Anda di halaman 1dari 16

ESENSI GURU DALAM VISI-MISI

PENDIDIKAN KARAKTER
Oleh: Rahendra Maya*

Abstraks
Mohammad Natsir, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis yang
pernah menyatakan, “Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu
segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.”. Menurut rumus ini, dua
kata kunci kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan
bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang
dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para
pemimpin, orang tua dan juga pendidik. Guru adalah teladan. Guru adalah “digugu” (didengar)
dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab
soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.

Key Word: Guru, Visi, Misi, Karakter

A. PENDAHULUAN melainkan beralih sebagai pelatih (coach),


pembimbing (counselor), dan manajer
Dilihat dari aktualisasinya, pendidikan
belajar (learning manager). Sebagai
merupakan proses interaksi antara guru
pelatih, seorang guru akan berperan
(pendidik) dengan peserta didik (siswa)
seperti pelatih olahraga. Ia mendorong
untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan
siswanya untuk menguasai alat belajar,
yang ditentukan. Pendidik, peserta didik
memotivasi siswa untuk bekerja keras dan
dan tujuan pendidikan merupakan
mencapai prestasi setinggi-tingginya dan
komponen utama pendidikan. Ketiganya
membantu siswa menghargai nilai belajar
membentuk suatu triangle, yang jika
dan pengetahuan. Sebagai pembimbing
hilang salah satunya, maka hilang pulalah
atau konselor, guru akan berperan sebagai
hakikat pendidikan. Namun demikian,
sahabat siswa, menjadi teladan dalam
dalam situasi tertentu tugas guru dapat
diwakilkan atau dibantu oleh unsur lain pribadi yang mengundang rasa hormat dan
keakraban dari siswa. Sebagai manajer
seperti media teknologi, tetapi tidak dapat
belajar, guru akan membimbing siswanya
digantikan. Mendidik adalah pekerjaan
belajar, mengambil prakarsa dan mengeluar-
profesional. Karena itu, guru sebagai pelaku
kan ide-ide baik yang dimilikinya. Dengan
utama pendidikan merupakan pendidik
ketiga peran guru ini, maka diharapkan
profesional.1
para siswa mampu mengembangkan
Di sisi lain, guru masa depan tidak
potensi diri masing-masing, mengembang
tampil lagi sebagai pengajar (teacher),
kan kreatifitas, dan mendorong adanya
seperti fungsinya yang menonjol selama ini,
penemuan keilmuan dan teknologi yang

* Dosen Tetap Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir


Jurusan Ushuluddin STAI Al-Hidayah Bogor.
1
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi
Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia ,
Jakarta: Prenada Media, 2003, hlm. 135.

281
inovatif sehingga para siswa mampu  
bersaing dalam masyarakat global.2 

Atau dengan pernyataan lain dapat 
diungkapkan, bahwa seorang guru tidak 
hanya menjadi sumber informasi, ia juga 

dapat menjadi motivator, inspirator, 
3
dinamisator, fasilitator, katalisator , evalua-  
tor dan sebagainya.4   
Dalam perspektif ’Abd al-Majīd al-  

Bayānūnī, profesionalisme guru tersebut “Dia-lah yang mengutus kepada
setidaknya mencakup tiga ranah profesi- kaum yang buta huruf seorang Rasul
onalitas (muhimmah), yaitu (1) menyampai- di antara mereka, yang membacakan
kan dan memaparkan (tablīgh wa bayān); ayat-ayat -Nya kepada mereka,
(2) membina, mendidik dan menyucikan menyucikan mereka dan mengajarkan
mereka al-Kitab dan al-Hikmah (al-
(tarbiyah wa ta’līm wa taz-kiyah); dan (3)
Sunnah).
mengamalkan, mengimplementasikan dan Dan sesungguhnya mereka sebelum-
mengaktualisasikan (’amal wa tathbīq wa nya benar-benar dalam kesesatan
tanfīdz)5 , bukan semata menjadikan yang nyata.”
profesi guru hanya sebagai “sumber
penghasilan” demi mencari nafkah hidup Dan firman Allah dalam Q.S. Āli
atau untuk sekedar mengentaskan ’Imrān [3]: 164:
pengangguran diri.  

Tuntutan profesionalitas ini, tiada lain 

merupakan upaya maksimal dan optimal   
guru untuk merealisasikan firman Allah  
dalam Q.S. al-Jumu’ah [62]: 2 berikut: 
 
  
  
 


2
Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar:   
Menggagas Paradigma Baru Pendidikan,   
Jakarta: Paramadina dan PT Logos Wacana  
3
Ilmu, 2003, hlm. 39. “Sungguh Allah telah memberi
Lihat Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi karunia kepada orang-orang yang
Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, hlm.
147. beriman ketika Allah mengutus di
4
Bandingkan dengan fungsi guru (mu’allim) antara mereka seorang Rasul dari
yang dideskripsikan oleh ’Abd al-Karīm Bakkār golongan mereka sendiri, yang
sebagai pentransfer pengetahuan (mutsaqqaf), membacakan kepada mereka ayat-ayat
teladan (qudwah), pembimbing (murabbī) dan Allah, membersihkan (jiwa) mereka,
pembaharu pengetahuan atau pentransfer
pengetahuan yang up to date (mujaddid al- dan mengajarkan kepada mereka al-
ma’rifah). Lihat ’Abd al-Karīm Bakkār, Binā‘ Kitab dan al-Hikmah. Dan se-
al-Ajyāl, Riyadh: Maktab Majallah al-Bayān, sungguhnya sebelum (ke datangan
2002, hlm. 118-133. Nabi) itu, mereka adalah benar-
5
’Abd al-Majīd al-Bayānūnī, Risālah al- benar dalam kesesatan yang nyata.”
Mu’allim wa Ādāb al-’Ālim wa al-Muta’allim,
Beirut: Dār Ibn Hazm, 1420 H., hlm. 53-55.

282
Bila diperhatikan dengan seksama (ta’līm) dan pembelajarannya
kedua ayat di atas dan ayat lainnya6 , (ta‘dīb) selain beliau.”
ternyata mendidik merupakan tugas mulia
dan utama yang Allah amanahkan kepada Selain berkewajiban untuk
Nabi Muhammad dengan menjadikannya mengetahui keluhuran pendidikan
sebagai seorang pendidik (mu’allim), Rasulullah , maka guru Muslim juga
bahkan beliau sendiri dikategorikan adalah berkewajiban untuk meneladani pelbagai
pendidik pertama (al-mu’allim al-awwal) model pengajaran dan metodologi
yang telah berhasil mengajarkan dan pembelajarannya serta harus mengajarkan
mendidik para Sahabatnya hingga berhak anak didiknya untuk ittibā’ kepadanya, tidak
untuk dijadikan sebagai panutan dan hanya dalam ranah pendidikan secara
teladan (qudwah hasanah).7 spesifik bahkan dalam berbagai aspek
Karena itu, setelah mengalami kehidupan lainnya secara general, termasuk
langsung dan menyelami model pendidikan dalam penyemaian, penanaman dan
Rasulullah serta mengetahui pengakuan pembiasaan karakter yang baik, bahkan
Allah terhadapnya, Mu’āwiyah ibn al- secara masif dan massal.
Hakam al-Sullamī menyatakan8 :
B. VISI-MISI PENDIDIKAN KARAKTER
‫ ما رأيت معلما أحسن‬،‫فبأيب وأمي رسول هللا‬
Pendidikan, salah satu hakikatnya
.‫تعليما وال أتديبا منه‬
adalah mengubah karakter peserta atau anak
“Aku korbankan bapak dan ibuku didik agar sesuai dengan karakter sistem
untuk Rasulullah, aku belum
pernah menemukan orang yang sosial yang sedang berjalan. Proses
sangat baik dalam pengajaran perubahan karakter itu bisa dilakukan
melalui pendidikan teori dan praktek.
Pendidikan teori berorientasi pada
6
Yaitu firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah [2]: meningkatkan daya nalar (pengetahuan
151 berikut: rasional atau ketrampilan intelektual, atau
 
   ketrampilan berpikir), sedangkan praktek
  berorientasi pada meningkatkan ketrampilan

 bekerja atau ketrampilan bertindak.


Perubahan karakter peserta didik
 merupakan suatu proses yang harus
  
  didukung oleh alat kerja, metode kerja,
 modal kerja, tenaga pendidik, informasi,
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan
nikmat Kami kepada kalian) Kami telah mengutus
kepemimpinan dan organisasi pendidikan.9
kepada kalian seorang Rasul di antara kalian Inilah kemungkinan besar yang menjadi
yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian titik tolak bagi model pendidikan karakter
dan menyucikan kalian dan mengajarkan
kepada kalian al-Kitab dan al-Hikmah, serta
menga-jarkan kepada kalian apa yang belum
kalian ketahui.”
7
Fu‘ād al-Syalhūb, al-Mu’allim al-Awwal
9
Qudwah li Kulli Mu’allim wa Mu’allimah , Darsono Prawironegoro, Filsafat Ilmu
Riyadh: Dār al-Qāsim, 1417 H., hlm. 8. Pendidikan: Kajian tentang Pengetahuan yang
8
Lihat Muhammad ibn ’Abd Allah al-Duwaisy, Disusun Secara Sistematis dan Sistemik dalam
al-Mudarris wa Mahārāt al-Taujīh, Riyadh: Dār Membangun Ilmu Pendidikan, Jakarta: Nusantara
al-Wathan, 1416 H., hlm. 22-23. Consulting, 2010, hlm. 153.

283
sebagai alternatif, setidaknya untuk saat ini umat manusia11 , yang berarti telah ada
dan bahkan hingga kini. sebelum beliau diutus.
Dari sini dapat disintesakan bahwa Dalam hal ini, Nabi Muhammad
perubahan karakter merupakan hakikat dari bersabda:
sebuah pendidikan, dan itu pulalah yang ‫إمنا بعثت ألمتم مكارم األخالق‬
menjadi visi-misi utama dari pendidikan “Sesungguhnya aku diutus untuk
karakter yang ramai menjadi trend dalam mereformasi akhlak (karakter) yang
topik perbincangan. Spesifiknya sejak baik.” (HR. al-Bukhārī dalam al-Adab
diluncurkan oleh pemerintah sebagai al-Mufrad, Ibn Sa’d, al-Hākim,
kebijakan pendidikan nasional dan program Ahmad, Ibn ’Asākir dan Mālik)12
pendidikan alternatif dan solutif, tepatnya
saat Presiden Republik Indonesia Susilo Dalam kajian para ulama, terdapat
Bambang Yudhoyono mencanangkannya dua arus pemikiran besar (mainstream)
pada puncak Peringatan Hari Pendidikan tentang diskursus karakter (akhlak) dalam
Nasional tahun 2010 di Istana Negara, aspek ontologisnya.
Pendidikan Karakter menjadi isu hangat Pertama, perspektif yang menyata-
kan bahwa karakter (akhlak) merupakan
yang menggelinding semakin membesar
seperti bola salju dan ramai dibicarakan10 , sifat atau watak bawaan manusia yang tidak
seakan sebelumnya belum pernah diper- dapat dirubah (tsābitah fī al-insān lā
bincangkan dan tidak pernah ada sedikit yumkinu an tataghay-yara), sebagai suatu
“karakter” yang dimiliki dan diwariskan dari perangai yang bersifat instingtif (gharā‘iz
generasi ke generasi, atau belum pernah ada futhira ’alaihā) dan tabiat yang bersifat
model pendidikan yang “serupa” atau kodrati (thabā‘i’ jubila ’alā al-tahallī
sebenarnya hampir sama “persis”. bihā).
Secara teoritis-filosofis, karakter Kedua, perspektif yang menyatakan
(baca: akhlak) dalam perspektif Islam bahwa karakter (akhlak) sebagai sebuah
sebenarnya telah ada sejak Nabi
Muhammad diutus Allah untuk
11
menjadi Nabi dan Rasul, dimana di antara Istilah karakter sebenarnya semakna dengan
akhlak. Hanya saja, jika akhlak secara tegas
tujuannya yang paling urgen adalah untuk bersum-berkan al-Qur’an dan as-Sunnah, maka
mereformasi dan merestorasi karakter atau karakter lebih bersumberkan konstitusi,
akhlak baik (tatmīm makārim al-akhlāq) masyarakat dan keluarga, yang di Indonesia
sendiri bisa saja bersumberkan pula kepada al-
Qur’an dan as-Sunnah. Lihat Sofyan Sauri,
Filsafat dan Teosofat Akhlak , Bandung: Rizqi
10
Pemberitaan ramai tentang hal ini, lihat Muchlas Press, 2011, hlm. 7.
Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Dalam versi yang banyak menjadi mainstream
Pendi-dikan Karakter, Bandung: Remaja diskursus, dinyatakan bahwa terma pendidikan
Rosdakarya dan Universitas Negeri Surabaya, karakter di Indonesia dicetuskan pertama kali
2011, hlm. 6-9; Maswardi Muhammad Amin, oleh Ratna Megawangi dan Muhammad Nuh,
Pendidikan Karakter Anak Bangsa, Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Lihat
Baduose Media, 2011, hlm. 29; Fatchul Mu’in, Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis
Pendidikan Karakter Konstruksi Teori & Praktik: al-Qur‘an, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
Urgensi Pendidikan Progresif dan Revitalisasi 2012, hlm. x; E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan
Peran Guru dan Orangtua, Jogjakarta: ar-Ruzz Karakter, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011, hlm. 5.
12
Media, 2011, hlm. 323; dan Masnur Muslich, Lihat Muhammad Nāshir al-Dīn al-Albānī,
Pendidikan Karakter Men-jawab Tantangan Silsilah al-Ahādīts al-Shahīhah wa Syai‘un min
Krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara, Fiqhihā wa Fawā‘idihā, Riyadh: Maktabah al-
2011, hlm. 17-18. Ma’ārif, 1995, vol. 1, hlm. 112.

284
keadaan yang dapat diubah atau akan akhlak buruk atau tidak baik dengan
mengalami perubahan.13 akhlak baik, menjadikan akhlak baik
Terlepas dari kedua perspektif yang tersebut sebagai sebuah budaya atau
kontradiktif dan walaupun perspektif kedua kebiasaan yang diaktualisasikan secara
lebih valid (shahīh) dan faktual individual dan dikontekstualisasikan secara
14
(shawāb) , dapat disintesakan bahwa komunal hingga pada akhirnya dapat
karakter (akhlak) secara general dapat menjadi karakter masif yang dominan dan
diklasifikasi-kan menjadi dua varian utama, menjadi kebiasaan (habituasi) dari sebuah
yaitu (1) karakter atau akhlak bawaan generasi atau bangsa.
(akhlāq fithriyyah); dan (2) karakter atau C. ESENSI GURU DALAM
akhlak sebagai hasil sebuah “proses” PENDIDIKAN KARAKTER
(akhlāq muk-tasabah).15 Hal ini selaras
dengan terminologi karakter atau akhlak Dalam dunia pendidikan maupun
seperti yang dikemukakan oleh ’Abd al- dalam pengajaran dan pembelajaran, guru
Rahmān al-Maidānī berikut: merupakan faktor utama dan aktor penting
yang menentukan keberhasilan atau
‫صفة مستقرة يف النفس فطرية أو مكتسبة ذات آاثر‬
kegagalan prosesnya, bukan sekadar
.‫يف السلوك حممودة أو مذمومة‬ penentu keberlangsungannya semata. Tidak
“Sifat atau karakter yang melekat hanya memberikan pengajaran atau
erat dalam jiwa seseorang, bersifat melakukan transfer of knowledge, guru
bawaan kodrati maupun sebagai juga harus mewarnai karakter anak
hasil proses, yang memiliki pengaruh
didiknya, atau transfer of value, yang
faktual dalam tingkah laku, baik
bersifat terpuji maupun tercela.”16 melibatkan berbagai domain pendidikan,
yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik
Dari sini dapat dinyatakan bahwa serta terkait dengan beragam varian
visi-misi pendidikan karakter adalah upaya kecerdasan, baik kecerdasan intelek-tual
keras dan usaha maksimal untuk (IQ), emosional (EI) maupun kecerdasan
menumbuhkembangkan karakter atau spiritual (SI) atau bahkan kecerdasan
akhlak baik, membuang atau merubah majemuk (MI) sekalipun.
Karena demikian sentral dan
urgennya esensi guru secara general, maka
13
Muhammad ibn Ibrāhīm al-Hamd, Sū‘u al- tidak salah bila ada ungkapan yang
Khulq: Mazhāhiruhu, Asbābuhu, ’Ilājuhu, Arab menyatakan bahwa guru adalah “jantung”
Saudi: Wizārah al-Syu‘ūn al-Islāmiyyah wa al-
Auqāf wa al-Da’wah wa al-Irsyād, 1425 H., hlm. pendidikan dan “ujung tombak” serta
75. “garda terdepan” dalam pencapaian
14
Lihat al-Hamd, Sū‘u al-Khulq: Mazhāhiruhu, keberhasilannya. Sedangkan dalam pen-
Asbābuhu, ’Ilājuhu, hlm. 75-78; dan Shālih ibn
’Abd Allah ibn Humaid, et.al., Mausū’ah didikan karakter secara spesifik, guru adalah
Nadhrah al-Na’īm fī Makārim Akhlāq al-Rasūl “kunci utama” bagi penanaman dan
al-Karīm, Jeddah: Dār al-Wasīlah, 2004, hlm.
121.
internalisasi pendidikan karakter kepada
15
Muhammad Rabī’ Muhammad Jauharī, anak didik di sekolah formal atau dalam
Akhlāqunā, Madinah: Maktabah Dār al-Fajr al- institusi pendidikan lainnya.
Islāmiyyah, 2006, hlm. 53-54.
16
’Abd al-Rahmān Hasan Habanakah al-Maidānī, Ringkasnya, dalam sosialisasi dan
al-Akhlāq al-Islāmiyyah wa Ususuhā, internalisasi pendidikan karakter, esensi,
Damaskus: Dār al-Qalam dan al-Dar al-
peran dan fungsi guru bersifat multifungsi
Syamiyyah Beirut, 1999, vol. 1, hlm. 10.

285
dan memiliki kompleksitas yang membaca, memanfaatkan dan mengem-
bervariasi. Ia berfungsi tidak hanya bangkan peluang secara produktif dan
sebagai pendidik, tapi juga sebagai kompetitif.19
pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, 2. Inspirator
pembaharu (inovator), model dan teladan, Sosok guru inspirator adalah guru
pribadi, peneliti, pendorong kreatifitas, yang mampu membangkitkan semangat
pembangkit pandangan, pekerja rutin, untuk maju dengan menggerakkan segala
pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, potensi yang dimiliki untuk meraih prestasi
emansipator, evaluator, pengawet dan spektakuler bagi diri dan masyarakat. Ia
sebagai kulminator17 , yang berarti mampu membangkitkan semangat karena
memiliki kompleksitas peran dan fungsi sudah pernah jatuh bangun dalam meraih
yang beragam. prestasi dan kesuksesan yang luar biasa;
Adapun deskripsi rinci dari peran, dan hal ini diharapkan dapat meng-
fungsi dan esensi guru yang paling utama inspirasi anak didik untuk meniru dan
dalam pendidikan karakter sebagai agen mengem-bangkannya, atau paling minimal
pembelajaran (learning agent) adalah18 : mampu mengobarkan semangat belajarnya.

1. Keteladanan
Keteladanan merupakan faktor mutlak 19
Dalam pendidikan Islam, esensi guru sebagai
yang harus dimiliki oleh guru. Dalam teladan dan panutan diklasifikasi sebagai sarana
pendidikan karakter, keteladanan guru yang paling efektif, media yang paling dekat
berupa konsistensi dalam menjalankan kepada kesuksesan dan metode yang paling
ampuh menghantarkan kepada keberhasilan.
perintah agama dan menjauhi larangan- Uraian dan penjelasannya serta contoh teladan
larangannya; kepedulian terhadap nasib dari Nabi dalam pengajaran baik melalui
contoh nyata maupun perbuatan aplikatif, lihat
orang-orang tidak mampu; kegigihan dalam dalam Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode
meraih prestasi secara individu dan sosial; Ahlus Sunnah wal Jamaah, Surabaya: Pustaka
ketahanan dalam menghadapi tantangan, eLBA, 2012, hlm. 426-436; ’Abd al-Ghaffār
’Azīz, Fann al-Da’wah al-Islāmiyyah wa
rintangan dan godaan; serta kecepatan Qawā’id Tathbīqihā, Riyadh: Maktabah al-
dalam bergerak dan beraktualisasi. Selain Rusyd, 2006, hlm. 56-58; Khālid ibn Hāmid al-
Hāzimī, Ushūl al-Tarbiyah al-Islāmiyyah,
itu, dibutuhkan pula kecerdasan guru dalam Riyadh: Dār ’Ālam al-Kutub, 2000, Fadhl Ilahi,
Bersama Rasulullah Mendidik Generai: 45
Pola Pengajaran Rasulullah , Jakarta: Pustaka
17
Lihat Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Imam asy-Syafi’i, 2010, hlm. 377-386; hlm. 151-
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan 157; Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan
Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
Rosdakarya, 2008, hlm. 37. Jakarta: Gema Insani, 2004, hlm. 260-268; M.
18
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Furqon Hidayatullah, Guru Sejati: Membangun
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Insan Berkarakter Kuat & Cerdas, Surakarta:
Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Yuma Pustaka, 2010, hlm. 100-120; Mahmud al-
Rosdakarya, 2008, hlm. 37-65; Jamal Ma’mur Khal’awi dan Muhammad Said Mursi, Mendidik
Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendi- Anak dengan Cerdas, Sukoharjo: Insan Kamil,
dikan Karakter di Sekolah, Jogjakarta: Diva 2007, hlm. 89-101; al-Hamd, Bersama Para
Press, 2011, hlm. 74-84; Barnawi & Mohammad Pendidik Muslim, Jakarta: Darul Haq, 2002, hlm.
Arifin, Etika & Profesi Kependidikan, 31-34; dan Muhammad Syafii Antonio dan Tim
Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2012, hlm. 70-108; Tazkia, Ensiklopedia Leadership & Manajemen
dan Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Muhammad SAW “The Super Leader Super
dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Manager”: Sang Pembelajar dan Guru
Teoritis Psikologis, Jakarta: PT Rineka Cipta, Peradaban, Jakarta Selatan: Tazkia Publishing,
2010, hlm. 43-49. 2012, hlm. 49-49.

