Anda di halaman 1dari 7

A.

Etiologi CHF
CHF dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting
untung mengetahui penyebab dari CHF.Di negara maju PJK dan hipertensi merupakan
penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab
terbanyak adalah PJK, penyakit katup jantung dan kardiomiopati (Sakata dan
Shimokawa, 2013). Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab
dari CHF. BerdasarkanFramingham Study dikatakan bahwa PJKsebagai penyebab
CHF pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes
dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari
CHF. Selain itu berat badan berlebihserta tingginya rasio kolesterol total dengan
kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan CHF.
Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya CHF pada beberapa
penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan CHF melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel
kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan
perkembangan CHF ( Lip dkk, 2010).
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, penyakit jantung kongenital, katup
ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori
fungsional yaitu dilatasi (kongestif), hipertrofi, restriktif, dan obliterasi. Kardiomiopati
dilatasi merupakan penyakit otot jantung karena dilatasi abnormal pada ventrikel kiri
dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus,
penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan)
meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada
serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang
berhubungan dengan obstruksi aliran keluar aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif).
Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang
buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi)
yang menghambat pengisian ventrikel (Lip dkk, 2010 dan Rodeheffer, 2005)
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat
ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya
CHF adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi
aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis
aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). Aritmia sering ditemukan
pada pasien dengan CHF dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk
hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan CHF seringkali
timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan
CHF akut maupun CHF akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung
alkoholik). Alkohol menyebabkan CHF 2 – 3% dari kasus. Obat – obatan juga dapat
menyebabkan CHF. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti
zidofudin juga dapat menyebabkan CHF akibat efek toksik langsung terhadap otot
jantung(Rodeheffer, 2005)
CHFdapat disebabkan oleh berbagai penyakit kardiovaskular yang dapat
dikategorikan kedalam 3 kelompok yaitu :
1. Gangguan kontraktilitas ventrikel
2. Peningkatan afterload
3. Gangguan relaksasi dan pengisian ventrikel (Lilly, 2011).
Bagan 1 Penyakit-Penyakit Yang Mendasari Gagal Jantung. Dikutip dari Lily, 2011

B. Patofisiologi CHF
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi dan gagal jantung dengan fraksi
ejeksi normal
2. Gagal jantung akut dan gagal jantung kronik
3. Gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri (Lilly, 2011).

1. Gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi dan gagal jantung dengan fraksi
ejeksi normal
a. Gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi (disfungsi sistolik, HFrEF)
Dalam keadaan gangguan sistolik, ventrikel yang terkena
memilikiketerbatasan untuk memompa darah karena gangguan kontraksi
miocard atau tekanan berlebihan. Kehilangan kontraktilitas dapat terjadi akibat
destruksi, fungsi abnormal, atau fibrosis myocyte. Tekanan berlebihan
mengganggu ejeksi ventrikel dengan meningkatkan resistensi aliran darah
secara signifikan (Lilly, 2011)
Selama diastol, peningkatan tekanan di ventrikel kiri yang persisten
diteruskan ke atrium kiri serta vena dan kapilerpulmonalis. Peningkatan
tekanan hidostatik kapiler pulmonar (>20 mmhg) menyebabkan transudasi
cairan ke intertisiel paru dengan gejala kongesti paru. Gagal jantung dengan
penurunan fraksi ejeksi ditandai dengan fraksi ejeksi ventrikel kuang dari ≤
40% (Lilly, 2011)
b. Gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (disfungsi diastolik, HFpEF)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal sering
memperlihatkan fungsi diastolik ventrikel abnormal termasuk gangguan
relaksasi diastolik, peningkatan kekakuan dinding ventrikel, atau keduanya.
Hipertrofi ventrikel kanan, fibrosis, atau kardiomiopati restriktif menyebabkan
dinding ventrikel kiri menjadi kaku. Penyakit perikard seperti temponade
jantung menyebabkan tekanan dari luar jantung yang menghambat pengisisan
ventrikel yang menimbulkan disfungsi diastolik yang reversibel. Pasien dengan
gangguan diastolik sering memberikan gejala berupa kongesti pembuluh darah
karena peningkatan tekana diastolik yang ditransmisikan secara retrograde
kepada pembuluh vena paru dan vena sistemik. Gagal jantung dengan
penurunan fraksi ejeksi ditandai dengan fraksi ejeksi ventrikel kurang dari ≥
40% (Lilly, 2011)
2. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Gagal jantung akut adalah perburukan gejala dan atau tanda gagal jantung
yang berlangsung cepat. Kondisi ini mengacam jiwa dan membutuhkan evaluasi
dan penanganan segera. Gagal jantung akut mendominasi perawatan di Rumah
Sakit dibanding gagal jantung kronik (Ponikowski dkk, 2016).Contoh gagal jantung
akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau
infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan
penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer (Setiati, 2014).
Gagal jantung akut dapat pertama kali terjadi atau konsekuensi dari
dekompensasi akut dari gagal jantung kronik dan dapat disebabkan kelainan primer
di jantung atau dipresipitasi oleh faktor ekstrinsik. Penyebab terbanyak gagal
jantung akut adalah disfungsi miokard akut, insufisiensi katup akut, dan perikardial
temponade (Ponikowski dkk, 2016).
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok,
namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik (Setiati, 2014).
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure , hampir
selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward
failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah
normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu
diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya
peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan
kanan jantung atau seluruh rongga jantung (Setiati, 2014).

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan


Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal
jantung kanan terjadi jika kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada
hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi
kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan
distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi
pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda(Setiati, 2014).

C. Mekanisme Kompensasi Pada CHF


Bila curah jantung oleh karena suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme
kompensasi. Mekanisme kompensasi ini sebenarnya selalu dipakai untuk mengatasi
beban kerja ataupun pada saat menderita sakit. Bila mekanisme ini telah secara
maksimal digunakan dan curah jantung tetap tidak cukup maka barulah timbul gejala
gagal jantung. Mekanisme kompensasi ini terdiri dari beberapa macam dan bekerja
secara bersamaan serta saling mempengaruhi. Mekanisme ini mencakup mekanisme
Frank-Starling, aktifasi neurohormonal, danhipertrofi venatrikel(Lilly, 2011).

1. Mekanisme Frank-Starling
Penurunan curah jantung mengakibatkan pengosongan ventrikel yang tidak
sempurna sewaktu jantung berkontraksi, sehingga volume darah yang menumpuk
dalam ventrikel semasa diastol lebih tinggi dibandingkan normal. Hal ini
meningkatkan tegangan myofiber melalui mekanisme Frank-Starling, merangsang
curah jantung yang lebih besar pada kontraksi berikutnya, yang membantu
mengosongkan ventrikel yang membesar(Lilly, 2011).
Mekanisme kompensasi yang bermanfaat ini memiliki keterbatasan. Pada
keadaan gagal jantung yang berat dengan kontraktilitas yang buruk, volume diastolik
akhir yang besar dapat menurunkan curah jantung yang diikutidengan peningkatan
pengisian ventrikel. Peningkatan volume dan tekanan dalam ruang jantung pada
akhir diastolik ditransmisikan secara retrograde ke atrium serta vena dan kapiler paru
yang menyebabkan kongesti dan edema paru(Lilly, 2011).

2. Aktivasi neurohormonal
Beberapa mekanisme kompensasi neurohormonal teraktivasi pada gagal
jantung sebagai respon terhadap penurunan curah jantung. Perangsangan
neurohormonalyang penting mencakup sistim syaraf adrenergik, sistim renin–
angiotensin–aldosterone, peningkatan produksi hormon antidiuretik (ADH), sebagai
respon terhadap penurunan curah jantung. Semua mekanisme ini berguna untuk
meningkatkan tahanan pembuluh sistemik, sehingga mengurangi setiap penurunan
tekanan darah untuk menjaga perfusi ke organ-organ vital(Lilly, 2011).
Pada keadaan akut, mekanise kompensasi ini hampir selalu dapat mengatasi
curah jantung dan tekana darah yang turun. Mekanisme neurohormonal berperan
melalui retensi cairan dan garam, meningkatkan volime intravascular dan ventricular
preload, dan memaksimalkan curah jantung melalui mekanisme Frank-Starling.
Walaupun pada keadaan akut efek stimulasi neurohormonal bermanfaat, aktivasi
yang kronik sering memperburuk keadaan gagal jantung(Lilly, 2011).
Bagan 2. Mekanisme kompensasi neurohormonal pada gagal jantung. Dikutip dari Lilly,

Anda mungkin juga menyukai