Anda di halaman 1dari 3

JASA LINGKUNGAN PENYEDIA KARBON

Jasa lingkungan hutan adalah hasil atau implikasi dari dinamika hutan berupa jasa
yang mempunyai nilai atau memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia. Tujuan dari
pemanfaatan jasa lingkungan hutan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
antara lain melalui pemenuhan kebutuhan akan manfaat jasa lingkungan hutan, peningkatan
pendapatan dan penyediaan kesempatan kerja serta lebih menjamin kelestarian sumber daya
hutan sebagai penghasil jasa lingkungan hutan. Jasa lingkungan hutan menjadi penting karena
:
Luas hutan Indonesia yang mencapai 112,8 juta Ha dan di Jawa Tengah seluas 647.133 Ha
seluruhnya berpotensi menghasilkan jasa lingkungan hutan.
 Mempunyai manfaat dan nilai ekonomi lebih besar dari pada hasil hutan berupa kayu.
 Penelitian para ahli menyebutkan bahwa jasa lingkungan hutan mempunyai nilai ekonomi
95% dari total potensi ekonomi hutan, sementara kayu dan non kayu hanya 5%.
 Mempunyai resiko kerusakan kondisi hutan dan ekosistemnya yang relatif kecil
 Merupakan potensi besar dalam menunjang pembangunan perekonomian dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Jenis jasa lingkungan hutan menurut Pagiola et.al (2004) dan Leimona et.al (2006) adalah
sebagai berikut :
a. Perlindungan dan pengaturan tata air (jasa lingkungan air)
b. Konservasi keanekaragaman hayati (jasa lingkungan keanekaragaman hayati)
c. Penyediaan keindahan bentang alam (jasa lingkungan ekowisata)
d. Penyerapan dan penyimpanan karbon (jasa lingkungan karbon)
Menurut fungsinya, hutan dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu hutan produksi, hutan lindung dan
hutan konservasi. Pemanfaatan jasa lingkungan dapat dilakukan pada ketiga fungsi hutan
tersebut. Sedangkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan jasa lingkungan
hutan adalah :
a. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya untuk hutan konservasi dan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan untuk hutan produksi dan hutan lindung.
b. Peraturan Pemerintah No. 6/2007 dan Peraturan Pemerintah No. 3/2008 (perubahan) tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan
c. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona
Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
d. Surat Edaran Dirjen PHKA No. SE.3/IV-Set/2008 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air
di KSA, KPA dan Taman Buru.

Bentuk Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan


Bentuk pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi, hutan lindung dan hutan
konservasi adalah air, aliran air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati,
penyelamatan dan perlindungan lingkungan serta penyerapan dan penyimpanan karbon. Pada
hutan konservasi, jasa lingkungan dapat dilakukan di zona pemanfaatan Taman Nasional,
Taman Hutan Raya (Tahura), Taman Wisata Alam dan Kawasan Suaka Alam.

Beberapa bentuk pemanfaatan jasa lingkungan hutan anatara lain adalah :


a. Jasa lingkungan air menghasilkan sumber daya air berupa massa air dan aliran air antara lain
untuk : pemenuhan kebutuhan air bersih dan air minum, industri air minum dalam kemasan,
pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan, penunjang kegiatan industri, serta untuk
pembangkit listrik tenaga air (energi terbarukan).
b. Jasa lingkungan keanekaragaman hayati menghasilkan sumber plasma nutfah untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan serta industri tanaman obat.
c. Jasa lingkungan ekowisata untuk industri wisata hutan (wana wisata).
d. Jasa lingkungan panas bumi untuk pembangkit listrik tenaga panas matahari (energi
terbarukan).
Untuk dapat memanfaatkan jasa lingkungan hutan, setiap kegiatan memanfaatkan jasa
lingkungan hutan harus disertai Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL). Izin
Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL) ini dapat diberikan kepada perorangan,
koperasi, BUMS Indonesia, BUMM dan BUMD. IUPJL diberikan oleh Menteri Kehutanan
atau gubernur, bupati dan walikota di dalam wilayah kewenangannya.
Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL) pada hutan lindung dan hutan produksi
diberikan paling lama 10 tahun untuk jasa lingkungan air, 35 tahun untuk jasa lingkungan
ekowisata, 50 tahun untuk jasa lingkungan keanekaragaman hayati, dan 30 tahun untuk jasa
lingkungan karbon.
Setiap pemegang IUPJL dikenakan iuran izin (hak yang diberikan) dan pungutan izin
(pengganti nilai intrinsik) sebagai bentuk pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa
lingkungan hutan ini digunakan untuk peningkatan kapasitas pengelola kawasan dan
penguatan fungsi hutan dan ekosistemnya.