286
3. Motivator a) Mengembangkan
Guru sebagai motivator berarti profesionalismenya secara
mampu membangkitkan spirit, etos kerja berkelanjutan dalam melaku-kan
dan potensi yang luar biasa dalam diri setiap ta’līm, tarbiyah, irsyād, tadrīs,
anak didik yang memiliki bakat spesifik dan ta‘dīb, tazkiyah dan tilāwah;
berbeda dengan orang lain. Yaitu mampu b) Mengembangkan pengetahuan
melahirkan potensi tersebut ke permukaan teoritis, praktis dan fungsional bagi
dengan banyak berlatih, mengasah peserta didik;
kemampuan dan mengembangkan potensi c) Menumbuhkembangkan kreativitas,
dengan semaksimal mungkin. Salah satu potensi-potensi dan atau fitrah peserta
upayanya yang efektif adalah dengan didik;
menyediakan wahana aktualisasi sebanyak d) Meningkatkan kualitas akhlak dan
mungkin, misalnya melalui lomba, pentas kepribadian, dan/atau menumbuh
seni dan lain sebagainya, karena semakin kembangkan nilai-nilai insani dan
banyak praktik yang dijalankan, maka akan nilai Ilahi;
semakin baik pula dalam upaya melahirkan e) Menyiapkan tenaga kerja yang
dan mengembangkan potensi. produktif;
f) Membangun peradaban yang berkua-
4. Dinamisator
litas (sesuai dengan nilai-nilai Islam)
Sebagai dinamisator, guru tidak
di masa depan;
hanya bertugas membangkitkan semangat,
g) Membantu peserta didik dalam
tapi juga menjadi lokomotif yang benar-
penyucian jiwa sehingga ia kembali
benar mendorong gerbong ke arah tujuan
kepada fitrahnya;
dengan kecepatan, kecerdasan dan kearifan
yang tinggi. h) Mewariskan nilai-nilai Ilahi dan nilai-
nilai insani kepada peserta didik.
5. Evaluator Dalam pendidikan karakter, kedelapan
Artinya guru harus selalu meng- esensi dan tugas guru tersebut ternyata
evaluasi metode pembelajaran yang selama tidaklah bertentangan bahkan dapat
ini dipakai dalam pendidikan karakter. Di diterapkan dengan lebih baik, kompetitif
samping itu, guru juga mampu meng- dan profesional lagi.
evaluasi sikap perilaku yang ditampilkan,
sepak terjang dan perjuangan yang D. KARAKTER GURU TELADAN
digariskan dan agenda yang direnca-nakan.
Dalam Bahasa Indonesia, guru
Sedangkan dalam perspektif
diartikulasikan sebagai “orang yang
Muhaimin berdasarkan pelbagai istilah
pekerjaannya (mata pencahariannya,
pendidikan dalam Islam, maka menurutnya 21
profesi nya) mengajar”. Sedangkan
esensi dan tugas guru adalah20 :
dalam pandangan masyarakat, guru adalah
orang yang melaksanakan pendidikan di
20
Hal ini disesuaikan dan selaras dengan
penyebutan atau term guru dalam literatur Islam, 179-180; dan Muhaimin, Wacana
antara lain sering diungkapkan dengan term Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta:
ustādz, mu’allim, murabbī, mursyid, mudarris dan Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 216-217.
21
mu‘addib. Lihat Muhaimin, Pemikiran dan Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, hlm. Gra-media Pustaka Utama, 2008, hlm. 469.

287
tempat-tempat tertentu, tidak mesti di Kompetensi yang dimaksud adalah
lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga kompetensi umum berdasarkan PPRI
di masjid, surau/mushala, rumah dan Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru,
sebagainya22 .23 Bagian Kesatu: Kompetensi, Pasal 3, terdiri
Namun kini, artikulasi dari term guru dari:
tersebut boleh jadi harus diformulasikan a. Kompetensi Pedagogik yang
ulang, karena fungsi, tugas dan peran guru merupakan kemampuan guru dalam
sangatlah kompleks, tidak sekedar menjadi- pengelolaan pembelajaran peserta
kan profesi guru sebagai lahan pekerjaan didik, meliputi (1) pemahaman wawas-
semata, spesifiknya di tengah arus an atau landasan kependidikan; (2)
kompetisi, modernisasi dan globalisasi pemahaman terhadap peserta didik; (3)
serta krisis karakter yang melanda dunia pengembangan kurikulum atau
pendidikan dan kehidupan berbangsa silabus; (4) perancangan pem-
seperti saat ini. belajaran; (5) pelaksanaan pem-
Terkait dengan masifnya sosialisasi belajaran yang mendidik dan
pendidikan karakter yang kini menjadi dialogis; (6) pemanfaat an teknologi
andalan pemerintah dalam memajukan pembelajaran; (7) evaluasi hasil
dunia pendidikan, peran dan fungsi guru pun belajar; dan (8) peng-embangan
menjadi semakin penting dan urgen agar peserta didik untuk meng-
para guru tersebut dapat menyelenggarakan aktualisasikan berbagai potensi yang
pendidikan dan pembe-lajaran serta mampu dimilikinya.
membangun karakter anak didiknya. b. Kompetensi Kepribadian, meliputi (1)
Karena itu, guru pun harus memiliki beriman dan bertakwa; (2) berakhlak
berbagai karakter baik yang menjadikannya mulia; (3) arif dan bijaksana; (4)
layak mengemban amanah untuk demokratis; (5) mantap; (6) ber-
membang-un karakter dan pantas untuk wibawa; (7) stabil; (8) dewasa; (9)
dijadikan teladan dalam berkarakter, antara jujur; (10) sportif; (11) menjadi
lain berdasarkan tata nilai serta norma- teladan bagi peserta didik dan
norma universal dan atau nasional yang masyarakat; (12) secara objektif
umum berlaku, yaitu mencakup landasan mengevaluasi kinerja sendiri; dan
karakter berikut:
1. Kompetensi sebagai karakter utama
guru24 . Zainal Aqib, Menjadi Guru Profesional
Berstandar Nasional, Bandung: Penerbit Yrama
Widya, 2009, hlm. 60-62; Martinis Yamin dan
Maisah, Standarisasi Kinerja Guru, Jakarta:
22
Djamarah, Guru & Anak Didik dalam Interaksi Gaung Persada Press, 2010, hlm. 8-15; Syaiful
Edukatif: Suatu Pendekatan Teoritis Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan
Psikologis, hlm. 31. Tenaga Kependidikan: Pember-dayaan Guru,
23
Pengertian atau artikulasi guru secara luas dan Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam
variatif, lihat Mahmud dan Ija Suntana, Manajemen Sekolah, Bandung: Alfabeta, 2009,
Antropologi Pendidikan, Bandung: CV Pustaka hlm. 29-41; Jejen Musfah, Peningkatan
Setia, 2012, hlm. 153-173. Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan
24
Uraian lengkap dan menarik tentang empat Sumber Belajar Teori dan Praktik , Jakarta:
kompetensi guru ini, lihat Agus Wibowo dan Kencana Prenada Media Group, 2011, hlm. 30-
Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter: Strategi 58; dan Barnawi & Mohammad Arifin, Etika &
Membangun Kompetensi & Karakter Guru, Profesi Kependidikan, hlm. 109-181.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, hlm. 99-125; .

288
(13) mengembangkan diri secara Yang dimaksud soft skills dalam
mandiri dan berkelanjutan. konteks ini adalah kemampuan di luar
c. Kompetensi Sosial yang merupakan kemampuan teknis dan akademis, yang
kemampuan guru sebagai bagian dari lebih mengutamakan pada kemampuan
masyarakat, meliputi (1) intrapersonal dan inter-personal, yang
berkomuni-kasi lisan, tulis, dan/ dimiliki oleh seseorang spesifiknya guru
atau isyarat secara santun; (2) melalui proses pembelajaran maupun proses
menggunakan teknologi komunikasi pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
dan informasi secara fungsional; (3) Secara ringkas, kemampuan intra-
bergaul secara efektif dengan peserta personal mencakup aspek kesadaran diri
didik, sesama pendidik, tenaga (self aware-ness) yang di dalamnya
kependidikan, pimpinan satuan tercakup: (a) kepercayaan diri; (b)
pendidikan, orang tua atau wali kemampuan untuk melakukan penilaian
peserta didik; (4) bergaul secara diri; (c) pembawaan; dan (d) kemampuan
santun dengan masyarakat sekitar mengendalikan emosional. Kemampuan
dengan mengindahkan norma serta intrapersonal juga mencakup aspek
sistem nilai yang berlaku; dan (5) kemampuan diri (self skill), yang di
menerapkan prinsip persaudaraan dan dalamnya tercakup: (a) upaya peningkatan
semangat kebersamaan. diri; (b) kontrol diri dapat dipercaya; (c)
d. Kompetensi Profesional yang dapat mengelola waktu dan kekuatan; (d)
merupakan kemampuan guru dalam proaktif; dan (e) konsisten.
menguasai pengetahuan bidang ilmu Sementara kemampuan interpersonal
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni mencakup aspek kesadaran sosial (social
dan budaya yang diampunya, awareness) yang meliputi: (a) kemampuan
meliputi penguasaan (1) materi kesadaran politik; (b) pengembangan aspek-
pelajaran secara luas dan mendalam aspek yang lain; (c) berorientasi untuk
sesuai dengan standar isi program melayani; dan (d) empati. Dalam
satuan pendidikan, mata pelajaran kemampu-an interpersonal juga mencakup
dan/atau kelompok mata pelajaran aspek kemampuan sosial (social skill) yang
yang akan diampu; dan (2) konsep meliputi: (a) kemampuan memimpin; (b)
dan metode disiplin keilmuan, mempunyai pengaruh; (c) dapat berko-
teknologi, atau seni yang relevan yang munikasi; (d) mampu mengelola konflik;
secara konseptual menaungi atau (e) kooperatif dengan siapapun; (f) dapat
koheren dengan program satuan bekerjasama dengan tim; dan (g) bersinergi.
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau Kedalaman penguasaan seorang guru
kelompok mata pelajaran yang akan terhadap soft skills, selain berdampak
diampu. kepada efektifitas pengajaran dan
signifikan terhadap proses pembelajaran
2. Soft skills sebagai karakter guru25 . anak didik di kelas juga dapat
meningkatkan pemaham-an mereka

25
Lihat Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru
Berkarakter: Strategi Membangun Kompetensi &
Karakter Guru, hlm. 127-140; dan Siti Suwadah Paripurna, Bandung: Alfabeta, 2011, hlm. 109-
Rimang, Meraih Predikat Guru dan Dosen 122.

289
terhadap pengetahuan yang sedang yang baik serta terbiasa berpikir
dipelajari semakin meningkat. hanya untuk yang baik saja.
Selain itu, bagi guru sendiri, b) Melalui reasoning the good anak
kecakapan soft skills memiliki banyak didik mengetahui alasan dan hikmah
manfaat, antara lain (a) membantu para mengapa dia harus berkata, berbuat
guru membuat keputusan dengan lebih dan berperilaku baik atau
baik; (b) meningkatkan kemampuan para berkarakter, tidak sekedar menghafal
guru menyelesaikan berbagai masalah dan mengetahuinya semata.
yang dihadapinya; (c) terjadinya inter- c) Berlandaskan feeling the good anak
nalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor didik diharapkan akan selalu
motivasional dan timbulnya dorongan mencintai karakter yang baik.
dalam diri guru untuk terus meningkatkan d) Dengan acting the good anak didik
kemampuan kerjanya; (d) peningkatan langsung mempraktekkan karakter
kemampuan guru untuk mengatasi stress, yang baik dan terbiasa dengannya.
frustrasi dan konflik yang pada girlirannya Sebagai catatan penting terkait dengan
memperbesar rasa percaya pada diri sendiri; karakter guru teladan, bagi guru Muslim
dan (e) lahirnya kepekaan guru dalam karakter guru teladan tersebut di atas selain
merasa dan menyelesaikan perma-salahan harus dimiliki secara baik dan profesional,
anak didiknya. namun harus pula dicermati dan dianalisa
secara kritis; yaitu harus diselaraskan
3. Mengetahui dan memahami main-
dengan tata nilai dan norma Islam
stream pendidikan karakter serta hal-
karakter yang bertentangan dengan tata
hal urgen yang terkait dengannya
nilai dan norma-norma Islam harus
sebagai landasan karakter guru.
diluruskan atau diislamikan terlebih
Spesifiknya adalah yang berkaitan
dahulu. Karena term karakter dan
dengan pilar utama pendidikan karakter,
pendidikan karakter yang banyak
yaitu (1) knowing the good; (2) reasoning the
diwacanakan selama ini secara filosofis
good; (3) feeling the good; dan (4) acting the
berlandaskan kepada karakter sekular dan
good 26 , dimana pembentukan karakter
umum yang dianggap sebagai tata nilai
dapat direalisasikan melalui proses berikut:
a) Karena knowing the good anak didik universal (common platform)27 , atau
mengetahui nilai, norma dan karakter
27
Misalnya dalam perspektif Thomas Lickona yang
dikenal sebagai salah satu pencetus awal
pendidikan karakter di dunia, ia sangat meyakini
bahwa karakater atau esensi kebajikan
26
Uraian lebih tentang pilar pendidikan karakter, didasarkan secara filosofis kepada ajaran Yunani
lanjut lihat Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: kuno berupa sepuluh unsur kebajikan, yaitu (1)
Peng-integrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter kebijaksanaan; (2) keadilan; (3) keberanian; (4)
dalam Mata Pelajaran, Yogyakarta: Familia, pengendalian diri; (5) cinta; (6) sikap positif;
2011, hlm. 31-32; Akhmad Muhaimin Azzet, (7) bekerja keras; (8) integritas; (9) syukur; dan
Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia: (10) keren-dahan hati. Dan bila diklasifikasi
Revitalisasi Pendidikan Karakter terhadap menjadi komponen karakter yang baik, maka
Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa , berupa (1) pengetahuan moral, terdiri dari (a)
Yogyakarta: ar-Ruzz Media, 2011, hlm. 27; kesadaran moral; (b) pengetahuan moral; (c)
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan penentuan perspektif; (d) pemikiran moral; (e)
Karakter Perspektif Islam, Bandung: PT peng-ambilan keputusan; dan (f) pengetahuan
Remaja Rosdakarya, 2011, hlm. 31-36; dan pribadi; (2) perasaan moral, terdiri dari (a) hati
buku-buku lainnya yang sejenis. nurani; (b) harga diri; (c) empati; (d) mencintai

290
karakter yang masih kabur dan belum Tetapi, bagi Muslim, berkarakter saja
jelas28 , sehingga harus dilakukan Islamisasi tidaklah cukup. Beda antara Muslim
karakter. dengan non-Muslim meskipun sama-
E. GURU BERKARAKTER ISLAMI sama berkarakter adalah pada konsep
SEBUAH KENISCAYAAN adab. Yang diperlukan oleh kaum
Muslim Indonesia bukan hanya menjadi
Selain karakter guru teladan
seorang yang berkarakter, tetapi harus
sebagaimana tersebut di atas, karakter
menjadi seorang yang berkarakter dan
Islami merupakan karakter utama yang
beradab.”30
sepatutnya diperhatikan oleh setiap guru
Muslim karena termasuk yang paling urgen
Persoalan urgensitas dan kemuliaan adab
dan memiliki landasan teologis-filosofis
inilah agaknya yang menjadikan para
yang sangat jelas, sebagaimana yang
ulama klasik sering mengelaborasinya
diungkapkan oleh Adian Husaini berikut
sebagai tema sentral dalam karya master-
ketika mengkritik kesimpulan Doni
piece mereka tentang pendidikan Islam,
Koesoema yang menyatakan bahwa nilai
spesifiknya yang terkait dengan karakter
agama tidak dapat dipakai sebagai pedoman
guru dan anak didik.31
pengatur dalam masya-rakat yang plural:
Dalam perspektif Muhammad al-Duwaisy,
“Bagi Muslim, nilai-nilai Islam
karakter Islami guru Muslim adalah
diyakini sebagai pembentuk karakter
dengan menapaktilasi petunjuk Nabi
dan sekaligus dapat menjadi dasar nilai
dalam pendidikan (iltimās hadyihi fī al-
bagi masyarakat yang majemuk.”29
ta’līm) dan mengikuti Sunnahnya (al-
ta‘assī bi sunanihi), karena beliau adalah
Kemudian ketika menjelaskan adanya
tipikal pendidik dan guru (mu’allim wa
disparitas karakter yang dimiliki oleh
murabbī) yang paling ideal, paling tinggi
Muslim dan non-Muslim, Husaini
dan paling mulia.32 Yang lain
menyatakan:
menyorotnya sebagai wujud
“Bagi Muslim, dia dapat juga dan
karakteristik diri atau integritas pribadi
bahkan harus berkarakter mulia.
dan bentuk penunaian kewajiban (shifāt
hal baik; (e) kendali diri; dan (f) kerendahan hati;
dan (3) tindakan moral, terdiri dari (a)
kompetensi; (b) keinginan; dan (c) kebiasaan.
30
Lihat Thomas Lickona, Character Matters: Ibid., hlm. 49.
31
Persoalan Karakter, Jakarta: PT Bumi Aksara, Tentang urgensitas dan kemuliaan adab sebagai
2012, hlm. 16-21; dan Lickona, Educating for karakter, baik secara spesifik bagi guru maupun
Character: Mendidik Untuk Membentuk bagi anak didik secara general, lihat misalnya
Karakter, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, hlm. dalam Muhammad ibn Ibrāhīm ibn Jamā’ah al-
82-101. Kinānī, Tadzkirah al-Sāmi’ wa al-Mutakallim fī
28
Di Indonesia, karakter yang dimaksud biasanya Ādāb al-’Ālim wa al-Muta’allim, ed. ’Abd al-
berisi 18 nilai karakter yang hendak Salām ’Umar ’Alī, Mushthafā Mahmūd Husain
dikembangkan dan memiliki deskripsi yang telah dan Maktabah al-Dhiyā‘ li Tahqīq al-Turāts,
ditentukan. Lihat Zubaedi, Desain Pendidikan Mesir: Maktabah Ibn ’Abbās dan Dār al-Ātsār,
Karakter: Konsep dan Apli-kasinya dalam 2005; Muhammad ibn Mathr al-Zahrānī, Min
Lembaga Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Hady al-Salaf fī Thalab al-’Ilm, Riyadh: Dār
Media Group, 2011, hlm. 74-82; dan Syafri, Thayyibah, 2005, hlm. 25-27; dan Anas Ahmad
Pendidikan Karakter Berbasis al-Qur’an, hlm. Karzūn, Ādāb Thālib al-’Ilm, Jeddah: Dār Nūr
xi-xiii. al-Maktabāt, 1997, hlm. 23-25.
29 32
Husaini, Pendidikan Islam Membentuk al-Duwaisy, al-Mudarris wa Mahārāt al-Taujīh,
Manusia Berkarakter dan Beradab, hlm. 43. hlm. 23.

291
wa wājibāt) seorang guru terhadap kibārihi); (5) ikhlash dan bijaksana (al-
tanggung jawab profesinya.33 ikhlāsh wa al-hikmah); (6) mengetahui
Namun kajian karakter guru Muslim realitas dan menyabarinya (al-’ilm ma’a al-
yang paling menarik dan layak untuk shabr bi al-siyāsah); dan (7) profesional
dijadikan perhatian adalah pandangan dalam ilmu dan amal (al-kamāl fī al-’ilm
yang menyatakan bahwa seorang guru wa al-’amal).35 Oleh Mahmud Samir al-
haruslah berkarakter Rabbani (Rabbānī) Munir, karakteristik guru Rabbani
seperti yang diperintahkan Allah kepada (mu’allim Rabbānī) tersebut kemudian
34
setiap guru , yaitu guru yang memiliki secara spesifik diperinci lagi dalam banyak
karakter mulia antara lain (a) tegar dalam point, dan secara global terbagi men-jadi
berjihad dan sabar saat ditimpa musibah (1) karakteristik akidah, akhlak dan
(tsabāt fī al-jihād wa shabr ’alā al-balā‘); perilaku; (b) karakteristik yang berkaitan
(2) menegakkan syariat dan agama (tahkīm dengan penampilan; (3) karakteristik
al-syarī’ah wa iqāmah al-dīn); (3) mem- profesional; (4) berlandaskan tujuh pilar
pelajari dan mengajarkan al-Kitab (ta’allum sukses; dan (5) men-jauhi sepuluh larangan
al-Kitāb wa ta’līmuhu); (4) mengajarkan bagi guru teladan.36
ilmu secara gradual, dari yang mudah Di samping itu, di antara wujud
kemudian yang lebih rumit secara konkret karakter Islami seorang guru
berjenjang (ta’līm shighār al-’ilm qabla adalah dengan mengetahui dan memahami
secara proporsional tentang pilar
pembentukan karakter atau akhlak dalam
33
Mundzir Sāmih al-’Atūm, Thuruq al-Tadrīs al- perspektif Islam, yaitu melalui urutan
’Āmmah, Riyadh: Dār al-Shamai’ī, 2006, hlm. proses sebagai berikut37 :
83-95; dan Muhammad Munīr Mursī, al-Tarbiyah
al-Islāmiyyah: Ushūluhā wa Tathawwuruhā fī al- a) Bersitan hati (al-khāthir); yaitu
Bilād al-’Arabiyyah, t.t.t: Dār al-Ma’ārif, 1987, lintasan pikiran yang muncul sehingga
hlm. 164-167. seakan-akan terjadi dialog dalam hati
34
Sebagaimana yang Allah perintahkan dalam
Q.S. Āli ’Imrān [3]: 79 berikut: tentang berbagai hal yang terbersit.
   b) Kecenderungan (al-mail), yaitu
  
 kecondongan atau interest terhadap

 
  35
  Lihat Mahmūd Muhammad al-Khazandār,
    Hādzihi Akhlāqunā Hīna Nakūnu Mu’minīna
  Haqqan, Riyadh: Dār Thayyibah, 2003, hlm.
  269-273.
36
 Lihat Mahmud Samir al-Munir, Guru Teladan
 di Bawah Bimbingan Allah, Jakarta: Gema
  Insani Press, 2006, hlm. 20-30.
37
  Jauharī, Akhlāqunā, hlm. 53-54. Bandingkan
 dengan perspektif yang menyatakan bahwa
“Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah pembentukan akhlak atau karakter tergradasi
berikan kepadanya al-Kitab, Hikmah dan ke- melalui tiga proses, yaitu (1) bersitan atau dialog
nabian, lalu ia berkata kepada orang lain: hati (al-khāthir au hadīts al-nafs); (2) obsesi
“Hendaklah kalian menjadi penyembah- untuk berbuat (al-hamm bi al-’amal); dan (3)
penyembahku, bukan penyembah Allah.”. Akan tekad kuat dan implementasi amal secara apli-
tetapi seharusnya (ia berkata): “Hendaklah katif (al-’azm wa al-ishrār ’alā al-fi’l). Lihat
kalian menjadi orang-orang Rabbani, karena Ahmad Mu’ādz Haqqī, al-Arba’ūn Hadītsan fī
kalian selalu mengajarkan al-Kitab dan al-Akhlāq ma’a Syarhihā, Riyadh: Dār Thuwaiq,
disebabkan kalian tetap mempelajarinya.” 1993, hlm. 15.

292
salah satu ber-sitan hati berdasarkan perspektif umum maupun dengan
perspektif, sasaran dan aksiologinya. berlandaskan kepada ajaran Islam.
c) Kemauan (al-raghbah), yaitu
kecenderungan yang kuat untuk 2. Saran Rekomendasi
memilih salah satu bersitan hati. Berdasarkan paparan uraian di atas,
d) Kehendak untuk berbuat (al-irādah), terkait dengan esensi guru dalam visi-misi
yaitu integritas (shifah) jiwa untuk pendi-dikan karakter, dapat ditarik saran
mereali-sasikan kemauan yang mulai dan rekomendasi sebagai berikut:
tumbuh. a. Setiap guru Muslim harus menjadi
e) Kontekstualisasi ibadah (al-’ibādah), guru yang teladan dan berkarakter
yaitu kehendak yang muncul kuat.
berulang kali sehingga jiwa memiliki b. Karakter Islami harus selalu tampak
kemantapan untuk menjadikannya dan terpancar dari setiap pribadi
sebagai akhlak atau karakter yang Muslim, baik berprofesi sebagai guru
mengejewantah (habit). maupun sebagai orang biasa saja.
c. Bagi UIKA secara spesifik dan
F. PENUTUP perguruan tinggi Islam lainnya secara
1. Kesimpulan general, hendaknya menjadikan
Dari makalah “Guruku Teladanku: karakter Islami guru sebagai kajian
Esensi Guru dalam Visi-Misi utama yang lebih serius.
Pendidikan Karakter”, dapat ditarik d. Bagi pakar pendidikan Islam, para
kesimpulan sebagai berikut: konseptor dan praktisi pendidikan yang
a. Di era modern seperti sekarang ini, memiliki niat mulia dan spirit tinggi
walaupun peran dan fungsi guru untuk memajukan pendidikan bagi umat
dapat saja digantikan oleh media lain, Islam, hendaknya mereka tidak
namun esensi utamanya tidak dapat mengabaikan karakter Islami yang
dihilangkan sama sekali, yaitu untuk telah lama ada dan dijadikan sebagai
mendidik atau memanusiakan tema sentral dalam kajian para ulama,
manusia secara manusiawi, spe- spesifiknya dalam kajian akhlak dan
sifiknya dalam membentuk karakter adab.
anak didik. Last but not least, sesungguhnya
b. Perubahan karakter anak didik guru Muslim teladan yang berkarakter
merupakan hakekat inti dari sebuah Islami yang diidam-idamkan adalah
pendidikan, dan ini merupakan visi- seorang guru yang selalu optimis dalam
misi utama yang diemban oleh dalam meraih sumber riz-kinya. Ia
pendidikan karakter. berpandangan bahwa ia pun berhak
c. Dalam pendidikan karakter, esensi, menduduki jabatan struktural dalam
peran dan fungsi guru sangatlah administrasi dan profesi. Namun semua
kompleks dan bervarian, di antara keinginannya tersebut tidak otomatis
yang utamanya adalah sebagai menjadi tujuan pertama dan utamanya,
teladan, inspirator, motivator, satu-satunya tolok ukur dan pendorong
dinamisator dan evaluator. penting keputusannya untuk menjadikan
d. Guru Muslim adalah guru teladan bidang pendidikan sebagai pilihan hidupnya.
yang berkarakter, baik dalam Ia memilih jalan pendidikan adalah untuk

293
berbakti kepada umat, mencetak dan ’Azīz, ’Abd al-Ghaffār, 2006, Fann al-
mendidik generasi muda serta membentuk Da’wah al-Islāmiyyah wa Qawā’id
mereka menjadi pribadi yang berkarakter Tathbīqihā, Riyadh: Maktabah al-
mulia. Ia tersentuh dan miris melihat Rusyd.
kenyataan banyaknya anak muda yang tidak Azzet, Akhmad Muhaimin, 2011, Urgensi
terdidik, lalu turun tangan mendidik mereka Pendidikan Karakter di Indonesia:
karena menganggap mereka adalah anak- Revitalisasi Pendidikan Karakter
anaknya. Ia berpandangan bahwa usaha terhadap Keberhasilan Belajar dan
memperbaiki mereka adalah prioritas dalam Kemajuan Bangsa, Jogjakarta: ar-
profesinya, dan mendidik serta membentuk Ruzz Media.
mereka merupakan tanggung jawabnya. Ia Bakkār, ’Abd al-Karīm, 2002, Binā‘ al-
menunaikan tugas-tugasnya secara pro- Ajyāl, Riyadh: Maktab Majallah al-
fesional untuk kemudian ia dapat menikmati Bayān.
penghasilannya dengan halal. Barnawi & Mohammad Arifin, 2012, Etika
Hal-hal yang telah berhasil pemakalah & Profesi Kependidikan, Jogjakarta:
kaji dalam penelitian ini hanyalah sebagian ar-Ruzz Media.
kecil dari kompleksitas kajian tentang al-Bayānūnī, ’Abd al-Majīd, 1420 H., Risālah
esensi guru dalam visi-misi pendidikan al-Mu’allim wa Ādāb al-’Ālim wa al-
karakter. Karena itu, pemakalah berharap Muta’allim, Beirut: Dār Ibn Hazm.
agar penelitian ini ke depannya dapat lebih Departemen Pendidikan Nasional, 2008,
dikembangkan dengan mengkajinya secara Kamus Besar Bahasa Indonesia
lebih luas dan mendalam, sehingga Pusat Bahasa, Jakarta: PT Gramedia
diharapkan dapat memperkaya khazanah Pustaka Utama.
keilmuan dan mozaik pemikiran pendidikan Djamarah, Syaiful Bahri, 2010, Guru &
Islam. Anak Didik dalam Interaksi Edukatif:
Suatu Pendekatan Teoritis
G. Daftar Pustaka Psikologis, Jakarta: PT Rineka Cipta.
al-Albānī, Muhammad Nāshir al-Dīn, 1995, al-Duwaisy, Muhammad ibn ’Abd Allah,
Silsilah al-Ahādīts al-Shahīhah wa 1416 H., al-Mudarris wa Mahārāt al-
Syai‘un min Fiqhihā wa Fawā‘idihā, Taujīh, Riyadh: Dār al-Wathan.
Riyadh: Maktabah al-Ma’ārif. Farid, Ahmad, 2012, Pendidikan Berbasis
Amin, Maswardi Muhammad, 2011, Metode Ahlus Sunnah wal Jamaah,
Pendidikan Karakter Anak Bangsa, Surabaya: Pustaka eLBA.
Jakarta: Baduose Media. al-Hamd, Muhammad ibn Ibrāhīm, 2002,
Aqib, Zainal, 2009, Menjadi Guru Bersama Para Pendidik Muslim,
Profesional Berstandar Nasional, Jakarta: Darul Haq.
Bandung: Penerbit Yrama Widya. _____,1425 H., Sū‘u al-Khulq:
Asmani, Jamal Ma’mur, 2011, Buku Mazhāhiruhu, Asbābuhu, ’Ilājuhu,
Panduan Internalisasi Pendidikan Arab Saudi: Wizārah al-Syu‘ūn al-
Karakter di Sekolah, Jogjakarta: Diva Islāmiyyah wa al-Auqāf wa al-
Press. Da’wah wa al-Irsyād.
al-’Atūm, Mundzir Sāmih, 2006, Thuruq Haqqī, Ahmad Mu’ādz, 1993, al-Arba’ūn
al-Tadrīs al-’Āmmah, Riyadh: Dār al- Hadītsan fī al-Akhlāq ma’a
Shamai’ī. Syarhihā, Riyadh: Dār Thuwaiq.

294
al-Hāzimī Khālid ibn Hāmid, 2000, Ushūl _____, 2012, Educating for Character:
al-Tarbiyah al-Islāmiyyah, Riyadh: Mendidik Untuk Membentuk
Dār ’Ālam al-Kutub. Karakter, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hidayatullah, M. Furqon, 2010, Guru Sejati: al-Maidānī, ’Abd al-Rahmān Hasan
Membangun Insan Berkarakter Kuat Habanakah, 1999, al-Akhlāq al-
& Cerdas, Surakarta: Yuma Pustaka. Islāmiyyah wa Ususuhā, Damaskus:
Husaini, Adian, 2010, Pendidikan Islam Dār al-Qalam dan al-Dar al-
Membentuk Manusia Berkarakter Syamiyyah Beirut.
dan Beradab, Jakarta: Cakrawala Mahmud dan Ija Suntana, 2012,
Publishing dan Program Studi Antropologi Pendidikan, Bandung:
Program Pasca Sarjana Universitas CV Pustaka Setia.
Ibn Khaldun Bogor. Majid, Abdul dan Dian Andayani, 2011,
Ibn Humaid, Shālih ibn ’Abd Allah, et.al., Pendidikan Karakter Persfektif
2004, Mausū’ah Nadhrah al-Na’īm fī Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Makārim Akhlāq al-Rasūl al-Karīm, Muhaimin, 2003, Wacana Pengembangan
Jeddah: Dār al-Wasīlah. Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Ilahi, Fadhl, 2010, Bersama Rasulullah Pustaka Pelajar.
Mendidik Generai: 45 Pola Pengajaran _____, 2011, Pemikiran dan Aktualisasi
Rasulullah , Jakarta: Pustaka Imam Pengembangan Pendidikan Islam,
asy-Syafi’i. Jakarta: PT Raja-Grafindo Persada.
Jauharī, Muhammad Rabī’ Muhammad, Mu’in, Fatchul, 2011, Pendidikan Karakter
2006, Akhlāqunā, Madinah: Konstruksi Teori & Praktik: Urgensi
Maktabah Dār al-Fajr al-Islāmiyyah. Pendidikan Progresif dan Revitalisasi
Karzūn, Anas Ahmad, 1997, Ādāb Thālib Peran Guru dan Orangtua,
al-’Ilm, Jeddah: Dār Nūr al-Maktabāt. Jogjakarta: ar-Ruzz Media.
al-Khal’awi, Mahmud dn Muhammad Said Mulyasa, E., 2008, Menjadi Guru
Mursi, 2007, Mendidik Anak dengan Profesional: Menciptakan Pem-
Cerdas, Sukoharjo: Insan Kamil. belajaran Kreatif dan Menyenang
al-Khazandār, Mahmūd Muhammad, 2003, kan, Bandung: PT Remaja
Hādzihi Akhlāqunā Hīna Nakūnu Rosdakarya.
Mu’minīna Haqqan, Riyadh: Dār _____, 2011, Manajemen Pendidikan
Thayyibah. Karakter, Jakarta: PT Bumi Aksara.
al-Kinānī, Muhammad ibn Ibrāhīm ibn al-Munir, Mahmud Samir, 2006, Guru
Jamā’ah, 2005, Tadzkirah al-Sāmi’ wa Teladan di Bawah Bimbingan Allah,
al-Mutakallim fī Ādāb al-’Ālim wa al- Jakarta: Gema Insani Press.
Muta’allim, ed. ’Abd al-Salām ’Umar Mursī, Muhammad Munīr, 1987, al-
’Alī, Mushthafā Mahmūd Husain dan Tarbiyah al-Islāmiyyah: Ushūluhā wa
Maktabah al-Dhiyā‘ li Tahqīq al- Tathawwuruhā fī al-Bilād al-
Turāts, Mesir: Maktabah Ibn ’Abbās ’Arabiyyah, t.t.t.: Dār al-Ma’ārif.
dan Dār al-Ātsār. Musfah, Jejen, 2011, Peningkatan
Lickona, Thomas, 2012, Character Matters: Kompetensi Guru Melalui Pelatihan
Persoalan Karakter, Jakarta: PT dan Sumber Belajar Teori dan
Bumi Aksara. Praktik, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

295
Muslich, Masnur, 2011, Pendidikan Sauri, Sofyan, 2011, Filsafat dan Teosofat
Karakter Menjawab Tantangan Krisis Akhlak, Bandung: Rizqi Press.
Multidimensional, Jakarta: PT Bumi Syafri, Ulil Amri, 2012, Pendidikan
Aksara. Karakter Berbasis al-Qur‘an, Jakarta:
an-Nahlawi, Abdurrahman, 2004, PT RajaGrafindo Persada.
Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah al-Syalhūb, Fu‘ād, 1417 H., al-Mu’allim al-
dan Masyarakat, Jakarta: Gema Awwal Qudwah li Kulli Mu’allim
Insani. wa Mu’al-limah, Riyadh: Dār al-
Narwanti, Sri, 2011, Pendidikan Karakter: Qāsim.
Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Wibowo, Agus dan Hamrin, 2012, Menjadi
Karakter dalam Mata Pelajaran, Guru Berkarakter: Strategi
Yogyakarta: Familia. Membangun Kom-petensi & Karakter
Nata, Abuddin, 2003, Manajemen Guru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pendidikan Mengatasi Kelemahan Yamin, Martinis dan Maisah, 2010,
Pendidikan Islam di Indonesia, Standarisasi Kinerja Guru, Jakarta:
Jakarta: Prenada Media. Gaung Persada Press.
Prawironegoro, Darsono, 2010, Filsafat al-Zahrānī, Muhammad ibn Mathr, 2005,
Ilmu Pendidikan: Kajian tentang Min Hady al-Salaf fī Thalab al-’Ilm,
Pengetahuan yang Disusun Secara Riyadh: Dār Thayyibah.
Sistematis dan Sistemik dalam Zubaedi, 2011, Desain Pendidikan
Membangun Ilmu Pendidikan, Jakarta: Karakter: Konsep dan Aplikasinya
Nusantara Consulting. dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta:
Siti Suwadah Rimang, 2011, Meraih Kencana Prenada Media Group.
Predikat Guru dan Dosen Paripurna,
Bandung: Alfabeta.
Samani, Muchlas dan Hariyanto, 2011,
Konsep dan Model Pendidikan
Karakter, Bandung: Remaja
Rosdakarya dan Universitas Negeri
Surabaya.
Sidi, Indra Djati, 2003, Menuju
Masyarakat Belajar: Menggagas
Paradigma Baru Pendidikan,
Jakarta: Paramadina dan PT Logos
Wacana Ilmu.

296

Anda mungkin juga menyukai