Anda di halaman 1dari 15

I.

Judul
Refleks Pupil Dan Bintik Buta Pada Mamalia

II. Rumusan Masalah


Berdasarkan judul di atas, diperoleh berbagai permasalahan dalam praktikum
ini diantaranya:
1. Bagaimana refleks pupil ketika ada cahaya yang masuk?
2. Bagaimana refleks pupil terhadap akomodasi mata?
3. Bagaimana cara menentukan jarak benda yang bayangannya jatuh pada bintik
buta?
III. Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari
praktikum ini adalah:
1. Mengetahui refleks pupil ketika ada cahaya yang masuk.
2. Mengetahui refleks pupil terhadap akomodasi mata.
3. Menentukan jarak benda yang bayangannya jatuh pada bintik buta.

IV. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperoleh hipotesis dalam
percobaan ini yaitu:
1. Adanya pengaruh intensitas cahaya yang masuk terhadap diameter ukuran
pupil.
2. Adanya pengaruh akomodasi mata (letak jauh dan dekatnya benda) terhadap
diameter ukuran pupil.
3. Adanya pengaruh jarak benda terhadap bayangan yang jatuh pada bintik buta.
Hipotesis di atas juga dapat dituliskam dalam bentuk kalimat hipotesis
sebagai berikut:
1. Refleks pupil terhadap intensitas cahaya.
Ho : Tidak ada pengaruh intensitas cahaya yang masuk terhadap diameter
ukuran pupil.
Ha : Ada pengaruh intensitas cahaya yang masuk terhadap diameter ukuran
pupil.
2. Refleks pupil terhadap akomodasi mata.
Ho : Tidak ada pengaruh akomodasi mata (letak jauh dan dekatnya benda)
terhadap diameter ukuran pupil.
Ha : Ada pengaruh akomodasi mata (letak jauh dan dekatnya benda) terhadap
diameter ukuran pupil.
3. Bintik buta
Ho : Tidak ada pengaruh jarak benda terhadap bayangannya yang jatuh pada
bintik buta.
Ha : Ada pengaruh jarak benda terhadap bayangannya yang jatuh pada bintik
buta.

V. Dasar Teori
1. Mata
Manusia membutuhkan informasi berupa rangsangan dari lingkungan sekitar
untuk dapat menjalani hidupnya dengan baik. Agar rangsangan dari luar tubuh dapat
ditangkap dibutuhkan alat-alat tubuh tertentu yang disebut indera. Kelima alat
indera itu meliputi mata, hidung, telinga, kulit, dan lidah. Normalnya setiap orang
memiliki lima / panca indera yang berfungsi baik untuk menangkap rangsangan
sehingga dapat memberikan respon sesuai dengan keinginan atau sesuai dengan
insting kita. Orang yang cacat indera masih bisa hidup namun tidak bisa menikmati
hidup layaknya manusia normal. Apabila dibagi ke dalam kelompok reseptor, maka
alat indera dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yakni:
1. Kemoreseptor adalah alat indera yang merespon terhadap rangsangan zat
kimia yaitu indera pembau (hidung) dan indera pengecap (lidah).
2. Mekanoreseptor  adalah alat indera yang merespon terhadap rangsangan
gaya berat, tegangan suara dan tekanan yakni indera peraba (kulit) dan
indera pendengaran (telinga).
3. Fotoreseptor adalah alat indera yang merespon terhadap rangsangan
cahaya seperti indera penglihatan atau mata.

Mata merupakan organ yang mengandung reseptor pengelihatan, berfungsi dalam


menyediakan visi dengan bantuan dari organ aksesori. Organ aksesori ini
mengandung kelopak mata dan apparus lakrimal yang mana melindungi mata dan
seperangkat otot ekstrinsik. Bola mata terdiri atas sklera, lapisan luar yang keras dan
berwarna putih, terbuat dari jaringan ikat dan lapisan dalam tipis dan berpigmen
yang disebut koroid. Di bagian depan mata, sklera menjadi kornea transparan yang
melewatkan cahaya ke dalam mata serta bertindak sebagai lensa tetap dengan
mengubah ukuran iris meregulasi jumlah cahaya yang memasuki pupil, lubang di
tengah iris. Tepat di dalam koroid, retina membentuk lapisan terdalam dari bola
mata dan mengandung lapisan-lapisan neuron dan fotoreseptor. Informasi dan
fotoreseptor meninggalkan mata pada cakram optik, suatu titik di bagian luar retina
yakni rongga anterior di antara kornea dan lensa serta rongga posterior yang jauh
lebih besar di belakang lensa. Badan bersilia terus menerus menghasilkan aqueus
humor yang jernih dan berair yang mengisi rongga anterior. Lensa sendiri
merupakan cakram protein yang transparan (Campbell, 2011).
2. Cara Kerja Mata
Proses melihat didahului dengan pembentukan bayangan di retina yang melalui
empat proses. Pertama, pembiasan sinar atau cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya
melalui perantaraan yangberbeda kepadatannya dengan kepadatan udara yaitu
kornea, humor aqueous, lensa dan humor vitreus. Kedua, akomodasi lensa, yaitu
proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu
dekat atau jauh. Ketiga, pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina
sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu
terang memasukinya atau melewatinya dan ini penting untuk melindungi mata dari
paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu
pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus kea
rah objek yang sedang dilihat (Hamim, 2003).
Salah satu bagian mata yang penting adalah pupil. Pupil merupakan bagian mata
yang berfungsi sebagai penerus cahaya yang telah diterima oleh kornea. Pupil
berperan sebagai penentu kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata. Pupil
bentuknya selalu berubah-ubah, tidak tetap. Tergantung dari kuantitas cahaya yang
masuk ke mata. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris yang merupakan diafragma yang
tidak tetap. Iris inilah yang merupakan warna pada mata. Bentuk pupil statis dan
selalu berubah-ubah karena fungsi pupil sebagai penangkap atau penerus cahaya
(Reza, 2009).
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan
menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal,
pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika
sedang konstraksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen
kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan
papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epithelial kontraktil yang telah
termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells (Saladin,
2003).
Menurut Haeny (2009), pupil membesar pada saat gelap dan berkontraksi pada
saat terang. Ukuran pupil setiap saat berubah disebabkan oleh keseimbangan antara
stimulasi simpatis dan parasimpatis. Jumlah cahaya yang memasuki mata diatur
oleh ukuran pupil. Ukuran pupil dikontrol oleh serat-serat otot sirkuler dan radial.
Pengontrolan serat-serat otot tersebut diatur oleh:
 serat simpatis yang berasal dari ganglion servikalis superior pada rantai
simpatis di leher. Impuls yang menjalar sepanjang serat tersebut mendilatasi
pupil dengan cara relaksasi otot sirkuler;
 serat parasimpatis yang menjalar dengan saraf cranial ke-3 (okulomotoris).
Impuls sepanjang serat tersebut menyebabkan kontraksi pupil dengan cara
relaksasi serat radial.
Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan
pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi
pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita
memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada
tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada
retina bergantung pada kemampuan refraksi mata (Saladin, 2006).
Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya
berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada
benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan
mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya
menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan
ini terjadi pada retina (Saladin, 2003).
Mekanisme pembentukan bayangan pada mata dimulai dengan pengubahan
energi dalam spektrum yang dapat dilihat menjadi potensial aksi di nervus optikus.
Panjang gelombang cahaya yang dapat dilihat berkisar dari 397 nm sampai 723 nm.
Bayangan benda di sekitar difokuskan di retina. Berkas cahaya yang mencapai
retina akan mencetuskan potensial didalam sel kerucut dan batang. Impuls yang
timbul di retina dihantarkan ke korteks serebrum, untuk dapat menimbulkan kesan
penglihatan.
Proses meningkatnya kelengkungan lensa disebut akomodasi. Kekuatan lensa
bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Ketika otot siliaris
melemas, ligamentum suspensorium tegang dan menarik lensa, sehingga lensa
berbentuk gepeng. Ketika berkontraksi, garis tengah otot ini berkurang dan
tegangan di ligamentum suspensorium mengendur dan lensa meningkat
kelengkungannya (semakin cembung). Pada mata normal, otot siliaris melemas dan
lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot siliaris akan berkontraksi
sehingga lensa menjadi lebih cembung pada penglihatan dekat. Otot siliaris
dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi
otot siliaris pada penglihatan jauh, sementara sistem parasimpatis menyebabkan
kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001).
Di dalam retina juga terdapat bintik kuning, yaitu bagian mata yang sangat peka
terhadap cahaya. Apabila bayangan benda jatuh pada bintik kuning, benda akan
terlihat, karena pada bintik kuning terdapat sel batang dan sel kerucut yang akan
meneruskan rangsangan yang diterima ke saraf optik yang selanjutnya di kirim ke
otak untuk diproses dan terjadilah kesan melihat. Sedangkan bila bayangan jatuh
pada bintik buta, tidak akan terjadi kesan melihat karena tidak ada sel batang dan sel
kerucut yang akan meneruskan rangsangan cahaya tersebut ke saraf optik.
Panjangnya medan titik buta dapat diketahui dengan menghitung panjang jarak
objek hilang dari penglihatan dan jarak objek muncul kembali dalam penglihatan.
Pada umumnya jarak bintik buta mata kanan dan mata kiri hampir sama untuk
kebanyakan orang. Benda yang bayangannya jatuh pada bintik buta suatu mata,
bayangannya tidak akan jatuh pada bintik buta mata sebelahnya. Orang tidak
memperoleh kesan penglihatan dari bayangan yang jatuh pada tempat yang tidak
mengandung sel batang dan sel kerucut (Raharjo dkk., 2017).
3. Sel Kerucut dan Sel Batang
Sel batang merupakan sel fotoreseptor di dalam retina yang dapat berfungsi pada
kondisi cahaya yang redup. Sel batang berlawanan dengan sel kerucut. Pada
umumnya terdapat sekitar 125 sel batang pada mata manusia. Sel ini lebih sensitif
dibandingkan dengan sel kerucut sehingga sel inilah yang bertanggung jawab
terhadap penglihatan dalam gelap. sel batang memiliki bentuk sedikit lebih lebar
dari sel kerucut, namun keduanya memiliki struktur dasar yang sama. Bagian
pigmen ada di sebelah luar, terletak di jarinan epitel membentuk homeostasis sel.
Pada ujung jaringan epitel ini terdapat banyak cakram bertumpuk. Sel batang
memiliki daerah pigmen visual yang luas, sehingga memiliki kemampuan menyerap
cahaya dengan baik. Karena sel batang hanya memiliki satu jenis yang sensitiv
terhadap cahaya, (sel kerucut memiliki tiga jenis pigmen atau lebih) sehingga sel
batang tidak bisa membedakan warna. Reseptor warna atau sering juga disebut sel
kerucut adalah sel penerima sinar di dalamretina mata yang bertanggung jawab
terhadap penglihatan warna. Sel kerucut akan bekerja dengan baik pada kondisi
yang cukup terang. Sebagai lawannya, sel batang akan bekerja dengan baik pada
cahaya yang redup (Khaw, 2004).
Osterberg pada tahun 1935 mengatakan, ada sekitar enam juta sel kerucut pada
mata manusia. Sementara Curcio pada tahun 1990 mengatakan ada sekitar 4,5 juta
sel kerucut dan 90 juta sel batang pada retina manusia. Sel kerucut kurang sensitif
terhadap cahaya dibandingkan sel batang, tapi sel kerucut mampu membedakan
warna. Sel kerucut juga dapat melihat detail yang lebih halus dan karena memiliki
respon yang cepat terhadap perubahan. Karena manusia biasanya memiliki tiga jenis
sel kerucut dengan iodopsin berbeda, yang memiliki kurva respon yang berbeda,
dengan demikian manusia menanggapi variasi warna dengan cara yang berbeda. Hal
ini yang mebuat manusia memiliki penglihatan trikromatik. Pada kasus but warna,
satu atau lebih sel kerucut tidak berfungsi sebagai mana mestinya, sehingga
penderita buta warna tidak bisa melihat warna tertentu. Pernah juga di laporkan
bahwa ada manusi yang memiliki empat atau lebih sel kerucut yang membuat
mereka memiliki penglihatan tetrakromatik. Kerusakan pada sel kerucut akan
menyebapkan kebutaan (Bickley, 2006).

VI. Variabel
Variabel Kontrol : Subjek uji, Jarak Posisi Antar Uang Logam.
Variabel Manipulasi : intensitas cahaya, jarak benda, perubahan jarak (besar
dan kecil) antar uang logam.
Variabel Respon : refleks pupil, jarak bayangan benda yang jatuh tepat
pada bintik buta.

VII.Definisi Operasional Variabel


1. Variabel Kontrol
Dalam sebuah percobaan atau penelitian haruslah ada variabel-variabel yang
dikontrol, dimana variabel tersebut sengaja diatur dan dibuat sama agar hasil
yang diperoleh valid. Adapun variabel kontrol pada praktikum kali ini adalh
subjek uji (praktikan). Subjek uji dijadikan kontrol karena diameter pupil
setiap individu berbeda, sehingga hanya bias menggunakan satu individu
untuk subjek pada praktikum ini.
Jumlah uang logam yang berjumlah 5 ditempatkan berdiri lurus ke belakang
dengan jarak antar mata uang logam dibuat sama yitu 8 mm. jarak mata uang
logam ke mata merupakan jarak benda yang bayangannya jatuh pada bintik
buta.
2. Variabel Manipulasi
Variabel manipulasi yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kondisi
lingkungan, jarak benda dan jarak antar mata uang logam. Kondisi
lingkungan yang dimanipulasi adalah kondisi gelap dan terang, dimana pada
kondisi gelap intensitas cahayanya lebih rendah daripada di kondisi terang
yang memiliki intensitas cahaya lebih tinggi. Kondisi lingkungan tersebut
akan mempengaruhi ukuran diameter pupil subjek uji setelah diberi
perlakuan. Perbedaan jauh dekatnya jarak benda akan mempengaruhi
diameter ukuran pupil subjek uji. Jarak antar mata uang logam diubah
dengan memperbesar dan memperkecil jarak antar mata uang logam
tersebut. Hal tersebut akan mempengaruhi bayangan benda yang jatuh pada
bintik buta.
3. Variabel Respon
Variabel respon pada praktikum ini yaitu diameter pupil subjek uji dan
bayangan benda yang jatuh tepat pada bintik buta. Reflex pupil terhadap
intensitas cahaya yang masuk akan mempengaruhi diameter ukuran pupil
subjek uji. Diameter pupil akan membesar saat berada di kondisi gelap, dan
akan mengecil saat diterangi dengan senter. Pada uji coba refleks pupil
terhadap akomodasi mata, diameter ukuran pupil akan membesar saat melihat
benda yang jauh letaknya, dan diameter pupil akan mengecil saat melihat
benda yang dekat letaknya. Jarak benda akan mempengaruhi bayangan benda
tersebut yang jatuh tepat pada bintik buta, sehingga benda tersebut akan
terlihat, dan bayangan yang jatuh disebelah bintik buta tidak akan terlihat oleh
mata.

VIII. Bahan dan Alat


1. Bahan
 Subjek percobaan (praktikan)
2. Alat
 Penggaris 1buah
 Senter 1 buah
 Sapu tangan 1 buah
 Uang logam 5 koin
IX. Cara Kerja
1. Refleks pupil terhadap intensitas cahaya
- Diameter pupil subjek uji diukur dengan meletakkan penggaris di bawah
salah satu mata, dan dicatat hasilnya.
- Subjek uji diminta untuk memejamkan mata dan menutupnya dengan
tangan, sedangkan penggaris tetap diposisikan di bawah mata.
- Secara mendadak subjek uji diminta untuk membuka mata, ketika mata
dibuka, diameter pupil subjek uji diukur kembali dengan menggunakan
penggaris.
- Subjek uji diminta kembali memejamkan mata, secara mendadak mata
subjek uji disinari dengan senter, dan diameter pupil subjek uji kembali
diukur.
- Dicatat hasil pengukuran diameter pupil subjek uji dan dimasukkan ke dalam
table pengamatan.
- Dilakukan langkah yang sama untuk subjek uji yang lain, untuk
membandingkan.
2. Refleks pupil terhadap akomodasi mata
- Diukur diameter pupil subjek uji/praktikan dalam keadaan normal, dengan
meletakkan penggaris di bawah salah satu matanya.
- Subjek uji diminta untuk melihat benda-benda yang jauh letaknya, diukur
diameter pupilnya.
- Subjek uji diminta melihat benda-benda yang dekat letaknya, diukur kembali
diameter pupilnya.
- Diulangi percobaan yang sama pada subjek uji yang lain.
3. Bintik buta
- Disusun 5 buah mata uang logam berdiri lurus ke belakang dengan jarak
masing-masing 8 mm.
- Ditutup salah satu mata subjek uji dengan tangan atau kain lainnya,
sedangkan mata yang lain tertuju pada bagian tengah dari mata uang logam
yang terdepan.
- Subjek uji ditanya berapa banyak uang logam yang tampak dan uang logam
mana yang tidak tampak (jarak mata uang logam ke mata merupakan jarak
benda yang bayangannya jatuh pada bintik buta).
- Jarak antar uang logam diubah (diperbesar atau diperkecil), dilihat hasilnya
dan dicatat.
- Dilakukan pengujian pada mata yang sebelah lagi.
- Dilakukan dengan langkah percobaan yang sama pada subjek uji yang lain
untuk membandingkan.
- Hasilnya dicatat dalam table pengamatan.
X. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dihasilkan beberapa data
berikut.
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Refleks Pupil dan Bintik Buta Mata

Cahaya Akomodasi Bintik buta


Kelompok Nama Mata kanan Mata kiri
Normal Gelap Terang Jauh Dekat
0,5 0,8 1,1 0,5 0,8 1,1
1 Putri N 5 6 3 7 4 8,5 11 13,5 9 12,5 15
2 Belqis C 5 7 3 7 4 5,6 6,1 7,2 3,7 5,8 8,3
3 Okthalia V 5 8 3 7 4 12 13,5 14 12,5 13 14,5
4 Izzah R 5 6 3 7 4 6,2 9,5 14,3 8 12,315,3
5 Muftia K 6 7 3 8 5 5,8 5,1 4,3 5,1 4,3 3
6 Devi N 5 9 3 7 4 6 7 4,1 4,2 5,1 3,5

Analisis
Berdasarkan data hasil praktikum dapat diketahui bahwa diameter pupil mata
pada saat keadaan gelap membesar yang diuji oleh 6 praktikan. Sedangkan pada
keadaan terang, diameter pupil mata akan mengecil yang diuji oleh 6 praktikan. Pada
uji refleks pupil terhadap akomodasi mata, diameter pupil dapat diketahui saat
praktikan diminta melihat benda-benda yang letaknya jauh yaitu membesar.
Sedangkan diameter pupil yang dihasilkan saat praktikan diminta melihat benda-
benda yang letaknya dekat yaitu cenderung mengecil. Pada uji bintik buta jumlah
koin yang diubah jarak antar mata uang logam 0,5 cm didapatkan rata-rata hasil mata
kanan 7,9 cm, jarak antar mata uang logam 0,8 cm didapatkan rata-rata hasil mata
kanan 9,7 cm, jarak antar mata uang logam 1,1 cm didapatkan rata-rata hasil mata
kanan 11,8 cm. Sedangkan jarak antar mata uang logam 0,5 cm didapatkan rata-rata
hasil mata kiri 8 cm, jarak antar mata uang logam 0,8 cm didapatkan rata-rata hasil
mata kiri 10,3 cm, jarak antar mata uang logam 1,1 cm didapatkan rata-rata hasil
mata kiri 12,7 cm.
Pembahasan
Berdasarkan data hasil praktikum Refleks Pupil Dan Bintik Buta Pada Mamalia
dapat diketahui bahwa ada pengaruh intensitas cahaya yang masuk terhadap diameter
ukuran pupil, akomodasi mata, dan jarak benda terhadap bayangannya yang jatuh
pada bintik buta.
Pada keadaan intensitas cahaya rendah (gelap), pupil akan membesar yang diuji
oleh 6 praktikan. Sedangkan pada keadaan intensitas cahaya tinggi (terang), pupil
akan mengecil yang diuji oleh 6 praktikan. Keterkaitan intensitas cahaya dengan
memperbesar atau mengecilnya pupil mata sesuai dengan fungsi dari pupil itu sendiri.
Menurut Reza (2009) Pupil berperan sebagai penentu kuantitas cahaya yang masuk
ke bagian mata. Pupil bentuknya selalu berubah-ubah, tidak tetap. Tergantung dari
kuantitas cahaya yang masuk ke mata. Pada uji refleks pupil terhadap akomodasi
mata dihasilkan data bahwa pada saat praktikan diminta melihat benda-benda yang
jauh letaknya, ukuran diameter pupilnya akan membesar, sedangkan pada diameter
pupil yang dihasilkan saat praktikan diminta melihat benda-benda yang dekat
letaknya yaitu mengecil. Keterkaitan refleks pupil tersebut dengan akomodasi mata
sesuai dengan peran pupil. Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium
tegang dan menarik lensa, sehingga lensa berbentuk memipih. Ketika berkontraksi,
garis tengah otot ini berkurang dan tegangan di ligamentum suspensorium mengendur
dan lensa meningkat kelengkungannya (semakin cembung). Pada mata normal, otot
siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot siliaris akan
berkontraksi sehingga lensa menjadi lebih cembung pada penglihatan dekat. Otot
siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi
relaksasi otot siliaris pada penglihatan jauh, sementara sistem parasimpatis
menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001).
Pada uji bintik buta jumlah koin yang diubah jaraknya antar mata uang logam
0,5 cm didapatkan rata-rata hasil mata kanan 7,9 cm, jarak antar mata uang logam
0,8 cm didapatkan rata-rata hasil mata kanan 9,7 cm, jarak antar mata uang logam
1,1 cm didapatkan rata-rata hasil mata kanan 11,8 cm. Sedangkan jarak antar mata
uang logam 0,5 cm didapatkan rata-rata hasil mata kiri 8 cm, jarak antar mata uang
logam 0,8 cm didapatkan rata-rata hasil mata kiri 10,3 cm, jarak antar mata uang
logam 1,1 cm didapatkan rata-rata hasil mata kiri 12,7 cm.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jarak antar koin mempengaruhi
jumlah koin yang terlihat. Keterkaitan antara jarak koin dengan jumlah koin yang
terlihat dipengaruhi oleh adanya bintik buta. Jika tidak ada impuls yang diteruskan ke
saraf optik. Sebaliknya, jika pembiasan cahaya dari suatu benda jatuh di bagian bintik
kuning pada retina, maka benda dapat terlihat. Pada umumnya jarak bintik buta mata
kanan dan mata kiri hampir sama untuk kebanyakan orang. Menurut Raharjo (2017)
Benda yang bayangannya jatuh pada bintik buta suatu mata, bayangannya tidak akan
jatuh pada bintik buta mata sebelahnya. Orang tidak memperoleh kesan penglihatan
dari bayangan yang jatuh pada tempat yang tidak mengandung sel batang dan sel
kerucut.

