Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
NAMA : PUPUT NOVITASARI
NIM : 1611012220017
PEMBIMBING
INTERNAL : Dr. URIPTO T. SANTOSO, S.Si., M.Si
EKSTERNAL : NOVAN HENDRIWIBOWO, S.T
BANJARBARU
2019
i
HALAMAN PENGESAHAN
Puput Novitasari
NIM. 1611012220017
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
4.3.2 Alat dan Bahan ....................................................................... 18
4.3.3 Analisa Sampel ....................................................................... 19
4.3.4 Interpretasi Data ..................................................................... 19
4.3.5 Prosedur Kerja ........................................................................ 19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Data Hasil Pengamatan ..................................................................... 21
5.2 Pembahasan ...................................................................................... 22
5.2.1 Pengaruh Komposisi Chemical terhadap pH .......................... 23
5.2.2 Pengaruh Komposisi Chemical terhadap Turbidity................ 24
5.2.3 Pengaruh Komposisi Chemical terhadap Nilai TDS .............. 27
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 29
6.2 Saran ................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pengaruh Alum & Flokulan terhadap pH, turbidity¸ dan TDS ......... 21
Tabel 2. Pengaruh PAC & Flokulan terhadap pH, turbidity, dan TDS............ 21
Tabel 3. Pengaruh Soda Ash 0,1 ppm terhadap pH, turbidity, dan TDS .......... 22
Tabel 4. Pengaruh Soda Ash 0 ppm terhadap pH, turbidity, dan TDS ............ 22
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Pengaruh koagulan dan Flokulan terhadap pH ................................. 23
Grafik 2. Pengaruh Koagulan dan Flokulan terhadap Turbidity ...................... 25
Grafik 3. Pengaruh Soda Ash terhadap Turbidity ............................................ 26
Grafik 4. Pengaruh Koagulan dan Flokulan terhadap nilai TDS ..................... 27
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Proses Produksi Minyak Pertamina EP Tanjung ................ 2
Gambar 2. Struktur Organisasi Pertamina EP Tanjung ................................... 7
Gambar 3. Proses Pengikatan Partikel Koloid Oleh Koagulan ....................... 12
Gambar 4. Proses Pengikatan Partikel Koloid Oleh Flokulan ......................... 14
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini menjadi sebuah keharusan untuk
bersaing dalam dunia kerja dengan cara meningkatkan kualitas SDM yang
memiliki kualitas ilmu pengetahuan, kepribadian, keterampilan yang baik.
Perkembangan dunia industrialisasi di Indonesia cukup pesat, baik industri kecil
maupun besar yang dikelola oleh pihak pemerintah melalui Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) atau yang dikelola oleh pihak swasta. Instansi tersebut
membutuhkan tenaga-tenaga kerja yang terampil serta profesional dibidangnya,
karena sangat menentukan kualitas produk yang dihasilkan. Tenaga kerja yang
dimaksud adalah orang-orang yang tidak hanya menguasai teori belaka namun
juga dapat menerapkan ilmu tersebut secara efektif pada bidang pekerjaan yang
ditekuni. Sebagai mahasiswa yang mempelajari disiplin ilmu kimia, tentunya
dituntut untuk dapat mengaplikasikan ilmunya ketika memasuki dunia kerja.
Pembelajaran tidak hanya mutlak berlangsung pada perkuliahan, di luar daripada
itu masih banyak ilmu yang dapat dikaji dan gali bersama
Program Studi Kimia mempunyai visi, yaitu terwujudnya program studi yang
terkemuka dalam pelayanan Tri Dharma Perguruan Tinggi di bidang sains kimia
yang mendukung pengelolaan sumber daya alam Kalimantan berwawasan
lingkungan pada tahun 2025, dan dengan salah satu misinya adalah membangun
dan mengembangkan kerja sama yang mendukung pengembangan sains kimia
dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan Kalimantan. Pulau
Kalimantan sendiri merupakan pulau terbesar di Indonesia yang memiliki potensi
sebagai penghasil minyak dan gas bumi, khususnya Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Adapun instansi yang sangat
berkembang dalam mengelola kekayaan migas negara, seperti eksplorasi,
eksploitasi, produksi, dan distribusinya adalah PT Pertamina EP Tanjung. Potensi
minyak di Kalimantan Selatan yang dieksploitasi sejak zaman penjajahan Belanda
adalah di Kabupaten Tabalong (Tanjung). Lapangan minyak Tanjung terdapat di
beberapa daerah. Secara umum lapangan ini dikenal dengan nama Lapangan
1
Tanjung Raya. Pertamina serta beberapa perusahaan kontraktor melakukan
kerjasama untuk meningkatkan perolehan minyak.
Salah satu komponen penting dalam produksi minyak di PT Pertamina EP
Tanjung adalah air yang diproses di Water Treatment Plant (WTP) yang diambil
dari sungai Tabalong. Air adalah salah satu senyawa yang fleksibilitasnya dapat
dimanfaatkan di berbagai bidang, termasuk di industri perminyakan. Beberapa
manfaat air di bidang ini antara lain: penambahan panas pada unit proses,
biasanya dalam bentuk kukus / steam; penghilangan panas unit proses dalam
bentuk air pendingin , biasanya dalam bentuk air pendingin pada cooling tower;
penghilangan garam dan impurities dari minyak mentah; perlindungan peralatan
dari korosi; produksi gas Hidrogen untuk menghilangkan sulfur dari bahan bakar
motor; pembersihan dan peralatan proses produksi (Guernsey, 2009).
Air dari sungai Tabalong sendiri diproses di WTP dan digunakan untuk
berbagai keperluan seperti pembersihan, perawatan peralatan, dan dialirkan ke
sumur-sumur produksi sehingga membantu untuk mendapatkan tambahan
produksi minyak.
Gambar 1. Skema proses produksi minyak Pertamina EP Tanjung
Well
WIP Well Injection Production
Sungai Tabalong
Filter
Utilities
FWKO
RU V Balikpapan
PPP Manunggul
S.B.II S.B.I
(Longikis) (Batu Butok)
Mixing device
2
Kualitas air di WTP perlu dikontrol agar dapat diperoleh beberapa karakteristik
yang diperlukan seperti tidak adanya padatan terlarut yang dapat menyebabkan
korosi atau pembentukan scale, tidak ada reaksi yang merugikan terhadap batuan
dan fluida reservoir, tidak ada kandungan mikroba atau bakteri yang dapat
tumbuh pesat, tidak merusak kualitas minyak, tidak ada kandungan yang
berbahaya dan merusak lingkungan, dan jumlah air yang tersedia mencukupi.
Mengingat air digunakan di hampir semua unit pemrosesan minyak, sehingga
optimasi penggunaan dan kontrol terhadap kualitas air sangat dibutuhkan untuk
menjaga kualitas produk dan keberjalanan pabrik minyak. Oleh sebab itu dalam
penelitian ini topik optimasi penggunaan chemical koagulan dan flokulan dalam
proses Water Treatment Plant cukup menarik untuk dikembangkan, yaitu
bagaimana pengaruh komposisi koagulan, flokulan terhadap turbidity, pH, dan
Total Dissolve Solid (TDS) menjadi hal pokok yang akan dipelajari.
1.3 Tujuan
3
1.4 Manfaat
Manfaat yang dicapai dalam pelaksanaan praktik kerja lapangan ini adalah:
1. Mahasiswa mendapat pengalaman kerja di PT Pertamina EP Tanjung.
2. Mahasiswa mengetahui analisis basis yang dilakukan untuk penentuan
kualitas crude oil dan air di laboratorium Pertamina EP Tanjung.
3. Mahasiswa mengetahui tujuan penentuan kualitas crude oil dan air di
laboratorium Pertamina EP Tanjung .
4. Adanya hubungan kerjasama yang baik antara pihak fakultas dengan PT
Pertamina EP Tanjung.
4
BAB II
PROFIL PT PERTAMINA EP TANJUNG
5
11) Tahun 1989, struktur Dahor ditemukan.
12) 11 November 1989, kontrak JOB Enhanched Oil Recovery (EOR) Tanjung
antara 3 perusahaan PERTAMINA – SOUTHERN CROSS (Tanjung) Ltd –
BONHAM (Tanjung) Ltd selama 15 tahun.
13) 1992, terjadi pengalihan hak dan kewajiban Mitra kepada BOW VALLEY
(Tanjung).
14) 27 April 1993, pengoperasian 4 lapangan (Tapian Timur, Warukin Selatan,
Warukin Tengah, dan Kambitin) diserahkan ke JOB dan biaya yang timbul
menjadi beban PERTAMINA.
15) Agustus 1994, terjadi pengalihan hak dan kewajiban Mitra kepada Talisman
Ltd. Participating interest: PERTAMINA 50%, TALISMAN ENERGY 50%.
16) 10 November 2004, kontrak EOR dengan TALISMAN Ltd berakhir.
17) 11 November 2004 - 28 Februari 2013, lapangan Tanjung Raya dikelola oleh
PT PERTAMINA EP – UBEP TANJUNG.
18) 1 Maret 2013-sekarang, Reorganisasi di PT Pertamina EP, Lapangan Tanjung
Raya dikelola oleh PT PERTAMINA EP – Asset 5, Tanjung Field.
Agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien, maka diperlukan proses
penyusunan struktur organisasi dalam pengelompokan kegiatan –kegiatan kerja
yang sejenis dan saling berhubungan dapat dikerjakan bersama dan setiap individu
dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan
yang terbatas. Hal ini akan tercermin pada struktur formal organisasi dan tampak
atau ditunjukkan oleh suatu bagan organisasi. Di Pertamina EP Tanjung dipegang
oleh pimpinan tertinggi yaitu Field Manager yang membawahi bagian:
1 ) Health, Security, Safety and Environment 5) Logistik
(HSSE) 6) Administrasi
2 ) Operasi (Engineering) 7) Keuangan
3 ) Produksi
4) Teknik dan Prasarana fisik
6
STRUKTUR ORGANISASI PT PERTAMINA EP TANJUNG
Tanjung
Field Manager
Secretary
Tanjung HR Tanjung Finance Tanjung SCM Tanjung Legal & Relation ICT Operation
Assistant Assistant Manager Assistant Assistant Manager Staff
Manager Manager
7
2.3 Laboratorium Operasi
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Proses pengolahan air pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga bagian
pengolahan (Reynold, 1982), yaitu:
Pengolahan fisik, yaitu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi
atau menghilangkan kotoran- kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir,
serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air. Salah satu
pengolahan fisik adalah dengan teknik filtrasi. Teknik filtrasi dapat digunakan
dengan bantuan media filter seperti pasir (misalnya: dolomit, diatomae, silica,
antrasit), senyawa kimia atau mineral (misalnya: kapur, zeolite, karbon aktif,
resin, ion exchange), membran (osmosis, RO, dialysis, ultrafiltrasi), biofilter
atau teknik filtrasi lainnya.
Pengolahan kimia, yaitu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat
kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Penambahan bahan
kimia tersebut berupa:
a. Koagulan
Koagulan yang dibutuhkan pada proses pengolahan air minum bertujuan
untuk membentuk flok-flok dari partikel-partikel tersuspensi dan koloid yang
tidak terendap. Teknik koagulasi dapat diterapkan dengan bantuan koagulan
kimia seperti Polielektrolit (misalnya: PAC atau Poly Aluminium Chloride,
PAS atau Poly Aluminium Sulfate), garam Aluminat (misalnya: Alum, Tawas),
garam Fe, kitin, dan sebagainya. Untuk Floakulasi dapat digunakan polimer
kationik, anionik, atau nonionik. Sedangkan untuk pengendapan dapat
digunakan teknologi buffle, settler, lumpur aktif, aerasi, dan lain-lain. Untuk
perlakuan yang optimal teknik tersebut dapat digabung.
b. Bahan netralisir
Pembubuhan alkali dimaksudkan untuk menetralkan pH, karena pada
umumnya pH akan turun setelah pembubuhan koagulan yang bersifat asam.
Pembubuhan alkali diperlukan bila air baku yang diolah memiliki kadar
alkalinitas rendah.
9
c. Desinfektan
Bertujuan untuk membunuh bahan patogen yang masih terdapat dalam air
yang sudah melalui tahap filter. Desinfektan yang digunakan adalah substansi
kimia yang merupakan oksidator kuat seperti klor dan kaporit.
Pengolahan bakteriologis, yaitu tingkat pengolahan untuk membunuh atau
memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung didalam air.
Water Treatment Plant atau lebih populer dengan akronim WTP adalah
bangunan utama pengolahan air bersih (Fandeli, 1995). Fandeli Chafid juga
menerangkan bahwa secara umum bangunan WTP terdiri dari 4 bagian, yaitu :
bak koagulasi, bak flokulasi, bak sedimentasi, dan bak filtrasi.
Sedangkan urutan pengolahan Air Sungai di Water Treatment Plant (WTP) PT
Pertamina EP Tanjung, adalah sebagai berikut:
1.) Air diangkut dari sungai dengan pompa-pompa penyedot air sungai multistage
vertical centrifugal. Pompa-pompa tersebut dipasang pada struktur baja
lengkap dengan sebuah sumur pengendap untuk menyaring partikel-partikel
yang berkirang lebih besar daripada 25 mm (1 inci) untuk mencegah terjadinya
kerusakan pada pompa-pompa penyedot.
2.) Penapis (Strainer) yang dilengkapi dengan pembersih terdapat pada saluran
buang pompa. Pompa tersebut dilapisi dengan saringan anyaman kawat 40 x 40
untuk menyaring lagi endapan. Lumpur yang halus sebelum air dimasukkan ke
dalam penjernih air sungai (River Water Clarifier).
3.) Air yang telah dipisahkan dialirkan ke kotak pembagi (Splitter Box) yang
dilengkapi dengan akat pengatur (Adjustable Weir Plate) yang dapat
menyeimbangkan aliran kedua penjernih air sungai.
4.) Sebelum air memasuki penjernih (clarifer), ditambahkan bahan-bahan kimia
berikut untuk membantu proses penjernihan yaitu:
a. Tawas: Untuk menstabilkan dan menggumpalkan partikel halus.
b. Soda Abu/Natrium Carbonate (Na2CO3): Untuk mengembalikan alkalinitas
yang terpakai oleh tawas dan untuk mempertahankan pH air diatas/sama
dengan 7 satuan.
10
c. Polimer: Untuk memperbaiki flokulasi partikel-partikel yang lebih halus
yang diperlukan untuk meniadakan turbidity.
d. Kaporit: Untuk mengembalikan jasad renik/pertumbuhan jamur.
5.) Dari penjernih, air mengalir ke tangki air penjernih (Clarifier Water Tank)
dengan gravitasi. Kaporit diinjeksikan ke dalam air yang sudah diolah
sebelum air tersebut masuk ke dalam tangki air jernih. Tangki ini berkapasitas
10.000 barel. Bagian dari tangki ini diberi alur untuk memberikan waktu
kepada kaporit membunuh pertumbuhan jasad renik.
6.) Dari tangki air jernih, air olahan tersebut dipompakan ke filter air bersih
(Fresh Water Filter). Filter air bersih ini berjenis multimedia dengan lapisan-
lapisan pasir dan antrasit yang didukung oleh kerikil yang bertingkat-tingkat
ukurannya.
7.) Air dari filter diperiksa kejernihannya (turbidity) sebelum mencapai dearator
(Pemisah Udara)
8.) Setelah kualitas air memuaskan, air dimasukkan ke dalam pemisahan udara
(Deaerator) dengan membuka kerangan stream flow utama yang pada saat yang
bersamaan menutup kerangan bypass.
(Hadi, 2002).
Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk
menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid.
Dimana partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit
ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan dan air yang akan
diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan
pengadukan secara cepat. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat
dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan
yang umum dipakai adalah aluminium sulfate, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.
Koagulasi
Air mengandung partikel-partikel koloid yang terlalu ringan untuk mengendap
dalam waktu singkat. Partikel-partikel koloid tersebut tidak dapat menyatu
menjadi partikel yang lebih besar karena pada umumnya partikel-partikel tersebut
11
bermuatan elektris yang sama, sehingga dibutuhkan penambahan bahan kimia
seperti koagulan yang dapat mendestabilkan partikel-partikel koloidal. Koagulasi
adalah proses adsorpsi dari koagulan terhadap partikel koloid sehingga
menyebabkan destabilisasi partikel. Proses ini biasa disebut proses netralisasi
(Russel, 1989).
Gambar 3. Proses pengikatan partikel koloid oleh koagulan (CG)
12
Bila alkalinitas alamnya kurang, perlu dilakukan penambahan Ca(OH)2 :
Al2(SO4)3.18H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 18H2O
Alternatif lain adalah penambahan NaCO3 yang relatif lebih mahal (Al-layla,
1998).
Dua faktor yang penting dalam proses koagulasi terutama pada saat
penambahan koagulan adalah faktor pH dan dosis koagulan. Dosis optimum
koagulan dan pH harus ditentukan dengan test di laboratorium. Kisaran pH
optimal alum adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi yang memadai
kisarannya dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi ( Cornwell, 1998 ).
2. PAC
PAC adalah polimer aluminium yang merupakan jenis koagulan baru sebagai
hasil riset dan pengembangan teknologi pengolahan air. Sebagai unsur dasarnya
adalah aluminium dan aluminium ini berhubungan dengan unsur lain membentuk
unit yang berulang dalam suatu ikatan rantai molekul yang cukup panjang.
Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi dan kemampuan
menjembatani partikel–partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung lebih
efisien. Koagulan-koagulan ini merupakan koagulan-koagulan yang efektif untuk
menghilangkan zat tersuspensi mikroskopik dengan cepat atas rentang kekeruhan,
suhu dan pH yang luas sebagaimana didapati dalam air permukaan alami.
Koagulan-koagulan ini juga efektif untuk mengusir alga. Koagulan-koagulan ini
serupa dengan tawas, dengan beberapa perbedaan penting:
- Sebagian dinetralisasi terlebih dahulu (kebasaan lebih tinggi daripada
tawas)
- Mengandung Cl dan bukan SO4
- Mengandung hingga 3 kali kandungan aluminium
PAC memiliki rantai polimer yang panjang, muatan listrik positif yang tinggi
dan memiliki berat molekul yang besar, PAC memiliki koefisien yang tinggi
sehingga dapat memperkecil flok dalam air yang dijernihkan meski dalam dosis
yang berlebihan (Setyaningsih, 2000).
Flokulasi
Flokulasi didefinisikan sebagai proses penggabungan partikel-partikel yang
tidak stabil setelah proses koagulasi melalui proses pengadukan (stirring) lambat
13
sehingga terbentuk gumpalan atau flok yang dapat diendapkan atau disaring pada
proses pengolahan selanjutnya (Hadi, 1997). Flokulasi merupakan proses
pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan pengelompokan/ aglomerasi
antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses pengadukan lambat atau
slow mixing). Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel
menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah
diendapkan.
Gambar 4. Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan
Tujuan dilakukan flokulasi pada air selain lanjutan dari proses koagulasi adalah
(Eckenfelder, 2000) :
- Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan
fisik.
- Memperlancar proses conditioning air.
- Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.
- Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam
filtrasi.
Proses flokulasi dilakukan setelah setelah proses koagulasi dimana pada proses
koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan sehingga terbentuk flok-flok
lembut yang kemudian dapat disatukan melalui proses flokulasi (Eckenfelder,
2000). Penggoyahan partikel koloid ini akan terjadi apabila elektrolit yang
ditambahkan dapat diserap oleh partikel koloid sehingga muatan partikel menjadi
netral. Penetralan muatan partikel oleh koagulan hanya mungkin terjadi jika
muatan partikel mempunyai konsentrasi yang cukup kuat untuk mengadakan gaya
tarik menarik antar partikel koloid. Proses flokulasi berlangsung dengan
pengadukan lambat agar campuran dapat membentuk flok-flok yang berukuran
14
lebih besar dan dapat mengendap dengan cepat. Keefektifan proses ini tergantung
pada konsentrasi serta jenis koagulan dan flokulan, pH dan suhu (Pusteklim,
2007).
3.5 Jartest
15
tersebut sehingga menjadi flok yang lebih besar. Flokulasi dilakukan pada
pengadukan lambat dengan waktu 5-30 menit.
Selanjutnya adalah proses presipitasi. Presipitasi adalah proses pengendapan
dari garam-garam solid yang terbentuk karena adanya reaksi kimia. Presipitasi
biasanya untuk penurunan logam berat. Pada presipitasi ini Jartest digunakan
untuk mencari kondisi optimum dimana pada kondisi ini diharapkan logam-logam
berat yang ada di air dapat diendapkan bersama-sama.
Kemudian proses oksidasi dan desinfektan. Pada proses oksidasi mangan dan
besi maupun desinfektan perlu dilakukan Jartest untuk menentukan dosis yang
dipakai agar tidak terlalu banyak sisa klor yang masih tertinggal. Jumlah
desinfektan yang tertinggal dalam air untuk dosis tertentu dapat merusak
kehidupan mahluk hidup lainnya yang sebenarnya bukan tujuan untuk
dihilangkan, dalam industri sisa klor yang berlebihan dapat merusak system
penukar ion dengan menutup pori-pori resin penukar ion.
16
BAB IV
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan yang dilakukan selama kerja praktik ini yaitu berupa kegiatan
magang dimana mahasiswa ikut melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh
staf laboratorium khususnya dalam menganilisis sampel crude oil. Kegiatan kerja
praktik mahasiswa meliputi pemeriksaan sampel crude oil di laboratorium dan
kunjungan tempat pengambilan sampel crude oil di lapangan, namun lebih
menekankan kepada analisis sampel crude oil yang rutin di tempat kerja. Hasil
analisis ini digunakan sebagai evaluasi secara berkala terhadap kualitas produk
sampel untuk dilakukan proses selanjutnya.
Kegiatan kerja praktik mahasiswa dilakukan untuk memperoleh berbagai
informasi dan analisis kualitas sampel dari berbagai sumber serta merasakan
kondisi dunia kerja. Mahasiswa juga melakukan tugas penelitian sebagai salah
satu syarat mata kuliah praktik kerja lapangan, dengan topik sesuai analisa yang
dilakukan di tempat kerja. Mahasiswa dibimbing oleh pembimbing eksternal,
sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan dalam kegiatan rutin di
laboratorium, dan dalam kegiatannya mahasiswa tidak bisa lepaas dari staf
laboratorium yang membantu mahasiswa dalam melakukan analisis di
laboratorium.
17
4.3 Analisis Laboratorium
a. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: gelas ukur, beaker glass,
batang pengaduk, sudip, jartest, neraca analitik, turbidimeter, pH meter.
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: akuades, soda ash
/natrium carbonate (Na2CO3), kaporit. Dalam penelitian ini, koagulan yang
digunakan adalah aluminium sulfate dan poly aluminium chloride dengan dosis 1,
3, 5, 7, dan 10 (mg/L). Flokulan yang digunakan adalah flokulan anionik
Polyacrylamide dengan dosis 1, 3, 5, 7, dan 10 (mg/L). Pemilihan koagulan dan
flokulan tersebut didasarkan pertimbangan (Eckenfelder, 2000) :
1. Jenis koagulan dan flokulan tersebut sesuai untuk pengolahan air
2. Jenis koagulan dan flokulan tersebut memiliki kemampuan untuk mereduksi air
dengan efektif.
3. Mudah diperoleh di pasaran.
4. Harganya ekonomis dalam proses pengolahan air.
5. Ramah lingkungan.
18
Parameter yang diamati adalah persentase penurunan nilai turbidity air sungai,
pH, dan nilai TDS.
b. Pengukuran Turbidity
Larutan uji
- disiapkan
- dinyalakan alat turbidimeter dengan menekan tombol
On/Off dan dilakukan kalibrasi
- diisikan ke kuvet yang sudah bersih dan kering
- dibersihkan bagian luar kuvet dengan tisu
- dimasukkan kuvet ke dalam alat turbidimeter lalu tekan
”read”
- dibaca dan dicatat hasil pengujian
Akuades
- dibilas kuvet
- dimatikan alat turbidimeter dengan menekan tombol
On/Off
Hasil
19
c. Prosedur Analisis menggunakan Jartest
Metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara Jar mengacu pada SNI 19-
6449-2000.
Larutan uji
- dimasukkan volume contoh uji yang sama (500 ml) ke
dalam masing-masing gelas kimia
- diukur pH, turbidity, dan TDS
- ditempatkan gelas hingga baling-baling pengaduk
berada 6,4 mm (min) dari dinding gelas
Koagulan (PAC; Alum)
- ditambahkan dengan konsentrasi masing-masing 1, 3, 5,
7, dan 10 (ppm)
Soda ash (Na2CO3)
- ditambahkan sebanyak 1 ml (2 ppm)
- dioperasikan pengaduk multi posisi pada pengadukan
cepat dengan kecepatan 120 rpm selama 1 menit
Kaporit
- ditambahkan sebanyak 1,5 ml (3 ppm)
- dikurangi kecepatan mejadi 45 rpm selama 1 menit
Flokulan (polyacrylamide)
- ditambahkan dengan konsentrasi masing-masing 1, 3, 5,
7, dan 10 (ppm)
- dioperasikan pengadukan lambat dengan kecepatan 45
rpm selama 20 menit untuk menjaga keseragaman
partikel flok yang terlarut
- diangkat baling-baling setelah pengadukan lambat
selesai dan diamati pengendapan partikel flok
- didiamkan selama 15 menit agar mengendap
- diukur pH, turbidity, dan TDS
Hasil
20
BAB V
PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK
Pengaruh koagulan dan flokulan pada air sungai Tabalong sebelum dan
sesudah treatment terhadap pH, turbidity, dan TDS, dengan pH awal 7.55,
turbidity 26.5 NTU, dan TDS 64.0 mg/L.
Tabel 1. Pengaruh koagulan (aluminium sulfate) dan flokulan terhadap pH, turbidity, dan TDS.
Tabel 2. Pengaruh koagulan (PAC) dan flokulan terhadap pH, turbidity, dan TDS.
21
Pengaruh soda ash pada air sungai Tabalong sebelum dan sesudah treatment
terhadap pH, turbidity, dan TDS, dengan pH awal 7.28, turbidity 105 NTU, dan
TDS 52.9 mg/L.
Tabel 3. Pengaruh soda ash (Na2CO3) 0,1 ppm terhadap pH, turbidity, dan TDS.
Tabel 4. Pengaruh soda ash (Na2CO3) 0 ppm terhadap pH, turbidity, dan TDS.
5.2 Pembahasan
Air di WTP yang diperoleh dari sungai Tabalong merupakan salah satu
komponen penting dalam proses produksi minyak di Pertamina EP Tanjung. Oleh
karena itu mengoptimasi penggunaan chemical koagulan dan flokulan dalam
proses Water Treatment Plant merupakan tahap penting agar diperoleh hasil yang
optimal. Kualitas air di WTP perlu dikontrol agar dapat diperoleh beberapa
karakteristik yang diperlukan seperti: tidak adanya padatan terlarut yang dapat
menyebabkan korosi atau pembentukan scale, tidak ada reaksi yang merugikan
terhadap batuan dan fluida reservoir, tidak ada kandungan mikroba atau bakteri
yang dapat tumbuh pesat, tidak merusak kualitas minyak, tidak ada kandungan
yang berbahaya dan merusak lingkungan, dan jumlah air yang tersedia
mencukupi.
22
5.2.1 Pengaruh Komposisi Flokulan Dan Koagulan Terhadap Penurunan pH
Kisaran pH optimal alum adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi
yang memadai kisarannya dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi.
Sedangkan rentang pH untuk PAC adalah 6 – 9, sehingga bila pada kondisi
pencampuran pH dibawah 5.0 untuk alum dan dibawah 6 untuk PAC, maka reaksi
koagulasi ini akan berlangsung kurang optimal. Kurang optimalnya proses
koagulasi flokulasi pada pH rendah menunjukan bahwa koagulasi sangat
dipengaruhi pH. Oleh karena itu penambahan alkali seperti Na2CO3 mutlak
diperlukan untuk mempertahankan pH agar tetap berada dalam batas daerah yang
baik untuk koagulasi. Seperti halnya koagulan, flokulan juga flokulan anionik
yang dipergunakan juga dipengaruhi oleh pH. Pada pH 7 flokulan ini bekerja
optimal dalam menetralisir muatan listrik pada permukaan partikel-partikel koloid
yang secara terus menerus akan membentuk flok yang kuat mengikat partikel-
partikel koloid dalam air. Analisis sampel air sungai didapat pH mula-mula
sebesar 7,55. Nilai pH air sungai hasil penjernihan akan semakin rendah dengan
bertambahnya kadar koagulan. Hal ini disebabkan semakin besar kadar koagulan
yang ditambahkan dalam sampel air, semakin banyak ion H+ yang dilepaskan
dalam air. Hal ini dapat dijelaskan melalui reaksi sebagai berikut:
[Al2(OH)3]3+ + 3H2O → 2Al(OH)3 +3H+
Waktu pengadukan tidak mempengaruhi nilai pH larutan. Demikian pula dengan
kecepatan pengadukan. Penambahan koagulan PAC atau Alum akan
mempengaruhi pH air, semakin banyak dosis koagulan yang diberikan maka pH
akan mengalami penurunan.
Grafik 1. Pengaruh koagulan dan flokulan terhadap pH
23
Dari grafik 1 dapat dilihat perbedaan penurunan nilai pH dari masing-masing
koagulan. Koagulan PAC pada dosis optimum 10 ppm memiliki nilai pH 7,04
sedangkan koagulan alum pada dosis optimum 10 ppm memiliki nilai pH 7,24.
Pada dosis 1, 3, dan 5 ppm terlihat bahwa air hasil olahan dengan menggunakan
koagulan alum memiliki pH yang lebih rendah dibanding PAC. Menurut Murray
(1999), hal ini disebabkan karena alum dapat terhidrolisis dan mudah terionisasi
dalam air, sedangkan PAC dalam air akan terhidrolisis membentuk flok dan ion
klorida yang terlepas akan bergabung dengan flok, sehingga terhindar dari
terbentuknya HCl sebagai produk samping yang dapat menurunkan pH.
Penurunan pH tersebut disebabkan karena adanya reaksi sebagai berikut:
Al2(SO4)3 + 6H2O → 2Al(OH)3↓+ 3H2SO4
3H2SO4 → 6H+ + 3SO42-
Berdasarkan reaksi tersebut, terlihat bahwa penambahan koagulan alumunium
sulfat ke dalam air menyebabkan reaksi hidrolisis yang disertai pelepasan ion
hidrogen sehingga terjadi penurunan pH air. Pada grafik 1, penurunan pH terlihat
tidak stabil. Apabila pH tinggi atau dikatakan kekurangan dosis maka air akan
nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna.
Akan tetapi apabila pH terlalu rendah atau dikatakan kelebihan dosis, maka air
akan tampak keputih-putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang
cenderung berwarna putih (Keenam, 1980). Namun kondisi pH air hasil treatment
ini masih berada dalam kisaran netral yaitu 6-9.
24
Grafik 2. Pengaruh koagulan dan flokulan terhadap turbidity
25
membentuk flok dibandingkan dengan Aluminium Sulfate. PAC memiliki rumus
kimia Alm(OH)nCl(3m-n) dimana senyawa Al2O3 pada PAC tersebut ketika
berikatan dengan air akan membentuk reaksi yang cepat dan menghasilkan garam
dan asam yang mengakibatkan penurunan kekeruhan sangat cepat sehingga
dengan mudah menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid dan dapat
mengatasi serta mengurangi gaya tolak menolak elektrostatis antar partikel sampai
sekecil mungkin, sehingga memungkinkan partikel – partikel koloid tersebut
saling mendekat ( gaya tarik menarik kovalen ) dan membentuk gumpalan / massa
yang lebih besar. PAC dapat digunakan tanpa penggunaan bahan netralisasi
seperti soda ash, karena dalam reaksinya terbentuk senyawa asam dan basa
sekaligus. Reaksi itulah yang menyebabkan PAC dapat berikatan dengan partikel
dalam air dengan cepat.
Berdasarkan grafik 2 diatas dapat dilihat dengan pemberian dosis yang sama
dengan kekeruhan yang sama menyebabkan persentase penyisihan yang berbeda
juga. Dalam hal ini persentase penyisihan dengan PAC lebih tinggi dibandingkan
dengan Aluminium Sulfate. Kemudian untuk melihat bagaimana jika konsentrasi
soda ash diturunkan, maka dibuat penambahan soda ash dengan konsentrasi 0,1
ppm dan tanpa soda ash pada variasi koagulan flokulan 10 ppm (konsentrasi
optimum pada percobaan sebelumnya). Berikut hasil yang diperoleh:
Grafik 3. Pengaruh soda ash terhadap turbidity, dengan turbidity awal 105 NTU
Dari grafik 3, dapat dilihat bahwa penyisihan kekeruhan tanpa menggunakan soda
ash pada PAC didapatkan penurunan sebesar 82,6% sedangkan untuk Aluminium
26
Sulfate sebesar 66,6%. Jika dibandingkan antara PAC dan Aluminium sulfatee
maka PAC memiliki persentase penyisihan sebesar 16% lebih besar dibandingkan
dengan Aluminium sulfate. Dapat dilihat juga bahwa penyisihan kekeruhan
dengan menggunakan soda ash 0,1 ppm pada PAC sebesar 80,4% sedangkan
untuk Aluminium Sulfatee sebesar 59%. Jika dibandingkan antara PAC dan
Aluminium sulfate maka PAC memiliki persentase penyisihan sebesar 21% lebih
besar dibandingkan dengan Aluminium sulfate. Dari grafik 3 menunjukkan bahwa
penambahan soda ash pada PAC tidak berpengaruh besar, hal ini membuktikan
bahwa PAC dapat digunakan tanpa penggunaan bahan netralisasi seperti soda ash,
karena dalam reaksinya terbentuk senyawa asam dan basa sekaligus. Sehingga
dapat disimpulkan koagulan PAC efisien digunakan dibandingkan dengan
Aluminium Sulfate.
27
air lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum proses koagulasi dan flokulasi. Hal
ini terjadi karena reaksi hidrolisis yang melepaskan SO42- (untuk aluminium
sulfat) dan Cl- (untuk PAC). Dimungkinkan juga terjadi karena dengan
penambahan koagulan ke dalam air menyebabkan aktifnya muatan listrik di
sekitar permukaan partikel koagulan. Partikel-partikel positif air yang tidak
membentuk flok saling tolak menolak di antara partikel koloidal. Menurut
Sukardjo (1985), gerakan partikel koloid akibat adanya medan listrik disebut
elektroforesis. Bila pemakaian medan listrik partikel-partikel koloid ditahan tetap
pada tempatnya, maka pelarut akan bergerak ke arah lawan dari gerakan partikel
dalam elektroforesis. Stabilitas partikel-partikel koloid, terutama disebabkan
karena partikel-partikel ini bermuatan listrik sama. Muatan yang sama selalu tolak
menolak, hal ini yang menyebabkan nilai TDS air meningkat. TDS sendiri
merupakan padatan yang terlarut dalam larutan baik berupa zat organik maupun
anorganik, sehingga lebih sulit dikontrol menggunakan koagulan flokulan,
dibandingkan dengan TSS yang merupakan padatan yang terdapat pada larutan
namun tidak terlarut, dapat menyebabkan larutan menjadi keruh, dan tidak dapat
langsung mengendap pada dasar larutan.
28
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
Al-layla, A.M., et al. 1998. Water Supply Engineering Design. Ann Abror Science
Publisher Inc the Buffer Worth Group, Amerika Serikat.
Charles, W.K., et al. 1980. The University of Chemistry terj. Aloysius Hadiyana
Heriatmaka, Ilmu Kimia untuk Universitas. Erlangga, Jakarta.
Cornwell, D. A dan Davis, L. 1998. Environmental Engineering. The McGraw-
Hill Companies, Singapore.
Eckenfelder, W.W. 2002 Industrial Water Pollution Control, Edisi Ketiga,
McGraw-Hill Inc., Sydney.
Fandeli, Chafid. 1995. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan
Pemapanannya dalam Pembangunan. Liberty, Yogyakarta.
Guernsey, C.H. et al. 2009. Optimization of Water Usage at Petroleum Refineries.
Ground Water Protection Council, Salt Lake Utah.
Hadi, Mulyono. 2002. Analisa Kualitas Air Injeksi dengan Berbagai Parameter
Kimia di WIP & WTP Pertamina Tanjung. Tanjung.
Hadi, W. 1997. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. FTSP – ITS,
Surabaya.
Linggawati, A., dkk. Efektivitas Pati-fosfat dan Koagulan, Jurnal Natur
Indonesia. Indonesia.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Penerbit PT Pradnya Paramita,
Jakarta.
Murray, dkk. 1999. Biokim Haper. Edisi ke-24. Buku Kedokteran. EGC, Jakarta.
Pusteklim. 2007. Pelatihan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Limbah,
Yogyakarta.
Reynold, T.D. 1982. Unit Operation and Process in Environmental Engineering.
Wasworth. Belmot, California.
Russel, W.B., et al. 1989. Colloidal Dispersions. Cambridge Univ. Press,
Cambridge U.K.
Setyaningsih, D. 2002. Perbandingan Efektifitas Penggunaan Koagulan FeCl,
PAC, PE ( Poly Electrolit) Pada Proses Koagulasi Limbah ( White water )
Pabrik Kertas. Skripsi. Teknik Kimia UPN Jatim, Surabaya.
Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Rineka Cipta, Jakarta.
Sutrisno, T., dkk. 1991. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta, Jakarta.
LAMPIRAN
Alum Kaporit
Soda Ash Polimer
pH meter Turbidimeter
Jartest
Laboratorium BS IV (PO)