Anda di halaman 1dari 20

A.

Definisi Diare

Definisi diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar dengan konsistensi
yang encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar dengan konsistensi yang encer tersebut
dapat/tanpa disertai lendir dan darah (WR Wilson,2003).

Sedangkan diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat
disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dan dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare
infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit (SL Friedman,2003).

Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air
besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (DepKes RI,2005). Diare juga didefinisikan
sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya / lebih dari tiga kali sehari,
disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah (WHO 1999).
Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare
persisten. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau
bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap kebiasaan
yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung
antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses yang tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Bila diare
berlangsung kurang dari 2 minggu, di sebut sebagai Diare Akut. Apabila diare berlangsung 2
minggu atau lebih, maka digolongkan pada diare kronik. Pada feses dapat dengan atau tanpa
lendir, darah, atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas,
tenesmus, demam dan tanda-tanda dehidrasi (SE Goldfiner,2009).

B. ETIOLOGI Diare

1
1. INFEKSI
Virus (Tantivanich, 2002):

Merupakan penyebab diare akut terbanyak (70 – 80%). Beberapa jenis virus penyebab diare
akut :

 Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 : pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan
manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
 Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water borne
transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
 Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
 Adenovirus (type 40, 41)
 Small bowel structured virus
 Cytomegalovirus

Bakteri (Pitisuttithum P, 2002):

 Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan
enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan
dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan
brush border atau menginvasi mukosa.
 Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya
proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili
yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
 Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus
dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya
diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
 Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella.
Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
 Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2
yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di
kolon. Sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
 Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam
alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang

2
mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin
dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan
watery diarrhea.
 Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung
dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan
melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang
infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin
menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin
yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi
yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
 Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile
toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang
mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan
zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam
lumen usus.
 Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin
yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan
ulkus, akan terjadi bloody diarrhea.

Protozoa (Gorrol AH, 2000):

 Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum
jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi
melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status
nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis
dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di
daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar
dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia.
Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.

3
 Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya
di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan pada laki-laki
dewasa. Kira-kira 90% infeksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non
patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan
persisten sampai disentri yang fulminant.
 Cryptosporidium. Di negara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus
diare. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya
self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada
penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang
lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
 Microsporidium spp
 Isospora belli
 Cyclospora cayatanensis

Helminths (Waikagul J, 2002):

 Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare.

 Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk
intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..

 Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu,


menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri
abdomen.

 Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat
dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.

Tabel 1 menunjukkan tipe diare yang ditimbulkan oleh berbagai mikroorganisme penyebab
infeksi

Tabel 1 : Tipe Diare Yang Ditimbulkan Oleh Enteropatogen (Dupont HL, 1997):

Enteropatogen Acute Dysentry Persistent


Watery

4
Bakteri : (+) (-) (-)

V.cholerae (+) (-) (-)

ETEC, EPEC (+) (+) (-)

EIEC (+) (+) (+)

EHEC (+) (+) (+)

Shigella,Salmonella (+) (+) (+)

C.jejuni,Y.enteroclitica (+) (+) (+)

C.defficile (-) (+) (+)

M.tuberculosa (-) (+) (-)

Aeromonas

Virus : (+) (-) (-)

Rotavirus (+) (-) (-)

Adenovirus (type 40,41) (+) (-) (-)

Smaal Bowel Structured virus (+) (-) (-)

Cytomegalovirus

Protozoa : (+) (-) (+)

G.lamblia (+) (+) (+)

E.histolytica (+) (-) (+)

C.parvum (+) (-) (+)

Microsporidium spp (+) (-) (+)

Isospora belli (+) (-) (+)

5
Cyclospora cayatenensis

Cacing : (-) (-) (+)

Strongyloides stercoralis (-) (+) (+)

Schistosoma spp (+) (-) (+)

Capilaria philippinensis (-) (+) (+)

Trichuris trichuria (+) (-) (+)

(-) (+) (+)

2. NON-INFEKSI (Dupont HL,1997)


1) Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, Traveler’s diarrhea: E.coli, Giardia
lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.
2) Intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung
bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemoliticus lyticus
dll.
3) Alergi: susu sapi, makanan tertentu.
4) Malabsorbsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa, galaktosa), disakarida
(sakarosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asma amino tertentu, celiacsprue
gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan mineral.

6
5) Imunodefisiensi: hipogmaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit
grnaulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavycombinationa.
6) Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antacid dll.
7) Tindakan tertentu seperti gastektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi.
8) Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomic (neuropati diabetic)
Secara etiologi, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi, intoksikasi (poisoning), alergi, reaksi
obat-obatan, dan juga faktor psikis

C. PATOFISIOLOGI

7
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai berikut:
1). Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotic; 2). Sekresi cairan dan
elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak;
4). Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu
transit usus abnormal; 6). Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus, disebut diare
imflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi (World Gastroenterology
Organization, 2005).
Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari
usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2,
malabsorbsi umum dan efek dalam absorbsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase,
malabsorbsi glukosa/galaktosa (World Gastroenterology Organization, 2005)..
Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya basorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun
dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin
pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormone
(VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbs garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl
sodium sulfosuksinat dll) (World Gastroenterology Organization, 2005)..
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan
pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati(Zein
U,2003)..

Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan absorpsi
Na+ dan air yang abnormal (Zein U,2003).
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan
iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus.
Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.

8
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membrane epitel spesifik pada usus halus (Procop
GW,2003).

Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan
usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yang berlebihan dan eksudasi air
dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus
dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis ulseratif dan penyakit crohn)
(Procop GW,2003)
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelaianan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan invasive
(merusak mukosa). Bakteri noninvasive menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh
bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera. Enterotoksin
yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan protein yang dapat menempel pada epitel
usus, lalu membentuk adenosisn monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan
menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan
kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu
karena itu keluarnya ino klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat
dikompensasi eleh mneingginya absorsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion
bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang
diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus (Thielman NM,2004).
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non
inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon
dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis
yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah,
demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara
makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit
polimorfonuklear (Ciesla,2003).

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare
cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau
tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang
9
tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok
osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang
tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma
sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau
akibat garam magnesium (Ilnyckyj A,2001).

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang
ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri
misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif
non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP)
juga dapat menyebabkan diare sekretorik (Ilnyckyj A,2001). .

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non
infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi
(Ilnyckyj A,2001). .

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus
menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau
diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi
di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan
terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit
dalam feses (Goldfinger SE, 1987).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi


penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Goldfinger SE, 1987).

Adhesi

10
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria
atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih
dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan
pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC) (Procop GW,2003).

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang
melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium
intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang
ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC(Procop GW,2003).

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam
sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan
multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat
vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan
sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella (Procop GW,2003).

Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie
yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E.
Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik
hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus (Procop GW,2003).

Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara
biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu

11
subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan
konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus
serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus. ETEC menghasilkan
heat labile toxin (LT) yang mekanisme kearjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin
(ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein
membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida (Procop GW,2003).

Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor neural
5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron nitrergik
serta neuron sekretori VIPergik. Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian
melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen
kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VI Pergik. CT juga
menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal
ini membuka kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang
bersifat antisekretorik pada enterosit (Simadibrata, 2007).

Yang berperan pada pathogenesis diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausal
(agent) dan factor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diri terhadap organism eyang
dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari factor-fkator daya tangkis atau lingkungan internal
saluran cerna misalnya keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan
mikroflora usus. Faktro kausal yaitu daya penetrasi yang dapat masuk sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang memperngaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman.
Pathogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas (Simadibrata, 2007):

a. Diare karena bakteri Non-Invasif (Enterotoksigenik).

Bakteri yang tidak merusak mukosa missal V.cholerae Eltor, Enterotoksigenic E.coli
(ETEC) dan C.perfringens. V.Cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus
halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan
nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat,
kation natrium dan kalium (Simadibrata, 2007).
12
b. Diare karena Bakteri/parasit invasif (Enterovasif).

Bakteri yang merusak (invasive) antara lain: Enteroinvasif E.coli (EIEC), Salmonella,
Shigelle, Yersinia, C.Perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan
darah. Walau demikian, infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare
koleriformis. Kuman Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu: S.paratyphi B,
Styphimurium, S.entereiditis, S.choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E.histolitica dan
G.lamblia (Simadibrata, 2007).

D. Gejala

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih
dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan,
darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang
disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja
berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit
perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau
kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang- kadang menyebabkan tinja
mengandung darah atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).

Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien
cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin disertai lendir
atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita benyak
kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun,
turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta
kulit tampak kering.

Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang
berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi
pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang
dapat bersifat ringan, sedang atau berat.

Menurut Schwartz (2004), tanda dan gejala diare pada anak antara lain:
13
Gejala Umum

1. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare

2. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut

3. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

4. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah

Gejala Spesifik

1. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis

2. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah

E. Diet

Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien dianjurkan
minum minuman sari buah, the, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang,
nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi lactase transien yang
disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alcohol harus dihindari karena
dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus (Soewondo, 2002).

F. OBAT ANTI DIARE (TERAPI SUPORTIF / SIMTOMATIS)

Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala. a) yang paling efektif yaitu derifat opiad
missal loperamid, difenoksilat-atropin dan tinktur opium. Loperamid paling disukai karena tidak
adiktif dan memiliki efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang
dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan ensefalopati
bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas
(termasuk infeksi shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat memperlama
penyembuhan penyakit. b) obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1
14
saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti. c) obat anti sekretorik atau anti
enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari (Wells BG, 2003).

Beberapa istilah dalam farmakologi megenai obat anti diare adalah (Wells BG, 2003):

1. Obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa
cara,yakni:a. Zat-zat penekan peristaltik (antimotilitas) sehingga memberikan lebih
banyak waktuuntuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu dan alkaloidnya,
derivat-derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergik (atropin, ekstra
belladonna).Adapun mekanisme kerja obat-obatan ini adalah menstimulasi aktivasi
reseptor μ pada neuron menterikus dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan
meningkatkan konduktansikaliumnya. Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin
dari pleksus mienterikus danmenurunkan motilitas usus. Loperamid merupakan opioid
yang paling tepat untuk efek lokalusus karena tidak menembus sawar otak. Oleh karena
itu loperamid hanya menimbulkansedikit efek sentral dan tidak menimbulkan efek
ketergantungan.

2. Asstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam semak (tanin)
dantannalbumin, garam-garam bismut, dan aluminium.

3. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat


menyerap(adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang
adakalanya berasaldari makanan (udang, ikan).

4. Spasmolitika,yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali


mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan oksifenonium.

G. PROGNOSIS

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas
ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan
15
dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 %
yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik (Wingate, 2001).

H. PENCEGAHAN

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah
dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar
dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari
daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia (Wingate, 2001).

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian
khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan
untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang dahulu beberapa
menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk
tidak menelan air (Wingate, 2001).

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan
makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak
dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak
(Wingate, 2001).

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan
ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera,
dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan
untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang.
Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping.
Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan
memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan
1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin
lainnya (Wingate, 2001).

16
Diare mudah dicegah antara lain dengan cara (Wingate, 2001):

1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting: 1) sebelum makan, 2)
setelah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi, 4) setelah menceboki anak dan 5) sebelum
menyiapkan makanan;

2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus,
pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi;

3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu,
lipas, dan lain-lain);

4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan
tangki septik.

DAFTAR PUSTAKA

Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al
editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange
Medical Books, 2003. 225 - 68.
DuPont HL : Guidelines on Acute Infectious Diarrhea in Adults, American Journal of
Gastroenterology, Vol.92, No.11, November 1997.
Goldfinger SE : Constipation, Diarrhea, and Disturbances of Anorectal Function, In : Braunwald,
E, Isselbacher, K.J, Petersdorf, R.G, Wilson, J.D, Martin, J.B, Fauci AS (Eds) : Harrison’s

17
Principles of Internal Medicine, 11th Ed. McGraw-Hill Book Company, New York, 1987,
177 – 80.

Goroll AH, Mulley AG : Acute and Traveler’s Diarrheas, In : Primary Care Medicine, 4 th ed.
Lippincort Eilliams & Wilkin, A Walter Kluwer Company, Philadepihia, 2000 Bookmark
URL : /das/book/view/24549268/920/1.html/top
Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of Infectious
Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.
Hardjono dkk, Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Lembaga Penerbitan Universitas
Hasanuddin. 2003
Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-57.
Ilnyckyj A : Clinical Evaluation and Management of Acute Infectious Diarrhea in Adult,
Gastroenterology Clinics, Volume 30, No.3, WB Saunders Company, September 2001.
Ilnyckyj A : Clinical Evaluation and Management of Acute Infectious Diarrhea in Adult,
Gastroenterology Clinics, WB Saunders Company, September 2001.
Isaulauri E. Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2003; 52: 436-7
Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305.
Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier LA,
Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.
Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. Current
Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New York: Lange Medical
Books, 2003. 131 - 50.
Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of acute diarrhea
in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54-S71.
Marcellus Simadibrata K, Daldiyono, Diare Akut. Dalam Noer HMS-Waspadji S-Rachman AM.
Lesmana LA-Widodo D-ISbagio H-Alwi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 408 – 413

18
Montgomery L : What is the best way to evaluate acute diarrhea, Journal of Family Practice,
June, 2002, From : http://www.cebm.jr2.ox.ac.uk/docs/levels.html
Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S, Alwi I,
Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2001.
Jakarta:
Pedoman Cairan Infus. Edisi revisi IX, PT. Otsuka Indonesia.2007
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available from :
http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf
Pitisuttithum P : Acute Dysentry, DTM&H Course 2002, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol
University, Bangkok, Thailand
Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al,
Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange
Medical Books, 2003. 603 - 13.
Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella Species.
In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in
Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 584 - 66.
Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2001. 49-56.
Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam: Setiati S,
Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine
2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.
Schiller LR : Diarrhea, Medical Clinics of North America, Vol.84, No.5, September 2000.
Sirivichayakul C : Acute Diarrhea in Children, In : Tropical Pediatrics for DTM&H 2002,
Faculty of Tropical Medicine, Mahidol Univesity, Bangkok, Thailand,1-13.

Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam :
Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini
Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University
Press, 2002. 34 – 40.
Suthisarnsuntorn U : Bacteria Causing Diarrheal Diseases & Food Poisoning, DTM&H Course
2002, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, Bangkok, Thailand.

19
Tantivanich S : Viruses Causing Diarrhea, DTM&H Course 2002, Faculty of Tropical Medicine,
Mahidol University, Bangkok, Thailand.
Tatalaksana Penderita Diare. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf.
Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med 2004;350:1: 38-47.
Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens
Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg 2003; 68(6): 666-
10.
Turgeon DK, Fritsche, T.R : Laboratory Approachs to Infectious Diarrhea, Gastroenterology
Clinics, Volume 30, No.3, WB Saunders Company, September 2001.
Turgeon DK, Fritsche, T.R : Laboratory Approachs to Infectious Diarrhea, Gastroenterology
Clinics, WB Saunders Company, September 2001.
Waikagul J, Thairungroj M, Nontasut PA et al : Medical Helminthology, Department of
Helminthology, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, Bangkok, Thailand,
2002.
Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy Handbook. 5 th ed.
New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79.
Wingate D, Phillips SP, Lewis SJ, et al : Guidelines for adults on self-medication for the
treatment of acute diarrhoea, Aliment Pharmacol Ther, 2001: 15;771-82.
World Gastroenterology Organisation. Global Guidelines 2005.
Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung B, Dairy
LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi Update
2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU,
2003. 67-79.

20

Anda mungkin juga menyukai