Anda di halaman 1dari 22

I.

DEFINISI
Kolangitis adalah infeksi bakteri dari saluran empedu yang terseumbat baik secara

parsiil atau total, sumbatan biasanya disebabkan dari dalam lumen saluran empedu

misalnya batu koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas

yang menekan duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya

kolangio-karsinoma atau struktur saluran empedu (Nurman, 2009)

Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot

ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu

demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan

’’Charcot triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu stagnan’’ karena obstruksi

saluran empedu menyebabkan perkembangan kolangitis Dari beberapa pendapat

diatas Makmun Wicaksono menyimpulkan bahwa cholangitis adalah infeksi akut oleh

bacteri pada saluran empedu yang diakibatkan kolonisasi atau perkembangan bacteri

dalam saluran empedu,haltersebut dikarenakan ada stagnasi aliran garam empedu dari

kantung empedu akibat adanya sumbatan seperti kolelithiasis, striktur saluran

empedu, sirosis hati dan lain lain.

II. Etiologi Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah koledokolitiasis, obstruksi

struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bakteri memiliki akses ke

saluran bilier melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Infeksi akan naik

menuju duktus hepatikus menimbulkan infeksi. Peningkatan tekanan bilier akan

mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier vena hepatica dan saluran limfatik

perihepatik yang akan menimbulkan bakteremia (Brunicardi et al, 2007). Penyebab

kedua kolangitis adalah obstruksi maligna dari saluran empedu oleh karsinoma
pankreas, metastasis dari tumor peri pankreas, metastasis porta hepatis. Selain itu

pemakaian jangka panjang stent biliaris sering kali disertai obstruksi stent

oleh cairan biliaris yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis

(Cameron, 2009).

Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi bilier saluran (kolestasis) dan

pertumbuhan bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Kolangitis akut membutuhkan

kehadiran dua faktor: (1) obstruksi bilier dan (2) pertumbuhan bakteri dalam empedu

(infeksi empedu). Cairan empedu biasanya normal pada individu yang sehat dengan

anatomi bilier yang normal. Bakteri dapat menginfeksi sistem saluran bilier yang

steril melalui ampula vateri ( karena adanya batu yang melewati ampula/passing

stone), sfingterotomi atau pemasangan sten ( yang disebut kolangitis

asending/ascending cholangitis) atau bacterial portal, yaitu terjadinya translokasi

bakteri melalui sinusoid-sinusoid hepatic dan celah disse (Space of Disse).

Bakterobilia tidak otomatis dengan sendirinya menyebabkan kolangitis pada individu

yang sehat karena efek bilasan mekanik aliran empedu, kandungan antibakteri garam

empedu, dan produksi IgA. Namun demikian, obstruksi bilier dapat mengakibatkan

kolangitis akut karena berkurangnya/ menurunnya aliran empedu (bile flow) dan

produksi IgA, menyebabkan gangguan fungsi sel kuffer dan rusaknya celah

membrane sel (biliary tight junction) menimbulkan refluks kolangiovena2. Penyebab

sering obstruksi bilier adalah choledocholithiasis, stenosis bilier jinak, striktur

anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas. Choledocholithiasis

digunakan untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi baru-baru kejadian kolangitis

akut yang disebabkan oleh penyakit ganas, sclerosing cholangitis, dan instrumentasi
non-bedah saluran empedu telah meningkat. Hal ini melaporkan bahwa penyakit

ganas sekitar 10-30% menyebabkan kasus akut kolangitis.

III. Manifestasi Klinis

Adanya manifestasi klinis pada 54% kasus berupa Trias Charcot yaitu demam, ikterus dan

nyeri abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke

skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan (Nurman, 1999). Selain itu, juga

terdapat tanda dan gejala lain seperti mual dan muntah yang dapat mengakibatkan penurunan

nafsu makan sehingga asupan nutrisi berkurang yang dapat mengakibatkan kelelahan serta

menurunnya berat badan pada penderita kolangitis. Pasien dengan kolangitis supuratif selain

menunjukkan manifestasi klinis berupa trias charcot tapi juga menunjukkan adanya

penurunan kesadaran dan hipotensi (Cameron, 2009).

Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demem, ikterus, dan nyeri

abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias charcot, namun semua elemen

tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan kolangitis

supuratif tampak bukan saja dengan adanya trias chorcot tapi juga menunjukan

penurunan kesadaran dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cameron,

demam di temukan pada lebih dari 90 persen kasus, icterus pada 67 persen kasus dan

nyeri abdomen hanya pada 42 persen kasus. Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya

kolangitis yaitu adanya obstruksi aliran empedu dan adanya bakteri pada duktus

koledokus. Pada sebagian besar kasus, demam dan mengigil di sertai dengan

kolangitis menandakan adanya bakteriemia. Biakan darah yang di ambil saat masuk

ke rumah sakit untuk kolangitis adalah positif pada 40 samapai 50 persen pasien.
Pada hampir semua serial Escherichia coli dan klebsiella pnemoniae adalah

organisme tersering yang didapatkan pada biakan darah. Organisme lain yang

dibiakan dari darah adalah spesies Enterobacter, Bacteroides, dan pseudomonas.

IV. Patofisiologi

Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan empedu

dan apabila berlangsung lama maka akan terjadi kolonisasi bakteri dan pertumbuhan

kuman yang berlebihan. Bakteri ini berasal dari flora duodenum yang masuk melalui

sfingter Oddi, dapat juga dari penyebaran limfogen dari kandung empedu yang

meradang akut (Nurman, 2007).Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada

kolangitis akut yang sering dijumpai adalah bakteri gram (-) enterik E. Coli,

Klebsiella, Streptococcus faecalis dan bakteri anaerob. Bakteri seperti

Proteus,Pseudomonas dan Enterobacter enterococci juga tidak jarang ditemukan

(Malet, 1996).Kolangitis terjadi akibat kombinasi dari adanya hambatan dari aliran

cairan empedu yang berlangsung lama dan terjadi kolonisasi dan proliferasi bakteri.

Adanya tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat, bakteri akan

kembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan dapat mengakibatkan

sepsis (Nurman, 2007). Selain itu, beberapa dari efek serius kolangitis

dapatdisebabkan oleh endotoksemia yangdihasilkan oleh produk pemecahan

bakterigram negatif. Endotoksin diserap di usus lebih mudah bila terdapat obstruksi

bilier, karena ketiadaan garam empedu yangbiasanya mengeluarkan endotoksin

sehingga mencegah penyerapannya. Selanjutnya kegagalan garam empedu mencapai

intestin dapat menyebabkan perubahan flora usus. Selain itu fungsi sel-sel Kupfer
yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk mengekstraksi endotoksin dari

darah portal. Bila mana kolangitis tidak diobati, dapattimbul bakteremia sistemik

yang dapat menimbulkan abses hati (Malet, 1996).

V. Gambar
VI. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan berdasarkan derajat kolangitis (Erina et al, 2011):

a. Kolangitis grade I Pemberian terapi medikamentosa direspon dengan baik oleh

pasien. Setelah itu, dapat dipertimbangkan untuk melakukan drainase bilier dengan

menggunakan endoskopi, perkuatneus, ataupun drainase terbuka.

b. Kolangitis grade II

Pada pasien ini tidak berespon baik dengan medikamentosa. Selain itu, muncul

tanda-tanda gagal organ. Pada pasien ini, dilakukan drainase bilier awal dengan

menggunakan endoskopi atau perkutaneus drainase. Terapi definitif dengan

menghilangkan sumber sumbatan dilakukan setelah kondisi klien stabil.

c. Kolangitis grade III

Pada pasien ini memerlukan terapi suportif seperti ventilator, obat-obatan inotropik,,

terapi medikamentosa. Drainase bilier dilakukan secepatnya segera setelah kondisi

pasien stabil.

Penalaksnaan Konservatif

Penatalaksanaan awal kolangitis adalah terapi konservatif dimana keseimbangan

cairan dan elektrolit harus harus dikoreksi dan penggunaan antibiotik. Antibiotik yang

dipakai pada kasus ringan sampai berat adalah cephalosporin (misalnya cefazolin,

cefixitin). Pada kasus berat digunakan aminoglikosida ditambah dengan clindamycin


atau metronidazole. Saluran empedu yang mengalami obstruksi harus didrainase

sesegera munkin pada pasien dengan kondisi stabil. Dekompresi Biliaris Sebagian

besar pasien (sekitar 70%) dengan kolangitis akut akan berespon terhadap terapi

antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes fungsi hati kembali ke

normal dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien tidak menunjukkan perbaikan dalam 12

sampai 24 jam pertama, dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan. Pada

sebagian besar kasus, dekompresi biliaris dilakukan segera secara non operatif baik

dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu: (Sabiston, 1968 dan Cameron,

