Anda di halaman 1dari 34

Bagian Interna Referat

Fakultas Kedokteran Januari 2018


Universitas Tadulako

Sirosis Hepatis

Oleh:

Indah Purnamasari Rauf

N 111 16 105

Pembimbing Klinik

dr. Arfan Sanusi, SpPD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

RSU ANUTAPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok

penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik

normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta

regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang

panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen,

hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium

lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang

dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi menonjol. [1]

Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata

yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis

dekompensata yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati

kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu

tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan

melalui pemeriksaan biopsi hati. [2]

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Anatomi Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari

total berat badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ

plastis lunak dan tercetak oleh struktur disekitarnya. Permukaan superior

berbentuk cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian

kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap ginjal

kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan

kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura

segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial

dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum

falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.

Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada

permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa

ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati.

Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan

kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi

mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke

dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri

hepatika, dan saluran empedu. [3,4]

3
Gambar 1. Permukaan anterior hati [5]

Gambar 2. Permukaan posterior hati [5]

4
2.2 Vaskularisasi Hati

Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa

melalui vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah

yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena

porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan

dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara

pada vena kava inferior. [3]

Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu

dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta

bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini

kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-

lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara

lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari

beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali

menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria

hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran

darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta. Peningkatan

tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat

serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal berasal.

Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada

obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik. [3]

5
2.3 Fisiologi Hati

Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada

hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas

lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan

yang besar, dan hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu

mempertahankan kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan

kematian dalam 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada

sebagian besar kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau

sakit, akan diganti dengan jaringan hati yang baru. [3]

Tabel 1. Fungsi utama hati [3]

Fungsi Keterangan
Pembentukan dan ekskresi empedu Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan
Metabolisme garam empedu
vitamin yang larut dalam lemak di usus.
Metabolisme pigmen empedu Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir

metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua; proses

konjugasinya.
Metabolisme karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar
Glikogenesis
Glikogenolisis glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh.
Glukoneogenesis
Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.
Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta α dan
Sintesis protein
β globulin (γ globulin tidak).

Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen

(I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX, dan X. Vitamin K

diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis semua faktor ini kecuali

faktor V.
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH 3, yang kemudian
Penyimpanan protein (asam amino)
diekskresi dalam kemih dan feses.

NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri usus

terhadap asam amino.


Metabolisme lemak Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein

6
(diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol.
Ketogenesis
Sintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian

besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam kolat.


Penyimpana lemak
Penyimpanan vitamin dan mineral Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati; juga

vitamin B12, tembaga dan besi.


Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron, glukokortikoid,

estrogen, dan testosteron.


Detoksifikasi Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya

menjadi zat-zat tidak berbahaya yang kemudian dieksresi oleh

ginjal (misalnya obat-obatan)


Ruang penampung dan fungsi Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari

penyaring vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel Kupffer

membuang bakteri dan debris dari darah.


Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utam ahati; saluran

empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan

mengeluarkan empedi ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1

liter empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit,

garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu

(terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan

absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka

sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi

ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu)

merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun

merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena

bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya. [3]

Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan

yang dikirimkan oeh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut

adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah

7
menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini,

glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk

memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan

untuk menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan

disimpan dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein

dan lemak (glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting

untuk kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin,

disintesis oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk

mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-

faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai

dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH 3).

Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi oleh

ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada

protein juga diubah menjadi urea dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain

adalah metabolisme lemak, penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi

dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat

endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh

enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang

dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.

Zat-zat seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada

asam amino dalam usus besar dan zat-zat eksogen seperti morfin, fenobarbital,

dan obat-obat lain, didetoksifikasi dengan cara demikian. [3]

Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan

karena letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada

8
sinusoid menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan

dengan cara fagositosis. [3]

2.4 Etiologi

Secara konvensional, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai

makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang

dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga

diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologis. [2]

Sebagian besar jenis sirosis diklasifikasikan secara etiologis dan

morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (postnekrotik),

biliaris, kardiak, dan metabolik,keturunan, dan terkait obat [2]

Di negara barat, penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan

di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan

hasil penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan

sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%

penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non

B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia diduga frekuensinya

sangat kecil walaupun belum terdapat data yang menunjukkan hal tersebut. [2]

2.5 Patofisiologi

Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan

terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna

lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran

nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau

parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. [2]

9
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan

adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata

mempunyai peranan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan

proses degradasi. Pembenrukan fibrosis menunjukkan perubahan proses

keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus

menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan

menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka

fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal

akan digantikan oleh jaringan ikat. [2]

2.6 Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Gejala Sirosis

Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis)

sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan

rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi

perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut

kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,

testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah

lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul

komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan

darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih

seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi

mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai

hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi [2]

10
11
Gambar 3. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis [1]

12
Pemeriksaan Fisis

Gambar 4. Manifestasi hipertensi portal [7]

Gambar 5. Manifestasi kegagalan fungsi hati [7]

Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau

spider telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena

kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme

terjadinya belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan

rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang

sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. [2]

13
Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak

tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.

Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan,

arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. [2]

Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan

dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan

akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi

hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. [2]

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati

hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri. [2]

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan

kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik

berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus,

distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. [2]

Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan

glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.

Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki,

sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada

perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga diduga fase menopause. [2]

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda

ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. [2]

Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau

mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. [2]

14
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya

nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi

porta. [2]

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi

porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. [2]

Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan

peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
[2]

Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila

konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap,

seperti air teh. [2]

Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-

ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. [2]

Tanda-tanda lain lain yang menyertai diantaranya: [2]

 Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar


 Batu pada vesika felea akibat hemolisis
 Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini

akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.

Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat

resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. [2]

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada

waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk

evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali

fosfatase, gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. [2]

15
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetat

transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil

piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih

meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak

mengeyampingkan adanya sirosis. [2]

Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer

dan sirosis billier primer. [2]

Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali

fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol

kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa

menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. [2]

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi

bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan

hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. [2]

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari

pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya

menginduksi produksi immunoglobulin. [2]

Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati,

sehingga pada sirosis memanjang. [2]

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan

dengan ketidakmampuan eksresi air bebas. [2]

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam,

anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.

16
Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat

splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi

hipersplenisme. [2]

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk

konfirmasi adanya hipertensi porta. Pemeriksaan radiologis seperti USG

Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan

mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,

homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler,

permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu

USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran

vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. [2]

Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin

digunakan karena biayanya relatif mahal. [2]

Magnetic Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis

sirosis selain mahal biayanya. [2]

2.8 Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas

hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan

komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial

spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi

sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul

demam dan nyeri abdomen. [2]

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa

oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.

17
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada

penurunan filtrasi glomerulus. [2]

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai

40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.

Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam

waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini

dengan berbagai cara. [2]

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi

hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya

dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom

hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal. [2]

Tabel 2. Grade ensefalopati hepatik [8]

2.9 Penatalaksanaan

Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus

tanpa dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk

mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum

alcohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan

suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang

mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. [2]

18
Penatalaksanaan sirosis kompensata

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk

mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk

menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik

dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen,

kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa

diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan

berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. [2]

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)

merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg

secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-

12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon

alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6

bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. [2]

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan

terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU

tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6

bulan. [2]

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih

mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,

menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan

merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa

merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang

dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek

19
antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam

penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga

dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam

penlitian. [2]

Penatalaksanaan sirosis dekompensata

Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam

sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan

obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-

200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5

kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana

pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid

dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila

tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila

asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan

pemberian albumin. [2]

Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan

ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil

ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama

diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. [2]

Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan

obat β-blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau

oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]

Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim

intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. [2]

20
Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur

keseimbangan garam dan air. [2]

Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata.

Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi

resipien dahulu. [2]

2.10 Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. [2]

Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang

akan manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada

tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari

Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan

hidup selama satu tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun

untuk penderita sirosis dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-

masing 100, 80, dan 45% [2]

Tabel 3. Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis [8]1

Faktor Unit 1 2 3
Serum bilirubin µmol/L < 34 34−51 > 51
mg/dL < 2,0 2,0−3,0 > 3,0
Serum albumin g/L > 35 30−35 < 30
g/dL > 3,5 3,0−3,5 < 3,0
Prothrombin Detik pemanjangan 0−4 4−6 >6
INR < 1,7 1,7-2,3 > 2,3
time
Ascites Tidak ada Dapat Tidak dapat

dikontrol dikontrol
Hepatic Tidak ada Minimal Berat

encephalopathy

1
Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh
kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas
B). [8]

21
Daftar Pustaka

1. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In:

Kasper DL et.al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition.

USA : Mc-Graw Hill; 2005. p. 1858-62


2. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati

S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2006. p. 443-6.

3. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C,

editor. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994.

p. 426-63.

4. Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology.

11th ed.: Elsevier; 2006. p. 859-64.

5. Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic

Atlas].: Saunders/Elsevier; 2003.

6. Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006. p. 415-9.

7. Porth CM. Alterations in hepatobiliary function. In Essentials of

pathophysiology: concepts of altered health states. 2nd ed.: Lippincott Williams

& Wilkins; 2004. p. 494-516.

8. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper

22
DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors.

Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p.

1808-13.

23
BAB III

LAPORAN KASUS

Nama : Tn. A Pendidikan Terakhir : SD

Umur : 52 tahun Agama : Islam

Pekerjaan : Petani Tanggal Pemeriksaan: 9 /12/2017

Alamat : Kulawi Ruangan : Seroja

I. ANAMNESIS

Keluhan Utama :Perut membesar

Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan perut membesar

(+) sejak kurang lebih 4 bulan sebelum masuk rumah sakit

dan memberat kurang lebih 1 minggu terakhir. Keluhan

tersebut disertai dengan nyeri perut. Pasien juga

mengeluhkan seluruh badan berwarna kuning disertai

dengan pembengkakan pada kedua kaki. Pasien

menyangkal adanya demam, mual, muntah, sesak, batuk.

BAK lancar berwarna hitam pekat, BAB warna hitam

bentuk seperti tai kambing.

24
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat pengguna Alkohol(+), HT (+), DM (-)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga : HT (+) ibu kandung, DM (-), Penyakit Kuning (-)

Pemeriksaan fisik

Deskripsi umum : Sakit Sedang/ Gizi / Kompos Mentis

Berat Badan : 75 kg

Tinggi Badan : 165 cm

IMT : 27,5 kg/m2 (gizi baik)

Tanda vital

Tekanan darah : 190/70 mmhg

Nadi : 88 x/menit, reguler, kuat angkat

Pernapasan : 22x/menit, tipe thoracoabdominal

Suhu axilla : 36º C aksiler

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+), Pupil isokor ø 2,5 mm

Leher

Kelenjar GB : Pembesaran (-)

Tiroid : Pembesaran (-)

JVP : Peninggian (-)

Massa lain : tidak ada

25
Thorax :

Inspeksi : Hemothorax asimetris. Kanan tertinggal. Gynecomasti (-)

Palpasi : NT (-), VF menurun hemithoraks dextra

Perkusi : redup hemithoraks dextra, BPH: ICS VI kanan depan

Auskultasi : BP: vesikuler

BT : Rh Wh : -/-
- -
- -
- -

Jantung:

Inspeksi : IC tidak tampak

Palpasi : IC tidak teraba

Perkusi : pekak kesan normal

Auskultasi : BJ I/II murni reguler

Abdomen

Inspeksi : Cembung, ikut gerak nafas, umbilikus menonjol (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : Nyeri Tekan (+) seluruh region abdomen. Undulasi (+)

Hepar: sulit dinilai. Lien: Schuffner I

Perkusi : Ascites (+) Shifting dullness

Ekstremitas

Edema +/+ (pitting edem): pretibial dan dorsum pedis

Eritema palmaris (-)

26
Pemeriksaan Khusus : Tidak ada

RESUME

Pasien laki-laki umur 52 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan ascites kurang lebih

sejak 4 bulan sebelum masuk RS dan memberat kurang lebih 1 minggu terakhir disertai dengan

nyeri perut. Pasien juga mengeluhkan ikterus pada seluruh tubuh, dan adanya edem pada kedua

ekstremitas. Pasien mempunyai riwayat pengguna alcohol. BAK lancar berwarna seperti teh,

BAB warna hitam seperti tai kambing. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan

darah 190.70 mmhg, Respirasi 22x/menit Nadi 88x.menit, suhu 36,5 derajat celcius. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan perut tampak membesar, nyeri tekan pada seluruh abdomen,

undulasi (+), sclera ikterik, ekstremitas bawah edem pada kedua kaki.

DIAGNOSIS KERJA

Ascites + Susp Sirosis Hepatis + HT grade II

Rencana Pemeriksaan

DR, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, HBsAg, Anti HCV, Albumin, USG Abdomen

Pemeriksaan penunjang

Lab
WBC 14,59 x 103
RBC 3,31 x 108
HGB 11,5
HCT 35,4
PLT 85 x 103

27
MCV 106,9
MCH 32,5
MCHC 30,8
LED
Creatinine 1,2
Ureum 47
ALP 201
SGOT 43
SGPT 23
Albumin 1,9

Bil. Total 10,4


Bil. Direct 9,1
GDS
γGT
natrium 126
Kalium 3,8
klorida 103
PT
APTT
fibrinogen

Patologi klinik

HbsAg (-)
Anti HCV (+)

PENATALAKSANAAN

Non medika mentosa

- Diet rendah garam

- Tirah baring

- Batasi asupan cairan

28
Medika mentosa

- IVFD RL 5% 14 tpm

- Furosemide amp 1-1-0

- Spironolactone 25 mg 1-0-0

- Vip Albumin 3 x 1

- Amlodipin 10 mg 0-0-1

DIAGNOSIS AKHIR

Ascites + sirosis hepatis + HT grade II

PROGNOSIS

Que ad vitam : Dubia ad malam

Que ad sanationam : Dubia ad malam

Que ad fungtionam : Dubia ad malam

29
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan utama perut membesar (distensi abdomen), diduga

beberapa penyebab distensi abdomen, yaitu fas (flatus), lemak (fat), cairan (fluid), feses, dan

fetus. Penyebab fetus dapat disingkirkan berdasarkan jenis kelamin pasien : laki-laki. Penyebab

gas dan feses dapat disingkirkan berdasarkan anamnesis dimana pasien masih buang angin

(terakhir 5 jam sebelum masuk rumah sakit) dan buang air besar dengan konsistensi biasa warna

kuning-coklat, lendir (-), darah (-). Berdasarkan data antropometrik, BB koreksi pasien = 75 Kg

dengan IMT=27,5 kg/m2 dengan status gizi baik, maka penyebab lemak dapat disingkirkan. Dari

pemeriksaan fisis juga diperoleh bukti shifting dullness (+), yang menandakan bahwa penyebab

distensi abdomen pada pasien ini merupakan cairan atau disebut juga ascites.

Terdapat beberapa penyakit yang menyebabkan ascites, antara lain sirosis hepatis, gagal

jantung kongestif, hipotiroidisme, dan peritonitis.

Diagnosis gagal jantung kongestif dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan

gejala-gejala gagal jantung kongestif, seperti sesak nafas terutama setelah beraktivitas, terbangun

30
tengah malam dengan sesak nafas, harus tidur dengan bantal yang menyangga kepala lebih dari

dua buah (posisi ½ duduk). Dari pemeriksaan fisis juga tidak diperoleh peningkatan desakan

vena sentralis, kardiomegali, irama gallop (S3), dan takikardi.

Diagnosis hipotiroidisme juga dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan

gejala-gejala hipotiroidisme, seperti lebih menyukai suhu yang panas, selalu merasa kedinginan

atau tidak tahan dingin, konstipasi, jarang berketingat. Dari pemeriksaan fisis juga tidak

diperoleh bradikardi, suhu tubuh dingin, dan edema non-pitting.

Diagnosis peritonitis juga dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan nyeri

perut hebat yang muncul tiba-tiba, perut terasa kaku, dan perut terasa panas atau hangat. Dari

pemeriksaan fisis juga tidak didapatkan rigiditas abdomen, hilangnya pekak hepar, nyeri tekan

seluruh abdomen dan nyeri pantul.

Pasien didiagnosis Sirosis Hepatis (SH), oleh karena ditemukannya gejala kegagalan

fungsi hati, yang dibuktikan mealalui hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia disebabkan karena gangguan sintesis dan sekresi albumin

yang menyebabkan edema. Selain itu terdapat pula tanda-tanda hipertensi porta, yaitu ascites dan

edema tungkai. Pada pasien ini, juga terjadi penurunan nafsu makan, mual, dan kembung.

Diagnosis ini semakin diperkuat dengan adanya hasil hasil USG abdomen yang menyatakan

gambaran sesuai asites.

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh

sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :

sebagai metabolisme karbohidrat, sebagai metabolisme lemak, sebagai metabolisme protein,

sebagai hemodinamik, sebagai detoksikasi, sebagai metabolisme bilirubin.

31
Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunnya berat badan,

kembung, dan mual. Kulit tubuh di bagian atas, muka, dan lengan atas akan bisa timbul bercak

mirip laba-laba (spider nevi). Telapak tangan bewarna merah (eritema palmaris), perut

membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (asites), dan pembesaran

payudara pada laki-laki. Bisa pula timbul hipoalbuminemia, pembengkakan pada tungkai bawah

sekitar tulang (edema pretibial), dan gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai

peradangan gusi, mimisan, atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut

dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic atau koma hepatik.

Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal terjadi kenaikan

tekanan dalam sistem portal yang lebih dari 15 mmHg dan bersifat menetap. Keadaan ini akan

menyebabkan limpa membesar (splenomegali), pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding

perut disekitar pusar (caput medusae), pada dinding perut yang menandakan sudah terbentuknya

sistem kolateral, wasir (hemoroid), dan penekanan pembuluh darah vena esofagus atau cardia

(varices esofagus) yang dapat menimbulkan muntah darah (hematemesis), atau berak darah

(melena). Kalau pendarahan yang keluar sangat banyak maka penderita bisa timbul syok

(renjatan). Bila penyakit akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan ke arah kanker hati

primer (hepatoma).

Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis,

yaitu :

 Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada

keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka

pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid

32
osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat

merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.


 Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka

kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula,

kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka

asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. Hipertensi portal

mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun.Hal

ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron

berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . dengan peningkatan

aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi

cairan.

Pasien ini mendapatkan penatalaksanaan berupa spironolakton yang merupakan diuretika

hemat kalium yang bekerja ditubulus ginjal dan menahan reabsorbsi Na. pemberian

spironolakton diawali dengan dosis 100-200mg/hari. Bilamana pemberian spironolakton tidak

adekuat bias dikombinasikan dengan furosemid yang merupakan diuretic kuat dengan dosis 20-

40 mg/hari dan diberikan secara bertahap untuk menghindari dieresis berlebihan. Respon diuretic

bila dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari yang tanpa adanya edema kaki atau 1

kg/hari bila edema kaki ditemukan. Jika tidak ada respon pemberian furosemid bias ditambahkan

dosisnya, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Pengeluaran asites bisa 4-6 liter dan diikuti dengan

pemberian albumin. Target dari pemberian terapi berupa tirah baring, diet rendah garam, dan

terapi diuretika adalah peningkatan dieresis sehingga berat badan menurun 400-800gr/hari.

Pasien yang edema perifer penurunan berat badan 1500 gr/hari.

33
Tindakan yang lain berupa parasintesis, baru dapat dikerjakan bila ascites cukup besar

yang dapat menimbulkan kesulitan pernafasan.

Pasien ini didiagnosis dengan Sirosis hepatis dekompensata e.c.susp. HCV (Child-Pugh

C). Mengingat bahwa pengobatan sirosis hepatis hanya merupakan simptomatis dan mengobati

penyulit, secara umum dapat dikatakan bahwa prognosis pada pasien ini buruk.

34

Anda mungkin juga menyukai