Anda di halaman 1dari 6

FISIOLOGI DARAH

Sistem sirkulasi pada hewan merupakan suatu sistem organ yang memiliki fungsi untuk
memindahkan zat dari dan ke sel. Sistem ini berfungsi untuk mempertahankan kestabilan
suhu, pH, cairan dan homeostasis. Ada tiga macam sistem peredaran darah, yaitu 1)Sistem
difusi : terjadi pada invertebrata rendah seperti paramecium, amoeba maupun hydra belum
mempunyai sistem sirkulasi berupa jantung dengan salurannya yang merupakan jalan untuk
peredaran makanan. Makanan umumnya beredar keseluruh tubuh karena adanya aliran
protoplasma. 2)Sistem peredaran darah terbuka : jika dalam peredaran-nya darah tidak
selalu berada di dalam pembuluh. Misal : Arthropoda. 3)Sistem peredaran darah tertutup :
jika dalam peredaran-nya darah selalu berada di dalam pembuluh. Misal: Annelida, Mollusca,
Vertebrata.

Komponen Darah

Darah pada manusia terdiri dari plasma darah dan bagian sisanya berupa bagian yang
padat, yaitu sel-sel darah atau butir-butir darah.Plasma darah atau cairan darah merupakan
bagian cair dari darah yang merupakan 55 % dari bagian darah itu sendiri.Plasma darah,
terdiri atas air (± 90%), zat-zat yang terlarut, yaitu protein darah, sari-sari makanan (glukosa
dan asam amino), enzim, antibodi, hormon, dan zat sisa metabolisme, serta gas-gas (oksigen,
karbondioksida, dan nitrogen).

Di dalam plasma darah terdapat pula fibrinogen yang dapat berubah menjadi benang-
benang fibrin, yang berguna untuk menutup luka. Plasma darah yang telah dipisahkan
fibrinogennya dinamakan serum. Cairan darah atau plasma darah mengangkut sari-sari
makanan dari usus kemudian ke hati, dari hati diedarkan ke seluruh bagian tubuh.Plasma
darah mengangkut sisa metabolisme berupa karbondioksida (sebagian diangkut oleh darah
merah) kembali dari jaringan ke jantung kemudian ke paru-paru.

Sel-sel darah, terdiri atas sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah.Sel darah
merah merupakan bagian terbesar dari sel darah yaitu sekitar 99 %. Sel darah merah
berbentuk bikonkaf, yaitu bulat, pipih, tengahnya cekung, sering berada dalam keadaan
bertumpukan.

Sel darah putih memiliki ukuran lebih besar daripada sel darah merah, tidak berpigmen,
dan mempunyai inti yang bentuknya bermacam-macam.Keping darah berbentuk kecil, tidak
teratur, tidak berinti dan berkelompok membentuk kepingan-kepingan di dalam darah.

Secara garis besar komposisi darah terdiri atas komponen cairan berupa plasma dan
komponen seluler berupa sel-sel darah (hemosit).
1. Plasma Darah.

Plasma merupakan cairan matriks dimana sel-sel darah tersuspensi. Secara umum,
penyusun plasma adalah air yang mengandung ion-ion dan molekul organik terlarut seperti
protein. Komposisi cairan plasma sangat berbeda dengan cairan intraseluler terutama dalam
hal kadar natrium dan kalium (sodium dan potasium) yang lebih tinggi daripada cairan
intraseluler. Selain itu juga terdapat berbagai kandungan protein. Kondisi ini berkonsekuensi
terhadap tekanan osmotik plasma. Molekul-molekul protein yang berukuran relatif besar
terperangkap dalam plasma darah, sehingga jika jumlah protein lebih tinggi maka tekanan
osmotik juga akan tinggi. Tekanan osmotik yang dihasilkan oleh protein tersebut dikenal
dengan tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik ini akan mempengaruhi pergerakan air
melalui membran plasma sel. Kadar air dalam plasma mencapai 92%, protein 8-9% dan
garam-garam anorganik 0.9%.

2. Eritrosit (Sel Darah Merah).

Eritrosit merupakan komponen sel darah terbesar. Morfologi dan ukuran eritrosit sangat
bervariasi diantara spesies hewan. Eritrosit memiliki inti pada kebanyakan vertebrata kecuali
pada sebagian besar mamalia yang tidak berinti. Bentuk eritrosit mamalia adalah bulat dan
bikonkaf kecuali pada kelompok Camellidae yang berbentuk lonjong. Sedangkan pada
kebanyakan vertebrata lainnya bentuk eritrosit adalah lonjong dan bikonfeks. Eritrosit paling
besar ditemukan pada amphibi, sedangkan sel eritrosit mamalia dianggap lebih kecil dan
spesifik dengan ketiadaan nukleus.

