Anda di halaman 1dari 12

Terapi Tawa untuk Mengurangi Emosi Marah pada Caregiver Lansia

TERAPI TAWA UNTUK MENGURANGI EMOSI MARAH PADA CAREGIVER LANSIA

LAUGHTER THERAPY TO REDUCE ANGER EMOTION IN AGEING CAREGIVER

Nandhini H. Anggarasari
H. Fuad Nashori
RA Retno Kumolohadi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Email: nandhinihagrs@yahoo.com

ABSTRACT

This study aims to determine the effectiveness of laughter therapy to reduce emotional upset at
ageing caregivers. Subject retrieval technique used was purposive sampling method. Subjects numbered 20
people, divided into experimental group and control group, with the following criteria: women or men who
care for the elderly, fill out the medical records. The STAXI scale and open scale used was developed by
Spielberger, which reveals the emotion of anger. Experimental method used is a quasi-experimental,
nonrandomized design using pretest-posttest control group design. Based on the test results of pre-test and
post-test in the experimental and control groups, using analysis of T-Test, gain scores obtained score F =
0,296 and a score of 0,478 (2-tailed)/ 0,593 (1-tailed). Score p> 0.01, indicating no difference between the
experimental group and the control group after therapy. However, based on open questionnaire, subjects
felt calmer and fitter after laughter therapy is done, feel that this therapy is very
beneficial and should be disseminated to the public

Key words : ageing caregivers, anger emotion, laughter therapy.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi tawa untuk mengurangi emosi marah pada
caregiver lansia. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode purposive sampling. Subjek
penelitian berjumlah 20 orang, yang terbagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan
kriteria wanita atau laki-laki yang mengasuh lansia dan mengisi rekam medis. Adapun skala yang digunakan
adalah STAXI yang disusun oleh Spielberger, yang mengungkap emosi marah dan skala terbuka. Metode
eksperimen yang digunakan adalah kuasi eksperimental, dengan menggunakan nonrandomized pretest-
posttest control group design. Berdasarkan hasil uji prates dan pascates pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, dengan menggunakan analisis t-Test, gain score diperoleh skor F = 0,296 dan skor p
sebesar 0,478 (2-tailed)/ 0,593 (1-tailed). Skor p > 0,01, menunjukkan tidak adanya perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah terapi. Namun, berdasarkan angket terbuka, subjek
merasa lebih tenang dan bugar setelah terapi tawa dilakukan, merasa bahwa terapi ini sangat bermanfaat dan
sebaiknya disosialisasikan pada masyarakat luas.

Kata kunci : Terapi tawa, emosi marah, caregiver lansia.

