Anda di halaman 1dari 16

POLITIK EKONOMI PERTANIAN

(DESA DAN MANUSIA PEMBANGUNAN)

DISUSUN OLEH

KELOMPOK V

KHADIJA 170510049

KHUSNUL FATIMAH 1705

JUHARNI 1705

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN, DAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER

KOLAKA

2019
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas limpahan

rahmat karunia serta hidayahnyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

makalah Politik Ekonomi Pertanian dengan pokok pembahasan “Desa dan Manusia

Pembangunan”. Tak lupa pula shalawat serta salam tetap penulis curahkan kepada

Nabi besar Muhammad Salallahu Alaihi wassallam yang telah membawa kita dari alam

kegelapan menujuh alam terang benderang seperti saat ini.

Dan penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Aan Wilhan

Juliatmaja ,SP,.MP Selaku dosen matakuliah Politik Ekonomi Pertanian yang telah

mempercayai kami dalam mengerjakan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena

itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dalam perbaikan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.Aamin.

Popalia,23 Maret 2019

Penyusun
3

DAFTAR ISI

HALAMAN

SAMPUL ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2

D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Gambaran Desa.................................................................................. 3

B. Tiga Jenis Hambatan Untuk Di Respon

Dalam Pembangunan Desa .............................................................. 5

C. Hambatan Dan Dorongan Manusia Desa

Sebagai Manusia Pembangun ........................................................... 7

D. Demokrasi vs. Dirigisme ................................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 11

B. Saran ................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya

untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan produktif. Hal ini

tampaknya merupakan suatu kekayaan yang sederhana. Tetapi hal ini seringkali

terlupakan oleh berbagai kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan

uang.

Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

laporannya “Global Human Development Report” memperkenalkan konsep

“Pembangunan Manusia (Human Development)” sebagai paradigma baru model

pembangunan. Menurut UNDP, pembangunan manusia dirumuskan sebagai perluasan

pilihan bagi penduduk (enlarging the choices of people), yang dapat dilihat sebagai

proses upaya ke arah “perluasan pilihan” dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari

upaya tersebut. Pada saat yang sama pembangunan manusia dapat dilihat juga

sebagai pembangunan (formation) kemampuan manusia melalui perbaikan taraf

kesehatan, pengetahuan, dan keterampilan; sekaligus sebagai pemanfatan (utilization)

kemampuan/ketrampilan mereka.

Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati

dalam sistem Pemerintahan Indonesia (Pasal 1 ayat 12 UU No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan daerah). Penduduk desa pada umumnya saling mengenal,


5

hidup bergotong-royong, memiliki adat istiadat yang sama, dan mempunyai tata cara

sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. Di samping itu umumnya

wilayah desa terdiri atas daerah pertanian, sehingga mata pencahariannya sebagian

besar petani.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran Desa dan bagaimana demokrasi VS. dirigisme ?

2. Apa hambatan untuk direspo dalam pembangunan Desa?

3. Apa hambatan dan dorongan manusia desa sebagai manusia pembangun?

C. Tujuan Penulisan

1. Menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh dosen pembimbing;

2. Menumbuhkan rasa kerja sama antar individu;

3. Menambah wawasan tentang Desa dan manusia pembangunan.

D. Manfaat Penulisan

1. Dapat mengetahui gambaran Desa;

2. Dapat mengetahui hambatan untuk respon dalam pembangunan Desa;

3. Dapat mengetahui hambatan dan dorongan manusia Desa sebagai manusia

pembangun.
6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Desa

Angka kemiskinan di provinsi jawa timur mencapai 1.630,60 jiwa masyarakat

yang tinggal di daerah perkotaan dan 3.440,30 jiwa masyarakat yang tinggal di

perdesaan pada tahun 2012 artinya jumlah masyarakat miskin yang tinggal di

perdesaan lebih banyak dari pada jumlah masyarakat yang tinggal di perkotaan. Angka

kemiskinan pada masyarakat perdesaan di provinsi jawa timur tersebut

menggambarkan bahwa kondisi perdesaan rentan dengan permasalahan kemiskinan.

Permasalahan tersebut harus segera diselesaikan salah satunya dengan

memaksimalkan otonomi desa. Otonomi desa merupakan kebijakan pemerintah

daerah yang diberikan kepada pemerintah desa untuk lebih mengoptimalkan potensi

desa untuk pembangunan dan mensejahterakan masyarakat (Adisasmita, 2006).

