Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spiritualitas adalah dimensi manusia, dan dengan demikian dimensi praktek Keperawatan
(Burkhart & Solari-Twadell,tahun 2001; McSherry, uang tunai, & Ross, 2004). Fokus pada
tanggung jawab perawat untuk menyediakan kerohanian meliputi penilaian, diagnosis,
perencanaan, intervensi dan evaluasi. Ini adalah langkah-langkah yang mendefinisikan proses
keperawatan, yang merupakan scien- tific metode pelayanan keperawat adalah diterapkan
dalam praktek. Dalam spiritualitas, penelitian telah cenderung berfokus pada Fase pertama
dan ketiga proses keperawatan, yaitu penilaian spiritual (Murray, Kendall, Boyd Worth, &
Benton, 2004; Oldnall, 1996; Taylor, 2006) dan perawatan spiritual, masing-masing kedua
dipahami sebagai intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan spiritual(Chan, 2010;
Kociszewski, 2003, Narayanasamy et al., 2004; Sawatzky & Pesut, 2005). Menurut Pesut
(2008), pemahaman yang lebih jelas tentang kebutuhan spiritualitas, dimana tanpa
memperhatikan kebutuhan spiritual dan perawatan spiritual tidak akan tercapai. Spiritualitas
telah terbukti kompleks untuk menentukan. Itu hadir diantara penganut dan agnostics
(McSherry, 2000), mengintegrasikan semua dimensi individu (Reed, 1992), yang meliputi
lebih dari agama (Narayanasamy, 2001), melibatkan hubungan interpersonal, dan berkaitan
dengan arti kehidupan, terutama pada saat krisis dan penyakit (Baldacchino, 2006).

Distress spiritual telah diterima sebagai diagnosis keperawatan di NANDA sejak tahun 1978
dan direvisi pada tahun 2002 (Herdman, 2009). Dalam taksonomi I, diagnosis ini
diklasifikasikan dalam domain menilai sebagai gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi
seluruh keberadaan seseorang, dan yang terintegrasi dan melampaui satu sifat biologis dan
psikososial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian distres spiritual ?
2. Batasan karakteristik distres spiritual ?
3. Etiologi dari distres spiritual ?
4. Tanda gejala distres spiritual ?
5. Patofisiologi distres spiritual ?
6. Faktor presdiposisi dan prepitasi distres spiritual ?
7. Macam-macam kebutuhan spiritual ?

1
8. Mekanisme koping distres spiritual ?
9. Peran perawat dalam distres spiritual ?
10. Asuhan keperawatan distres spiritual ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Mahasiswa/i mampu menjelaskan dan memahami distres spiritual
2. Mahasiswa/i mampu memhami batasan karateristik distres spiritual dan etiologinya
3. Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan tanda gejala dan patofisiologi
distres spiritual
4. Mahasiswa/i mampu memhami faktor presdiposisi dan prepitasi distres spiritual
5. Mahasiswa/i mampu memhami maam-macam spiritual dan mekanisme kopingnya
6. Mahasiswa/i mampu memhami peran perawat dan asuhan keperwatan pada distres
spiritual

1.4 Manfaat Makalah


Karya tulis ini diharapkan bisa menambah referensi dan informasi dalam bidang kesehatan,
serta dapat dijadikan tambahan ke perpustakaan dalam pengembangankarya tulis selanjutnya,
khususnya mahasiswa/i Universitas Bhakti Kencana Bandung.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Distres Spiritual
Monod (2012) menyatakan distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak
terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien mengalami depresi, cemas, dan
marah kepada tuhan. Distress spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).

Distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa
yang terjadi, dan dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terasing. Untuk itu
diharapkan perawat mengintegrasikan perawatan spiritual kedalam proses keperawatan
(Potter & Perry, 2004).

Distress spiritual adalah hambatan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan


makna dan tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, music, seni,
buku, alam, ataupun dengan tungan yang maha esa (Judith, 2016).