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014 | 69


Nandhini H. Anggarasari, H. Fuad Nashori, RA Retno Kumolohadi

Lanjut usia atau lansia, suatu istilah pekerja sosial, dan karyawan di panti
yang diberikan kepada individu yang werdha mengakui bahwa mereka mem-
telah mencapai usia 60 tahun ke atas, butuhkan agenda atau aktivitas yang
merupakan periode penutup dalam berfungsi untuk mengurangi dan mene-
rentang hidup seseorang. Ada banyak tralkan segenap tekanan yang ada.
perubahan yang terjadi pada masa lansia Berdasarkan hasil wawancara dengan
dibanding periode-periode hidup sebe- beberapa pengasuh di panti werdha “X”
lumnya, di antaranya perubahan secara diketahui ada agenda dari panti untuk
fisik (penampilan, bagian dalam tubuh, mengadakan penyegaran kembali bagi
fungsi fisiologis, panca indera), perubahan pramurukti, perawat, tenaga sosial, dan
motorik, perubahan seksual, serta kemam- seluruh karyawan di panti, seperti senam
puan mental, dan minat (Hurlock, 1994). bersama dan sesekali rekreasi. Namun,
Pada lansia ada perubahan peran, di semenjak ada pengganti kepala panti,
mana efisiensi, kekuatan, kecepatan, dan semua itu tidak pernah dilakukan lagi.
daya tarik fisik mulai berkurang. Tekanan atau stress yang menim-
Perubahan-perubahan itu sering bulkan kecemasan dapat menimbulkan
mengakibatkan lansia dianggap merasa rasa marah. Rasa marah adalah perilaku
tidak ada gunanya lagi, karena mereka emosional yang bergerak karena kondisi
tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang tidak menyenangkan (Kazhim,
yang lebih muda dalam berbagai bidang. 2009). Dalam kondisi seperti ini biasanya
Perasaan tidak berguna dan tidak diper- orang yang marah akan kehilangan akal
lukan lagi bagi lansia menumbuhkan rasa dan keseimbangan. Dalam menyikapi
rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu rasa marah ada tiga hal yang biasa
perasaan yang tidak menunjang proses dilakukan, yaitu merasa dirinya kuat,
penyesuaian sosial seseorang (Hurlock, merasa dirinya tidak kuat, dan ada pula
1994). yang dapat mengungkapkan secara
Dikarenakan berkurangnya fungsi- verbal. Pengasuh yang merasa dirinya
fungsi dan perannya, lansia umumnya kuat dan benar lebih cenderung untuk
membutuhkan pengasuh dalam menjalani menantang lansia, bersikap ketus, kadang
kehidupannya sehari-hari. Pengasuh lansia membentak, dan kadang kasar terhadap
atau biasa disebut pramurukti (caregiver) lansia. Pengasuh yang merasa tidak kuat
adalah individu yang mengasuh dan lebih cenderung melarikan diri dan
merawat lansia di rumah. Proses yang mengingkari amarah, misalnya pura-pura
terus menerus yang dialami pramurukti sibuk ketika ada lansia yang membu-
dalam menghadapi lansia menimbulkan tuhkannya atau sesegera mungkin beralih
kejenuhan dan tekanan serta memberikan kegiatan ketika bertemu atau berbincang-
dampak yang negatif terhadap emosi dan bincang dengan lansia. Pengasuh yang
perilaku sehari-hari. Beberapa pengasuh, mengungkapkan secara verbal dapat

70 | Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014


Terapi Tawa untuk Mengurangi Emosi Marah pada Caregiver Lansia

mengekspresikan rasa marahnya atau yang penting dalam emosi yang dirasakan
tidak sukanya dengan tenang dan tidak individu adalah umpan balik dari peru-
kentara, sehingga dapat diterima oleh bahan badani yang terjadi sebagai res-
lansia dan orang lain, dan hubungan yang pons terhadap situasi yang menakutkan
terjalin tetap terjaga (Mulyono & atau membingungkan. Gambaran umpan
Purwanto, 2006). balik diterangkan melalui gambar berikut:
James dan Lange (Atkinson &
Atkinson, 2005) meyakini bahwa faktor

Persepsi Pengaktifan respons Umpan balik ke otak


terhadap visceral dan skeletal dari respons badani
stimulus menimbulkan
pengalaman emosi

emosi Gambar 1. Proses terjadinya emosi.

Spielberger (1988) menyatakan Menurut Schieman (1999), kema-


bahwa marah adalah emosi negatif yang rahan terjadi disebabkan oleh beberapa
dialami oleh seseorang, yang dapat me- faktor, yaitu perasaan terancam bahaya,
nimbulkan suatu perasaan terganggu dan tidak ada kesetaraan, ada keadaan yang
tidak nyaman. Kemarahan dapat disertai memalukan, lingkungan dan peranan
oleh tanda-tanda fisiologis yang berupa sosial, dan sikap orangtua terhadap anak.
menegangnya otot-otot dan terjadinya Perasaan terancam dapat dipicu bukan
percepatan dalam peredaran darah. saja oleh ancaman fisik langsung,
Spielberger menyatakan bahwa kemarah- melainkan juga oleh harga diri atau
an terbagi menjadi dua komponen, yaitu martabat, diperlakukan tidak adil atau
pengalaman marah dan ekspresi kemarah- dikasari, dicaci maki atau diremehkan,
an. Pengalaman kemarahan terdiri atas dan frustrasi.
keadaan marah dan sifat marah (state and Sebagai orang yang berada dalam
trait state). Keadaan marah (state anger) fase dewasa, pengasuh perlu sekali dapat
diartikan sebagai suatu keadaan emosi mengendalikan rasa marah, dan akhirnya
yang ditandai dengan perasaan-perasaan dapat memberikan dukungan sosial pada
subjektif yang bervariasi dari rasa kecewa lansia. Pada fase ini, proses menerima
yang ringan atau jengkel sampai dengan dan penyesuaian diri, serta menjalin
kemarahan yang intens atau meledak- hubungan yang hangat dengan orang lain,
ledak. Keadaan marah pada umumnya termasuk lansia, merupakan salah satu
disertai dengan ketegangan otot dan tanda kepribadian yang matang. Bila
bangkitnya sistem syaraf otonom. seseorang pada fase dewasa tidak dapat
melalui proses ini, maka selanjutnya dia

