VISI
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
2025
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Halaman
I PENDAHULUAN
1.3. TUJUAN 8
2.2. PELUANG 9
2.3. TANTANGAN 10
3.3. VISI 15
3.4. MISI 15
Halaman
Halaman
Kunci dari perkembangan suatu bangsa atau negara di masa yang akan datang,
terletak pada efektivitas penerapan IPTEK. Ilmu pengetahuan akan berkembang
terus dalam jangka waktu lama, serta terkait langsung dengan kemampuan
manusia yang mampu berpikir secara sistematis dan melakukan analisis secara
mendalam terhadap berbagai masalah yang ditemuinya.
Di samping itu, prospek perkembangan IPTEK di suatu negara tidak terlepas dari
kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapinya. Perubahan
lingkungan strategis yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk
didalamnya beberapa kesepakatan internasional seperti Millenium Development
Goal (MDG), World Summit on Sustainable Development (WSSD), World Summit
on Information Society (WSIS) dan sebagainya membawa implikasi dalam
meningkatkan peran IPTEK bagi kehidupan dan pembangunan bangsa.
1
1.2. POSISI DAYA SAING INDONESIA
2
2. Laporan Daya Saing Global (Global Competitiveness Report)
Laporan tahunan Daya Saing Global (The Global Competitiveness Report)
dikembangkan oleh World Economic Forum (WEF) untuk mengevaluasi daya
saing ekonomi suatu negara dengan menggunakan dua kriteria yaitu sisi
makro - Growth Competitiveness Index (GCI) dan sisi mikro - Business
Competitiveness Index (BCI).
Indonesia
60
Sri lanka
50 Vietnam
China
40
India
30 Thailand
Malaysia
Korea
20
Japan
10
Singapore
0
USA
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Growth Competitiveness Rangking
3
Business Competitiveness Index menggunakan dua parameter, yaitu
“sofistikasi strategi dan operasi perusahaan” dan “kualitas lingkungan bisnis
nasional”. Indonesia menempati peringkat ke-60 pada tahun 2003, sedangkan
pada 2002 menempati peringkat ke-64. Dibandingkan negara-negara Asean
yang lainnya, Indonesia hanya lebih baik dari Filipina yang menempati
peringkat ke-64. Singapura menempati peringkat ke-8, Malaysia menempati
peringkat ke-26, Thailand menempati peringkat ke-31, dan bahkan Vietnam
juga lebih baik dari Indonesia dan menempati peringkat ke-50.
Tabel 2
Peringkat Indeks Daya Saing Global
(The Global Competitiveness Index Ranking)
Tahun 2003
Growth Competitiveness Index Business Competitiveness
Rangking Index Rangking
Negara Strategi & Lingkungan
Lembaga Makro-
Teknologi Opreasi bisnis
Publik ekonomi
perusahaan nasional
Singapura 6 12 6 1 8 12 4
Jepang 11 5 30 24 13 6 20
Korea 18 6 36 23 23 19 25
Malaysia 29 20 34 27 26 26 24
Thailand 32 39 37 26 31 31 32
China 44 65 52 25 46 42 44
India 56 64 55 52 37 40 36
Vietnam 60 73 61 45 50 53 48
Filipina 66 56 85 60 65 48 74
Sri Lanka 68 72 72 65 57 52 59
Indonesia 72 78 76 64 60 62 61
Sumber: Global Competitiveness Report 2003-2004
4
penguasaan teknologi bangsa Indonesia relatif menurun dibandingkan
dengan bangsa-bangsa lainnya.
3. The World Competitiveness Yearbook (WCY)
Laporan Tahunan Daya Saing Dunia (World Competitiveness Yearbook)
disusun oleh Institute for International Management Development (IMD)
bertujuan untuk memberikan kerangka referensi dalam mengkaji bagaimana
suatu negara mengelola masa depan ekonominya dengan menempatkan
daya saing suatu negara yang ditentukan oleh empat faktor yaitu kinerja
ekonomi (economic performance), efisiensi pemerintah (government
efficiency), efisiensi bisnis (business efficiency) dan infrastruktur
(infrastructure). Berdasarkan World Competitiveness Yearbook 2004,
Indonesia terus mengalami penurunan dari peringkat-43 pada tahun 2000
menjadi peringkat-58 dari 60 negara pada tahun 2004 (Tabel 3).
Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, Indonesia memiliki
daya saing yang paling rendah (Tabel 3). Singapura berada pada peringkat-
2, Malaysia peringkat-16, Thailand peringkat-29, dan Philippines di peringkat-
52.
Singapura 2 3 8 4 2 5 1 6 9
Malaysia 26 28 24 21 16 16 16 13 30
Jepang 21 23 27 25 23 17 37 37 2
China 24 26 28 29 24 2 21 35 41
Thailand 31 34 31 30 29 9 20 23 50
Korea 29 29 29 37 35 49 36 29 27
Filipina 35 39 40 49 52 37 42 49 59
Indonesia 43 46 47 57 58 55 54 58 60
Catatan:
1 - Economic Performance; 2 - Government Efficiency; 3 - Business Efficiency; 4 – Infrastructure
Sumber: World Competitiveness Yearbook 2004
5
4. Indikator Daya Saing Berbasis Teknologi (Indicators of
Technologi-Based Competitiveness)
Rendahnya kemampuan Indonesia dalam penguasaan teknologi juga
tercermin dalam laporan “Indicators of Technologi-Based Competitiveness”
yang disusun oleh National Science Foundation – USA yang menunjukkan
tingkat dayasaing teknologi tinggi Indonesia jauh berada di bawah negara
Korea, Taiwan, Singapore, China, dan Thailand, sebagaimana ditunjukkan
dalam tabel 4 berikut ini:
Tabel 4
High Tech Indicator Value 2003
Output Technological Sosio- National
Indicator Productive Infrastructure Economic Orientation
Negara (Input ndicator)
Tech Capacity Infrastructure (Input
Standing (Input Indicators) Indicator)
USA 93.9 82.8 92.7 86.4 79.8
Jepang 81.6 80.3 73.8 67.0 76.4
Singapura 52.4 40.5 46.7 84.2 83.8
Korea 46.4 52.3 45.2 81.1 80.4
Malaysia 32.8 34.2 28.8 64.9 73
China 49.3 49.6 55.2 55.0 63.0
Thailand 20.0 30.9 51.0 67.5 47.7
Indonesia 24.8 27.7 20.7 39.1 45.1
Filipina 19.6 45.0 24.0 55.0 59.3
Sumber: Indicators of Technology-Based Competitiveness of 33 Nations – Technology Polcy
Assessment Center –Georgia Institute of Technology - USA
6
5. Neraca Perdagangan
5.000,00
0,00
-5.000,00
-10.000,00
-15.000,00
1991 1992 1993 2000 2001 2002
7
Studi tersebut memberikan masukan bahwa untuk meningkatkan daya saing
industri manufaktur Indonesia, diperlukan upaya pengembangan industri
pemasok dan industri penunjang, mendiversifikasi basis kegiatan manufaktur,
dan melaksanakan pendalaman teknologi di sektor manufaktur, antara lain
dengan mengembangkan :
• Jaringan productivity centers and technical institutes;
• Supplier and vendor network;
• Reverse-engineering dan pengadopsian kemajuan teknologi;
• Visi strategis tentang ke mana Indonesia akan memposisikan dirinya
dalam melaksanakan industrialisasi.
Hal ini berarti bahwa, Visi dan kebijakan strategis pembangunan IPTEK harus
selaras dengan visi dan kebijakan strategis pembangunan industri. Kenyataan
ini membawa konsekuensi bahwa IPTEK harus menjadi politik negara.
1.3. TUJUAN
Metode dalam penyusunan Visi IPTEK 2025 antara lain menggunakan : studi
banding (benchmark) dengan visi beberapa negara lain; brain storming; analisis
kuantitatif & kualitatif; scenario planning dan lain-lain.
8
BAB II
MODAL DASAR, PELUANG DAN TANTANGAN
2.2. PELUANG
Berbagai aspek penting yang dapat dijadikan peluang dan dimanfaatkan dalam
pengelolaan, pengembangan, penumbuhan dan penguasaan IPTEK, antara lain :
9
• Semangat Reformasi dan Demokrasi.
Semangat reformasi dapat dijadikan momentum untuk mengadakan
perubahan mendasar di segala bidang, termasuk dalam upaya pemanfaatan,
pengembangan dan penguasaan IPTEK.
• Perkembangan IPTEK
Kepesatan kemajuan IPTEK pada dua dasawarsa terakhir memberikan
sumbangan berharga dalam bentuk banyaknya pilihan IPTEK yang bisa
didayagunakan dan dikembangkan dalam rangka mendukung penguatan
ekonomi dan daya saing untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
peradaban bangsa.
• Globalisasi
Globalisasi memberikan peluang untuk memperluas jaringan kerjasama antar
negara, khususnya bagi peningkatan kemampuan IPTEK di Indonesia.
2.4. TANTANGAN
10
Di samping itu juga diperlukan iklim investasi yang kondusif untuk
berkembangnya kemampuan litbangyasa di dalam negeri antara lain
dengan menaikkan alokasi anggaran IPTEK dari 0.18% hingga sesuai
dengan standar UNESCO, minimal 1 % dari GDP.
11
lingkungan alam dan sosial, tanpa mengorbankan martabat serta nilai-nilai
budaya dan moral bangsa. Upaya ini haruslah ditunjang oleh penataan
semua pranata IPTEK baik yang merupakan prasarana dan sarana
keilmuan, sistem-sistem kelembagaan dan pemerintahan, ataupun
perangkat peraturan dan perundang-undangan.
12
BAB III
VISI IPTEK 2025
Hal ini tampak dari munculnya negara-negara industri baru, seperti Korea
Selatan, Thailand, Singapura (industri jasa), Malaysia, Taiwan, dan China yang
menunjukkan bahwa investasi yang didorong oleh kemajuan di bidang IPTEK
sangat terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kegiatan
IPTEK di negara-negara tersebut sangat terkait dengan sektor riil.
Negara-negara tersebut menyadari bahwa IPTEK tidak bisa dipisahkan lagi dari
upaya menegakkan martabat dan harga diri bangsa. IPTEK telah menjadi
keniscayaan untuk “mengungkit” produktivitas aktivitas ekonomi secara lebih
besar. Keniscayaan IPTEK sebagai pilar pembangunan merupakan satu-satunya
jawaban permasalahan yang muncul di negara-negara tersebut dalam upaya
menjadikan bangsa yang bermartabat, berharga-diri dan mandiri dalam tata-
pergaulan internasional.
Mereka menyadari bahwa jika dalam tahun 2025 mereka tidak bisa
mempersiapkan negaranya menjadi negara yang mempunyai basis IPTEK yang
kuat, maka negara tersebut akan ditelan oleh gegap gempita kemajuan negara
lain.
13
Pengalaman dan visi IPTEK negara-negara tersebut memacu negara-negara
lain, termasuk Indonesia, untuk melakukan tinjauan ulang terhadap berbagai
kebijakan dan langkah-langkah yang telah dilakukan, serta memandang jauh ke
depan dalam kurun waktu 20 tahun mendatang ke tahun 2025.
Pada ranah ini diperlukan penyadaran seluruh elemen bangsa bahwa eksistensi
dan harga diri bangsa ini hanya akan bisa dipertahankan jika IPTEK sebagai
elemen dasar kehidupan berbangsa di masa depan dapat dikuasai dan
didayagunakan. Untuk mencapai tingkat penyadaran pada seluruh elemen
bangsa, IPTEK harus menjadi politik negara. Untuk menciptakan keberlanjutan
yang konsisten dalam upaya mewujudkan IPTEK sebagai pilar pembangunan
bangsa, diperlukan sebuah visi yang memperjelas arah pembangunan IPTEK.
