A. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan biji (direndam H2SO4 pekat, diamplas dan
dicuci dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji srikaya (Annona squamosa Linn.) ?
B. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan biji (direndam H2SO4 pekat,
diamplas dan dicuci dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji srikaya (Annona
squamosa Linn.).
C. Hipotesis
Ho : Tidak terdapat pengaruh berbagai macam perlakuan (direndam dengan H2SO4 pekat,
diamplas dan dicuci dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji srikaya (Annona
squamosa Linn.).
HA : Terdapat pengaruh berbagai macam perlakuan (direndam dengan H2SO4 pekat,
diamplas dan dicuci dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji srikaya (Annona
squamosa Linn.).
D. Kajian Pustaka
A. Dormansi Biji
Benih merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan suatu komponen dasar
yang berukuran lebih kecil daripada ukuran hasil akhirnya (dewasa). Dalam budidaya
suatu tanaman, benih dapat berupa biji maupun tumbuhan kecil hasil perkecambahan dan
disebut juga sebagai bibit. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai organisme kecil
yang hidup dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam suatu kondisi
tertentu yang dapat tuumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus suatu organisme
(Sutupo, 2002).
Dormansi benih sendiri merupakan ketidakmampuan benih hidup untuk
berkecambah pada lingkungan yang optimum. Dormansi dapat disebabkan oleh keadaan
fisik dari kulit benih, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan
tersebut. Namun demikian dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat
tumbuh kembali melainkan suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme
hidup sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal.
(Fahmi, 2013).
Selain itu, benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup, akan
tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih
berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung
pada jenis tanaman dan tipe dormansinya (Sutopo, 2004). Benih yang mengalami
dormansi ditandai oleh :
Rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air.
Proses respirasi tertekan atau terhambat.
Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan.
Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.
1. Faktor –Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Dormansi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan suatu benih / biji mengalami dormansi
yaitu sebagai berikut (Elisa, 2006) :
a. Asam Absisat (ABA)
Asam absisat terjadi atau dihasilkan pada seluruh bagian tumbuhan dan
terlibat dalam terjadinya dormansi. Berbagai gejala dormansi yang dapat muncul
dengan pemberian ABA yaitu : memelihara dormansi, mengahambat
perkecambahan, menghambat sisntesis enzim pada biji yang diinduksi giberelin,
menghambat pembungaan, pengguguran tunas, pengguguran buah, penuaan daun,
dan sebagainya.
b. Kulit Biji Impermeabel Terhadap Air / O2
Bagian biji yang impermeable : membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp,
endocarp.
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi
(misal subern dan lignin) pada membran.
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun
lingkungan. pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan
skarifikasi mekanik.
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji : mikrofil, kulit biji,
hilum (mekanisme higroskopisnya diatur oleh hilum).
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji.
Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat
dipatahkan dengan perlakuan temperature tinggi dan pemberian larutan kuat.
c. Biji Bersifat Light Sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan
intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan
fotoperiodisitas (panjang hari).
Kuantitas Cahaya
Biji dari banyak spesies tidak akan berkecambah pada keadaan gelap, biji-
biji itu memerlukan rangsangan cahaya. Cahaya dengan intensitas tinggi dapat
meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic
(perkecambahan dipercepat oleh cahaya), jika penyinaran intensitas tinggi ini
diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang
bersifat negatively photoblastic (perkecambahan dihambat oleh cahaya) (Elisa,
2006).
Kualitas Cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari
spektrum (650 nn), sedangkan sinar infra merah (730 nm) menghambat
perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually
antagonistic (bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi
kemudain dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan (Elisa, 2006).
Photoperiodisitas
Salah satu faktoir penting yang merangsang dormansi adalah
fotoperioda. Hari pendek merangsang banyak tumbuhan kayu menjadi dorman.
Dalam hal respon perbungaan, daun harus diinduksi untuk menghasilkan zat
penghambat (inhibitor) atau hormon, yang akan diangkut ke tunas-tunas dan
menghambat proses pertumbuhan. Penghambatan ini dapat dihilangkan dengan
induksi hari panjang atau dengan memberikan asam giberelat (Elisa, 2006).
2. Klasifikasi Dormansi
Secara umum menurut Aldrich (1984), dormansi dikelompokkan menjadi
2 tipe yaitu :
a. Innate Dormansi (Dormansi Primer)
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri dari
dua sifat :
Dormansi eksogenous yaitu kondisi dimans komponen penting
perkecambahan tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan kegagalan
dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut berhubungan dengan sifat
fisik dari kulit benih serta faktor lingkungan selama perkecambahan.
Dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifat-sifat
tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya kendungan inhibitor yang
berlebih pada benih, embrio benih yang rudimeter dan sensitivitas terhadap
suhu dan cahaya.
b. Induced Dormansi (Dormansi Sekunder)
Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi karena dihilangkan
satu atau lebih faktor penting perkecambahan. Dormansi sekunder disini
adalah benih-benih pada keadaan normal maupun berkecambah, yang berada
pada sauatu keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu,
sehingga dapat menjadi kehilangan kemampuanya untuk berkecambah.
Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua
kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah , namun salah satu kondisi yang
diperlukan tidak diberikan, misalnya cahaya. Kegagalan dalam pemberian
cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya menyebabkan benih tidak dapat
berkecambah.
Sedangkan menurut Sutopo (2004), dormansi dikelompokkan menjadi 2
tipe berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji, yaitu :
a. Dormansi Fisik
Dormansi fisik disebabkan oleh pembatasan structural terhadap
perkecambahan biji, seperti kulit iji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji.
Dengan kata lain, dormansi yang mekanisme penghambtannya disebabkan
oleh organ biji itu sendiri .
Beberapa penyebab dormansi fisik adalah :
1. Impermeabilitas Kulit
Benih-benih yang termasuk dalam tipe dormansi ini disebut sebagai
“benih keras” karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya
terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di
permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin
dan bahan kutikula.
2. Resistensi Mekanis Kulit Biji Terhadap Pertumbuhan Embrio
Artinya kulit biji memliki karakteristik yang cukup kuat sehingga
menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji dihilangkan, maka
embrio akan tumbuh dengan segera.
3. Permeabilitas Yang Rendah dari Kulit Biji Terhadap Gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka
atau jika tekanan oksigen disekitar benih ditambah. Pada benih apel
misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya
sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio.
b. Dormansi Fisiologis
Dormansi fisiologis dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi
pada umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa
penghambat mmaupun perangsang tumbuh. Beberapa penyebab dormansi
fisiologis adalah :
1. Immaturity Embryo
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang
belum matang. Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat
jaringan sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang
demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada temperatur
dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai
embrionya terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah.
2. After Ripening
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan
waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dikatakan
membutuhkan jangka waktu “After Ripening”. After Ripening diartikan
sebagai setiap perubahan pada kondisi fisologis benih selama
penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah.
Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai
dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.
3. Photodormansi
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya.
Tidak hanya dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas
cahaya dan panjang hari.
3. Cara-cara Pemecahan Dormansi
Untuk mengetahui dan membedakan apakah suatu benih yang tidak dapat
berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu dipecahkan.
Masalah utama yang dihadapi pada saat pengujian daya tumbuh benih yang
dormansi adalah bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga diperlukan
cara-cara agar dormansi dapat dipersingkat. Ada beberapa cara yang telah
diketahui adalah :
a. Dengan Perlakuan Mekanis
Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi. Skarifikasi mencakup cara-cara
seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit
biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan
untuk benih-benih yang memliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan
mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih
permeabel terhadap air atau gas (Juhanda dkk, 2013).
b. Dengan Perlakuan Kimia
Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih
dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam
sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih
lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
Perendaman Dengan Larutan Asam Sulfat (H2SO4)
Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan kerusakan pada
kulit biji dan dapat diterapkan baik pada legum dan non legum. Lamanya
perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau
pericarp dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi dan larutan
asam tidak mengenai embrio. Perendaman selama 1 – 10 menit terlalu
cepat untuk dapat mematahkan dormansi, sedangkan perendaman selama
60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan (Nugroho, 2015).
Konsentrasi larutan asam kuat seperti H2SO4 yag digunakan
bervariasi tergantung pada karakteristik kulit biji yang akan dilunakkan.
Selain itu, penggunaan asam sulfat ini dapat digunakan sebagai bahan
pembunuh cendawan atau bakteri yang membuat biji dorman
(Sutopo,2004) .
Perendaman Dengan Larutan Kalium Nitrat (KNO3)
Penggunaan KNO3 digunakan sebagai promotor perkecambahan
dalam sebagai besar pengujian perkecambahan benih (Sipayung, 2007)
Perendaman Dengan HCl
Asam klorida merupakan sebuah larutan akuatik dari gas hidrogen
klorida (HCl). Asam klorida adalah asam kuat. Senyawa ini juga digunakan
secara luas dalam industri. Ciri fisik asam klorida, seperti titik didih, titik
leleh, kepadatan, dan pH tergantung dari konsentrasi atau molarity dari HCl
di dalam larutan asam (Fahmi, 2013).
c. Perlakuan Perendaman Dengan Air Panas
Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan
penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke
dalm air panas pada suhu 60-70o C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin,
selama beberapa waktu. Namun perlakuannya tentu berbeda antara biji satu
dengan biji yang lainnya (Yuniarti, 2013).
d. Perlakuan Dengan Suhu
Cara yang sering dipakai adalah dengan member temperature rendah
pada keadaan lembab (stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi, sejumlah
perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan
penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang
merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis
tanaman, bahkan anatr varietas dalm satu family (Yuniarti, 2013).
e. Perlakuan Dengan Cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan
laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada beih bukan saja dalam jumlah
cahaya yang diterima tetapi juga intenstas cahaya dan panjang hari (Yuniarti,
2013).
Berikut tabel 1. tipe-tipe dormasi beserta metode pematahan dormansi (Elisa,
2006):
Metode Pematahan Dormansi
Tipe Dormansi Karakteristik
Alami Buatan
d. Letak penempatan gelas plastik yang berisi media tanam dan biji srikaya (Annona
squamosa Linn.), sama dalam hal :
1. Intesitas cahaya yang diterima biji srikaya (Annona squamosa Linn.) (yang
direndam dengan iH2SO4 pekat, diamplas dan dicuci dengan air).
- Variabel Respon :
a. Pematahan atau pemecahan dormansi pada biji srikaya (Annona squamosa Linn.).
F. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Manipulasi merupakan suatu variabel yang dibuat berbeda dan mampu
mempengaruhi atau menyebabkan munculnya variabel respon. Adapun variabel
manipulasi yang digunakan yaitu berbagai perlakuan pada biji srikaya (Annona
squamosa Linn.) :
a. Biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang direndam dengan larutan asam sulfat
pekat (H2SO4), penggunaan larutan asam sulfat bertujuan untuk peretakan kulit biji
atau pericarpsehingga memungkinkan terjadinya imbibisi. Selain itu, perlu
diperhatikan lama perendaman, agar asam sulfat tida merusak atau mengenai embrio.
b. Biji srikaya (Annona squamosal Linn.) yang diampalas kulit bijinya dengan
menggunakan kertas amplas bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras
sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas. Teknik pengamplasan dilakukan tanpa
merusak embrio di dalamnya, sehingga hanya kulit biji srikaya (Annona squamosa
Linn.) saja yang diamplas.
c. Biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang dicuci dengan menggunakan air,
bertujuan untuk menghilangkan jaringan buah yang tertingga pada biji sehingga tidak
ada lagi zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menempel pada biji
dan menghambat perkecambahan.
2. Variabel Kontrol merupakan suatu variabel yang dibuat konstan sehingga tidak
mempengaruhi hubungan anatara variabel manipulasi terhadap variabel respon. Variabel
kontrol digunakan apabila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan.
Adapun variabel yang harus dikontrol yaitu sebagai berikut :
a. Biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang digunakan harus berasal dari jenis srikaya
yang sama artinya dalam satu varietas. Selain itu jumlah biji srikaya (Annona
squamosa Linn.) yang ditanam pada setiap gelas plastik yang digunakan sebagai
tempat penanaman juga harus sama yaitu 10 biji. Hal tersebut dilakukan agar nutrisi
yang diperoleh tiap biji pada masing-masing tempat penanaman sama, sehingga tidak
mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan.
b. Media tanam yang digunakan memiliki jenis dan jumlah yang sama, dimana jenis
media yang digunakan yaitu tanah dan jumlah media yang digunakan. Hal tersebut
perlu dikontrol agar kandungan unsur hara yang diterima setiap biji sama dan tidak
akan mempengaruhi hasil perkecambahan.
c.Tempat penanaman yang diguankan untuk menanam biji srikaya (Annona squamosa
Linn.) dibuat sama yaitu dengan menggunakan gelas plastik dengan ukuran volume
gelas yang sama.
d. Letak penempatan gelas plastik yang berisi media tanam dan biji yang telah diberi
perlakuan (direndam dengan asam sulfat, diampalas, dan dicuci dengan air) harus
dibuat sama. Hal tersebut perlu dilakukan agar setiap biji memperoleh intensitas
cahaya yang sama sehingga tidak akan mempengaruhi poses perkecambahan.
3. Variabel Respon merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel manipulasi. Adapun variabel respon tersebut yaitu :
a. Pematahan atau pemecahan dormansi merupakan variabel respon yang muncul sebagai
akibat dari variabel manipulasi yang digunakan. Pematahan dormansi sendiri
merupakan suatu upaya agar biji berkulit keras dapat berkecambah dan tumbuh menjadi
individu baru setelah mengalami masa tidur (dormansi) dalam kurun waktu yang lama
karena kondisi yang tidak mendukung untuk terjadinya perkecambahan.
Alat :
1. Kertas amplas secukupnya
2. Pot (gelas plastik) 3 buah
3. Gelas kimia 1 buah
4. Neraca 1 buah
Bahan :
1. Biji srikaya (Annona squamosa Linn.) 30 biji
2. Asam sulfat pekat secukupnya
3. Air secukupnya
4. Media tanam berupa tanah
H. Rancangan Percobaan
1. Bahan dan alat yang diperlukan disiapkan
2. 30 biji srikaya (Annona squamosa Linn.) disiapkan dan dibagi menjadi 3 kelompok:
a. 10 biji dihilangkan bagian yang tidak ada lembaganya dengan menggunakan kertas
amplas dan kemudian cuci dengan air.
b. 10 biji direndam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit, kemudian cuci dengan
air.
c. 10 biji yang lain kemudian dicuci dengan air.
3. Ketiga kelompok biji tersebut ditanam pada pot dengan media tanam tanah dan pasir
dengan perbandingan 1:1. Diusahakan kondisi penanaman biji dalam keadaan sama
untuk ketiga pot.
4. Perkecambahan untuk ketiga pot tersebut diamati setiap hari selama 14 hari. Apabila
tanahnya kering dilakukan penyiraman.
5. kecepatan perkecambahan dari hasil pengamatan dibuat dalam tabel pengamatan.
I. Langkah Kerja
Disiapkan
Biji berkecambah
Diamati perkecambahannya untuk
ketiga pot tersebut setiap hari
selama 14 hari
Hasil praktikum pemecahan dormansi biji
saga pohon
J. Rancangan Tabel Pengamatan
Berdasarkan hasil praktikum pemecahan dormansi pada biji keras yaitu biji srikaya
(Annona squamosa Linn.) dengan beberapa teknik pemecahan dormansi yaitu direndam
dengan asam sulfat, diamplas dengan kertas amplas, dan dicuci dengan air, diperoleh hasil
sebagai berikut :
Pengamatan hari ke
No Perlakuan Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Air - - - - - - - - - - - - - - -
2 Amplas - - - - - - - - - - - - - - -
3 H2SO4 - - - - - - - - - - - - - - -
Pada perlakuan biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang direndam dengan larutan
asam sulfat (H2SO4) pekat selama 5 menit, maka diperoleh hasil yaitu tidak ada biji yang
tumbuh dan berkecambah.
Kemudian pada perlakuan biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang diamplas
dengan tidak merusak embrionya, diperoleh hasil yaitu tidak ada biji yang tumbuh dan
berkecambah.
Selain itu juga, pada perlakuan biji srikaya (Annona squamosa Linn.) yang hanya
dicuci dengan air menunjukkan yaitu tidak ada biji yang tumbuh dan berkecambah.
N. Daftar Pustaka
Aldrich, R.J. 1984. Weed-CropEcology : Principle in Weed Management. Breton Publ.
Massachussets.
Elisa, 2006. Dormansi dan Perkecambahan Biji. http://elisa.ugm.ac.id/. Diakses 9 Mei
2017.
Fahmi, Zaki Ismail. 2013. Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Benih dengan
Skarifikasi Mekanik dan Kimiawi. Surabaya : Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan.
Juhanda, Yayuk Nurmiaty dan Ermawati . 2013. Pengaruh Skarifikasi pada Pola Imbibisi
dan Perkecambahan Benih). Jurnal Agrotek Tropika. Vol. 1 (1) : 45 – 49.
Nugroho, T.A. dan Salamah, Z. 2015. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi
Asam Sulfat (H2SO4) terhadap Perkecambahan Biji Sengon Laut (Paraserianthes
falcataria) sebagai Materi Pembelajaran Biologi SMA Kelas XII untuk Mencapai
K.D 3.1 Kurikulum 2013. Jupemasi-PBio. Vol. 2 (1) : 230-236.
Sipayung, H.N. 2010. Pengaruh Skarifikasi Bagian-Bagian Benih dan Konsentrasi
Kallium Nitrat (KNO3) Terhadap Perkecambahan Benih Palem Botol (Mascarena
lagenicaulis). Skripsi. Universitas Sumatera Utara.Medan
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya . Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Yuniarti N, Pramono AA. 2013. Upaya Mempercepat Perkecambahan Benih-Benih
Dorman Untuk Menunjang Keberhasilan Penanaman Hutan. Makassar : Prosiding
Seminar Nasional Silvikultur I dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Masyarakat
Silvikultur Indonesia.
O. Lampiran
Gambar Keterangan
Disusun oleh: