Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN POLITIK MILLENIAL DAN PERILAKU POLITIK

PEMILIH PEMULA DALAM PEMILIHAN PRESIDEN


DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2019

Supardi Fahmi
Mahasiswa Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan
Universitas Negeri Medan
Supardifahmi99@gmail.com

ABSTRACT
The reason the author gave this idea was because of the lack of political
education and the problems that existed in political candidates in carrying
out political education, millennial political education was allocated to the
beginner voters in the current millennial era by giving ideas in the form of
applications or social media in the form of ig with main line assistance,
namely schools and community channels so that it refers to forms of
concepts, information and factual considerations, regarding the system of
government and politics.

Keywords: Millennial Political Education, Beginner Voter Behavior

PENDAHULUAN
Proses Demokratisasi di indonesia ditandai lahirnya sistem
multipartai. Sistem multipartai adalah sistem kepartaian yang memiliki
banyak partai. Dalam proses demokratisasi, rakyat dipandang sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi. Hal itu terlihat dimanifestasikan melalui
pemilihan umum dimana rakyat memilih langsung orang yang akan duduk
memimpin pemerintahan sesuai dengan periode yang berlaku.
Para pemilih millenilas saat ini merupakan rational voters yang
mempunyai tanggungjawab, kesadaran, kalkulasi, rasionalitas dan
kemampuan kontrol yang kritis terhadap kandidat pilihannya, yang
meninggalkan ciri-ciri traditional voters yang fanatik, primordial dan
irasional, serta berbeda dari swinger voters yang selalu ragu-ragu dan
berpindah-pindah pilihan politiknya. Pemilih yang di dalamnya pemilih
pemula merupakan pemilih yang potensial. Karena pemilih pemula adalah
subjek partipasi dan bukan objek mobilisasi. Jika disandingkan dengan hasil

1
penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset pemasaran Frontiers atas 2.500
pemilih pemula di lima kota besar di Indonesia mengungkapkan mereka
condong memilih partai-partai besar.
Jumlah generasi milenial saat ini dianggap memiliki potensi yang
besar. Bahkan, menurut komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Pramono Ubaid Tanthowi, pemilih milenial ini sebagai penentu siapa
pemimpin pada masa mendatang. Menurut data KPU, jumlah pemilih muda
mencapai 70 juta–80 juta dari sekitar 193 juta pemilih. Artinya, mencapai
35–40% yang memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu.
Perilaku pemilih pemula memiliki karakteristik yang biasanya masih
labil dan apatis, pengetahuan politiknya kurang, cenderung mengikuti
kelompok sepermainan dan mereka baru belajar politik khususnya dalam
pemilihan umum. Ruang-ruang tempat di mana mereka belajar politik
biasanya tidak jauh dari ruang yang dianggap memberikan rasa kenyamanan
dalam diri mereka. Adapun ruang-ruang tempat belajar pendidikan politik
tersebut yaitu, pertama, ruang keluarga. Di dalam lingkungan keluarga
mereka belajar berdemokrasi pertama kali, faktor keluarga sangat
mempengaruhi cara pandang mengenai seluk-beluk kehidupan yang ada di
sekitarnya, termasuk pendidikan politik diperoleh pertamakali dari ruang
keluarga. Keluarga mempunyai kekuatan dalam mempengaruhi secara
emosional, sehingga faktor orang tua bisa membentuk perilaku pemilih
mereka. Kedua, Pengaruh teman sebaya atau sepermainan menjadi faktor
yang patut dipertimbangkan, karena faktor eksternal ini bisa mempengaruhi
informasi dan pendidikan politik. Teman sebaya dipercaya tidak hanya bisa
mempengaruhi persepsi dan tindakan positif tetapi juga mempengaruhi
persepsi dan tindakan negatif. Sehingga kecenderungan perilaku politiknya
berpotensi homogen dengan perilaku politik teman dekatnya. Ketiga, media
massa. Media massa terutama televisi mampu menyajikan sumber informasi
politik kepada khalayaknya secara efektif dan efisien, dalam hal ini para
remaja atau pemilih pemula dalam sehari bisa menghabiskan waktu berjam-
jam di depan televisi, (meskipun tidak selalu menonton program yang
berkaitan dengan politik). Dari ke empat ruang pendidikan politik tersebut,

2
kecondongan pendidikan politik pada kaum millenial saat ini hanyalah
kepada media sosial, walaupun ketiga ruang pendiidikan politik tersebut
cukup berpengaruh.
Oleh karena itulah penulis memberikan gagasan ide berupa
pendidikan politik millenial dan perilaku pemilih pemula dalam pemilihan
presiden dan wakil presiden tahun 2109 pada karya tulis ilmiah ini.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pendidikan Politik
Pendidikan politik adalah aktifitas yang bertujuan untuk membentuk dan
menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada individu. Pendidikan politik
yaitu untuk meningkatkan pengetahuan rakyat agar mereka dapat
berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Sesuai paham
kedaulatan rakyat atau demokrasi, rakyat harus mampu menjalankan tugas
partisipasi.12 Pendidikan politik mensyaratkan mengandung unsur-unsur
bernuansa moral. Semisal, ketaatan terhadap hukum atau aturan main,
mengagungkan kepentingan publik, memproses kebijakan secara
prosedural, pro rakyat banyak, penuh keteladanan, pencerahan publik, dan
mengusung visi serta program yang populis. Pendidikan politik memiliki
muatan politis, meliputi loyalitas dan perasaan politik, serta pengetahuan
dan wawasan politik yang menyebabkan seseorang memiliki kesadaran
terhadap persoalan politik dan sikap politik.
2. Millenial
Millennials (juga dikenal sebagai Generasi Millenial atau Generasi Y)
adalah kelompok demografis (cohort) setelah Generasi X. Peneliti sosial
sering mengelompokkan generasi yang lahir diantara tahun 1980 an sampai
2000 an sebagai generasi millennial. Jadi bisa dikatakan generasi millennial
adalah generasi muda masa kini yang saat ini berusia dikisaran 15 – 34
tahun.
Studi tentang generasi millenial di dunia, terutama di Amerika, sudah
banyak dilakukan, diantaranya yang studi yang dilakukan oleh Boston
Consulting Group (BCG) bersama University of Berkley tahun 2011 dengan
mengambil tema American Millennials: Deciphering the Enigma

3
Generation. Tahun sebelumnya, 2010, Pew Research Center juga merilis
laporan riset dengan judul Millennials: A Portrait of Generation Next.
Di Indonesia studi dan kajian tentang generasi millennial belum banyak
dilakukan, padahal secara jumlah populasi penduduk Indonesia yang berusia
antara 15-34 tahun saat ini sangat besar, 34,45%. Tahun lalu memang ada
sebuah majalah bisnis yang tajuk utamanya membahas generasi millennial,
tapi sayang coverage liputanya masih sebatas kaitannya generasi millennial
dengan dunia pemasaran, belum masuk secara substansi ke ruang lingkup
kehidupan mereka secara menyeluruh.
Dibanding generasi sebelum, generasi millennial memang unik, hasil
riset yang dirilis oleh Pew Researh Center misalnya secara gamblang
menjelaskan keunikan generasi millennial dibanding generasi-generasi
sebelumnya. Yang mencolok dari generasi millennial ini dibanding generasi
sebelumnya adalah soal penggunaan teknologi dan budaya pop/musik.
Kehidupan generasi millennial tidak bisa dilepaskan dari teknologi terutama
internet, entertainment/hiburan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi
generasi ini

Dalam konteks Indonesia hal yang sama juga terjadi, hasil survei yang
dilakukan Alvara Research Center tahun 2014 menunjukkan Generasi yang
lebih muda, 15 – 24 tahun lebih menyukai topik pembicaraan yang terkait
musik/film, olahraga, dan teknologi. Sementara generasi yang berusia 25 –
34 tahun lebih variatif dalam menyukai topik yang mereka perbincangkan,
termasuk didalamnya sosial politik, ekonomi, dan keagamaan.
Konsumsi internet penduduk kelompok usia 15 – 34 tahun juga jauh
lebih tinggi dibanding dengan kelompok penduduk yang usianya lebih tua.

4
Hal ini menunjukkan ketergantungan mereka terhadap koneksi internet
sangat tinggi.
Ketika berbicara dan mencoba membedah potret generasi millennial di
Indonesia secara utuh maka setidaknya ada lima isu utama yang perlu dikaji
lebih mendalam, yakni:
Pandangan Keagamaan
Jumlah penduduk muslim di Indonesia merupakan yang terbesar di
didunia, meski demikian ternyata Indonesia lebih memilih demokrasi
sebagai sistem bernegaranya dibanding sistem kenegaraan yang berdasarkan
agama. Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh para pendiri republik ini,
bahwa sebagai bangsa dan negara kita perlu mendasarkan pada asas dan
dasar negara yang melindungi setiap warga negara apapun asal usul dan
latar belakangnya, dan dasar negara itu kita sepakati adalah Pancasila.
Karena itu penting untuk memotret bagaimana pandangan keagamaan
pemuda apakah konservatif, moderat, atau sekuler, apa pandangan
pandangan pemuda tentang hubungan agama dan negara. Apakah ada
pergeseran pandangan keagamaan pemuda dibanding generasi-generasi
sebelumnya.
Ideologi dan Partisipasi Politik
Ada sebuah pandangan umum yang selalu menggelitik bahwa nilai-nilai
patriotik dan nasionalisme telah hilang dan luntur dari generasi muda kita.
Apa memang demikian? Kalau kita lihat semangat sepak bola mania di
Gelora Bung Karno setiap timnas bertanding malah menunjukkan hal
sebaliknya. Juga ketika kita lihat respon mereka di social media ketika
simbol-simbol kita dilecehkan negara tetangga, mereka sangat aktif dan
gigih membela martabat bangsa dan negaranya. Jadi penting bagi kita
sebenarnya untuk melihat sebetulnya apa arti nasionalisme bagi generasi
millennial ini, Apakah hanya sebatas aspek primordialisme, trend saja atau
ada yang lebih substansial.
Terkait dengan dunia politik di Indonesia, penting juga melihat
bagaimana pemuda melihat setiap proses politik kenegaraan yang terjadi di
Indonesia, seberepa besar tingkat partisipasi pemuda dalam setiap proses

5
politik di Indonesia. Survei yang dilakukan Alvara Research Center tahun
2014 menunjukkan pemilih muda Indonesia didominasi oleh swing
voters/pemilih galau, dan apathetic voters/pemilih cuek.
Nilai-Nilai Sosial
Bagaimana pemuda memaknai arti sebuah keluarga juga penting untuk
digali, bagaimana mereka memandang hubungan antara anak dan orang tua,
apakah orang tua merupakan role model bagi mereka atau malah mereka
lebih memilih role model lain diluar hubungan kekeluargaan.
Berbagai pertanyaan diatas penting diukur terkait dengan nilai-nilai
sosial dikalangan pemuda, banyak pihak juga berpandangan mulai ada
pergeseran nilai-nilai sosial ketimuran kita dikalangan pemuda, karena
mereka lebih terbuka pemikirannya maka mereka juga dengan mudah
mengadopsi nilai-nilai sosial barat yang lebih modern
Pendidikan, Pekerjaan, dan Kewirausahaan
Isu paling penting yang dihadapi pemuda dari dulu sampai sekarang
adalah isu pendidikan dan pekerjaan, karena dua hal inilah yang paling
berpengaruh dan menentukan masa depan mereka. Tingkat kesuksekan
mereka dimasa dewasa dan masa tua ditentukan oleh pendidikan dan
pekerjaan yang mereka terima di masa muda.
Selain itu wirausaha saat ini juga sudah menjadi alternatif kalangan muda
dalam berkarya, start-up bisnis bermunculan di berbagai kota. Begitu lulus
mereka tidak lagi berburu lowongan pekerjaan, tapi berupaya mencari
peluang bisnis dan menjadikan peluang bisnis itu sebagai pintu masuk ke
dunia wirausaha.
Gaya Hidup, Teknologi, dan Internet,
Gaya hidup anak muda yang cenderung hedonis terutama dikota-kota
besar sudah menjadi rahasia umum, mereka memiliki cara tersendiri untuk
meluapkan ekspresi mereka, dunia hidup mereka tidak bisa lepas dari
hiburan dan teknologi terutama internet.
Bagaimana gaya hidup pemuda Indonesia?, Apa saja hobi dan olahraga
yang pemuda senangi?, Apa kebiasasan dan perilaku pemuda terhadap
terknologi, terutama internet? Dan Bagaimana interaksi pemuda di media

6
sosial? Adalah pertanyaan yang perlu dijawab terkait hubungan gaya hidup
anak muda.
Akhirnya dengan memahami secara utuh potret generasi millennial di
Indonesia maka kita memiliki gambaran pandangan, aspirasi dan sudut
pandang mereka terhadap segala aspek didalam kehidupan mereka, sehingga
pembangunan manusia Indoesia seutuhnya bisa tepat sasaran, karena pada
ujungnya nanti kepada generasi millennial inilah nasib dan masa depan
bangsa dan negara ditentukan.
3. Perilaku Politik
Perilaku politik pada umumnya ditentukan oleh faktor internal dari
individu itu sendiri seperti idealisme.Tingkat kecerdasan, kehendak hati dan
oleh faktor eksternal (kondisi lingkungan) seperti kehidupan beragama,
sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya yang mengelilinginya. Ramlan
Surbakti4 mengemukakan bahwa perilaku politik adalah kegiatan yang
berkenaan dengan proses pembuatan keputusan politik.
Perilaku politik merupakan salah unsur atau aspek perilaku secara umum,
disamping perilaku politik, masih terdapat perilaku-perilaku lain seperti
perilaku organisasi, perilaku budaya, perilaku konsumen/ekonomi, perilaku
keagamaan dan lain sebagainya.
Menurut Jack C. Plano Perilaku dapat dipahami sebagai pikiran atau
tindakan manusia yang berkaitan dengan proses pemerintahan. Dalam hal
ini yang termasuk perilaku politik adalah tanggapan-tanggapan internal
(pikiran, persepsi, sikap, dan keyakinan) dan juga tindakantindakan yang
nampak (pemungutan suara, gerak protes, lobi, kaukus dan kampanye).
Jadi perilaku tidak hanya diartikan sebagai pemikiran ataupun tanggapan
yang bersifat abstrak, tapi juga sebagai tindakantindakan dari pelaku politik
tertentu. Sementara itu menurut Abdul Munir Mulkam perilaku politik
merupakan tindakan yang lahir dari kondisi sosial dan ekonomi serta serta
kepentingan suatu masyarakat atau golongan dlam masyarakat tersebut.
Sedangkan menurut Afan Gaffar, perilaku politik secara teoritis dapat
dilihat dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan sosiologis, pendekatan
psikologis, dan pendekatan politik rasional. Pendekatan rasional berkaitan

7
erat dengan ekonomi masyarakat. Dimana yang menjelaskan bahwa perilaku
memilih individu terkait dengan pertimbangan apa yang diperolehnya jika
ikut memberikan suara pada pemilu presiden dan wakil presiden maupun
pemilukada gubernur, walikota dan bupati. Dalam hal ini pemilih cenderung
akan memilih kandidat yang menawarkan solusi paling menarik untuk
menyelesaikan persoalan ekonomi seperti pengangguran, kesejahtaraan
sosial, pendidikan, pendapatan dan lain-lain.
4. Perilaku Pemilih
Perilaku pemilih merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan
pilihannya yang dirasa paling disukai atau paling cocok. Secara umum teori
tentang perilaku memilih dikategorikan kedalam dua kubu yaitu;Mazhab
Colombia dan Mazhab Michigan dalam Fadillah. Mazhab Colombia
menekankan pada faktor sosiologis dalam membentuk perilaku masyarakat
dalam menentukan pilihan di pemilu. Model ini melihat masyarakat sebagai
satu kesatuan kelompok yang bersifat vertikal dari tingkat yang terbawah
hingga yang teratas. Penganut pendekatan ini percaya bahwa masyarakat
terstruktur oleh norma-norma dasar sosial yang berdasarkan atas
pengelompokan sosiologis seperti agama, kelas (status sosial), pekerjaan,
umur, jenis kelamin dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan
dalam membentuk perilaku memilih. Oleh karena itu preferensi pilihan
terhadap suatu partai politik merupakan suatu produk dari karakteristik
sosial individu yang bersangkutan.
5. Pemilih pemula
Pada undang-undang Pilpres 2008 dalam ketentuan umum disebutkan
bahwa Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur
17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Menurut
lembaga-lembaga survey international seperti the Pew Research Center dan
Gallup pemilih pemula berusia antara 17 hingga 29 tahun.Sedangkan yang
dimaksud dengan pemilih pemula muda adalah mereka yang telah berusia
17-21 tahun, telah memiliki hak suara dan tercantum dalam daftar pemilih
tetap (DPT) serta pertama kali mengikuti pemilihan umum, baik pemilihan
legislatif maupun pemilihan presiden.

8
Pemilih pemula sebagai target untuk dipengaruhi karena dianggap belum
memiliki pengalaman voting pada pemilu sebelumnya, jadi masih berada
pada sikap dan pilhan politik yang belum jelas. Pemilih pemula yang baru
mamasuki usia hak pilih juga belum memiliki jangkauan politik yang luas
untuk menentukan kemana mereka harus memilih. Sehingga, terkadang apa
yang mereka pilih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Alasan ini yang
menyebabkan pemilih pemula sangat rawan untuk dipengaruhi dan didekati
dengan pendekatan materi politik kepentingan partai-partai politik.
Ketidaktahuan dalam soal politik praktis, terlebih dengan pilihan-pilihan
dalam pemilu atau pilkada, membuat pemilih pemula sering tidak berpikir
rasional dan lebih memikirkan kepentingan jangka pendek. Pemilih pemula
sering hanya dimanfaatkan oleh partai politik dan politisi untuk kepentingan
politiknya, misalkan digunakan untuk penggalangan masa dan pembentukan
organisasi underbow partai.
Analisis Sintesis
1. Analisis permasalahan
Adanya pemberitaan tentang caleg meminta uang kembali karena klah
dalam serangan fajar atau klau dalam populeritas mungkin suatu
problematika yang mampu membuat kita bercermin, apakah sesungguhnya
kegiatan yang dijalani pemerintah itu benar benar bersih atau hanya sekedar
formalitas belaka karena sudah terbanyang siapa wakil rakyat yang akan
mewakili rakyat pula. kejadian kejadian kecil ini sudah bisa membuat kita
sedikit memikirkan negeri kita untuk episode selanjutnya dan bahkan
apakah masalah yang berhubungan langsung dengan praktisi praktisi politik
mulai daerah hinggah pusat memperlihat kan suatu karakter politik yang
tidak seharusnya dijalani oleh setiap warga negari indonesia. meskipun
tindakan serangan fajar jika dilihat kasat mata sedikit menguntung warga
contohnya warga diberikan uang untuk belanja, sembako untuk keperluan
dapur dan lain sebagainya. tapi apakah sadar itu adalah tindakan persaingan
yang tidak sehat dalam skala nasional bahkan internasional.
Selanjutnya adalah banyaknya anggota parpol yang hafal visi, misi dan
program parpol namun sulit menjelaskan kepada masyarakat. Paling-paling

9
para elite partai yang mampu menerjemahkan pendidikan politik dalam
pelatihan-pelatihan. Kelemahan parpol dalam perkaderan ini karena
perbaikan internal parpol masih sulit dijalankan sesuai tatanan ideal.
Masalah penempatan jabatan publik, nomor urut pada pencalegkan dan
pengusungan kader parpol adalah bukti lemahnya peran perkaderan partai.
Padahal, perkaderan adalah jalan utama dan pertama sebagai cara perbaikan
managerial partai. Dampaknya lanjutan adalah terjadi penurunan partisipasi
pemilih akibat kurang mengenal dan tidak percaya pada tokoh yang diusung
parpol dalam kontestasi demokrasi.
2. Sintesis (Gagasan Ide)
Proses pendidikan politik selama ini hanya menyentuh agar rakyat bisa
digiring kebilik-bilik suara guna memberikan dukungan penuh pada partai
tertentu, sedangkan kebebasan berpolitik rakyat tetap terpasung. Artinya,
kegagalan pendidikan politik inilah yang menjadi awal berbagai masalah
dalam kehidupan berpolitik. Apalagi proses pendidikan politik selama ini
hanya diberikan sebatas pada kajian fakta dan bukan konsep dasar.
Adapun ide gagasan dalam pendidikan politik millenials bagi perilaku
politik pemilih pemula yang mendasar salah satunya adalah membuat
aplikasi. Namun mengingat keterbatasan penulis dalam ICT, langkah
sederhananya terlebih dahulu adalah memberikan pendidkan berbasis digital
yaitu seperti akun sosial media pendidikan politk millenials.
Selanjutnya disusun secara sistematis dan dilakukan sosialisasi memalui
jalur pendidik politik baik jalur utama maupun jalur swadaya masyarakat.
Namun lebih di tekankan bagi pemilih pemula adalah pada jalur utama yaitu
keluarga dan sekolah sehingga perilaku polirtik pemilih pemula
mengarahkan dapat memahami dalam pemilihan umum sehingga dari
pendidikan politik di hasilkan pengaruh mindset positif terhadap kandidat
dan dapat memilih kandidat yang dirasa cukup baik melalui pembelajarn
pembelajaran pendidikan politik yang telah di berikan, sehingga antara teori
berbasis digital dan di lingkungan nyata selaras.

10
Selain memberikan pendidikan politik terhadap pemilih pemula yang
berdampak akhir pada peilaku politik namun juga kepada kaum millenial
dan dapat di konsumsi para warganet.
Adapun kerangka berpikir yang didapatkan antara lain:

App/Ig
Pendidikan Politik

Pemilih Pemula Millenials

Jalur Sekolah &


Masyarakat

Perilaku
Memilih

Selain memberikan pendidikan politik terhadap pemilih


pemula yang berdampak akhir pada peilaku politik namun juga
kepada kaum millenial dan dapat di konsumsi para warganet.
SIMPULAN & SARAN
1. Simpulan
Dari rekayasa ide tersebut didapatkan kewsimpulan antara lain:
Pendidikan politik berbasis digital sebagai sarana
transformasi pengetahuan politik digital. Pengetahuan ini mengacu
pada bentuk konsep, informasi dan pertimbangan faktual, mengenai
sistem pemerintahan dan politik dibantu dengan jalur utama politik
dan masyarakat.

11
Keterampilan intelektual terkait kepiawaian dalam
mengambarkan, menginterpretasikan dan menilai fenomena politik
digital terutama di media sosial. Kepiawaian ini untuk membatasi
terjadinya fanatisme yang berlebihan dari satu kesatuan politik.
Sarana untuk membangun aktivisme digital. Partisipasi
digital ini dapat menjadi bekal warganet untuk memaksimalkan
interaksi antar warganet dalam menyusun keputusaan politik dan
fenomena yang terjadi dan dapat mempengaruhi perilaku politik
pemilih pemula khusuusnya kontestasi politik pada saat ini yaitu
pemilihan presiden dan wakli presiden tahun 2019.
2. Saran
Sebaiknya pemerintah memperhatikan pendidikan politik
yang berkualitas dan langsung dilaksanakan di lapangan kepada
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
A. Rahman. H. I. 2007. “Sistem Politik Indonesia”, Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Akhmad, Sugiyono, “Karakter Pemilih 9 Juli
2014”,http://politik.kompasiana.com/2014/06/30/karakter-
pemilih-9-juli-2014-
Andri, Saputra, “Menjadi Pemilih Ideologis”,
http://www.islampos.com/menjadipemilih-ideologis-104028.
(14 April 2019).
Arbi, Sanit. 1997. “Partai, Pemilu dan Demokrasi”. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Asfar, Muhammad. 2006. Pemilu dan Perilaku Pemilih 1955-2004.
Jakarta: Pustaka Eureka
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo

12

Anda mungkin juga menyukai