Anda di halaman 1dari 6

H.

Penerapan Pasien Safety Pada Keperawatan Maternitas

SKP1. Identifikasi pasien


· Pada ibu hamil maka perlu dilakukan pengkajian dimana menyangkut tentang identitas
ibu, baik nama,usia, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan dan kelahiran, obstetri serta
kesiapan ibu menerima kehamilan. Pengkajian data yang akurat perlu dilakukan untuk
menghidari kesalahan dalam pendiagnosaan, salah identifikasi maupun pemberian tindakan.
Selain dilakukannya pengkajian data maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik, untuk
menentukan status kesehatan ibu dalam menerima kehamilan. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan pada ibu hamil pemeriksaan fisik yang dilakukan seperti, pemeriksaan TTV,
pemeriksaan tubuh head to toe, pemeriksaan leopold, Tinggi fundus urteri (TFU), dan juga
pemeriksaan laboratorium. Yang dimana seluruh data ini dikumpulkan dalam satu format
pengkajian. Format pengkajian inilah yang digunakan untuk identifikasi pasien, dimana
dalam tujuan SKP1. Yaitu meningkatkan ketelitian dalam identifikasi pasien.
· Maksud dan tujuan dari identifikasi klien adalah dilakukannya pengecekan dua kali
supaya tidak terjadi kesalahan dalam pelayanan dan pemberian pengobatan maupun
terciptanya kesesuaian penerimaan pengobatan kepada pasien dalam hal ini ibu hamil. Pada
ibu hamil dengan HIV/AIDS Identifikasi klien sangat penting digunakan dalam prosedur
pengambilan darah untuk pemeriksaan lab. Apabila tidak dilakukan identifikasi dan
penandaan secara akurat maka dapat mengakibatkan tertukarnya spesimen darah ibu hamil
tersebut dengan darah pasien lain, yang mengakibatkan terjadinya kesalahan diagnosis
pasien.
· Salah satu program dalam meminimalisir terjadinya kesalahan identifikasi adalah
dengan menggunakan gelang identitas pasien yang dilengkapi dengan bar code, nama, nomor
rekam medis dan tanggal lahir. Pada ibu hami yang dirawat menggunakan gelang identitas
warna pink, dan dapat ditambahkan dengan gelang warna merah jika ibu memiliki alergi obat
tertentu, warna kuning untuk resiko jatuh. Gelang identitas digunakan untuk menghindari
kesalah dalam pemberian obat, salah pasien, pemberian produk darah, dan pengambilan
spesimen.
SKP.2 Komunikasi Efektif
Penggunaan komunikasi yang tepat dalam maternitas membantu kefektifan dalam
dunia keperawatan maternitas. Komunikasi efektif dapat dilakukan antara perawat ke dokter,
perawat ke perawat, perawat ke pasien maupun dokter ke pasien. Di dalam komunikasi
efektif ini perawat dapat menjelaskan tentang keadaan kesehatan si ibu dan janinnya kepada
suami dan ibu hamil. Komunikasi efektif antara perawat ataupun dokter ke pasien dalam hal
ini ibu hamil dapat membantu ibu sejak pra konsepsi untuk mengorganisasikan perasaannya,
pikirannya untuk menerima dan memelihara kehamilannya. Di dalam SKP2. Komunikasi
efektif terdapat pula komunikasi antara tim kesehatan melalui komunikasi SBAR.
Komunikasi SBAR dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara
shift atau antara staf di daerah klinis yang sama atau berbeda, melibatkan semua anggota tim
kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan
rekomendasi.
Pada komunikasi SBAR perawat di harapkan dapat berkomunikasi efektif tentang analisa
keadaan pasien dan diagnosa keperawatan kepada tim kesehatan lain. Salah satu contoh
komunikasi SBAR misalnya pada ibu hamil dengan preklamsia yang perlu mendapatkan
perawatan. Di sana perawat membuat suatu bentuk pendokumentasian yang berisi:
· S (Situation) : merupakan situasi pasien yang dilaporkan seperti :
- Data dari pasien/ ibu hamil, baik nama, usia, tanggal masuk dan lama perawatan. Lalu
nama dokter yang menangani serta nama perawat.
- Diagnosa medis pasien
- Apa yang terjadi dengan pasien, menyangkut diagnosa/ masalah keperawatan
· B (Background) : latar belakang klinis yang berhubungan dengan situasi pasien,
seperti : TTV, obat saat ini dan alergi, hasil lab sebelumnya untuk perbandingan, riwayat
medis, dan temuan klinis. Misalnya pada TD ibu hamil dengan preklamsia > 160/110 mmhg,
terjadinya penambahan berat badan serta edema pada kaki, jari dan muka. Hal seperti ini
perlu dilaporkan dan di dokumentasikan dalam SBAR.
· A (Assassment) : berisi hasil penilalian klinis klie, temuan klinis dari perawat serta
analisa dan pertimbangan perawat. Contohnya : hasil laboratorium terbaru, keadaan klien
saat ini serta keluhannya.
· R (recomendation) : berisi rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki masalah,
solusi yang ditawarkan perawat serta apa yang perawat perlukan dari dokter untuk
memperbaiki kondisi klien. Seperti rekomendasi pemberian obat serta infus dekstrosa untuk
menstabilkan tekanan darah.

Komunikasi efektif dapat digunakan dalam semua tahap keperawatan maternitas, mulai dari
tahap kehamilan, melahirkan, dan nifas. Paa tahap kehamilan komunikasi
efektif dilakukukan pada saat kunjungan kehamilan (trimester I,II, dan III, dimana perawat
ataupun dokter memberikan penjelasan mengenai perkembangan kehamilan ibu dan
pendidikan kesehatan mengenai perawatannya kehamilannya.
Sebelum memasuki masa intranatal, rumah sakit maupun petugas kesehatan melakukan
komunikasi efektif baik pada pasien maupun keluarga mengenai bagaimana proses
persalinan yang akan dilakukan,apakah pasien bisa melahirkan secara normal ataupun secara
secsio ceasaria, itu semua beradasarkan hasil dari identifikasi perawat ataupun dokter selama
proses kehamilan klien.
Pada masa intranatal perawat melakukan komunikasi kepada ibu hamil untuk melakukan
instruksi cara mengedan dengan benar apabila si ibu melahirkan normal. Pada postnatal
komunikasi efektif dilakukan ketika masa perawatan setelah melahirkan, perawat dapat
mengkomunikasikan kepada ibu hamil tentang bagaimana car teknik menyusui an perawatan
terhadap alat reproduksi ibu pasca melahirkan.
SKP3. Peningkatan keamanan obat
Peningkatan keamanan obat diperlukan pada selama masa konsepsi hingga nifas, saat masa
prenatal apabila seorang ibu terindikasi mengalami suatu penyakit misalnya demam tifus,
yang memerlukan obat – obatan tertentu seperti antibiotik maka pihak petugas kesehatan
harus melakukan identifikasi seksama terhadap obat – obatan yang di berikan, dengan
memahami prinsip 6 benar khususnya pada obat – obatan LASA (Look Alike Sound Alike),
karena pada ibu hamil sensitiv terhadap obat – obatan karena dapat mengganggu janinnya.
Misalkan saja penggunaan obat – obatan yang diberikan kepada ibu hamil dengan demam
tifus contohnya Ampisilin dan Amoxcisilin. Kedua obat ini memliki nama yang terdengar
sama dan digunakan untuk kasus yang sama tetapi memiliki perbedaan pada penggunaan
dosis dan efeknya. Pada Ampicilin digunakan 1gr/oral untuk 4xsehari. Dan Amoxicilin
1gr/oral untuk 3x sehari selama 14 hari. Dimana apabila terjadi kesalahan pemberian dosis
atau tertukarnya dosis kedua obat ini dapat memberika efek negativ pada janin dan ibunya.
Pada proses kelahiran memerlukan pemberian injeksi (untuk meningkatkan konstraksi
uterus), disini perawat juag harus meningkatkan kewaspadaan 6 benar. Pada masa postnatal
diberikan obat – obatan pengontrol nyeri pasca bedah contohnya Paracetamol 500mg/oral
sesuai yang dibutuhkan.
SKP4. Tepat – lokasi, Tepat Prosedur, Tepat pasien operasi
Penerapan SKP 4 lebih ditekankan pada masa intranatal khususnya pada prosedur sectio
ceasaria. Pada prosedur ini perawat dan tim kesehatan yang bertuagas harus memastikan
pasien yang akan di operasi dan tindakan apa yang akan dilakukan. Hal – hal yang perlu
dilakukan sebelum operasi sectio ceasaria :
• Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
• Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan sepert USGyang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
• Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan.
Penilaian SKP 4. Pada keperawatan Maternitas
• Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
• Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
• Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi / time-
out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.
• Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis.
Langkah dan Prosedur SKP.4 dalam Penerapannya Pada Keperawatan Maternitas
Khususnya Pada Sectio Ceasaria
Sesuai dengan sepuluh sasaran dalam safety surgery (WHO 2008). Yaitu:
1).Tim bedah akan melakukan operasi pada pasien dan posisi janin di dalam perut ibu.
2).Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di kenal untuk mencegah bahaya dari
pengaruh anastesi, pada saat melindungi pasien dari rasa nyeri.
3).Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan bantuan hidup dari adanya
bahaya kehilangan atau gangguan pernafasan pada saat proses kelahiran maupun sesudah
proses kelahiran.
4).Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan adanya resiko kehilangan darah.
5).Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat dan mengetahui adanya resiko alergi
obat pada pasien.
6).Tim bedah secara konsisten menggunakan metode yang sudah dikenal untuk
meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi operasi.
7).Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya sisa kasa dan instrument pada luka
pembedahan.
8).Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan akurat, specimen (contoh
bahan)pembedahan.
9).Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan bertukar informasi tentang hal-hal
penting mengenai pasien untuk melaksanakan pembedahan yang aman.
10).Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat akan menetapkan pengawasan yang rutin
dari kapasitas , jumlah dan hasil pembedahan.

SKP 5. Pengurangan resiko infeksi


Pada masa pranatal, perawat memberikan pendidikan kesehatan untuk menjaga kesehatan
selama hamil, dengan mengonsumsi makanan yang bersih dan memenuhi pola diet sehat
berimbang, serta minum air dalam jumlah yang cukup.
Pada masa intranatal, petugas kesehatan harus memperhatikan universal precaution dan alat-
alat persalinan dan ruang bersalin terjaga kesterilannya
Pada masa postnatal, dengan menjaga kebersihan daerah sekitar vagina dan luka bekas
episiotomi (prosedur bedah untuk melebarkan jalan lahir ) karena dapat menjadi pintu masuk
kuman dan menimbulkan infeksi, terutama setelah buang air kecil dan buang air besar. Cuci
tangan dengan bersih sebelum menyentuh area genital dan anus, basuhlah dengan gerakan
dari arah depan ke belakang.
SKP 6. Pengurangan resiko pasien jatuh
Pada masa prenatal, perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien untuk
menggunakan alas kaki yang nyaman dan tidak berhak tinggi, hindari menggunakan tangga,
jaga kebersihan lantai, berikan penerangan yang memadai, serta hubungi keluarga jika perlu
bantuan.
Pada masa intranatal, perlu ditingkatkan keamanan tempat tidur serta posisi ibu saat
melahirkan dengan tujuan supaya menurunkan resiko jatuh, dan perlu diperhatikan posisi ibu
dan bayi setelah proses melahirkan agar bayi tidak jatuh. Pada bayi yang lahir prematur perlu
diperhatikan pemakaian tabung inkubator, petugas kesehatan perlu meningkatkan keamanan
seperti memperhatikan jarak antara bayi dan lampu serta berapa lama anak berada dalam
inkubator. Pada masa postnatal, ajarkan keluarga untuk membantu klien dalam melakukan
aktivitas karena klien dalam keadaan lemah serta istirahat yang cukup.
Contoh Kebijakan tentang Standar Pelayanan Maternitas-Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit Sarasota New Zealand:

1. Identifikasi Pasien yang jelas dan Selalu dipastikan identitasnya sebelum


mendapatkan tindakan
2. Pasien maupun staff berhak untuk dilindungi dari infeksi dan kontaminasi yang
diatur oleh Kebijakan Kontrol Infeksi
3. Selama Pasien dikondisikan atau tidak ada intervensi keperawatan, bed selalu
dijaga dengan posisi rendah dan terkunci, hanya dinaikkan bila akan melakukan
intervensi, tujuannya adalah untuk :
· Pencegahan jatuh intrapartum, misalnya pada pasien dengan Epidural Infussion yang
butuh bed-rest
· untuk mencegah jatuh setelah mobilisasi dari tempat operasi

4. Staf Perawat harus menjaga keselamatan pasien pada saat menggunakan peralatan
elektrik
5. Perhatikan label atau daftar alergi pasien
6. Perawat wajib ikut serta memperhatikan, merawat dan memelihara Peralatan
Medis Ruangan baik emergency maupun tidak yang dievaluasi setiap hari
7. Penilaian keselamatan pasien dapat dilakukan oleh setiap personil/praktisi
kesehatan
8. Medikasi terhadap pasien diikuti oleh intervensi keperawatan dan Standar
Operasionel Prosedur yang ada
9. Kapabilitas untuk memulai operasi Caesar adalah selama 30 menit setelah
pengambilan keputusan dan Inform Consent

Anda mungkin juga menyukai