2.2 Batasan Karakteristik Distres Spiritual


1. Hubungan dengan diri sendiri
a. Marah
b. Mengungkapkan kurangnya motivasi
c. Mengungkapkan kurang dapat memaafkan diri sendiri
d. Mengungkapkan kekurangan harapan
e. Mengungkapkan kekurangan cinta
f. Mengungkapkan kurangnya makna hidup
g. Mengungkapkan kekurangan tujuan hidup
h. Mengungkapkan kurangnya ketenangan (mis., kedamaian)
i. Merasa bersalah
j. Koping tidak efektif
2. Hubungan dengan orang lain
a. Mengungkapkan rasa terasing
b. Menolak interaksi dengan orang yang dianggap penting
c. Menolak interaksi dengan pemimpin spiritual

3
d. Mengungkapkan dengan kata-kata telah terpisah dari sistem pendukung
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, alam
a. Tidak berminat pada alam
b. Tidak berminat membaca literatur spiritual
c. Ketidakmampuan mengungkapkan kondisi kreativitas sebelumnya (mis.,
menyanyi/ mendengarkan musik/ menulis)
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada dirinya sendiri
a. Mengungkapkan kemarahan terhadap kekuatan yang lebih besar dari dirinya
b. Mengungkapkan telah diabaikan
c. Mengungkapkan ketidakberdayaan
d. Mengungkapkan penderitaan
e. Ketidakmampuan berintrospeksi
f. Ketidakmampuan mengalami pengalaman religiositas
g. Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan
h. Ketidakmampuan berdoa
i. Meminta menemui pemimpin keagamaan
j. Perubahan yang tiba-tiba dalam praktik spiritual

2.3 Etiologi Distres Spiritual


1. Ketidaksiapan menghadapi kematian dan pengalaman kehidupan setelah kematian,
Kehilangan agama yang merupakan dukungan utama ( merasa ditinggalkan oleh
Tuhan), Kegagalan individu untuk hidup sesuai dengan ajaran agama,
Ketidakmampuan individu untuk merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan
spiritual(Achir Yani H, 2008)
2. Ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, kematian dan ancaman terhadap
integritas(Potter & Perry, 2005 dalam Grace Yopi, 2013).
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual individu (Craven &Hirnle,2009 dalam
Hendra saputra,2014)
4. Terkait dengan patofisiologi tantangan pada sistem keyakinan atau perpisahan dari
ikatan spiritual sekunder karena berbagai akibat, misalnya kehilangan bagian atau
fungsi tubuh; penyakit terminal; penyakit yang membuat kondisi
lemah;nyeri;trauma; dan keguguran atau kelahiran mati. (Rahayu Winarti,2016)

4
5. Hal – hal terkait dengan konflik antara program atau tindakan yang ditentukan oleh
keyakinan, meliputi : aborsi, isolasi, pembedahan, amputasi, tranfusi darah,
pengobatan, pembatasan diet, dan prosedur medis. (Rahayu Winarti,2016)
6. Hal yang berkaitan dengan situasional, kematian atau penyakit dari orang terdekat;
keadaan yang memalukan pada saat melakukan ritual keagamaan ( seperti
pembatasan perawatan intensif, kurangnya privasi, kurang tersedianya makanan
atau diet khusus), keyakinan yang ditentang keluarga, teman sebaya; dan yang
berhubungan dengan perpisahan orang yang dicintai. (Rahayu Winarti,2016)

Menurut buku Anna Keliat, Penyebab dari gangguan distres spiritual ini meliputi :
a) Faktor fisik: kecacatan akibat kecelakaan atau bencana alam atau buatan manusia
b) Faktor psikologis: kehilangan orang yang berarti atau harta benda akibat bencana
c) Faktor lingkungan: gangguan akibat kerusakan atau hilangnya potensi atau situasi
lingkungan yang selama ini akrab dengan

2.4 Tanda Dan Gejala Distres Spiritual


Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien distres spiritual (melalui wawancara)
menurut buku Anna Keliat adalah:
1. Selalu menanyakan kebenaran keyakinan yang dianutnya (contohnya pasien kurang
atau tidak yakin lagi dengan nilai yang selama ini dianutnya).
2. Merasa tidak nyaman terhadap keyakinan atau nilai yang dianutnya
3. Ketidakmampuan melakukan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukannya secara
rutin
4. Perasaan ragu terhadap nilai atau keyakinan yang dimilikinya
5. Menyatakan perasaan tidak ingin hidup
6. Merasakan kekosongan jiwa yang berkaitan dengan keyakinan yang dimilikinya
7. Mengatakan putus hubungan dengan orang lain atau Tuhan
8. Mengekspresikan perasaan marah, takut, cemas terhadap arti hidup ini, penderitaan
atau kematian.

