Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

SPACE OCCUPYING LESION INTRACRANIAL (SOL-IC)


RUANG PERAWATAN NEUROLOGI
DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2019

Nama Mahasiswa : Rasdiana


Nim : R014182048

CI LAHAN CI INSTITUSI

[Nur Ainun, S. S.Kep.,Ns] [Titi Iswanti Afelya, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB]

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...............................................................................................................2


BAB I KONSEP MEDIS ...........................................................................................3
A. Definisi ..............................................................................................................3
B. Etiologiss ...........................................................................................................4
C. Manifestasi Klinik ............................................................................................5
D. Komplikasi ........................................................................................................8
E. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................9
F. Penatalaksanaan ..............................................................................................9
BAB II KONSEP KEPERAWATAN ......................................................................12
A. Pengkajian Keperawatan ..............................................................................12
B. Diagnosa Keperawatan.................................. Error! Bookmark not defined.
C. Rencana/Intervensi Keperawatan ................ Error! Bookmark not defined.
BAB III WEB OF CAUSATION (WOC) ............... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ................................................ Error! Bookmark not defined.

2
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Space occupying lession merupakan generalisasi masalah tentang adanya
“lesi pada ruang intrakranial” khususnya yang mengenai otak. SOL adalah lesi
fisik substansial seperti neoplasma, perdarahan, atau granuloma yang menempati
ruang. SOL intrakranial didefinisikan sebagai neoplasma jinak atau ganas, primer
atau sekunder, serta hematoma atau malformasi vaskuler yang terletak di dalam
rongga tengkorak. SOL memberikan tanda dan gelala akibat tekanan intrakranial,
intrakranial shift, atau herniasi otak sehingga dapat mengakibatkan ‘brain death’
(Simamora & Zanariah, 2017). Salah satu penyebab yang dapat menimbulkan lesi
pada ruang intrakranial adalah tumor otak.
Tumor otak juga di sebut sebagai “lesi desak ruang” yang berarti bahwa
tumor ini menggeser jaringan normal. Ketika jaringan otak normal tertekan, aliran
darah terganggu dan terjadi iskemia. Jika tidak ditangani, maka dapat terjadi
nekrosis. Tumor ini juga dapat mengiritasi jaringan sekitar, sehingga menhasilkan
edema serebral yang cukup parah disebabkan hanya ada sedikit ruang untuk
ekspansi dari organ intrakranial, edema dan tumor ini akan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial secara progresif yang mengakibatkn hernasi dari
otak. (Black & Hawks, 2014).
Tumor atau neoplasma susunan saraf pusat dibedakan menjadi tumor
primer dan tumor sekunder atau metastatik. Tumor primer bisa timbul dari
jaringan otak, meningen, hipofisis dan selaput myelin. Tumor sekunder adalah
suatu metastasis yang tumor primernya berada di luar susunan saraf pusat, bisa
berasal dari paru-paru, mamma, prostat, ginjal, tiroid atau digestivus. Tumor
ganas itu dapat pula masuk ke ruang tengkorak secara perkontinuitatum, yaitu
dengan melalui foramina basis kranii, seperti misalnya pada infiltrasi karsinoma
anaplastik dari nasofaring (YSP & Amroisa, 2014).
Tumor intrakanial dapat mengarah pada defisit lokal tergantung pada
lokasinya. Lesi pada lobus frontalis tergantung pada sering mengarah pada
penurunan progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental dan gangguan
personalitas. Lesi pada lobus temporalis dapat mengarah pada depersonalisasi,

3
gangguan emosi, gangguan sikap, gangguan lapang pandang, ilusi audiotorik atau
halusinasi auditorik. Lesi pada lobus parietalis dapat mengakibatkan gangguan
sensasi kontralateral, kejang dan penurunan sensorik. Lesi pada lobus oksipitasis
dapat menghasilkan gangguan lapang pandang persial (Andini & Hanriko, 2016).
Adapun klasifikasi dari tumor otak adalah sebagai berikut: (Black &
Hawks, 2014)
a. Tumor Glioma. Adalah tipe tumor sel glia paling sering dan dapat
ditemukan di seluruh otak atau saraf tulang belakang. Manifestasi klinik
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranialataukompresi fokal
bergantung pada lokasi pastinya
b. Astrositoma. Tumor ini muncul dari sel-sel yang memperbaiki dan
memelihara sistem saraf. Tumor ini merupakan umor paling sering dari
semua tumor otak primer dan dapat ditemukan pada hemisfer serebral
c. Oligodendroglioma. Muncul dari sel-sel yang menghasilkan mielin dan
secara spesifik memengaruhi otak yang tereliminasi. Tumor ini cenderung
terjadi di korteks dari lobus frontalis dan parietalis.
d. Epindimoma. Muncul dari sel-sel yang melapisi venrikel dan membenuk
lapisan dalam dari saraf tulang belakang. Tumor ini mengenai semua
kelompok umur
e. Neuroma. Dapat terjadi dari sel-sel saraf apapun tetapi paling sering muncul
dari sel saraf akustikus.
f. Neuroma akustik. Adalah tumor sel-sel schwan pada nervus kranialis
kedelapan, nervus akustik. Hasil yang baik dapat diperoleh dengan reseksi
bedah atau radiobedah stereotaktik selama nervus kranialis yang lain masih
baik.

B. Etiologi
Penyebab tumor sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Adapun
beberapa faktor secara umum penyebab tumor sebagai berikut (Nurarif &
Kusuma, 2015):
1. Riwayat trauma kepala

4
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma
selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf
pusat belum diketahui gejala klinis.
2. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma, dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit sturge-weber yang
dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru.
3. Sisa-sisa sel embrional
Sel embrional yang tertinggal dalam tubuh akan menjadi ganas dan
merusak, sehingga menjadi perkembangan abnormal, terutama
intrakranial dan kordoma.
4. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinga suatu glioma.
Sedangkan menurut (Ellis, Calne, & Watson, 2016), Lesi yang
menempati ruang di dalam otak, dapat disebabkan oleh:
1. Perdarahan
a. Ekstradural
b. Subdural
c. Intrakranial
2. Tumor
3. Hidrocephalus
4. Pembengkakan otak (edema, misalnya cedera kepala atau ensefalitis)
5. Abses cerebral

C. Manifestasi klinik
Macam-macam manifestasi klinik yang disebabkan oleh Space Occupying
Lesion Intrakranial
1. Manifestasi klinis akibat peningkatan tekanan intrakranial

5
a. Tanda paling dini dari peningkatan TIK adalah letargi, lambatnya
bicara dan lambatnya respons verbal.
b. Adanya perubahan tiba-tiba pada kondisi pasien seperti gelisah (tanpa
penyebab yang nyata), terlihat konfusi, atau menunjukkan
peningkatan mengantuk. Hal ini dapat diakibatkan dari kompresi otak
karena pembengkakan akibat hemoragi atau edema
c. Pada tekanan tinggi, pasien bereaksi terhadap suara yang keras atau
stimulasi nyeri. Pada kondisi ini terdapat gangguan yang serus pada
sirkulasi otak yang memungkinkan pada suatu tempat dan
membutuhkan intervensi pembedahan segera
d. Respon motoric abnormal dalam bentuk dekortikasi
2. Manifestasi klinis tumor otak (Black & Hawks, 2014)
a. Perubahan status mental
Perubahan status emosional dan mental seperti letargi dan mengantuk,
kebingungan, disorientasi, serta perubahan kepribadian dapat
ditemukan.
b. Sakit kepala
Sakit kepala dapat terbatas atau keseluruhan. Biasanya intermiten
dengan durasi meningkat dapat diperparah dengan perubahan posisi
atau mengejan.sakit kepala parah dan berulang pada klien yang
sebelumnya bebas sakit kepala atau sakit kepala berulang di pagi hari
yang frekuensi dan keparahannya meningkat dapat menandakan suatu
tumor intrakranial dan membutuhkan pengkajian lebih lanjut.
c. Mual dan muntah
Mual muntah dapat terjadi karena tekanan pada medula, yang terletak
pusat muntah. Klien sering mengeluhkan sakit kepala parah setelah
berbaring di ranjang. Saat kepala makin nyeri, klien juga dapat
mengalami mual atau muntah spontan. Selama episode emesis
(muntah), klien dapat mengalami hiperventilasi yang menurunkan
pembengkakan otakdan setelah episode muntah biasanya nyeri kepala
akan berkurang.
d. Papiledema

6
Kompresi pada nervus kranialis kedua, nervus optic, dapat
menyebabkan papiledema. Peningkatan tekanan intrakranial
mengganggu aliran balik vena dari mata dan menumpuk darah di vena
retina sentralis. Papiledema parah dapatbermanifestasi sebaga
penurunan tajam penglihatan
e. Kejang
Kejang dapat parsial atau menyeluruh. Kejang parsial biasanya
membantu membatasi lokasi tumor
Adapun manifestasi spesifik berdasarkan lokasi tumor antara lain sebagai
berikut: (Black & Hawks, 2014)
a. Lobus frontalis: status mental yang terganggu, apatis, perilaku
menyimpang, demensia, depresi, emosi labil, tidak mampu
memusatkan perhatian, tidak mampu konstrasi, bingung, kehilangan
kontrol diri dan perilaku sosial, gangguan ingatan jangka panjang,
kesulitan dengan hal abstrak, gngguan bicara, eksprsif pada hemisfer
dominan, gangguan spinker dengan inkontinensia usus dan kandung
kemih, gangguan motoric, gangguan cara jalan, paralisis, kejang
b. Lobus temporalis: afasia reseptif, kejang psikomotor menyeluruh,
gangguan lapang pandang, perubahan kepribadian, ataksia, sakit
kepala, manifestasi peningkatan TIK, tinnitus, gangguan memori
singkat.
c. Lobus parietalis: defisit sensoris, kejang fokal motoric dan sensoris,
sakit kepala, apraksia, gangguan taktil, disorientasi kanan/kiri
d. Lobus oksipitalis: sakit kepala, tanda-tanda peningkatan TIK,
gangguan penglihatan, agnosia visual, kebutaan kortikal, halusinasi,
kejang
e. Serebral: langkah tidak stabil, terjatuh, ataksia, koordinasi buruk,
tremor, kepala terangkat, nistagmus, obstruksi CSS/hidrosefalus,
ataksia trunkus jika tumor terletak di vermis
f. Batang otak: vertigo, pusing, muntah, gangguan jalan,
palsi/disfungsi saraf kranial III-XII, nistagmus, penurunan refleks
kornea, sakit kepala, muntah, gangguan jalan, defisit motoric dan

7
sensoris, ketulian, oftalmoplegia intranuklear, kematian mendadak
karena henti jantung atau gagal napas
g. Hipofisis dan hipotalamus: gangguan penglihatan, sakit kepala,
disfungsi hormonal, gangguan tidur, ketidakseimbangan air,
ketidakseimbangan metabolisme lemak dan karbohidrat, sindrom
chusing
h. Ventrikel: obstruksi pada sirkulasi CSS, hidrosefalus, peningkatan
TIK dengan cepat, sakit kepala postural

D. Komplikasi
Adapun gangguan sebagai komplikasi yang muncul yaitu (Meagher &
Lutsep, 2013):
1. Gangguan fungsi neurologis
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan
keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan
jatuh ke sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan
mata berirama tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
2. Gangguan kognitif
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan
sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan
menurun.
3. Gangguan tidur dan mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga
hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan
malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
4. Disfungsi seksual
Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas
prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea
(kelebihan atau aliran spontan susu). Pada pria dengan prolaktinoma dapat
muncul dengan impotensi dan hipogonadisme.

8
E. Pemeriksaan penunjang
1. CT Scan: memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran,
kepadatan, jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta
memberi informasi tentang sistem vaskuler
2. MRI: membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam
batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang mengganggu dalam
gambaran menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik: dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan
untuk memberi dasar pengobatan serta informasi prognosi
4. Angiografi: memberi gambaran embuluh darah serebral dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG): mendeeksi gelombang otak abnormal pada
daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk
mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan segera untuk mengurangi peningkatan TIK didasarkan
pada penurunan otak dengan cara mengurangi edema serebral, mengurangi
volume cairan serebrospinal (CSS), atau mengurangi volume darah, sambil
mempertahankan perfusi serebral. Tujuan ini diselesaikan dengan pemberian
diuretic osmotic dan kortkosteroid, membatasi cairan, pengeluaran CSS,
hiperventilasi dari pasien, mengontrol demam, dan menurunkan kebutuhan
metabolisme sel .
Untuk klien dengan tumor otak, terdapat banyak pilihan untuk
penatalaksanaan. Terlepas dari modalitas terapi yang dipilih, tujuan awal
adalah untuk mendapatkan diagnosis, biasanya selalu dilakukan dengan
pembedahan. Tujuan lainnya meliputi, penanganan peningkatan TIK,
mengontrol atau mencegah kejang serta mengamati defisit motoric atau
sensoris dan defisit nervus kranialis. Intervensi akan bergantung pada tipe dan
lokasi dari tumor intrakranial dan kondisi medis klien. (Black & Hawks, 2014)
Adapun metode umum penatalaksanaan yang dapat dilakukan menurut
Komite Penanganan Kanker Nasional adalah sebagai berikut:
1. Pembedahan

9
Operasi pada tumor otak dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis
yang tepat, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi kecacatan, dan
meningkatkan efektifitas terapi lain. Teknik operasi meliputi membuka
sebagian tulang tengkorak dan selaput otak pada lokasi tumor. Tumor
diangkat sebanyak mungkin kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli
patologi anatomi untuk diperiksa jenis tumor.
2. Radioterapi
Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel,
sebagai adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya
telah dilakukan tindakan operasi. Pada dasarnya teknik radioterapi yang
dipakai adalah 3D conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga
digunakan untuk pasien tertentu seperti stereotactic radiosurgery /
radiotherapy, dan IMRT.
3. Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk menghambat pertumbuhan tumor dan
meningkatkan kualitas hidup (quality of life) pasien semaksimal mungkin.
Kemoterapi biasa digunakan sebagai kombinasi dengan operasi dan/atau
radioterapi.
4. Antikolvusan
Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada
pasien dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami
peningkatan tekanan intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering
terjadi adalah kejang. Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling
umum digunakan. Selain itu dapat juga digunakan carbamazepine (600-
1000mg/hari), phenobarbital (90-150mg/hari) dan asam valproat (750-
1500mg/hari).
5. Antibiotik
Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik
merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik
intravena, sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik
diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil
pencitraan, apakah ukuran abses sudah berkurang atau belum.

10
Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam memiliki penetrasi yang bagus ke
sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan dosis yang diberikan
(tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah toksisitas.
6. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu
tekanan intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.
Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas
mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari
16mg/hari, tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk
mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.

11
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien: Nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
2. Keluhan utama: Nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang : Demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4. Riwayat penyakit dahulu: Pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru,
empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
5. Aktivitas / istirahat
Gejala: Malaise
Tanda: Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6. Pemeriksaan Fisik
a) Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda: TD meningkat
Nadi: Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).
b) Eliminasi
Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
c) Nutrisi
Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
d) Hygiene
Tanda dan gejala: Ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan
diri (pada periode akut).
e) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.

12
Tanda : Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit
dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor, peningkatan TIK,
nistagmus, kejang umum lokal.
f) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
g) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah.
h) Keamanan
Gejala: Adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga
tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal,
pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
7. Riwayat gizi untuk mengkaji asupan diat dan intoleransi terhadap makanan.
8. Pengukuran antropometri mengkaji hilangnya lemak subkutan dan massa
tubuh.
9. Pengukuran biokimia untuk mengkaji keadaan malnutrisi, gangguan imunitas
sel dan keseimbangan elektrolit.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Nyeri akut
4. Hambatan mobilitas fisik
5. Ansietas

13
C. Rencana /Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC (Tujuan & Kriteria NIC (Intervensi)
Keperawata Hasil)
n
1. Resiko NOC : NIC:
ketidakefekti  Perfusi jaringan: Serebral Monitor tekanan intracranial
fan perfusi  Bantu menyisipkan perangkat
jaringan otak Setelah dilakukan tindakan pemantauan TIK
keperawatan, diharapkan tidak  Berikan informasi kepada
terjadi ketidakefektifan perfusi pasien dan keluarga/orang
jaringan serebral, dengan penting lainnya
kriteria hasil:  Monitor kualitas dan
 Tekanan intrakranial tidak karakteristik gelombang TIK
terganggu  Monitor tekanan aliran darah
 Tekanan darah dalam rentang otak
normal  Monitor status neurologis
 Tingkat kesadaran tidak  Letakkan kepala dan leher
menurun pasien dalam posisi netral,
 Komunikasi yang tepat hindari fleksi pinggang yang
dengan situasi berlebihan
 Sesuaikan kepala tempat tidur
untuk mengoptimalkan perfusi
serebral
Monitor Tanda-tanda Vital
 Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
 Monitor tekanan darah setelah
pasien minum obat jika
memungkinkan
 Monitor pola pernapasan yang
abnormal
Manajemen edema serebral
 Monitor status neurologi
dengan ketat dan bandingkan
dengan nilai normal
 Monitor karakteristik cairan
serebrospinal: warna,
kejernihan, konsistensi,
 Kurangi stimulus dalam
lingkungan pasien
 Rencanakan asuhan
keperawatan untuk
memberikan periode istirahat

14
 Catat perubahan pasien dalam
berespon terhadap stimulus
2 Ketidakefekti NOC: NIC:
fan pola  Status pernapasan: ventilasi Manajemen jalan napas
napas  Status pernapasan:  Buka jalan napas, gunakan
kepatenanjalan nafas teknik chin lift atau jaw
 Status vital sign thrust bila perlu
Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
keperawatan selama…. Pasien memaksimalkan ventilasi
akan menunjukkan keefektifan  Identifikasi pasien perlunya
pola napas dengan pemasangan alat jalan nafas
Kriteria hasil: buatan
 Mendemonstrasikan batuk  Pasang mayo bila perlu
efektif dan suara napas yang  Lakukan fisioterapi dada
bersif, tidak ada sianosis, jika perlu
dan dypsneu (mampu  Keluarkan secret dengan
mengeluarkan sputum, batuk atau suction
mampu pernapas dengan  Auskultasi suara napas,
mudah, tidak ada pursed catat adanya suara
lips) tambahan
 Menunjukkan jalan napas  Lakukan suction pada mayo
yang paten (pasien tidak  Berikan bronkodilator bila
merasa tercekik, irama perlu
napas, frekuensi pernapasan  Berikan pelembab udara
dalam rentang normal, tidak kassa basah NaCl lembab
ada suara nafas abnormal)  Atur intake untuk cairan
 Tanda-tanda vital dalam mengoptimalkan
rentang normal keseimbangan
 Monitor respirasi dan status
O2
Terapi oksigen
 Bersihkan mulut, hidung
dan secret
 Pertahankan jalan napas
yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigen
Monitor vital sign
 Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah

15
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitot TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
3 Nyeri akut NOC: NOC:
 Tingkat nyeri Management nyeri
 Kontrol nyeri  Lakukan pengkajian nyeri
 Tingkat kenyamanan secara komprehensif
Setelah dilakukan tindakan termasuk lokasi,
keperawatan selama….nyeri karakteristik, durasi,
pasien teratasi dengan frekuensi, kualitas dan
Kriteria Hasil faktor presipitas
 Mampu mengontrol nyeri  Observasi reaksi nonverbal
(tahu penyebab nyeri, dari ketidaknyamanan
mampu menggunakan  Gunakan teknik komunikasi
tehnik nonfarmakologi teraupetik untuk
untuk mengurangi nyeri, mengetahui pengalaman
mencari bantuan) nyeri pasien
 Melaporkan bahwa nyeri  Kaji kultur yang
berkurang dengan mempengaruhi respon nyeri
menggunakan managemen  Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri masa lampau
 Mampu mengenali nyeri  Evaluasi bersama pasien
(skala, intensitas, frekuensi dan tim kesehatan lain
dan tanda nyeri) tentang ketidakefektifan
 Menyatakan rasa nyaman kontrol nyeri masa lampau
setelah nyeri berkurang  Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan

16
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor prepitasi
nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
 Tingkatkan istirahat
Pemberian analgesic
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian
 Cek instruksi dokter tentang
jenis obat dan dosis serta
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari Satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
nyerinya
4. Hambatan NOC : NIC :
mobilitas  Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
fisik  Mobility Level  Monitoring vital sign
 Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan
 Transfer performance dan lihat respon pasien
Setelah dilakukan tindakan saat latihan
keperawatan  Konsultasikan dengan
selama….gangguan mobilitas terapi fisik tentang rencana
fisik teratasi dengan kriteria ambulasi sesuai dengan
hasil: kebutuhan
 Klien meningkat dalam  Bantu klien untuk
aktivitas fisik menggunakan tongkat saat
 Mengerti tujuan dari berjalan dan cegah
peningkatan mobilitas terhadap cedera
 Memverbalisasikan  Ajarkan pasien atau tenaga
perasaan dalam kesehatan lain tentang
meningkatkan kekuatan teknik ambulasi
dan kemampuan berpindah  Kaji kemampuan pasien
 Memperagakan dalam mobilisasi
penggunaan alat Bantu  Latih pasien dalam
untuk mobilisasi (walker) pemenuhan kebutuhan

17
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
 Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
 Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
 Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan
5. Ansietas NOC NIC
 Tingkat kecemasan Dukungan emosi
 Kontrol kecemasan 1. Dorong pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan mengekspresikan perasaan
keperawatan selama …. cemas, marah atau sedih
ansietas teratasi dengan 2. Berikan sentuhan sebagai
kriteria: bentuk dukungan
 menyampaikan rasa cemas 3. Rujuk untuk konseling
secara lisan sesuai kebutuhan
 mengatasi perasaan gelisah Konseling
 mengontrol penyebab 1. Bina hubungan saling
cemas percaya
 mengenali realita situasi 2. Bersikap empati, hangat
kesehatan dan tulus
3. Menjelaskan tujuan dan
lama konseling
4. Bantu pasien
mengekspresikan
perasaannya
5. Bantu pasien
mengidentifikasi masalah
atau situasi yang
menyebabkan distress
6. Bantu pasien
mengidentifikasi apa yang
bisa dan tidak bisa
dilakukan terkait peristiwa
yang dialami
7. Identifikasi adanya
perbedaan pandangan
pasien dengan tim
kesehatan
8. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi kekuatan,
dan hal yang dapat

18
menguatkan dari peristiwa
yang dialami.
9. Jangan mendukug
pembuatan keputusan saat
pasien berada dalam
kondisi stress
Teknik menenangkan
1. pertahankan kontak mata,
sikap tenang dan hati-hati
2. berdiri disisi pasien,
berikan usapan punggung
3. kurangi stimuli yang
menciptakan perasaan takut
maupun cemas
4. kaji orang yang dekat
dengan pasien yang dapat
membantu
5. berikan kesempatan untuk
menyendiri jika perlu
6. instruksikan pasien untuk
menggunakan metode
mengurangi kecemasan
dengan teknik distraksi
7. kolaborasikan anti ansietas
jika diperlukan

19
BAB III
WEB OF CAUTION (WOC) Ansietas

Etiologi : riwayat trauma, Terbentuc sebuah lesi yang


herediter, sisa – sisa sel menempati ruang di dalam Tumor otak Operasi
embrional, radiasi, dan virus tengkorak (SOL)

Bertambahnya massa Merusak


di dalam otak neuromuskular

Risiko ketidakefektifan Suplai oksigen ke otak Penekanan Immobilisasi


perfusi jaringan otak menurun karena obstruksi jaringan otak
sirkulasi otak
Hambatan
Vena – vena Mobilitas Fisik
Hipoksia intrakanial tertekan
cerebral

Obstruksi vena di otak


Tubuh melakukan
kompensasi
Kerusakan aliran
darah ke otak
Merangsang otot-
otot pernapasan

Perpindahan cairan
Takipnue / Bradipnue intravaskuler ke
jaringan serebral Mual / Muntah

Ketidakefektifan Wheezing (mengi) Peningkatan volume


pola nafas Merangsang Refluks
intrakranial

Peningkatan TIK Iritasi pusat vagal di


Herniasi
medulla oblongata

Tubuh melakukan kompensasi:


Kehilangan auto
penurunan volume darah
regulasi serebral
intracranial, penurunan volume
cairan serebrospinal, dan penurunan
kandungan cairan intrasel.
Kompresi subkortikal
dan batang otak
Tidak terkompensasi

Nyeri
(kepala)
20
DAFTAR PUSTAKA

Andini, D., & Hanriko, R. (2016). Sefalgia kronik dan hemiparese sinistra e.e. space occupying
lesion. J Medula Unila, 5(1), 45-49.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Buku 3. Singapura:
Elsevier.

Ellis, H., Calne, S. R., & Watson, C. (2016). Lecture notes: general surgery. India: Wiley
Blackwell.

Komite Penanganan Kanker Nasional. (n.d.). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.


Retrieved from Panduan penatalaksanaan tumor otak :
kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKOtak.pdf

Meagher, R. J., & Lutsep, H. L. (2013, Desember 10). Subdural Hematoma. Retrieved Juli 16,
2017, from Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/113720

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & nanda nic-noc edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediactio.

Simamora, S. k., & Zanariah, Z. (2017). Space Occupying Lesion (SOL). J Medula Unila, 68-
73.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai