Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PROSES INDUSTRI KIMIA ANORGANIK


“SEMEN PORTLAND”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Proses Industri Kimia
Anorgnik

Dosen Pengampu : Lailan Ni`mah S.T.,M.Eng.

DISUSUN OLEH :
RAHMILIANIDA ISLAMI 1710814120022
EGGY AKBAR PRADANA 1710814210002
NOR ANNISA RUSMIATI 1710814220010

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK KIMIA
BANJARBARU

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan taufik dan
hidayahnya sehingga penyusunan makalah ini bisa terselesaikan dengan baik dan
tepat waktu. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah
saw dan keluarganya, sahabat-sahabatnya serta pengikut beliau hingga akhir
zaman.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu yang telah memberikan tugas ini
sehingga kami dapat menambah pemahaman kami tentang Bahan Konstuksi
Teknik Kimia terutama yang saya bahas adalah Silikon. Terima kasih pula kami
ucapkan kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam menyusun
makalah ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Ibu Banyak kendala yang kami alami dalam menyusun makalah ini. Namun, itu
semua tidak menyurutkan niat kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami telah berupaya menyempurnakan makalah ini, namun seperti kata
pepatah, “Tak ada gading yang tak retak” maka kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari Ibu, teman-teman dan orang lain yang sudi
meluangkan waktunya untuk menyimak isi dari makalah ini.
Sekali lagi, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. kami sangat berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru,14 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................1
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................1
1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................3
2.1 Pengertian Semen Portland .........................................................................3
2.2 Sejarah Semen Portland ..............................................................................4
2.3 Sifat-sifat Semen Portland...........................................................................5
2.4 Bahan Dasar Semen Portland ......................................................................9
2.5 Jenis-jenis Semen Portland. ......................................................................11
2.6 Proses Pembuatan Semen Portland. ..........................................................12
BAB III PENUTUP ......................................................................................17
3.1 Kesimpulan ..............................................................................................17
3.2 Saran ..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semen sebagai bahan perekat batu atau bata yang kita ketahui selama ini
berbeda dengan bahan perekat pada zaman dahulu kala. Legenda menceritakan
bahwa bahan perekat yang digunakan oleh nenek moyang saat membangun
bangunan fenomenal seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan di Indonesia,
jembatan di Cina atau bangunan kuno di India dn Pulu Buton meggunakan zat
putih telur, ketan atau aspal alami. Legenda tersebut menunjukkan bahwa fungsi
semen sudah dikenal sejak zaman dahulu kala.
Kata semen berasal dari kata caementum (bahasa Latin) yang artinya
“memotong menjadi bagian-bagian kecil yang tak beraturan”. Semen pertama
yang berbentuk bubuk ditemukan padaa zaman Kerajaan Romawi di daerah
Pozzuoli (dekat Napoli). Bubuk ini diberi nama pozzuolana. Bubuk yang digunka
sebagai bahan perekat dn penguat bangunan ini merupakan hasil campuran batu
kapur dan abu vulkanis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Semen Portland?
2. Bagaimana sejarah Semen Portland?
3. Apa saja sifat-sifat Semen Portland?
4. Apa saja bahan dasar Semen Portland?
5. Apa saja jenis-jenis Semen Portland?
6. Bagaimana proses pembuatan Semen Portland?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu Semen Portland.
2. Untuk mengetahui sejarah Semen Portland.
3. Untuk mengetahui sifat-sifat Semen Portland.

1
4. Untuk mengetahui bahan dasar Semen Portland.
5. Untuk mengetahui jenis-jenis Semen Portland.
6. Untuk mengetahui proses pembuatan Semen Portland.

