Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air limbah rumah tangga merupakan air yang telah digunakan oleh masyarakat yang
mengandung bahan material-material organik maupun anorganik yang berasal dari air bekas
memasak, mandi, cuci, dan kakus. Air limbah rumah tangga dibagi menjadi dua, yaitu
greywater dan blackwater. Di Indonesia, sebagai besar penyaluran air limbah rumah tangga
masih menggunakan greywater dan blackwater telah terpisah akan tetapi pengolahannya
kurang tepat. (Sugiharto, 1987)
Jika air limbah rumah tangga ini tidak memenuhi persyaratan baku mutu badan air,
maka diperlukan adanya penanganan berupa pengolahan yang optimal sebelum dialirkan ke
badan air. Pada umumnya, pengolahan dilakukan secara optimal di Bangunan Pengolahan Air
Buangan (BPAB). Sistem penyaluran air buangan bertujuan untuk menyalurkan air buangan
dari suatu pemukiman secara cepat ke BPAB yang tidak akan menimbulkan bahaya atau
kerusakan bagi manusia dan lingkungan.
Baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik,
mensyaratkan bahwa pH antara 6-9, kadar BOD maksimal 30 mg/L. kadar COD maksimal 100
mg/L, kadar TSS maksimal 30 mg/L, kadar minyak dan lemak maksimal 5 mg/L, kadar amoniak
maksimal 10 mg/L. kadar total coliform maksimal 3000 jumlah/100 mL, dan debit maksimal
100 L/orang/hari. (Permen LHK RI No. 68, 2016)
Menurut buku putih sanitasi, Kabupaten Demak mempunyai sarana penyaluran air
limbah yakni koneksi ke saluran air, diperoleh data yang memiliki sarana tersebut sebanyak
38,9% dan pembuangan air bekas ke sungai sebanyak 62,1%. Maka dari itu diperlukan
penyaluran yang baik agar air limbah rumah tangga tersebut sesuai dengan baku mutu Permen
LHK RI No. 68 tahun 2016 seperti uraian diatas.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penyaluran air limbah ini adalah membuat sistem penyaluran air limbah
agar air limbah yang dihasilnya akan sesuai baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik. Dengan tujuan diantaranya adalah:
1. Menganalisa kapasitas air buangan dengan menentukan perkiraan debit air
buangan.
2. Menghitung timbulan air limbah rumah tangga dan non rumah tangga di
Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak
3. Menghitung volume galian yang akan direncanakan di Kecamatan Gajah,
Kabupaten Demak
4. Menghitung volume gelontor yang akan direncanakan di Kecamatan Gajah,
Kabupaten Demak.

1.3 Ruang Lingkup


Untuk merencanakan sistem penyaluran air limbah di Kecamatan Gajah, Kabupaten
Demak maka diperlukan data sekunder berupa informasi jumlah penduduk, lokasi,
administrasi, letak geografis, hidrologi, dan data lain berupa kondisi sosial ekonomi. Setelah
data tersebut diperoleh lalu langkah selanjutnya berupa:
a. Menghitung proyeksi pertumbuhan penduduk di Kecamatan Gajah, Kabupaten
Demak menggunakan data sekunder.
b. Menghitung kebutuhan air bersih dan pemakaian air bersih rumah tangga di
Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak.
c. Menghitung besarnya debit air limbah rumah tangga di Kecamatan Gajah,
Kabupaten Demak.
d. Menghitung besarnya volume galian dan volume gelontor yang akan direncanakan
di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak.
e. Merencanakan sistem penyaluran air buangan rumah tangga di Kecamatan Gajah,
Kabupaten Demak.

1.4 Sistematika Pembahasan


Secara garis besar sistematika pembahasan adalah sebagai berikut:
 BAB I PENDAHULUAN
Berisi mengenai latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup pembahasan,
dan sistematika pembahasan.
 BAB II GAMBARAN UMUM
Berisi tentang kondisi geografis, kondisi hidrologi, topografi, tata guna lahan,
demografi wilayah, perekonomian dan sosial budaya wilayah serta pola ruang kota.
 BAB III PROYEKSI PENDUDUK
Berisi tentang perkiraan jumlah penduduk dengan memperhatikan karakteristik
penduduk berupa umur dan jenis kelamin.
 BAB IV TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang tinjauan pustaka atau literatur yang digunakan selama pembahasan.
 BAB V ANALISA PEMBAHASAN
Berisi tentang data-data yang diperoleh serta pembahasan dengan dasar teori yang
mendukung setiap hasil yang diperoleh.
 BAB VI KESIMPULAN
Berisi tentang kesimpulan dari seluruh pembahasan.
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 Letak Geografis
Kecamatan Gajah terletak antara 110o41’dan 110o48’ Bujur Timur dan antara 6o51’ dan
o
6 56’ Lintang Selatan, Kecamatan Gajah merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Demak, sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Demak, Kecamatan Gajah sebagian besar
adalah daerah agraris khususnya pertanian tanaman pangan padi palawija. (Kecamatan Gajah
dalam Angka, 2017)

2.1.1 Batas Wilayah Kecamatan Gajah


Sebelah Utara : Kecamatan Karanganyar
Sebelah Timur : Kecamatan Undaan Lor Kab. Kudus
Sebelah Selatan : Kecamatan Dempet
Sebelah Barat : Kecamatan Wonosalam

2.1.2 Jarak Terjauh


Dari Barat ke Timur : ± 23 kilometer
Dari Utara ke Selatan : ± 20,8 kilometer

2.1.3 Jarak Kecamatan Gajah ke Kecamatan Lain


Jarak dari Kecamatan ke Ibukota Demak : ± 10 Km
Jarak dari Kecamatan ke Pusat Kecamatan lainnya:
Ke Kecamatan Karanganyar : ± 10 Km
Ke Kecamatan Dempet : ± 20 Km
Ke Kecamatan Wonosalam : ± 15 Km

2.2 Topografi
Kecamatan Gajah merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 5 sampai 11
meter dari permukaan laut, Wilayah Kecamatan Gajah sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Karanganyar sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kudus sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Dempet dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan
Wonosalam Kabupaten Demak. (Kecamatan Gajah dalam Angka, 2017).

2.3 Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Gajah berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk 2015 adalah
sebanyak 43.658 orang terdiri atas 21.341 laki- laki dan 22.317 perempuan. Jumlah penduduk
ini naik sebanyak 85 orang atau sekitar 0,20 persen dari jumlah penduduk tahun 2014. Secara
berurutan, penduduk terbanyak terdapat di Desa Kedondong dan Desa Sari dengan jumlah
penduduk masing-masing sebesar 4.568 orang dan 3.519 orang. Sedang penduduk terkecil
terdapat di Desa Boyolali dan Desa Mojosimo dengan masing-masing sebanyak 1.142 orang
dan 1.346 orang. Menurut kelompok umur, sebagian besar penduduk Kecamatan Gajah
termasuk dalam usia produktif (15-64 tahun) sebanyak 29.638 orang (67,89 %), 11.590 orang
(26,55 %) berusia dibawah 15 tahun dan 2.430 orang (5,57 %) berusia 65 tahun keatas.
Angka ketergantungan (dependency ratio) Kecamatan Gajah adalah 473,04. Hal ini
berarti bahwa setiap 1.000 orang berusia produktif menanggung sebanyak 473 orang lebih
penduduk usia dibawah 15 tahun dan 65 tahun keatas. Dilihat dari kepadatan penduduknya,
tahun 2015 kepadatan penduduk Kecamatan Gajah 852,49 orang/Km2. Penduduk terpadat ada
di Desa Gajah dengan kepadatan 1.429,74 orang/Km2, sedang penduduk paling jarang berada
di Desa Mlatiharjo dengan kepadatan 672,27 orang/Km2. (Kecamatan Gajah dalam Angka,
2017).

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk di Kecamatan Gajah pada Tahun 2007-2016


JUMLAH PENDUDUK DI KECAMATAN GAJAH, KABUPATEN DEMAK
Tahun Jumlah (jiwa)
2007 47286
2008 47573
2009 47508
2010 43452
2011 43223
2012 43353
2013 43470
2014 43573
2015 43658
2016 44095
Sumber: BPS Kecamatan Demak Tahun 2009-2016

2.4 Tata Guna Lahan


Luas penggunaan lahan merupakan kompilasi dari profil desa di Kecamatan Gajah,
secara administratif luas wilayah Kecamatan Gajah adalah 47,84 km2, terdiri atas 18 desa.
Sebagai daerah agraris sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian, wilayah Kecamatan
Gajah terdiri atas lahan sawah yang luasnya 3.418,40 Ha, dan lahan kering 1.365,46 Ha. Dirinci
menurut penggunaannya, sebagian besar lahan sawah berpengairan teknis 2.820,90 Ha, tadah
hujan 214,12 Ha, dan setengah tehnis 160,00 Ha. Sedangkan untuk lahan kering 610,04 Ha
digunakan untuk tegal/kebun, 563,08 Ha digunakan untuk bangunan dan halaman, sisanya
digunakan untuk lainnya (Jalan, Sungai, Makam, Lapangan Olahraga, dll). Penggunaan luas
lahan di Kecamatan Gajah menurut desanya terdapat di Gambar 2.3.
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Demak
Sumber: Bappeda Kabupaten Demak, 2010
400.00

350.00

300.00

250.00

200.00

150.00

100.00

50.00

0.00

Tanah Sawah Tanah Kering

Gambar 2.2 Luas Penggunaan Lahan Kecamatan Gajah menurut Desa tahun 2015
Sumber: Kecamatan Gajah dalam Angka, 2017

6
BAB III
PROYEKSI PENDUDUK
3.1 Proyeksi Penduduk
Untuk mencari besar debit air minum yang dibutuhkan dari suatu tempat/kota,
diperlukan data jumlah penduduk dan jumlah kebutuhan air untuk masing – masing
kegiatan di kota tersebut. Oleh karena itu, diperlukan proyeksi jumlah penduduk agar
dapat memperkirakan besarnya kebutuhan – kebutuhan air yang dihasilkan selama
periode perencanaan.
Dalam memproyeksikan penduduk wilayah perencanaan perlu diperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi pola perkembangan penduduk, antara lain:
1. Kecenderungan perkembangan penduduk di masa lalu
2. Kebijaksanaan kependudukan, seperti pengaruh kepadatan dan penyebaran
penduduk
3. Daya tampung ruang
4. Rencana pengembangan wilayah kota, seperti pengembangan fasilitas dan
utilitas kota
Faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan penduduk, yaitu:
1. Angka kematian (mortalitas)
2. Angka kelahiran (natalitas)
3. Perpindahan penduduk (migrasi)
Dalam memproyeksikan jumlah penduduk ini dapat dilakukan dengan beberapa
metode, yaitu:
1. Metode Aritmatika
2. Metode Geometri
3. Metode Bunga Majemuk

3.1.1 Metode Proyeksi


3.1.1.1 Metode Aritmarika
Metode Aritmatika merupakan metode proyeksi penduduk dimana populasi
diasumsikan meningkat atau bertambah secara konstan dari tahun ke tahun. Biasanya
metode ini digunakan untuk proyeksi yang cukup pendek. Metode ini didasarkan pada
angka kenaikan jumlah penduduk rata – rata setiap tahunnya yang sangat luas atau kota
kecil yang tidak terdapat industri dan daerah agraris. Sehingga dapat disebutkan bahwa
grafik metode ini berbentuk linier.
Kriteria penggunaan metoda aritmatika ini adalah :
 Pertumbuhan penduduk yang relatif konstan
 Cocok digunakan untuk kota tua yang tidak berkembang lagi
 Grafik pertumbuhan penduduk linear
 Memiliki daerah yang luas
 Dapat juga digunakan untuk kota kecil yang tidak terdapat industri dan
daerah agraris
Metode ini mempunyai formula:
Pn = Po + a . n
a = Pt n+ 1 + Pt

7
Dimana:
Pn = jumlah penduduk tahun ke-n yang diproyeksikan
Po = jumlah penduduk tahun pertama data sensus
a = faktor pertumbuhan tiap tahun
Pt = jumlah penduduk pada waktu t
n = waktu
Hasil proyeksi akan berbentuk suatu garis lurus. Model ini berasumsi bahwa
penduduk akan bertambah/berkurang sebesar jumlah absolute yang sama/tetap (β)
pada masa yang akan datang sesuai dengan kecenderungan yang terjadi pada masa lalu.
Ini berarti bahwa, jika Pt+1 dan Pt adalah jumlah populasi dalam tahun yang berurutan,
Pt+1 – Pt yang adalah perbedaan pertama yang selalu tetap (konstan). Klosterman
(1990), mengemukakan bahwa model ini hanya digunakan jika data yang tersedia relatif
terbatas, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan model lain. Selanjutnya,
Isserman (1977) mengemukakan bahwa model ini hanya dapat diaplikasikan untuk
wilayah kecil dengan pertumbuhan yang lambat, dan tidak tepat untuk proyeksi pada
wilayah-wilayah yang lebih luas dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Berikut adalah hasil perhitungan proyeksi penduduk dengan menggunakan
metode aritmatika:

Tabel 3.1 Proyeksi Penduduk Kecamatan Gajah dengan Menggunakan Metode


Aritmarika
Populasi Metode Aritmatika
No Tahun
Penduduk (jiwa) Pn=Po + Ka (Ta-To)
1 2007 46841 46841.00
2 2008 47286 46487.33
3 2009 47573 46133.67
4 2010 47508 45780.00
5 2011 43452 45426.33
6 2012 43223 45072.67
7 2013 43353 44719.00
8 2014 43470 44365.33
9 2015 43573 44011.67
10 2016 43658 43658.00
Jumlah 449937.00 -
Rata-rata 44993.7 -
Standar Deviasi 1070.779009
Korelasi 0.80630676
Koefisien Variansi 0.02379842
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

8
Contoh perhitungan:
a. Ka
Ka = (Pa - Po)/(Ta - To)
=(43658-46841)/2016-2007)
= -353.67
b. Pn
Pn = Po+Ka(Ta-To)
P2016= 46841+(-353.67)(2016-2007)
P2016= 43.658 jiwa

Metode Aritmatika
49000

48000

47000

46000

45000

44000

43000

42000
2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018

Penduduk Pn Linear (Pn)

Grafik 3.1 Proyeksi Penduduk dengan Metode Aritmarika


Sumber: Hasil Analisa, 2018

3.1.1.2 Metode Geometri


Metode Geometri merupakan metode proyeksi penduduk dimana pertambahan
penduduk sebanding dengan angka penduduk saati itu dan bersifat logaritmis secara
grafis. Atau dengan kata lain, metode ini berdasarkan pada rasio pertumbuhan
penduduk rata – rata tahunan. Metode ini cocok digunakan untuk kota tua dengan
pertumbuhan lambat sekitar 20 – 30 % per tahun. Jika digunakan untuk kota muda
dengan pertumbuhan indsutri cepat, maka hasilnya akan melebihi perkiraan.
Kriteria penggunaan metode geometri ini adalah :
 Didasarkan atas rasio pertambahan penduduk rata-rata tahunan yang sama
 Kota tua dengan pertumbuhan lambat
Metode ini mempunyai formula:
r = (Pt – Po) / Po
Rrata – rata = (r1 s/d r10) / 10
Pn = Po (1 + rrata – rata )n
dimana:
Pn = jumlah penduduk ditahun proyeksi
Po = jumlah penduduk tahun pertama data sensus
r = rasio laju pertumbuhan penduduk

9
n = selang waktu tahun dari data penduduk yang ada
Pt = jumlah penduduk terakhir data sensus
t = jumlah data sensus
Tabel 3.2 adalah hasil perhitungan proyeksi penduduk dengan menggunakan
metode geometri. Sedangkan Grafik 3.2 adalah grafik proyeksi penduduk menggunakan
metode geometri.
Tabel 3.2 Proyeksi Penduduk Kecamatan Gajah dengan Menggunakan Metode Geometri
Populasi Metode Geometrik
No Tahun
Penduduk (jiwa) Pn=Po(1+r)n
1 2007 46841 46841
2 2008 47286 46495.33792
3 2009 47573 46152.22665
4 2010 47508 45811.64735
5 2011 43452 45473.58136
6 2012 43223 45138.01011
7 2013 43353 44804.9152
8 2014 43470 44474.27837
9 2015 43573 44146.08145
10 2016 43658 43820.30646
Jumlah 449937.00 -
Rata-rata 44993.7 -
Standar Deviasi 1016.170774
Korelasi 0.808207701
Koefisien Variansi 0.022584735
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