Pemerintah desa memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat serta melakukan upaya pembangunan sehingga dapat mengentaskan

kemiskinan desa. Untuk mencapai upaya tersebut dibutuhkan adanya strategi

pembangunan. Menurut Sumpeno (2011) strategi pembangunan desa dapat diartikan

sebagai langka-langkah yang akan ditempuh oleh seluruh perangkat organisasi, yang

berisi program indikatif untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan. Salah

satu bentuk kebijakan pembangunan desa yakni dengan adanya Badan Usaha Milik

Desa (BUMDES). Salah satu daerah yang memiliki BUMDes yaitu Kabupaten Madium.

Keberadaan BUMDes di Kabupaten Madium salah satunya terletak pada Desa Sareng

Kecamatan Geger dengan nama Badan Usaha Milik Desa”Mekar Sari”. Pengelolaan

BUMDes Mekar Sari mengacu pada PerDes Desa Sareng Kecamatan Geger
7

Kabupaten Madium Nomor 09 Tahun 2012. BUMDes Makae Sari memiliki empat

usaha yakni program usaha Agrobisnis pertanian (PUAP), usaha peningkatan

kesejahteraan keluarga (UP2k), unit pengelola keuangan gerakan terpadu

pengentasan kemiskinan (UPK Gardu Taskin) dan pasar desa. Keberadaan BUMdes

dalam menaungi unit PUAP diharapkan mampu menjawab permasalahan yang muncul

dalam manajemen pengelolaan terdahulu. Maka dari itu peneliti ingin mengetahuai

strategi pembangunan desa dalam mengentaskan kemiskinan desa melalui program

badan usaha milik desa (BUMdes) Studi Pada Unit Program usaha agrobisnis

Pertanian (PUAP) di Desa Sareng Kecamatan Geger Kabupaten Madium. Masyarakat

desa yang aslinya dapat mewujudkan persekutuan rangkah, darah dan warah

(territorial, geonologis dan adat) kini sedang mengalami pelunturan wajah

pembangunan masyarakat desa telah berlangsung berdampingan dengan perubahan

ekologis, sosial budaya manusianya. Berbagai cabang ilmu pengetahuan berusaha

keras untuk menemukan porsi sumbangannya dalam usaha menyelamatkan desa

serta manusia penghuninnya dari kehidupan yang miskin menjadi masyarakat yang

berkemampuan beradap. Berbagai teknologi maju telah memasuki desa melalui

pendidikan sekolah, sarana-sarana transportasi dan komunikasi perdagangan dan

pertanian moderen. Memang telah dirasakan sebagian masyarakat desa tentang

pentingnya teknologi modern dalam meningkatkan kehidupan mereka di desa. Proses

perubahan sosial yang terjadi di desa diharapkan dapat menjamin kehidupan desa

lebih baik lagi, sehingga dapat mengikis kesan tentang keberadaan orang-orang di

desa selama ini. Perubahan sosial yang diusahakan dalam membangun demi

tercapainya kemajuan masyarakat sebenarnya mengandung tiga sub proses yakni :

 Utilisasi

 Ekualisasi
8

 Apresiasi

Utilisasi menyangkut berbagai usaha pemanfaatan berbagai sumber daya

manusia berupa aneka pendapatan dan penemuan baru. Pendidikan sekolah di

desapun diarahkan kesitu agar para siswa tamatannya akan lebih mampu melihat,

membuka dan mengolah sumber daya yang mungkin masih tersembunyi. Ekualisasi

bertalian erat dengan pemerataan hasil material dan nilai sosial seperti ilmu

pengetahuan, seni dan interaksi manusia seperti kewajiban, kesempatan kerja dan

kesenangan atau agresuasi mencakup penafsiran terhadap berbagai hal yang

dinyatakan berupa peristilahan nilai. Sesungguhnya tidaklah mudah menyadarkan

manusia akan adanya tiga subproses di atas. Proses ketiga barulah muncul jika telah

hadir secara jelas sub proses pertama dan kedua. Utulisasi dan ekualisasi kita hayati

berupa apa yang dinamakan pertumbuhan dan perkembangan, sedang apresiasi

dalam penjumlahan yang lengkap akan bermuara pada tata-tentrem karta-raharja.