2009).

a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik

Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah

semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran

empedu dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang

dipasang pipa nasobilier. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter

lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan

batu ini. Pada penderita ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu (De

Jong, 1997 dan Burkitt, 1996).

b. Lisis batu

Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada

batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan

selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam

kandung empedu dengan metil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini

merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai dengan penyulit (De Jong,
2005 ). ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah penghancuran

batu saluran empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang

dilengkapi dengan pencitraan flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan

sfingterotomi endoskopik dan pemasangan kateter nasobiliaris untuk

memasukkan material kontras. Terapi dilanjutkan sampai terjadi penghancuran

yang adekuat atau telah diberikan pelepasan jumlah gelombang kejut yang

maksimum (Cameron, 2001; De Jong, 2005; Josh, 2006).

b. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)

Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai

salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau

mengurangi ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan.

Pada pasien dengan pipa T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan

koledokoskop dari luar untuk membantu mengambil batu intrahepatik (De Jong,

2005; Brunicardi, 2000).

Penatalaksanaan Definitif

a. Kolesistektomi Terbuka

Merupakan operasi yang membutuhkan anestesi umum kemudian dilakukan

irisan pada bagian anterior dinding abdomen dengan panjang 12-20cm

Teknik operasi kolesistektomi terbuka Dilakukan dengan insisi subtotal

kanan (Kocher) sebagai salah satu insisi yang serbs guna dalam diseksi

lambung empedu dan saluran empedu.

b. Kolangiografi operatif
Dilakukan secara rutin untuk mendapatkan peta anatomik di daerah yang

sering mengalami anomalidan untuk menyingkirkan batu empedu yang tidak

dicurigai. Kolangiografi dilakukan mengan menggunakan kanlua kangiografi

seperti Berci Lehman dn Colangiocath. Insisi dibuat di saluran sistikus Insisi

harus cukup besar untuk memasukkan kanula Kanula dipertahankan

ditempatnya dengan hemoclip. Kemudian material kontras dimasukkan yaitu

hypaque 25%. Sistem operasi kolangiografi adalah fluorokolangiopatidengan

penguatan citra serta monitor televisi. Ini memungkinkan pengisian saluran

empedu secara lambat dan pemaparan multiple saluran sistem saat diisi.

c. Laparoskopi Kolesistektomi

Merupakan cara invasif untuk mengangkat batu empedu dengan

menggunakan teknik laparoskopi. Kontraindikasinya adalah sepsis abdomen,

gangguan pendarahan kehamilan.

d. Eksplorasi koledokus: eksplorasi laparoskopi duktus empedu

Umumnya sebelum tindakan operatif batu duktus empedu dideteksi dengan

kolangiografi intraoperatif mengalirkan saline melalui kateter kolangiografi

setelah sfingter oddi direlaksasikan dengan glukagoN. Jika irigasi tidak

berhasil, dapat dilakuakan pemasangan kateter balon melalui duktus sisikus

dan turun ke duktus empedu.

VII. Pemeriksaan penunjang

1. Anamnesa

Pada saat anamnesa biasanya klien mengeluh nyeri abdomen kanan atas, perut

terasa mual dan kadang pasien juga muntah. Selain itu, pada saat anamnesa
ditemukan riwayat penyakit terdahulu seperti batu kandung empedu dan saluran

empedu, pasca cholecystectomy, riwayat cholangitis sebelumnya (Brunicardi et

al, 2007),

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan triad charcot yaitu berupa demam, ikterus, dan

nyeri abdomen kanan atas. Gejala lain yaitu kekakuan, pruritus, tija yang acholis

atau hypocholis, dan malaise, hepatomegali ringan, hipotensi, sepsis. Pada

pemeriksaan abdomen selain adanyeri biasanya ditemukan hepatomegali, asites

dengan shifting dulness, dan jika sudah parah bisa menimbulkan peritonitis.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan

bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk

alkali fosfatase (GGT) dan transaminase serum (SGOT/SGPT) juga sedikit

meningkat yang menggambarkan proses kolestatik (Cameron, 1997). Pada

beberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyolok menyerupai hepatitis

virus akut.

