Anda di halaman 1dari 23

REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN KEPMEN Nomor : /M/Kp/IX/2004

VISI
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
2025

KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI


JL. MH Thamrin No. 8 Jakarta
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG 1

1.2. POSISI DAYA SAING INDONESIA 2

1.3. TUJUAN 8

II MODAL DASAR, PELUANG DAN TANTANGAN

2.1. MODAL DASAR 9

2.2. PELUANG 9

2.3. TANTANGAN 10

III VISI IPTEK

3.1. MENGAPA 2025 13

3.2. PRINSIP DASAR 14

3.3. VISI 15

3.4. MISI 15

IV TAHAPAN PENCAPAIAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN

4.1. TAHAPAN PENCAPAIAN 16

4.2. INDIKATOR KEBERHASILAN 17


DAFTAR TABEL

Halaman

1 Peringkat Indeks Pembangunan Manusia 2

2 Peringkat Indkes Daya Saing Global 4

3 Peringkat Daya Saing Dunia 5

4 High Tech Indicator Value 2003 6


DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Global Competitiveness Ranking 2003 3

2 Neraca Perdagangan Produk Manufaktur 7


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan unsur kemajuan


peradaban manusia yang sangat penting, karena melalui kemajuan IPTEK,
manusia dapat mendayagunakan kekayaan dan lingkungan alam ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa untuk menunjang kesejahteraan dan meningkatkan kualitas
kehidupannya. Kemajuan IPTEK juga mendorong terjadinya globalisasi
kehidupan manusia karena manusia semakin mampu mengatasi dimensi jarak
dan waktu dalam kehidupannya. Perbedaan lokasi geografis dan batas-batas
negara bukan lagi merupakan hambatan utama. Permodalan, perdagangan
barang dan jasa, serta teknologi mengalir semakin bebas melampaui batas-batas
wilayah negara sehingga kebebasan suatu negara mengendalikan
perkembangan dirinya menjadi semakin terikat oleh berbagai perkembangan
internasional. Kebijakan fiskal, moneter, dan administratif di suatu negara
menjadi semakin terikat pada ketentuan dan kesepakatan internasional.

Keadaan tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi negara yang mampu


menguasai, memanfaatkan, dan memajukan IPTEK untuk memperkuat posisinya
dalam pergaulan dan persaingan antar bangsa di dunia. Disamping memiliki
kekuatan akses pasar dan finansial, negara tersebut juga memiliki keunggulan di
bidang IPTEK yang memungkinkan penetrasi pasar di negara-negara lain.
Sementara itu, pasar negara tersebut sulit diterobos oleh bangsa lain yang
kemampuan IPTEKnya tertinggal. Bahkan, untuk menghasilkan nilai yang lebih
tinggi bagi kesejahteraan bangsanya, negara tersebut dapat mengendalikan
pemanfaatan kekayaan dan lingkungan alam, baik yang berada di negaranya
maupun yang berada di negara lain. Hal ini menimbulkan ketimpangan antar
bangsa di dunia.

Kunci dari perkembangan suatu bangsa atau negara di masa yang akan datang,
terletak pada efektivitas penerapan IPTEK. Ilmu pengetahuan akan berkembang
terus dalam jangka waktu lama, serta terkait langsung dengan kemampuan
manusia yang mampu berpikir secara sistematis dan melakukan analisis secara
mendalam terhadap berbagai masalah yang ditemuinya.

Di samping itu, prospek perkembangan IPTEK di suatu negara tidak terlepas dari
kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapinya. Perubahan
lingkungan strategis yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk
didalamnya beberapa kesepakatan internasional seperti Millenium Development
Goal (MDG), World Summit on Sustainable Development (WSSD), World Summit
on Information Society (WSIS) dan sebagainya membawa implikasi dalam
meningkatkan peran IPTEK bagi kehidupan dan pembangunan bangsa.

1
1.2. POSISI DAYA SAING INDONESIA

Mengingat peranan teknologi yang sangat signifikan dalam peningkatan daya


saing suatu bangsa, United Nations Development Programme (UNDP), World
Economic Forum (WEF), Institute for International Management Development
(IMD), serta organisasi international lainnya menempatkan teknologi sebagai
salah satu faktor penentu daya saing.
Peringkat daya saing Indonesia secara global dapat dilihat dari beberapa hasil
survei dan penerbitan internasional sebagai berikut: :
1. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report)
dikembangkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) untuk
mengukur kesuksesan pembangunan suatu negara berdasarkan pencapaian
tingkat harapan hidup, partisipasi pendidikan dan pendapatan per kapita riil.
Berdasarkan Human Development Report 2004, Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia berada pada peringkat ke-111 (tingkat harapan hidup
peringkat ke-117, partisipasi pendidikan peringkat ke-118 dan pendapatan per
kapita riil peringkat ke-113) dari 177 negara pada tahun 2002.

Tabel 1. Peringkat Indeks Indonesia tersebut


Peringkat Indeks Pembangunan Manusia berada di bawah negara-negara
(Human Development Index Ranking) Asean lainnya, seperti Singapura
menempati peringkat ke-25, Brunai
Negara 1999 2000 2001 2002 Darussalam peringkat ke-33,
Singapura 26 25 28 25 Malaysia peringkat ke-59, Thailand
peringkat ke-76, sedangkan Filipina
Malaysia 61 59 58 58 peringkat ke-83. Indonesia hanya
Thailand 72 70 74 76 satu tingkat di atas Vietnam yang
Filipina 76 77 85 83 menempati peringkat ke-112 dan
lebih baik dari Kamboja yang
Brunai 32 32 31 33 menempati peringkat ke-130,
Vietnam 109 109 109 112 Myanmar peringkat ke-132 dan Laos
peringkat ke-135.
Kamboja 132 130 130 130
Indonesia 110 110 112 111
Peringkat Indonesia tersebut,
Myanmar 127 127 131 132 menunjukan bahwa sumber daya
Laos 143 143 135 135 manusia Indonesia belum memiliki
kualitas daya saing yang andal,
Sumber: Human Development Report- UNDP
pada saat negara lain berupaya
untuk mengejar kekuatan daya saingnya di era global.

2
2. Laporan Daya Saing Global (Global Competitiveness Report)
Laporan tahunan Daya Saing Global (The Global Competitiveness Report)
dikembangkan oleh World Economic Forum (WEF) untuk mengevaluasi daya
saing ekonomi suatu negara dengan menggunakan dua kriteria yaitu sisi
makro - Growth Competitiveness Index (GCI) dan sisi mikro - Business
Competitiveness Index (BCI).

GLOBAL COMPETITIVENESS RANGKING - 2003


70
Philipines
Business Competitiveness Rangking

Indonesia
60
Sri lanka
50 Vietnam
China
40
India
30 Thailand
Malaysia
Korea
20

Japan
10
Singapore

0
USA
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Growth Competitiveness Rangking

Growth Competitiveness Index menggunakan tiga parameter, yaitu


“lingkungan ekonomi makro”, “perkembangan lembaga publik”, dan “inovasi
teknologi”. Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2003–2004,
Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 102 negara pada tahun 2003,
sedangkan pada tahun 2002 menempati peringkat ke-69. Dibandingkan
dengan negara-negara tetangga di Asean, Indonesia menempati posisi
terendah (Tabel 2), Singapura menempati peringkat ke-6, Malaysia peringkat
ke-29, Thailand peringkat ke-32, Filipina peringkat ke-66, dan bahkan Vietnam
pada peringkat ke-60.

3
Business Competitiveness Index menggunakan dua parameter, yaitu
“sofistikasi strategi dan operasi perusahaan” dan “kualitas lingkungan bisnis
nasional”. Indonesia menempati peringkat ke-60 pada tahun 2003, sedangkan
pada 2002 menempati peringkat ke-64. Dibandingkan negara-negara Asean
yang lainnya, Indonesia hanya lebih baik dari Filipina yang menempati
peringkat ke-64. Singapura menempati peringkat ke-8, Malaysia menempati
peringkat ke-26, Thailand menempati peringkat ke-31, dan bahkan Vietnam
juga lebih baik dari Indonesia dan menempati peringkat ke-50.

Tabel 2
Peringkat Indeks Daya Saing Global
(The Global Competitiveness Index Ranking)
Tahun 2003
Growth Competitiveness Index Business Competitiveness
Rangking Index Rangking
Negara Strategi & Lingkungan
Lembaga Makro-
Teknologi Opreasi bisnis
Publik ekonomi
perusahaan nasional