PDB/PDRB Hijau
Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional Bruto adalah PDB/PDRB lestari
(sustainable income) yang sudah memperhitungakan depresiasi dan apresiasi nilai ekonomi
lingkungan. Kerusakan lingkungan ikut menurunkan pendapatan ekonomi, oleh karena itu
kualitas lingkungan menjadi salah satu faktor ekonomi. Dana pemerintah sering digunakan
untuk menanggulangi kerugian karena terjadinya kerusakan lingkungan. PDB/PDRB semi
hijau adalah PDB/PDRB yang sudah memperhitungkan depresiasi dan apresiasi sumber daya
alam, tetapi belum memasukkan depresiasi lingkungan. Nilai depresiasi atau apresiasi adalah
ni;lai yang mengkoreksi PDB/PDRB untuk menemukan PDB/PDRB semi hijau yang
ditemukan melalui akunting sumber daya hutan.

Kebijakan perhitungan PDRB Hijau telah ada sejak UU No. 25 tahun 2004 tentang
Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), namun sampai dengan saat ini PDRB Hijau
masih dalam taraf kajian, belum menjadi pertimbangan dalam penentuan dukungan prioritas
dan pendanaan pembangunan sektoral. PDRB Hijau saat ini digunakan/dipertimbangkan
untuk melihat indikator kinerja pembanguan jangka panjang, sedangkan untuk indikator
jangka pendek dan menengah masih digunakan PDRB Coklat.

Pendekatan Perhitungan PDB/PDRB Hijau


Terdapat tiga pendekatan utama dalam menghitung PDRB:
a. Menjumlahkan seluruh nilai tambah dari setiap sektor kegiatan ekonomi
b.Menjumlahkan semua jenis pendapatan yang diperoleh para pemilik faktor preoduksi (tenaga
kerja, modal, alat / perlengkapan dan sumber daya alam, serta keahlian)
c. Menjumlahkan pengeluaran seluruh pengeluaran masing-masing sektor

Sektor-sektor dalam PDRB Hijau :


1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
2. Pertambangan dan penggalian
3. Perindustrian Pengolahan
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
5. Bangunan (konstruksi)
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Angkutan dan Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa

Tahap - tahap penghitungan PDRB Hijau


1. Menghitung nilai tambah sektor kehutanan
2. Mengidentifikasi jenis dan volume sumberdaya hutan yang diambil
3. Memberikan nilai ekonomi terhadap sumberdaya hutan yang diambil
4. Mengurangi nilai tambah PDRB sektor kehutanan dengan nilai deplesi sumberdaya hutan
diperoleh nilai kontribusi semi hijau sektor kehutanan
5. Mengidentifikasi kerusakan atau degradasi tanah/lahan, air dan udara akibat kegiatan
kehutanan
6. Menghitung volume kerusakan atau degradasi sumberdaya alam karena kegiatan kehutanan
7. Menentukan nilai ekonomi (valuasi) degradasi lingkungan
8. Nilai degradasi dikurangkan dari nilai kontribusi Semi Hijau sektor kehutanan dan
diperolehlah nilai kontribusi Hijau dari sektor kehutanan

Anda mungkin juga menyukai