Anda di halaman 1dari 4

cinta monyet

“Biasa aja. Kita cuman temen. Lagipula aku sama Malik kan juga tetanggaan.” Cinta membalas
dengan nada biasa. Namun terdengar berbeda ditelinga Glaga. Membuat cowok itu hanya
mengangguk lalu pamit untuk pulang. Setelah motor Glaga hilang dari pandangan Cinta, cewek itu
menghampiri Malik. Sebelum Cinta bertanya ada apa, Malik sudah menyodorkan sebungkus plastik
putih yang berisikan styrofoam tempat makan. “Apaan nih? Makasih ya,” kata Cinta ketika plastik itu
sudah berpindah ke tangannya.

“Makanan. Hari ini mama masak banyak. Dan aku jadi tumbal buat nganterin ini semua ke
tetangga.” Cinta tertawa lalu menepuk pundak Malik. “Anak baik kudu begitu. Kalau enggak berarti
durhaka.” Malik mengangguk. Lalu berkata, “Yaudah. Balik dulu ya, Ta.”

“Oke,” balas Cinta masih dengan beridiri menunggu Malik menghilang dari hadapannya. Malik
hanya tersenyum lalu kembali menggunakan penutup kepala hoodie¬-nya dan memutar arah
sepedanya. Lalu keluar dari pekarangan rumah Cinta untuk kembali aktivitasnya mengantarkan
makanan buatan mamanya. Cinta masuk kedalam rumah, menghampiri ibunya dan memberikan
plastik itu. Ibu Cinta menerima plastik itu. Lalu bertanya pada anaknya, “Dari siapa, Sayang?”

“Dari mamanya Malik.” Setelah menjawab, Cinta langsung menghilang dari hadapan sang ibu.
Berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat sebentar sebelum mandi dan les di sore hari.
Sesampainya di kamar, Cinta langsung menjatuhkan tubuhnya di ranjang kamarnya dan
memejamkan matanya. Menenggelamkan dirinya di alam mimpi yang membuatnya berakhir bangun
saat tidurnya belum ada satu jam karena mimpi buruk. Cinta mengusap dadanya. Rasa kantuknya
hilang akibat bunga tidurnya tidak indah. Meskipun dia sudah lupa akan mimpinya, rasa gelisah itu
masih ada sampai saat ini. Karena sudah tidak mengantuk, Cinta memutuskan untuk mandi.
Membersihkan diri dan selanjutnya itu sholat ashar.

“Ta, Mbak Ana udah dateng. Buruan turun.” Panggilan dari ibunya membuat Cinta segera turun
setelah menyelesaikan segala hal di kamarnya. Jam memang sudah menunjukkan pukul 16:30 dan
itu adalah waktu Cinta untuk les pelajaran dengan Mbak Ana. Tutor atau guru les private-nya.

Setelah selesai les, Cinta bergegas untuk kembali ke kamarnya. Ia mengecek ponselnya dan tidak
ada chat dari Glaga. Cinta berpikir, apakah Glaga masih marah dengannya karena hal tadi? Tapi hal
itu segera ditepisnya karena inta tahu bahwa Glaga paham jika Cinta dan Malik sudah tidak ada
apa-apa. Bahkan tidak pernah ada apa-apa diantara mereka. Akhirnya, Cinta berinisiatif untuk
mengirimi Glaga pesan melalui aplikasi sosial yang dimilikinya. Pesan itu hanya berakhir dibaca,
tanpa dibalas Glaga. Membuat Cinta sebal karena Glaga kekanakan. Sampai akhirnya Cinta
meninggalkan ponselnya dan memilih untuk mengerjakan tugasnya. Iya, ini baru hari pertama Cinta
masuk tapi semua guru yang masuk di kelasnya sudah memberikan tugas. Tak terkecuali Bu Nur,
guru matematika yang menghukum Cinta tadi.
Belum lama Cinta belajar, tangannya sudah gatal untuk mengambil ponselnya. Matanya berbinar
ketika melihat Glaga membalas pesannya.

Glaga : gimana, ta?


Cinta : ngga. aku kira kamu marah

Glaga : engga

Glaga : besok berangkat bareng?

Cinta : nggak. bsk dianter, ga

Glaga : oke

Udah gitu aja? Cinta membatin ketika Glaga hanya menjawab dengan dua huruf. Sebenarnya, Cinta
antara gemas sama pengen marah-marah. Dia kan cowok, kenapa sensi banget. Biasanya Glaga
enggak pernah kaya gitu.

