Pembimbing :
DEPARTEMEN RADIOLOGI
MEDAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Gambaran Rafiologis pada Trauma Hepar”.
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing, dr. Elvita R. Daulay, Sp.Rad, (K), yang telah meluangkan waktunya
dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
1.2. Tujuan.......................................................................................................... 2
1.3. Manfaat........................................................................................................ 2
3
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
nyawa. Hati dan limpa diperkirakan menjadi organ yang tersering dalam terkena
dalam kasus ini. Diperkirakan juga bahwa sekitar 4% trauma hati terjadi pada
kecelakaan yang melibatkan bagian batang tubuh. Dari semua penyebab umum
dari trauma tumpul hati dan cedera limpa, kecelakaan lalu lintas, terjatuh,
kecelakaan kerja, dan percobaan pembunuhan berperan dalam lebih dari 80% dari
semua kasus. Selain itu dijelaskan bahwa kejadian trauma tumpul hati dan limpa
akibat kecelakaan kendaraan bermotor relatif rendah (<6%), dibandingkan dengan
kejadian cedera ekstremitas atau cedera kepala (> 50%). Evaluasi dan manajemen
awal masih merupakan tantangan berat bagi dokter karena kemungkinan
perdarahan tersembunyi masih menjadi penyebab paling umum kedua kematian
setelah kematian langsung oleh trauma. Kecelakaan lalu lintas biasanya
mengakibatkan kerusakan yang luar biasa untuk penumpang atau pengendara
sehubungan dengan peningkatan motorisasi dalam beberapa dekade terakhir
walaupun di negara maju trauma tumpul hati dan limfa lebih sering terjadi pada
pengendara mobil.3
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Untuk menjelaskan Trauma Tumpul pada Hati dari beragam aspek.
2. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior
program pendidikan profesi kedokteran di departemen Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Dapat menambah wawasan khususnya dokter umum yang bertugas di
rumah sakit dalam menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Trauma
Tumpul pada Hati.
2. Dapat menambah wawasan pembaca tentang Trauma Tumpul pada Hati
khususnya bagi mahasiswa kedokteran.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Anatomi Hepar sisi Anterior (Atlas of Human Anatomy – Frank
H Netter)5
7
Gambar 2.2 Anatomi Hepar sisi Viseral (Atlas of Human Anatomy – Frank
H Netter)5
Daerah tempat keluar masuk pembuluh darah pada hepar dikenal dengan
nama hilus atau porta hepatis. Pembuluh yang terdapat pada daerah ini antara lain
vena porta, arteri hepatica propria, dan terdapat duktus hepatikus dekstra dan
sinistra. Vena pada hepar yang membawa darah keluar dari hepar menuju vena
cava inferior adalah vena hepatica. Sedangkan pembuluh darah vena porta dan
arteri hepatica alirannya menuju pada porta hepatica.4
Persyarafan pada hepar dibagi menjadi dua yaitu bagian parenkim dan
permukaan hepar. Pada bagian parenkim, persyarafan dikelola oleh N.Hepaticus
yang berasal dari plexus hepaticus. Mendapatkan persyarafan simpatis dan
parasimpatis dari N Vagus, sedangkan pada bagian permukaannya mendapatkan
persyarafan dari nervus interkostalis bawah.4
8
2.2 Trauma Hepar
2.2.1 Definisi
Trauma hepar adalah suatu keadaan dimana terjadinya cedera atau
kerusakan pada organ hepar yang menyebabkan perubahan fisiologis sehingga
terjadi gangguan pada fungsi hepar. Trauma hepar sendiri diklasifikasikan
menjadi tiga jenis yaitu : trauma tumpul, trauma penetrasi, dan trauma iatrogenik.6
2.2.2 Epidemiologi
Menurut European Radiology Society, hepar berada di urutan pertama
sebagai organ yang paling sering terkena dalam kasus trauma tumpul abdomen
dan juga menjadi penyebab kedua tersering yang mengakibatkan kematian.
Kelompok usia yang paling sering terkena adalah usia 1-36 tahun. Sebanyak 75%
dari kasus trauma hepar mengenai lobus kanan.7
.
2.2.3 Etiologi
Secara umum, penyebab trauma hepar terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Trauma Tumpul
Trauma ini merupakan penyebab tersering dan lebih banyak disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma Penetrasi
Trauma jenis ini disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak
3. Iatrogenik
Biasanya disebabkan oleh tindakan medis seperti biopsi hati (penyebab
umum dari hematoma subkapsular), pemasangan selang dada, dan
kolangiografi transhepatik. 7
2.2.4 Patofisiologi
Pukulan langsung, misalnya kena pinggir bawah stir mobil atau pintu
yang masuk (intruded) pada tabrakan kendaraan bermotor, dapat
mengakibatkan cedera tekanan atau tindasan pada isi abdomen. Kekuatan ini
9
merusak bentuk organ padat atau berongga dan dapat mengakibatkan ruptur,
khususnya pada organ yang menggembung (misalnya uterus yang hamil),
dengan perdarahan sekunder dan peritonitis. Shearing injuries pada organ isi
abdomen merupakan bentuk trauma yang dapat terjadi bila suatu alat penahan
(seperti sabuk pengaman jenis lap belt atau komponen sabuk bahu)dipakai
dengan cara yang salah. Penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan
bermotor juga dapat menderita cedera deceleration karena gerakan yang
berbeda dari bagian badan yang bergerak dan yang tidak bergerak, pada hati
dan limpa yang sering terjadi (organ bergerak) ditempat jaringan pendukung
(struktur tetap) pada tabrakan tersebut. Pada penderita yang dilakukan
laparatomi oleh karena trauma tumpul (blunt injury), organ yang paling
sering cedera, adalah limpa (40 – 55%), hati (35 – 45%)dan hematoma
retroperitoneum (15%).8
Hepar merupakan organ intraabdomen yang paling sering terkena
trauma setelah limpa. Perlukaan pada hati dapat bersifat superficial dan
ringan, tetapi dapat pula bersifat laserasi yang berat, yang menimbulkan
kerusakan pada 10epati saluran empedu intrahepatik. 9
Perlukaan dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau luka tembus
dinding perut yang mungkin berupa trauma tajam. Mekanisme yang
menimbulkan kerusakan hepar pada trauma tumpul adalah efek kompresi dan
deselerasi. Trauma tajam dapat disebabkan oleh tusukan benda tajam atau
oleh peluru. 9
Berat ringan kerusakan akibat trauma pada hepar bergantung pada
jenis trauma, penyebab, kekuatan, dan arah datangnya trauma. Lebih dari
50% trauma berat hepar disertai trauma organ intraabdomen lain. Mortalitas
berbanding lurus dengan jumlah organ lain yang terkena. Yang paling sering
kena cedera bersama dengan hepar adalah organ intratoraks, yaitu jantung,
paru, atau diafragma, disusul berurutan oleh lambung, usus halus, ginjal, usus
besar, limpa, 10epatica, dan pembuluh darah besar. 9
10
Perlukaan parenkim hati yang superficial dan dalam kadang sulit
dibedakan. Komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma hepar adalah
perdarahan, infeksi, kebocoran empedu, dan hemobilia. 9
2.2.5 Diagnosis
Meskipun dapat diduga sebelum operasi, trauma hepar lebih sering baru
diketahui sewakt u laparot om i ekspl orasi. Dapat j uga diket ahui
m el al ui pem eriksaan C T scan. Kecurigaan dibuat berdasarkan lokasi
trauma dan terdapatnya fraktur iga kanan bawah, pneumotoraks, kontusio
paru, syok haemoragik, serta ditemukannya darah dan empedu padalavase
peritoneal positif untuk darah dan empedu.9
C ara di agnosis t erbai k adal ah berdasarkan penil ai an klinis
yan g di tunj ang dengan pemeriksaan berulang. Laparotomi dapat menemukan
perdarahan yang tidak diketahui sebelumnya. Apabila terjadi hemobilia, terdapat
trias, yaitu tanda perdarahan sal uran cerna bagi an at as, i kt erus, dan
n yeri perut kanan at as, yang di t em ukan set el ah riwayat trauma
abdomen, setelah operasi, atau tindakan manipulasi saluran empedu
