Anda di halaman 1dari 11

Tantangan dan Harapan Industri Konstruksi di Indonesia

Bertempat di UPH Graduate Campus – Plaza Semanggi, Ir. Sulistijo Sidarto Mulyo, MT –
Dosen Program Studi Magister Teknik Sipil UPH – memberikan sebuah seminar yang berjudul
‘Tantangan dan Harapan Industri Konstruksi di Indonesia’.

Lebih dari 50 peserta menghadiri seminar 'Tantangan dan Harapan Industri Konstruksi di Indonesia'

Bertempat di UPH Graduate Campus – Plaza Semanggi, Ir. Sulistijo Sidarto Mulyo, MT – Dosen Program
Studi Magister Teknik Sipil UPH – memberikan sebuah seminar yang berjudul ‘Tantangan dan Harapan
Industri Konstruksi di Indonesia’. Topik ini menjadi pembahasan yang penting mengingat dalam waktu
dekat Indonesia akan menyambut era globalisasi dan pasar bebas, apalagi pertumbuhan penduduk, ekonomi
dan investasi semakin membuka banyak peluang di industri konstruksi. Namun, sangat disayangkan
kesempatan tersebut bisa tidak digunakan sepenuhnya karena industri konstruksi di Indonesia masih
terbilang tidak mantap.

Menyikapi pentingnya isu tersebut, Program Magister


Teknik Sipil (MTS) yang dipimpin oleh Prof. Dr.
Manlian Ronald A. Simajuntak, ST., MT, menggelar
seminar ’Tantangan dan Harapan Industri Konstruksi di
Indonesia’ pada 23 November 2013. Dihadapan lebih
dari 50 peserta yang terdiri dari mahasiswa MTS dan
para praktisi dan konsultan pembangunan, Ir. Sulistijo
menjelaskan kondisi birokrasi industri konstruksi
Indonesia saat ini, tantangan dan peluangnya. kiri-kanan: Prof. Manlian A. Simajuntak -
Ketua Program MTS UPH dan Ir. Sulistijo -
Pembicara

Menurutnya birokrasi industri konstruksi Indonesia masih belum sesuai dengan visi dan misi konstruksi
yang sudah ada karena banyak dirundung masalah. Hal ini bisa terlihat dari para pemegang saham yang
masih belum memahami sektor-sektor yang terlibat dalam bidang konstruksi, misalnya seperti sektor
pemerintah dan sektor masyarakat. Ketidakpahaman ini bukan tanpa alasan mengingat sistem birokrasi
Indonesa yang masih belum terlalu jelas dan bersih. Kondisi ini diperburuk dengan tidak adanya dukungan
dan pembenahan sehingga kelompok palsu (pseudo-kontraktor dan pseudo-konsultan) serta tindakan KKN
semakin merajalela. Tindakan KKN serta sistem birokrasi yang tidak jelas akhirnya menyebabkan
konstruksi di Indonesia dikenakan dengan biaya yang sangat tinggi dan implementasi pasar konstruksi
menjadi tidak efektif.

Maka, menjadi sebuah tantangan untuk menata pasar konstruksi Indonesia. Ir. Sulistijo berpendapat perlu
ada kolaborasi antara lembaga riset pemerintahan dengan dunia pendidikan baik dari sisi swasta maupun
pemerintah. Hal ini dikarenakan konstruksi Indonesia masih sangat kekurangan SDM yang berkualitas
sementara tuntutan dunia konstruksi semakin meningkat tiap tahunnya. Selain itu, kolaborasi ini juga
penting untuk menciptakan penerapan hukum yang konsisten, sosialisasi birokrasi konstruksi yang
menyeluruh, serta pembentukan lembaga pengawasan dan pendukung seperti permodalan dan asuransi.

Menyongsong era pasar bebas dan AFTA yang semakin dekat, Ir. Sulistijo yakin diperlukan konstruksi
yang aman, nyaman dan tertib di Indonesia. Apalagi di era terbuka, inovasi, solusi, efesiensi dan
produktifitas menjadi faktor penting untuk bertahan di pasar dengan kompetisi yang luas. Untuk mencapai
hal itu, Ir. Sulistijo memberi sebuah saran yaitu untuk meningkatkan kualitas program pendidikan sehingga
dapat memenuhi tuntutan pasar. (lau)

UPH Media Relations


http://www.uph.edu/id/component/wmnews/new/1601-tantangan-dan-harapan-industri-
konstruksi-di-indonesia.html

Permasalahan yang banyak terjadi pada industri jasa konstruksi di Indonesia


Dalam dunia bisnis jasa konstruksi yang amat kompetitif, masalah pengendalian biaya proyek
merupakan hal yang sangat menentukan keberhasilan kontraktor dalam proyek proyek yang
ditanganinya. Pada pelaksanaan proyek konstruksi banyak dijumpai proyek yang mengalami
pembengkakan biaya ( cost overrun) maupun keterlambatan waktu. Pembengkakan biaya pada
tahap pelaksanaan proyek konstruksi sangat tergantung pada perencanaan, koordinasi dan
pengendalian dan juga perhitungan biaya dari kontraktor. Permasalahan yang dihadapi dalam
proses penyelenggaraan konstruksi secara garis besar dapat digolongkan menjadi 2 (Dipohusodo,
1996), yang pertama adalah kelompok masalah yang berhubungan dengan factor- faktor biaya,
mutu, dan waktu seperti pekerjaan terlambat sehingga biaya tidak hemat, mutu pekerjaan tidak
memenuhi standar yang direncanakan. Penyelenggaraan konstruksi selalu ditujukan untuk
menghasilkan suatu bangunan yang bermutu dengan pembiayaan yang tidak boros, dan
semuanya harus dapat diwujudkan dalam rentang waktu yang terbatas. Kelompok masalah yang
kedua adalah masalah yang berhubungan dengan kegiatan koordinasi dan pengendalian untuk
seluruh fungsi manajemen. Sesuai dengan keadaan alamiahnya, mekanisme proses konstruksi
melibatkan banyak unsur pelaksana konstruksi, sejak pemberi tugas atau pemilik sebagai
pemrakarsa, para konsultan, kontraktor sebagai pembangun, pemasok material, sampai para
pekerja bangunan. Dalam penyelenggaraan konstruksi, faktor biaya merupakan bahan
pertimbangan utama karena biasanya menyangkut jumlah yang besar dan rentan terhadap resiko
kegagalan (Dipohusodo, 1996). Fluktuasi pembiayaan suatu konstruksi bangunan juga tidak
terlepas dari pengaruh situasi ekonomi umum. Indonesia yang merupakan negara sedang
berkembang, dimana pembangunan dari segi fisik sedang giat-giatnya dikerjakan, sangat
merasakan pengaruhnya di bidang jasa konstruksi. Dunia jasa konstruksi di Bali juga merasakan
pegaruh dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, dimana terjadi kenaikan harga material, 2
peralatan serta upah tenaga kerja, kenaikan biaya sebagai akibat kenaikan suku bunga bank,
keterbatasan modal kerja, atau penundaan waktu pelaksanaan kegiatan proyek, hal-hal tersebut
akan dapat sebagai pendorong terjadinya pembengkakan biaya pada proyek konstruksi. Dari
penjelasan yang telah disebutkan diatas, maka penulis mempunyai pemikiran untuk lebih
memperdalam pengetahuan tentang faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya yang terjadi
pada proyek konstruksi. Ketidaksesuaian target yang ingin dicapai melalui perencanaan di
bidang sosial- ekonomi yang berakibat pada arus pekerjaan yang tidak teratur, kurang efisiensi
dan hasil dengan kualitas yang rendah. Tolak ukur dari industri jasa konstruksi, dapat di lihat
dari kinerja perusahaanya itu sendiri, dari profesionalitas pekerjaannya, kemampuan untuk terus
tumbuh dan berkembang, serta yang tidak kalah penting adalah kemampuan perusahaan itu
sendiri untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain baik dari dalam maupun luar negeri yang
didukung oleh struktur usaha yang kokoh mampu mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang
berkualitas.

Contoh Proyek konstruksi yang terhambat


Nama Proyek: Pembangunan Gedung Kuliah Utama Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Lokasi : Universitas Diponegoro, Semarang
Sebab : Pembangunan Gedung Kuliah Utama Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
dilakukan pada tanggal 10 Juni 2010. Namun sampai saat ini gedung tersebut belum selesai dan
bahkan tidak dilanjutkan. Gedung Kuliah Utama Fakultas Teknik Undip yang akan dijadikan
gedung dekanat baru karena daerah lama dibangun di daerah yang memiliki elevasi rendah
sehingga kurang bagus. Gedung ini dibangun dengan luas 3500 m2 dan terdiri dari 5 lantai. Dana
pembangunan gedung ini dibiayai dari Daftar Isian Proyek Anggaran (DIPA) Undip dengan
perencanaan biaya sebesar Rp 13.199.714.000,00. Proyek tersebut dilaksanakan oleh PT Teduh
Karya Utama setelah menang tender dan menyingkirkan 28 peserta lelang lainnya. Proyek
pembangunan gedung ini ditargetkan selesai tanggal 31 Desember 2010. Namun sampai saat ini
(5 Maret 2014) pembangunan tersebut belum rampung, bahkan terbengkelai tidak jelas
bagaimana kelanjutannya. Apakah akan dilanjutkan atau tidak proses pembangunannya. Proses
pembangunannya baru mencapai pembangunan pondasi dan lantai saja. Diperkirakan baru
rampung sekitar 47% dan berhenti di tengah. Banyak opini yang berkembang di kalangan warga
Teknik Undip tentang masalah tersebut. Antara lain mengatakan adanya masalah konstruksi yang
kurang sesuai dengan rancangan awal sehingga tidak sesuai dengan rancangan anggaran.
Adapula yang mengatakan bahwa masalahnya adalh pihak kontraktor yang lepas tanggung
jawab. Bahkan ada yang mengatakan kesalahan dari pihak dekanat sendiri. (Sumber: Majalah
Momentum FT Undip).
Dilihat dari aspek perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian tentunya ada hal yang tidak tepat
di dalamnya.

1. Perencanaan
Proyek Pembangunan Gedung Kuliah Utama Fakultas Teknik Undip ini untuk penentuan tujuan,
penentuan sasaran, dan penyusunan langkah untuk mencapai tujuan sudah dilakukan dengan baik
namun untuk pengkajian posisi awal terhadap tujuan dan pemilihan alternatif belum dilakukan
dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan pelakasana proyek PT Teduh Karya Utama yang
sering tidak mengindahkan peringatan dari pihak Unit Layanan Pengadaan (ULP). Seharusnya
ketika perencaan pada aspek tersebut berjalan baik, hal ini tidak akan terjadi.

2. Penjadwalan
Proyek Pembangunan Gedung Kuliah Utama Fakultas Teknik Undip dimulai pada tanggal 10
Juni 2010 dan direncanakan selesai pada tanggal 31 Desember 2010. Pada kenyataanya jadwal
ini tidak berjalan dengan baik dan menimbulkan masalah sampai sekarang.

Masalah timbul sejak tanggal 19 Juli 2010 saat proses pembangunan baru berlngsung satu bulan.
Pada saat evaluasi dari pihak dekanat dengan PT Gatra Upanyasa selaku pihak pengawas
pembangunan terungkap bahwa proses pelaksanaannya mengalami keterlambatan suplay logistik
dan tenaga kerja. Alhasil pihak kontraktor pun mendapat teguran I dari Teknik Undip dan
menyatakan kesanggupannya untuk menyelesaikan proyek pembangunan tersebut dan memenuhi
suplay logistik serta menambah tenaga kerja. Ternyata mereka hanya memberi janji tanpa ada
perbaikan hingga tanggal 29 Nopember 2010 keluarlah teguran III. Semakin lama, “sumbu
kesabaran” pihak Teknik Undip mulai habis, hingga saat deadine pada tanggal 21 Desember
2010 proses pembangunannya hanya sekitar 47%. Karena itulah pada ytanggal 23 Desember
2010 pihak Teknik Undip memutus kontrak secara sepihak dengan kontraktor sesuai dengan
kepres No. 80/2003 yang memperbolehkan pemutusan kontrak secara sepihak jika pihak
kontraktor yang menyalahi kontrak kesepakatan dan terlambat dalam pelaksanaanya. (Sumber:
Majalah Momentum FT Undip)

3. Pengendalian
Aspek pengendalian paling disoroti pada proyek ini karena di sinilah banyak timbul masalah.
Pengawasan yang kurang baik dari pihak ULP dan pengkajian yang kurang baik juga dari pihak
PT Teduh Karya Utama menjadi pemicu penjadwalan menjadi terbengkelai. Pada prakteknya
proses perencanaan dan pengendalian harus berkaitan erat. Hal ini dijelaskan dengan langkah
pertama, yaitu menentukan sasaran proyek yang merupakan hasil dari perencanaan dasar,
dilanjutkan dengan merancang sistem informasi. Ketika perencanaan sudah dilaksanakan maka
kemudian diikuti dengan langkah-langkah pengendalian.

Simpulan
Perencanaan merupakan salah satu unsur penting dari konsep manajemen konstruksi berdasarkan
fungsinya. Perencanaan mencoba meletakkan dasar dan tujuan serta menyusun langkah-langkah
kegiatan untuk mencapainya. Sementara itu, pengendalian bertujuan memantau dan menuntun
agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan perencanaan. Di sini terlihat eratnya hubungan
antara kedua fungsi tersebut. Ketika perencanaan dan pengendalian terkondisikan maka
penjadwalan akan menjadi hal penting selanjutnya.

Pada Proyek Pembangunan Gedung Kuliah Utama Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
dilihat dari aspek perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian belum dilaksanakan dengan baik.
Dari berbagai prosesnya terjadi banyak masalah dan ketidakjelasan sehingga mengakibatkan
proyek ini berhenti sampai sekarang.

Sumber:
https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1004105061-2-6%20-
%20BAB%20I%20PENDAHULUAN%20FIX.pdf
http://www.mnursholeh.com/2014/04/peran-perencanaan-penjadwalan-dan.html
https://www.researchgate.net/publication/265864745_INDUSTRI_KONSTRUKSI_INDONESI
A_MASA_DEPAN_DAN_TANTANGANNYA

https://bungastnuraini.wordpress.com/2016/01/31/permasalahan-yang-dihadapi-dunia-
konstruksi/

Sektor Konstruksi Masih Hadapi Masalah Jelang MEA 2015


in Infrastruktur November 13, 2013 0 2,231 Views
(Berita Daerah – Nasional) Sektor konstruksi merupakan sektor yang memainkan peran strategis
dalam pembangunan nasional. Selain menjadi pendorong dan bagian dari kegiatan
perekonomian, kinerja sektor konstruksi yang berkaitan langsung dengan daya saing
infrastruktur nasional juga merupakan pilar social, budaya, dan peradaban bangsa.
Pada tahun 2012, kontribusi sektor konstruksi mencapai 10,5% PDB, tumbuh 7,5% per tahun
atau lebih tinggi dari pertumbuhan perekonomian nasional sebesar 6,2% per tahun, juga
memberikan kontribusi lapangan kerja kepada 5,3% dari total angkatan kerja.
Rizal Z. Tamin dalam Bedah Buku Konstruksi Indonesia 2013: “Pengembangan Pasar dan
Peningkatan Daya Saing Industri Konstruksi Nasional dalam Menghadapi MEA Pasca 2015”
mengatakan bahwa ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) yang akan dimulai pada tahun 2015 menuntut perusahaan nasional yang bergerak di
sektor konstruksi untuk meningkatkan daya saingnya.
Ancaman regionalisasi MEA 2015 tentu saja harus disikapi serius mengingat sektor konstruksi
merupakan pilar ekonomi dan budaya bangsa yang pada tahun 2012 memberikan kontribusi
10,5% PDB dan menyerap 5,3% angkatan kerja.
Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam menghadapi pasar global
yakni competition, competitive risk, competency, dan capacity (dikenal dengan sebutan “4C).
Sektor konstruksi nasional sendiri saat ini dihadapkan pada masalah seperti infrastruktur yang
terbatas, produktivitas dan mutu rendah (misalnya kerusakan jalan dan kegagalan bangunan),
tingginya kecelakaan di bidang konstruksi, daya saing pelaku dan sektor yang rendah, serta
pendanaan dari pemerintah yang kecil.
Selain itu, terdapat sedikitnya 4 pengaturan dalam UU Jasa Konstruksi yang tidak sejalan
dengan best practice internasional. Yang pertama adalah pengaturan bisnis konstruksi yang
disatukan dengan pengaturan tenaga ahli. Tenaga ahli selayaknya dipandang sebagai
professional, intelektual terhormat, yang melaksanakan profesinya dengan standar etika yang
tinggi. Bukan sekedar pencari kerja yang dengan mudah mengorbankan etika dalam bekerja.
Yang kedua adalah pengaturan lapangan usaha jasa konstruksi yang berdasarkan klasifikasi
keilmuan yaitu arsitektur, struktur, mekanikal, elektrikal, dan teknik lingkungan. Padahal standar
klasifikasi yang umumnya digunakan di dunia internasional adalah Central Produk
Classification (CPC) atau International Standard of Industry Classification (ISIC). Kondisi ini
berakibat terbatasnya dan sulit berkembangnya peluang usaha.
Selanjutnya yakni pembentukan buffer body, yaitu Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Nasional dan Daerah (LPJKN/LPJKD) yang sepenuhnya terpisah dari pemerintah.
Sedangkan yang terakhir adalah pemberian kewenangan public sertifikasi dan lisensi kerja
tenaga kerja konstruksi kepada asosiasi profesi serta pemberian kewenangan public sertifikasi
dan lisensi kerja perusahaan konstruksi kepada asosiasi perusahaan. Kondisi ini menimbulkan
konflik kepentingan yang akhirnya menjadikan proses registrasi dan lisensi tenaga ahli dan
badan usaha konstruksi menjadi tidak transparan dan akuntabel.
Jasa konstruksi juga dikenal sebagai kegiatan yang sangat terfregmentasi. Fragmentasi vertikal
terjadi dalam rantai produksi antara produsen material, pemasok, manufaktur, kontraktor
spesialis, dna kontraktor. Sementara fragmentasi horizontal terjadi dalam siklus proyek.
Khususnya di Indonesia, terjadi pula fragmentasi penyelenggaraan infrastruktur antar-
kementerian seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian ESDM, dan Kementerian
Perhubungan.
Problema lain adalah terkait daya saing konstruksi nasional yang terbatas, di mana mayoritas
perusahaan konstruksi berlokasi di Jakarta, Pulau Jawa, dan pusat pengembangan regional.
Selain itu, hanya sedikit dari pelaku konstruksi nasional yang mampu menembus pasar
internasional.
Karena itulah, Indonesia harus segera menjawab tantangan seperti peningkatan daya saing pelaku
usaha, kontribusi maksimal di pasar nasional, dan partisipasi di pasar regional ASEAN.
Pemerintah Indonesia juga seharusnya mendukung pengembangan dan pertumbuhan sektor
konstruksi nasional melalui penyediaan fasilitas yang selama ini tidak diperoleh oleh pelaku
usaha seperti dukungan jaminan dan asuransi, kemudahan perpajakan, serta dukungan financial
dan perbankan.
(et/EA/BD)
Pic: ant
http://beritadaerah.co.id/2013/11/13/sektor-konstruksi-masih-hadapi-maslaah-jelang-mea-2015/

http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/01/makalah-reini-d-wirahadikusumah.pdf

Konstruksi Indonesia 2016 Bahas Isu-isu Penting dalam Konferensi di JCC

Dalam seminar Indonesia Construction Market


Outlook 2017, perwakilan pemerintahan memaparkan beberapa proyek konstruksi termasuk
proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KEMENPUPR),
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kementerian Transportasi.

Jakarta,ISAFETYnews-Konstruksi Indonesia 2016, yang diselenggarakan oleh Kementerian


Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, membahas topik-topik penting dalam konferensi
Construction Tech Indonesia, yang fokus pada inovasi dan teknologi di sektor konstruksi. Topik-
topik yang dibawakan mencakup bagaimana teknologi baru dan perubahan cara kerja dapat
membawa perubahan nyata dalam sektor konstruksi; Konstruksi Pintar: pengadopsian inovasi
dan teknologi yang terus bertumbuh oleh sektor klonstruksi; dan meningkatnya peran penting
teknologi untuk transformasi sektor konstruksi.

Selain menjadi tuan rumah bagi ratusan perusahaan manufaktur lokal dan internasional untuk
produk-produk konstruksi, The Big 5 Construct Indonesia 2016 juga telah menarik ratusan
peserta ke berbagai workshop bebas biaya dalam dua hari pertama. Sekitar 20-an sesi workshop
Continuing Professional Development (CPD) bersertifikasi yang diselenggarakan The Big 5
Construct Indonesia 2016 memberikan kesempatan bagi para profesional industri untuk
meningkatan pengetahuan dan keahlian mereka.

Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) juga berpartisipasi di Konstruksi Indonesia dan The Big 5
Construct Indonesia. Sesi ini membahas tentang perumahan milenia, desain arsitektur untuk kota
yang berkelanjutan, dan perubahan pada perencanaan kota

Indonesia International Infrastructure Conference & Exhibition (IIICE) merupakan forum


nasional terbesar bagi pemerintah dan juga sektor swasta untuk dapat membangun kemitraan,
berbagi pengetahuan dan juga berbagi pengalaman di antara para pengambil keputusan untuk
dapat mendorong percepatan agenda infrastruktur nasional. Tahun ini forum IIICE akan
membahas sektor-sektor utama yang menjadi fokus pembangunan infrastruktur pemerintah, yaitu
sektor energi, air, jalan raya, jalan kereta api, serta pelabuhan.
Terkait dengan bidang teknologi informasi dan komunikasi, Expo Comm Indonesia (ECI) akan
menghadirkan inovasi terbaru bagi perkembangan infrastruktur yang mendukung konektivitas
antar wilayah. Program konferensi ECI dirancang untuk dapat mempertemukan para pelaku
usaha, baik swasta maupun pemerintah, untuk membahas isu-isu terkait pita lebar (broadband)
Indonesia sekaligus keamanan dunia maya (cyber security) yang akan berdampak pada
infrastruktur nasional.

Sumber : Media Realese

https://isafetynews.com/2016/11/12/konstruksi-indonesia-2016-bahas-isu-isu-penting-dalam-
konferensi-di-jcc/

Konstruksi Indonesia dan AFTA 2015


Posted on January 1, 2014 by budisuanda

Asean Free Trade Area (AFTA) tidak lama lagi akan dimulai yaitu pada
tahun 2015. Semua perdagangan baik barang maupun jasa negara di kawasan ASEAN akan
bersaing secara bebas. Khusus untuk pekerja konstruksi, Indonesia akan bersaing ketat dengan
negara seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Thailand. Siapkah industri konstruksi
Indonesia menghadapi AFTA tersebut?

Konsep AFTA (Asean Free Trade Area)


Konsep utama dari ASEAN Economic Community adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah
pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor
produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN
yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara
negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan.

Kehadiran ASEAN Economic Community bisa membantu ketidakberdayaan negara-negara


ASEAN dalam persaingan global ekonomi dunia yaitu dengan membentuk pasar tunggal yang
berbasis di kawasan Asia Tenggara. Liberalisasi di bidang jasa yang menyangkut sumber daya
manusia mungkin akan tampak terlihat jelas karena menyangkut tentang penempatan tenaga
terampil dan tenaga tidak terampil dalam mendukung perekonomian negara. Namun, yang paling
banyak berpengaruh dan sangat ditekan dalam ASEAN Economic Community adalah tenaga
kerja terampil.
Gambar Peta negara yang tergabung dalam AFTA 2015

Pendapat Tentang Kesiapan Konstruksi Indonesia Menghadapi AFTA 2015


Siapkah konstruksi Indonesia pada AFTA pada tahun 2015? Menjawabnya tentu harus
memperhatikan berbagai faktor. Seperti daya saing, iklim, daya tahan, kualitas SDM. Beberapa
pendapat mengenai kesiapan konstruksi Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015 menurut
berbagai pihak terkait industri konstruksi disampaikan berikut ini:

 “Pelaku konstruksi kita bisa bersaing di Pasar ASEAN karena memang berkualitas,” kata
Menteri Pekerjaan Umum (PU), Djoko Kirmanto pada acara pameran Indonesia
International Infrastructure Conference and Exhibition (IIICE) 2013. Untuk meningkatkan
daya saing konstruksi Indonesia di mata dunia, industri konstruksi Indonesia harus lebih
efisien dan memiliki daya tahan secara berkelanjutan. Pemerintah akan mendorong
konsolidasi nasional untuk memperbesar kapasitas dan transformasi industri konstruksi
melalui restrukturisasi sistem industri konstruksi, perkuatan rantai pasok konstruksi,
pemberdayaan usaha konstruksi skala mikro, kecil dan menengah dan pengembangan
kompetensi SDM konstruksi para arsitek, insinyur, teknisi dan tenaga kerja konstruksi.
 Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, pada tempat yang sama mengatakan, saat
memasuki AEC 2015, maka ASEAN akan menjadi kawasan yang berdaya menuju integrasi
ekonomi global. Daya saing menjadi kata kunci keberhasilan, sedangkan pada lingkup
nasional, tantangan yang dihadapi adalah memperkuat kinerja perekonomian domestik,
perbaikan daya beli masyarakat, inflasi, dan mendorong investasi.
 Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Hediyanto Husaeni
menyatakan optimistis sektor pekerja konstruksi Indonesia akan mampu memimpin kawasan
ASEAN. Ia beralasan rekem jejak para pekerja konstruksi Indonesia cukup baik saat bekerja
di luar negeri maupun di dalam negeri. Dikatakan bahwa pekerja konstruksi terampil
Indonesia itu long the best di Asia Tenggara ini. Tetapi untuk sektor tenaga ahli konstruksi,
Indonesia perlu waspada, karena Indonesia justru kekurangan tenaga ahli. Menurutnya tenaga
ahli yang akan ketat persaingannya.
 Ir. Sulistijo Sidarto Mulyo, MT – Dosen Program Studi Magister Teknik Sipil UPH – dalam
seminar ‘Tantangan dan Harapan Industri Konstruksi di Indonesia’. Menurutnya, Industri
konstruksi di Indonesia masih terbilang tidak mantap. Masalahnya adalah birokrasi industri
konstruksi Indonesia banyak dirundung masalah. Ketidaksepahaman stakeholder di
Indonesia, tidak adanya dukungan dan pembenahan sehingga kelompok palsu (pseudo-
kontraktor dan pseudo-konsultan) serta tindakan KKN semakin merajalela. Tindakan KKN
serta sistem birokrasi yang tidak jelas akhirnya menyebabkan konstruksi di Indonesia
dikenakan dengan biaya yang sangat tinggi dan implementasi pasar konstruksi menjadi tidak
efektif. Dia berpendapat perlu ada kolaborasi antara lembaga riset pemerintahan dengan
dunia pendidikan baik dari sisi swasta maupun pemerintah. Hal ini dikarenakan konstruksi
Indonesia masih sangat kekurangan SDM yang berkualitas sementara tuntutan dunia
konstruksi semakin meningkat. Menyongsong era pasar bebas dan AFTA diperlukan
konstruksi yang aman, nyaman dan tertib di Indonesia. Apalagi di era terbuka, inovasi,
solusi, efesiensi dan produktifitas menjadi faktor penting untuk bertahan di pasar dengan
kompetisi yang luas. Untuk mencapai hal itu, diperlukan peningkatan kualitas program
pendidikan sehingga dapat memenuhi tuntutan pasar.

 Ketua Umum Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapeksindo), Irwan Kartiwan


mengungkapkan, bahwa saat ini memang pemerintah masih belum bisa memberikan
perlindungan secara merata. Dikatakan bahwa konstruksi Indonesia belum siap menghadapi
AFTA 2015.

 Herman Halim – Ketua Perbanas Jatim mengatakan bahwa dalam menyambut kedatangan
AFTA tersebut, Indonosia harus menumbuhkan market nasional lebih berkualitas, agar
mampu bersaing dengan komoditi impor. Akan tetapi, dia khawatir indonesia tidak berhasil
menjalankan AFTA, kerana sistem birokrasi yang rumit. Sedangkan ekspansi dalam dunia
industri ini tidak bisa menunggu keputusan yang lama dari pemerintah.

 Di era ini, maka hanya bagi pemegang sertifikat yang hanya bisa bersaing. Sertifikat inipun
sertifikat yang sudah diakui atau sesuai dengan yang ditetapkan. Baik untuk tingkat regional
maupun internasional. “Sepandai apapun seseorang, tanpa bisa menunjukkan sertifikat
keahlian sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan, tentu akan mengalami kesulitan
dalam memperoleh pekerjaan,“ kata Ir. Wisnu Suharto, Dipl, HE Wakil Ketua II LPJK Prov
Jateng.

Pembahasan
Memang ada dua pendapat berdasarkan p enjelasan di atas. Ada yang bilang bahwa Indonesia
siap dengan syarat tertentu dan ada yang bilang tidak siap karena permasalahan khusus. Menurut
penulis pendapat diatas lebih menitik beratkan pada penilaian secara internal yang kurang
komplit. Mengapa? karena yang dibahas hanyalah di wilayah kulit luar, dan tidak fokus pada
pembahasan komparatif daya saing tenaga ahli konstruksi Indonesia terhadap negara ASEAN
lain. Ini tentu perlu riset tersendiri. Mestinya jika secara relatif tingkat daya saing konstruksi
Indonesia lebih baik, tentunya akan dinyatakan siap menghadapi AFTA dan demikian pula
sebaliknya.

Ada benang merah terhadap beberapa pendapat diatas, yaitu:

 Daya saing adalah faktor utama menghadapi AFTA


 Konstruksi Indonesia masih banyak masalah
 Kurangnya dukungan pemerintah
 Masih kurangnya tenaga ahli konstruksi Indonesia
Lantas, bagaimana daya saing konstruksi Indonesia? Setelah berpengalaman mengerjakan dua
proyek kelas International, Penulis menilai secara jujur masih banyak kelemahan dibalik
beberapa prestasi yang telah dicapai. Kelemahan daya saing tersebut terutama terlihat pada aspek
SDM, produktifitas kerja, budaya dan sudut pandang pelaku konstruksi, Efisiensi kerja, dan
sistem serta regulasi yang ada. Semoga dalam setahun ini, kita bisa mempersiapkan diri sebaik
mungkin.

http://manajemenproyekindonesia.com/?p=2865

http://aeccenter.kemendag.go.id/media/177237/buku-konstruksi-oktober-2015.pdf

Anda mungkin juga menyukai