4. Foto Polos Abdomen

Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu atau

di duktus koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening,

melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen (Soetikno, 2007).

5. Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris

intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada

ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah

duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus

biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian

proximal.Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan

mudah dapatdibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak

tampak pelebarandari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus

biliaris intra dan ekstrahepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak

rendah (distal) (Soetikno, 2007).

6. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) adalah pemeriksaan

duktus billiaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat MRI, dengan

memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari cairan yang

menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus (Soetikno, 2007).

7. ERCP

Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang menggunakan

lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal. Endoscope

Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat menentukan

penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati

penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.

VIII. Asuhan Keperawatan

I. Asuhan keperawatan

A. data focus pengkajian


a. Pengkajian

Identitas

Keluhan utama

Pada penderita kolangitis, klien mengeluh nyeri perut kanan atas nyeri tidak

menjalar /menetap, nyeri pada saat menarik nafas dan nyeri seperti ditusuk

tusuk

Riwayat penyakit

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu contohnya riwayat dari

keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis, seperti :

- Batu kandung empedu atau batu saluran empedu

- Pasca cholecystectomy

- Manipulasi endoskopik atau ERCP cholangiogram

- Riwayat cholangitis sebelumnya

- Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids memliki

cirri edema bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier

Riwayat penyakit sekarang

Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak memiliki

gejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluh nyeri abdomen

kuadran lateral atas. Gejala lain yang dapat terjadi meliputi: jaundice,

demam, menggigil dan kekakuan, nyeri abdomen tinja yang acholis.


Riwayat penyakit keluarga

Perlu dikaji apabila klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes

mellitus, hipertensi, anemia.

Pemeriksaan fisik

System pernafasan

Inspeksi : dada tampak, pernafasan dangkal klien tampak gelisah

Palpasi : vocal vremitus teraba merata

Perkusi : sonor

Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing)

System kardiovaskuler

Terdapat takikardi dan diaphoresis

System neurologi

Tidak terdapat gangguan pada system neurologi

Sistem pencernaan

Inspeksi : tampak ad distensi abdomen diperut kanan atas klien mengeluh

mual muntah

Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi

Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas

nyeri tekan epigastrium

System eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat

System integument

Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal

System musculoskeletal

Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP

B. Analisa data

No Data Etiologi Masalah

1 Ds : Cholangitis Nyeri

Do : Intervensi bedah
Intervensi litotripsi
Intervensi endoskopi

Pasca operatif

luka terbuka

respon ssp

pelepasan reseptor nyeri

nyeri
2 Ds : Cholangitis Resiko infeksi

Intervensi bedah
Intervensi litotripsi
Intervensi endoskopi

Do :
Pasca operatif

luka terbuka

perdarahan

port de entry mikroorganisme

resiko infeksi
3 Ds : Cholangitis Hipertermi

Obstruksi duktus sistikus atau duktus


billiaris

Peningkatan tekanan pada duktus


Do :
billiaris

Peningkatan peristaltik

Respon sistemik

Merangsang hipotalamus

Set poin di hipotalamus

Hipertermi
4 Ds : Cholangitis Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
Obstruksi duktus sistikus atau duktus kebutuhan
billiaris

Peningkatan tekanan pada duktus


Do :
billiaris

Peningkatan peristaltic

Gangguan gastrointestinal
Mual,muntah

Intake nutrisi dan cairan tidak adekluat

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan
5 Ds : Cholangitis Resiko kekurangan

Obstruksi duktus sistikus atau duktus volume cairan


billiaris

Peningkatan tekanan pada duktus


billiaris
Do :
Peningkatan peristaltic

Gangguan gastrointestinal

Mual,muntah

Cairan tidak adekuat

Resiko kekurangan volume cairan

C. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung empedu

2. Risiko infeksi berhubungan dengan supresi respon inflamasi dan statis cairan empedu

3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual

muntah, nyeri abdomen dan kurang minat pada makanan

5. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah dan kehilangan

cairan aktif

D. Intervensi keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung empedu

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang

Kriteria hasil:

