Anda di halaman 1dari 8

Form Proposal Perekaman

I. JUDUL

“Harmoni Kebhinnekaan Pasar Gedhe dan Kampung Pecinan”

II. LATAR BELAKANG

Surakarta merupakan salah satu kota yang menyimpan sejarah bagi bangsa
Indonesia. Selain itu, Surakarta juga memiliki keanekaragaman agama dan
budaya yang dapat hidup berdampingan. Kota ini terkenal akan slogannya yaitu,
“Solo Kota Budaya” yang bermakna bahwa Surakarta masih menjunjung nilai
keanekaragaman yang terjadi baik suku, agama dan budaya. Tak jarang ditemui
masyarakat dari berbagai agama dan budaya berbaur menjadi satu tak
memandang konflik yang terjadi di masa lalu, sehingga perbedaan bukan lagi
suatu penghalang untuk menjaga keharmonisan. Berbicara mengenai perbedaan
dan keharmonisan, kita tidak dapat luput dari kata “Pasar”. Pasar merupakan
salah satu contoh tempat terjadinya keharmonisan dalam keberagaman. Dimana
di tempat itu yang terjadi hanyalah peristiwa saling menguntungkan, tidak
melihat dari mana asal, agama ataupun budaya yang dimiliki. Berkaitan dengan
hal tersebut, salah satu tempat yang menarik perhatian adalah Pasar Gedhe
Hardjanagara. Pasar yang terletak di Jalan Sudirman Kelurahan Sudiroprajan ini
dibangun dengan arsitektur perpaduan antara gaya Jawa dan Belanda. Pasar ini
dibangun pada tahun 1930 oleh pemerintah kolonial Belanda oleh seorang arsitek
berkebangsaan Belanda bernama Ir. Thomas Karsten. Pada mulanya, pasar ini
hanya pasar kecil biasa dengan bangunan dua lantai yang digunakan sebagai
tempat jual beli untuk kaum kolonial. Namun seiring berjalannya waktu,
pemerintah Indonesia terus melakukan perbaikan terhadap bangunan peninggalan
kolonial ini. Tujuan didirikannya pasar ini adalah untuk mengharmoniskan tiga
etnis, antara lain Jawa, Tionghoa dan Belanda. Namun bukan hanya dari segi
fisik, dari segi sejarah pasar ini menarik untuk ditelusuri. Karena pada mulanya
kedatangan kaum Tionghoa ke Surakarta disebabkan adanya konflik horizontal
antara pihak belnda dengan tinghoa. Pada saat itu jumlah kaum tinghoa di
Batavia lebih banyak dibandingkan orang Eropa. Belanda menganggap kaum
Tionghoa menghalangi mereka untuk memonopoli perdagangan di Indonesia,
oleh karena itu pihak Belanda melakukan pembunuhan masal terhadap kaum
Tionghoa. Mereka harus kehilangan nyawa dan harta benda. Akhirnya kaum
Tionghoa memutuskan untuk melarikan diri ke wilayah lain, salah satunya adalah
ke wilayah Jawa Tengah yaitu Surakarta yang pada saat itu pusat pemerintahan
berada di Kartasura. Mereka melakukan perjalanan melalui Semarang, di tengah
perjalanan menuju Semarang mereka bertemu dengan Raden Mas Garendi (Cucu
Amangkurat V). Pertemuan tersebut menjadi awal kerjasama etnis tinghoa
dengan Raden Mas Garendi dalam membasmi VOC. Mereka memutuskan untuk
meminta dukungan kepada Pakubuwono II yang saat itu berkuasa. Pakubuwono
II menerima dengan ikhlas kedatangan kaum Tionghoa atau yang disebut
“Pasukan Kuning ( Pasukan Raden Mas Garendi dengan kaum Tinghoa). Namun,
timbulah sebuah konflik dimana Pakubuwono II juga menerima dengan senang
hati kedatangan kaum Belanda, yang pada dasarnya tinghoa anti terhadap
Belanda. Pengkhianatan sunan ini menyulut kemarahan pasukan kuning.
Akhirnya terjadilah sebuah konflik yang bernama “Geger Pecinan” (pengrusakan
oleh pasukan Tionghoa). Hal tersebut menimbulkan kebencian dalam diri
pribumi yang menjadikan Tionghoa sebagai sasaran kerusuhan dan kekerasan.
Keraton Kartasura porak poranda setelah kejadian tersebut dan akhirnya
dipindahkan ke Desa Sala. Perpindahan ini disebut “Bedah Kartasura”.
Penduduk Tionghoa sampai ke Surakarta dengan membawa kapal-kapal dagang
dan berlabuh di Sungai Pepe. Barang dagangan mereka kemudian dijual ke Pasar
Gedhe, dan daerah di sekitar sungai Pepe dijadikan sebagai pusat tempat tinggal
penduduk tinghoa yang disebut kampung “ Pecinan”.
Setelah menetap di kawasan tersebut, kaum Tionghoa berhasil untuk
menguasai perekonomian di kawasan pasar Gedhe. Keberhasilan tersebut
membuat Belanda iri dan sempat melakukan serangan terhadap pasar Gedhe pada
tahun 1947. Selanjutnya, terjadi konflik yang semakin berlarut larut hingga tahun
1998. Pada masa itu masyarakat tinghoa dianggap bersalah karena terjadi
kesenjangan sosial yang sangat tinggi, masyarakat Tionghoa hidup berkecukupan
namun masyarakat Jawa hidup kurang mampu. Tentara cina juga dianggap
sebagai dalang dibalik semua pemberontakan. Pada masa itu terjadilah
pembunuhan massal rakyat Tionghoa yang dilakukan oleh rakyat Jawa yang juga
diikuti dengan pelengseran Bapak Suharto dari kursi presiden.
Secara kasat mata tidak ada hal yang menarik dari pasar bersejarah ini.
Namun dari segi bangunan jika dilihat lebih detail, maka mata kita akan tertuju
pada lampion – lampion merah yang dipasang hampir di setiap toko. Selain itu,
tepat di sebelah selatan Pasar Gedhe juga terdapat bangunan kecil yang
didominasi oleh warna merah dan dipasangi dengan lampion- lampion nan indah.
Tempat tersebut digunakan sebagai tempat ibadah bagi masyarakat keturunan
Tionghoa. Bangunan tersebut merupakan klenteng yang bernama Vihara
Avalokistevara Tien Kok Sie. Perbedaan kebudayaan dan tradisi sudah tidak
menjadi suatu hambatan lagi bagi masyarakat Surakarta khususnya di wilayah
Pasar Gedhe. Hal tersebut justru menjadi dorongan untuk selalu bersatu dalam
perbedaan. Masyarakat juga tetap menghargai keberadaan sebuah perkampungan
yang cukup terkenal yaitu, Pecinan (perkampungan Tionghoa) dan dinamai
dengan perkampungan Balong.
Banyak masyarakat Thinghoa yang menggali peruntungan di pasar ini
sebagai pedagang. Dengan logat yang berbeda, kegiatan jual beli di pasar ini
tetap berlangsung dengan baik. Bahkan terdapat seorang budayawan Jawa
ternama dari Surakarta, Go Tik Swan yang merupakan seorang keturunan
Tionghoa. Hal tersebut menjadi bukti bahwa masyarakat dapat hidup
berdampingan di tengah perbedaan. Di sudut Pasar Gedhe juga terdapat bangunan
megah dan juga merupakan tempat beribadah bagi umat Kristiani. Bangunan
tersebut merupakan Gereja Penabur. Masyarakat pemeluk agama Kristiani di
Gereja Penabur cukup banyak. Namun, hal tersebut menjadi pandangan yang
biasa bagi masyarakat sekitar yang memiliki kayakinan yang berbeda. Tidak
hanya Gereja, hal menarik yang dapat ditemui di dalam Pasar Gedhe adalah
didirikannya sebuah masjid bernama masjid Pasar Gedhe sebagai tempat ibadah
bagi umat muslim. Sehingga setiap memasuki waktu untuk sholat, adzan tetap
berkumandang dengan jelas di speaker masjid. Masyarakat dari berbagai agama
tersebut tentunya juga memiliki tradisi yang berbeda – beda, baik dalam tata cara
beribadah, ataupun dalam memperingati hari – hari besar keagamaan. Meskipun
demikian, masyarakat sekitar tetap saling menghargai dan menghormati setiap
tradisi yang dilakukan oleh setiap agama. Tidak hanya toleransi beragama yang
sangat terasa, namun juga toleransi antar sesame. Hal tersebut dapat dilihat dari
arsitektur bangunan dengan bentuk lantai yang landai. Hal tersebut diperuntukkan
bagi kaum difabel yang ingin masuk ke pasar. Selain itu, blok tempat berdagang
juga dibuat lebih tinggi karena pada masa lalu para pedagang pribumi menjual
dagangannya dengan bersila dan pembeli bisa bertransaksi dengan sambil berdiri.
Blok yang agak tinggi tersbut juga dimaksudkan untuk memudahkan pemikul
menurunkan barang dagangan langsung dari punggungnya. Pada bagian lantai
dasar digunakan untuk tempat berjualan berbagai macam sayur dan buah,
sedangkan dibagian atas diperuntukkan bagi penjual daging.
Perayaan menarik terjadi di setiap tanggal 1 Imlek, yang biasa disebut
Grebeg Sudiro. Kegiatan tersebut merupakan perayaan dari masyarakat Tionghoa
dalam menyambut tahun baru. Acara tersebut digunakan untuk saling
memperkenalkan kebudayaan satu sama lain. Sehingga perayaan tersebut diisi
dengan perpaduan kebudayaan baik dari Jawa, Islam, maupun Tionghoa.

III. PERMASALAHAN

 Bagaimana sejarah kedatangan etnis Tionghoa di Surakarta ?


 Bagaimana integrasi antara masyarakat Jawa dan Tionghoa dalam
kehidupan sehari – hari di pasar Gedhe dari dulu hingga sekarang ? (Baik
dari segi agama maupun budaya) \
 Bagaimana makna filosofis dari arsitektur bangunan dari kedudukan
lokasi pasar Gedhe dengan tempat peribadatan disekelilingnya ?

IV. SINOPSIS

Kawasan Pasar Gedhe merupakan suatu kawasan di daerah kota


Surakarta yang cukup terkenal karena memiliki letak strategis, dimana pasar
tersebut terletak di depan pusat pemerintahan daerah kota Surakarta, yaitu
Balaikota. Tempat tersebut memiliki ciri khas yaitu adanya tugu jam yang
terletak di depan Pasar Gedhe atau di tengah-tengah persimpangan jalan. Kami
akan menelusuri tempat tempat peninggalan masa lampau yang memiliki peran
dalam sejarah tujuan didirikannya Pasar Gedhe. Perekaman akan kami lakukan
dimulai dari kraton kartasura, dimana di tempat tesebut kami akan merekam
puing-puing bangunan kraton yang masih tersisa. Pada saat itu di kraton
tersebut Sunan Paku Buwana II berkuasa dan terbuka bagi kehadiran orang-
orang Tionghoa ke dalam wilayahnya. Paku Buwana II menggunakan
kesempatan baik ini untuk memanfaatkan orang Tionghoa menjadi satu
kekuatan tambahan melawan VOC. Walaupun kemudian orang Tionghoa
sendiri berbalik melawan dan menentang Sunan karena mereka merasa
dikhianati oleh sunan yang juga menerima kedatangan Belanda. Pada akhirnya
terjadilah Geger Pecinan yaitu pemberontakan yang dilakukan oleh penduduk
Tionghoa. Penduduk Tionghoa menghancurkan pusat pemerintahan kartasura
hingga porak poranda, selanjutnya bermigrasi melalui aliran Sungai Pepe.
Kejadian tersebut yang melatarbelakangi kedatangan bangsa Tionghoa ke
Surakarta dan akhirnya bangsa Tionghoa menetap di kawasan Sudiroprajan
(Wilayah Pasar Gedhe).
Perekaman kami lanjutkan ke kawasan luar Pasar Gedhe. Di sana
terdapat sebuah klenteng yang bernama Vihara Avalokistevara Tien Kok Sie,
yang biasanya dilangsungkan peribadatan bagi umat budha. Kami akan
menelusuri bagaimana tanggapan masyarakat (terutama masyarakat Jawa)
terhadap keberadaan Vihara tersebut. Setelah dari Vihara, kami akan
menanyakan kepada masyarakat Tionghoa mengenai keberadaan masjid
sebagai tempat peribadatan bagi umat muslim yang notabennya masjid
tersebut terletak di dalam pasar dan tidak jauh dari Vihara. Terganggukah
aktivitas jual beli masyarakat akan adanya dua tempat tersebut. Oleh karena itu
kami berencana akan melakukan perekaman pada waktu-waktu tertentu,
dimana kedua tempat ibadah tersebut melangsungkan kegiatan keagamaan
mereka masing-masing. Bagaimana bentuk toleransi yang dilakukan oleh
masyarakat dalam menyikapi dua perbedaan ini. Kegiatan kami lanjutkan
untuk melakukan perekaman ke sebuah gereja yang bernama Gereja Penabur.
Gereja tersebut terletak dalam satu kawasan dengan Pasar Gedhe. Dengan
adanya ketiga tempat ibadah tersebut yaitu gereja, masjid dan Vihara maka
kita bisa mengerti dan memahami tujuan mengapa kawasan pasar Gedhe
tersebut dibagun untuk masyarakat, yaitu tidak lain adalah untuk
mengharmoniskan 3 macam etnis yang hidup dan bertempat tinggal di
kawasan tersebut, antara lain Jawa, Tionghoa, Belanda.
Tidak hanya harmonisasi dari segi keagamaan, kawasan pasar Gedhe
juga masih menjunjung harmonisasi kebudayaan yang sarat akan
kebhinnekaan. Salah satu hasil kebudayaan tersebut adalah adanya Grebeg
Sudiro yang diadakan setiap tahun baru Imlek. Perayaan tersebut tidak hanya
ditujukan untuk masyarakat Tionghoa saja, namun seluruh komponen
masyarakat dapat ikut berperan di dalam nya dengan membawa kebudayaan
masing – masing. Misalkan masyarakat Jawa dengan tradisi gunungan,
masyarakat tinghoa dengan Barongsai dan kebudayaan – kebudayaan lain.
Keharmonisan terjadi hampir di setiap hari karena terjadinya interaksi antar
penjual dan pembeli yang berasal dari dua kebudayaan yang berbeda, yaitu
Jawa dan Tionghoa.
Pasar Gedhe merupakan bangunan peninggalan sejak zaman Belanda,
sehingga memungkinkan wilayah Pasar Gedhe dijadikan sebagai kawasan cagar
budaya. Hal itu tidak luput dari peran pemerintah dan masyarakat untuk
menjaga dan merawat bangunan Pasar Gedhe. Kami akan mencari tahu apa
usaha usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat sekitar untuk terus
menjaga kelestarian bangunan maupun kegiatan yang dilakukan di Pasar
Gedhe.
Tidak hanya itu, kami juga akan menelusuri apa makna dibalik
indahnya bangunan Pasar Gedhe, yang arsitekturnya mengadopsi dari gaya
Belanda dan gaya Jawa. Hal tersebut sudah dapat dilihat dari jendela pasar
Gedhe yang sangat mirip dengan jendela rumah Belanda, sedangkan unsur
Jawa dapat terlihat pada atap bangunan Pasar Gedhe yang meyerupai atap
bangunan rumah adat Jawa, yaitu Rumah Joglo. Atap pasar yang cukup besar
menjadikan salah satu alasan mengapa pasar tersebut dinamakan Pasar Gedhe.
Pasar Gedhe dapat dikenal karena ikon yang mendukung
keberadaannya, yaitu Tugu Jam, yang pada awalnya tugu tersebut hanyalah
sebuah tiang kecil. Tujuan dibangunnya tugu jam tersebut tidak lain adalah
untuk memperlancar arus lalu lintas dari arah yang berlawanan sehingga tidak
menimbulkan kemacetan. Di sekitar Pasar Gedhe, terdapat kios-kios yang
pemiliknya didominasi oleh penduduk Tionghoa. Bahkan mereka tetap
menjual barang atau benda yang berasal dari Negara asalnya. Diantaranya
ramuan – ramuan Cina (obat – obat alternatif), dan perabotan yang
berhubungan dengan kebudayaan Cina. Hingga saat ini masih banyak
masyarakat yang cukup antusias dalam membeli aaupun memanfaatkan peran
kios-kios di sekitar pasar tersebut. Dengan demikian, harmoni kehidupan
dalam perbedaan akan tetap berjalan dan selalu terjaga.
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
SMA NEGERI 1 SURAKARTA
Jalan Monginsidi 40, Surakarta, Telp 0271(652975)
Email : surat@sman-slo.sch.id

SURAT IJIN

Yth. Direktur Sejarah


Di Jakarta

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : Dra. Harminingsih, M.Pd.
Jabatan : Kepala Sekolah
Alamat : Jalan Tarumanegara III, Gang Dahlia No 1 RT 001/007 Banyuanyar,
Banjarsari, Surakarta
No telepon/Hp. : (0271)741741

Menerangkan bahwa:
1. Nama : Ghazy Wira Pradipta
Tempat, tanggal lahir : Surakarta, 17 Januari 2000
NIS : 21974
Alamat : Sumber RT 003/016 Banjarsari, Surakarta
Hp. 081226211784

2. Nama : Novita Tri Hapsari


Tempat, tanggal lahir : Karanganyar, 30 November 1999
NIS : 21984
Alamat : Bendo RT 002/001 Tohudan, Colomadu, Karanganyar
Hp. 08562849023

3. Nama : Margono M.Pd


Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 8 Januari 1988
NIS/NIP*) :-
Alamat : Gemutren RT 01/05 Pule, Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa
Tengah. HP. 085725684110

Adalah siswa pada SMA Negeri 1 Surakarta


Dan dengan ini saya memberikan ijin kepada yang bersangkutan untuk mengikuti Lomba Kreasi
Audiovisual Sejarah Kategori: Lomba Perekaman Kesejarahan yang diselenggarakan oleh
Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Surakarta, 14 Juni 2016


Kepala sekolah SMA Negeri 1 Surakarta
Biodata

FORMULIR PENDAFTARAN PESERTA


LOMBA KREASI AUDIOVISUAL SEJARAH

TAHUN 2016

A. Identitas Peserta

1. Nama Lengkap : Ghazy Wira Pradipta


2. NIS : 21974
3. Tempat/Tanggal lahir : Surakarta, 17 Januari 2000
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Sekolah : SMA Negeri 1 Surakarta
6. Alamat sekarang : Sumber RT 003/016 Banjarsari, Surakarta
7. Telp/No. Hp : (0271)7653958 HP: 081226211784
8. Alamat& Telp. Sekolah: Jalan Monginsidi 40 Surakarta Telp: (0271) 652975
9. E-mail (Harus diisi) : ghazywirapra@gmail.com
10. Orang terdekat yang bisa: Puji Wiyatmi HP: 081393653506
Dihubungi (keterangan)
11. Judul Perekaman : Harmoni Kebhinnekaan Pasar Gedhe dan Kampung Pecinan

B. Identitas Kepribadian

1. Hobi : Membaca, mendengarkan musik, dan berenang


2. Organisasi : OSN (Olimpade Sains Nasional)
3. Alasan mengikuti kegiatan ini: Karena memiliki minat dan daya tarik terhadap tempat
bersejarah yaitu kawasan Sudiroprajan di Surakarta, kami ingin
mengangkat budaya, toleransi, dan keberagaman umat beragama di
kawasan tersebut.
4. Prestasi yang pernah dicapai :
a) Juara III OSK SMA Tingkat Kota Surakarta Bidang Biologi Tahun 2016
b) Juara I Olimpiade Fisika SMP Tingkat Nasional di UNY Tahun 2015
c) Juara I OSK SMP Tingkat Kota Surakarta Bidang Biologi Tahun 2014
Biodata

FORMULIR PENDAFTARAN PESERTA


LOMBA KREASI AUDIOVISUAL SEJARAH

TAHUN 2016

A. Identitas Peserta

1. Nama Lengkap : Novita Tri Hapsari


2. NIS : 21984
3. Tempat/Tanggal lahir : Karanganyar, 30 November 1999
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Sekolah : SMA Negeri 1 Surakarta
6. Alamat sekarang : Bendo RT 002/001 Tohudan, Colomadu, Karanganyar
7. Telp/No. Hp : - HP: 08562849023
8. Alamat& Telp. Sekolah : Jalan Monginsidi 40 Surakarta Telp: (0271) 652975
9. E-mail (Harus diisi) : hapsarinovita45@gmail.com
10. Orang terdekat yang bisa : Maryadi HP: 081329238653
Dihubungi (keterangan)
11. Judul Perekaman : Harmoni Kebhinnekaan Pasar Gedhe dan Kampung Pecinan

B. Identitas Kepribadian

1. Hobi : Membaca, mendengarkan musik


2. Organisasi : OASE
3. Alasan mengikuti kegiatan ini : Karena ingin memperkenalkan kepada khalayak, bahwa
Surakarta memiliki tempat bersejarah dan memiliki nilai teladan
dalam membangun kebhinekaan.
4. Prestasi yang pernah dicapai :
a) Juara III Lomba Pidato Se-Surakarta Tahun 2014
b) Juara I Lomba Karya Ilmiah Remaja Bidang IPS Tahun 2014

Anda mungkin juga menyukai