beberapa jam sampai beberapa minggu sebelumnya. Tanda perdarahan
berupa hematemesis atau melena sering didahului nyeri. Perdarahan ke dalam
saluran empedu nyarinya berlainan dengan perdarahan di jalan cerna. 9
PemeriksaanLaboratorium
Banyaknya perdarahan akibat trauma pada hepar akan diikuti
dengan penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit. Ditemukan
leukositosis lebih dari 15.000/ul, biasanya setelah ruptur hepar akibat
trauma tumpul. Kadar enzim hati yang meningkat dalam serum darah
menunjukkan bahwa terdapat cidera pada hepar, meskipun juga dapat
disebabkan oleh suatu perlemakan hati ataupun penyakit-penyakit hepar
lainnya. Peningkatan serum bilirubin jarang, dapat ditemukan pada hari
ke-3 sampai hari ke-4 setelah trauma. 9
11
- Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP),
dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita
dengan multitrauma.
X-ray toraks berguna untuk evaluasi trauma tumpul abdomen
karena beberapa alasan. Pertama, dapat mengidentifikasi adanya fraktur
iga bawah. Bila hal tersebut ditemukan, tingkat kecurigaan terjadinya
cedera abdominal terutama cedera hepar dan lien meningkat dan perlu
dilakukan evaluasi lebih lanjut dengan CT scan abdomen-pelvis. Kedua,
dapat membantu diagnosis cedera diafragma. Pada keadaan ini, x-ray
toraks pertama kali adalah abnormal pada 85% kasus dan diagnostik pada
27% kasus. Ketiga, dapat menemukan adanya pneumoperitoneum yang
terjadi akibat perforasi hollow viscus. Sama dengan fraktur iga bawah,
fraktur pelvis yang ditemukan pada x-ray pelvis dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya cedera intra-abdominal sehingga evaluasi lebih
lanjut perlu dilakukan dengan CT scan abdomen-pelvis.10
12
Perubahan sensorium – cedera kepala,intoksikasi alkohol,
penggunaan obat terlarang.
Perubahan perasaan – cedera jaringan saraf tulang belakang.
Cedera pada struktur berdekatan – tulang iga bawah, panggul,
tulang belakang dari pinggang bawah (lumbar spine).
Pemeriksaan fisik yang meragukan.
Antisipasi kehilangan kontak panjang dengan pasien11
13
mengevaluasi hati dan limpa meskipun tujuan USG adalah untuk mencari
cairan bebas di intrapreitoneal. Mesin portabel dapat digunakan di
ruangan resusitasi atau di gawat darurat pada pasien dengan
hemodinamik stabil tanpa menunda tindakan resusitasi pada pasien
tersebut. Keuntungan lain dari USG daripada diagnostik peritoneal
lavage adalah USG merupakan tindakan yang non-invasif. Tidak
diperlukan adanya tindakan lebih lanjut setelah USG dinyatakan negatif
pada pasien yang stabil. Hasil CT dari abdomen biasanya sama dengan
USG bila hasilnya positif pada pasien yang stabil. Keuntungan dan
kerugian dari USG perut terdapat dalam Kotak 20-4. Sensitivitas berkisar
dari 85% sampai 99%, dan spesifisitas dari 97% sampai 100%.9
Penggunaan USG untuk evaluasi trauma tembus abdomen
dilaporkan terbatas. Baru-baru ini, sebuah studi prospektif dilakukan
untuk mengevaluasi kegunaan USG sebagai tes skrining pada trauma
tembus dan pada trauma tumpul. Penelitian ini melibatkan luka tusuk
serta luka tembak. Sensitivitas USG keseluruhan adalah 46% dan
spesifisitas adalah 94%. Studi ini menunjukkan bahwa USG pada trauma
tembus tidak dapat diandalkan seperti pada trauma tumpul. Jika USG
positif, pasien harus dioperasi. Jika negatif, pemeriksaan lebih lanjut
harus dilakukan.9
14
Tabel 2.2. Keuntungan dan Kerugian Menggunakan USG10
15
monitor kesembuhan. Penggunaan CT-scan terbukti sangat bermanfaat
dalam diagnosis dan penentuan penanganan trauma hepar. Dengan CT-
scan menurunkan jumlah laparatomi pada 70% pasien atau menyebabkan
pergeseran dari penanganan rutin bedah menjadi penanganan non
operastif dari kasus trauma hepar.9
16
pasien dengan cedera organ padat yang awalnya dirawat dengan keadaan
non-operatif yang disertai adanya penurunan nilai hematokrit.
Kekurangan CT yang paling utama adalah ketidakmampuan untuk
mendiagnosa cederal organ viskus berongga. Biasanya, adanya cairan
bebas pada CT abdomen tanpa cedera organ padat harus diwaspadai
adanya cedera pada mesenterika, usus, atau kandung kemih, dan
laparotomi eksplorasi harus segera dilakukan.10
17
“bertindak” ketika tanda-tanda peritoneal berkembang, mengingat bahwa
keterlambatan dalam diagnosis cedera usus adalah fatal. Sebuah survei
terbaru dari dokter bedah trauma yang ditanya apa yang akan menjadi
penatalaksanaan yang tepat pasien dalam keadaan ini menunjukkan
berbagai tanggapan: 42% akan melakukan diagnostik peritoneal lavage,
28% akan mengamati pasien, 16% laparotomy eksplorasi, dan 12% akan
mengulangi CT perut. Keakuratan CT berkisar antara 92% sampai 98%
dengan tingkat positif palsu dan negatif palsu yang rendah.9
Meskipun penggunaan CT abdomen dalam evaluasi trauma tembus
abdomen telah dibatasi karena sensitivitas rendah dalam mendiagnosis
cedera usus dan cedera diafragma, teknologi baru (CT spiral) telah
dievaluasi dalam situasi ini dan dengan demikian diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan penatalaksanaan nonoperative pada kasus
tertentu. Manajemen nonoperative luka tusukan di perut anterior telah
ditekankan karena tingkat morbiditas tinggi setelah laparotomi
nontherapeutic. Dalam satu studi, triple kontras heliks CT dievaluasi
sebagai alat diagnostik pada cedera tembus abdomen. Penulis
menyimpulkan bahwa CT akurat untuk memprediksi kebutuhan
laparotomi pada 95% pasien.10
18
Tabel 5 :Indikasi dan Kontraindikasi CT Scan Abdomen10
DPL USG CT
Indikasi Menentukan Menentukan Menentukan organ
adanya perdarahan cairan bila ↓ BP cedra bila BP
bila ↓ BP normal
Keuntungan Diagnostik cepat Diagnosis cepat, Paling spesifik
dan sensitif, tidak invasif dan untuk cedera,
akurasi 98% dapat diulang, akurasi 92 – 98%
akurasi 86 – 97%
Kerugian Invasif, gagal Tergantung Membutuhkan
mengetahui cedera operator distorsi biaya dan waktu
diafragma atau gas usus dan udara yang lebih lama,
cedera dibawah kulit, tidak mengetahui
retroperitoneum gagal mengetahui cedera
cedera diafragma diafragma,pankreas
usus, dan pankreas dan usus
Tabel Perbandingan penggunaan DPL, USG, dan CT SCAN.11
19
2.2.6 . Pemeriksaan Radiologis
2.2.6.1 Gambaran Radiologis pada MRI
MRI memiliki peran yang terbatas dalam trauma abdomen tumpul dan
tidak lebih bermanfaat dibanding CT Scan. Secara teoritis, MRI dapat digunakan
untuk memantau pasien dengan trauma abdomen tumpul dan bermanfaat pada
remaja dan wanita hamil. MRI tidak memberikan manfaat yang signifikan
dibanding CT Scan untuk evaluasi rutin trauma abdomen akut.
Gambar 2.3. Gambaran USG pada ruptur liver dengan ekspansi lobus kaudatus.13
20
Gambar 2.5 Gambaran USG pada trauma liver akut dengan hiperekhoik pada area
segmental.13
Gambar 2.6. Gambaran USG pada trauma hepar dengan gambaran hematom
intraparenkim dan hemoperitoneum dengan jumlah yang sedikit.
21
2.2.6.3 Gambaran Radiologis pada CT Scan
1. Grade 1
–Hematoma subskapular yang kurang dari 1cm dari ketebalan maksimal,
terdapat avulsi kapsular, laserasi parenkim superfisial dengan kedalaman
kurang dari 1cm, dan jalur darah peri porta yang terisolasi.7
Gambar 2.7. Grade 1 trauma hepar pada pria berusia 21 tahun dengan
trauma tusuk di kuadran kanan atas abdomen. CT Scan aksial menunjukkan
adanya sebuah hematoma subkapsular dan parenkim kecil yang berbentuk
seperti bulan sabit (crescent) yang tebalnya kurang dari 1cm. 7
22
2. Grade 2 –Laserasi parenkim dengan kedalaman 1-3 cm dan hematoma
subkapsular/parenkim dengan ketebalan 1-3cm. 7
Gambar 2.8. Grade 2 Seorang pria berusia 20 tahun terkena trauma abdomen
tumpul.CT Scan non-enhanced axial pada vena hepatis menunjukkan adanya
hematoma subkapsular dengan ketebalan 3cm. 7
23
Gambar 2.9. Grade 2 Seorang pria berusia 20 tahun terkena trauma abdomen
tumpul. CT Scan aksial menunjukkan di bagian inferior lobus kanan terdapat
multiple low-attenuation lesion dengan kontusio ke parenkim. 7
24
3. Grade 3 –Laserasi parenkim dengan kedalaman dan hematoma
subkapsular/parenkim dengan diameter lebih dari 3 cm. 7
25
4. Grade 4 –Hematoma subkapsular/parenkim dengan diameter lebih dari 10
cm, destruksi lobaris, atau devaskularisasi. 7
26
Gambar 2.12. Grade 4 – Contrast-enhanced axial CT scan pada pria berusia 39
tahun menunjukkan hematoma parenkim besar pada segmen 6 & 7 pada liver
dengan adanya perdarahan aktif. Dapat dijumpai adanya laserasi kapsular dan
hemoperitoneum besar. 7
27
Gambar 2.13. Grade 4 – Infark multisegmen (segmen 2, 3, 4a dan 4b) pada
pria berusia 40 tahun yang terkena kecelakaan lalu lintas dan dilakukan reseksi
emergensi di lobus kanan. Dapat dijumpai demarcated wedge sharped pada
area infark. 7
28
5. Grade 5 –Destruksi menyeluruh atau devaskularisasi pada hepar. 7
29
Gambar 2.15. Grade 5 – Seorang pria berusia 36 tahun yang terkena
kecelakaan lalu lintas. CT Scan aksial menunjukkan sebuah hematoma di
sekitar ginjal kanan dan vena cava inferior dengan kerusakan renal dan vena
cava inferior. 7
30
6. Grade 6 –Avulsi Hepar
Hematoma Subkapsular
Hematoma Subkapsular biasanya terlihat seperti konfigurasi lentikuler;
umumnya hematoma subkapsular adalah anterolateral terhadapt lobus kanan.
Subkapsular hematomas disebabkan oleh penekanan langsung dan deformitas
bentuk hepar.9
Pada CT Scan tanpa kontras, hepar terlihat sebagai hyperattenuating
dibanding hematoma subkapsular. Pada CTScan dengan kontras, subkapsular
hematoma terlihat sebagai low-attenuating, kumpulan lentikuler di antara kapsul
hepar dan parenkim hepar. Jika perdarahan tidak berulang, hematoma akan
berkurang seiring berjalan waktu. Hematoma subkapsular berkurang dalam 6-8
minggu. 9
Hematoma Intraparenkim
Pada CT Scan dengan kontras, hematoma akut tampak sebagai area
dengan high attenuation yang ireguler, yang menggambarkan bekuan darah atau
empedu. Sejalan dengan waktu, atenuasi dari hematoma akan berkurang, dan akan
membentuk kumpulan cairan serous yang akan sedikit meluas. Area intrahepar
yang hyperattenuating dan fokal dengan atenuasi 80-350HU akan
menggambarkan perdarahan aktif/pseudoaneurisma. 9
Atenuasi rendah di periportal yang fokal atau difus diyakini menjadi jalur
alternatif darah ke sekitar pembuluh porta, walaupun terdapat kemungkinan lain
31
(termasuk kebocoran empedu, edema dan dilatasi periporta) yang akan
menghasilkan peningkatan tekanan vena sentral atau kerusakan limfatik. 9
Atenuasi yang rendah pada periportal juga bisa terjadi pada trauma tumpul
abdomen yang tidak mengenai organ hepar. Artinya atenuasi yang rendah pada
periportal belum tentu menjadi indikasi absolut adanya suatu trauma hepar. Dari
temuan CT Scan trauma tumpul abdomen, sekitar 25 % anak-anak menunjukkan
gambaran atenuasi rendah pada periportal, dan 40%nya merupakan suatu trauma
hepar. 9
Laserasi
Laserasi pada hepar tampak sebagai suatu garis linear atau struktur yang
bercabang.Gambaran seperti ini biasanya tampak pada daerah peripheral hepar.
Laserasi akut mempunyai gambaran pinggiran yang tajam atau bergerigi, tapi
apabila tidak menyembuh, laserasi akan tampak membesar dan pinggirnya
menjadi terlihat bergulung-gulung. 9
Cedera Vaskular
Kasus cedera pada vena hepatika mayor dan vena cava inferior
retrohepatika abdomen jarang terlihat pada kasus trauma tumpul abdomen. Pasien
disarankan untuk melakukan CT scan pada cedera vena cava retrohepatika apabila
laserasi menyebar ke vena hepatic mayor dan vena cava inferior. Jaringan di
daerah perihilar hepatic mungkin bisa mengalami devaskularisasi karena laserasi
yang berat atau konvulsi total pada kedua saluran darah hepatic. 9
Perdarahan akut.
Perdarahan akut intrahepatik tampak sebagai area yang irregular dengan
adanya ekstravasasai kontras. Pengukuran dari nilai atenuasi sangat berguna untuk
membedakan apakah ekstravasasi kontras terjadi karena perdarahan akut atau
suatu hematoma. 9
Nilai atenuasi ekstravasasi kontras dari suatu hematoma adalah 85-350 HU
(rata-rata 132 HU), sedangkan pada perdarahan akut nilai atenuasinya 40-70 HU
(rata-rata 51 HU). 9
32
Positif palsu/Negatif palsu.
Positif palsu dalam diagnosis trauma hepar dengan pemeriksaan CT
scan dapat terjadi sebagai akibat dari pengerasan balok artefak dari tulang rusuk
yang berdekatan, yang dapat mirip dengan memar atau hematoma. Tingkat udara
pada zat kontras dalam rongga abdomen dengan selang nasogastrik yang
terpasang pada pasien dapat menghasilkan sejumlah artefak di seluruh lobus kiri
hepar; mirip dengan laserasi intrahepatik atau perdarahan. Sifat artefak tersebut