Keadaan umum normal pasien tampak nyaman

Nyeri berkurang pasien tampak rileks ditunjukkan dengan skala nyeri 1-3 Pasien

melakukan managemen nyeri saat nyeri kembali dating

TTV dalam batas normal

Intervensi:

Observasi, catat lokasi dan skala nyeri dan karakter nyeri

Anjurkan pasien dalam posisi nyaman

Anjurkan managemen nyeri distraksi relaksasi nafas dalam

Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic

Observasi tanda tanda vital

Kaji respon pasien

2. Risiko infeksi berhubungan dengan supresi respon inflamasi dan statis cairan empedu

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang

Kriteria hasil:

Tanda dan gejala infeksi berkurang/tidak ada

Memperlihatkan personal hygiene yang adekuat

Intervensi:

Pantau tanda dan gejala infeksi

Kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi

Pantau hasil laboratorium


Amati penampilan praktek hygiene personal untuk perlindungan terhadap infeksi

Jelaskan pada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi meningkatkan resiko

terhadap infeksi

Instruksikan untuk menjaga personal hygiene

Ajarkan pasien dan keluarga tehnik mencuci tangan yang benar

Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan

ruang pasien

Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi factor dilingkungan mereka, gaya

hidup atau praktik kesehatan yang meningkatkan risiko infeksi

Ajarkan keluarga bagaimana membuang balutan luka yang kotor dan sampah biologis

lainnya

3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh kembali

normal

Kriteria hasil:

Suhu tubuh kembali normal pasien nyaman

Tanda vital dalam bats normal

Pasien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi suhu tubuh

Intervensi:

Observasi tanda vital

Anjurkan menggunakan pakaian tipis dan minum air putih

Anjurkan untuk melakukan kompres dingin pada daerah dada dan ketiak

Kolaborasi dalam pemberian antipiretik


Kaji respon pasien

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual

muntah, nyeri abdomen dan kurang minat pada makanan

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam keseimbangan nutrisi

terpenuhi

Kriteria hasil:

Asupan nutrisi kembali seimbang

Pasien menunjukkan energy yang adekuat

TTV dalam batas normal

Mual muntah berkurang

Intervensi:

Observasi tanda tanda vital

Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering

Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian program diet

Monitoring asupan gizi pasien

Kaji respon pasien

5. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah dan


kehilangan cairan aktif Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24 jam, risiko kekurangan volume cairan berkurang
Kriteria hasil:

Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal

Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal


Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Intervensi:

Timbang popok/pembalut jika diperlukan

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan


darah ortostatik), jika diperlukan

Monitor vital sign

Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian

Lakukan terapi IV

Monitor status nutrisi

Berikan cairan

Berikan cairan IV pada suhu ruangan

Dorong masukan oral

Berikan penggantian nesogatrik sesuai output

Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )

Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

Atur kemungkinan tranfusi

Persiapan untuk tranfusi


XI. Daftar pustaka

Ahern, Nancy R. Dkk, 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Ed. 9. Jakarta:

EGC.Ardini,

Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of

Surgery, Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2007, p : 1203-1213

Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta, 2009,

hal : 476-479

De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Dorland, Newman. 2011. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Erina, Outry Siregar Nurhayat Usman, Kiki Lukman. 2011. Pola Kuman di Duktus

Biliaris dan Test Resistensi/Sensitifitas terhadap Antimikroba pada Pasien


Ikterus Obstruktif di Duvisi Bedah Digestif , Departemen Ilmu Bedah RSHS.

Bandung: Universitas Padjajaran

Nurman, A. 2007. Kolangitis Akut Dipandang dari Sudut Penyakit Dalam. J.

Kedokteran Trisakti 18 (3): 1-7

Soetikno, Rista D. 2007. Imaging Pada Ikterus Obstruksi. Bandung: Bagian/UPF

Radiologi FKUNPAD/RSUP dr. Hasan Sadikin.

Wada K, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y. Miura F, Yoshida M, Mayumi T,

Strasberg S, Pitt HA, Gadacz TR, Buchler MW, BelghitiJ, de Santibanes E,

Gouma DJ, Neuhaus H, Dervenis C, Fan ST, Chen MF, Ker CG, Bornman

PC, Hilvano SC, Kim SW, Liau KH, Kim MH. Diagnostic criteria and

severity assessment of acute cholangitis. Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary

Pancreat Surg. 2007; 14 (1) 52-8

Anda mungkin juga menyukai