Untuk itu peran manusia dalam pembangunan sangat penting menurut Antun

Suhono(1975), menulis bahwa manusia pembangun selain diharapkan mampu

membangun tapi juga harus mampu mengatasi hambatan pembangunan itu sendiri,

mampu memperhitungkan secara bijaksana akibat-akibat sampingan yang

mengganggunya untuk maju.

B. Tiga Jenis Hambatan Untuk Di Respon Dalam Pembangunan Desa

Manusia pembangun yang ingin kita bina perlu disadarkan akan pertaliannya

dengan tiga jenis lingkungan yang mengepungnya: ekologi desa, budaya dan

sesamanya. Masing-masing itu menyatakan dirinya dalam bentuk lingkungan alam

yang dimanfatkan. Ketiga-tiganya bukan barang estetis karea dapat diolah

berdasarkan kepentingan atau respon dan dapat di tingkatkan terus. Tiga jenis
9

lingkungan yang menantang tadi dapat digambarkan sebagai segitiga. Kondisi sosial

ekonomi, latar belakang sejarah dan lingkungan alam, yang sudut-sudutnya berturut-

turut adalah perjuangan hidup, peranan tradisi dan adaptasi ekologis. Pada sisi-sisinya

dapat dipasangkan budaya, teknologi dan pengupa jiwa. Jelaskan bahwa manusia

sebagai kelompok yang berbudaya dengan kelestariannya dari masa kemasa, hidup

berjuang dengan menaklukan alam sekitarnya dan mempertahankan pengupa

jiwaannya dengan senjata teknologi yang dimiliki. Tindakan manusia desa dalam

mempertahankan hidup merupakan langkah-langkah yang perlu disadari sebagai

kumpulan kebijaksanaan yang akan bermanfaat bagi generasi berikutnya. Adanya

sikap pasrah kepada arus zaman atau “narimu ing pandum” merupakan indikasi

kurang sadarnya manusia desa akan adanya tiga lingkungn yang menantangnya.

Masing-masing lingkungan baginya kurang dirasakan sebagai perangsang respon

yang dapat memajukan desa, melainkan lebih dihayati sebagai wadah yang

mengalirkannya ke masa depan. Memang tak dapat diingkari menyatakan bahwa

manusia desapun selalu menjawap tantangan yang mengepungnya, akan tetapi

dimasa lampau tantangan-tantangan tersebut masih lebih bercorak tawaran fasilitas

untuk dimanfaatkan dan sementara eksploitasi berjalan dengan setianya dengan

demikian perencanaan terhadap masa depan dalam jangka waktu lama perlu di

perlukan. Segalanya ini berubah setelah penduduk desa mmadat, kondisi sosial

ekonomi memburuk sedangkan bagi recycling taka da kesempatan yang cukup lagi.

Sementara itu mekanisme pemeliharaan keseimbangan ekologis tradisional dalam

suasana kosmis-monisme, mulai di budayakan kemajuan pengetahuan yang dating

lewat pendidikan, persekolahan. Pembangunan berbagai tahayul yang membangun tak

didampingi oleh penyadaran ekologi yang rasional. Sekarang kondisi sosial ekonomi

entah baik, entah sedang, maupun jelek, semuanya itu bertalian erat dengan fasilitas
10

ekologi termasuk sumber daya desa dan perkembangan sumber daya desa, termasuk

organisasi dan teknologinya. Kondisi sosial ekonomi merupakan endapan dari

kehidupan manusia di dalam wadah, ruang dan waktu. Kondisi yang ada kini bukan

hasil ciptaan manusia kontemporer melainkan campur tangan yang yang diwariskan

oleh angkatan sebelumnya.prospek desa dan aspirasi manusianya saling berjalinan

dan di endapkan berupa tindakan-tindakan konkrit yang diharapkan.

C. Hambatan Dan Dorongan Manusia Desa Sebagai Manusia Pembangun

Manusia pembangun Adalah manusia memiliki sikap-sikap seperti berorientasi

ke masa depan, mampu berinovasi, menghargai karya, percaya akan kemampuan

sendiri, berdisiplin moderen dan bertanggung jawab. Berdasarkan skema sosiografis di

bawah, jika pada manusia desa unsur-unsur mentalitas atas didasarkan absen atau

tipis saja, tentunya ada hambatan-hambatan, atau penghalang-penghalang yang

berlatar belakang faktor sejarah, lingkungan alam dan kondisi sosial ekonomi. Memang

kehidupan desa terletak pada perangkat segitiga itu.

