Anda di halaman 1dari 4

1.

Akuntansi syariah adalah bidang akuntansi yang menekankan pada 2 (dua) hal
yaitu akuntabilitas dan pelaporan.
Perbedaan akutansi syariah dan akutansi konvensional
Akuntansi Konvensional

 Sering terjadi perbedaan pendapat cara menentukan nilai/harga untuk melindungi


modal pokok karena konsep modal pokok (capital).

 Modal yang terbagi menjadi 2 yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yg beredar
(aktiva lancar).

 Menerapkan praktek teori pencadangan & ketelitian dari menanggung semua kerugian
dalam perhitungan.

 Mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin.

 Menerapkan praktek prinsip laba universal, meliputi laba dagang, modal pokok.

 Laba tercipta hanya saat terjadi transaksi jual beli.

Akuntansi Islam

 Konsep modal pokok dalam islam berlandaskan nilai tukar yang berlaku, yang
tujuannya melindungi modal pokok dari kemampuan produksi di masa yang akan
datang dalam perusahaan yang berlangsung secara kontinyu (berkelanjutan).

 Jenis barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa
barang (stock).

 Mata uang (emas, perak dsb) bukan tujuan sesungguhnya, melainkan hanya sebagai
perantara untuk pengukuran & penentuan nilai/harga (sebagai sumber harga/nilai).

 Penentuan nilai/harga berdasarkan nilai tukar yang berlaku.

 Membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko.

 Membedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari
modal (capital) pokok dengan laba yang berasal dari transaksi.

 Wajib menjelaskan asal sumber pendapatan.

 Berusaha menghindari & menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh
para ulama fiqih.
 Menghindari laba dari sumber yang kurang dipercayai karena dikhawatirkan bersifat
“haram”.

 Laba akan muncul ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang,
baik yang telah terjual atau Akan tetapi jual beli merupakan suatu keharusan untuk
menyatakan laba serta laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.

Sejarah perkembangan transaksi syariah: Terjadinya transaksi syariah berawal dari sistem
perbankan syariah, kemudian mengalami perkembangan disektor lainnya. Proses
perkembangan transaksi syariah dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada tahun 1963 Diawali dengan berdirinya Mit Ghmr Local Saving Bank di Mesir

Pada tahun 1972 Pemerintah Mesir melakukan direstrukturisasi Mit Ghmr Local Saving Bank
menjadi Nasser Social Bank
Pada tahun 1975 Pendirian Islamic Development Bank

Pada tahun 1978 Luksemburg

Pada tahun 1981 Swiss

Pada tahun 1983 Denmark

Pada tahun 1982 Malaysia

Pada tahun 1991 Pendirian Bank Muamalat di Indonesia

Pada tahun 1998 Dikeluarkan UU No.10 tahun 1998 yang memberikan landasan hukum lebih
kuat untuk perbankan syariah.

Pada tahun 1999 Melalui UU No.23 tahun 1999 pemerintah memberikan kewenangan kepada
Bank Indonesia untuk dapat menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah.
Perkembangan akutansi syariah di indonesia: Sedangkan di Indonesia perkembangan
akuntansi syariah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari proses pendirian Bank Syariah.
Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan landasan awal diterapkannya ajaran
Islam menjadi pedoman bermuamalah. Pendirian ini dimulai dengan serangkaian proses
perjuangan sekelompok masyarakat dan para pemikir Islam dalam upaya mengajak
masyarakat Indonesia bermuamalah yang sesuai dengan ajaran agama. Kelompok ini
diprakarsai oleh beberapa orang tokoh Islam, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI),
serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pada waktu itu, sekitar tahun 1990-199.
2. Dasar dasar ajaran islam:
Sumber hukum islam: Adapun yang menjadi hukum Islam, yaitu Al Quran, hadis,
dan ijtihad.
a. Al quran
Dalam hukum Islam, Al-Quran merupakan sumber hukum yang pertama dan
utama, tidak boleh ada satu aturan pun yang bertentangan dengan Al-Quran,
sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nisa [4] ayat 105
b. al hadist
Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al Quran. Dalam
perkembangan dunia yang serba global ini, berbagai ketidakpastian selalu
menerpa kehidupan umat manusia sehingga banyak orang yang bingung dan
menemui kesesatan.
c. Ijtihad
Ijtihad dilakukan jika ada suatu masalah yang harus diterapkan hukumnya,
tetapi tidak dijumpai dalam Al Quran maupun hadis. Meskipun demikian,
ijtihad tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, tetapi hanya orng-orang yang
memenuhi syarat yang boleh berijtihad.
Definisi Maqashid Al-Syari`ah

Secara etimologi maqashid al-syari`ah terdiri dari dua kata yakni maqashid dan al-syari`ah.
Maqashid bentuk jamak dari maqshid yang berarti tujuan atau kesengajaan.[1] al-syari`ah
diartikan sebagai :

‫[ المواضع تحددالي الماء‬2]

“Jalan menuju sumber air”

Sedangkan syariah menurut terminology adalah jalan yang ditetapkan Tuhan yang membuat
manusia harus mengarahkan kehidupannya untuk mewujudkan kehendak Tuhan agar
hidupnya bahagia di dunia dan akhirat. Sedangkan menurut Manna al-Qathan yang dimaksud
dengan syariah adalah segala ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hambanya baik
yang menyangkut akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah. [3]

Jadi, dari defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan maqashid al-
syari`ah adalah tujuan segala ketentuan Allah yang disyariatkan kepada umat manusia.

5 unsur pokok:

Memelihara Agama (hifzh al-din)

Memelihara agama, berdasarkan kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga peringkat :

a) Memelihara agama dalam tingkat dharuriyah yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban
keagamaan yang masuk dalam peringkat primer, seperti melaksanakan shalat lima waktu. Kalau shalat itu
diabaikan, maka akan terancamlah eksistensi agama;

b) Memelihara agama dalam peringkat hajiyah yaitu melaksanakan ketentuan agama, dengan maksud
menghidari kesulitan, seperti shalat jama dan qasar bagi orang yang sedang bepergian. Kalau ketentuan ini
tidak dilaksanakan maka tidak mengancam eksistensi agama, melainkan hanya kita mempersulit bagi orang
yang melakukannya.

c) Memelihara agama dalam tingkat tahsiniyah yaitu mengikuti petunjuk agama guna menjunjung
martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban kepada Tuhan, misalnya membersihkan
badan, pakaian dan tempat. [8]

Memelihara jiwa (hifzh an-nafs)

Memihara jiwa berdasarkan tingkat kepentingannya dibedakan menjadi tiga peringkat

a) Memelihara jiwa dalam tingkat dharuriyah seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk
mempertahankan hidup.
b) Memelihara jiwa dalam tingkat hajiyat, seperti dibolehkannya berburu binatang untuk menikmati
makanan yang lezat dan halal, kalau ini diabaikan maka tidak mengancam eksistensi kehidupan manusia,
melainkan hanya mempersulit hidupnya.

c) Memelihara jiwa dalam tingkat tahsiniyat seperti ditetapkan tata cara makan dan minum.[9]

Memelihara akal, (hifzh al-`aql)

Memelihara akal dari segi kepentingannya dibedakan menjadi 3 tingkat :

a) Memelihara akaldalam tingkat dharuriyah seperti diharamkan meminum minuman keras karena
berakibat terancamnya eksistensi akal.

b) Memelihara akal dalam tingkat hajiyat, seperti dianjurkan menuntut ilmu pengetahuan.

c) Memelihara akal dalam tingkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari menghayal dan
mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah. [10]

Memelihara keturunan (hifzh an-nasb)

Memelihara keturunan dari segi tingkat kebutuhannya dibedakan menjadi tiga

a) Memelihara keturunan dalam tingkat dharuriyah seperti disyariatkan nikah dan dilarang berzina.

b) Memelihara keturunan dalam tingkat hajiyat, seperti ditetapkannya ketentuan menyebutkan mahar
pada waktu akad nikah.

c) Memelihara keturunan dalam tingkat tahsiniyat seperti disyaratkannya khitbah dan walimah dalam
perkawinan. [11]

Memelihara harta. (hifzh al-mal)

Memelihara harta dapat dibedakan menjadi 3 tingkat :

a) Memelihara harta dalam tingkat dharuriyah seperti syariat tentang tata cara pemilikan harta dan
larangan mengambil harta orang dengan cara yang tidak sah.

b) Memelihara harta dalam tingkat hajiyat, seperti syariat tentang jual beli tentang jual beli salam.

c) Memelihara harta dalam tingkat tahsiniyat seperti ketentuan menghindarkan diri dari pengecohan atau
penipuan. [12]

3.

Anda mungkin juga menyukai