H. Penerapan Pasien Safety Pada Keperawatan Maternitas
H. Penerapan Pasien Safety Pada Keperawatan Maternitas
Komunikasi efektif dapat digunakan dalam semua tahap keperawatan maternitas, mulai dari
tahap kehamilan, melahirkan, dan nifas. Paa tahap kehamilan komunikasi
efektif dilakukukan pada saat kunjungan kehamilan (trimester I,II, dan III, dimana perawat
ataupun dokter memberikan penjelasan mengenai perkembangan kehamilan ibu dan
pendidikan kesehatan mengenai perawatannya kehamilannya.
Sebelum memasuki masa intranatal, rumah sakit maupun petugas kesehatan melakukan
komunikasi efektif baik pada pasien maupun keluarga mengenai bagaimana proses
persalinan yang akan dilakukan,apakah pasien bisa melahirkan secara normal ataupun secara
secsio ceasaria, itu semua beradasarkan hasil dari identifikasi perawat ataupun dokter selama
proses kehamilan klien.
Pada masa intranatal perawat melakukan komunikasi kepada ibu hamil untuk melakukan
instruksi cara mengedan dengan benar apabila si ibu melahirkan normal. Pada postnatal
komunikasi efektif dilakukan ketika masa perawatan setelah melahirkan, perawat dapat
mengkomunikasikan kepada ibu hamil tentang bagaimana car teknik menyusui an perawatan
terhadap alat reproduksi ibu pasca melahirkan.
SKP3. Peningkatan keamanan obat
Peningkatan keamanan obat diperlukan pada selama masa konsepsi hingga nifas, saat masa
prenatal apabila seorang ibu terindikasi mengalami suatu penyakit misalnya demam tifus,
yang memerlukan obat – obatan tertentu seperti antibiotik maka pihak petugas kesehatan
harus melakukan identifikasi seksama terhadap obat – obatan yang di berikan, dengan
memahami prinsip 6 benar khususnya pada obat – obatan LASA (Look Alike Sound Alike),
karena pada ibu hamil sensitiv terhadap obat – obatan karena dapat mengganggu janinnya.
Misalkan saja penggunaan obat – obatan yang diberikan kepada ibu hamil dengan demam
tifus contohnya Ampisilin dan Amoxcisilin. Kedua obat ini memliki nama yang terdengar
sama dan digunakan untuk kasus yang sama tetapi memiliki perbedaan pada penggunaan
dosis dan efeknya. Pada Ampicilin digunakan 1gr/oral untuk 4xsehari. Dan Amoxicilin
1gr/oral untuk 3x sehari selama 14 hari. Dimana apabila terjadi kesalahan pemberian dosis
atau tertukarnya dosis kedua obat ini dapat memberika efek negativ pada janin dan ibunya.
Pada proses kelahiran memerlukan pemberian injeksi (untuk meningkatkan konstraksi
uterus), disini perawat juag harus meningkatkan kewaspadaan 6 benar. Pada masa postnatal
diberikan obat – obatan pengontrol nyeri pasca bedah contohnya Paracetamol 500mg/oral
sesuai yang dibutuhkan.
SKP4. Tepat – lokasi, Tepat Prosedur, Tepat pasien operasi
Penerapan SKP 4 lebih ditekankan pada masa intranatal khususnya pada prosedur sectio
ceasaria. Pada prosedur ini perawat dan tim kesehatan yang bertuagas harus memastikan
pasien yang akan di operasi dan tindakan apa yang akan dilakukan. Hal – hal yang perlu
dilakukan sebelum operasi sectio ceasaria :
• Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
• Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan sepert USGyang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
• Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan.
Penilaian SKP 4. Pada keperawatan Maternitas
• Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
• Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
• Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi / time-
out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.
• Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis.
Langkah dan Prosedur SKP.4 dalam Penerapannya Pada Keperawatan Maternitas
Khususnya Pada Sectio Ceasaria
Sesuai dengan sepuluh sasaran dalam safety surgery (WHO 2008). Yaitu:
1).Tim bedah akan melakukan operasi pada pasien dan posisi janin di dalam perut ibu.
2).Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di kenal untuk mencegah bahaya dari
pengaruh anastesi, pada saat melindungi pasien dari rasa nyeri.
3).Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan bantuan hidup dari adanya
bahaya kehilangan atau gangguan pernafasan pada saat proses kelahiran maupun sesudah
proses kelahiran.
4).Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan adanya resiko kehilangan darah.
5).Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat dan mengetahui adanya resiko alergi
obat pada pasien.
6).Tim bedah secara konsisten menggunakan metode yang sudah dikenal untuk
meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi operasi.
7).Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya sisa kasa dan instrument pada luka
pembedahan.
8).Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan akurat, specimen (contoh
bahan)pembedahan.
9).Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan bertukar informasi tentang hal-hal
penting mengenai pasien untuk melaksanakan pembedahan yang aman.
10).Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat akan menetapkan pengawasan yang rutin
dari kapasitas , jumlah dan hasil pembedahan.
4. Staf Perawat harus menjaga keselamatan pasien pada saat menggunakan peralatan
elektrik
5. Perhatikan label atau daftar alergi pasien
6. Perawat wajib ikut serta memperhatikan, merawat dan memelihara Peralatan
Medis Ruangan baik emergency maupun tidak yang dievaluasi setiap hari
7. Penilaian keselamatan pasien dapat dilakukan oleh setiap personil/praktisi
kesehatan
8. Medikasi terhadap pasien diikuti oleh intervensi keperawatan dan Standar
Operasionel Prosedur yang ada
9. Kapabilitas untuk memulai operasi Caesar adalah selama 30 menit setelah
pengambilan keputusan dan Inform Consent