14
3.3. VISI
3.4. MISI
Misi pembangunan IPTEK 2025 adalah :
1. Menyusun kebijakan yang berpihak pada pembangunan IPTEK;
2. Membangun dan mengoptimalkan peran Usaha Kecil Menengah dan
Koperasi berbasis IPTEK;
3. Membangun Sumber Daya Manusia menuju masyarakat yang
berpengetahuan (knowledge based society) baik laki-laki maupun
perempuan, sebagai dasar pembangunan ekonomi yang berbasis
pengetahuan (knowledge based economy);
4. Meningkatkan dan mengoptimalkan peran swasta dalam kegiatan dan
investasi penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK;
5. Memberikan dukungan bagi pemeliharaan dan peningkatan kualitas
kehidupan;
6. Melembagakan IPTEK dalam kehidupan bangsa melalui penguatan sistem
inovasi nasional termasuk kesadaran pemahaman masyarakat terhadap
IPTEK.
15
BAB IV
TAHAPAN PENCAPAIAN DAN INDIKATOR
KEBERHASILAN
Menyadari jalan panjang yang harus ditempuh, visi tersebut hanya bisa
diwujudkan dalam kerangka prioritas waktu bertahap, yaitu:
1. Pertama - Jangka Pendek
Tahap ketahanan nasional yang dilakukan pada 5 tahun pertama dengan
indikator utama dijadikannya IPTEK sebagai elemen kunci dalam tahapan
mencapai kemandirian dan ketahanan pangan, perbaikan kualitas pelayanan
kesehatan dan pendidikan, pengelolaan lingkungan termasuk pengelolaan
sumberdaya genetik, sumberdaya lahan dan air serta pemanfaatan
sumberdaya kelautan, kebumian dan kedirgantaraan secara terkendali;
Tahap Pertama untuk pencapaian kemandirian :
a. Ketahanan Pangan;
a. Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan;
b. Pengelolaan lingkungan (termasuk sumberdaya genetik, sumberdaya
lahan dan air) serta pemanfaatan sumberdaya kelautan, kebumian dan
kedirgantaraan secara terkendali.
16
3. Ketiga – Jangka Panjang
Tahap percepatan kemandirian dan kesejahteraan berbasis dukungan
IPTEK dalam perncapaian waktu 20 tahun, dengan indikator utama tumbuh
dan berkembangnya kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya berbasis
IPTEK (Knowledge Based Economy-KBE) dan masyarakat yang inovatif
(innovative society).
Tahap percepatan kemandirian dan kesejahteraan berbasis dukungan
IPTEK untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya kehidupan sosial,
ekonomi, dan budaya berbasis IPTEK (Knowledge Based Economy-KBE).
Penguatan empat pilar Knowledge Based Economy-KBE menjadi tumpuan
dalam jangka panjang, yaitu :
a. Sistem Pendidikan, yang menjamin masyarakat dapat memanfaatkan
IPTEK secara luas;
b. Sistem Inovasi, (termasuk sistem HKI) yang mampu mengangkat
peneliti dan kalangan bisnis menerapkan secara komersial hasil
RIPTEK;
c. Infrastruktur Masyarakat Informasi, yang menjamin masyarakat
dapat melakukan akses secara efektif terhadap informasi dan
komunikasi;
d. Kerangka Kelembagaan, peraturan-perundangan dan Ekonomi,
yang menjamin kemantapan lingkungan makroekonomi, persaingan,
lapangan kerja dan keamanan sosial.
1. Indikator Outcome
1) Tingkat daya saing (indicator of technology competitiveness) Indonesia
masuk dalam 5 kelompok negara termaju di ASIA.
2) Menumbuhkan kualitas masyarakat berdasarkan budaya IPTEK.
Tumbuhnya masyarakat yang berbudaya IPTEK, dan terwujudnya
pencapaian Indeks Pembangunan Manusia hingga ke 30 dan Indeks
Pencapaian Teknologi hingga 0,625, serta Indeks Pembangunan gender
pada urutan ke 50 di antara negara-negara di dunia.
3) Merealisasikan peningkatan ekspor berbasis teknologi menengah dan
tinggi hingga mencapai rasio ekspor/impor = 0.6.
4) Meningkatnya kualitas dan terjaminnya ketersediaan Lingkungan Hidup
termasuk sumber daya alam sebagai bagian ketersediaan bahan
keperluan pembangunan industri dan masyarakat.
17
18
Glossary :
19