Contoh perhitungan:
a. r
r= %pertumbuhan penduduk/n
r= (-6.64%)/9= -0.74%
b. Pn
Pn= Po(1+r)n
P2016=46841[1+(-0.74%)]9 = 43820.30646 jiwa

3.1.1.3 Metode Least Square


Metoda ini hampir sama dengan metoda Aritmatika yang mana cocok untuk
menggambarkan proyeksi kota-kota tua, tidak ada daerah industri dan pertambahan
penduduk relatif mendekati jenuh dan berfluktuasi atau tidak merata.
Metode ini mempunyai formula:
Y=a+bx

10
Dimana:
Y = variabel yang dicari trendnya
X = variabel waktu

Metode Geometri
49000

48000

47000
y = -335.62x + 720406
46000 R² = 0.9999

45000

44000

43000

42000
2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018

Penduduk Pn Linear (Pn)

Grafik 3.2 Proyeksi Penduduk dengan Metode Geometri


Sumber: Hasil Analisa, 2018

Untuk mencari nilai a dan b, dirumuskan menjadi:


a= –

b=
[ –( ) ]

Berikut adalah hasil perhitungan proyeksi penduduk dengan menggunakan


metode least square:
Tabel 3.3 Proyeksi Penduduk Kecamatan Gajah dengan Menggunakan Metode Least
Square

Tahun ke Jumlah
Tahun XY X2
(X) Penduduk (Y)

2007 1 46841 46841 1


2008 2 47286 94572 4
2009 3 47573 142719 9
2010 4 47508 190032 16
2011 5 43452 217260 25
2012 6 43223 259338 36
2013 7 43353 303471 49
2014 8 43470 347760 64

11
Tahun ke Jumlah
Tahun XY X2
(X) Penduduk (Y)

2015 9 43573 392157 81


2016 10 43658 436580 100
Jumlah 55 449937 2430730 385
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

Tabel 3.4 Proyeksi Penduduk Kecamatan Gajah dengan Menggunakan Metode Least
Square (Lanjutan Tabel 3.3)

Populasi Penduduk Metode Least Square


No Tahun
(jiwa) Pn=Y=a+bX
1 2007 46841 47389.52727
2 2008 47286 46857.12121
3 2009 47573 46324.71515
4 2010 47508 45792.30909
5 2011 43452 45259.90303
6 2012 43223 44727.49697
7 2013 43353 44195.09091
8 2014 43470 43662.68485
9 2015 43573 43130.27879
10 2016 43658 42597.87273
Jumlah 449937.00 -
Rata-rata 44993.7 -
Standar Deviasi 1611.939398
Korelasi 0.80630676
Koefisien Variansi 0.035825891
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

Contoh perhitungan:
a. a
a = –
( )
a =
= 47921.93

b. b

b =
[ –( ) ]
b =

12
b = -532.406
c. Pn
Pn = Y=a+bX
P2016 = 47921.93 + (-532.406)x10
P2016 = 42597.87273 jiwa

Metode Least-Square
49000

48000

47000

46000

45000

44000

43000

42000
2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018

Penduduk Pn Linear (Pn)

Grafik 3.3 Proyeksi Penduduk dengan Metode Least Square


Sumber: Hasil Analisa, 2018

3.1.2 Pemilihan Metode Terbaik


3.1.2.1 Berdasarkan Segi Matematis
Pemilihan metoda proyeksi ini didasarkan atas hasil perhitungan korelasi,
standar deviasi serta aspek sosial ekonomi yang terdeskripsi dalam kota perencanaan
tersebut. Adapun pengertian dari analisis korelasi adalah suatu analisis yang membahas
tentang derajat hubungan antara variabel-variabel. Ukuran yang dipakai untuk
mengetahui derajat hubungan terutama untuk data kuantitatif dinamakan koefisien
korelasi.
Rumus :
n .  xy   x .  y 
r
n .  x   x . n .  y   y  
2 2 2 2
1
2

Untuk menentukan alternatif metode terbaik, perlu diketahui besar nilai


koefisien korelasi tersebut. Nilai tersebut bervariasi dari -1 sampai +1, dengan kriteria :
1. r = -1, korelasi kuat tapi bernilai negatif, yang berarrti metode tidak bisa
dipakai.
2. r = 0, korelasi dikatakan lemah atau tidak memiliki hubungan, sehingga
metode tidak dapat dipakai.
3. r = +1, korelasi kuat dan bernilai positif, inilah metode yang diharapkan.
4. Setelah diketahui besar nilai korelasi, dapat diinterpretasikan derajat
hubungan antar kedua variabel dengan tabel sebagai berikut:

13
Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi
No R Interpretasi
1 0 Tidak Berkolerasi
2 0,01 – 0,20 Korelasi Sangat Rendah
3 0,21 – 0,40 Korelasi Rendah
4 0,41 - 0,60 Korelasi Agak Rendah
5 0,61 – 0,80 Korelasi Cukup Kuat
6 0,81 – 0,99 Korelasi Tinggi
7 1 Korelasi Sangat Tinggi
Sumber : Sugiyono, 2014
Standar deviasi menunjukkan seberapa jauh nilai yang ada terhadap nilai
reratanya. Semakin kecil standar deviasi maka data tersebut makin mendekati harga
yang sebenarnya, begitu pula sebaliknya.
Rumus :

  y2    y 
2

SD    
 n   n 
   

3.1.2.2. Berdasarkan Segi Pertumbuhan Kota


Pemilihan metoda proyeksi penduduk pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-
faktor sebagai berikut yaitu:
1. Perkembangan ekonomi
2. Besarnya migrasi
3. Besarnya angka kelahiran dan angka kematian
Gambaran umum daerah yang diproyeksikan untuk masing-masing metoda,
adalah sebagai berikut:
1. Metoda Aritmatika
Menurut Steel (Water Supply and Sewerage, 1960), metoda ini sangat cocok
untuk menggambarkan kota-kota tua dan sangat luas dan berlaku juga untuk
kota yang tidak memiliki pabrik dan masih tergantung pada ekstensifikasi
pertanian.
2. Metoda Geometri
Menurut Steel (1960), metoda ini digunakan secara hati-hati dan cocok untuk
menggambarkan bahwa daerah yang sedang diproyeksikan ini merupakan
suatu gambaran kota-kota muda yang memiliki daerah industri yang
berkembang pasat dalam jangka pendek.
3. Metoda Least Square
Menurut Steel (1960), metoda ini hampir sama dengan metoda Aritmatika
yang mana cocok untuk menggambarkan proyeksi kota-kota tua, tidak ada
daerah industri dan pertambahan penduduk relatif mendekati jenuh dan
berfluktuasi atau tidak merata.

14
3.1.2.3. Analisa
Tabel 3.6 Hubungan Antara Ketiga Metoda
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Tahun
Data Aritmatika Geometri Least Square

2007 46841 46841.00 46841 47389.52727


2008 47286 46487.33 46495.33792 46857.12121
2009 47573 46133.67 46152.22665 46324.71515
2010 47508 45780.00 45811.64735 45792.30909
2011 43452 45426.33 45473.58136 45259.90303
2012 43223 45072.67 45138.01011 44727.49697
2013 43353 44719.00 44804.9152 44195.09091
2014 43470 44365.33 44474.27837 43662.68485
2015 43573 44011.67 44146.08145 43130.27879
2016 43658 43658.00 43820.30646 42597.87273
Rata-rata 44993.7 45249.5 45315.7385 44993.7
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

Tabel 3.7 Perbandingan Nilai Korelasi dan Standar Deviasi Antara Ketiga Metode
Aritmatika Geometri Least Square Keterangan
Standar Deviasi 1070.779009 1016.170774 1611.939398 Nilai Paling Rendah
Korelasi 0.80630676 0.808207701 0.80630676 Nilai Paling Tinggi
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

Kriteria memilih metode terbaik untuk memproyeksikan penduduk adalah


metode yang memiliki standar devasi terendah dengan korelasi tertinggi. Pada metode
geometri, standar deviasinya terendah dan korelasinya tertinggi. Sehingga, metode
terbaik dalam perhitungan proyeksi penduduk pada Kecamatan Gajah adalah metode
geometri.
Tabel 3.8 Proyeksi Penduduk 20 Tahun Mendatang dengan Menggunakan Metode
Geometri
Tahun Perkiraan Populasi (jiwa)
2017 43497
2018 43176
2019 42857
2020 42541
2021 42227
2022 41916
2023 41606
2024 41299
2025 40994

15
Tahun Perkiraan Populasi (jiwa)
2026 40692
2027 40392
2028 40094
2029 39798
2030 39504
2031 39212
2032 38923
2033 38636
2034 38351
2035 38068
2036 37787
2037 37508
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

16
BAB IV
STUDI PUSTAKA
4.1 Umum
Studi Pustaka ini dipakai untuk dasar-dasar kriteria perencanaan. Pada bab ini
akan dijelaskan teori yang menunjang dalam proses penyusunan perencanaan
penyaluran air buangan di Kelurahan Sukapada Kota Bandung.

4.2 Proyeksi Penduduk


Besarnya kebutuhan air bersih suatu daerah sangat dipengaruhi oleh jumlah
penduduknya, oleh karena itu diperlukan data terkait jumlah penduduk di masa yang
akan datang. Untuk mengetahui jumlah penduduk di masa yang akan datang, maka
dapat dilakukan proyeksi penduduk dengan beberapa metode proyeksi.
Dalam memproyeksikan penduduk 20 tahun mendatang, proyeksi dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metoda yang cukup representatif,
dintaranya:
 Metoda Aritmatik
 Metoda Geomertik
 Metoda Least Square

4.2.1 Metode Aritmatika


Metoda Aritmatika merupakan metode proyeksi penduduk dimana populasi
penduduk diasumsikan meningkat secara konstan. Umumnya metoda ini digunakan
untuk memproyeksikan penduduk dalam jangka waktu yang pendek. Metoda ini
didasarkan atas angka kenaikan jumlah penduduk rata-rata pada setiap tahunnya.
Adapun persamaan metoda ini adalah: (Barclay, 1983)
Pn = Po + a . n
a = Pt + 1 + Pt
Dimana:
Pn = jumlah penduduk tahun ke-n yang diproyeksikan
Po = jumlah penduduk tahun pertama data sensus
a = faktor pertumbuhan tiap tahun
Pt = jumlah penduduk pada waktu t
n = waktu

4.2.2 Metode Geometri


Metoda Geomerti merupakan metode proyeksi penduduk dimana pertambahan
penduduk sebanding dengan angka penduduk saati itu dan bersifat logaritmis secara
grafis. Atau dengan kata lain, metode ini berdasarkan pada rasio pertumbuhan
penduduk rata-rata tahunan. Metode ini cocok digunakan untuk kota tua dengan
pertumbuhan lambat sekitar 20-30% per tahun. Jika digunakan untuk kota muda dengan
pertumbuhan indsutri cepat, maka hasilnya akan melebihi perkiraan. Adapun
persamaan metoda Geomertik yaitu: (Barclay, 1983)
r = (Pt – Po) / Po
R=rata – rata = (r1 s/d r10) / 10
Pn = Po (1 + rata – rata )n
( )–( )
r= ( )

17
Dimana:
Pn = jumlah penduduk ditahun proyeksi
Po = jumlah penduduk tahun pertama data sensus
r = rasio laju pertumbuhan penduduk
n = selang waktu tahun dari data penduduk yang ada
Pt = jumlah penduduk terakhir data sensus
t = jumlah data sensus

4.2.3. Metoda Least Square


Metode Least Square biasa digunakan untuk pertumbuhan penduduk yang
konstan dan relatif kecil. Hampir seperti perhitungan Aritmatika, hanya saja metode
Least Square digunakan untuk kota tua yang mana pertumbuhannya mendekati jenuh.
(Barclay, 1983)
Pn = a+bx

∑ ∑

( ∑ ) (∑ ∑ )
( ∑ (∑ ) )

Dimana:
y = jumlah penduduk hasil sensus
x = faktor tahun
n = jumlah data
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n

4.2.4. Standar Deviasi


Standar deviasi disebut juga simpangan baku. Seperti halnya varians, standar
deviasi juga merupakan suatu ukuran dispersi atau variasi. Standar deviasi merupakan
ukuran dispersi yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin karena standar deviasi
mempunyai satuan ukuran yang sama dengan satuan ukuran data asalnya. (Barclay,
1983)
Rumus yang digunakan dalam menghitung Standar Deviasi adalah, sebagai
berikut.

SD = √ ∑ ( )

Dimana :
n-1 = Banyaknya data dikurangi 1 tahun
x = Jumlah Penduduk
x1, x2, x3 … xn = Banyaknya penduduk tiap tahun
x = Nilai rata-rata data Pn

18
4.2.5. Koefisien Variansi
Koefisien variansi merupakan suatu ukuran variansi yang dapat digunakan untuk
membandingkan suatu distribusi data yang mempunyai satuan yang berbeda. Kalau kita
membandingkan berbagai variansi atau dua variabel yang mempunyai satuan yang
berbeda maka tidak dapat dilakukan dengan menghitung ukuran penyebaran yang
sifatnya absolut (Barclay, 1983). Rumus yang digunakan dalam perhitungan Koefisien
Variansi adalah sebagai berikut :
KV = SD/x
Dimana :
KV = Koefisien Variasi
SD = Standar Deviasi
X = nilai rata-rata dari Pn

4.2.6. Faktor Korelasi


Korelasi merupakan hubungan antara dua buah variable, jika nilai suatu variable
naik, sedangkan nilai variable yang lain turun, maka dikatakan terdapat hubungan
negatif serta sebaliknya. (Barclay, 1983) Rumus yang digunakan untuk menghitung
faktor korelasi yaitu:
n .  xy   x .  y 
r
n .  x   x . n .  y   y  
2 2 2 2
1
2

Dimana :
r = koefisien korelasi
x = selisih tahun terakhir dengan awal dari data
y = jumlah penduduk awal
n = jumlah data

4.3 Debit Air Buangan


Dalam menentukan besarnya debit air buangan di daerah pelayanan, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
 Sumber Air Buangan
 Besarnya pemakaian air bersih
 Besarnya curah hujan
 Jenis material yang digunakan, penyambungan, jenis dan banyaknya
bangunan pelengkap
Berdasarkan faktor-faktor diatas, maka dalam penentuan dimensi air buangan
ada beberapa jenis debit air buangan yang harus di perhatikan, diantaranya :
 Debit rata-rata (Qr)
 Debit infiltrasi (Qinf)
 Debit surface air tanah (Qsf)
 Debit puncak (Qpeak)
 Debit minimum (Qmin)

19
4.3.1 Debit Rata-rata Air Buangan (Qr)
Debit rata-rata air buangan diperoleh dari persentase pemakaian air bersih yang
telah di tetapkan yaitu 60–80% dari pemakaian air rata-rata (Liter/orang/hari).
(Harjosuprapto, 2000)
Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya debit rata-rata adalah
(Babbit, 1982)
Qr = Fab × Qam

Dimana:
Qr = debit rata-rata air buangan (L/detik)
Fab = faktor timbulan air buangan (60-80%)
Qam = kebutuhan air minum (L/detik)
Kebutuhan air minum didapat dari pemakaian air bersih untuk rumah dan non
rumah tangga. Untuk kebutuhan rumah tangga didapat dari kebutuhan air bersih
sambungan langsung dah hidran umum, sedangkan kebutuhan non rumah tangga
diasumsikan 30% dari kebutuhan air bersih rumah tangga. Untuk menghitung
pemakaian air bersih total menggunakan persamaan berikut:

Pemakaian Air Total = SL + KU + ND


( )
SL=%pelayananx P x

( )
KU=Pterlayani x

ND = 30% x (SL+KU)

4.3.2 Debit Infiltrasi (Qinf) dan Debit Inflow (Qsf)


Debit air buangan dalam saluran pada kenyataanya akan bertambah akibat
adanya infiltrasi dan inflow dari air tanah, air permukaan, dan air hujan, yang
seharusnya tidak boleh masuk kedalam saluran. Hal ini disebabkan oleh:
 Penyambungan pipa yang kurang sempurna
 Bahan saluran yang digunakan
 Kondisi tanah dan adanya air tanah
 Adanya celah-cela dari bangunan pelengkap
Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya debit infiltrasi adalah
(Babbit, 1982):

Qinf = (L/1000) × qinf

Dimana:
Qinf = debit infiltrasi (L/detik)
L = panjang saluran
qinf = debit infiltrasi air tanah = (1-3) (L/detik)

Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya debit inflow (Qinf persil)
adalah (H.E.Babbit, 1960):
Qsf = Cr × P × Qr

20
Dimana:
Qsf = debit inflow (L/detik)
Cr = koefisien inflow (0,1-0,3)
P = Jumlah ekivalensi populasi yang dilayani
Qr = debit rata-rata air buangan (Liter /detik)

4.3.3 Debit Puncak (Qpeak)


Kuantitas air buangan yang dihasilkan berfluktuasi karena pengaruh musim dan
cenderung mengikuti pola pemakaian air bersih. Penentuan dimensi saluran air buangan
adalah berdasarkan Qpeak akhir tahap perencanaan, agar saluran dapat melayani beban
air buangan dalam keadaan berfluktuasi.
Debit puncak pada dasarnya sama dengan debit jam maksimum, dimana
perkiraan debit air buangan sesuai dengan perkiraan pemakaian air bersih yang paling
banyak dalam jam tertentu selama satu hari.
Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya debit puncak adalah:

Qpeak = 5 Ptotal(1-Z) × qmd

Dimana:
Qpeak = debit puncak (L/detik)
P = jumlah penduduk total (ribuan kapita atau jiwa)
Z = log4/logP
Qinfre = debit infiltrasi retikulasi

4.3.4 Debit Minimum (Qmin)


Untuk penentuan kuantitas air buangan minimum digunakan persamaan berikut
ini, yaitu (Babbit, 1982):

Qmin = 0,2 Ptotal(1+Z) × Qr

Dimana:
Ptotal = jumlah penduduk total (ribuan kapita)
Qr = debit rata-rata air buangan (L/detik)

Ketika debit minimum, kemungkinan kecepatan aliran dalam saluran menjadi


kecil, sehingga dapat menyebabkan pengendapan zat-zat organik. Oleh karena itu
diperlukan penggelontoran jika kecepatan aliran mengecil.