dapat dikonfirmasi jika pasien diubah posisinya menjadi posisi dekubitus. 9
Temuan negatif palsu dapat terjadi pada pasien yang mengalami
perlemakan pada heparnya. Pasien yang mengalami perlemakan hati, pada
gambaran CT Scannya cenderung menjadi iso-atenuasi terhadap suatu hematoma
atau laserasi. Lemak fokal yang terinfiltrasi juga temuannya mirip dengan adanya
suatu hematoma atau lasreasi pada hepar. 9
2.2.7. Penatalaksanaan.
- Penatalaksanaan Non-Operatif
Merupakan pilihan pertama pada penderita dengan hemodinamik
stabil. Angka keberhasilan yang tinggi tidak tergantung pada derajat
keparahan berdasarkan CT scan, atau derajat hemoperitoneum yang
terjadi. Keuntungan dari penatalaksanaan non-operatif adalah
menghindari terjadinya laparotomi non-terapetik beserta komplikasinya,
mengurangi kebutuhan transfusi, dan komplikasi intra-abdominal yang
lebih sedikit.10
CT abdomen merupakan studi yang paling sensitif dan spesifik
dalam mengidentifikasi dan menentukan derajat kerusakan hepar dan
lien. Adanya kontras yang bebas atau perdarahan yang sedang
berlangsung merupakan indikasi untuk angiografi dan embolisasi. 10
Penatalaksanaan non-operatif meliputi observasi tanda vital,
pemeriksaan fisik, dan nilai laboratorium yang dilakukan secara serial.
33
Bila salah satu memburuk, maka hal tersebut merupakan indikasi untuk
intervensi pembedahan.10
- Penatalaksanaan Operatif
-
Tatalaksananya meliputi tiga upaya dasar, yaitu mengatasi perdarahan,
mencegah infeksidengan debrideman jaringan hati yang avaskuler dan
penyaliran, serta rekonstruksi saluran empedu. Penghentian untuk
sementara waktu dilakukan dengan cara penekanan manual
langsung d a e r a h ya n g b e r d a r a h d e n g a n t a m p o n , a t a u
d e n g a n k l e m v a s k u l e r a t r a u m a t i k d i d a e r a h foramen
winslow. Penutupan ligamentum hepatoduodenale di dinding
foramen winslow dengan jari atau klem vaskuler, yang disebut
perasat Pringle menyebabkan a. 34epatica dan v. porta tertutup sama
sekali. Jaringan hati dapat menahan keadaan iskemia sampai 60 menit
apabila dilakukan oklusi itu. Waktu tersebut umumnya cukup untuk
melakukan resusitasi dan menghentikan perdarahan secara definitive.10
-
Upaya kedua adalah mencegah atau mengatasi infeksi dengan
memasang penyalir ektern karena penyebab infeksi adalah kebocoran
empedu dan jaringan nekrotik. Kadang di pasang penyalir T ke dalam
duktus koledokus dengan tujuan dekompresi dan
mencegah pembuntuan akibat edema.9
-
Upaya ketiga adalah rekonstruksi saluran empedu. Karena kerusakan
empedu yang besar tidak mungkin sembuh spontan maka tempat
kebocoran harus dicar dan dilakukan rekonstruksi.9
34
BAB III
KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
36
10. Division of General Surgery, The University of Texas at Houston. Critical
concepts in abdominal injury. Crit Care Clin. 2004 Jan;20(1):119-34.
11. Surgeons committee on trauma Advanced trauma life support for doctors.
Eight Edition. American College of Surgeons Commite on Trauma. 2004;
111-123.
12. Advance one grade for multiple injuries, up to grade. Moore EE, Cogbill
TH, Jurkovich GJ, et al. Organ Injury Scaling V: Spleen and liver, J
Trauma. 1995; 38:323.
13. PN, Sreeramulu, TS Venkatchalapathy, Anantharaj. 2012. Blunt Trauma
Liver-Conservative or Surgical Management: A Retrospective Study. J
Trauma Treat Vol 1 Issue 8: 1-4
37