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014 | 71


Nandhini H. Anggarasari, H. Fuad Nashori, RA Retno Kumolohadi

tidak menjalani kehidupan dengan penuh endogenous opioid peptida yang ber-
rasa cinta dan puas (Schultz, 1991). fungsi sebagai neurotransmitter. Endorfin
Individu yang memiliki kepribadian dihasilkan oleh kelenjar pituitary dan
yang matang dan sehat mampu menerima hipotalamus dalam vertebrata selama la-
emosi-emosinya. Individu tersebut juga tihan, kegembiraan, merasa sakit, meng-
mampu mengontrol emosi-emosi mereka, konsumsi makanan pedas, merasakan
sehingga emosi-emosi ini tidak meng- cinta dan orgasme. Endorfin menyerupai
ganggu aktivitas antarpribadi. Kontrol opiat dalam kemampuan mereka untuk
emosi bukan merupakan sebuah represi. menghasilkan analgesia dan rasa sejah-
Emosi-emosi diarahkan kembali ke dalam tera. Endorfin dapat memberikan rasa
saluran-saluran yang lebih konstruktif. santai, gembira pada seseorang. Fungsi
Kualitas emosi tersebut oleh Allport endorfin seperti zat morfin yang berasal
(Schultz, 1991) disebut “sabar terhadap dari dalam tubuh (Tse, 2010).
kekecewaan”, yang menunjukkan bagai- Menurut Middleton (2007), tawa
mana seseorang bereaksi terhadap tekan- merupakan humor yang menjadi warisan
an dan terhadap hambatan dari keinginan- budaya dan dapat berperan dalam proses
keinginan. Individu yang sehat sabar psikoterapi dalam membangun terapeu-
menghadapi kemunduran-kemunduran, tik aliansi. Richman (2006) menambahkan
tidak menyerah pada kekecewaan, tetapi bahwa humor dapat membantu dalam
mampu memikirkan cara-cara yang aktivitas sosial terutama pada lansia,
berbeda untuk mencapai tujuan dan niat memberikan penilaian dan juga psikotera-
yang baik. Sebaliknya, orang yang pi. Hageseth (Billig, 2005) mengungkap-
neurotis menyerah pada emosi yang kan bahwa tertawa merupakan humor
dominan pada saat itu, memperlihatkan yang positif, yang dapat menyebabkan
kemarahan atau kebencian, betapapun seseorang menjadi optimis. Sedangkan
perasaan-perasaan itu mungkin tidak humor yang negatif lebih mengekspre-
tepat. sikan ejekan, sindiran halus bahkan
Ada beberapa terapi yang dapat sindiran yang tajam, ataupun humor
dilakukan untuk menangani kemarahan, terkait dengan sisi kekurangan suatu suku
yaitu terapi agama dan terapi psikologi bangsa. Tidak semua orang dapat mene-
seperti terapi kognitif, terapi cognitive rima humor yang negatif.
behavioral therapy, dan brief group Berdasarkan uraian di atas, yang
therapy. Selain itu juga ada terapi mempertimbangkan bahwa marah sering
relaksasi dan terapi tawa. dialami oleh pengasuh ketika menghadapi
Menurut Cogan (1987), relaksasi lansia, peneliti bermaksud menunjukkan
memiliki efek yang sama dengan tertawa. bahwa marah dapat diatasi dengan salah
Ketika individu tertawa terjadi pelepasan satu terapi, yaitu terapi tawa. Terapi tawa
endorfin dalam otak. Endorfin adalah memiliki efek yang sama seperti relaksasi

72 | Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014


Terapi Tawa untuk Mengurangi Emosi Marah pada Caregiver Lansia

yang dapat meredamkan rasa marah dan mulut dalam bentuk suara tawa atau
memberi ketenangan dan welas asih. senyuman yang menghias wajahnya,
Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti perasaan hati yang lepas, dan bergembira,
efektivitas terapi tawa terhadap penurun- dada yang lapang, peredaran yang lancar,
an rasa marah yang dialami oleh penga- yang bisa mencegah penyakit dan
suh. memelihara kesehatan.
Tertawa adalah gejala reaksi fisik Dari penjelasan di atas, peneliti
seseorang yang menerima rangsangan mengajukan hipotesis penelitian bahwa
batiniah (lucu) atau badaniah (gelitik) atau ada penurunan emosi marah pramurukti
faal (penyakit), bisa juga dampak dari pada kelompok eksperimen dibandingkan
rangsangan kimiawi. Tertawa dapat mem- dengan kelompok kontrol setelah menda-
buat manusia sehat, baik bagi fisik, men- pat terapi tawa.
tal, maupun suasana komunikasi. Tetapi
dapat pula tidak sehat bahkan berbahaya METODE PENELITIAN
dan mengganggu hubungan antar manu-
sia apabila tertawa tidak pada tempatnya, Rancangan Penelitian
mengganggu kesehatan seperti sesak Penelitian ini merupakan penelitian
nafas, kejang perut, atau karena wabah kuasi eksperimen (quasy experiment). De-
penyakit (Kataria, 2004). sain yang digunakan adalah nonran-
Simulasi tawa adalah suatu bentuk domized pretest-posttest control group
tawa untuk mencapai kegembiraan di design. Penjelasan atas desain dapat
dalam hati yang dikeluarkan melalui dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Desain Eksperimen


Kelompok Prates Perlakuan Pascates Tindak Lanjut
KE (X)1 (Y) (X)2 (X)3
KK (X)1 - (X)2 (X)3

Keterangan :
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
(X) : Angket Emosi Marah
(X)1 : Angket Emosi Marah saat pre test
(X)2 : Angket Emosi Marah saat post test
(X)3 : Angket Emosi Marah saat Follow Up
(Y) : Terapi Tawa

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014 | 73


Nandhini H. Anggarasari, H. Fuad Nashori, RA Retno Kumolohadi

Subjek Penelitian ketika, dan setelah penelitian. Sebelum


Subjek penelitian berjumlah 20 pelaksanaan intervensi, terlebih dulu
orang, yang terbagi menjadi kelompok dilakukan prates dengan menggunakan
eksperimen dan kelompok kontrol, metode angket yang sudah dilakukan uji
dengan kriteria wanita atau laki-laki yang coba. Selain prates juga dilakukan
mengasuh lansia, mengisi rekam medis penandatanganan informed consent oleh
yang menunjukkan bahwa subjek tidak kader-kader posyandu lansia dan penje-
memiliki penyakit hernia, wasir parah, lasan mengenai apa saja yang perlu
penyakit jantung dengan sesak nafas, dipersiapkan untuk mengikuti pelatihan.
telah melakukan operasi pada bagian Setelah pelaksanaan intervensi peserta
perut selama 3 bulan terakhir, peranakan akan langsung diberikan pascates serta
turun, kehamilan, pilek dan flu, batuk lembar evaluasi reaksi dan pengetahuan.
lebih dari 10 hari, dan komplikasi mata Terapi ini diberikan oleh seorang
(glukoma). Pengambilan data dilakukan terapis yang memiliki pengetahuan ten-
sebanyak tiga kali, yaitu prates, pascates, tang terapi tawa dan pernah memprak-
dan tindak lanjut. tekkannya di posyandu lansia dan ruang
kelas. Terapi ini ditujukan untuk pramu-
Metode Pengumpulan Data rukti dan dirancang dengan tujuan untuk
Penelitian ini menggunakan alat membantu pramurukti menurunkan emosi
ukur dan alat bantu penelitian, yaitu skala marahnya ketika berhadapan dengan
STAXI dan angket terbuka. Alat ukur yang lansia.
digunakan adalah STAXI, yang meru- Modul terapi ini disusun berdasar-
pakan adaptasi alat untuk mengukur kan dari tahap-tahap terapi tawa yang
pengalaman dan ekspresi marah yang disusun oleh Kataria (2004), dan didu-
disusun oleh Spielberger (1988). STAXI kung oleh beberapa penelitian sebelum-
terdiri atas 31 aitem, dari sejumlah aitem nya yang terkait dengan proses terapi
tersebut nama dan komponen-komponen tawa. Modul terapi tawa terdiri atas
marah. Koefisien korelasi aitem-total skala pendahuluan, waktu pelaksanaan, peser-
bergerak antara 0,312 sampai dengan ta, tempat pelaksanaan, dan langkah-lang-
0,630. Sementara koefisien alphanya kah pelaksanaan terapi. Tahapan-tahapan
0,875. Selain itu, kepada subjek juga terapi tawa ini telah dipraktekkan oleh
diminta untuk mengisi angket terbuka Kataria (2004), dan telah diteliti oleh
yang mengungkap perasaan atau emosi Shahidi (2010) dan Nugraheni (2006).
subjek penelitian. Langkah-langkah pelaksanaan terapi, ada-
lah sebagai berikut:
Prosedur Penelitian Pertama: Tahap awal atau pemana-
Prosedur terapi adalah tahap-tahap san (stretching). Tahap pemanasan terdiri
yang dikenai pada subjek sebelum, atas (a) Terapis mengajak peserta untuk

74 | Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014


Terapi Tawa untuk Mengurangi Emosi Marah pada Caregiver Lansia

membentuk lingkaran atau setengah ling- berdoa bersama selama satu menit untuk
karan. Para peserta diajak untuk mengi- perdamaian dunia.
kuti aba-aba yang terapis lakukan. (b)
Terapis mengajak untuk melakukan Metode Analisis Data
langkah 1, yaitu bertepuk tangan seirama Data yang diperoleh adalah data
1-2, 1-2-3, sambil mendaras “Ho-Ho- kuantitatif, metode analisis data diguna-
Ho...Ha-Ha-Ha...” (c) Terapis mengajak kan untuk menguji hipotesis penelitian
untuk melakukan langkah 2, yaitu ini, yaitu menggunakan teknik analisis uji
pernafasan dalam dengan tarikan nafas t-Test. Untuk menjaga keakuratan dan
melalui hidung dan dihembuskan pelan- kemudahan pengolahan data digunakan
pelan. (Bersama kata-kata penyembuhan-- teknik perhitungan data melalui program
-memaafkan, melupakan, hidup dan tetap Software Statistical Product and Service
hidup (5 kali). (d) Terapis mengajak untuk Solution (SPSS) 13 for Windows.
melakukan langkah 3, yaitu latihan bahu, Sementar itu angket terbuka dianalisis
leher, dan peregangan (masing-masing 5 secara kualitatif.
kali).
Kedua: Tahap inti. Tahapan inti HASIL PENELITIAN
(Shahidi, 2010) terdiri atas (a) tawa berse-
mangat, (b) tawa sapaan, (c) tawa peng- Hasil Uji Asumsi
hargaan, (d) tawa satu meter, (e) Tawa Uji asumsi dilakukan dengan mela-
milk shake (sebuah variasi), (f) tawa kukan uji homogenitas dan uji normalitas.
hening tanpa suara, (g) tawa berse- Uji homogenitas dimaksudkan untuk
nandung dengan mulut tertutup, (h) tawa mengetahui apakah varian kelompok data
mengayun, (i) tawa singa, (j) tawa ponsel, sama atau berbeda. Pada output ‘Test of
(k) tawa bantahan, (l) tawa memaafkan/ Homogeneity of Variances’ adalah 0,483,
meminta maaf, (m) tawa bertahap, (n) karena nilai signifikansi lebih besar dari
tawa dari hati ke hati (tawa keakraban). 0,05 (0,483 > 0,05). Kesimpulannya
Ketiga: Tahap akhir. Tahap akhir adalah kelompok eksperimen dan kontrol
terdiri atas langkah berikut ini: (a) Terapis pada awal penelitian (prates) memiliki
mengajak untuk melakukan teknik penu- varian yang sama. Dengan ini maka
tupan, yaitu dengan cara cara meneriak- asumsi homogenitas terpenuhi.
kan kata-kata positif, seperti “Aku orang Selanjutnya, dilakukan uji norma-
paling bahagia di dunia ini”, “Aku orang litas. Hasil analisis menunjukkan bahwa
paling sehat di dunia ini”, dan “Aku orang data kelompok eksperimen dan kelompok
paling keren di dunia ini.” (b) Terapis kontrol termasuk normal.
mengajak untuk memejamkan mata dan

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014 | 75


Nandhini H. Anggarasari, H. Fuad Nashori, RA Retno Kumolohadi

Hasil Uji Hipotesis dapat mengaplikasikan terapi tawa di


Hasil uji hipotesis yang dilakukan posyandu lansia seorang diri. Banyak di
dengan uji beda (t-test) menunjukkan antara mereka yang merasa sulit meng-
bahwa tidak ada penurunan emosi marah hapal materi, tidak percaya diri bila harus
pramurukti pada kelompok eksperimen tampil di depan umum, adanya perasaan
dibandingkan dengan kelompok kontrol takut bila melakukan sesuatu seorang diri,
setelah mendapat terapi tawa. dan adanya rasa takut bila usahanya tidak
dihargai.
PEMBAHASAN Rasa takut, tertekan, dan stres dapat
meningkatkan zat cortisol dalam darah
Efektivitas Terapi Tawa yang dapat memicu emosi negatif. Hal ini
Terapi tawa yang dilakukan tidak bertentangan dengan fungsi terapi tawa
memberikan pengaruh secara signifikan itu sendiri yang dapat menghasilkan
terhadap emosi marah. Namun, berdasar- endorphin dalam tubuh, sehingga mem-
kan angket terbuka, diketahui bahwa berikan dampak rasa santai, gembira, dan
terapi tawa memberikan dampak bagi tenang (Tse, 2010). Para psikoneuro-
peserta, bahkan hampir semua peserta imunolog membuktikan bahwa semua
menyatakan bahwa terapi ini sebaiknya emosi negatif, seperti kecemasan, stres,
dilakukan secara berkesinambungan. depresi, atau kemarahan, dapat memper-
Berdasarkan angket terbuka, hal lemah sistem kekebalan tubuh dan de-
yang menyebabkan terapi tawa ini tidak ngan demikian mengurangi kemampuan
berhasil adalah adanya kekhawatiran tubuh untuk melawan infeksi. Proses
pada peserta ketika mereka diharapkan terapi tawa di sini memiliki fungsi

76 | Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014


Terapi Tawa untuk Mengurangi Emosi Marah pada Caregiver Lansia

meredam dan penyeimbangan kekhawa- Skeletal adalah rangka tubuh yang


tiran peserta. Sedangkan pada rasa marah menopang tubuh yang terdiri atas otot-
itu sendiri belum memberikan dampak otot dan syaraf (Gulo, 1982). Visceral dan
yang berarti. skeletal ini saling bekerja sama satu sama
Penelitian terapi tawa pada lansia lain dan saling memengaruhi. Proses kerja
yang mengalami depresi yang dilakukan visceral dan skeletal dipengaruhi oleh
Shahidi (2010) dan Nugraheni (2006) faktor struktur, kimiawi, dan emosional.
menunjukkan bahwa terapi tawa memiliki Terapi tawa memengaruhi otot jan-
dampak yang sangat signifikan untuk tung bekerja. Ketika otot jantung bekerja,
mengurangi depresi. Pada konsep marah maka akan merangsang otot limpa, paru-
yang disampaikan Beck (Mulyono, 2006), paru, ginjal, kemudian hati. Kecemasan
proses terjadi depresi harus melalui tahap memengaruhi kerja otot limpa. Depresi
stres, cemas, marah, muncul rasa bermu- memengaruhi kerja otot paru-paru. Se-
suhan, marah pada diri sendiri, hingga dangkan marah memengaruhi keja hati.
akhirnya depresi. Berdasarkan konsep Proses alur penguatan dari jantung hingga
marah yang disampaikan oleh Beck, hati, perlu proses dua kali lipat daripada
proses terjadinya emosi marah, memiliki ke paru-paru. Jadi secara struktural, bila
tingkat gangguan emosi yang lebih ringan menggunakan terapi tawa, proses agar
daripada depresi. Hal inilah yang melatar- dapat maintenance rasa marah, maka
belakangi peneliti untuk memberikan perlu penguatan dan proses terapi dua
terapi tawa lebih singkat daripada terapi kali lipat lebih banyak frekuensinya
yang diberikan pada orang depresi. daripada mengatasi depresi (Thie, 2007).
Menurut William James dan Carl
Lange (Atkinson & Atkinson, 2005), Evaluasi Penelitian
terjadinya emosi marah memerlukan Hasil dari terapi tawa ini menun-
proses pengaktifan respon visceral dan jukkan bahwa secara statistik terapi tawa
skeletal dalam tubuh, begitu juga dengan kurang efektif dalam menurunkan rasa
proses terapi tawa. Pada emosi marah, marah bila dilakukan dalam waktu yang
setela ada stimulus yang menjengkelkan singkat. Namun, cukup efektif dan terasa
dari orang lain, ekspresi berubah, mata dampaknya untuk mengendorkan otot-
melotot, jemari tangan mengepal, bibir otot yang tegang dan rileksasi. Namun
cemberut, setelah itu timbul rasa marah. demikian dari evaluasi yang dilakukan
Pada terapi tawa, misalnya orang mulai dari awal hingga akhir penelitian
tersenyum atau tertawa, kemudian tertular terdapat beberapa keterbatasan. Pertama:
ikut tersenyum dan tertawa, maka akan Pada awal proses terapi disampaikan
timbul rasa senang, tenang, dan gembira. bahwa para peserta diharapkan dapat
Visceral adalah organ-organ tubuh mengaplikasikan terapi tawa di posyandu
seperti hati, paru-paru, jantung, limpa, dll. lansia tanpa bantuan teman. Hal ini

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014 | 77


Nandhini H. Anggarasari, H. Fuad Nashori, RA Retno Kumolohadi

seharusnya disampaikan sejak awal dilakukan secara rutin dan dapat dilaku-
bahwa mereka dapat tetap saling bekerja kan juga di masyarakat. Hal ini menun-
sama. Dampaknya adalah munculnya jukkan bahwa terapi tawa memberikan
faktor lain yang memengaruhi, misalnya pengaruh bagi perubahan perilaku penga-
adanya rasa cemas, tidak percaya diri, suh lansia.
rasa takut, yang justru menambah
kecemasan peserta, dan ini memengaruhi Saran
proses pelepasan endorphin dalam tubuh. Beberapa hal yang perlu disempur-
Kedua: Pada awal pembuatan mo- nakan agar terapi tawa pada penelitian-
dul hingga terapi selesai, peneliti kurang penelitian selanjutnya dapat memberikan
mendapatkan referensi lebih dalam, hasil yang lebih optimal. Pertama: saran
bahwa proses terapi untuk mengurangi bagi pengasuh, yaitu (1) Pengasuh
rasa marah secara medis berdasarkan ilmu alangkah baiknya dapat menenangkan
psikokinesiologi, memerlukan banyak diri, sehingga dapat berkomunikasi
waktu dua kali lipat lebih lama daripada dengan lansia dengan tenang dan santai.
proses penyembuhan depresi. Meskipun (2) Pengasuh alangkah baiknya dapat
dalam ilmu psikologi, depresi merupakan lebih tenang dan mengatasi rasa khawatir,
dampak rasa marah yang berlebihan dan takut, dan tidak percaya diri ketika
tidak diekspresikan. memberikan pelayanan pada lansia, dan
Ketiga: Pada tahap role play, dapat berbagi dengan penagsuh lain di
peneliti lebih terpaku pada agenda yang posyandu lansia. (3) Pengasuh alangkah
telah disepakati dari awal dan tidak baiknya dapat saling bekerja sama dengan
bernegoisasi kembali untuk tambahan pengasuh lainnya tanpa rasa marah.
waktu agar pelaksanaan role play yang Kedua: saran bagi posyandu lansia,
dirasa kurang, dapat dimaksimalkan. yaitu (1) Perlu adanya keterbukaan dalam
wacana baru dalam melayani lansia. (2)
SIMPULAN DAN SARAN Perlu adanya sosialisasi yang terus
menurus agar dapat meyakinkan masya-
Simpulan rakat tentang peran terapi tawa. (3) Perlu
Berdasarkan analisis data dan pem- adanya peningkatan sumber daya manu-
bahasan yang dilakukan, dapat disimpul- sia yang tidak hanya terbatas pada bidang
kan bahwa terapi tawa dapat merilekskan tertentu saja dalam melayani lansia.
tubuh, namun tidak dapat menurunkan Ketiga: saran bagi lembaga terapi,
emosi marah dalam waktu yang pendek. yaitu (1) Lembaga terapi perlu
Hal ini dapat dilihat dari adanya memperhatikan sistematika tahapan terapi
saran dan hal yang dirasakan setelah pro- tawa dengan lebih seksama. (2) Perlu
ses terapi tawa itu berlangsung. Hampir adanya kerja sama dengan stake holder
semua setuju bahwa terapi tawa dapat

78 | Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014


Terapi Tawa untuk Mengurangi Emosi Marah pada Caregiver Lansia

setempat untuk lebih memaksimalkan Gulo, D. (1982). Kamus Psikologi.


proses terapi tawa. Bandung : Penerbit Tonis.
Keempat: saran bagi peneliti selan-
Hurlock, E.B. (1994). Psikologi Perkem-
jutnya, yaitu (1) Peneliti selanjutnya perlu
bangan. Terjemahan. Jakarta :
memperhatikan tentang faktor-faktor yang Penerbit Erlangga.
sekiranya dapat memengaruhi penelitian.
(2) Peneliti selanjutnya sebaiknya benar- Kataria, M. (2004). Laugh For No Reason.
benar melakukan telaah kajian juga terkait Jakarta : Gramedia.
penelitian lain dalam bidang kedokteran,
Kazhim, M. N. (2009). Manajemen
bila hal tersebut terkait dengan proses Marah, Seni Mengendalikan
gerak tubuh, otot, pengaktifan respon Amarah Menjadi Energi Positif.
visceral dan skeletal secara struktural, Jakarta : Khalifa.
kimiawi, dan emosional bagi tubuh. (3)
Peneliti selanjutnya dapat menelaah lebih Middleton, W. (2007). Gunfire, Humour
and Psychotherapy. Australasian
lanjut tentang penerapan terapi tawa
Psychiatry . 15 (2). 207-218.
dalam kehidupan sehari-hari.
Mulyono, R., dan Purwanto, Y. (2006).
DAFTAR PUSTAKA Psikologi Marah, Perspektif Psiko-
logi Islami. Bandung : PT Refika
Atkinson, R.L. & Atkinson, R.C. (2005). Aditama.
Pengantar Psikologi I. Jakarta :
Penerbit Erlangga. Nugraheni, A. (2006). Pengaruh Terapi
Tertawa Terhadap Depresi Pada
Beck, R. dan Fernandez, E. (1998). Usia Lanjut. Jurnal Intervensi
Cognitive-Behavioral Therapy in the Kedokteran, 1 (2), 189-2005.
Treatment of Anger: A Meta-
Analysis. Cognitive Therapy and Richman, J. (2006). The Role Of
Research ‚ 22 (1)‚ 63-74. Psychotherapy And Humor For
Death Anxiety, Death Wishes, And
Billig, M. (2005). Laughter and Ridicule, Aging. Omega, vol. 54(1) 41-51.
Towards a Social Crittique of
Humour. SAGE Publications. Schieman, S. (1999). Age and Anger.
Journal of Health and Social
Cogan, R. (1987). Effects Of Laughter And Behaviour. 40 (September); 273-
Relaxation On Discomfort 289.
Thresholds. Journal of Behavioral
Medicine Volume 10, Number 2, Schultz, D. (1991). Psikologi Pertum-
139-144, DOI: buhan. Yogyakarta : Kanisius.
10.1007/BF00846422
Shahidi, M. (2010). Laughter Yoga versus
group exercise program in elderly
depressed women: a randomized

Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014 | 79


Nandhini H. Anggarasari, H. Fuad Nashori, RA Retno Kumolohadi

controlled trial. International of Wahana Komputer. (2005). Pengem-


Geriatric Psychiatry. DOI: bangan Analisis Multivariate
10.1002/gps.2545. Dengan SPSS 12. Jakarta: Penerbit
Salemba Infotek
Spielberger, A. (1998).
Wooten, P. (1996). Humor an Antidote
Thie, J. (2007). Touch for Health. Jakarta : for Stress. Holistic Nursing Practice.
Grasindo. 10 (2), 1996, 49-55.

Tse, Mimi M. Y. (2010). Humor Therapy: ____. (2009). Surat Keputusan Tugas
Relieving Chronic Pain and Pramurukti di PSTW Yogyakarta.
Enhancing Happiness for Older
Adults. SAGE-Hindawi Access to http://bataviase.co.id/detailberita-
Research. Journal of Aging 10423665.html
Research. Volume 2010, Article ID
343574, 9 pages
doi:10.4061/2010/343574.

80 | Jurnal Intervensi Psikologi, Vol 6 No. 1, Juni 2014

Anda mungkin juga menyukai