Nandhini H. Anggarasari
H. Fuad Nashori
RA Retno Kumolohadi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Email: nandhinihagrs@yahoo.com
ABSTRACT
This study aims to determine the effectiveness of laughter therapy to reduce emotional upset at
ageing caregivers. Subject retrieval technique used was purposive sampling method. Subjects numbered 20
people, divided into experimental group and control group, with the following criteria: women or men who
care for the elderly, fill out the medical records. The STAXI scale and open scale used was developed by
Spielberger, which reveals the emotion of anger. Experimental method used is a quasi-experimental,
nonrandomized design using pretest-posttest control group design. Based on the test results of pre-test and
post-test in the experimental and control groups, using analysis of T-Test, gain scores obtained score F =
0,296 and a score of 0,478 (2-tailed)/ 0,593 (1-tailed). Score p> 0.01, indicating no difference between the
experimental group and the control group after therapy. However, based on open questionnaire, subjects
felt calmer and fitter after laughter therapy is done, feel that this therapy is very
beneficial and should be disseminated to the public
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi tawa untuk mengurangi emosi marah pada
caregiver lansia. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode purposive sampling. Subjek
penelitian berjumlah 20 orang, yang terbagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan
kriteria wanita atau laki-laki yang mengasuh lansia dan mengisi rekam medis. Adapun skala yang digunakan
adalah STAXI yang disusun oleh Spielberger, yang mengungkap emosi marah dan skala terbuka. Metode
eksperimen yang digunakan adalah kuasi eksperimental, dengan menggunakan nonrandomized pretest-
posttest control group design. Berdasarkan hasil uji prates dan pascates pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, dengan menggunakan analisis t-Test, gain score diperoleh skor F = 0,296 dan skor p
sebesar 0,478 (2-tailed)/ 0,593 (1-tailed). Skor p > 0,01, menunjukkan tidak adanya perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah terapi. Namun, berdasarkan angket terbuka, subjek
merasa lebih tenang dan bugar setelah terapi tawa dilakukan, merasa bahwa terapi ini sangat bermanfaat dan
sebaiknya disosialisasikan pada masyarakat luas.
Lanjut usia atau lansia, suatu istilah pekerja sosial, dan karyawan di panti
yang diberikan kepada individu yang werdha mengakui bahwa mereka mem-
telah mencapai usia 60 tahun ke atas, butuhkan agenda atau aktivitas yang
merupakan periode penutup dalam berfungsi untuk mengurangi dan mene-
rentang hidup seseorang. Ada banyak tralkan segenap tekanan yang ada.
perubahan yang terjadi pada masa lansia Berdasarkan hasil wawancara dengan
dibanding periode-periode hidup sebe- beberapa pengasuh di panti werdha “X”
lumnya, di antaranya perubahan secara diketahui ada agenda dari panti untuk
fisik (penampilan, bagian dalam tubuh, mengadakan penyegaran kembali bagi
fungsi fisiologis, panca indera), perubahan pramurukti, perawat, tenaga sosial, dan
motorik, perubahan seksual, serta kemam- seluruh karyawan di panti, seperti senam
puan mental, dan minat (Hurlock, 1994). bersama dan sesekali rekreasi. Namun,
Pada lansia ada perubahan peran, di semenjak ada pengganti kepala panti,
mana efisiensi, kekuatan, kecepatan, dan semua itu tidak pernah dilakukan lagi.
daya tarik fisik mulai berkurang. Tekanan atau stress yang menim-
Perubahan-perubahan itu sering bulkan kecemasan dapat menimbulkan
mengakibatkan lansia dianggap merasa rasa marah. Rasa marah adalah perilaku
tidak ada gunanya lagi, karena mereka emosional yang bergerak karena kondisi
tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang tidak menyenangkan (Kazhim,
yang lebih muda dalam berbagai bidang. 2009). Dalam kondisi seperti ini biasanya
Perasaan tidak berguna dan tidak diper- orang yang marah akan kehilangan akal
lukan lagi bagi lansia menumbuhkan rasa dan keseimbangan. Dalam menyikapi
rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu rasa marah ada tiga hal yang biasa
perasaan yang tidak menunjang proses dilakukan, yaitu merasa dirinya kuat,
penyesuaian sosial seseorang (Hurlock, merasa dirinya tidak kuat, dan ada pula
1994). yang dapat mengungkapkan secara
Dikarenakan berkurangnya fungsi- verbal. Pengasuh yang merasa dirinya
fungsi dan perannya, lansia umumnya kuat dan benar lebih cenderung untuk
membutuhkan pengasuh dalam menjalani menantang lansia, bersikap ketus, kadang
kehidupannya sehari-hari. Pengasuh lansia membentak, dan kadang kasar terhadap
atau biasa disebut pramurukti (caregiver) lansia. Pengasuh yang merasa tidak kuat
adalah individu yang mengasuh dan lebih cenderung melarikan diri dan
merawat lansia di rumah. Proses yang mengingkari amarah, misalnya pura-pura
terus menerus yang dialami pramurukti sibuk ketika ada lansia yang membu-
dalam menghadapi lansia menimbulkan tuhkannya atau sesegera mungkin beralih
kejenuhan dan tekanan serta memberikan kegiatan ketika bertemu atau berbincang-
dampak yang negatif terhadap emosi dan bincang dengan lansia. Pengasuh yang
perilaku sehari-hari. Beberapa pengasuh, mengungkapkan secara verbal dapat
mengekspresikan rasa marahnya atau yang penting dalam emosi yang dirasakan
tidak sukanya dengan tenang dan tidak individu adalah umpan balik dari peru-
kentara, sehingga dapat diterima oleh bahan badani yang terjadi sebagai res-
lansia dan orang lain, dan hubungan yang pons terhadap situasi yang menakutkan
terjalin tetap terjaga (Mulyono & atau membingungkan. Gambaran umpan
Purwanto, 2006). balik diterangkan melalui gambar berikut:
James dan Lange (Atkinson &
Atkinson, 2005) meyakini bahwa faktor
tidak menjalani kehidupan dengan penuh endogenous opioid peptida yang ber-
rasa cinta dan puas (Schultz, 1991). fungsi sebagai neurotransmitter. Endorfin
Individu yang memiliki kepribadian dihasilkan oleh kelenjar pituitary dan
yang matang dan sehat mampu menerima hipotalamus dalam vertebrata selama la-
emosi-emosinya. Individu tersebut juga tihan, kegembiraan, merasa sakit, meng-
mampu mengontrol emosi-emosi mereka, konsumsi makanan pedas, merasakan
sehingga emosi-emosi ini tidak meng- cinta dan orgasme. Endorfin menyerupai
ganggu aktivitas antarpribadi. Kontrol opiat dalam kemampuan mereka untuk
emosi bukan merupakan sebuah represi. menghasilkan analgesia dan rasa sejah-
Emosi-emosi diarahkan kembali ke dalam tera. Endorfin dapat memberikan rasa
saluran-saluran yang lebih konstruktif. santai, gembira pada seseorang. Fungsi
Kualitas emosi tersebut oleh Allport endorfin seperti zat morfin yang berasal
(Schultz, 1991) disebut “sabar terhadap dari dalam tubuh (Tse, 2010).
kekecewaan”, yang menunjukkan bagai- Menurut Middleton (2007), tawa
mana seseorang bereaksi terhadap tekan- merupakan humor yang menjadi warisan
an dan terhadap hambatan dari keinginan- budaya dan dapat berperan dalam proses
keinginan. Individu yang sehat sabar psikoterapi dalam membangun terapeu-
menghadapi kemunduran-kemunduran, tik aliansi. Richman (2006) menambahkan
tidak menyerah pada kekecewaan, tetapi bahwa humor dapat membantu dalam
mampu memikirkan cara-cara yang aktivitas sosial terutama pada lansia,
berbeda untuk mencapai tujuan dan niat memberikan penilaian dan juga psikotera-
yang baik. Sebaliknya, orang yang pi. Hageseth (Billig, 2005) mengungkap-
neurotis menyerah pada emosi yang kan bahwa tertawa merupakan humor
dominan pada saat itu, memperlihatkan yang positif, yang dapat menyebabkan
kemarahan atau kebencian, betapapun seseorang menjadi optimis. Sedangkan
perasaan-perasaan itu mungkin tidak humor yang negatif lebih mengekspre-
tepat. sikan ejekan, sindiran halus bahkan
Ada beberapa terapi yang dapat sindiran yang tajam, ataupun humor
dilakukan untuk menangani kemarahan, terkait dengan sisi kekurangan suatu suku
yaitu terapi agama dan terapi psikologi bangsa. Tidak semua orang dapat mene-
seperti terapi kognitif, terapi cognitive rima humor yang negatif.