2.5 Patofisiologis Distres Spiritual


Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi otak.
Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat
menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap

5
perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi.
Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-
kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai suatu
rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang menghadapi
ancaman yaitu stres.

Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus.


Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan perubahan. Sinyal
dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu bagian
pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status emosional seseorang.
Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan kepribadian.
Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan, kecemasan dan perubahan
kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996), depresi, nyeri dan lama gagguan
(Blesch et al, 1991). Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor
akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan
dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai dengan
munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis, sosial termasuk
spiritual.

Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan dengan timbulnya
depresi. Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya depresi.
Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi antara lain faktor
genetik, lingkungan dan neurobiologi. Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres
spritiual karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi
kebutuhannya termasuk kebutuhan spritual.

2.6 Faktor Presdisposisi Dan Prepitasi


A. Faktor Predisposisi :
1) Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang
sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan
terjadi transfer pengalaman yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang.

6
2) Fktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan,
okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial,
tingkatan sosial.

B. Faktor Presipitasi :
1) Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan
hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan
dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang
maha tinggi.

2) Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual


adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun
komunitas.

Penilaian Terhadap Stressor :

1. Respon Kognitif
2. Respon Afektif
3. Respon Fisiologis
4. Respon Sosial
5. Respon Perilaku

2.7 Macam-macam Kebutuhan Spiritual

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan


keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai dan dicintai, menjalani hubungan penuh rasa percaya pada Tuhan
(Carson, 1989 dalamHamid, 2008). Galek et al (2005) menyatakan, dari sekian banyak
penelitian yang dilakukan ada 7 konsep kebutuhan spiritual yang paling mewakili kebutuhan
spiritual manusia, meliputi:

7
a. Cinta/ kebersamaan/ rasa hormat

Hubungan antar manusia membentuk suatu keselarasan yang dapat menyembuhkan, meliputi;
dapat diterima sebagai manusia dalam kondisi apapun, memberi dan menerima cinta,
mempunyai hubungan dengan dunia, perkawanan, mudah terharu dan mudah melakukan
kebaikan, membina hubungan yang baik dengan sesama manusia, alam dan sekitar dan
dengan Tuhan zat tertinggi.Cinta merupakan dasar dari spiritualitas yang mendorong manusia
untuk hidup dengan hatinya, cinta meliputi dimensi cinta pada diri sendiri, cinta pada Tuhan,
cinta pada orang lain, dan cinta pada seluruh kehidupan. Cinta juga meliputi tentang kebaikan
yang berkualitas, kehangatan, saling memahami, kedermawanan dan kelembutan hati.
Memelihara kasih sayang merupakan komponen yang penting dalam perawatan spiritual.

b. Keimanan/ keyakinan

Berpartisipasi dalam pelayanan spiritual dan religius, mendapat teman untuk berdoa,
melakukan ritual keagamaan, membaca kitab suci,mendekatkan diri pada zat yang maha
tinggi (Tuhan). Agama dapat dijadikan sarana untuk mengekspresikan spiritualitas melalui
nilai-nilai yang dianut, diyakini dan dilakukan dengan praktik-praktik ritual, didalamnya
dapat menjawab pertanyaan mendasar tentang hidup dan kematian. Apa yang harus dikenali
adalah bahwa ada sebagian orang yang mempunyai bentuk agama yang tidak selalu masuk
kedalam institusional (Contoh: Kristen, Islam, Budha), namun demikian perawat harus tetap
memperhatikan dan mendengarkan serta menghormati apa yang diyakini klien dan dengan
cara yang arif.

c. Hal positif/ bersyukur/ berharap/ kedamaian

Banyak berharap, merasakan kedamaian, dan kesenangan, berfikir positif, membutuhkan


ruang yang sepi untuk meditasi atau refleksi diri, bersyukur dan berterima kasih, mempunyai
rasa humor. Harapan adalah orientasi di masa depan, mepercayai makna, meyakini dan
mengharapkan. Ada dua tingkatan tentang harapan: harapan yang sifatnya spesifik dan
harapan yang sifatnya umum. Harapan yang sifatnya spesifikmencakup tujuan yang
dikehendaki pada beberapa keinginan diri. Harapan yang sifatnya umum bagaimana
menghadapi masa depan dengan selamat. Faktor-faktor yang signifikan, seperti datangnya
penyakit dapat menyebabkan hidup seseorang dalam situasi yang sulit, harapan membantu

8
manusia berinteraksi dengan ketakutan dan ketidaktentuan, serta membantu mereka untuk
menghasilkan yang positif.

d. Makna dan tujuan hidup

Memaknai bahwa penyakit merupakan sumber kekuatan, memahami mengapa penyakit,


dapat terjadi pada dirinya, makna dalam penderitaan, memahami tujuan hidup, memahami
saat krisis (Masalah kesehatan). Sebagai seseorang yang berpengetahuan dan memahami
tujuan hidup, ini merupakan penemuan prosedur yang signifikan serta mempunyai daya
dorong pada saat menjalani penderitaan yang besar. Tidak hanya mengartikan ini sebagai
daya dorong, tetapi ini juga membawa pada pencerahan (McEwen, 2005). Seseorang akan
memahami hal apa yang pantas untuk di prioritaskan dalam hidupnya, dan hal apa yang tidak
relevan untuk diprioritaskan. Sebagai contoh, pada penelitian yang dilakukan oleh Bukhardt
(1994), ditemukan pada analisis statistik bahwa ada hubungan yang positif dan terus
bertahan, antara memliki spiritual yang tinggi, dengan seseorang yang mencari tujuan hidup
(Miner-williams, 2006). Spiritualitas memberi penerangan pada seseorang yang mempunyai
satu tujuan, dan mengapa mereka menghendaki untuk hidup dihari yang lain.

e. Moral dan etika

Untuk hidup bermoral dan beretika, hidup dalam masyarakat dan menjunjung tinggi moral
dan etika yang ada di dalam masyarakat tersebut.f)Penghargaan pada keindahanMenghargai
keindahan alam dan seni, gambaran hubungan dengan alam meliputi: ikut memelihara
lingkungan sekitar dengan cara menanam tumbuhan, pohon serta melindungi dari kerusakan,
mengagumi alam sebagai ciptaan, menghargai seni dengan menghargai musik. Pemecahan
masalah/ kematianPesan atau nasihat sebelum menghadapi kematian, mengakui adanya
kehidupan setelah kematian, mempunyai pemahaman yang dalam akan kematian, dan
memaafkan diri dengan orang lain

2.8 Mekanisme Koping Distres Spiriutal


Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres spiritual:
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif
thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.

9
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan
pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan
umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan
kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003)
menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan
pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai keterampilan koping yang
efektif.

Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth menguraikan yang positif (Teknik
Koping) dalam menghadapi stress, yaitu:

Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)


Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu dalam
memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan lingkungan (Pearlin &
Schooler, 1978:5). Karakterisik di bawah ini merupakan sumber daya psikologis yang
penting, diantaranya adalah:

Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)


Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori dari Colley’s looking-
glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk mengatasi masalah yg dihadapi.

Mengontrol diri sendiri


Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi (internal
control) dan external control (bahwa kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan, nasib,
dari luar) sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya (looking for silver
lining).

Rasionalisasi (Teknik Kognitif)


Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres dalam mencari arti
dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam menghadapi situasi stres, respons individu
secara rasional adalah dia akan menghadapi secara terus terang, mengabaikan, atau

10
memberitahukan kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan sesuatu yang penting
untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir dengan sendirinya. Sebagaian orang berpikir
bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi sesuatu tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi
menggantungkan semua permasalahan dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih
mendekatkan diri kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari semua yang
terjadi.

Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi situasi stres.
Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya.
Misalnya, pasien HIV akan melakukan aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya
tubuhnya dengan tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat anti retroviral dan obat
untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan istirahat yang cukup, dan menghindari
konsumsi obat-abat yang memperparah keadan sakitnya.

2.9 Peran Perawat Dalam Distres Spiritual


Perawat sebagai spritual care, dahulu spiritual carebelum dianggapsebagai suatu
dimensiNursing Therapeutic, tetapi dengan munculnya Holistic Nursing maka Spiritual
caremenjadi aspek yang harus diperhatikan dan pengkajian kebutuhan spiritual pasien
(O′Brien, 1999). Perawat merupakan orang yang selalu hadir ketika seseorang sakit,
kelahiran, dan kematian. Pada peristiwa kehidupan tersebut kebutuhan spiritual sering
menonjol, dalam hal ini perawat berperan untuk memberikan spiritual care (Cavendish,
2003).

Balldacchino (2006) menyimpulkan bahwa perawat berperan dalam distres Spiritual yaitu
melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana dan
implementasi keperawatan serta melakukan evaluasi kebutuhan spiritual pasien, perawat juga
berperan dalam komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan organisasi
klinis/pendidikan, serta menjaga masalah etik dalam keperawatan.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DISTRES SPIRITUAL
3.1 Asuhan Keperawatan
Pengkajian :
1) Untuk pasien yang mengindikasikan adanya ketaatan beragama, kaji adanya indikator
langsung status spiritual pasien dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut :
a. Apakah anda merasa keimanan anda dapat membantu anda? Dengan
cara apa keimanan tersebut penting bagi anda saat ini?
b. Bagaiman saya dapat membantu anda menjalankan keimanan anda?
Misalnya, apakah anda ingin saya membacakan buku doa untuk anda?
c. Apakah anda menginginkan kunjungan dari penasihat spiritual atau
layanan keagamaan dari rumah sakit?
d. Tolong beri tahu saya tentang aktivitas agama tertentu yang penting
bagi anda?
2) Lakukan pengkajian tidak langsung terhadap status spiritual pasien dengan melakukan
langkah berikut :
a. Tentukan konsep ketuhanan pasien dengan mengamati buku-buku yang ada
disamping tempat tidur atau program telivisi yang dilihat pasien. Juga catat
apakah kehidupan pasien tampak memiliki arti, nilai, dan tujuan.
b. Tentukan sumber-sumber harapan dan kekuatan pasien. Apakah Tuhan dalam
arti tradisional, anggota kluarga, atau kekuatan “bersumber dari dalam
dirinya”? Catat siapa yang paling banyak diperbincangkan oleh pasien, atau
tanyakan, “Siapa yang penting bagi anda?”
c. Amati apakah pasien sedang berdoa ketika anda memasuki ruangan, sebelum
makan, atau saat tindakan.
d. Amati barang-barang, seperti litratur keagamaan,rosario, kartu ucapan semoga
lekas sembuh yang bersifat keagamaan disamping tempat tidur pasien.
e. Dengarkan pandangan-pandangan pasien tentang hubungan antara
kepercayaan spiritual dan kondisi kesehatannya, terutama untuk pernyataan
seperti, “mengapa Tuhan membiarkan hal ini menimpa saya?” atau “ Jika saya
beriman, saya pasti akan sembuh.”

12
Diagnosa&Intervensi
Diagnosa Hasil NOC Intervensi NIC Rasionalisasi
Keperawatan
Distress spiritual 1. Kualitas hidup: tingkat 1. Meningkatan 1. Membantu
persepsi positif tentang koping klien pasien untuk
situasi hidup saat ini beradaptasi
dengan
2. Harapan: optimisme stressor,
yang secara pribadi perubahan,
memuaskan serta atau ancaman
mendukung hidup yang dialami
dan
3. Pengakhiran kehidupan menggangu
yang bermartabat: 2. Memberi pemenuhan
tindakan pribadi untuk dukungan tuntutan dan
mempertahankan kendali kepada klien peran dalam
dan kenyamanan dalam dan keluarga kehidupan
mendekati akhir dalam membuat 2. Memberikan
kehidupan keputusa informasi dan
dukungan
4. Keterlibatan sosial: untuk pasien
interaksi sosial dengan yang
individu, kelompok, atau 3. Mengklarifikasi membuat
organisasi nilai dalam keputusan
pengambilan terkait
5. Kesehatan spiritual: keputusan perawatan
hubungan dengan diri kesehatan
sendiri, orang lain,
Tuhan, seluruh 3. Membantu
kehidupan, alam, dan orang lain
semesta, yang mengklarifik
meningkatkan 4. Memberi asi nilai yang
transendensi diri serta dukungan emosi mereka anut

13
memberdayakan diri kepada klien untuk
memfasilitasi
pengambilan
5. Memfasilitasi keputusan
penumbuhan yang efektifv
harapan pada 4. Memberi
klien ketenangan,
penerimaan,
dan
dukungan
6. Melakukan saat stres
perawatan 5. Memfasilitasi
menjelang ajal perkembanga
n sikap
positif pada
situasi
tertentu
7. Memfasilitasi
peningkatan
sosialisasi pada 6. Meningkatka
klien n
kenyamanan
fisik dan
8. Memfasilitasi
kedamaian
pertumbuhan
psikologis
spiritual pada
pada tahap
klien
akhir hidup

7. Memfasilitasi
kemampuan
orang lain
untuk
berinteraksi

14
dengan orang
9. Memberikan lain
dukungan 8. Memfasilitasi
spiritual pada pertumbuhan
klien kapasitas
pasien untuk
mengidentifi
kasi,
berhubungan
dengan, dan
memanggil
sumber
makna,
tujuan,
kenyamanan,
kekuatan,
dan harapan
dalam hidup
mereka

9. Membantu
pasien untuk
merasakan
seimbang dan
terhubung
dengan tuhan

Intervensi menurut Anna Keliat :


Tujuan intervensi keperawatan untuk pasien:
a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Mampu mengungkapkan penyebab distres spiritual
c. Mampu mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang keyakinannya

15
d. Mampu mengembangkan kemampuan mengatasi masalah dan perubahan
keyakinan
e. Mampu melakukan kegiatan keagamaan

Tindakan keperawatan untuk pasien distres spitual :


a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
b. Kaji faktor penyebab distres spiritual pada pasien
c. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikirian tentang keyakinannya
d. Bantu klien mengembangkan keterampilan untuk mengatasi perubahan spiritual
dalam kehidupan
e. Fasilitasi pasien dengan alat – alat ibadah sesuai dengan agamanya
f. Fasilitasi pasien untuk menjalani ibadah sendiri atau dengan orang lain
g. Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan
h. Bantu pasien mengevalusi perasaan setelah melakukan kegiatan keagamaan
SP 1-P. Bina hubungan saling percaya dengan pasien, Kaji faktor penyebab distres
spiritual pada pasien, Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikirian terhadap aama
yang diyakininya, bantu klien mengembangkan kemampuan mengatasi perubahan spiritual
dalam kehidupan.

SP 2-P. Fasilitasi klien dengan alat-alat ibadan sesuai keyakinannya, fasilitasi klien
untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain. Bantu pasien untuk ikut serta
dalam kegiatan keagamaan.
Tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien distress spiritual agar keluarga
mampu:
1. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien dengan masalah
spiritual
2. Mengetahui proses terjadinya distress spiritual yang di hadapi oleh pasien
3. Mengetahui cara merawat anggota keluarga yang mengalami masalah spiritual
4. Melakukan rujukan pada tokoh agama apabila diperlukan.

Tindakan keperawatan untuk keluarga:


1. Mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam merawat pasien
2. Jelaskan proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi pasien

16
3. Jelaskan pada keluarga cara merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
spiritual
4. Bantu keluarga untuk membantu pasien melaksanakan kegiatan spiritual
5. Beri pujian jika keluarga mampu melakukan kegiatan yang positif

SP 1.K. Bantu keluarga mengidentifikasi masalah, yang dihadapi dalam merawat pasien.
Bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi dan
perawatannya.

Keluarga
SP 1K
1. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi
dalam merawat pasien
2. Mengetahui pross terjadinya masalah
spiritual yang dihadapi
3. Mengetahui cara merawat anggota
keluarga yang mengalami masalah spritual
4. Membantu pasien melaksanakan kegiatan
spiritual
Nilai SP 3k
Total nilai SPp + SPk

17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Spiritualitas adalah dimensi manusia, dan dengan demikian dimensi praktek
Keperawatan. Fokus pada tanggung jawab perawat untuk menyediakan kerohanian
meliputi penilaian, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Ini adalah langkah-
langkah yang mendefinisikan proses keperawatan, yang merupakan scien- tific metode
pelayanan keperawat adalah diterapkan dalam praktek.

Distres spiritual adalah suatu gangguan yaang berhubungan dengan prinsip kehidupan,
keyakinan, kepercayaan atau keagamaan pasien yang menyebabkan gangguan pada
aktivitas spiritual akibat masalah-masalah fisik atau psikososial yang dialami.
(Dochterman, 2004)

4.2 Saran
Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, menambah ilmu
pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa keperawatan,
namun penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya

18

Anda mungkin juga menyukai