1.3 Manfaat Penulisan


1. Bagi penulis sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang hal-hal
yang meliputi Semen Portland.
2. Bagi institusi/universitas dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
memperkaya perbendaharaan perpustakaan universitas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Semen Portland


Semen dapat didefinisikan sebagai material yang memiliki sifat adesif dan
kohesif, sehingga memungkinkannya untuk menyatukan bagian-bagian dari
mineral menjadi satu kesatuan. Pengertian Semen (cement) lainnya adalah hasil
industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan
lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa
padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang
mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping
adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan
lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida
(SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium
Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai
meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan
ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses
produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.
Dalam lingkup konstruksi, pengertian dari semen ini terbatas pada mineral
penyatu yang digunakan bersamaan dengan batu, pasir, bata, dan lainnya. Material
utama dari semen ini adalah campuran dari kapur. Semen dalam hubungannya
dengan beton, memiliki sifat akan setting dan hardening di dalam air akibat
adanya reaksi-reaksi kimia, dan oleh karena itu disebut sebagai semen hidraulis.
Semen hidraulis pada umumnya terdiri dari silicate dan alluminate yang
berasal dari kapur, dan dapat diklasifikasikan atas semen alam, semen Portland,
dan high-alumina cement. Pada bagian ini, akan lebih difokuskan pada
pembahasan semen portland, mengingat semen yang umum digunakan dalam
pembuatan beton merupakan semen jenis Portland.
Nama semen Portland berasal dari gabungan antara warna dan kualitas
dari semen yang berasal dari batu Portland – batu kapur yang ditambang di
Dorset. Pada saat ini, nama semen Portland terlah mendunia sebagai semen yang

3
diperoleh dengan cara mencampur calcareous dan argillaceous, atau silika,
alumina dan material yang teroksidasi oleh besi, kemudian dibakar pada
temperatur yang sangat tinggi, dan abunya diperhalus lagi. Semen Portland
merupakan semen yang dihasilkan dengan cara menghaluskn klinker yang terdiri
dari silikat kalsium yang bersifat hidrolisis dengan bahan tambahan berupa
gipsum.

2.2 Sejarah Portland


Sebelum semen yang kita kenal ditemukan, adukan perekat pada bangunan
di buat dari kapur padam, pozolan dan agregat (campuran ini sering disebut semen
alam). Dan kini bangunan yang menggunakan bahan perekat ini masih banyak
ditemukan di Italia. Campuran perekat tersebut tidaklah terlalu kuat, tapi
tergantung pula pada sifat pozolan yang di gunakan sebagai bahan perekat.
Pozolan adalah bahan yang terbentuk oleh debu dari letusan gunung berapi.
Kapur hidrolis pertama kali ditemukan oleh seorang sarjana sipil yang
bernama Jon Smeaton pada tahun 1756. Pada saat itu ia bertugas untuk
merehabilitasi menara api yang terletak di Eddystone. Ia mencoba
menggabungkan kapur padam dan tanah liat. Kemudian campuran itu ia bakar.
Setelah mengeras, bongkahan campuran tersebut di tumbuk hingga menjadi
tepung. Yang mana tepung tesebut dapat digunakan kembali dan dapat mengeras
di dalam air. Mulai dari percobaan inilah sifat-sifat kapur hidrolis mulai di kenal.
Namun perkembangan bahan yang ia temukan masihlah lambat dibandingkan
campuran kapur padam biasa.
Pada tahun 1796 penemuan ini kembali dikembangkan oleh James
Parker dari Norhfleed, Inggris. Ia mengembangkan campuran yang telah
ditemukan oleh Jon, perbedaan dari campuran yang di temukan Jon, batu kapur
yang digunakan James sebagai capuran adalah batu kapur yang mengandung
lempung. Seadngkan teknik yang di gunakannya sama dengan yang di lakukan
Jon. Pada tahun 1800 produk yang dikembangkan James berkembang pesat,
sehingga produknya di beri nama semen roman. Namun perkembangan tersebut
hanya bertahan hingga tahun 1850.