4.4 Dasar Perencanaan


Hal-hal yang perlu diperhatikan dan menjadi pertimbangan dalam perencanaan
sistem penyaluran air buangan adalah Disalurkan dalam saluran tertutup dan harus
rapat;
 Jalur saluran diusahakan sedemikian rupa sehingga melalui daerah pelayanan
sebanyak-banyaknya sehingga jalur saluran sambung-menyambung mulai
dari saluran awal hingga saluran induk, yang selanjutnya dialirkan ke
Bangunan Pengolahan Air Buangan;
 Aliran air buangan harus mampu membawa kotoran dan tidak boleh merusak
saluran;

21
 Kedalaman aliran air buangan mampu digunakan untuk berenangnya benda-
benda yang ada di dalamnya dan tidak boleh penuh, kecuali pengaliran yang
memerlukan pemompaan;
 Sedapat mungkin aliran air buangan dapat terus-menerus membawa benda
di dalamnya tanpa ada benda yang mengendap sehingga terjadi pembusukan
yang menghasilkan gas yang bau dan berbahaya.
(Harjosuprapto, 2000)

4.4.1 Kondisi Pengaliran Air Buangan


4.4.1.1 Syarat Pengaliran Dalam Saluran
Syarat-syarat pengaliran yang harus diperhatikan pada perencanaan jaringan
pengaliran air buangan adalah sebagai berikut:
 Pengaliran harus secara gravitasi, kecuali untuk keadaan yang tidak
memungkinkan maka dapat digunakan pemompaan;
 Aliran harus membawa material walaupun dalam keadaan debit minimum;
 Saluran diusahkan dapat memberikan kondisi pengaliran un-steady non
uniform
 Pengaliran dapat mensirkulasi udara/gas sehingga tidak terakumulasi dalam
saluran
 Kecepatan aliran dalam pipa adalah antara (0,6-3) m/detik

4.4.1.2 Fluktuasi Pengaliran


Fluktuasi pengaliran air buangan diperkirakan mempunyai kurva yang setipe
dengan bentuk kurva pemakaian air bersih, yaitu ada variasi jam-jaman, harian, bulanan,
musim dan lainnya.
Pengaliran air buangan dalam saluran bervariasi secara kontinue dalam satu
hari. Aliran rendah terjadi antara jam 2 sampai jam 6 pagi, sedangkan aliran puncak
terjadi pada siang hari. Pada pengaliran tersebut infiltrasi air tanah dan air permukaan
tidak termasuk di dalamnya, karena terjadi secara konstan dalam satu hari kecuali
mengikuti faktor curah hujan. (Harjosuprapto, 2000)
Penyaluran air buangan harus di desain untuk menangani debit puncak yang
diharapkan terjadi pada akhir periode desain. Selain itu, desain diharapkan sedemikian
rupa sehingga dapat meminimumkan pengendapan material pada tahun-tahun pertama
penggunaan dimana alirannya lebih rendah daripada aliran di akhir periode desain.

4.4.1.3 Jenis Pengaliran


Ada 2 jenis pengaliran dalam penyaluran air buangan yaitu:
1. Pengaliran bertekanan, yaitu pengaliran yang terjadi dalam pipa akibat
adanya pemompaan (tekanan hidrolis) dalam saluran tertutup.
2. Pengaliran tanpa tekanan, yaitu pengaliran bersifat terbuka dalam saluran
tertutup, dimana sifat pengaliran secara gravitasi karena permukaan air
buangan pada saluran berhubungan dengan udara bebas.
(Harjosuprapto, 2000)

4.4.1.4 Kedalaman Aliran


Kedalaman aliran perlu diperhatikan karena kedalaman aliran akan menentukan
kelancaran aliran, oleh sebab itu ditetapkan kedalaman minimum yang harus dipenuhi

22
dalam penyaluran air buangan. Kedalaman minimum diartikan dengan kedalaman
berenang tinja. Di Indonesia ditetapkan, yaitu:
 dmin = 5 cm, pada pipa halus
 dmin = 7,5 cm, pada pipa kasar
Perolehan harga dmin didapat dari Nomogram Design Main Sewer yaitu dengan
cara mengetahui debit minimum (Qmin). Jika debit minimum kurang dari debit berenang
maka saluran tersebut harus digelontor (Harjosuprapto, 2000).
Aliran air buangan harus selalu bersifat terbuka, jadi aliran dalam pipa tidak
boleh penuh. Untuk memenuhi keadaan ini maka diameter aliran dalam pipa dibatasi
0,6 D sampai 0,8 D pada debit puncak, bila diameter aliran telah melewati 0,8 D maka
diameter pipa harus diperbesar atau kemiringan saluran harus diperbesar
(Harjosuprapto, 2000).
Dalam pipa perlu ada ruang udara agar air buangan dalam pipa riol tidak cepat
mengurai. Jika di dalam pipa tidak ada udara, keadaan akan menjadi anaerob dan
kemudian akan membusuk sehingga timbul H2S. Pipa dengan diameter kurang dari 600
mm, angka d/D disyaratkan maksimum 0,6, sedangkan untuk pipa yang berdiameter
lebih dari 600 mm, angka d/D dianjurkan maksimum 0,8.

4.4.1.5 Self Cleansing Velocity


Self Cleansing Velocity adalah kecepatan aliran yang mampu untuk
membersihkan sendiri dari material pengganggu seperti slime (lendir), endapan, pasir
dan lain-lain.
Langkah untuk mendapatkan kecepatan tersebut, kecepatan pada keadaan
tinggi berenang 5 cm (tinggi berenang minimum) harus lebih besar dibandingkan
kecepatan kritis terjadinya endapan. (Harjosuprapto,2000).

4.4.1.6 Aliran Tidak Menggerus


Untuk mengamankan dinding saluran dari penggerusan yang diakibatkan oleh
saluran, maka disyaratkan untuk kecepatan aliran berkisar antara 0,6-3 meter/detik.
Batas kecepatan tersebut merupakan optimasi dari kedua keadaan yang sekaligus harus
dipenuhi, yaitu disatu pihak kecepatan aliran dapat mengikis kotoran yang ada dalam
saluran dan di lain pihak aliran tersebut tidak menimbulkan penggerusan pada dinding
saluran. (Qasim, 1985)
Kecepatan minimum 0,6 meter/detik sudah mampu memberikan aliran yang Self
Cleansing dan kecepatan maksimum 3 meter/detik tidak menyebabkan penggerusan
saluran. (Qasim, 1985).

4.4.1.7 Faktor-faktor dalam Pengaliran Air Buangan


Saluran air buangan harus tetap berfungsi, baik dalam kondisi debit minimum
maupum maksimum. Faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu: (Harjosuprapto, 2000)
1. Kemiringan saluran
2. Luas penampang melintang saluran
3. Kekasaran permukaan saluran
4. Kondisi pengaliran
5. Ada tidaknya rintangan, belokan, dan lain-lain

4.4.1.8 Karakteristik Specific Gravity dan Viskositas Cairan


 Kondisi pengaliran penuh dan setengah penuh, steady dan unsteady.

23
 Prinsip-prinsip Hidrolika.
 Pengaliran pada sistem penyaluran air buangan mengacu pada hukum-
hukum fluida terutama yang menyangkut energi.

4.4.1.9 Jenis Pengaliran


Jenis pengaliran yang dikenal dalam hukum fluida yaitu:
1. Aliran steady, yaitu pengaliran dengan kecepatan yang tetap (tidak berubah
terhadap waktu)
2. Aliran unsteady, yaitu pengaliran dengan kecepatan yang berubah-ubah
sesuai dengan perubahan waktu.
3. Aliran uniform, yaitu pengaliran yang terjadi bila kedalaman, luas penampang
dan elemen lain dari pengaliran tetap konstan pada setiap bagian saluran.
4. Aliran non uniform, yaitu aliran yang sering terjadi bila kemiringan, luas
penampang, dan kecepatan berubah-ubah di setiap bagian saluran.
(Rich, 1961)
Pengaliran dalam saluran air buangan umumnya bersifat unsteady dan kadang-
kadang non uniform. Hal tersebut dipermudah dengan mengasumsikan aliran bersifat
steady, kecuali pada saat mendesain pompa dan peralatan utama lainnya. Demikian pula
dengan non uniform, sering diasumsikan uniform kecuali pada perubahan kecepatan
yang besar, outfall dan saluran stasiun pompa yang besar. (Harjosuprapto,2000)

4.4.1.10 Persamaan Pengaliran Fluida


Terdapat beberapa persamaan dalam pengaliran fluida secara empiris.
Persamaan-persamaan tersebut diterapkan untuk aliran steady uniform dan hanya
mempertimbangkan kehilangan tekanan akibat gesekan sepanjang pipa.
Pada umumnya persamaan yang digunakan dalam penyaluran air buangan
adalah persamaan manning karena sederhana, keakuratan, dan dapat diterapkan pada
aliran terbuka. Persamaan ini digunakan untuk menghitung kecepatan dan debit dari
data yang diberikan yaitu kemiringan, kedalaman aliran, dan faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan pipa.
Rumus untuk persamaan manning: (Qasim, 1985)
⁄ ⁄
( )( )
Dimana :
V = Kecepatan aliran (meter/detik)
n = Koefisien manning
R = Radius hidrolis
S = kemiringan Saluran
Persamaan Manning ini digunakan baik untuk saluran terbuka maupun
tertutup. Faktor n merupakan hal yang penting dalam perencanaan ini. Nilai n yang
sering digunakan adalah antara 0,013-0,015 untuk saluran air buangan. Nilai ini dapat
dianggap sama sepanjang saluran (Qasim, 1985).

4.4.1.11 Kehilangan Tekanan


Kehilangan tekanan dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Perubahan ukuran pipa, kemiringan, umumnya pada manhole
2. Pengaliran melalui belokan
3. Sambungan pipa

24
Kondisi aliran transisi adalah kondisi dimana terjadi perubahan ukuran satuan
dan kemiringan. Harga kehilangan tekanan akibat kondisi transisi adalah:
He = k(hv1 – hv2) = k.Δhv

Hv =

Dimana :
He = kehilangan tekanan akibat perubahan penampang saluran (meter)
hv1 = energi kecepatan di bagian hulu (meter/detik)
hv2 = energi kecepatan di bagian hilir (meter/detik)
k = koefisien dimana :
k = 0,1 untuk penambahan kecepatan
k = 0,2 untuk penurunan kecepatan

Kehilangan tekanan pada junction (pertemuan satu atau lebih saluran cabang)
dihitung dengan persamaan aliran transisi karena mempunyai prinsip pengaliran yang
sama. Kehilangan tekanan pada belokan dihitung dengan persamaan:
Hb = kb
Dimana :
Hb = kehilangan tekanan pada belokan
kb = koefisien belokan, dimana:
kb = 0,4 untuk belokan 50o
kb = 0,32 untuk belokan 45o-50o

4.4.2 Perancanaan Teknis


Dalam Perencanaan ini akan dibahas mengenai kriteria perencanaan secara
teknis untuk saluran air buangan.
 Sistem Penyaluran Air Buangan
Terdapat 2 cara dalam penanganan air limbah rumah tangga yaitu dengan
sistem terpusat (off site) dan sistem setempat (on site).
1. Sistem terpusat (off site), yaitu sistem dimana air limbah dari seluruh
daerah pelayanan dikumpulkan dalam saluran riol pengumpul,
kemudian dialirkan kedalam riol kota menuju ke tempat
pembuangannya yang aman, baik dengan pengolahan air buangan
(BPAB), dan/atau dengan pengenceran tertentu (intercepting sewer),
memenuhi standar mutu, dapat di buang ke badan air penerima (BAP)
(Harjosuprapto, 2000).
2. Sistem setempat (on site), yaitu sistem dimana pada daerah itu tidak ada
sistem riol kota. Air limbah ditangani setempat, yaitu dengan membuat
bangunan cubluk atau tangki septik. Bangunan cubluk tidak kedap air
(rembes), sehingga hanya pada daerah dimana kedalaman air tanahnya
lebih besar dari 10 m, dapat di install. Untuk daerah yang kedalaman air
tanahnya kurang dari 10 m, dianjurkan untuk membangun tangki septik
(Harjosuprapto, 2000).
 Sistem Jaringan Pengumpul Air Buangan
Terdapat 3 cara sistem jaringan pengumpul air buangan yaitu:

25
1. Sistem tercampur (combined system), dimana air buangan dan limpasan
air hujan disatukan melalui satu saluran yang sama, saluran ini harus
tertutup. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan
antara lain:
a. Debit air kotor dan air hujan relatif kecil sehingga dapat disatukan
b. Kuantitas air hujan dan air buangan tidak jauh berbeda
c. Fluktuasi air hujan dari tahun ke tahun relatif kecil
2. Sistem terpisah (separate system), dimana air buangan dan air hujan
dilayani oleh sistem saluran secara terpisah dalam jaringan riol tertutup,
pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain:
a. Fluktuasi debit (air limbah dan limpasan air hujan) pada musim
kemarau dan musim hujan relatif besar
b. Periode musim kemarau dan musim hujan terlalu lama
c. Kuantitas yang berbeda antara air hujan dan air buangan
d. Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sedangkan air
hujan tidak perlu (langsung dibuang ke sungai)
3. Sistem kombinasi, sistem ini adalah perpaduan antara saluran air
buangan dan saluran air hujan, dimana pada waktu musim hujan, air
buangan dan air hujan tercampur dalam saluran air buangan. Air hujan
berfungsi sebagai pengencer dan penggelontor. Kedua saluran ini tidak
bersatu, tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan interceptor.

Beberapa faktor yang digunakan dalam menentukan pemilihan sistem adalah:


 Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan dan kuantitas air
hujan pada daerah perencanaan.
 Umumnya di dalam kota dilalui oleh sungai-sungai, dimana air hujan
secepatnya dibuang ke sungai-sungai tersebut.
 Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi air
hujan yang tidak tetap.
Berdasarkan pertimbangan- pertimbangan tersebut maka sistem yang akan
diterapkan untuk perencanaan air buangan di kecamatan Purwakarta adalah secara
terpisah, yang kemudian air buangan dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
sebelum dibuang ke badan air penerima.

4.4.3 Pola Jaringan


Jaringan saluran air buangan akan mengikuti rute jalan di daerah pelayanan
bukan hanya untuk melayani permukiman yang dilewati tapi juga untuk memberikan
jalan keluar yang baik bagi saluran air buangan dalam area tersebut. Dalam penentuan
pola jaringan penyaluran air buangan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan,
yaitu: (Harjosuprapto, 2000)

 Tipe sistem penyaluran air buangan yaitu sistem terpisah


 Kondisi Topografi, Hidrologi, dan Geologi daerah perencanaan
 Pola sistem jaringan jalan yang ada di masa mendatang
 Batas daerah perencanaan
 Lokasi dan lingkungan IPAL.
Terdapat 5 macam pola jaringan yang umum digunakan yaitu:

26
 Pola tegak lurus (perpendicular): digunakan untuk sistem jaringan air atau
sistem tercampur
 Pola interceptor: digunakan untuk sistem tercampur dan dapat diterapkan
untuk daerah pantai
 Pola lingkaran (zone): digunakan untuk sistem tercampur dan untuk
daerah perencanaan dimana terdapat perbedaan ketinggian muka air
tanah yang besar
 Pola kipas (fan): digunakan untuk sistem terpisah dan pola ini
mengumpulkan beberapa saluran cabang pada saluran induk yang
kemudian dialirkan ke BPAB
 Pola radikal: digunakan baik untuk sistem terpisah maupun tercampur.
Penyaluran air buangan dialirkan ke berbagai arah dari pusat
(permukiman) ke arah luar, sehingga diperlukan lebih dari satu BPAB.
(Harjosuprapto, 2000)

4.4.4 Sistem Perpipaan


Melihat fungsinya, perpipaan penyaluran air buangan dibedakan atas: pipa
persil, pipa service, pipa lateral, dan pipa induk dengan keterangan sebagai berikut:
(Harjosuprapto, 2000)
Pipa persil, yaitu pipa saluran yang umumnya terletak didalam pekarangan
rumah dan langsung menerima air buangan dari dapur atau bagian gedung yang
menghasilkan buangan. Bagi pipa persil umumnya digunakan pipa tanah liat atau PVC,
dengan profil bulat lingkaran yang berdiameter (4-5) inci. Ada beberapa syarat yang
perlu diperhatikan pada sambungan persil yaitu:
 Kemiringan saluran tidak boleh kurang dari 2%
 Ukuran pipa persil harus sama atau lebih besar dari pipa plumbing utama
 Sambungan tidak mengganggu jalannya aliran air buangan dalam jaringan
pengumpul. Penyambungan menuju pipa service harus tepat atau diatas
diameter horizontal (maksimum 45o). Bila perbandingan debit pipa persil
dan debit pipa service kecil sekali maka penyambungan dapat tegak lurus
 Sedapat mungkin sambungan tersebut diperiksa, untuk mempermudah
pemeliharaan sambungan
Air yang ada di dalam jaringan pengumpul tidak menghambat air yang berasal
dari rumah tangga, untuk itu sambungan rumah-rumah harus diletakkan di atas
permukaan aliran air buangan yang tinggi. Hal tersebut untuk mencegah tertahannya
aliran air buangan.
Pipa service merupakan pipa air buangan yang menerima air buangan yang
berasal dari pipa persil. Kadang-kadang pipa service terletak memanjang di depan atau
bagian belakang rumah dan diluar pekarangan rumah. Diameter pipa servis berkisar
antara (6-8) inci dengan kemiringan pipa berkisar antara 0.5-1%. Lebar galian
pemasangan pipa servis minimal adalah 0.45 meter dengan kedalaman benam awal
sebesar 0.6 meter. Rumus perhitungan pipa service: (Harjosuprapto, 2000)
Qps = 0,7 x n x Qppr
Qpp = 5 x Ptotal x 0,5 x qmd
qmd = (1,1 – 1,25)
Dimana :
n = jumlah bangunan yang dilayani

27
Qppr = debit puncak rerata pipa persil (Liter/detik)
Ptotal = jumlah penduduk total (ribuan kapita atau jiwa)
qmd = debit saluran air buangan hari maksimum (Liter/detik1000)
qr = debit satuan rerata air buangan penduduk (Liter/detik1000).

Pipa lateral merupakan pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-pipa
servis untuk dialirkan ke pipa cabang. Biasanya pipa lateral terletak memanjang di
sepanjang perumahan. Bahan dari saluran ini dapat dipilih dari jenis-jenis pipa yang
khusus diperuntukan bagi keperluan ini. Untuk sistem yang kecil, pipa service dapat
berfungsi sebgaai pipa lateral. Untuk jaringan yang lebih besar,pipa lateral dpat
berkembang sebagai pipa cabang. Pipa lateral minimal memiliki diameter 8 inci dengan
kemiringan pipa berkisar anatara 0.5-1%. Rumus yang digunakan untuk menghitung
diameter pipa lateral dengan jumlah penduduk antara 3.000 – 4.000 kapita adalah :
(Harjosuprapto, 2000)
Qpk =
(∑ )
Qpsr =
Qpb = Qpk + Qinf
Qinf = frQr + Lq inf
Dimana :
Qpk = debit puncak musim kering (L/detik)
Qpb = debit puncak musim basah (L/detik)
Qinf = debit tambahan dari infiltrasi limpasan air hujan (L/detik)
m = banyak jalur pipa service
x = perbandingan antara populasi yang dilayani dengan fpopulasi rata-rata
pada jalur pipa service
Qpsr = debit puncak rata-rata pada satu jalur pipa service

Pipa cabang, yaitu pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-pipa
lateral. Umumnya digunakan pipa bulat lingkaran.
Pipa induk, yaitu pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-pipa
cabang dan mengalirkannya ke BPAB.
Penentuan profil saluran yang akan digunakan perlu meninjau beberapa faktor
yaitu: (Harjosuprapto, 2000)
 Segi hidrologis
 Segi kontruksi
 Kondisi topografi
 Ketersediaan ruang untuk penanaman saluran
 Segi ekonomis dan teknis
Segi hidrologis sangat penting untuk dipertimbangkan karena menyangkut
jenis dan karakteristik aliran terutama dalam kondisi pengaliran minimum dimana
terdapat persyaratan mengenai kedalaman berenang minimum dan kecepatan aliran
minimum.
Terdapat berbagai bentuk profil saluran yang digunakan untuk penyaluran air
buangan yaitu: bulat lingkaran, bulat telur, tapal kuda, dan lain-lain. Pada umumnya
saluran yang sering digunakan adalah saluran berbentuk bulat telur dan bulat lingkaran.
Untuk mencari luas lingkaran digunakan persamaan sebagai berikut
(Hardjosuprapto, 2000):

28
Dimana:
Afull = Luas lingkaran dalam keadaan air buangan penuh
= 3,14
D = Diameter (meter)

4.4.5 Bahan Saluran


Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatiakn dalam pemilihan bahan pipa
adalah umur pipa, kemudahan pelaksanaan, variasi ukuran, suku cadang, kadar air, daya
tahan terhadap zat kimia dan korosi, daya tahan terhadap penggerusan, dan daya tahan
beban. Dalam penyaluran air buangan ada beberapa bahan pipa yang bisa digunakan
yaitu (Hardjosuprapto, 2000):
 Bahan tanah liat (Clay Pipe)
Pipa ini tahan lama dan tahan korosi terutama di tempat beriklim panas,
dimana sering terbentuk H2S dalam saluran. Pipa tanah liat tersedia
sampai ukuran 800mm. Jarang ditemukan permasalahan dalam
konstruksi, tetapi kelemahannya adalah mudah retak/pecah.
 Pipa Beton (Concrete pipe)
Sering digunakan jika ukuran pipa yang digunakan lebih dari 800mm. Pipa
ini tidak tahan terhadap asam, maka bagian dalamnya dilapisi oleh PVC
atau oleh GRP (glass reinforced plastic) tetapi lebih mahal.
 Pipa Asbes (Asbestos cement pipe)
Pipa ini tahan terhadap asam dan tanah yang basa bila dibandingkan pipa
beton. Selain itu pipa jenis ini mudah dalam penangannya,
penyambungan, tahan air, serta kuat menahan penetrasi akar tanaman.
 Pipa Besi (Cast Iron pipe)
Pipa ini memiliki kelebihan yaitu umur pakai yang lama, tahan terhadap
tekanan dan korosi. Kekuatan pipa besi ini sangat tinggi sehingga sering
digunakan untuk daerah dengan kondisi peletakan pipa yang sulit.
 PVC (Poly Vinyl Chloride)
Pipa ini memiliki kelebihan dalam penanganan, ketahanan terhadap asam,
korosi, serta ringan dan fleksibel. Kelemahan pipa ini adalah tidak tahan
terhadap beban yang berat.
 Pipa Baja
Digunakan untuk pengaliran yang bertekanan. Bagian dalam dilapisi oleh
semen atau beton dan bagian luar oleh bitumen.

4.4.6 Penempatan dan Pemasangan Saluran


 Pipa Persil
Sebaiknya ditempatkan di luar rumah, artinya tidak ditempatkan di bawah
lantai ruangan rumah. Hal ini dimaksudkan dengan pertimbangan jika
terjadi keruksakan atau penggantian pipa tidak perlu membongkar lantai.
 Pipa Service
Sebaiknya ditempatkan di belakang rumah, karena pipa service ini akan
menampung air buangan dari kamar mandi, bak cuci dan lain-lain yang
umumnya terletak di belakang rumah.

29
 Pipa Lateral
Pipa lateral dan saluran umum (public sewer) lainnya sebaiknya
ditempatkan di:
1. Untuk penempatan di tepi jalan, sebaiknya d bawah trotoar atau
tanggul jalan.
2. Untuk penempatan di tengah jalan, dilakukan untuk jalan yang tidak
lebar dan bila jumlah rumah bagian kiri dan kanan hampir sama
banyak.
3. Bila air buangan dari bagian kiri dan kanan tidak sama, maka
penempatan dilakukan di sisi yang paling banyak rumahnya.
4. Bila jumlah rumah di kedua sisi sama dan elevasi lebih tinggi dari jalan,
maka penempatan di lakukan di tengah jalan.
5. Bila jumlah rumah dikedua sisi banyak sekali, maka penempatan dapat
di lakukan baik di sisi kiri dan kanan jalan.
6. Jalan dengan bangunan/rumah lebih tinggi elevasinya dari sisi lain,
maka penempatan dilakukan di sisi yang elevasinya lebih tinggi.

4.4.7 Kemiringan Saluran


Kemiringan saluran pada kemiringan medan bebas setempat, ada tiga
kemungkinan slope yang terjadi, yaitu (Hardjosuprapto, 2000):
 Slope tanah < slope saluran, jika ini terjadi maka harus dilakukan
pemompaan.
 Slope tanah = slope saluran.
 Slope tanah > slope saluran maka harus d pasang drop manhole.
Slope saluran diperoleh dari kecepatan minimum dan maksimum yang di
anjurkan untuk tetap tercapai kondisi self cleansing.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan kemiringan saluran
adalah:
 Debit aliran
 Diameter saluran
 Jenis dan bahan saluran
 Kecepatan pengaliran yang disyaratkan
 Karakteristik air buangan
 Kondisi daerah dan tofografi
Pengaturan kemiringan saluran air buangan secara umum adalah
(Hardjosuprapto, 2000):
 Pipa persil = 2%
 Pipa lateral dan service = (0,5-1)%
 Pipa cabang dan induk = (0,2-1)%
Kemiringan saluran minimum sesuai dengan diameternya dapat dilihat pada
Tabel 4.1 Syarat Kemiringan Saluran.

Tabel 4.1. Syarat Kemiringan Saluran


Diameter (mm) Kemiringan Minimum Kemiringan Maksimum
100 0,01 0,20
150 0,0067 0,16
200 0,005 0,11

30
Tergantung Syarat Vmaks,
300 0,0035
Vmin, Slope tanah
Tergantung Syarat Vmaks, Tergantung Syarat Vmaks,
400
Vmin, Slope tanah Vmin, Slope tanah
Sumber: Hardjosuprapto, 2000

Kemiringan saluran yang tidak memenuhi untuk beberapa daerah tertentu


dapat diatasi sebagai berikut:
 Untuk daerah datar, diameter saluran dapat diperbesar.
 Untuk daerah berbukit dan kemiringan muka tanah besar, maka
kemiringan saluran dapat diperkecil.
(Hardjosuprapto, 2000)
Kedalaman pemasangan pipa air buangan tergantung dari fungsi pipa itu
sendiri. Jenis pipa menurut fungsinya adalah pipa persil, service, dan pipa lateral. Pada
umumnya pemasangan pipa di lapangan untuk kedalaman awal saluran adalah sebagai
berikut:
 Pipa Persil = 0,45 meter
 Pipa Servive = 0,60 meter
 Pipa Lateral = (1,00-1,20) meter
Kedalaman akhir pembenaman pipa induk air buangan disyaratkan untuk tidak
melebihi 7 meter, jika pembenaman pipa telah melebihi 7 meter maka air buangan
harus di pompakan (Hardjosuprapto, 2000).

4.4.8 Beban di Atas Saluran


Setiap pipa yang ditanam di dalam parit galian akan menerima beban akibat
beban diam dan beban bergerak. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya beban
pada saluran adalah:
 Lebar Saluran
 Berat dari tanah penimbun
 Kedalaman pemasangan saluran
 Volume beban bergerak diatas saluran

Pembebanan yang terjadi terbagi atas:


1. Pembebanan akibat beban diam, beban yang diterima saluran akibat
timbunan atau urugan tanah diatasnya dapat dihitung dengan rumus
Marston:
Wc = Cd . w . Bd2
Dimana:
Wc = beban vertical yang diterima saluran (lb/ft)
Cd = koefisien pembebanan, tergantung perbandingan kedalaman
saluran dan lebar galian
w = berat bahan penimbun
Bd = lebar galian (ft)
Nilai Cd ditentukan dari diagram

2. Pembebanan akibat beban bergerak, diperhitungkan sebagai prosentase


dari beban diam. Total pembebanan yang diterima saluran adalah
penjumlahan dari pembebanan akibat beban diam dan beban bergerak.

31
4.5 Bangunan Pelengkap Air Buangan
4.5.1 Manhole
Fungsi dari manhole adalah digunakan untuk mengadakan pemeriksaan dan
pembersihan pada saluran bila ada penyumbatan. Persyaratan manhole yang baik
adalah (DPU Cipta Karya, 2000):
 Bersifat padat.
 Dinding dan pondasi kedap air.
 Kuat menahan gaya-gaya dari luar.
 Cukup luas agar petugas dapat masuk kedalam manhole.
 Terbuat dari beton atau pasangan batu bata dan batu kali.
Jika diameter pipa besar dan kedalaman lebih besar atau sama dengan 2,50 m
digunakan beton bertulang. Bagian atas dinding manhole perlu diberi konstruksi yang
fleksibel.
Bangunan manhole ditempatkan pada (DPU Cipta karya, 2000):
 Jalur saluran yang lurus, dengan jarak tertentu tergantung diameter
saluran. Jarak manhole dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jarak Manhole


Diameter (mm) Jarak (m)
150 25-50
200 50-100
500 100-125
1000 125-150
2000 150-200
>2000 200
Sumber: Hardjosuprapto, 2000

 Setiap perubahan kemiringan saluran, diameter dan arah aliran, baik


vertikal maupun horizontal yang lebih besar atau sama dengan 22,50.
 Setiap pertemuan atau percabangan saluran.
 Setiap pertemuan dengan bangunan-bangunan lain.

Bentuk-bentuk manhole terdiri dari (DPU Cipta Karya,2000):


a. Bentuk persegi panjang atau bujur sangkar, digunakan bila:
 Kedalaman kecil (75-90) cm
 Beban yang diterima kecil
 Pada bangunan shipon
 Dimensi: (60 x 75 cm) dan (75 x 75 cm)
 Bentuk ini tidak memerlukan tangga karena pengoperasian dilakukan
dari permukaan tanah.
b. Bentuk bulat, digunakan bila:
 Beban yang diterima besar
 Kedalaman besar
Kedalaman manhole dapat dilihat pada Tabel 4.3.

32
Tabel 4.3. Kedalaman Manhole
Kedalaman (m) Diameter Minimum (m)
< 0,8 0,75
0,8-2,1 1,00
>2,1 1,50
Sumber: DPU Cipta Karya, 2000

Ketebalan dinding manhole serta ketebalan lantai tergantung dari (DPU Cipta
Karya, 2000):
 Kedalaman
 Kondisi tanah
 Beban yang diterima
 Material yang digunakan
 Ketebalan dinding manhole umumnya 125-225 mm tergantung material
yang digunakan.
Persyaratan lantai kerja manhole yang baik adalah (DPU Cipta Karya, 2000):
 Mempunyai luas yang cukup untuk petugas berdiri dan meletakan alat
pembersih.
 Kemiringan lantai 8%.
 Sisi U-shaped harus cukup tinggi untuk mencegah overflow air buangan ke
lantai
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tutup manhole
antara lain (DPU Cipta Karya, 2000):
 Mudah diperbaiki atau diganti.
 Kuat menahan beban di atasnya
 Terdapat di pasaran dengan harga murah
 Tertutup rapat, kecuali jika berfungsi sebagai ventilasi
 Bahan yang digunakan adalah baja, besi atau plat beton. Diameter
minimum adalah 0,6 meter.
Tangga manhole yang diperlukan cukup hanya untuk berpijak sepasang kaki.
Terbuat dari besi atau alumunium. Bentuk tangga adalah U dengan diameter 3/4 – 1
inci. Jarak antar anak tangga 30-50 cm (DPU Cipta Karya, 2000).
Drop manhole digunakan pada pertemuan saluran yang tingginya tidak sama,
dimana perbedaan elevasi antara saluran yang datang dan saluran yang meninggalkan
lebih besar dari pada 45 cm. Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya splashing
(ceburan) air buangan yang dapat merusak dinding dan dasar, juga melepaskan H2S.
Perbedaan tinggi maksimum ditetapkan sebesar 3 meter (DPU Cipta Karya, 2000).

4.5.2 Terminal Clean Out


Fungsi terminal clean out adalah (DPU Cipta Karya, 2000):
 Tempat memasukan alat pembersih dan alat penggelontor.
 Tempat memasukan alat penerangan pada waktu pemeriksaan.
 Membantu melangsungkan sirkulasi udara.
 Menunjang kerja manhole dan bangunan penggelontor.

Terminal clean out diletakan pada (DPU Cipta Karya, 2000):


 Ujung awal saluran.

33
 Dekat fire hydrant untuk memudahkan operasi penggelontoran.
 Jarak 150-200 ft dari manhole untuk menunjang kerja manhole.
 Jarak antara terminal 250-300ft
 Belokan (headloss relatif kecil)

4.5.3 Belokan
Perencanaan yang perlu diperhatikan dalam merencanakan belokan adalah
(Hardjosuprapto, 2000):
 Pada belokan tidak boleh terjadi perubahan penampang melintang
saluran.
 Pembuatan dinding saluran pada belokan diusahakan selicin mungkin.
 Bentuk saluran uniform, baik menyangkut radius maupun kemiringan.
 Pada setiap belokan harus dibuat manhole untuk memudahkan
pemeriksaan dan pemeliharaan.
Radius lengkung belokan yang sangant pendek perlu dihindari agar kehilangan
energi dapat ditekan seminimal mungkin. Untuk mengatasinya maka dibatasi radius
lengkungan dari pusat adalah 3 kali lebih besar dari diameter saluran.

4.5.4 Juntion dan Transition


Junction dibutuhkan untuk menyambung satu atau lebih cabang saluran, atau
pada saat saluran memasuki saluran utama. Transition digunakan untuk menyambung
saluran yang mengalami perubahan dimensi. Dalam pembuatan junction dan transition
akan terjadi kehilangan tekanan, oleh karena itu ada beberapa hal yang harus
diperhatikan (Hardjosuprapto, 2000):
 Dinding dalam saluran diusahakan selicin mungkin.
 Kecepatan aliran dari setiap saluran yang bersatu diusahakan seragam.
 Pada setiap junction dan transition harus dibangun manhole.
 Perubahan arah aliran pada junction jangan terlalu tajam dan sudut
antara saluran bercabang dan saluran utama kurang dari 45o.

4.6 Dasar-Dasar Perhitungan


4.6.1 Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas berlaku untuk:
 Semua jenis fluida (gas atau cair)
 Semua jenis aliran (laminer atau turbulen)
 Untuk semua keadaan (steady dan unsteady)
 Dengan atau tanpa reaksi kimia di dalam aliran.

Adapun rumus untuk persamaan kontinuitas yaitu:

Q = A1 x V1 = A2 x V2

Dimana :
Q = Debit aliran (m3/detik)
A = Luas Penampang Melintang (m2)
V = Kecepatan Aliran (m/detik)

34
4.6.2 Dimensi Saluran
Setelah didapat debit puncak pada setiap sektor pelayanan kemudian dengan
mengalihkan suatu faktor maka akan didapat debit pada saat penuh, kemudian
dilakukan pendimensian pipa. Hal pertama yang dilakukan dalam pendimensian ini
adalah menghitung slope tanah. Persamaan untuk menghitung slope tanah yaitu
(Hardjosuprapto, 2000):
St =

Dimana :
St = slope tanah
S1 = elevasi tanah hulu
S2 = elevasi tanah hilir
L = panjang pipa

Setelah kemiringan tanah diketahui, maka kemiringan saluran bisa didapat.


Kedalaman penanaman pipa di awal dan di akhir bisa ditentukan setelah menghitung
kemiringan dengan rumus diatas. Setelah kemiringan didapat, maka dengan
menggunakan nomogram manning (nomogram for solution of manning formula metric
unit) bisa diketahui kecepatan aliran. Jika kecepatan aliran tidak memenuhi syarat,
maka perhitungan dimulai lagi dengan cara menetapkan kecepatan yang memenuhi
syarat pengaliran terlebih dahulu. Setelah kemiringan rata-rata didapat, lalu dilakukan
perhitungan dimensi secara detail. (Hardjosuprapto, 2000).
Dalam menentukan dimensi saluran digunakan nomogram manning
(nomogram for solution of formula matric unit). Karena aliran tidak penuh maka
digunakan juga hydraulic element graph for circular sewer (Hardjosuprapto, 2000).
Untuk menghitung kemiringan pipa digunakan rumus (Hardjosuprapto, 2000):

Slope pipa = 7,698 (n2 × Q -2/15)


Dimana:
n = koefisien manning
Q = Debit air buangan desain

35
BAB V
PERENCANAAN DETAIL SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
5.1 Proyeksi Kebutuhan Air
Secara umum, timbulan air limbah dua jenis timbulan yang disesuaikan dengan
pemakaiannya, yaitu pemakaian rumah tangga dan non rumah tangga. Kebutuhan air
rumah tangga meliputi kebutuhan air untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dan
sarana pendukungnya. Untuk kebutuhan air non rumah tangga meliputi seluruh kegiatan
kota baik sarana prasarana umum, fasilitas sosial, fasilitas pendidikan, fasilitas
kesehatan, dan komersial. Dasar utama proyeksi adalah terhadap perkembangan jumlah
penduduk dan besarnya kebutuhan dasar yang diperlukan untuk masing-masing sektor
kegiatan.
Proyeksi kebutuhan air mengikuti jangka waktu proyeksi penduduk yang telah
ditentukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kebutuhan air :
a. Faktor teknis, meliputi:
 Kebocoran air
 Harga air
 Kualitas air yang akan disediakan
 Tekanan yang akan disediakan
b. Faktor non teknis, meliputi:
 Jumlah penduduk kota
 Tingkat sosial ekonomi
 Adat istiadat masyarakat
 Kesadaran masyarakat
 Tingkat pendidikan
Untuk memperkirakan besarnya kebutuhan air minum pada suatu daerah
digunakan data proyeksi penduduk yang telah dihitung. Berikut data pembagian status
kota berdasarkan jumlah penduduk:
Tabel 5.1 Pembagian Status Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk
Kategori Status Kota Jumlah Penduduk
I Metropolitan >1.000.000 jiwa
II Besar 500.000-1.000.000 jiwa
III Menengah 100.000-500.000 jiwa
IV Kecil 20.000-100.000 jiwa
V Desa < 20.000 jiwa
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen PU, 2007

5.1.1 Proyeksi Kebutuhan Air Rumah Tangga


Pemakaian rumah tangga adalah pemakaian yang berkaitan dengan kegiatan
sehari – hari di rumah tangga. Contoh pemakaian tersebut adalah mandi, mencuci,
memasak, mandi, dan lain – lain. Dalam memproyeksikan kebutuhan air minum untuk
perumahan penduduk kota berdasarkan sambungan rumah yang diinginkan oleh
penduduk. Sambungan rumah yang diinginkan itu terdiri dari sambungan langsung
(sambungan distribusi langsung untuk rumah permanen) dan sambungan tidak
langsung, misalnya kran umum (sambungan distribusi rumah non permanen).
Untuk menentukan kebutuhan air minum penduduk, perlu diperhatikan
ketentuan berikut ini, antara lain :

36
Tabel 5.2 Ketentuan Kebutuhan Air Rumah Tangga
Uraian Kuantitas
Konsumsi unit sambungan rumah (SR) L/org/hr 150
Konsumsi hidran umum (HU) L/org/hr 30
Konsumsi unit non rumah tangga (%) 20-30
Kehilangan air (%) 20-30
Faktor maksimum/hari 1.1
Faktor maksimum/jam 1.5
Jumlah jiwa per SR 8
Jumlah jiwa per HU 100
Jam operasi 24
Sisa tekan di jaringan distribusi 10
Volume Reservoir (% max day demand) 20
SR : HU 70 : 30
Cakupan Pelayanan 90
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen PU, 2007

Dalam melayani kebutuhan air minum rumah tangga, dilakukan 2 cara, yaitu:
a. Sambungan Rumah
Sambungan rumah adalah pelayanan air minum dari sistem perpipaan yang
dialirkan langsung ke konsumen. Penggunaan air yang dilayani dengan
sistem sambungan rumah dapat diklasifikasikan ke dalam pengguna air
yang memiliki rumah permanen sehingga dalam menghitung kebutuhan air
menggunakan standar kebutuhan air pada bangunan rumah permanen.
b. Hidran Umum
Perubahan persen pelayanan dan kebutuhan dasar air yang semakin
meningkat dikarenakan adanya asumsi bahwa semakin modern maka
jumlah pemakaian air semakin meningkat. Hal ini bisa disebabkan adanya
perubahan pola pemakaian air oleh masyarakat akibat kemajuan teknologi,
perubahan tingkat perekonomian dan tingkat pendidikan masyarakat.

Tabel 5.3 Kebutuhan Air Rumah Tangga per Lima Tahun di Kecamatan Gajah
Tahun
No Deskripsi Satuan
2016 2021 2026 2031 2036 2037 2038
Jumlah Penduduk
1 Jiwa 43658 42227 40691 39212 37786 37508 37231
Total
Tingkat
2 % 0 100 100 100 100 100 100
Pelayanan
Jiwa 0 42227 40691 39212 37786 37508 37231
Tingkat
3
Pelayanan
- Pelayanan SR % 0 25 50 75 100 100 100
Jiwa 0 10557 20346 29409 37786 37508 37231
jiwa/samb 5 5 5 5 5 5 5
jml samb 0 2111 4069 5882 7557 7502 7446
- Konsumsi Air L/o/h 0 150 150 150 150 150 150

37
Tahun
No Deskripsi Satuan
2016 2021 2026 2031 2036 2037 2038
SR
L/dtk 0 18 35.32 51.06 65.60 65.12 64.64
4 - Pelayanan HU % 100 75 50 25 0 0 0
Jiwa 43658 31670 20346 9803 0 0 0
jiwa/HU 100 100 100 100 100 100 100
jml HU 437 317 203 98 0 0 0
Konsumsi Air
- L/o/h 30 30 30 30 30 30 30
HU
L/dtk 15.16 11.00 7.06 3.40 0 0 0
5 Total Kebutuhan jml/samb 437 2428 4273 5980 7557 7502 7446
Rumah Tangga L/dtk 15.16 29.32 42.39 54.46 65.60 65.12 64.64
Total Timbulan
6 L/dtk 12.13 23.46 33.91 43.57 52.48 52.10 51.71
Air Buangan
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

5.1.2 Proyeksi Kebutuhan Air Non Rumah Tangga


Pemakaian non rumah tangga adalah pemakaian yang berhubungan dengan
segala pemakaian di luar kepentingan rumah tangga. Keperluan non rumah tangga
meliputi berbagai fasilitas umum diantaranya fasilitas pendidikan, ekonomi,
peribadatan, dan sebagainya. Proyeksi kebutuhan non rumah tangga dihitung
berdasarkan kondisi sarana pada awal perencanaan dan kemungkinan
perkembangannya sampai akhir perencanaan.

Tabel 5.4 Ketentuan Standar Penduduk Fasilitas


No. Fasilitas Standar Penduduk (jiwa) Luas (m2)
A Pendidikan
1 TK 1000 1200
2 SD 1600 3600
3 SMP 4800 2700
4 SMA 9600 5000
B Kesehatan
1 Balai Pengobatan (Posyandu) 3000 300
2 Rumah Bersalin 10000 1600
3 Puskesmas 30000 1200
4 Rumah Sakit 240000 86400
5 Praktek Dokter 5000 -
6 Poliklinik 3000
7 Apotek 10000 350
C. Peribadatan
1 Mesjid 30000 1750
2 Langgar/Mushalla 2500 300

38
No. Fasilitas Standar Penduduk (jiwa) Luas (m2)
3 Gereja 30000
4 Pura 30000
5 Vihara 30000
D Perniagaan
1 Pasar/Pusat Perbelanjaan 30000 13500
2 Toko 2500 1200
3 Warung/Kios 250 100
E Rekreasi
1 Bioskop 30000 2000
2 Kolam Renang 100000
3 GOR 30000
4 Lapangan OR 30000 9000
5 Balai Pertemuan 30000 1000
6 Gedung Kesenian 480000 2000
7 Taman Lingkungan 30000
8 Taman Bermain 250 250
F Transportasi
1 Sub Terminal 30000 2000
Sumber: Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen PU, 2007

Selain menggunakan standar dari Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan


Umum, dapat pula digunakan standar pemakaian air menurut Proyek Peningkatan
Sarana Air Bersih (PPSAB) Jawa Barat, dapat dilihat pada Tabel 5.5 dibawah ini.

Tabel 5.5 Standar Kebutuhan Air Non Rumah Tangga


No Sektor Nilai Satuan
1 Sekolah 10 Liter/Orang/Hari
2 Rumah Sakit 200 Liter/Bed/Hari
3 Puskesmas 2.000 Liter/Hari
4 Masjid 2.000 Liter/Hari
5 Pasar 12.000 Liter/Ha/Hari
6 Hotel 150 Liter/Bed/Hari
7 Kantor 10 Liter/Pegawai/Hari
8 Rumah Makan 100 Liter/Tempat Duduk/Hari
9 Kompleks Militer 60 Liter/Orang/Hari
10 Kawasan Industri 0,2-0,8 Liter/Detik/Hari
11 Kawasan Pariwisata 0,1-0,3 Liter/Detik/Hari
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerja Umum, 2000

Tabel 5.6 Standar Pemakaian Air Menurut PPSAB Jawa Barat


No Jenis Pemakaian Kebutuhan Satuan
1 Sambungan Rumah 100-200 L/Orang/Hari

39
No Jenis Pemakaian Kebutuhan Satuan
2 Hidran Umum 30-40 L/Orang/Hari
3 Sekolah 15-30 L/Murid/Hari
4 Kantor 40-80 L/Pegawai/Hari
5 Masjid 800-2.000 L/Unit/Hari
6 Langgar 300-1.000 L/Unit/Hari
7 Gereja 200-600 L/Unit/Hari
8 Pura 100-500 L/Unit/Hari
9 Vihara 100-500 L/Unit/Hari
10 Pesantren 5.000 L/Unit/Hari
11 Rumah Sakit 200-400 L/Tempat tidur/Hari
12 Puskesmas 1.000-2.000 L/Unit/Hari
13 Puskesmas Pembantu 800-1.200 L/Unit/Hari
14 BKIA/RS Bersalin 600-1.000 L/Unit/Hari
15 Balai Pengobatan 1.000-2.000 L/Unit/Hari
16 Apotek 100 L/Unit/Hari
17 Bank 110-1.500 L/Unit/Hari
18 Warung/Toko 6-12 L/Unit/Hari
19 Pasar 2.500-5.000 L/Unit/Hari
20 Koperasi 500-1.000 L/Unit/Hari
21 Asuransi 1.100 L/Unit/Hari
22 Terminal 2.000-4.500 L/Unit/Hari
23 Supermarket 1.500-2.500 L/Unit/Hari
24 Restoran 40-140 L/Kursi/Hari
25 Bioskop 1.000-3.000 L/Unit/Hari
26 Gedung Serba Guna 1.000-2.000 L/Unit/Hari
27 Balai Pertemuan 2.000 L/Unit/Hari
28 Kantor Pos 2.000 L/Unit/Hari
29 Kantor Polisi 2.000 L/Unit/Hari
30 Hotel/Penginapan 75-120 L/Tempat tidur/Hari
31 Gedung Olah Raga 1.200-1.600 L/Unit/Hari
32 Kolam Renang 1.000-1.300 L/Unit/Hari
33 Industri 20-30 L/Orang/Hari
Sumber: Proyek Peningkatan Sarana Air Bersih, Jawa Barat

5.1.2.1 Fasilitas Pendidikan


Fasilitas pendidikan meliputi TK, SD, SLTP, SLTA, baik negeri maupun swasta.
Dibawah ini merupakan tabel proyeksi kebutuhan air untuk fasilitas pendidikan.

40
Tabel 5.7 Proyeksi Kebutuhan Air untuk Fasilitas Pendidikan
Tahun
No Deskripsi Satuan
2016 2021 2026 2031 2036 2037 2038
1 TK
Jumlah Unit 21 21 21 21 21 21 21
Asumsi Jiwa 100 100 100 100 100 100 100
Standar Kebutuhan l/o/h 30 30 30 30 30 30 30
Jumlah Kebutuhan l/detik 0.73 0.73 0.73 0.73 0.73 0.73 0.73
2 SD
Jumlah Unit 31 31 31 31 31 31 31
Asumsi Jiwa 300 300 300 300 300 300 300
Standar Kebutuhan l/o/h 30 30 30 30 30 30 30
Jumlah Kebutuhan l/detik 3.23 3.23 3.23 3.23 3.23 3.23 3.23
3 SMP
Jumlah Unit 10 10 10 10 10 10 10
Asumsi Jiwa 650 650 650 650 650 650 650
Standar Kebutuhan l/o/h 30 30 30 30 30 30 30
Jumlah Kebutuhan l/detik 2.26 2.26 2.26 2.26 2.26 2.26 2.26
4 SMA
Jumlah Unit 5 5 5 5 5 5 5
Asumsi Jiwa 650 650 650 650 650 650 650
Standar Kebutuhan l/o/h 30 30 30 30 30 30 30
Jumlah Kebutuhan l/detik 1.13 1.13 1.13 1.13 1.13 1.13 1.13
Total Kebutuhan
l/detik 7.35 7.35 7.35 7.35 7.35 7.35 7.35
Non Rumah Tangga
Total Timbulan Air
l/detik 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88
Buangan
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

5.1.2.2 Fasilitas Kesehatan


Fasilitas kesehatan meliputi posyandu, puskesmas, dan poliklinik. Berikut tabel
proyeksi kebutuhan air untuk fasilitas kesehatan.

Tabel 5.8 Proyeksi Kebutuhan Air untuk Fasilitas Kesehatan


Tahun
No Deskripsi Satuan
2016 2021 2026 2031 2036 2037 2038
1 Posyandu
Jumlah Unit 84 84 84 84 84 84 84
Standar Kebutuhan l/unit/h 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000
Jumlah Kebutuhan l/detik 1.94 1.94 1.94 1.94 1.94 1.94 1.94
2 Puskesmas

41
Tahun
No Deskripsi Satuan
2016 2021 2026 2031 2036 2037 2038
Jumlah Unit 2 2 2 2 2 2 2
Standar Kebutuhan l/unit/h 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000
Jumlah Kebutuhan l/detik 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
3 Poliklinik
Jumlah Unit 15 15 15 15 15 15 15
Standar Kebutuhan l/unit/h 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000
Jumlah Kebutuhan l/detik 0.35 0.35 0.35 0.35 0.35 0.35 0.35
Total Kebutuhan
l/detik 2.34 2.34 2.34 2.34 2.34 2.34 2.34
Non Rumah Tangga
Total Timbulan Air
l/detik 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87 1.87
Buangan
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

5.1.2.3 Fasilitas Peribadatan


Fasilitas peribadatan meliputi masjid, musholla, dan gereja. Dibawah ini adalah
tabel proyeksi kebutuhan air untuk fasilitas peribadatan.

Tabel 5.9 Proyeksi Kebutuhan Air untuk Fasilitas Peribadatan


Tahun
No Deskripsi Satuan
2016 2021 2026 2031 2036 2037 2038
1 Masjid
Jumlah Unit 32 32 32 32 32 32 32
Standar Kebutuhan l/unit/h 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000
Jumlah Kebutuhan l/detik 0.74 0.74 0.74 0.74 0.74 0.74 0.74
2 Musholla/Langgar
Jumlah Unit 261 261 261 261 261 261 261
Standar Kebutuhan l/unit/h 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Jumlah Kebutuhan l/detik 3.02 3.02 3.02 3.02 3.02 3.02 3.02
3 Gereja
Jumlah Unit 2 2 2 2 2 2 2
Standar Kebutuhan l/unit/h 600 600 600 600 600 600 600
Jumlah Kebutuhan l/detik 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
Total Kebutuhan
l/detik 3.77 3.77 3.77 3.77 3.77 3.77 3.77
Non Rumah Tangga
Total Timbulan Air
l/detik 3.02 3.02 3.02 3.02 3.02 3.02 3.02
Buangan
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

5.2 Dasar Perencanaan


Dalam perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah, terdapat kriteria standar
yang digunakan dalam perencanaannya, yaitu meliputi :

42
 Sistem pengaliran dengan gravitasi mengikuti kontur, dimana badan
penerima air berada pada kontur paling rendah diantara daerah pelayanan
yang ada.
 Sistem penyaluran yang digunakan adalah sistem terpisah, dimana sistem
penyaluran air limbah terpisah (berbeda) dengan sistem penyaluran air
hujan.
 Bentuk saluran yang digunakan dalam perencanaan adalah bentuk
lingkaran.
 Bahan saluran yang digunakan adalah menggunakan saluran yang dilapisi
beton, sehingga kekasaran pipa atau koefisien manningnya adalah 0,013.
Dalam perencanaannya, untuk dapat menghitung detail desain sistem
penyaluran air limbah meliputi:
 Perhitungan Debit ; panjang pipa, perhitungan ekuivalensi penduduk pada
tiap blok pelayanan, kebutuhan air rumah tangga dan non rumah tangga,
debit rata-rata (Qr), debit maksimum harian (Q max/day), debit infiltrasi
(Qinf), debit puncak (Qpeak), debit minimum (Qmin) serta debit desain (Qp
Desain).
 Perhitungan Diameter ; meliputi perhitungan dimensi pipa, waktu tempuh,
serta perhitungan diameter minimum dan kecepatan pengaliran minimum
untuk menentukan apakah dibutuhkan penggelontoran atau tidak.
 Perhitungan Galian ; dalam perhitungan ini memparkan perhitungan
volume galian serta jenis manhole yang digunakan.
Besarnya diameter minimum dan kecepatan pengaliran yang ada dalam suatu
pipa harus diperhitungkan agar tidak menyebabkan banyak masalah di masa depan dan
pipa tidak mudah rusak. Untuk mengalirkannya apabila, diameter minimum dan
kecepatan pengaliran tidak memenuhi syarat maka diperlukan penggelontoran.

5.3 Perhitungan Kuantitas Air Buangan


1. Nama Blok : Blok 3
2. Jalur Alternatif : Alternatif 2
3. Jenis Pipa : Pipa Induk
4. Akumulasi Blok

Tabel 5.10 Akumulasi Blok


Pipa Induk
Blok Akumulasi Blok
Awal Akhir
M2 M3 3 2 dan 3
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

5. Panjang Pipa (m)


Tabel 5.11 Panjang Pipa
Pipa Induk
Panjang Pipa (m)
Awal Akhir
M2 M3 108,68
Sumber : Hasil Perhitungan,2018

43
6. Akumulasi Panjang Pipa (m)
Tabel 5.12 Akumulasi Panjang Pipa
Pipa Induk Akumulasi Panjang
Panjang PIpa (m)
Awal Akhir Pipa (m)
M2 M3 108,68 208,42
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Panjang Pipa M1 ke M2 : 99.74 m.
 Panjang Pipa M2 ke M3 : 108,68 m.
Maka, akumulasi panjang pipa = 99,74 m + 108,68 m = 208,42 m.
7. Akumulasi Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk setiap blok didapat dari asumsi bawah satu rumah berisi
5 orang. Tabel 5.13 berikut ini merupakan jumlah penduduk setiap blok,
sebagai berikut:

Tabel 5.13 Akumulasi Jumlah Penduduk


Nama Banyak Rumah Jumlah Penduduk
Luas Blok (m2) Luas Blok (Ha)
Blok (buah) (jiwa)
1 18296.17 1.83 48 240
2 34996.78 3.50 8 40
3 14342.68 1.43 48 240
5 28043.35 2.80 117 585
6 23656.38 2.37 86 430
7 13622.28 1.36 55 275
8 9273.17 0.93 43 215
10 27664.07 2.77 121 605
11 29269.25 2.93 50 250
12 26746.20 2.67 77 385
13 30888.66 3.09 22 110
14 13983.49 1.40 42 210
Total 3585
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

Tabel 5.14 Akumulasi Panjang Pipa


Pipa Induk Jumlah Penduduk Akumulasi Jumlah
Awal Akhir (jiwa) Penduduk (jiwa)
M2 M3 240 280
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Jumlah Penduduk Blok 1 = 48 rumah x 5 orang/rumah = 240 orang.
 Jumlah Penduduk yang dilewati Pipa M1 ke M2 : 40 orang.
 Jumlah Penduduk yang dilewati Pipa M2 ke M3 : 240 orang.
Maka, akumulasi jumlah penduduk = 40 orang + 240 orang = 280 orang.

44
8. Standar Kebutuhan Air (Liter/orang/hari)
Standar kebutuhan air merupakan kebutuhan air yang digunakan untuk
memenuhi keperluan sehari-hari setiap orangnya. Satuan yang digunakan adalah
liter/orang/hari. Dalam perencanaan detail desain sistem penyaluran air limbah
ini, standar kebutuhan air yang digunakan yaitu sebesar 150 L/o/h.

Tabel 5.15 Standar Kebutuhan Air


Pipa Induk Standar Kebutuhan Air
Awal Akhir (L/o/H)
M2 M3 150
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

9. Kebutuhan Air Rumah Tangga


Kebutuhan air rumah tangga dihitung berdasarkan standar kebutuhan air
(L/o/h) dan jumlah penduduk. Persamaan untuk menghitung kebutuhan air
rumah tangga adalah sebagai berikut :

Kebutuhan Air Rumah Tangga =


( )

Tabel 5.16 Kebutuhan Air Rumah Tangga


Pipa Induk Kebutuhan Air Rumah Tangga
Awal Akhir L/s m3/s
M2 M3 0,49 0,00049
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Standar Kebutuhan Air : 150 L/o/h
 Akumulasi Jumlah Penduduk : 280 orang
 Kebutuhan Air Rumah Tangga =

= 0,49 L/s

 Kebutuhan Air Rumah Tangga =

= 0,00049 m3/s
10. Kebutuhan Air Non Rumah Tangga
Untuk menentukan kebutuhan air non rumah tangga pada suatu
perencanaan, di asumsikan bahwa total air non rumah tangga di suatu daerah
perencanaan sebesar 30 % dari kebutuhan air rumah tangga. Persamaan yang
digunakan dalam menentukan kebutuhan air non rumah tangga adalah sebagai
berikut :
Kebutuhan Air Non Rumah Tangga = 30 % x Kebutuhan Air Rumah Tangga

45
Tabel 5.17 Kebutuhan Air Non Rumah Tangga
Pipa Induk Kebutuhan Air Non Rumah Tangga
Awal Akhir L/s m3/s
M2 M3 0,15 0,00015
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Kebutuhan Air Rumah Tangga = 0,49 L/s
 Kebutuhan Air Non Rumah Tangga = 30% x 0,49 L/s
= 0,15 L/s
 Kebutuhan Air Non Rumah Tangga =
= 0,00015 m3/s

11. Kebutuhan Air Total (m3/s)


Kebutuhan Air total merupakan total kebutuhan air rumah tangga dan non
rumah tangga. Persamaan yang digunakan dalam menentukan kebutuhan air
total adalah sebagai berikut :
Kebutuhan Air Total (m3/s) = Rumah Tangga + Non Rumah Tangga

Tabel 5.18 Kebutuhan Air Total


Pipa Induk
Kebutuhan Air Total (m3/s)
Awal Akhir
M2 M3 0,0006
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Kebutuhan Air Rumah Tangga : 0,00049 m3/s
 Kebutuhan Air Non Rumah Tangga : 0,00015 m3/s
 Kebutuhan Air Total = 0,00049 m /s + 0,00015 m3/s
3

= 0,00061 m3/s

12. Penduduk Ekivalen


Penduduk ekivalen merupakan jumlah penduduk setiap 1000 kapita,
persamaan untuk mendapatkan jumlah penduduk ekivalen adalah sebagai
berikut :
( )
P Ekivalen =
( )

Tabel 5.19 Penduduk Ekivalen


Pipa Induk
P Ekivalen (orang)
Awal Akhir
M2 M3 84
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Kebutuhan Air Non Rumah Tangga : 0,15 L/s
 Standar Kebutuhan Air : 150 L/o/h

46
 P Ekivalen =
= 84 orang
13. Jumlah Penduduk Total (Orang)
Jumlah penduduk total merupakan jumlah dari penduduk ekivalen
ditambahkan dengan Akumulasi jumlah penduduk tiap blok. Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut :

P Total = P Ekivalen + Akumulasi P

Tabel 5.20 Penduduk Total


Pipa Induk
P Total (orang)
Awal Akhir
M2 M3 364
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 P Ekivalen : 84 orang
 Akumulasi P : 280 orang
 P Total = 84 orang + 280 orang
= 364 orang

14. Debit Rata-rata (Qr)

Qr = 80% x Kebutuhan Air Total

Tabel 5.21 Debit Rata-rata


Pipa Induk Qr
Awal Akhir m3/s L/s
M2 M3 0,0005 0,50
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Kebutuhan Air Total : 0,0006 m3/s
 Qr = 80% x 0,0006 m3/s
= 0,0005 m3/s
 Qr = 0,0079 m3/s x 1000
= 0,50 L/s

15. Debit Satuan Rata-rata (qr)

qr = x Qr

Tabel 5.22 Debit Satuan Rata-rata


Pipa Induk qr
3
Awal Akhir m /s L/s
M2 M3 0,00139 1,4
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

47
Contoh Perhitungan :
 P Total : 364 orang
 Qr : 0,0005 m3/s
 qr = x 0,0005 m3/s
= 0,0039 m3/s
 qr = 0,0014 m3/s x 1000
= 1,4 L/s

16. Debit Harian Maksimum (Qmd)

Qmd = qr x fmd

Tabel 5.23 Debit Harian Maksimum


Pipa Induk
Qmd (m3/s)
Awal Akhir
M2 M3 0,0017
Sumber : Hasil Perhitungan,2018

Contoh Perhitungan :
 qr : 0,0014 m3/s
 fmd : 1,25
 Qmd = 0,0014 m3/s x 1,25
= 0,0017 m3/s

17. Debit Infiltrasi (Qinf)

Qinf = x
Tabel 5.24 Debit Infiltrasi
Pipa Induk
Qinf (m3/s)
Awal Akhir
M2 M3 0,00042
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 L pipa : 208,42m
 q inf : 2 L/s
 Qinf = x
= 0,00042 m3/s

18. Debit Surface Infiltrasi (Qsf)

Qsf = 0,2 x x qr

48
Tabel 5.25 Debit Surface Infiltrasi
Pipa Induk
Qsf (m3/s)
Awal Akhir
M2 M3 0,00010
Sumber : Hasil Perhitungan,2018

Contoh Perhitungan :
 L pipa : 208,42 m
 qr : 0,0014 m3/s
 Qsf = 0,2 x x 0,0014 m3/s
= 0,00010 m3/s

19. Debit Puncak (Qpeak)


Q peak = 5 x ( )( )
x Qmd

Z=
( )

Tabel 5.26 Debit Puncak


Pipa Induk Qpeak
3
Awal Akhir m /s L/s
M2 M3 0,00079 0,79
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 P total : 364 orang
 Qmd : 0,0017 m3/s
 Z =
( )
= - 1,372
 Q peak = 5 x ( )( )
x 0,0017 m3/s
= 0,00079 m3/s
 Q peak = 0,00079 m3/s x 1000
= 0,79 L/s

20. Debit Minimum (Qmin)


Qmin = 0,2 x ( )( )
x qr

Z=
( )

Tabel 5.27 Debit Minimum


Pipa Induk Qmin
3
Awal Akhir m /s L/s
M2 M3 0,00040 0,4
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

49
Contoh Perhitungan :
 P total : 364 orang
 qr : 0,0014 m3/s
 Z =
( )
= -1,372
 Qmin = 0,2 x ( )( )
x 0,0014 m3/s
= 0,00040 m3/s
 Q min = 0,00040 m3/s x 1000
= 0,4 L/s

21. Debit Desain (Qp Desain)

Qp desain = Qpeak + Qinf + Qsf

Tabel 5.28 Debit Desain


Pipa Induk Qpeak
3
Awal Akhir m /s L/s
M2 M3 0,0013 1,3
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Q peak = 0,00079 m3/s
 Qinf = 0,00079 m3/s
 Qsf = 0,0001 m3/s
 Qp Desain = 0,00079 m3/s + 0,00079 m3/s + 0,0001 m3/s
= 0,0013 m3/s
 Qp Desain = 0,0013 m3/s x 1000
= 1,3 L/s

5.3.1 Rekapitulasi
Rekapitulasi hasil perhitungan debit sistem penyaluran air limbah ada pada
Lampiran.

5.4 Perhitungan Dimensi Saluran


Pada perhitungan diameter pada sistem penyaluran air limbah ini, terdapat
beberapa data yang diambil dari hasil perhitungan sebelumnya yaitu, data panjang pipa
(m), Debit rata-rata (Qr), Debit Mininum (Qmin), Debit Puncak (Qpeak), Debit desain (Qp
Desain).
1. Jenis Pipa : Pipa Induk
2. Jalur Alternatif : 2
3. Panjang Pipa (m)

Tabel 5.29 Panjang Pipa


Pipa Induk
Panjang Pipa (m)
Awal Akhir
M2 M3 108,68
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

50
4. Debit Perencanaan (L/s)
Tabel 5.30 Debit Perencanaan
Pipa Induk Debit Perencanaan
Awal Akhir Qr (L/s) Qmin (L/s) Qpeak (L/s) Qp Desain (L/s)
M2 M3 0,5 0,4 0,79 1,3
Sumber : Hasil Perhitungan,2018

5. Koefisien Manning (n)


Nilai koefisien manning didapatkan dari tabel koefisien manning sesuai
dengan jenis saluran dan bahan, pada perencanaan sistem penyaluran air limbah
di Kecamatan Gajah ini digunakan saluran yang dilapisi lempeng beton yang
permukaan sangat halus, dasar diperkeras dengan semen sehingga didapatkan n
salurannya sebesar 0,013.

Tabel 5.31 Nilai (n) Manning untuk Berbagai Jenis Saluran


No Keadaan saluran n
1 Saluran dilapisi lempeng beton yang permukaan sangat 0,013
halus, dasar diperkeras dengan semen
2 Saluran beton dengan dasar dan dinding diratakan halus 0,015
Parit Beton, lurus dengan seragam, dasar tertutup dengan
3 0,017
endapan kasar yang mempertinggi nilai n
Lapisan beton tanpa penghalusan. Dasar tertutup oleh
4 9,017
tumpukan pasir hanyut
5 Saluran tanah liat digali dengan dasar endapan pasir bersih 0,030
Lapisan beton dibuat pada potongan padat kasar terkikis
6 0,020
bersih, sangat besardan dalam
7 0,025
Saluran digali pada tanah liat, dasar saluran licin dan keras

8 Saluran tanah digali pada tanah alluvial, dengan endapan 0,028


pasir dan rumput-rumputan.

9 Saluran dengan batu kerikil 0,030


10 Saluran dilapisi dengan pasangan batu disemen 0,025

11 Saluran dilapisi dengan pasangan batu kosong 0,032


Sumber : Vent Te Chow, 1997
Tabel 5.32 Koefisien Manning
Pipa Induk
n
Awal Akhir
M2 M3 0,013
Sumber : Hasil Analisa,2018

51
6. Nilai d/D
Nilai ini didapat dari kriteria perencanaan, dimana dalam kriteria
perencanaan diketahui jika ;
 Awal saluran d/D = 0,6
 Akhir saluran d/D = 0,8
Sehingga didapatkan nilai d/D untuk pipa induk adalah sebesar 0,8 dan nilai
d/D untuk pipa lateral adalah 0,6.

Tabel 5.33 Nilai d/D


Pipa Induk
d/D
Awal Akhir
M2 M3 0,8
Sumber : Hasil Analisa,2018

7. Nilai Qp/Qf
Nilai ini didapat hasil dari plot data d/D ke grafik “Hydraulic Element of
Circular Sewer Running Party Full”. Grafik dapat dilihat seperti dalam gambar 5.1
berikut ini :

0,98

Gambar 5.1 Nilai Qp dan Qf dari Grafik Hydraulic Elements for Circular Sewers
Sumber: Hasil Analisa, 2018

52
Tabel 5.34 Nilai Qp/Qf
Pipa Induk
Qp/Qf
Awal Akhir
M2 M3 0,98
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

8. Nilai Q full (L/s)

Q full =
( )

Tabel 5.35 Nilai Qfull


Pipa Induk
Qfull (L/s)
Awal Akhir
M2 M3 1,33
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Qp Desain : 1,308 L/s
 Qp/Qf : 0,98
 Q full =
= 1,33 L/s

9. Diameter Pasaran
Nilai diameter pasaran ini didapat dari hasil plot grafik nomograph antara
nilai koefisien manning (n) dengan Q full (L/s), grafik dapat dilihat seperti dalam
Gambar 5.2 berikut ini :

Tabel 5.36 Diameter Pasaran


Pipa Induk Diameter Pasaran
Awal Akhir mm inch
M2 M3 200 7,84
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 n : 0,013
 Q full : 1,33 L/s
 D Pasaran = 200 mm
= = 7,84 inch

10. Kemiringan Saluran (S)

S=( )

53
Tabel 5.37 Slope Pipa (m)
Pipa Induk
Slope Pipa (m)
Awal Akhir
M2 M3 0,0000166
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Q full : 1,33 L/s
 n : 0,013
 D : 200 mm
 R =
=
= 0,20 m

( )
 S =( ) = 0,0000166
( )

n=0,013
0,013

d = 200 mm

Qfull= 1,33 L/s

54
Gambar 5.2 Nilai Diameter dari Grafik Nomograph
Sumber: Hasil Analisa, 2018

11. Kecepatan Saluran Penuh (Vfull)

Vfull =

Tabel 5.38 Nilai Vfull


Pipa Induk
Vfull (m/s)
Awal Akhir
M2 M3 0,0248
Sumber : Hasil Perhitungan,2018

Contoh Perhitungan :
 n : 0,013
 R =
= = 0,21 m
 S : 0,001
 Vfull = ( ) ( )
= 0,252 m/s

12. Nilai Afull (m2)


Afull = x 3,14 x ( )
Tabel 5.39 Nilai Afull
Pipa Induk
Afull (m2)
Awal Akhir
M2 M3 0,031
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 D = 200 mm
 Afull = x 3,14 x ( )
= 0,031 m2
13. Nilai Vp/Vf
Nilai ini didapat dari hasil plot nilai Qp/Qf kedalam grafik “Hydraulic
Element of Circular Sewer Running Partly Full”. Grafik dapat dilihat dalam
Gambar 5.3 berikut ini :

Tabel 5.40 Nilai Vp/Vf


Pipa Induk
Vp/Vf
Awal Akhir
2 M2 1,14
Sumber : Hasil Analisa, 2018

55
Contoh Perhitungan:
 Qp/Qf : 0,98
 Vp/Vf : 1,14

14. Kecepatan Puncak (Vpeak)

Vpeak = Vfull x

Tabel 5.41 Nilai Vpeak


Pipa Induk
Vpeak (m/s)
Awal Akhir
M2 M3 0,03
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Vfull : 0,0248 m/s
 Vp/Vf : 1,14
 Vpeak = 0,0248 m/s x 1,14
= 0,03 m/s

0,8

1,14

Gambar 5.3 Nilai Vp/Vf dari Grafik Hydraulic Elements for Circular Sewers
Sumber: Hasil Analisa, 2018

56
15. Nilai Qm/Qf
Qm/Qf =

Tabel 5.42 Nilai Qm/Qf


Pipa Induk
Qm/Qf
Awal Akhir
M2 M3 0,3
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Qmin : 0,404 L/s
 Qfull : 1,33 L/s
 Qmin/Qf =
= 0,3

16. Nilai Vm/Vf dan Dm/Df


Nilai dari Vm/Vf dan Dm/Df ini didapat dari hasil plot grafik nilai Qm/Qf
kedalam grafik “Hydraulic Element of Circular Sewer Running Party Full”. Grafik
dapat dilihat seperti dalam Gambar 5.4 berikut ini :

Tabel 5.43 Nilai Vm/Vf dan Dm/Df


Pipa Induk
Vm/Vf Dm/Df
Awal Akhir
M2 M3 0,86 0,39
Sumber : Hasil Perhitungan,2018
17. Kecepatan Minimum (Vmin)

Vmin = Vfull x (Vm/Vf)

Tabel 5.44 Nilai Vmin


Pipa Induk
Vmin (m/s)
Awal Akhir
M2 M3 0,0214
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Vfull : 0,0248 m/s
 Vm/Vf : 0,86
 Vmin = 0,0248 m/s x 0,86
= 0,0214 m/s

18. Diameter Minimum (Dmin)

Dmin = D x (Dm/Df)

57
Tabel 5.45 Nilai Dmin
Pipa Induk
Dmin (m)
Awal Akhir
M2 M3 0,078
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

0,39 0,86

Gambar 5.4 Nilai Vm/Vf dan Dm/Df dari Grafik Hydraulic Element for Circular Sewer
Running Party Full
Sumber: Hasil Analisa, 2018

Contoh Perhitungan :
 D : 200 mm
 Dm/Df : 0,39
 Dmin = x 0,39
= 0,078 m

19. Waktu Tempuh (td)


td =

58
Tabel 5.46 Nilai td
Pipa Induk
td (jam)
Awal Akhir
M2 M3 1,41
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 L pipa : 108,68 m
 Vmin : 0,0241 m/s
 td =
= 1,41 jam

20. Standar Kriteria


Standar Kriteria dibutuhkannya penggelontoran atau tidak adalah sebagai
berikut:
 Dmin < 5 cm
 Vmin < 0,6 m/s

Tabel 5.47 Nilai Vmin dan Dmin


Pipa Induk
Vmin (m/s) Dmin (m) Keterangan
Awal Akhir
M2 M3 0,0214 0,078 Tidak Memenuhi
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Dikarenakan, saluran dari pipa M2 ke M3 memiliki kecepatan minimum


sebesar 0,0214 m/s, maka, penggelontoran akan tetap dilakukan.
5.4.1 Rekapitulasi
Rekapitulasi hasil perhitungan dimensi sistem penyaluran air limbah ada pada
Lampiran.

5.5 Pemilihan Jalur Alternatif


Terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk memilih jalur alternatif
terbaik yang akan digunakan di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap. Parameter
yang digunakan adalah panjang pipa, kecepatan pengaliran, diameter pipa, waktu
pengaliran (td) dan jumlah manhole. Parameter yang harus dilihat dalam pemilihan jalur
alternatif ini meliputi ; panjang pipa terpendek, kecepatan pengaliran yang paling cepat,
diameter pipa paling kecil, waktu pengaliran yang paling cepat serta memiliki jumlah
manhole yang paling sedikit. Berikut ini merupakan perbandingan parameter antara
jalur alternatif 1 dan alternatif 2, adalah sebagai berikut :
Tabel 5.48 Alternatif Terpilih
No. Parameter Alternatif 1 Alternatif 2 Keterangan
1 Panjang Pipa 1993,74 m 1970,27 m Nilai terendah
2 Kecepatan Pengaliran (Vmin) 0,0042 m/s 0,0044 m/s Nilai tertinggi
3 Diameter pipa 200 mm 200 mm Nilai terendah
4 Waktu pengaliran (td) 1,28 jam 0,9 jam Nilai terendah
5 Jumlah Manhole 23 buah 23 buah Nilai terendah

59
Sumber : Hasil Analisa, 2018

Dari hasil perbandingan parameter antara 2 jalur alternatif diatas, didapatkan


bahwa yang memenuhi kriteria terbanyak adalah jalur alternatif 2.

5.6 Perhitungan Debit Penggelontoran


Penggelontoran dilakukan apabila terdapat saluran yang tidak memenuhi
standar kriteria, yaitu : Dmin < 5 cm dan Vmin < 0,6 m/s. Penggelontoran ini dibutuhkan
untuk mencegah pengendapan kotoran dalam saluran, mencegah pembusukkan kotoran
dalam saluran, dan menjaga kedalaman air pada saluran.
Salah satu contoh saluran yang membutuhkan penggelontoran adalah saluran
dari segmen M2 ke M3, dimana Dmin saluran tersebut sebesar 7,8 cm atau sebesar
0,078 m dan Vmin 0,021 m/s. Saluran ini dibutuhkan penggelontoran karena salah satu
parameter tersebut tidak memenuhi standar kriteria. Berikut ini merupakan contoh
perhitungan bangunan penggelontoran dalam satu saluran, sebagai berikut :
1. Jalur Alternatif : Alternatif 2
2. Saluran : Segmen M2 – M3
3. Debit, Kecepatan dan Diameter
Nilai Debit (Qfull), Kecepatan (Vfull dan Vmin), serta Diameter (D pasaran
dan d min) didapat dari hasil perhitungan sebelumnya.

Tabel 5.49 Nilai Qfull, Vfull, Vmin, dan Diameter


Segmen Qfull Vfull Vmin DPasaran dmin
Dari Ke L/s m3/s (m/s) (m/s) (mm) (m)
M2 M3 1,3 0,0013 0,0248 0,021 200 0,078
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

4. Kedalaman titik berat penampang air penggelontor (Dg)

Dg =

Tabel 5.50 Nilai Dg


Segmen
Dg (mm)
Dari Ke
M2 M3 80
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 D : 200 mm
 Dg =
= 56 mm

5. Kedalaman titik berat penampang pada Qmin (D min Rata-rata)

Dmin Rata-rata =

60
Tabel 5.51 Nilai Dmin Rata-rata
Segmen Dmin Rata-rata
Dari Ke (m)
M2 M3 3,12
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 dmin : 0,078 m
 Dmin Rata-rata =
= 0,0312 m

6. Dmin/dfull
Hasil Perhitungan ini didapat dari hasil perhitungan diameter sebelumnya,
dari hasil baca grafik “Hydraulic Elements for Circular Sewers Running Party Full”.

Tabel 5.52 Nilai dmin/dfull


Segmen
dmin/dfull
Dari Ke
M2 M3 0,39
Sumber : Hasil Analisa, 2018

Hasil pembacaan grafik :


 dmin/dfull : 0,39

7. A full (m2)

A full =

Tabel 5.53 Nilai Afull


Segmen
Afull (m2)
Dari Ke
M2 M3 0,0537
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Qfull : 0,0013 m3/s
 Vfull : 0,0248 m/s
 A full =
= 0,0537 m2

8. Perbandingan luas penampang basah saat dmin dan saat dfull (Amin)
Nilai Amin/Afull didapat dari hasil plot grafik nilai dmin/dfull ke garis area
dalam grafik “Hydraulic Elements for Circular Sewer”. Grafik dapat dilihat seperti
dalam Gambar 5.5.

61
Tabel 5.54 Nilai dmin/dfull dan Amin/Afull
Segmen
dmin/dfull Amin/Afull
Dari Ke
M2 M2 0,339 0,35
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Hasil pembacaan grafik :


 dmin/dfull : 0,39
 Amin/Afull : 0,35

9. Luas Penampang Basah saat dmin (a min)

a min = Afull x (Amin/Afull)

Tabel 5.55 Nilai a min


Segmen
a min (m2)
Dari Ke
M2 M3 0,019
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Afull : 0,0537 m2
 Amin/Afull : 0,35
 a min = 0,0537 m2 x 0,35
= 0,019 m2
10. Perbandingan Kedalaman Titik Berat Penampang Air Penggelontor dengan
Diameter Pasaran (dg/D)

=
Tabel 5.56 Nilai dg/D
Segmen
dg/D
Dari Ke
M2 M3 0,4
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Dg : 80 mm
 D : 200 mm
 =
= 0,4
11. Perbandingan Ag/Afull
Nilai Ag/Afull didapat dari hasil plot grafik nilai dg/D ke garis area dalam
grafik “Hydraulic Elements for Circular Sewer”. Nilai dg/D diketahui yaitu 0,4.
Grafik dapat dilihat seperti dalam Gambar 5.6.

62
Tabel 5.57 Nilai Ag/Afull
Segmen
Ag/Afull
Dari Ke
M2 M3 0,36
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

0,35

Gambar 5.5 Nilai Amin/Afull dari Grafik Hydraulic Elements for Circular Sewers
Sumber: Hasil Analisa, 2018

12. Luas Penampang Basah saat dg (Ag)

Ag = Afull x (Ag/Afull)

Tabel 5.58 Nilai Ag


Segmen
Ag (m2)
Dari Ke
M2 M3 0,019
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Afull = 0,0537 m2
 Ag/Afull = 0,36
 Ag = 0,0537 m2 x 0,36
= 0,019 m2

63
13. Kecepatan Air Gelontor (vw)

( ) ( )
Vw = Vmin +√
( )

0,36

Gambar 5.6 Nilai Ag/Afull dari Grafik Hydraulic Elements for Circular Sewers
Sumber: Hasil Analisa, 2018

Tabel 5.59 Nilai Vw


Segmen
Vw (m/s)
Dari Ke
M2 M3 6932,245
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Ag = 0,019 m2
 amin = 0,019 m2
 dg = 80 mm
 dmin = 0,078 m
 Vmin = 0,021 m/s
( ) ( )
 Vw = 0,0021 +√
( )

= 6932,45 m/s

64
14. Panjang Pipa Yang Digelontor (m)
Panjang pipa yang akan digelontor didapat dari hasil perhitungan debit
sebelumnya, hasil perhitungan didapat sebagai berikut :

Tabel 5.60 Panjang PIpa


Segmen
L (m)
Dari Ke
M2 M3 108,68 m
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

15. Debit Gelontor (Q Gelontor)


Q Gelontor = Vw x ( Ag – amin)

Tabel 5.61 Debit Gelontor


Segmen Q Gelontor
Dari Ke (m3/s)
M2 M3 3,724
Sumber : Hasil Perhitungan,2018

Contoh Perhitungan :
 Vw = 6932,45 m/s
 Ag = 0,019 m2
 Amin =0,019 m2
 Q Gelontor = 6932,45 m/s x (0,019 m2 - 0,019 m2)
= 3,724 m3/s

16. Volume Gelontor (Vg)

Vg = Qg x ( )

Tabel 5.62 Volume Gelontor


Segmen
V Gelontor (m3)
Dari Ke
M2 M3 0,058
Sumber :Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Qg = 3,714 m3/s
 L = 108,68 m
 Vw = 6932,45 m/s
 Vg = 3,714 m3/s x ( )
3
= 0,058 m

5.6.1 Rekapitulasi
Rekapitulasi hasil perhitungan debit penggelontoran terdapat pada Lampiran.

65
5.7 Perletakan Pipa
Dalam perhitungan volume galian pipa ini terdapat beberapa data dari hasil
perhitungan sebelumnya, yaitu ; Panjang Pipa (m), Diameter Pasaran (D) dan Kemiringan
Pipa (Slope).
1. Segmen Pipa, Panjang Pipa (m), Diameter Pasaran dan Kemiringan Pipa
(Slope)

Tabel 5.63 Panjang Pipa, Diameter dan Slope


Segmen D Pasaran Slope Pipa
L Pipa (m)
Dari Ke mm cm m (m)
M2 M3 108,68 200 20 0,2 0,000017
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

2. Headloss (m)
Headoss merupakan kehilangan tekanan akibat gesekan dengan pipa
ataupun karena kemiringan saluran. Persamaan untuk mendapatkan Headloss
adalah sebagai berikut :

Headloss = L x S

Tabel 5.64 Headloss


Segmen
Headloss (m)
Dari Ke
M2 M3 0,0018
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 L = 108,68 m
 S = 0,000017 m
 Headloss = 108,68 m x 0,000017 m
= 0,0018 m

3. Elevasi Tanah (m)


Elevasi tanah ini didapatkan dari hasil pengkuran menggunakan AutoCAD,
dimana untuk mendapatkan data elevasi tanah ini digunakan peta kontur dari
software global mapper, dimana peta kontur yang didapat di overlay dengan
peta dari google earth.

Tabel 5.65 Elevasi Tanah


Pipa Induk Elevasi Tanah (m)
Awal Akhir Awal Akhir
M2 M3 7 8
Sumber : Hasil Analisa, 2018

4. Elevasi Puncak Pipa (m)


Elevasi Puncak Pipa merupakan elevasi dimana pipa ditempatkan setelah
dilakukan penggalian, untuk mendapatkan elevasi puncak pipa persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut :

66
Elevasi Puncak Pipa Hulu (m) = Elevasi Tanah Awal (m) – 0,8 m
Elevasi Puncak Pipa Hilir (m) = Elevasi Tanah Akhir (m) – D

Tabel 5.66 Elevasi Puncak Pipa


Pipa Induk Elevasi Puncak Pipa (m)
Awal Akhir Hulu Hilir
M2 M3 6,2 6
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
Karena Segmen M2 – M3 bukan segmen awal, perhitungan elevasi puncak
pipa hulu mengikuti elevasi puncak pipa hilir segmen sebelumnya, sehingga
didapatkan:
 Elevasi Tanah Akhir =7m
 Diamater Pasaran = 0,2 m
 Elevasi Puncak Pipa Hulu = 6,2 m
 Elevasi Puncak Pipa Hilir= 6,2 m – 0,2 m
=6m

5. Elevasi Dasar Pipa (m)

Elevasi Dasar Pipa Hulu = Elevasi Puncak Pipa Hulu – D


Elevasi Dasar Pipa Hilir = Elevasi Puncak Pipa Hilir – D

Tabel 5.67 Elevasi Dasar Pipa


Pipa Induk Elevasi Dasar Pipa (m)
Awal Akhir Hulu Hilir
M2 M3 6 6
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Elevasi Puncak Pipa Hulu = 6,2 m
 Elevasi Puncak Pipa Hilir = 6,2 m
 Elevasi Dasar Pipa Hulu = 6,2 m – 0,2 m
=6m
 Elevasi Dasar Pipa Hilir = 6 m – 0,2 m
= 5,8 m

6. Kedalaman Galian (m)

Kedalaman Galian Hulu = Elevasi Tanah Awal – Elevasi Dasar Pipa Hulu
Kedalaman Galian Hilir = ELevasi Tanah Akhir – Elevasi Dasar Pipa HIlir

Tabel 5.68 Kedalaman Galian


Pipa Induk Kedalaman Galian (m)
Awal Akhir Hulu Hilir
2 M2 3,32 2,47
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

67
Contoh Perhitungan :
 Elevasi Tanah Awal = 7 m
 Elevasi Tanah Akhir = 8 m
 Elevasi Dasar Pipa Hulu = 6 m
 Elevasi Dasar Pipa Hilir = 5,8 m
 Kedalaman Galian Hulu = 7 m – 6 m
=1m
 Kedalaman Galian Hilir = 8 m – 5,8 m
= 2,2 m

7. Lebar Galian (m)

Lebar Galian (m) = (1,5 x D) + 0,3

Tabel 5.69 Lebar Galian


Pipa Induk
Lebar Galian (m)
Awal Akhir
M2 M3 0,6
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 D = 0,2 m
 Lebar Galian = (1,5 x 0,2 m) + 0,3
= 0,6 m

8. Volume Galian (m3)

VG = Lpipa x L x (Kedalaman Galian Hulu + Kedalaman Galian Hilir)

Tabel 5.70 Volume Galian


Pipa Induk
Volume Galian (m3)
Awal Akhir
M2 M3 208,67
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Contoh Perhitungan :
 Lpipa : 108,68 m
 L : 0,6 m
 Kedalaman Galian Hulu = 1 m
 Kedalaman Galian Hilir = 2,2 m
 VG = 108,68 m x 0,6 m x (1 m + 2,2 m)
= 208,67 m3

9. Bentuk Manhole
Terdapat kriteria yang digunakan untuk menentukan bentuk manhole pada
setiap segmen saluran, kriteria tipe manhole adalah sebagai berikut :
a. Tipe A
 Untuk Pipa Lateral dan Pipa Cabang.
 Kedalaman 0,45 – 1,5 m.

68
 Bentuk Persegi dengan tebal dinding 150 mm.
 Lebar 1,1 m agar dapat digunakan dijalan.
b. Tipe B
 Untuk Semua Pipa dengan ukuran hingga 1200 mm.
 Kedalaman 1,5 – 2,7 m.
 Bentuk bulat dengan tebal dinding 200 mm.
 Diameter 1200 – 2100 mm.
c. Tipe C
 Untuk semua Pipa dengan ukuran hingga 1200 mm.
 Kedalaman 2,7 – 5 m.
 Bentuk bulat dengan tebal dinding 200 mm.
 Diameter 1200-2100 mm.
d. Tipe D
 Untuk semua Pipa dengan ukuran hingga 1200 mm.
 Kedalaman >5 m
 Bentuk bulat dengan tebal dinding 250 mm
 Diameter 1500 – 2100 mm.

Dalam segemn M2-M3, didapatkan kedalaman galian hulu yaitu sebesar 1


m. Sehingga tipe manhole yang digunakan untuk saluran ini adalah tipe manhole
B, dimana manhole ini berbentuk bulat dengan tebal dinding 200 mm dan
diameter 1200 – 2100 mm.

5.7.1 Rekapitulasi
Rekapitulasi hasil perletakan pipa dan gambar profi hidrolis terdapat dalam
Lampiran.

5.8 Perhitungan Tangki Septik


Tangki Septik adalah suatu rungan yang berfungsi, menampung dan mengolah
air limbah rumah tangga dengan kecepatan alir yang lambat, sehingga memberi
kesempatan untuk terjadi pengendapan. Tangki septik menjadi salah satu pilihan yang
digunakan dalam pengelolaan air limbah rumah tangga di Kecamatan Gajah, Kabupaten
Demak. Hal ini dikarenakan, terdapat wilayah di Kecamatan Gajah yang memiliki kontur
lebih rendah dari badan air penerima sehingga air limbah di wilayah tersebut tidak dapat
dilayani oleh sistem pengelolaan terpusat menggunakan pipa induk dan lateral. Agar
wilayah yang tidak terlayani oleh sistem pengelolaan terpusat dapat mengolah limbah
rumah tangga nya sendiri, maka wilayah tersebut menggunakan tangki septik untuk
mengolah air lImbah rumah tangga nya. Berikut ini merupakan hasil perhitungan tangki
septik:
Tabel 5.71 Perhitungan Tangki Septik
Standar
ΣP Qr N S Suhu A
Kebutuhan H (m) F
(orang) (L/h) (tahun) (L/o/H) (ᵒC) (Liter)
Air (L/o/h)
150 5 120 5 40 1,6 25 1 600
Sumber :Hasil Perhitungan, 2018

69
Tabel 5.72 Perhitungan Tangki Septik (Lanjutan Tabel 5.71)
Lebar Panjang Panjang
Freeboard Kedalaman
B (liter) C (m3) Tangki Kompartemen Kompartemen
(m) Tangki (m)
(m) 1 2
1000 1,6 0,577 1,154 0,577 0,3 1,9
Sumber : Hasil Perhitungan, 2018

Tahapan Perhitungan:
1. Kebutuhan volume per hari waktu retensi
A = P x Qr
= 5 orang x 80% x 150 L/orang/hari x 1 hari
= 600 Liter
= 0,6 m3
2. Volume penampungan lumpur dan scum
B =PxNxFxS
= 5 orang x 5 tahun x 1,0 x 40 L/orang/tahun
= 1000 L
= 1 m3
3. Cari C
C =A+B
= 0,6 m3 + 1 m3
= 1,6 m3
4. Hitung dimensi
Asumsikan kedalaman tangki = 1,6 meter
V = H x (2W+W) x W
= H x 3W2
2
W = 1/3 x V/H
= 1/3 x 1,6m3 / 1,6 m
= 0,33 m
W = 0,577 meter = 0,58 meter
Panjang kompartemen (L1 dan L2)
L1 = 2 x W
= 2 x 0,577 m
= 1,154 m = 1,15 meter
L2 = W
= 0,577 m = 0,58 meter
Kedalaman tangki total
H total = kedalaman tangki + freeboard
= 1,6 m + 0,3 m
= 1,9 meter
Maka dimensi yang didapat adalah:
W = 0,577 meter = 0,58 meter
L1 = 1,154 meter = 1,15 meter
L2 = 0,577 meter = 0,58 meter
H = 1,9 meter

70
BAB VI
KESIMPULAN
Sistem penyaluran air buangan yang direncanakan di Kecamatan Gajah, Kabupaten
Demak yaitu sistem terpusat (off site) dimana air limbah dari seluruh daerah pelayanan di
kumpulkan dalam satu saluran pengumpul.
Periode perencanaan yang direncanakan yaitu selama 20 tahun, dimana saluran mulai
beroperasi pada tahun 2018. Metode proyeksi penduduk yang di gunakan dalam perencanaan
ini adalah metode geometri. Metode geometri ini memiliki nilai standar deviasi dan koefisien
variansi yang paling kecil, serta mempunyai nilai koefisien korelasi yang paling besar. Jumlah
total penduduk pada akhir tahun perencanaan yaitu tahun 2037 sebanyak 37.508 jiwa.
Timbulan air buangan yang dihasilkan dari kegiatan domestik di Kelurahan Jalancagak
pada akhir perencanaan adalah sebesar 6,84 liter/detik. Jalur yang di pilih dalam perencanaan
ini adalah jalur dengan panjang total pipa 1.970,27 meter. Jalur pipa ini mengalirkan air
buangan menuju suatu IPAL terlebih dahulu sebelum kemudian dialirkan ke sungai. Sistem
pengaliran yang di gunakan adalah sistem gravitasi, dengan detensi waktu pengaliran dari titik
terjauh ke IPAL selama 6,21 jam dimana waktu maksimal pengaliran air limbah di daerah tropis
adalah 18 jam yang bertujuan untuk menghindari pengendapan dan proses pembusukan di
dalam saluran.

71
DAFTAR PUSTAKA
Babbit, H. E. 1982. Sewerage and Sewage Treatment. New York: John Wiley and Sons. Inc.
BAPPEDA. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Demak Tahun 2010-2030. Demak:
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Barclay, G. 1983. Teknik Analisa Kependudukan. Jakarta: PT Bina Aksara
BPS. 2013. Kecamatan Gajah dalam Angka 2013. Demak: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Demak
BPS. 2014. Kecamatan Gajah dalam Angka 2014. Demak: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Demak
BPS. 2015. Kecamatan Gajah dalam Angka 2015. Demak: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Demak
BPS. 2016. Kecamatan Gajah dalam Angka 2016. Demak: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Demak
BPS. 2017. Kecamatan Gajah dalam Angka 2017. Demak: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Demak
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya. 1996. Analisis Kebutuhan Air
Bersih. Jakarta
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya. 2007. Petunjuk Teknis
Perencanaan Rancangan Teknik Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan. Jakarta.
Hardjosuprapto, Moh. Masduki. 2000. Diktat Penyaluran Air Buangan (Rioleering). Bandung:
Institut Teknologi Bandung
Isserman, Andrew. 1977. Accuracy of Population Projections for Sub-country Areas. Jurnal of
American Institute of Planners. Volume 43, halaman 249.
Klosterman, R.E. 1990. Community Analysis and Planning Techniques. Rowman & Littlefield
Publishers
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun
2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
Qasim, Syed. 1985. Wastewater Treatment Plant (Planning, Design, and Operation). USA: CBS
College Publishing
Rich, L. G. 1961. Unit Process of Sanitary Engineering. New York: John Wiley and Sons. Inc
Steel, E. W. 1960. Unit Water Supply dan Sewerage. 4th Edition. New York: Mc Graw Hill Book
Company
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta:UI Press
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Alfabeta

72
DAFTAR LAMPIRAN
A. Peta Wilayah
B. Jalur dan Perhitungan
 Jalur Alternatif Pertama
 Jalur Alternatif Kedua (Alternatif Terpilih)
 Perhitungan Debit
 Perhitungan Dimensi
 Perhitungan Galian
 Perhitungan Gelontor
C. Gambar-gambar
 Tangki Septik
 Manhole Tipe A
 Manhole Tipe B
 Profil Hidrolis

73

Anda mungkin juga menyukai