behavioral therapy, dan brief group Berdasarkan uraian di atas, yang
therapy. Selain itu juga ada terapi mempertimbangkan bahwa marah sering
relaksasi dan terapi tawa. dialami oleh pengasuh ketika menghadapi
Menurut Cogan (1987), relaksasi lansia, peneliti bermaksud menunjukkan
memiliki efek yang sama dengan tertawa. bahwa marah dapat diatasi dengan salah
Ketika individu tertawa terjadi pelepasan satu terapi, yaitu terapi tawa. Terapi tawa
endorfin dalam otak. Endorfin adalah memiliki efek yang sama seperti relaksasi
yang dapat meredamkan rasa marah dan mulut dalam bentuk suara tawa atau
memberi ketenangan dan welas asih. senyuman yang menghias wajahnya,
Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti perasaan hati yang lepas, dan bergembira,
efektivitas terapi tawa terhadap penurun- dada yang lapang, peredaran yang lancar,
an rasa marah yang dialami oleh penga- yang bisa mencegah penyakit dan
suh. memelihara kesehatan.
Tertawa adalah gejala reaksi fisik Dari penjelasan di atas, peneliti
seseorang yang menerima rangsangan mengajukan hipotesis penelitian bahwa
batiniah (lucu) atau badaniah (gelitik) atau ada penurunan emosi marah pramurukti
faal (penyakit), bisa juga dampak dari pada kelompok eksperimen dibandingkan
rangsangan kimiawi. Tertawa dapat mem- dengan kelompok kontrol setelah menda-
buat manusia sehat, baik bagi fisik, men- pat terapi tawa.
tal, maupun suasana komunikasi. Tetapi
dapat pula tidak sehat bahkan berbahaya METODE PENELITIAN
dan mengganggu hubungan antar manu-
sia apabila tertawa tidak pada tempatnya, Rancangan Penelitian
mengganggu kesehatan seperti sesak Penelitian ini merupakan penelitian
nafas, kejang perut, atau karena wabah kuasi eksperimen (quasy experiment). De-
penyakit (Kataria, 2004). sain yang digunakan adalah nonran-
Simulasi tawa adalah suatu bentuk domized pretest-posttest control group
tawa untuk mencapai kegembiraan di design. Penjelasan atas desain dapat
dalam hati yang dikeluarkan melalui dilihat pada tabel berikut:
Keterangan :
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
(X) : Angket Emosi Marah
(X)1 : Angket Emosi Marah saat pre test
(X)2 : Angket Emosi Marah saat post test
(X)3 : Angket Emosi Marah saat Follow Up
(Y) : Terapi Tawa
membentuk lingkaran atau setengah ling- berdoa bersama selama satu menit untuk
karan. Para peserta diajak untuk mengi- perdamaian dunia.
kuti aba-aba yang terapis lakukan. (b)
Terapis mengajak untuk melakukan Metode Analisis Data
langkah 1, yaitu bertepuk tangan seirama Data yang diperoleh adalah data
1-2, 1-2-3, sambil mendaras “Ho-Ho- kuantitatif, metode analisis data diguna-
Ho...Ha-Ha-Ha...” (c) Terapis mengajak kan untuk menguji hipotesis penelitian
untuk melakukan langkah 2, yaitu ini, yaitu menggunakan teknik analisis uji
pernafasan dalam dengan tarikan nafas t-Test. Untuk menjaga keakuratan dan
melalui hidung dan dihembuskan pelan- kemudahan pengolahan data digunakan
pelan. (Bersama kata-kata penyembuhan-- teknik perhitungan data melalui program
-memaafkan, melupakan, hidup dan tetap Software Statistical Product and Service
hidup (5 kali). (d) Terapis mengajak untuk Solution (SPSS) 13 for Windows.
melakukan langkah 3, yaitu latihan bahu, Sementar itu angket terbuka dianalisis
leher, dan peregangan (masing-masing 5 secara kualitatif.
kali).
Kedua: Tahap inti. Tahapan inti HASIL PENELITIAN
(Shahidi, 2010) terdiri atas (a) tawa berse-
mangat, (b) tawa sapaan, (c) tawa peng- Hasil Uji Asumsi
hargaan, (d) tawa satu meter, (e) Tawa Uji asumsi dilakukan dengan mela-
milk shake (sebuah variasi), (f) tawa kukan uji homogenitas dan uji normalitas.
hening tanpa suara, (g) tawa berse- Uji homogenitas dimaksudkan untuk
nandung dengan mulut tertutup, (h) tawa mengetahui apakah varian kelompok data
mengayun, (i) tawa singa, (j) tawa ponsel, sama atau berbeda. Pada output ‘Test of
(k) tawa bantahan, (l) tawa memaafkan/ Homogeneity of Variances’ adalah 0,483,
meminta maaf, (m) tawa bertahap, (n) karena nilai signifikansi lebih besar dari
tawa dari hati ke hati (tawa keakraban). 0,05 (0,483 > 0,05). Kesimpulannya
Ketiga: Tahap akhir. Tahap akhir adalah kelompok eksperimen dan kontrol
terdiri atas langkah berikut ini: (a) Terapis pada awal penelitian (prates) memiliki
mengajak untuk melakukan teknik penu- varian yang sama. Dengan ini maka
tupan, yaitu dengan cara cara meneriak- asumsi homogenitas terpenuhi.