4
Di Inggris tukang batu yang bernama Joseph Aspdin dari kota Leeds,
mencampurkan kapur padam dengan tanah liat, kemudian ia bentuk jadi
gumpalan. Lalu di bakar dengan suhu kalsinasi (suhu dimana kapur dapat
meleleh) dan setelah itu di tumbuk hingga menjadi tepung. Ketika bahan
campuran tersebut mengeras, warna dari bahan berubah menjadi abu-abu. Warna
tersebut menyerupai bebatuan di wilayah Portland, maka Joseph memberi nama
hasil temuannya sebagai Semen Portland.
Tanggal 21 october 1824, semen Portland Joseph mendapat hak paten dari
raja Inggris. Walau pun demikian ia tetap merahasiakan bahan campuran yang ia
temukan, dan ia tidak memproduksinya secara masal. Setelah ia wafat,
pengembangan dan pemasaran secara masal semen ini di teruskan oleh anaknya
yang bernama William Joseph di Jerman. Tahun 1877 jerman melakukan
penelitian lebih lanjut terhadap semen Portland, hingga membentuk asosiasi
pengusaha dan ahli semen. 30 tahun kemudian asosiasi tersebut menyebar hingga
ke Inggris dan di Inggris Standard dari semen dibuat.
Sedangkan di Indonesia, Pabrik semen pertama berdiri tahun 1910 dengan
nama Sumatra Portland Work di Indarung dan sekarang bernama PT Semen
Padang. Pada tahun 1957 berdiri pabrik semen kedua di Gresik, Jawa Timur.
Dengan semakin pesatnya pembangunan di Indonesia, maka kebutuhan semen
meningkat. Hal inilah yang mendorong berdirinya pabrik-pabrik semen yang baru,
sehingga dapat mengisi kebutuhan semen dalam negeri dan mengurangi
ketergantungan pada semen impor. Hingga saat ini, semen masih menjadi salah
satu komoditi yang menguntungkan dan perkembangan industrinya cukup pesat.

2.3 Sifat-sifat Semen Portland


Kualitas semen portland ditentukan oleh sifat kimia senyawa utama dan
sifat fisika suatu massa yang dihasilkan.
a. Sifat Kimia
1. Loss On Ignition (LOI)
LOI menyatakan bagian dari zat yang akan terbebaskan sebagai gas pada
saat terpanaskan atau dibakar (temperature tinggi). Pada bahan baku umpan kiln

5
ini berarti semakin tinggi LOI-nya maka makin sedikit umpan kiln yang menjadi
produk clinker. Karena itu LOI bahan baku maksimal dipersyaratkan untuk
mengurangi inefisiensi proses karena adanya mineral-mineral yang dapat
diuraikan pada saat pembakaran. Komponen utama LOI adalah uap air yang
berasal dari kandungan air (moisture) dalam bahan baku (raw mix) dan gas
CO2 yang akan dihasilkan dari proses kalsinasi CaCO3.
2. Insoluble Residue (IR)
Yaitu impuiritis/zat pengotor yang tetap tinggal setelah semen
tersebut direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat.Insoluble
residue dibatasi untuk mencegah tercampurnya semen portland dengan bahan-
bahan alami lainnya yang tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika.
3. Modulus-modulus semen
Modulus-modulus semen digunakan sebagai dasar untuk menentukan jenis semen
yang akan diproduksi dan digunakan untuk menghitung perbandingan bahan baku
yang digunakan.
Ø Hydraulic Modulus
Umumnya nilai HM antara 1,7-2,3; makin tinggi nilai HM akan menyebabkan
keperluan panas untuk pembakaran makin banyak, kuat awal tinggi dan panas
hidrasi naik. Jika HM < 1,7 maka mutu semen rendah karena kekuatan semen
yang dimiliki kurang baik.
Ø Silica Ratio
Merupakan indikator tingkat kesulitan pembakaran raw material yang
menunjukkan perbandingan antara jumlah SiO2terhadap jumlah Fe2O3 dan
Al2O3. Silika ratio yang tinngi akan menurunkan liquid fase serta
meningkatkan burnability, sebaliknya SR kecil akan mengakibatkan
pembakaran clinkermudah dan pembentukan coating dalam kiln. Umumnya SR
berkisar 1,9-3,2 tetapi disarankan antara 2,3-3,7.
Ø Alumina Ratio
Harga AR biasanya 1,3-1,6; nilai yang tinggi akan mengakibatkan
berkurangnya komposisi fase cair dalam clinker sehingga menyulitkan proses
pembakaran. AR = 0,64 maka kedua oksida berada pada perbandingan BM-nya

6
sehingga hanya C4AF yang dapat terbentuk dalam clinkertanpa
C3A. Clinker ini dinamakan Ferrari Cement yang mempunyai panas hidrasi
rendah.
Ø Lime Saturation Factor
Merupakan jumlah maksimum CaO yang diperlukan untuk bereaksi dengan
oksida-oksida lain sehingga tidak terjadi freelime di clinker. Untuk mencapai
kejenuhan CaO yang sempurna maka seluruh CaO harus dikombinasikan
sebagai C3S, seluruh oksida besi harus berkombinasi dengan jumlah yang
ekivalen dengan alumina dalam C4AF dan sisa alumina harus berkombinasi
dalam C3A.
Bila AM < 0.64
Bila AR > 0.64
Ø Liquid Phase
Fase lelehan berkisar 20-30 % dan untuk semenportland 24-26%. Jumlah
lelehan yang terbentuk tergantung dari komposisi dan temperatur pembakaran.
Pada AR 1,63 lelehan mulai terbentuk pada suhu 12800C.
Pembentukanclinker berlangsung ketika telah mencapai temperatur sintering
dan dalam fasa cair.
b. Sifat Fisika
 Fineness (Kehalusan)
Kehalusan semen biasanya diukur dengan menggunakan luas permukaan
spesifik yang ditentukan dengan berbagai macam cara. Cara yang umm
dilakukan berdasarkan permeabilitas udara yang dikembangkan
oleh blaine. Kehalusan semen mempengaruhi kecepatan hidrasi, makin
halus semen maka kecepatan hidarasi semakin meningkat dan
mempercepat perkembangan kekuatan. Pengaruh kehalusan semen
terutama terhadap kuat tekan 7 hari pertama. Reaksi antara semen dan air
adalah reaksi heterogen.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap ukuran partikel semen adalah
distribusi ukuran grinding media, penggunaan grinding air, kadar gypsum,
komposisi dan struktur terak. Kehalusan partikel semen yang banyak

7
berperan terhadap kekuatan semen adalah ukuran sampai
30 micron sebesar 60%.
 Soundness (Kekekalan Volume/Kekenyalan)
Soundness adalah pengembangan atau pemuaian semen yang disebabkan
oleh freelime atau magnesium. Proses hidrasi terjadi apabila semen
bereaksi terhadap air yang mengakibatkan timbulnya pengerasan pasta
semen.
 Setting Time (Waktu Pengikatan)
Setting time ditentukan bila pasta semen telah mengalami setting(yang
telah mengental) dan hardening (yang telah mengeras) selama beberapa
jam. Pada reaksi semen C3A akan bereaksi paling cepat menghasilkan
CAH berbentuk gel dan bersifat kaku. Tetapi CAH akan
bereaksi dengan gypsum membentuk ettringite yang akan membungkus
permukaan CAH dan C3A sehingga reaksi C3A akan dihalangi dan
proses setting akan dicegah. Namun demikian lapisanettringite tersebut
karena adanya fenomena osmosis akan pecah dan reaksi hidrasi C3A akan
terjadi lagi, tetapi segera pula akan terbentukettringite yang baru kembali,
Proses ini akan menghasilkan setting time. Semakin banyak ettringite yang
teerbentuk maka setting timeakan makin panjang dan ini diperoleh dengan
adanya gypsum.
Setting pasta semen portland secara normal disebabkan oleh
pembentukan struktur yang dihasilkan oleh hidrasi mineral clinkerterutama
C3S dan C3A kecepatan reaksi C3A sangat cepat dengan air. Dikenal 2
macam setting time:
1. Initial setting time (waktu pengikatan awal) yaitu waktu mulai
adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana
adonan sudah mulai tidak workable.
2. Final setting time (waktu pengikatan akhir) yaitu waktu adonan
mulai terjadi sampai terjadi kekakuan penuh. Setting time awal
biasanya berkisar 2-5 jam dan setting time akhir 3-6 jam.