3. Pigmen Respirasi (Hemoglobin dan kelompoknya).

Hemoglobin merupakan molekul kompleks yang terdiri atas protein dan logam yang
berada di dalam eritrosit. Secara struktural, molekulnya tersusun atas heme dan globin
dengan berat molekul 68.000. Heme adalah porfirin yang mengandung Fe. Peranan
pentingnya adalah dalam hal pengikatan oksigen yang akan ditransfer dari darah ke sel-sel
yang membutuhkan. Selain itu, juga mengangkut karbondioksida untuk dikeluarkan dari
tubuh dari sel yang menghasilkannya sebagai hasil dari respirasi seluler. Keberadaan
hemoglobin dalam eritrosit memberikan warna merah pada darah. Hemoglobin umumnya
terdapat pada vertebrata dan beberapa hewan invertebrata tertentu. Sedangkan pada hewan-
hewan lainnya juga ditemukan pigmen respirasi yang berbeda. Beberapa pigmen respirasi ada
di dalam cairan tubuh (dalam bentuk bebas) dan yang lainnya juga berada dalam sel. Untuk
hewan-hewan yang memiliki pigmen respirasi yang bebas dalam cairan, pigmen tersebut
biasanya membentuk agregat yang merupakan penyatuan dari banyak molekul-molekul
pigmen.

4. Leukosit (Sel Darah Putih).

Leukosit dikenal dengan sel darah putih karena karakter fisiknya yang tidak memiliki
warna yang jelas seperti eritrosit yang berwarna merah melainkan hanya putih atau agak
kekuningan. Sel darah ini ditemukan dalam darah maupun dalam cairan limfa dan bahkan
terkadang terdapat dalam cairan jaringan. Jenis atau tipe-tipenya juga lebih beragam
dibandingkan dengan komponen selular darah lainnya.

Leukosit dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu agranulosit dan granulosit. Tipe
granulosit dicirikan dengan adanya lobus-lobus nukleus dan sitoplasmanya mengandung
granula-granula, sedangkan tipe agranulosit tidak memiliki granula dalam sitoplasmanya,
dapat bergerak secara amuboid, dan melakukan aktivits diapedesis serta dapat
memperbanyak diri dengan cara mitosis dalam sistem peredaran. Tipe granulosit terdiri atas 3
jenis yaitu neutrofil, basofil, dan eusinofil; sedangkan tipe agranulosit terdiri atas monosit dan
limfosit.
5. Trombosit (Platelet).

Trombosit adalah komponen seluler ketiga setelah eritrosit dan leukosit yang terdapat
di dalam darah. Trombosit dikenal juga dengan keping darah dengan bentuk agak bulat, tidak
bernukleus, tidak memiliki warna, ukuran sangat kecil bahkan paling kecil diantara seluruh
komponen seluler darah (1-4 mikron). Kuantitasnya dalam darah manusia sekitar 250-400
ribu per mm3 darah.

Nilai Darah

Analisa kuantitatif terhadap komposisi komponen-komponen darah dikenal dengan


analisa nilai darah (blood value). Dalam analisa tersebut, komposisi komponen-komponen
darah disajikan dalam bentuk parameter kuantitatif yang disebut nilai darah. Parameter-
parameter utama yang diukur meliputi kuantitas eritrosit dan leukosit, trombosit, kadar
hemoglobin, nilai hematokrit, konsentrasi protein total, dan indeks absolut darah. Indeks
absolut darah terdiri atas MCV (ukuran volume rata-rata eritrosit), MCH (berat hemoglobin
rata-rata per unit eritrosit), dan MCHC (konsentrasi hemoglobin per satuan volume eritrosit).
Golongan Darah

Pada manusia, terdapat sistem pengelompokan darah atau golongan darah yang menjadi
karakter penting dalam tindakan medis seperti transfusi darah dan prosedur forensik seperti
identifiksi kekerabatan. Konsep dasar penentuan golongan darah adalah reaksi antibodi dan
antigen yang jika terjadi kecocokan (antigen vs antibodi) maka akan menimbulkan reaksi
yang dikenal dengan aglutinasi. Ada tiga tipe penggolongan darah pada manusia yaitu sistem
ABO, sistem rhesus, dan sistem MN. Penggolongan dua tipe pertama merupakan kelompok
yang sangat umum bagi manusia.

1. Golongan Darah ABO.

Penggolongan darah yang ditemukan oleh Karl Landsteiner (1901) ini disarkan pada
ada atau tidaknya antigen yang disebut aglutinogen yaitu A dan B di permukaan membran
eritrosit dan antibodi (aglutinin) alfa dan beta di dalam plasma darah. Aglutinin alfa dikenal
juga dengan anti A, sedangkan aglutinin B dikenal dengan anti B. Akan tetapi, reaksi antigen
dan antibodi yang sangat penting adalah dengan adanya unit N-asetil galaktosamin yang
berkombinasi dengan antigen A dan unit galaktosa yang berkombinasi dengan antigen B. Dua
unit ini menentukan terjadi atau tidaknya reaksi aglutinasi yaitu eritrosit berkelompok dan
diikuti oleh hemolisis.

2. Golongan Darah Sistem Rhesus.

Sistem golongan darah rhesus diambil dari nama kera Macaca rhesus yang juga ditemukan oleh
Karl Landsteiner dan Alecander S. Wiener pada tahun 1937. Seseorang akan disebut bergolongan
darah rhesus positif (Rh+) jika memiliki aglutinogen D, sedangkan jika tidak memiliki
aglutinogen D maka disebut golongan rhesus negatif (Rh-). Perlu diingat bahwa tidak ada
aglutinogen d dalam darah. Dalam mekanisme transfusi atau jika terjadi pertukaran darah
antara ibu dengan fetus, golongan darah rhesus ini perlu dipertimbangkan karena akan
memberikan efek reaksi antigen-antibodi yang beresiko fatal meskipun bersifat tiak seketika.
Jika seseorang bergolongan darah Rh– ditransfusi dengan darah dari Rh+ maka akibat
pendedahan tersebut akan aman selama proses transfusi perdana tetapi kemudian di dalam
tubuhnya akan terinduksi pembentukan anti rhesus (anti D) yang akan memperlihatkan reaksi
pada transfusi berikutnya setelah beberapa waktu yang relatif lama. Sebaliknya, jika orang
Rh+ mendapat transfusi dari Rh-, maka tidak akan membentuk anti D sehingga tetap aman
scara medis. Kasus serupa juga ditemukan pada bayi yang menderita eritroblastosis fetalis
yang biasanya adalah bayi pada kelahiran kedua atau setelahnya yang bergolongan darah Rh–
tetapi ibunya bergolongan darah Rh+.

Proses Paling Penting Dalam Darah

Proses yang penting dalam darah adalah pembekuan darah atau koagulasi jika terjadi
robeknya pembuluh darah. Jika dinding pembuluh darah robek, maka tekanan darah akan
menyebabkan darah keluar dari pembuluh sehingga mengalir ke dalam jaringan atau bahkan
keluar tubuh secara terus menerus. Ada mekanisme hemostasis alamiah yang berusaha
mencegah terjadinya aliran tersebut selama pembuluh darah yang robek berukuran kecil,
namun jika terlalu besar maka tidak dapat dicegah secara alamiah. Pada pembuluh darah
kecil, akan terbentuk sumbat mekanis yang terbentuk dari agregasi trombosit yang kemudian
disertai pembentukan benang-benang fibrin. Fibrin akan membentuk anyaman dan
memerangkapkan sel-sel darah membentuk koagulum atau jendalan.

Secara spesifik reaksi utama yang terjadi pada proses koagulasi adalah perubahan
fibrinogen dalam bentuk protein yang larut menjadi fibrin yang merupakan protein tidak
larut. Proses ini dibantu oleh substansi trombin yang berasal dari protrombin. Aktivasi
protrombin menjadi trombin juga disebabkan oleh ion kalsium, enzim trombokinase dari
trombosit yang pecah, dan faktor dari jaringan yang terluka serta komponen-komponen darah
lainnya.

Transportasi Gas Dalam Darah

Transportasi gas dalam darah adalah bagian sangat substansial bagi proses fisiologis
lainnya dan menjamin kehidupan untuk terus berlangsung pada berbagai spesies hewan
terutama kelompok vertebrata. Hal ini juga yang menjadikan keeratan hubungan antara
komponen darah yang pada dasarnya merupakan bagian dari sistem sirkulasi dengan sistem
respirasi.

1. Transportasi Oksigen.

Transportasi oksigen dalam darah dapat berlangsung dengan dua cara yaitu dapat
dibawa langsung dalam plasma darah dan berkonjugasi dengan pigmen respirasi yang
merupakan unit yang dapat berikatan dengan oksigen secara reversibel. Keberadaan pigmen
respirasi seperti hemoglobin adalah untuk mengikat dan melepaskan oksigen ke bagian yang
membutuhkan. Dalam seluruh prosesnya, pergerakan oksigen dari organ respirasi eksternal
hingga sampai di sel tempat respirasi seluler berlangsung melalui mekanisme difusi yang
menuruni gradien konsentrasi. Oksigen akan terikat pada konjugat dari pigmen respirasi,
misalnya pada Fe di heme pada hemoglobin.

2. Transportasi Karbondioksida.

Mekanisme transportasi CO2 dalam darah lebih sederhana daripada transportasi


oksigen. Hal utama karena tidak dibutuhkan pigmen respirasi khusus untuk membawanya.
CO2 lebih mudah larut dalam larutan daripada O2 (sekitar 20-30 kali lebih tinggi). Proses
transportasi CO2, seperti halnya O2, berlangsung dengan mekanisme difusi sederhana yang
mengikuti gradien konsentrasi dan secara murni merupakan proses pasif. CO2 yang
dihasilkan di jaringan atau sel akan masuk ke plasma darah dan selanjutnya masuk ke dalam
eritrosit. Sebagai senyawa yang mudah larut dalam air, CO2 akan terikat dalam bentuk ion
bikarbonat (HCO3-). Alasan yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah ketika CO2 larut
dalam plasma, maka akan segera terjadi reaksi.

DAFTAR PUSTAKA

Betts, J. Gordon, dkk. 2017. Anatomy and Physiology. Texas: Openstax Rice University.

Purnama, Sari dan Dwi Rukma Santi. 2017. Fisiologi Hewan. Surabaya: Program Studi
Arsitektur UIN Sunan Ampel.

Santoso, Putra. 2009. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Padang: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Andalas.

Anda mungkin juga menyukai