Singapura 6 12 6 1 8 12 4

Jepang 11 5 30 24 13 6 20

Korea 18 6 36 23 23 19 25

Malaysia 29 20 34 27 26 26 24

Thailand 32 39 37 26 31 31 32

China 44 65 52 25 46 42 44

India 56 64 55 52 37 40 36

Vietnam 60 73 61 45 50 53 48

Filipina 66 56 85 60 65 48 74

Sri Lanka 68 72 72 65 57 52 59

Indonesia 72 78 76 64 60 62 61
Sumber: Global Competitiveness Report 2003-2004

Salah satu penyebab rendahnya Growth Competitiveness Index Indonesia


tersebut adalah semakin lemahnya kemampuan teknologi. Peringkat Growth
Competitiveness Index Indonesia dalam hal teknologi (terdiri dari inovasi,
telematika dan transfer technologi) menurun dari peringkat-65 di tahun 2002
menjadi peringkat-78 di tahun 2003. Dalam Business Competitiveness Index,
peringkat Indonesia pada 2003 mengalami penurunan dalam “strategi dan
operasi perusahaan”, peringkat Indonesia pada tahun 2003 memburuk dan
menempati peringkat ke-62 dibandingkan dengan tahun 2002 yang
menempati peringkat ke-59. Semua ini menunjukan bahwa kemampuan

4
penguasaan teknologi bangsa Indonesia relatif menurun dibandingkan
dengan bangsa-bangsa lainnya.
3. The World Competitiveness Yearbook (WCY)
Laporan Tahunan Daya Saing Dunia (World Competitiveness Yearbook)
disusun oleh Institute for International Management Development (IMD)
bertujuan untuk memberikan kerangka referensi dalam mengkaji bagaimana
suatu negara mengelola masa depan ekonominya dengan menempatkan
daya saing suatu negara yang ditentukan oleh empat faktor yaitu kinerja
ekonomi (economic performance), efisiensi pemerintah (government
efficiency), efisiensi bisnis (business efficiency) dan infrastruktur
(infrastructure). Berdasarkan World Competitiveness Yearbook 2004,
Indonesia terus mengalami penurunan dari peringkat-43 pada tahun 2000
menjadi peringkat-58 dari 60 negara pada tahun 2004 (Tabel 3).
Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, Indonesia memiliki
daya saing yang paling rendah (Tabel 3). Singapura berada pada peringkat-
2, Malaysia peringkat-16, Thailand peringkat-29, dan Philippines di peringkat-
52.

Dalam infrasutruktur yang terdiri dari infrastruktur dasar, teknologi, saintifik,


lingkungan dan kesehatan, serta pendidikan, posisi Indonesia menduduki
peringkat terendah, yaitu peringkat ke-60.
Tabel 3
Peringkat Daya Saing Dunia
(The World Competitiveness Ranking)
Tahun 2004
2004
NEGARA 2000 2001 2002 2003
(1) (2) (3) (4)

Singapura 2 3 8 4 2 5 1 6 9

Malaysia 26 28 24 21 16 16 16 13 30

Jepang 21 23 27 25 23 17 37 37 2

China 24 26 28 29 24 2 21 35 41

Thailand 31 34 31 30 29 9 20 23 50

Korea 29 29 29 37 35 49 36 29 27

Filipina 35 39 40 49 52 37 42 49 59

Indonesia 43 46 47 57 58 55 54 58 60
Catatan:
1 - Economic Performance; 2 - Government Efficiency; 3 - Business Efficiency; 4 – Infrastructure
Sumber: World Competitiveness Yearbook 2004

5
4. Indikator Daya Saing Berbasis Teknologi (Indicators of
Technologi-Based Competitiveness)
Rendahnya kemampuan Indonesia dalam penguasaan teknologi juga
tercermin dalam laporan “Indicators of Technologi-Based Competitiveness”
yang disusun oleh National Science Foundation – USA yang menunjukkan
tingkat dayasaing teknologi tinggi Indonesia jauh berada di bawah negara
Korea, Taiwan, Singapore, China, dan Thailand, sebagaimana ditunjukkan
dalam tabel 4 berikut ini:

Tabel 4
High Tech Indicator Value 2003
Output Technological Sosio- National
Indicator Productive Infrastructure Economic Orientation
Negara (Input ndicator)
Tech Capacity Infrastructure (Input
Standing (Input Indicators) Indicator)
USA 93.9 82.8 92.7 86.4 79.8
Jepang 81.6 80.3 73.8 67.0 76.4
Singapura 52.4 40.5 46.7 84.2 83.8
Korea 46.4 52.3 45.2 81.1 80.4
Malaysia 32.8 34.2 28.8 64.9 73
China 49.3 49.6 55.2 55.0 63.0
Thailand 20.0 30.9 51.0 67.5 47.7
Indonesia 24.8 27.7 20.7 39.1 45.1
Filipina 19.6 45.0 24.0 55.0 59.3
Sumber: Indicators of Technology-Based Competitiveness of 33 Nations – Technology Polcy
Assessment Center –Georgia Institute of Technology - USA

6
5. Neraca Perdagangan

Rendahnya kemampuan Indonesia dalam penguasaan teknologi juga


tercermin dari neraca Perdagangan Produk Manufaktur. Walaupun ekspor
produk manufaktur terus meningkat, neraca perdagangannya cenderung
negatif karena impor produk barang modal dengan kepadatan teknologi
menengah dan tinggi terus meningkat pula.
Selain itu studi UNIDO – “Indonesia: Strategy for Manufacturing

Neraca Perdagangan Produk Manufaktur


Tahun 1991 - 2001 (Juta US$)
20.000,00
15.000,00
10.000,00
Juta US$

5.000,00
0,00
-5.000,00
-10.000,00
-15.000,00
1991 1992 1993 2000 2001 2002

T eknologi T inggi -2.539,20 -2.827,20 -2.775,20 6.866,20 5.603,80 3.698,80

T eknologi Menengah -9.728,10 -8.058,30 -10.013,80 -6.689,50 -6.429,50 -6.445,20

T eknologi Rendah 5.413,00 7.519,00 10.092,50 14.441,20 12.957,90 14.587,20

Competitiveness” (November 2000), menjabarkan bahwa sebenarnya daya


saing industri manufaktur Indonesia telah mengalami penurunan sejak
pertengahan dekade 1990 sebelum krisis moneter terjadi. Studi itu
mengidentifikasi sejumlah kondisi yang mengakibatkan daya saing industri
manufaktur di Indonesia melemah, antara lain disebabkan oleh :

• Tingginya tingkat ketergantungan pada impor input produksi;


• Jenis produk ekspor sangat terbatas (plywood, textile, garments,
footware, electronics) dan sasaran pasar eksporpun sangat sempit
(USA, Japan, Singapore).
• Tidak terjadinya pendalaman teknologi. Pada umumnya industri
merupakan kegiatan perakitan yang komponen impornya mencapai
sekitar 90% dan mengandalkan biaya buruh yang murah.

7
Studi tersebut memberikan masukan bahwa untuk meningkatkan daya saing
industri manufaktur Indonesia, diperlukan upaya pengembangan industri
pemasok dan industri penunjang, mendiversifikasi basis kegiatan manufaktur,
dan melaksanakan pendalaman teknologi di sektor manufaktur, antara lain
dengan mengembangkan :
• Jaringan productivity centers and technical institutes;
• Supplier and vendor network;
• Reverse-engineering dan pengadopsian kemajuan teknologi;
• Visi strategis tentang ke mana Indonesia akan memposisikan dirinya
dalam melaksanakan industrialisasi.
Hal ini berarti bahwa, Visi dan kebijakan strategis pembangunan IPTEK harus
selaras dengan visi dan kebijakan strategis pembangunan industri. Kenyataan
ini membawa konsekuensi bahwa IPTEK harus menjadi politik negara.

Beberapa kondisi di atas menunjukkan bahwa perkembangan sumber daya


IPTEK (S&T resource advantage) belum memberikan sumbangan yang
signifikan bagi pembentukan keunggulan posisi (positional advantage)
Indonesia dalam meningkatkan daya saing.

1.3. TUJUAN

Tujuan Penyusunan Visi IPTEK 2025 adalah :

1) Mempersiapkan arah dan tahapan pencapaian pembangunan bidang IPTEK


yang mempertimbangan kecenderungan/ perubahan di masyarakat;
2) Menjadi acuan bagi penyusunan tahapan kebijakan strategis pembangunan
nasional IPTEK;
3) Memperjelas posisi penetrasi IPTEK ke dalam pembangunan bangsa;
4) Mewujudkan kesejahteraan bangsa dan meningkatkan daya saing dan
harga diri bangsa, tercermin dari bagaimana cara mencapainya.

Metode dalam penyusunan Visi IPTEK 2025 antara lain menggunakan : studi
banding (benchmark) dengan visi beberapa negara lain; brain storming; analisis
kuantitatif & kualitatif; scenario planning dan lain-lain.

8
BAB II
MODAL DASAR, PELUANG DAN TANTANGAN

2.1. MODAL DASAR

Modal dasar yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas


penelitian, pengembangan dan rekayasa yang berlandaskan pada sistem
inovasi nasional, antara lain adalah :

• Potensi sumber daya manusia dan sumber daya IPTEK lainnya;


• Variasi pilihan pemanfaatan, pengembangan, penguasaan IPTEK;
• Keanekaragaman sumber daya alam;
• Dunia usaha skala besar, menengah dan kecil;
• Potensi pasar dalam negeri;
• Keanekaragaman budaya dan pengetahuan tradisional (traditional
knowledge);
• Proses demokrasi politik.

Semua modal dasar dapat didayagunakan apabila pembangunan IPTEK


ditunjang oleh perangkat kelembagaan dan iklim yang kondusif bagi
pengembangan sistem inovasi nasional. Sistem inovasi nasional ini merupakan
landasan pemikiran yang menyeluruh untuk pembangunan IPTEK yang
mencakup pilar-pilar utama seperti sumber daya manusia, teknologi dan modal
yang berinteraksi secara harmonis, yang dikemas dalam sektor-sektor produksi,
lembaga-lembaga litbang; perguruan tinggi; dunia usaha; lembaga keuangan
dan lain-lain yang mempunyai kesamaan pemahaman, keserempakan tindak dan
keterpaduan yang menyeluruh.

2.2. PELUANG

Berbagai aspek penting yang dapat dijadikan peluang dan dimanfaatkan dalam
pengelolaan, pengembangan, penumbuhan dan penguasaan IPTEK, antara lain :

• Membaiknya Perekonomian Nasional Indonesia


Diperkirakan antara tahun 2005 – 2020 ekonomi Indonesia dapat tumbuh
dengan laju rata-rata sekitar 6 persen per tahun.

9
• Semangat Reformasi dan Demokrasi.
Semangat reformasi dapat dijadikan momentum untuk mengadakan
perubahan mendasar di segala bidang, termasuk dalam upaya pemanfaatan,
pengembangan dan penguasaan IPTEK.

• Perkembangan IPTEK
Kepesatan kemajuan IPTEK pada dua dasawarsa terakhir memberikan
sumbangan berharga dalam bentuk banyaknya pilihan IPTEK yang bisa
didayagunakan dan dikembangkan dalam rangka mendukung penguatan
ekonomi dan daya saing untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
peradaban bangsa.

Kecenderungan global perkembangan IPTEK dapat dipantau dan diantisipasi


secara terus menerus melalui teknik-teknik pengkajian, pemantauan dan
peramalan teknologi. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia dapat
menyeleksi, mengadaptasi, dan memfokuskan program-program IPTEK
dalam rangka penerapan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan, dan kondisi sosial budaya masyarakat.

• Meningkat dan Terbukanya Akses Informasi


Dengan berkembangnya teknologi informasi dan terbukanya akses informasi,
tuntutan konsumen terhadap barang dan jasa pun semakin meningkat. Hal ini
merupakan peluang untuk meningkatkan produktivitas dengan memperbaiki
QCD (Quality, Cost & Delivery) untuk menghasilkan barang dan jasa yang
berkualitas; meningkatkan efisiensi biaya produksi agar menghasilkan barang
dan jasa yang bernilai kompetitif (mampu bersaing); serta menambah
kecepatan pelayanan yang diberikan.

• Globalisasi
Globalisasi memberikan peluang untuk memperluas jaringan kerjasama antar
negara, khususnya bagi peningkatan kemampuan IPTEK di Indonesia.

2.4. TANTANGAN

Disamping peluang, juga terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi, di


antaranya :

• Menyelaraskan Kebijakan Pembangunan IPTEK ke dalam Kebijakan


Ekonomi
Perkembangan IPTEK berkait erat dengan kemajuan perekonomian bangsa.
Dalam upaya menciptakan stabilitas lingkungan makroekonomi, pemerintah
perlu merumuskan kebijakan industri yang berpihak terhadap penggunaan
hasil riset dan produk teknologi dalam negeri. Hasil riset tidak akan dapat
berkembang menjadi produk inovasi apabila tidak diserap oleh industri yang
mampu memproduksi barang dan jasa yang bernilai kompetitif, serta tidak
didukung oleh adanya pasar yang loyal terhadap produksi bangsa sendiri.

10
Di samping itu juga diperlukan iklim investasi yang kondusif untuk
berkembangnya kemampuan litbangyasa di dalam negeri antara lain
dengan menaikkan alokasi anggaran IPTEK dari 0.18% hingga sesuai
dengan standar UNESCO, minimal 1 % dari GDP.

• Mengurangi Besarnya Ketergantungan pada Sumber Daya di sektor


Pemerintah
Kegiatan penelitian di Indonesia sebagian besar didanai dari sektor
pemerintah. Dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi
nasional, disamping mendorong sektor publik untuk berswadana, peran
sektor swasta, khususnya untuk berinvestasi dalam kegiatan litbangpun
perlu ditingkatkan.

• Meningkatkan peran Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi dalam


Mengembangkan dan Mengakumulasikan Kemampuan Teknologi.

• Meningkatkan peran serta pemilik modal swasta dalam kegiatan IPTEK


secara bersama untuk menciptakan lapangan kerja dan
memberdayakan masyarakat ekonomi lemah untuk dapat lebih
produktif.

• Menurunkan Ancaman Degradasi Lingkungan Hidup


Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK yang bernilai ekonomis tetapi juga
ramah lingkungan, dan yang mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat setempat merupakan tantangan yang perlu perhatian serius
untuk bisa mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Adanya
persyaratan standar lingkungan tertentu pada produk-produk yang
diperdagangkan secara internasional merupakan hambatan bersaing secara
global bagi industri Indonesia.

• Meningkatkan Sumber Daya Manusia dan Partisipasi Perempuan di


bidang IPTEK

• Meningkatkan peran knowledge sebagai modal intelektual (intellectual


capital) dalam mendorong kemajuan pembangunan ekonomi.

• Meningkatkan Pemahaman Pentingnya IPTEK


Berbagai isu di atas memberikan gambaran bahwa pelaksanaan
pembangunan harus semakin dilandaskan pada kapasitas sumber daya
manusia dalam memanfaatkan, mengembangkan, serta menguasai
kemajuan IPTEK untuk mengatasi berbagai permasalahan pembangunan.
Pembinaan sumber daya manusia harus dilaksanakan sejalan dengan
berbagai upaya untuk mentransformasikan masyarakat berbudaya
pengetahuan. Pemapanan tata-nilai baru, cara berpikir, bersikap dan
berperilaku, serta keterbukaannya dalam menghadapi perubahan

11
lingkungan alam dan sosial, tanpa mengorbankan martabat serta nilai-nilai
budaya dan moral bangsa. Upaya ini haruslah ditunjang oleh penataan
semua pranata IPTEK baik yang merupakan prasarana dan sarana
keilmuan, sistem-sistem kelembagaan dan pemerintahan, ataupun
perangkat peraturan dan perundang-undangan.

12
BAB III
VISI IPTEK 2025

3.1. MENGAPA TAHUN 2025

Perkembangan global dalam perspektif IPTEK, akan mengacu pada banyaknya


invensi dan inovasi, di mana IPTEK menjadi tulang punggung pembangunan
ekonomi dan merupakan indikator harkat serta harga diri bangsa.

Hal ini tampak dari munculnya negara-negara industri baru, seperti Korea
Selatan, Thailand, Singapura (industri jasa), Malaysia, Taiwan, dan China yang
menunjukkan bahwa investasi yang didorong oleh kemajuan di bidang IPTEK
sangat terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kegiatan
IPTEK di negara-negara tersebut sangat terkait dengan sektor riil.

Negara-negara tersebut menyadari bahwa IPTEK tidak bisa dipisahkan lagi dari
upaya menegakkan martabat dan harga diri bangsa. IPTEK telah menjadi
keniscayaan untuk “mengungkit” produktivitas aktivitas ekonomi secara lebih
besar. Keniscayaan IPTEK sebagai pilar pembangunan merupakan satu-satunya
jawaban permasalahan yang muncul di negara-negara tersebut dalam upaya
menjadikan bangsa yang bermartabat, berharga-diri dan mandiri dalam tata-
pergaulan internasional.

Negara-negara tersebut juga menyadari bahwa aktivitas riset ilmu pengetahuan


dan teknologi (RIPTEK) sangat rentan pada jebakan yang dapat memutus
seluruh rantai kegiatan jika aktivitas penguasaan tidak menciptakan
keterhubungan dengan aktivitas pemberdayaan, yang pada gilirannya,
menumbuhkan kesan pemborosan sumber daya. Transformasi penguasaan
IPTEK perlu diupayakan agar dapat mencapai nilai ambang batas yang dapat
memicu dan memacu tumbuhnya kemandirian dalam upaya menciptakan
pembaharuan sumber-sumber daya RIPTEK secara keseluruhan. Untuk
mencapai tingkat itu dibutuhkan peningkatan kapasitas dan kapabilitas yang
dapat “membuktikan” bahwa aktivitas penguasaan dan pemberdayaan IPTEK
pasti akan memberikan sumbangsih bagi kehidupan negara. Oleh karena itu
diperlukan waktu yang panjang (15 – 25 tahun) untuk melakukan investasi secara
berkelanjutan sebelum teknologi potensial dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi masyarakat.

Mereka menyadari bahwa jika dalam tahun 2025 mereka tidak bisa
mempersiapkan negaranya menjadi negara yang mempunyai basis IPTEK yang
kuat, maka negara tersebut akan ditelan oleh gegap gempita kemajuan negara
lain.

13
Pengalaman dan visi IPTEK negara-negara tersebut memacu negara-negara
lain, termasuk Indonesia, untuk melakukan tinjauan ulang terhadap berbagai
kebijakan dan langkah-langkah yang telah dilakukan, serta memandang jauh ke
depan dalam kurun waktu 20 tahun mendatang ke tahun 2025.

Pada ranah ini diperlukan penyadaran seluruh elemen bangsa bahwa eksistensi
dan harga diri bangsa ini hanya akan bisa dipertahankan jika IPTEK sebagai
elemen dasar kehidupan berbangsa di masa depan dapat dikuasai dan
didayagunakan. Untuk mencapai tingkat penyadaran pada seluruh elemen
bangsa, IPTEK harus menjadi politik negara. Untuk menciptakan keberlanjutan
yang konsisten dalam upaya mewujudkan IPTEK sebagai pilar pembangunan
bangsa, diperlukan sebuah visi yang memperjelas arah pembangunan IPTEK.

3.2. PRINSIP DASAR

Pembangunan nasional di bidang IPTEK dilaksanakan berlandaskan nilai-nilai


sebagai berikut :
1) Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai
luhur budaya bangsa;
2) Keragaman atau kebhinekaan sebagai basis kewarganegaraan yang
mengandung nilai-nilai persatuan bangsa;
3) Kesejahteraan dan kemandirian, baik dalam memanfaatkan teknologi untuk
memenuhi kebutuhan dan sarana kehidupan, maupun menciptakan
teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa;
4) Budaya untuk berinovasi dan berbasis pengetahuan, dengan menekankan
pada universalitas, kebenaran ilmiah, kebebasan berpikir, serta dilandasi
dengan profesionalisme, transparansi, akuntabilitas dan tanggung jawab
ilmiah yang tinggi;
5) Pendekatan sistem yang dapat menjembatani kepentingan makro dan
mikro; serta berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan;
6) Hukum yang menjunjung keadilan dan kebenaran serta menghormati Hak
atas Kekayaan Intelektual;
7) Kesetaraan dan keadilan gender dengan memberikan peran dan
kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan dalam
memperoleh akses, peluang berpartisipasi, kontrol serta manfaat dari hasil
pembangunan.

14
3.3. VISI

Visi pembangunan IPTEK 2025 adalah :

“Mewujudkan IPTEK sebagai pendukung dan muatan utama


produk nasional untuk peningkatan peradaban, kemandirian dan
kesejahteraan bangsa”.

3.4. MISI
Misi pembangunan IPTEK 2025 adalah :
1. Menyusun kebijakan yang berpihak pada pembangunan IPTEK;
2. Membangun dan mengoptimalkan peran Usaha Kecil Menengah dan
Koperasi berbasis IPTEK;
3. Membangun Sumber Daya Manusia menuju masyarakat yang
berpengetahuan (knowledge based society) baik laki-laki maupun
perempuan, sebagai dasar pembangunan ekonomi yang berbasis
pengetahuan (knowledge based economy);
4. Meningkatkan dan mengoptimalkan peran swasta dalam kegiatan dan
investasi penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK;
5. Memberikan dukungan bagi pemeliharaan dan peningkatan kualitas
kehidupan;
6. Melembagakan IPTEK dalam kehidupan bangsa melalui penguatan sistem
inovasi nasional termasuk kesadaran pemahaman masyarakat terhadap
IPTEK.

15
BAB IV
TAHAPAN PENCAPAIAN DAN INDIKATOR
KEBERHASILAN

4.1. TAHAPAN PENCAPAIAN

Menyadari jalan panjang yang harus ditempuh, visi tersebut hanya bisa
diwujudkan dalam kerangka prioritas waktu bertahap, yaitu:
1. Pertama - Jangka Pendek
Tahap ketahanan nasional yang dilakukan pada 5 tahun pertama dengan
indikator utama dijadikannya IPTEK sebagai elemen kunci dalam tahapan
mencapai kemandirian dan ketahanan pangan, perbaikan kualitas pelayanan
kesehatan dan pendidikan, pengelolaan lingkungan termasuk pengelolaan
sumberdaya genetik, sumberdaya lahan dan air serta pemanfaatan
sumberdaya kelautan, kebumian dan kedirgantaraan secara terkendali;
Tahap Pertama untuk pencapaian kemandirian :
a. Ketahanan Pangan;
a. Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan;
b. Pengelolaan lingkungan (termasuk sumberdaya genetik, sumberdaya
lahan dan air) serta pemanfaatan sumberdaya kelautan, kebumian dan
kedirgantaraan secara terkendali.

2. Kedua – Jangka Menengah


Tahap kreasi kekayaan berbasis IPTEK (wealth creation) dalam perioda
10 tahun pertama, dengan indikator utama tercapainya kemandirian dan daya
saing di bidang transportasi dan logistik, energi, manufaktur, teknologi
informasi dan bahan baru;
Tahap kreasi asset kekayaan berbasis IPTEK (wealth creation) untuk
tercapainya kemandirian dan daya saing :

a. Transportasi dan logistik;


b. Energi;
c. Manufaktur;
d. Teknologi informasi dan komunikasi;
e. Bahan baru dan
f. Bioteknologi.

16
3. Ketiga – Jangka Panjang
Tahap percepatan kemandirian dan kesejahteraan berbasis dukungan
IPTEK dalam perncapaian waktu 20 tahun, dengan indikator utama tumbuh
dan berkembangnya kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya berbasis
IPTEK (Knowledge Based Economy-KBE) dan masyarakat yang inovatif
(innovative society).
Tahap percepatan kemandirian dan kesejahteraan berbasis dukungan
IPTEK untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya kehidupan sosial,
ekonomi, dan budaya berbasis IPTEK (Knowledge Based Economy-KBE).
Penguatan empat pilar Knowledge Based Economy-KBE menjadi tumpuan
dalam jangka panjang, yaitu :
a. Sistem Pendidikan, yang menjamin masyarakat dapat memanfaatkan
IPTEK secara luas;
b. Sistem Inovasi, (termasuk sistem HKI) yang mampu mengangkat
peneliti dan kalangan bisnis menerapkan secara komersial hasil
RIPTEK;
c. Infrastruktur Masyarakat Informasi, yang menjamin masyarakat
dapat melakukan akses secara efektif terhadap informasi dan
komunikasi;
d. Kerangka Kelembagaan, peraturan-perundangan dan Ekonomi,
yang menjamin kemantapan lingkungan makroekonomi, persaingan,
lapangan kerja dan keamanan sosial.

4.2. INDIKATOR KEBERHASILAN

1. Indikator Outcome
1) Tingkat daya saing (indicator of technology competitiveness) Indonesia
masuk dalam 5 kelompok negara termaju di ASIA.
2) Menumbuhkan kualitas masyarakat berdasarkan budaya IPTEK.
Tumbuhnya masyarakat yang berbudaya IPTEK, dan terwujudnya
pencapaian Indeks Pembangunan Manusia hingga ke 30 dan Indeks
Pencapaian Teknologi hingga 0,625, serta Indeks Pembangunan gender
pada urutan ke 50 di antara negara-negara di dunia.
3) Merealisasikan peningkatan ekspor berbasis teknologi menengah dan
tinggi hingga mencapai rasio ekspor/impor = 0.6.
4) Meningkatnya kualitas dan terjaminnya ketersediaan Lingkungan Hidup
termasuk sumber daya alam sebagai bagian ketersediaan bahan
keperluan pembangunan industri dan masyarakat.

17
18
Glossary :

1. Kaidah yang terkandung dalam Visi IPTEK 2025 adalah :


a. “Peradaban” mengandung karya IPTEK yang menyatu dengan nilai-nilai
sosial budaya yang dapat divisualkan secara abadi menjadi ciri
pertumbuhan bangsa;
b. “Kemandirian” mengandung daya serap kemajuan IPTEK, melalui
pendidikan, penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK, untuk
menumbuh-kembangkan inovasi dan memperkuat posisi daya saing
bangsa secara berkelanjutan;
c. “Kesejahteraan” mengandung keterampilan IPTEK dalam memproduksi
komoditas untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sarana kehidupan
masyarakat.

19

Anda mungkin juga menyukai