8
 Compressive Strength (Kuat Tekan)
Mengontrol kemampuan menerima beban tekan dari mortar yang
akan dibuat. Faktor yang mempengaruhi kuat tekan semen adalah
1. Komposisi kimia (kadar C3S, C2S, C3A, C4AF) dimana kuat tekan
sangat tergantung pada distribusi keempat mineral tersebut. C3S berperan
pada perkembangan kuat tekan terakhir, C4AF berperan dalam panas
hidrasi.
2. Reaktivitas mineral clinker (kondisi pembakaran kiln).
3. Distribusi alkali (kadar alkali dan SO3).
4. Panas Hidrasi
Apabila ke dalam semen ditambahkan air maka terjadilah reaksi
antara komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan reaksi
hidrasi yang akan menghasilkan senyawa-senyawa hidrat yang terdiri dari
kalsium silikat hidrat, calsium aluminat hidrat, calsium sulfuric aluminat
hydrat yang semuanya dalam bentuk gel. Kecepatan reaksi hidrasi harus
diketahui karena menentukan waktu pengikatan awal dan pengerasan
semen. Pengikatan awal harus cukup lambat agar adonan semen dapat
dihitung. Panas hidrasi yang tinggi akan mengakibatkan penguapan air
selama pembentukan pasta sehingga air tidak cukup membentuk pasta,
akibatnya terjadi rongga-rongga diantara agregat, yang menyebabkan
beton kurang kuat dan retak-retak.

2.4 Bahan Dasar Semen Portland


Dari definisi semen Portland sebelumnya, dapat diketahui bahwa semen
ini pada umumnya terbuat dari mineral kristal halus yang memiliki komposisi
akan kalsium dan aluminium silikat. Proses pembuatan semen ditekankan pada
penghancuran bahan baku, mencampurnya dalam proporsi tertentu, dan
membakarnya dalam sebuah rotary kiln (oven yang berotasi) pada temperatur
1400oC hingga material bercampur menjadi bola-bola yang disebut clinker.
Setelah itu, clinker didinginkan dan menjadi bubuk halus, dan dengan

9
penambahan gypsum menjadikannya semen Portland yang digunakan secara luas
di seluruh dunia. Bahan baku dari pembuatan semen Portland ini adalah :
1. Lime (CaO) – dari batu kapur
2. Silica (SiO2) – dari tanah liat
3. Alumina (Al2O3) – dari tanah liat
4. Presentase kecil akan Magnesia (MgO) dan oksida baja
Secara umum Bahan baku pembuatan semen adalah batu kapur, pasir
silika, tanah liat dan pasir besi. Total kebutuhan bahan mentah yang digunakan
untuk memproduksi semen yaitu:
-Batu kapur
Batu kapur merupakan sumber utama oksida yang mempumyai rumus
CaCO3 (Calcium Carbonat), pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4.
Batu kapur yang baik dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ±
5%, dan penggunaan batu kapur dalam pembuatan semen itu sendiri sebanyak ±
81 %.
- Pasir silika
Pasir silika memiliki rumus SiO2 (silikon dioksida). Pada umumnya pasir
silika terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin
putih warna pasir silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna
merah atau coklat, disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar
airnya yang tinggi. Pasir silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan
kadar SiO2 ± 90%, dan penggunaan pasir silika dalam pembuatan semen itu
sendiri sebesar ± 9%.
-Tanah liat
Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen
SiO2Al2O3.2H2O. Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar air ± 20
%, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46 %, dan penggunaan tanah liat dalam
pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 9%.
-Pasir besi
Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada
umumnya selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Fe2O3

10
berfungsi sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan terak semen. Kadar
yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe3O2 ± 75%-80%. Pada penggilingan
akhir digunakan gipsum sebanyak 3-5% total pembuatan semen. penggunaan pasir
besi dalam pembuatan semen itu sendiri sebesar ± 1%.