Dilain tempat, seorang cowok tengah berdiri di balkon kamarnya. Matanya menerawang dengan
menata bulan yang tamak malu-malu memerlihatkan dirinya. Pikirannya menerawang, memikirkan
kejadian tadi siang di rumah pacarnya. Malik, ia tahu cowok itu. Tetangga Cinta yang dulu sebelum
mereka jadian selalu ulang bersama Cinta karena rumah mereka dekat. Dan Glaga juga tahu kalau
Malik adalah cinta monyet Cinta.

Masih dengan ponsel yang ada digenggamannya, ia kembali membuka dan melihat wallpaper yang
muncul. Foto dirinya bersama Cinta saat mereka berjalan-jalan ke salah satu kafe yang berdelatan
dengan tempat foto. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk fotobox. Glaga tersenyum,
mengingat ketika hari itu adalah hari dimana mereka merayakan ulang tahun Glaga. Cinta
memeberinya kejutan dan hadiah tas yang sampai saat ini selalu digunakannya. Dan dengan rasa
bersalah, ia menelpon Cinta. Menunggu pacarnya itu untuk mengangakat tapi sampai ketiga kalinya
ia menlon Cinta tak kunjung mengangkatnya. Lalu Glaga melihat jam dilayar ponselnya, ternyata
jam sudah menunjukkan pukul 21:00 dan kemungkinan besar Cinta sudah tidur. Karena Glaga ahu
Cinta bukan tiikal orang yang mengidap insomnia atau semacamnya yang menyebabkan tak
kunjung mengantuk hingga malam atau dini hari, melainkan orang yang belum jam sembilan atau
seuluh malam sudah mengantuk. Karena tidak bisa menghubungi Cinta, akhirnya Glaga
memutuskan untuk bermain ponsel. Bukan macam-macam, hanya permainan RPG yang memang
banyak digandrungi gamers saat ini.

Pagi hari, Cinta yang sudah siap dengan seragam OSIS-nya segera keluar dari kamarnya dan
berjalan menuju ruang makan. “Pagi, Bun, Yah,” sapanya kepada kedua orangtuanya lalu
menjatuhkan pantatnya ke kursi yang sebelumnya udah ia tarik agar dirinya bisa duduk. “Pagi,”
sapaan balik itu berasal dari kedua orangtuanya. Setelah semua makanan siap, Cinta segera
menyantap nasi gorengnya dan setelah selesai ia meminum air putih yang terletak tak jauh dari
piring nasinya. Setelah selesai, ia menunggu ayahnya dan tidak perlu waktu lama, ayahnya sudah
siap dan Cinta segera masuk ke dalam mobil ayahnya. Di dalam mobil, atmosfer terasa kaku. Cinta
tidak terbiasa bercerita dengan ayahnya. Dari kecil, ayahnya sering keluar kota, menyebabkan ia
lebih terbiasa dnegan sang ibu. Namun, Cinta yang pada dasarnya memang cerewet mampu
membawa suasana dengan bercerita tentang kelas barunya. Sesekali sang ayah juga bertanya
mengenai nilai maupun Glaga. Iya, ayah Cinta mengenal Glaga. Cowok itu pernah beberpaa kali
bertemu ayah Cinta dan berbincang sebentar.

Sesampainya didepan sekolah, Cinta segera turun. Tak lupa ia berpamitan kepada sang ayah. Lalu
membuka pintu mobilnya dan berjalan menuju kelasnya berada. Saat melewati parkiran tak sengaja
Cinta bertemu dengan Glaga. Cowok itu berjalan menghampiri Cinta. Berjalan disebelahnya namun
diacuhkan oleh Cinta. Glaga yang gemas segera menarik tas Cinta. Membuat cewek itu langsung
berhenti dan menoleh ke Glaga. Memelototkan matanya kepada cowok itu yang hanya dibalas
cengegesan. “Cewek, jangan marah bisa kali.” Glaga menggoda Cinta. Membuat Cinta semakin
malas dan berjalan menuju kelasnya dengan langkah lebih cepat. Glaga kembali mengejarnya, lalu
menjawil lengan Cinta. “Cewek, tambah gemes deh kalau lagi marah.” Cinta langsung berhenti. Lalu
menatap Glaga, “Kamu kenapa sih? Aku mau ke kelas. Berisik mulu dari tadi.”

“Ya aku telpon semalem nggak diangkat.” Glaga hanya beralasan. Ia hanya mau mengobrol dengan
Cinta setelah menyesal mengacuhkan Cinta karena alasan tidak berdasar. “Aku udah tidur.” Glaga
sudah menebak namun ia hanya pura-pura tidak tahu dan berjalan bersama Cinta. Cewek itu sudha
lupa akan rasa marahnya. Sesampainya di kelas, Cinta langsung masuk, dan Glaga kembali
melanjutkan jalannya yang hanya berjarak beberapa meter dari kelas Cinta. Ia masuk ke dalam
kelasnya, melihat keadaan kelas dan mencari ransel milik Yudha, teman sebangkunya. Setelah
menemukan ransel Yudha, ia segera meletakkan ranselnya disebelah ransel Yudha dan duduk.
Membuka ponselnya dan memainkan game RPG itu kembali.

“Weh, kelakuan ketua kelas pagi-pagi tuh ngingetin anggotanya buat piket. Bukan main game dan
asik sendiri.” Suara Yudha membuat Glaga langsung terlonjak dari duduknya. Pasalnya, Yudha
berbicara seperti itu dari samping dan menepuk bahu Glaga dengan keras. Dan benar, disaat hari
pertama kemarin masuk, dilakukan pemilihan ketua kelas beserta seksi-seksinya. Entah berasal ide
darimana, sebagian teman kelasnya menunjuk dirinya untuk menjadi ketua kelas. Tentu saja Glaga
menolak! Yang benar saja ia menjadi ketua kelas, bukannya ia tak mampu, tapi ia malas karena
beban seorang ketua kelas itu berat. Tapi dengan kompornya, beberapa teman cowoknya berkata
bahwa tidak apa, yang membuat wali kelasnya juga menasehati Glaga agar mau dan akhirnya, mau
tidak mau Glaga menerima jabatan itu untuk diembannya selama satu tahun kedepan.

“Siapa yang mau jadi ketua kelas? Kalian aja pada kampret! Kompor buat milih gue jadi ketua
kelas.” Yudha hanya tertawa dikatai seperti itu. Lalu duduk disebelah Glaga dan mereka berbincang
banyak sampai akhirnya bel masuk berbnyi.

Terik matahari di kota Semarang memancar dengan begitu kuat. Panasnya membuat beberapa
orang malas untuk keluar rumah atau melakukan aktivitas. Kecuali anak kelas Glaga yang masih
semangat bermain futsal setelah jam olahraga mereka usai. Hari ini jadwal kelas Glaga memang
cukup melegakan. Terdiri dari tiga jam pelajaran agama, lalu tiga jam olahraga dan dilanjutkan
dengan dua jam pelajaran PKWU yang lebih sering kosong lalu pelajaran SBK yaitu menggambar
proyeksi. Sekolah Glaga memang hanya 5 hari dan setiap senin sampai kamis ia akan pulang pukul
15:00 sedangkan pada hari jumat pulang pukul 11:30. Glaga dan teman-temannya dengan
semangat bermain futsal. Mengoper bola kesana kemari dan berusaha memasukkan bola itu ke
gawang lawan. Glaga yang memang menjadi penyerang membawa bola itu untuk dimasukkan
kedalam gawang lawan yang dijaga oleh Bangkit. Ia terus mengiring bola itu, lalu mengopernya
kepada Iqbal dan dari Iqbal bola akan dioper ke Satria, tapi saat Satria akan menembakkan bola itu
ke gawang Bangkit, dengan mudahnya bola itu berpindah tangan ke Ario yang notabenenya adalah
musuh mereka. Sampai pada akhirnya, bola yang dibawa Ario dioper ke teman satu tim-nya dan
berhasil membobol gawang tim Glaga. Semangat Glaga semakin berkobar melihat gawangnya
kebobolan. Jika dalam sebuah komik, dibelakang tubuh Glaga sudah dipenuhi dengan api yang
berkobar. Dan dengan tekad bulat, ia mengejar bola dari tim lawannya lalu mengambil alih dan
membawanya dengan lihai. Kakinya seakan tak perlu diarahkan dan mampu sendiri untuk berjalan
secara otomatis membawa bola itu agar masuk ke dalam gawang lawan. Dan tepat saat ada
kesempatan dan Glaga mampu membaca keadaan itu, ia segera mengoper bola itu pada Iqbal yang
berada didekat gawang. Lalu dengan sekali tendangan, bola itu berhasil membobol gawang lawan.
Menyebabkan skor satu sama untuk kedua tim.

Semangat Glaga terus berkobar. Sportivitas cowok itu memang tinggi dan selalu semangat jika
berurusan dengan futsal. Sampai akhirnya tanpa melihat keadaan, bola yang Glaga tendang jatuh
jauh dari sasaran. Bola itu meleset. Bukannya jatuh didaerah lawan malah jatuh ke pinggir
lapangan. Mengenai kepala seorang cewek yang menggunakan kerudung. Membuat semua orang
otomatis menatap cewek itu dan berteriak heboh saat cewek berkerudung putih itu limbung dan
jatuh tak sadarkan diri.

Anda mungkin juga menyukai