukan waktu yang relatif
lama, karena biji srikaya berkulit biji keras serta kurangnya umur biji dan intensitas cahaya
terhadap biji srikaya sehingga tidak mengalami dormansi biji.

N. Daftar Pustaka
Aldrich, R.J. 1984. Weed-CropEcology : Principle in Weed Management. Breton Publ.
Massachussets.
Elisa, 2006. Dormansi dan Perkecambahan Biji. http://elisa.ugm.ac.id/. Diakses 9 Mei
2017.
Fahmi, Zaki Ismail. 2013. Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Benih dengan
Skarifikasi Mekanik dan Kimiawi. Surabaya : Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan.
Juhanda, Yayuk Nurmiaty dan Ermawati . 2013. Pengaruh Skarifikasi pada Pola Imbibisi
dan Perkecambahan Benih). Jurnal Agrotek Tropika. Vol. 1 (1) : 45 – 49.
Nugroho, T.A. dan Salamah, Z. 2015. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi
Asam Sulfat (H2SO4) terhadap Perkecambahan Biji Sengon Laut (Paraserianthes
falcataria) sebagai Materi Pembelajaran Biologi SMA Kelas XII untuk Mencapai
K.D 3.1 Kurikulum 2013. Jupemasi-PBio. Vol. 2 (1) : 230-236.
Sipayung, H.N. 2010. Pengaruh Skarifikasi Bagian-Bagian Benih dan Konsentrasi
Kallium Nitrat (KNO3) Terhadap Perkecambahan Benih Palem Botol (Mascarena
lagenicaulis). Skripsi. Universitas Sumatera Utara.Medan
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya . Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Yuniarti N, Pramono AA. 2013. Upaya Mempercepat Perkecambahan Benih-Benih
Dorman Untuk Menunjang Keberhasilan Penanaman Hutan. Makassar : Prosiding
Seminar Nasional Silvikultur I dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Masyarakat
Silvikultur Indonesia.
O. Lampiran

Gambar Keterangan

Pengamplasan kulit biji Srikaya

Perendaman Biji Srikaya


dengan H2SO4

Pencampuran Media Tanam


tanah dan pasir dengan
perbandingan 1:1
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
“PENGARUH BERBAGAI MACAM PERLAKUAN BIJI (Direndam Dengan H2SO4
Pekat, Diamplas dan Dicuci Dengan Air) TERHADAP PEMECAHAN DORMANSI
BIJI SRIKAYA (Annona squamosa Linn.)

Disusun oleh:

Yulius Aldi Wicaksono (17030204092)

PENDIDIKAN BIOLOGI B 2017

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
2019

Anda mungkin juga menyukai