2.5 Jenis-jenis Semen Portland


Menurut SNI 15-2049-1994 dan ASTM C-150-1998, semen Portland
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu:
1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Tipe semen ini
paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran

2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)


Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi
yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah tertentu
dimana suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama
pengeringan agar tidak terjadiSrinkege (penyusutan) yang besar perlu
ditambahkan sifat moderat“Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini
disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan
landasan berat yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi
rendah juga merupakan pertimbangan utama.

3. Tipe III (High Early Strength)


Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang
tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.Semen tipe III ini dibuat
dengan kehalusan yang tinggi blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai
C3S nya juga tinggi. Beton yang dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe
III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama dengan kekuatan
yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari

11
semen Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan
semen portland tipe I pada umur 28 hari.

4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)


Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi
rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur Concrette (beton)
yang massive dan dengan volume yang besar, seprti bendungan, dam, lapangan
udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode
pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan
volume beton yang bisa menimbulkan cracking (retak). Pengembangan kuat tekan
(strength) dari semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland
tipe I.

5 Tipe V (Sulfat Resistance Cement)


Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton
pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi
seperti : air laut, daerah tambang, air payau dsb.

2.6 Proses Pembuatan Semen Portland


Pada pembuatan semen, proses awalnya yang berupa pencampuran bahan
dan penumbukan dapat dilakukan dalam dua kondisi, yaitu dalam keadaan kering
maupun basah. Oleh karena itu disebut proses ‘’kering’’ dan proses ‘’basah’’.
Pemilihan dari kedua proses ini dilakukan berdasarkan tingkat kekerasan bahan
baku yang digunakan dan kondisi kelembaban bahan bakunya. Proses pembuatan
semen pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Menghancurkan bahan baku yang terdiri dari Lime, Silica, Alumina, dan juga
dengan material minor lainnya, baik dalam keadaan basah maupun kering.
Dalam kondisi basah, bentuk ini dinamakan slurry.

12
2. Setelah dihancurkan, bahan-bahan ini dimasukkan ke dalam rotary kiln dari
bagian atas.
3. Selama panas didapatkan pada saat kiln beroperasi, bahan-bahan ini melewati
bagian atas dari kiln menuju bagian bawah dari kiln pada kecepatan yang
tertentu.
4. Temperatur dari campuran ini dinaikkan hingga pada titik permulaan fusion,
yang disebut dengan clinkering temperature. Temperatur ini terus dijaga
konstan hingga bahan-bahan menyatu dan membentuk bola-bola pada
temperatur 1500°C. Bola-bola ini, yang ukuirannya berkisar antara 1/16 hingga
2 inchi, disebut clinkers.
5. Clinker didinginkan kemudian diperhalus hingga berbentuk bubuk.
6. Pada saat penumbukan dilakukan, ditambahkan gypsum dengan presentase
yang kecil untuk mengontrol atau menghambat setting time dari semen ketika
berada di lapangan.
7. Semen portland yang sudah jadi ini langsung didistribusikan untuk dipasarkan.

-Proses basah
Pada proses basah, sebelum dibakar bahan dicampur dengan air (slurry)
dan digiling hingga berupa bubur halus. Proses basah umumnya dilakukan jika
yang diolah merupakan bahan-bahan lunak seperti kapur dan lempung. Bubur
halus yang dihasilkan selanjutnya dimasukkan dalam oven berbentuk silinder
yang dipasang miring (ciln). Suhu ciln ini sedikit demi sedikit dinaikkan dan
diputar dengan kecepatan tertentu. Bahan akan mengalai perubahan sedikit demi
sedikit akibat naiknya suhu dan akibatnya terjadi sliding di dalam ciln. Pada suhu
100 C air mulai menguap, pada suhu 850 C karbondioksida dilepaskan. Pada
suhu sekitar 1400 C, berlangsung permulaan perpaduan di daerah pembakaran,
di mana akan terbentuk klinker yang terdiri dari senyawa kalsium silikat dan
kalsium aluminat. Klinker tersebut selanjutnya didinginkan, kemudian dihaluskan
menjadi butir halus dan ditambah dengan bahan gipsum.