kan kata-kata positif, seperti “Aku orang Selanjutnya, dilakukan uji norma-
paling bahagia di dunia ini”, “Aku orang litas. Hasil analisis menunjukkan bahwa
paling sehat di dunia ini”, dan “Aku orang data kelompok eksperimen dan kelompok
paling keren di dunia ini.” (b) Terapis kontrol termasuk normal.
mengajak untuk memejamkan mata dan
seharusnya disampaikan sejak awal dilakukan secara rutin dan dapat dilaku-
bahwa mereka dapat tetap saling bekerja kan juga di masyarakat. Hal ini menun-
sama. Dampaknya adalah munculnya jukkan bahwa terapi tawa memberikan
faktor lain yang memengaruhi, misalnya pengaruh bagi perubahan perilaku penga-
adanya rasa cemas, tidak percaya diri, suh lansia.
rasa takut, yang justru menambah
kecemasan peserta, dan ini memengaruhi Saran
proses pelepasan endorphin dalam tubuh. Beberapa hal yang perlu disempur-
Kedua: Pada awal pembuatan mo- nakan agar terapi tawa pada penelitian-
dul hingga terapi selesai, peneliti kurang penelitian selanjutnya dapat memberikan
mendapatkan referensi lebih dalam, hasil yang lebih optimal. Pertama: saran
bahwa proses terapi untuk mengurangi bagi pengasuh, yaitu (1) Pengasuh
rasa marah secara medis berdasarkan ilmu alangkah baiknya dapat menenangkan
psikokinesiologi, memerlukan banyak diri, sehingga dapat berkomunikasi
waktu dua kali lipat lebih lama daripada dengan lansia dengan tenang dan santai.
proses penyembuhan depresi. Meskipun (2) Pengasuh alangkah baiknya dapat
dalam ilmu psikologi, depresi merupakan lebih tenang dan mengatasi rasa khawatir,
dampak rasa marah yang berlebihan dan takut, dan tidak percaya diri ketika
tidak diekspresikan. memberikan pelayanan pada lansia, dan
Ketiga: Pada tahap role play, dapat berbagi dengan penagsuh lain di
peneliti lebih terpaku pada agenda yang posyandu lansia. (3) Pengasuh alangkah
telah disepakati dari awal dan tidak baiknya dapat saling bekerja sama dengan
bernegoisasi kembali untuk tambahan pengasuh lainnya tanpa rasa marah.
waktu agar pelaksanaan role play yang Kedua: saran bagi posyandu lansia,
dirasa kurang, dapat dimaksimalkan. yaitu (1) Perlu adanya keterbukaan dalam
wacana baru dalam melayani lansia. (2)
SIMPULAN DAN SARAN Perlu adanya sosialisasi yang terus
menurus agar dapat meyakinkan masya-
Simpulan rakat tentang peran terapi tawa. (3) Perlu
Berdasarkan analisis data dan pem- adanya peningkatan sumber daya manu-
bahasan yang dilakukan, dapat disimpul- sia yang tidak hanya terbatas pada bidang
kan bahwa terapi tawa dapat merilekskan tertentu saja dalam melayani lansia.
tubuh, namun tidak dapat menurunkan Ketiga: saran bagi lembaga terapi,
emosi marah dalam waktu yang pendek. yaitu (1) Lembaga terapi perlu
Hal ini dapat dilihat dari adanya memperhatikan sistematika tahapan terapi
saran dan hal yang dirasakan setelah pro- tawa dengan lebih seksama. (2) Perlu
ses terapi tawa itu berlangsung. Hampir adanya kerja sama dengan stake holder
semua setuju bahwa terapi tawa dapat
Tse, Mimi M. Y. (2010). Humor Therapy: ____. (2009). Surat Keputusan Tugas
Relieving Chronic Pain and Pramurukti di PSTW Yogyakarta.
Enhancing Happiness for Older
Adults. SAGE-Hindawi Access to http://bataviase.co.id/detailberita-
Research. Journal of Aging 10423665.html
Research. Volume 2010, Article ID
343574, 9 pages
doi:10.4061/2010/343574.