Untuk menelusuri lebih lanjut masing-masing penghalang dapat saja diteliti

unsur-unsur yang mengisi masing-masing sudut dalam segitiga itu yakni adaptasi

ekologi, peranan tradisi dan perjuangan hidup. Adapun latar bekang dari suatu

kelemahan mental tertentu dapat berwujud kombinasi dari berbagai unsur tadi yang

proporsinya untuk masing-masing tergantung dari factor budaya teknologi dan

pengupa jiwa. Memang dalam menggerakan manusia kearah mentalitas yang ideal

artinya mendorong tercapainya manusia pembangunan, perlu diperhatikan segitiga

kecil yang terletak dalam segi tiga besar, yakni budaya, teknologi, dan pengupa jiwa.

Dengan menyadari peranan dan makna masing-masing itu bagi kelestarian hidup,

terpeganglah kunci-kunci bagi kemajuan. Budaya merupakan sumber kegiatan


11

manusia dalam usahanya mengubah alam demi kemanfaatannya, teknologi

merupakan senjata ampuh dalam melakukan adaptasi ekologis, sedang mengupa jiwa

dengan pola perkembangannya menentukan taraf sosial teknologi yang ada karena

ketiganya itu diwariskan oleh masa lampau dan telah diuji kemampuannya dan

manfaat oleh tradisi, lewat proses diakhronis, maka setiap usaha untuk mengubahnya

atau memperbaharui lewat proses sinkronis demi meningkatkan taraf hidup selalu

mengalami tantangan atau usaha penundaan. Padahal tindakan memaksakan sesuatu

demi perubahan yang membangun perlu didampingi dengan kesadaran meski inipun

berjalan dengan secara bertahap. Sehubungan dengan itu untuk meratakan jalan

pembaharuan Prof. Koentjaraningrat menganjurkan empat usaha yakni memberi

contoh yang baik, perangsangan yang cocok, persuasi dan penerangan yang tepat

serta pembinaan terhadap generasi muda. Menciptakan manusia pembangunan itu

memerlukan waktu dan ada aspek-aspek tertentu yang baru akan dapat dihasilkan

pada generasi yang berikut. Mengenai latar belakang dari kelemahan mental perlu

dicatat bahwa ekologi yang murah dan perjuangan hidup lewat semangat gotng royong

dapat saja menipiskan tanggung jawab pribadi. Pandangan terhadap waktu sebagai

siklus yang latar belakangnya terletak pada paham tradisional kosmis-monisme

(manusian merupakan bagian dari alam semesta) dapat mengumpulkan orientasi

kemasa depan.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa hambatan pembangunan bersumber baik pada

lingkungan luar maupun dari dalam manusia sendiri. Adapun di samping

pembangunan masyarakat desa lewat berbagai lembaga pendidikan kemasyarakatan,

perlu dilengkapi ini dengan dorongan secara tidak langsung lewat penyajian fasilitas

transportasi, bangunan perairan, alat-alat komunikasidan media masa.


12

Kondisi sosial ekonomi

Perjuangan

X hidup
pengupajiwa teknologi

.
Peranan tradisi

X X Adaptasi ekologi

lingkungan alam
Latar belakang
sejarah
budaya

Gambar6. Factor penghambat dan pendorong pembangunan di desa.

D. Demokrasi vs. Dirigisme

Dalam membangun masyarakat secara demokratis dan bertahap diperlukan

wadah sosial dimana orang-orang tertentu dapat memainkan peranannya sesuai

dengan diharapkan. Di samping itu diperlukan bimbingan sosial dengan maksud

melancarkan proses penyesuaian diri dengan bentuk-bentuk yang baru. Pemberi

wadah, peranan dan adaptasi ini merupakan rangkaian keberhasilan pembaruan. Tiga

hal ini sejiwa dengan koentjaraningrat tersebut di muka.

Pembaruan secara bertahap memerlukan pula tiga fase yang terdiri atas

discovery,unvention, dan planning. Dua yang terdahulu meski dalam bahasa kita

sama-sama berarti penemuan sebetulnya lain yang pertama merupakan suatu

kebetulan sedang yang kedua mewujudkan hasil dari kerja otak yang sadar
13

memecahkan masalah. Adapun yang terakhir perencanaan, mencakup seluruh

kegiatan manusia yang terarah. Discovery dan invention sudah hampir sepanjang

perjalanan sejarah masyarakat desa, sebagai kekuatan diakhronis yang mendorong

proses kemajuan. Adapun perencanaa yang berisi proses-proses yang sinkonis

merupakan kekuatan yang dating dari luar, sehingga dapat menimbulkan kecurigaan

atau ketakutan apalagi terasa dipaksakan. Dalam perencanaan dipakai pertahapan

dengan menggunakan target tertentu. Para sosiolog tentang ini memperingatkan

supaya perencanaan jangan ditumbuhkan dengan dirigisme, sebab meski hasilnya

mula-mula Nampak gemilang, disitu demokrasi dapat terancam. Dalam dirigisme

sebagai tindakan yang digunakan tidak lagi menajdi sarana pembaharuan karena

sudah luntur menjadi tujuannya sendiri. Masyarakat desa digiring ke suatu arah tanpa

menyadari manfaatnya. Segi lain dalam bertindak secara bertahap dalam

pembangunan diperlukannya pengertian mengenai radius aksi dan radius prospek dari

pembaharuan ini dapat disingkat menjadi radius aksi dalam ruang dan waktu. Di sini

pihak pembaruan ingin mengontrol artinya ingin mengatur dan mengendalikan sebagai

tindakan pembangunan beserta akibat-akibatnya untuk jangka waktu tertentu dan yang

meliputi luas wilayah tertentu pula memang perencanaan sendiri berarti penyetiran

proses mengenai bahwa bentuk dan isi masa depan itu amat beraneka karena selalu

bertalian dengan masalah-masalah yang makin rumit, maka perencanaa pembaharuan

menuntut pendekatan masalah lewat berbagai spesialisasi baik yang meliputi

oeragisasi, maupun kelembagaan-kelembagaan lainnya.


14

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Angka kemiskinan di provinsi jawa timur mencapai 1.630,60 jiwa masyarakat yang

tinggal di daerah perkotaan dan 3.440,30 jiwa masyarakat ytang tinggal di perdesaan

pada tahun 2012 artinya jumlah masyarakat miskin yang tinggal di perdesaan lebih

banyak dari pada jumlah masyarakat yang tinggal di perkotaan.

Manusia pembangun yang ingin kita bina perlu disadarkan akan pertaliannya

dengan tiga jenis lingkungan yang mengepungnya: ekologi desa, budaya dan

sesamanya.

Manusia pembangun Adalah manusia memiliki sikap-sikap seperti berorientasi ke

masa depan, mampu berinovasi, menghargai karya, percaya akan kemampuan sendiri,

berdisiplin moderen dan bertanggung jawab.

Pembaruan secara bertahap memerlukan pula tiga fase yang terdiri atas

discovery,unvention, dan planning. Dua yang terdahulu meski dalam bahasa kita

sama-sama berarti penemuan sebetulnya lain yang pertama merupakan suatu

kebetulan sedang yang kedua mewujudkan hasil dari kerja otak yang sadar

memecahkan masalah. Adapun yang terakhir perencanaan, mencakup seluruh

kegiatan manusia yang terarah. Discovery dan invention sudah hampir sepanjang

perjalanan sejarah masyarakat desa, sebagai kekuatan diakhronis yang mendorong

proses kemajuan. Adapun perencanaa yang berisi proses-proses yang sinkonis

merupakan kekuatan yang dating dari luar, sehingga dapat menimbulkan kecurigaan

atau ketakutan apalagi terasa dipaksakan.


15

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini

tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri. Akhirnya penulis

hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan

makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan

hikmah bagi penulis, pembaca.


16

DAFTAR PUSTAKA

Saptana dan Anshari.(2007). Pembangunan Pertanian Berkelanjutan melalui

kemitraan usaha,litbang pertania.

Saragih, Bungaran. (1998). Agribisnis,Paradigma Baru pembangunan ekonomi

berbasis Pertania, Jakarta:CV Nasional.

Anda mungkin juga menyukai