13
-Proses kering
Proses kering biasanya digunakan untuk jenis batuan yang lebih keras
misalnya untuk batu kapur jenis shale. Pada proses ini bahan dicampur dan
digiling dalam keadaan kering menjadi bubuk kasar. Selanjutnya, bahan tersebut
dimasukkan ke dalam ciln dan proses selanjutnya sama dengan proses
basah.Dalam pabrikasi akhir, semen portland digiling dalam kilang hingga halus
dan ditambah beberapa bahan tambahan. Bagai alir proses pabrikasi semen
portland dapat dilihat pada Gambar 2.1.

14
Reaksi antara air dengan semen dibedakan menjadi dua periode yaitu
periode pengikatan dan periode pengerasan. Periode pengikatan adalah peralihan
dari kondisi plastis ke kondisi keras. Kondisi pada periode pengikatan yaitu :
1. Kondisi pada saat semen mulai menjadi kaku setelah semen itu diaduk dengan
air.Kondisi ini disebut pengikatan awal.
2. Kondisi yang berlangsung antara permulaan semen menjadi kaku sampai saat
semen beralih ke kondisi keras dan padat, atau kondisi ini dapat diartikan disebut
waktu pengikatan .

15
Periode pengerasan adalah penambahan kekuatan setelah pengikatan
selesai. Pengerasan mula-mula berlangsung terus secara cepat, kemudian lebih
lambat untuk jangka waktu yang lama. Mengingat hal-hal tersebut diatas maka
pelaksanaan pengecoran harus dilaksanakan sebelum terjadinya pengikatan awal.
Spesifikasi untuk semen mensyaratkan bahwa awal pengikatan dari pasta semen
tidak boleh kurang dari satu jam setelah dicampur dengan air.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Semen Portland merupakan semen yang dihasilkan dengan cara
menghaluskn klinker yang terdiri dari silikat kalsium yang bersifat
hidrolisis dengan bahan tambahan berupa gipsum.
2. Kualitas semen portland ditentukan oleh sifat kimia senyawa utama dan
sifat fisika suatu massa yang dihasilkan.
3. Secara umum Bahan baku pembuatan semen adalah batu kapur, pasir
silika, tanah liat dan pasir besi.
4. Menurut SNI 15-2049-1994 dan ASTM C-150-1998, semen Portland
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu: Tipe I (Ordinary Portland Cement),
Tipe II (Moderate sulfat resistance), Tipe III (High Early Strength), Tipe
IV (Low Heat Of Hydration) dan Tipe V (Sulfat Resistance Cement).
5. Pada pembuatan semen, proses awalnya yang berupa pencampuran bahan
dan penumbukan dapat dilakukan dalam dua kondisi, yaitu dalam keadaan
kering maupun basah. Oleh karena itu disebut proses ‘’kering’’ dan proses
‘’basah’’.

3.2 Saran
Karena dalam makalah ini masih banyak kekurangan, kami selaku penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arief. 2013. Makalah Tentang Semen Portland.


http://ariefrvi.blogspot.com/2013/07/makalah-tentang-semen-
portland.html
Diakses pada tanggal 14 April 2019

Pratama Suci W.I, dkk. 2015. Pembuatan Kualitas Semen Portland Yang
Diperkaya Silikat Abu Ampas Tebu. Jurnal Fisika FMIPA Unhas. Hal. 2-3

Rudi. 2010. Sejarah Singat Semen Portland.


https://rdianto.wordpress.com
Diakses pada tanggal 14 April 2019

18

Anda mungkin juga menyukai