XI. Diskusi
a. Apakah ada pengaruh cahaya pada diameter pupil praktikan?
Jawab: Ya, ada. Pada keadaan intensitas cahaya rendah (gelap), pupil akan
membesar dengan rata-rata 7 mm yang diuji oleh 18 praktikan. Sedangkan
pada keadaan intensitas cahaya tinggi (terang), pupil akan mengecil dengan
rata-rata 3 cm.
b. Apakah ada perbedaan diameter pupil praktikan saat melihat bendah jauh dan
dekat?
Jawab: Ya, ada. Pada saat praktikan diminta melihat benda-benda yang jauh
letaknya, ukuran diameter pupilnya akan membesar dengan rata-rata 7 mm.
Sedangkan rata-rata diameter pupil yang dihasilkan saat praktikan diminta
melihat benda-benda yang dekat letaknya yaitu 4 cm.
c. Berapa jarak bayangan benda yang jatuh tepat pada bintik buta?
Jawab: pada mata kanan, rata-rata bayangan benda jatuh pada bintik buta
pada jarak 11 cm. Sedangkan pada mata kiri, rata-rata bayangan benda jatuh
pada bintik buta pada jarak 11 cm. Semakin bertambah jarak pada tiap koin,
maka jarak bayangan yang jatuh pada bintik buta juga akan semakin besar.
Akan tetapi, pada umumnya jarak bintik buta mata kanan dan mata kiri
hampir sama untuk kebanyakan orang.
XII.Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum diatas, dapat disimpulkan bahwa;
1. Ada pengaruh intensitas cahaya yang masuk ke mata maka ukuran pupil akan
semakin mengecil dan sebaliknya, apabila cahaya yang masuk ke mata kurang
atau dalam kondisi gelap maka ukuran pupil akan semakin membesar.
2. Ada pengaruh akomodasi mata terhadap refleks pupil. Ukuran pupil akan
mengecil jika melihat benda dengan posisi yang dekat dari mata dan ukuran
pupil akan membesar jika melihat benda dengan posisi yang jauh dari mata.
3. Ada pengaruh jarak benda yang bayangannya jatuh pada bintik buta, semakin
jauh jarak antar benda maka peluang jatuh di bintik buta semakin kecil,
sehingga peluang terlihatnya benda semakin sedikit dan semakin dekat jarak
antar benda maka peluang jatuh di bintik buta semakin besar, sehingga peluang
terlihatnya benda semakin banyak.
XIII. Daftar Pustaka
Bickley, L.S., and Szilagyi, P.G. 2006. Physical Examination and History
Taking, 9th ed. Lippincott Williams & Wilkins .Philadelphia.
Campell, Neil A. Jane B. Reece, dan Lawrence G. Mitchell, 2004. Biologi
Edisi ke 5 Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Haeny, Noer. 2009. Analisis Faktor Risiko Keluhan Subjektif Kelelahan Mata
pada Radar Controller di PT. Angkasa Pura II (Persero) Cabang
Utama Bandar Soekarno-Hatta, Tangerang Tahun 2009. Skripsi.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Khaw, P. T., Shah, P., dan Elkington, A. R. 2004. Fundamental of Human
Physiology. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Porth C. M. 2005. Pathophysiology Concepts of altered health states (7th ed.).
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Raharjo, dkk. 2017. Petunjuk Praktikum Mata Kuliah Fisiologi Hewan
Kode MK 3044214034/3084214029. Surabaya: Biologi UNESA.
Reza, Iredho Fani. 2009. Laporan Praktikum Psikologi Faal. Palembang:
Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah.
Saladin, K.S., 2003. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and
Function. 3rd ed. New York: McGraw-Hill.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Wangko, Sunny. 2013. Histofisiologi Retina. Jurnal Biomedik (JBM). Vol:
5 (3). Hal: 1-6.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai