Anda di halaman 1dari 147

MATERI SUPLEMEN PENGETAHUAN PEMBEKALAN KEPROFESIAN

PERENCANAAN
JEMBATAN
(1 JP)
BALAI PENERAPAN TEKNOLOGI KONSTRUKSI
DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
OUTLINE

- Bagian-bagian Jembatan
- Kriteria Desain Jembatan
- Proses Tahapan Perencanaan Jembatan
- Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan
- Konsep Analisis Bangunan Atas Jembatan
- Jalan Pendekat (Oprit)
BAGIAN-BAGIAN JEMBATAN
BAGIAN-BAGIAN JEMBATAN

BANGUNAN ATAS JALAN PENDEKAT

EXPANSION JOINT
BANGUNAN
LANDASAN
PENGAMAN
JEMBATAN

PERLENGKAPAN
PONDASI JEMBATAN

KEPALA JEMBATAN
PILAR
PONDASI

Langsung
Dangkal
sumuran

PONDASI

Tiang pancang
(beton, baja)
Dalam
Caisson
TIANG PANCANG
Tiang uji
Panjang tiang
alat pancang
Tumpu Kalendering
Material tiang pancang
daya dukung tanah
Penyambungan tiang
TIANG PANCANG
Panjang tiang
Daya dukung tanah
Kalendering
Geser Alat pancang
Material tiang pancang
Penyambungan tiang
Loading test
BANGUNAN BAWAH
Kepala Jembatan Jenis Cap
(Abutment) Dinding penuh

Bangunan Beton, Baja Tulangan Pasangan Batu


Bawah

Cap
Dinding penuh
Pilar Satu kolom
Dua kolom
Tiga kolom atau lebih
BANGUNAN ATAS JEMBATAN
Pelat beton bertulang,
Pelat Flat slab, voided slab B
E
Gelagar beton bertulang T
Gelagar beton pratekan O
Gelagar Gelagar beton pelengkung N
BANGUNAN Gelagar baja
ATAS Gelagar baja komposit
Rangka baja
Rangka Rangka baja pelengkung B
Rangka baja khusus A
J
Jembatan cable stayed A
Khusus Jembatan gantung
Pelengkung
LANDASAN &
SAMBUNGAN SIAR MUAI Landasan karet
Landasan logam
Sendi
Landasan Landasan khusus
Rol (pot bearing,
Mekanikal)

Asphaltic plug
Tertutup
Karet

Sambungan siar muai Baja siku


(Expansion joint) Terbuka Baja gigi
Karet

Mekanikal Logam
JALAN PENDEKAT
Tinggi tanah timbunan
Drainase
Timbunan
Pelindung talud
Tangga inspeksi

JALAN PENDEKAT

Drainase
Galian
Pelindung tebing
BANGUNAN PENGAMAN

Pengarah aliran Tiang


Krib
Air sungai Bronjong

Bronjong
BANGUNAN Menaikkan Bottom
Beton
Dasar sungai Controler
PENGAMAN Pas.Batu

Pas. Batu
Pelindung Bronjong
Timbunan, tebing Matrass
Shotcrete
JEMBATAN BETON BERTULANG
JEMBATAN GELAGAR BETON
PRATEKAN
JEMBATAN BAJA KOMPOSIT
JEMBATAN GELAGAR BAJA BUKAN
KOMPOSIT
JEMBATAN RANGKA BAJA
JEMBATAN RANGKA BAJA DARURAT
JEMBATAN GANTUNG
PELENGKUNG
JEMBATAN CABLED STAYED
(KABEL CANCANG)
JEMBATAN BALOK
PELENGKUNG
LEBAR JEMBATAN DAN BEBAN

 Kelas A – 1,00 + 7,00 + 1,00 m


 Kelas B – 0,50 + 6,00 + 0,50 m

 Beban jembatan dibagi 2 yaitu:


– BM 100 – 100 % beban standar
– BM 70 - 70 % beban standar
SISTEM LANTAI PADA RANGKA BAJA
SIAR MUAI
LANDASAN
BANGUNAN BAWAH
BAGIAN-BAGIAN KEPALA JEMBATAN
PONDASI
JALAN PENDEKAT
KRITERIA DESAIN JEMBATAN
KRITERIA DESAIN JEMBATAN
 Peraturan-peraturan yang digunakan
 Umum 1. Perencanaan struktur jembatan harus mengacu kepada:
Perencanaan jembatan harus memenuhi pokok- a. Peraturan Perencanaan Jembatan :
pokok perencanaan sebagai berikut : i. Bagian 2 dengan Pembebanan Untuk Jembatan
(SK.SNI T-02-2005), sesuai Kepmen PU No.
1. Kekuatan dan stabilitas struktur 498/KPTS/M/2005.
2. Kenyamanan dan keselamatan (bagi ii. Bagian 6 dengan Perencanaan Struktur Beton
pengguna jalan) untuk Jembatan (SK.SNI T-12-2004), sesuai
3. Kemudahan (dalam pelaksanaan dan Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004.
pemeliharaan)
4. Ekonomis iii. Bagian 7 dengan Perencanaan struktur baja
5. Pertimbangan aspek lingkungan, sosial, untuk jembatan (SK.SNI T-03-2005), sesuai
dan aspek keselamatan jalan Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.
6. Keawetan dan kelayakan jangka panjang b. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan
7. Estetika (Revisi SNI 03-2883-1992).
2. Perencanaan jalan pendekat (oprit) harus mengacu kepada:
a. Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-
2003).
b. Standar-standar perencanaan jalan yang berlaku.
PARAMETER KRITERIA DESAIN JEMBATAN
 Umum Menghindari desain tikungan di atas jembatan dan
1. Umur Rencana Jembatan Standar adalah 50 oprit.
tahun dan jembatan khusus adalah 100 tahun. Untuk kebutuhan estetika pada daerah
2. Pembebanan Jembatan untuk jembatan tertentu/pariwisata, struktur jembatan dapat berupa
permanen menggunakan pembebanan 100% bentuk parapet dan railing dengan lebar jembatan
(BM 100) dapat dibuat khusus atas persetujuan pengguna jasa.
3. Geometrik Geometrik jembatan tidak menutup akses penduduk di
Lebar jembatan minimum jalan nasional kelas kiri – kanan oprit (timbunan).
A adalah 1+7+1m
Pada lantai jembatan, superelevasi/kemiringan 4. Material. Masing – masing struktur bangunan jembatan
melintang adalah 2% dan kemiringan menggunakan mutu material yang berbeda;
memanjang maksimum adalah 5%. a. Material beton:
Ruang bebas vertikal di atas jembatan minimal i. Lantai : beton 30 MPa
5,1 meter. ii. Bangunan atas: beton 30 MPa (minimal)
Ruang bebas vertikal dan horisontal di bawah iii. Bangunn bawah: beton 25 MPa (termasuk
jembatan disesuaikan kebutuhan lalu lintas untuk isian tiang pancang)
kapal dengan tinggi free board minimal 1,0 iv. Bore pile : beton 30 MPa
meter dari muka air banjir.
PARAMETER KRITERIA DESAIN JEMBATAN (lanjutan)

Material baja:  Perencanaan Bangunan Atas Jembatan


i. Tulangan dengan diameter < 1. Apabila tidak direncanakan secara khusus, maka
D13 : BJTP 24 perencanaan bangunan atas jembatan dapat
ii. Tulangan dengan diameter > menggunakan standar Bina Marga sesuai dengan
D13 : BJTD 32 atau BJTD 39 bentang ekonomis dan kondisi lalu-lintas air di bawah
iii. Variasi diameter tulangan struktur bangunan atas seperti:
dibatasi paling banyak 5 ukuran a. Box Culvert (single, double, triple), untuk bentang 1
s/d 10 meter.
5. Untuk kemudahan dalam validasi atau b. Voided Slab, untuk bentang 6 s/d 16 meter.
koreksi terhadap gambar rencana (drawing), c. Gelagar Beton Bertulang Tipe T, untuk bentang 6
maka gambar rencana diusahakan sebanyak s/d 25 m.
mungkin dibuat dalam bentuk gambar tipikal d. Gelagar Beton Pratekan Tipe I dan Box, untuk
dan gambar standar. bentang 16 s/d 40 meter.
e. Girder Komposit Tipe I dan Box, untuk bentang 20
s/d 40 meter.
f. Rangka Baja, untuk bentang 40 s/d 60 meter.
PARAMETER KRITERIA DESAIN JEMBATAN (lanjutan)

a. Struktur bangunan atas jembatan diutamakan menggunakan sistem gelagar beton bertulang atau box culvert

serta gelagar pratekan untuk bentang pendek, sedangkan untuk kondisi lainnya dapat mengunakan gelagar

komposit atau rangka baja dan lain sebagainya.

b. Perencanaan bangunan atas jembatan harus mengacu antara lain:

1) Perencanaan kekuatan struktur bangunan atas menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan

Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan untuk perencanaan kenyamanan bangunan atas

menggunakan Serviceability Limit States (SLS).


PARAMETER KRITERIA DESAIN JEMBATAN (lanjutan)

3) Lawan lendut dan lendutan dari struktur atas jembatan harus dihitung dengan cermat, baik
untuk jangka pendek maupun jangka panjang agar tidak melampaui nilai batas yang
diizinkan yaitu simple beam < L/800 dan kantilever L/400 – menggunakan SLS

4) Memperhatikan perilaku jangka panjang material dan kondisi sekitar lingkungan berada
khususnya pada aspek selimut beton, kekedapan beton, atau tebal elemen baja dan
galvanisnya terhadap resiko korosi ataupun potensi degradasi material.
PARAMETER KRITERIA DESAIN JEMBATAN (lanjutan)

 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan


1. Perencanaan struktur bawah jembatan dilakukan dengan menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas
berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS).
2. Abutment:
a. Abutment tipe cap untuk tinggi tipikal 1,5 – 2 meter
b. Abutment tipe kodok untuk tinggi tipikal 2 – 3,5 meter
c. Abutment tipe dinding penuh untuk tinggi tipikal > 4 meter
3. Pilar:
a. Pilar balok cap untuk tinggi tipikal sampai dengan 10m
b. Pilar dinding penuh untuk tinggi tipikal 5-25 m
c. Pilar portal satu tingkat untuk tinggi tipikal 5-15 m. Dianjurkan kolom silinder pada aliran arus
PARAMETER KRITERIA DESAIN JEMBATAN (lanjutan)
d. Pilar portal dua tingkat. Untuk tinggi tipikal 15-25m
e. Pilar kolom tunggal untuk tinggi tipikal 5-15m (dihindarkan untuk daerah zona gempa besar)

4. Struktur bawah harus direncanakan berdasarkan perilaku jangka panjang material dan kondisi
lingkungan, antara lain: tebal minimal selimut beton yang digunakan adalah 30 mm (daerah
normal) dan tebal 50 mm (daerah agresif).

5. Galvanis dan cat direncanakan berdasarkan perilaku korosif dari lingkungan sekitar jembatan.
PARAMETER KRITERIA DESAIN JEMBATAN (lanjutan)

 Perencanaan Pondasi Jembatan


1. Perencanaan fondasi jembatan dilakukan dengan menggunakan Working Stress Design (WSD)
2. Penentuan jenis fondasi jembatan:
a. Pondasi dangkal/fondasi telapak (dihindarkan untuk daerah potensi gerusan/scouring yang besar):
bebas dari pengaruh scouring, kedalaman optimal 0,3 s/d 3 meter.
b. Pondasi caisson: Diameter 2,5 s/d 4,0 meter, kedalaman optimal 3 s/d 9 meter.
c. Pondasi tiang pancang pipa baja: Diameter 0,4 s/d 1,2 meter, kedalaman optimal 7 m s/d 50 meter.
d. Pondasi tiang pancang beton pratekan: Diameter 0,4 s/d 0,6 meter, kedalaman optimal 18 s/d 30
meter.
PARAMETER KRITERIA DESAIN JEMBATAN (lanjutan)

e. Pondasi Tiang Bor: Diameter 0,8 s/d 1,2 meter, kedalaman optimal 18 s/d 30 meter.

3. Jenis fondasi yang digunakan diusahakan seragam untuk satu lokasi jembatan termasuk juga dimensi-dimensinya,

hindari pondasi langsung untuk daerah dengan gerusan/scouring yang besar.

4. Fondasi dari tiang pancang pipa baja Grade-2 ASTM-252 diisi dengan beton bertulang non-shrinkage (semen type II)

atau menggunakan fondasi tiang bor.

5. Faktor keamanan (Safety Factor). Bila analisa menggunakan data tanah dari sondir, maka:

a. Untuk fondasi Tiang pancang, SF Point bearing = 3 dan SF Friction pile = 5

b. Untuk fondasi Sumuran, SF Daya dukung tanah = 20, SF Geser = 1,5 dan SF Guling = 1,5
PARAMETER KRITERIA DESAIN JEMBATAN (lanjutan)

3. Kalendering terakhir:

a. Tiang Pancang 1 – 3 cm / 10 pukulan untuk end point bearing dengan jenis hammer yang sesuai sehingga dapat

memenuhi daya dukung tiang rencana.

 Perencanaan Jalan Pendekat

1. Tinggi timbunan jalan pendekat tidak boleh melebihi H (tinggi timbunan) izin sebagai berikut:

a. H kritis = (c Nc +  D Nq) / 

b. H izin = (H kritis / SF) dengan SF = 3

2. Bila tinggi timbunan melebihi H izin harus direncanakan sistem perkuatan tanah dasar.
Pendahuluan Survei Pendahuluan Survei Detail Tahap Perencanaan Penyelesaian Akhir
PROSES TAHAPAN
PERENCANAAN JEMBATAN
TAHAPAN PERENCANAAN
Definisi masalah - Keperluan, hambatan, proses, tujuan
Menentukan alternatif - Sistem keseluruhan, struktural, lainnya
- Perencanaan struktural,beban,analisis,
Rencana awal pengaturan dimensi, dll.
Evaluasi awal - Efektifitas, keamanan dan kelayanan,
ekonomi, keserasian
Pemilihan
Modifikasi
Rencana akhir - Perencanaan struktural, dll

Evaluasi akhir
Dokumentasi - Gambar, spesifikasi
- Lelang, konstruksi, supervisi,
Pelaksanaan
sertifikasi
Penggunaan
DETAIL TAHAP PERENCANAAN
Tahap 1 Kumpulkan informasi yang diperlukan untuk menjelaskan fungsi jembatan, geometri dan beban

Tahap 2 Gunakan informasi yang terkumpul dalam tahap 1 untuk menentukan semua hambatan geometrik pada struktur
yang diusulkan

Tahap 3 Dengan kreativitas tentukan daftar rencana alternatif terbaik. Dalam batas hambatan geometrik yang ditentukan
dalam tahap 2, dipilih 2 atau 3 kombinasi bang.bawah/pondasi/bang.atas yang memenuhi pokok perencanaan secara baik
Tahap 4 Laksanakan analisis perencanaan sementara untuk alternatif terbaik dari tahap 3. Rencana-rencana sementara
tersebut memberikan dimensi yang diperlukan untuk mencapai kekuatan dan tujuan stabilitas

Tahap 5 Perkirakan biaya untuk alternatif-alternatif tersebut. Perkiraan biaya tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif (bila ada) yang ekonomis dapat diterima

Tahap 6 Selesaikan rencana sementara yang menghemat biaya dan buatlah: gambar rencana, laporan perencanaan dan
perkiraan biaya yang baru
TAHAP 1
PENGUMPULAN DATA
Lebar jembatan dan jumlah jalur
Lebar trotoir
Alinyemen jembatan
Geometri sungai
karakteristik aliran sungai
besaran-besaran tanah
perlengkapan umum
beban jembatan
jarak bebas vertikal dan horizontal
Bangunan atas yang tersedia
TAHAP 2
PENENTUAN HAMBATAN GEOMETRIK

 Alinyemen jalan yang diusulkan


 Persyaratan aliran keadaan batas
 Potensi gerusan
 Lokasi bahan pondasi dan potensi kelongsoran
tebing
 Lokasi dan lebar alur utama sungai
 Persyaratan konstruksi dan pelaksanaan
 Persyaratan pemeliharaan
 Aksi seismik
TAHAP 3
PENENTUAN RENCANA ALTERNATIF

 Rancangan percobaan
 Jenis dan dimensi bangunan atas dan bangunan bawah tipikal :
* Bangunan atas kayu
* Bangunan atas baja, komposit
* Bangunan atas beton bertulang
* Bangunan atas beton prategang
* Bangunan bawah tanah dengan pondasi langsung,
sumuran dan tiang pancang
 Pilihan alternatif
SURVEI DAN PENYELIDIKAN

 SURVEI
– Survei pendahuluan
– Survei topografi

 PENYELIDIKAN
– Penyelidikan tanah
– Penyelidikan hidrologi dan hidrolika
SURVEI PENDAHULUAN
 Penentuan data primer
– Penentuan lokasi dan alinyemen jembatan
– Karakteristik aliran sungai
– Harga satuan dasar
 Pengumpulan data sekunder
– Peta geologi
– Peta topografi
– Peta quarry
– LHR
– Data curah hujan
SURVEI TOPOGRAFI
 Pengukuran dilaksanakan berdasarkan hasil survei pendahuluan
 Area pengukuran secara umum ditentukan
– 200 m arah jalan masuk ke jembatan
– 200 m arah jalan keluar jembatan
– 50 m ke arah hulu
– 50 m ke arah hilir
– Untuk sungai berkelok paling sedikit 2 kelokan ke arah hulu dan 1 kelokan ke arah hilir

PENYELIDIKAN TANAH
 Pada bentangan jembatan< 20 m dapat dilakukan dengan penyelidikan tanah yang sederhana
seperti dutch cone (sondir)
 Pada bentangan jembatan > 20 m digunakan dengan bor dan SPT (Standard Penetration test)
SONDIR
 Keuntungan
– Adalah sangat cepat-khusus bila digunakan peralatan
pendataan elektronik untuk merekam tekanan ujung
dan atau tahanan sisi.
– Cara mengijinkan rekaman tahanan sampai menerus
dalam lapis yang ditinjau.
– Sangat berguna dalam tanah sangat lembek dimana
pengambilan contoh tidak terganggu akan sangat sulit.
– Mengijinkan sejumlah korelasi antara tahanan konus
dan besaran teknik yang diperlukan.

 Kerugian
– cara ini hanya untuk tanah berbutir halus (lempung,
lanau, pasir halus) dimana bahan tidak mempunyai
tahan-an masif terhadap penetrasi konus.
– interpretasi jenis tanah berdasarkan tahanan konus
memerlukan cukup pengalaman, atau pengambilan
contoh untuk tes korelasi.
SPT
 Keuntungan
– sangat ekonomis dalam ukuran biaya persatuan keterangan yang
diperoleh
– mengijinkan dilakukan pengujian penetrasi dan pengambilan contoh
– mengijinkan korelasi besaran bahan terhadap database SPT luas yang
teus berkembang
– mempunyai peralatan pengujian yang mempunyai umur pelayanan
panjang
– langsung mengijinkan pengujian lain untuk melengkapi SPT bila
pengeboran menunjukkan bahwa diperlukan penyempurnaan dalam
pengumpulan contoh dan data.

 Kerugian
– Pengujian sulit diulang dan tergantung pada banyak kesalahan dalam
praktek termasuk keterampilan operator.
– Tidak dapat diandalkan untuk kerikil dan tanah yang mengandung batu-
batuan besar. Dalam kerikil lepas "split spoon" cenderung menggelincir ke
dalam rongga-rongga sehingga memberikan tahanan penetrasi rendah
"split spoon" juga cenderung memutar koral bulat pada waktu masuk
kedalam rongga, jadi menghasilan pembacaan rendah. Bila ‘split spoon’
tersumbat oleh kerikil, dapat diharapkan tahanan sangat besar terhadap
penekanan.
TES PENETRASI KONUS DINAMIK
 Keuntungan
– lebih cepat dan lebih ekonomis dibanding denganpengeboran atau
SPT terutama berguna dalam pemetaan susunan lapisan tanah
selama tingkat permulaan eksplorasi bila jumlah pengeboran
umumnya terbatas. Selama penyelidikan rinci beberapa ahli biologi
dapat mengutamakan agar mengganti lubang bor tunggal oleh
sejumlah tes konus dinamik tanpa meningkatkan biaya dan
memperoleh keterangan lebih relevan antara pengeboran
– memberi penetrasi menerus dari susunan lapisan yang diuji, sering
meng-ungkapkan terdapatnya lapisan yang tidak terlihat atau
teramati dalam pengambilan contoh tanah.

 Kerugian
– tidak diperoleh contoh tanah atau hanya contoh tanah tercuci yang
diperoleh dan demikian susunan lapisan tidak dapat diidentifikasi
secara pasti oleh penetrasi saja
– terdapatnya kerikil atau batu besar dalam susunan lapisan tanah
dapat memberikan hasil menuju pada yang salah. Akibatnya
interpretasi hsil yang diperoleh dari tes penetrasi konus dinamik
memerlukan pengalaman yang cukup besar, khususnya dalam
daerah-daerah dimana korelasi antara tahanan penetrasi dan
besaran teknik tanah akan dikembangkan.
PENYELIDIKAN HIDROLOGI MORFOLOGI SUNGAI PENYELIDIKAN HIDROLIKA

Untuk menentukan debit banjir rencana yang  Frekuensi banjir besar yang terjadi, untuk Untuk memprediksi gerusan pada daerah
kemudian dibandingkan dengan banjir 50 aliran sungai tertentu yang
Berdasarkan : tahunan atau 20 tahunan
 Debit banjir yang akan terjadi dan banjir mungkin akan terjadi digunakan
tahunan yang pernah terjadi untuk untuk:
 Daerah tangkapan hujan (catchment memperkirakan gerusan
area)  Lamanya curah hujan yang pernah terjadi
 Lingkungan Kedalaman Pondasi jembatan
 Kecepatan aliran air rata-rata
 Curah hujan  Kedalaman sungai pada aliran sungai Jenis bangunan pengaman
 Kondisi aliran sungai utama
 Benda hanyutan
 Periode banjir  Diameter batuan dasar sungai
 Kohesi
 Kondisi dasar sungai
 Bangunan yang ada pada aliran sungai
tersebut, beserta jarak terdekat dan
pengaruh terhadap bangunan bawah
jembatan yang akan direncanakan
 Usulan jenis banguna pengaman yang
dipelukan sesuai dengan kondisi sungai
PERSYARATAN UMUM
PERENCANAAN JEMBATAN
PERATURAN-PERATURAN
PERENCANAAN JEMBATAN

 PERSYARATAN UMUM PERENCANAAN


 BEBAN JEMBATAN
 ANALISIS STRUKTUR
 PONDASI
 PERENCANAAN KONSTRUKSI KAYU
 PERENCANAAN KONSTRUKSI BETON
 PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA
 PERLETAKAN & SAMBUNGAN LANTAI
 PENILAIAN BEBAN
PRINSIP-PRINSIP UMUM PERENCANAAN
 Harus berdasarkan prosedur yang memberikan kemungkinan-kemungkinan yang dapat diterima untuk mencapai suatu
keadaan batas selama umur rencana jembatan

 Rencana tegangan kerja

 Keadaan batas :
- Keadaaan Batas Ultimit
- Keadaan Batas Layan
RENCANA TEGANGAN KERJA KEADAAN BATAS ULTIMIT
– Pendekatan elastis yang digunakan untuk  Adalah aksi yang diberikan pada jembatan yang
memperkirakan kekuatan atau stabilitas menyebabkan sebuah jembatan menjadi tidak aman
dengan membatasi tegangan dalam struktur
sampai tegangan ijin  Keadaan Batas ultimit terdiri dari :
-Kehilangan keseimbangan statis deformasi tidak dibatasi
– Tegangan kerja ≤ tegangan ijin = - Kerusakan sebagian jembatan
tegangan ultimit/FK - Keadaan purna-elastis atau purna-tekuk dimana satu
– Faktor keamanan yang tidak merata yaitu bagian jembatan atau lebih mencapai kondisi runtuh
- Kehancuran dari bahan fondasi yang menyebabkan
faktor keamanan yang diterapkan secara pergerakan yang berlebihan atau kehancuran bagian
berbeda untuk tiap beban dalam kombinasi utama jembatan
menjadi rencana tegangan kerja gabungan
KEADAAN BATAS DAYA LAYAN
Keadaan Batas Daya Layan akan tercapai jika
reaksi jembatan sampai pada suatu nilai,
sehingga :

 Tidak layak pakai


 Belum menimbulkan kekhawatiran umum terhadap keamanan jembatan
 Pengurangan kekuatan
 Pengurangan umur pelayanan

Keadaan Batas Daya Layan adalah :

 Perubahan bentuk
 Kerusakan permanen
 Getaran
 Penggerusan
FAKTOR BEBAN KEADAAN BATAS
Faktor Beban dan Faktor Beban Keadaan Batas Ultimit
Notasi Faktor Beban Keterangan Maksimum Minimum
Baja, Aluminium 1.1 0.90
Berat sendiri Beton pracetak 1.2 0.85
KMSU Beton cor di tempat 1.3 0.75
Kayu 1.4 0.70
Beban Mati Tambahan Kasus umum 2.0 0.70
KMAU Kasus khusus 1.4 0.80
Pengaruh Susut KSRU - 1.0
Pengaruh Pratekan, KTBU - 1.0 ( 1.15 pada saat transfer)
Tekanan tanah vertikal 1.25 0.8
Tekanan tanah, KTEU Tekanan tanah lateral
- aktif 1.25 0.8
- pasif 1.40 0.7
- Diam (at rest) 1.25 0.8
Pengaruh tetap pelaksa-
naan, KPLU - 1.25 0.80
FAKTOR BEBAN KEADAAN BATAS
Faktor Beban dan Faktor Beban Keadaan Batas Ultimit
Notasi Faktor Beban Keterangan Maksimum Minimum
Beban Lajur D, KTDU - 1,8 0 (tidak ada)
Beban Truk, KTTU - 1,8 0 (tidak ada)
Gaya Rem, - 2.0 0 (tidak ada)
Gaya Sentrifugal - 2.0 0 (tidak ada)
Beban Pejalan Kaki - 2.0 0 (tidak ada)
Beban tumbukan pada 1.0
tiang penyangga - lihat peraturan
0 (tidak ada)
Settlement - Tidak diterapkan
Pengaruh suhu - 1.2 0.8
Beban angin - 1.2 0 (tidak ada)
Pengaruh gempa - 1.0 1.0
FAKTOR BEBAN KEADAAN BATAS
Faktor Beban dan Faktor Beban Keadaan Batas Ultimit
Notasi Faktor Beban
Keterangan Maksimum Minimum

Aliran sungai, hanyutan Jembatan besar dan penting 2.0


0
(Periode ulang 100 tahun)
dan tumbukan batang
kayu Jembatan tetap 1.5
0
(Periode ulang 50 tahun)

Gorong-gorong 1.0
0
(Periode ulang 50 tahun)

Jembatan sementara 1.5


0
(Periode ulang 20 tahun)

Nilai dalam kurung menun-


Tekanan hidrostatik dan jukkan faktor untuk struktur
1.0 (1.1) 1.0 (0.9)
gaya apung penahan air bila beban ini
menentukan

Gesekan perletakan - 1.3 0.8


PEMERIKSAAN JEMBATAN
Pemeriksaan ulang jembatan dan komponen-komponennya diperlukan untuk mengetahui :

 Kestabilan jembatan secara menyeluruh


 Umur kelelahan
 Kestabilan aerodinamis

UMUR RENCANA
Umur rencana jembatan permanen pada umumnya diperkirakan 50 tahun, kecuali:

 Jembatan sementara ……… 20 tahun


 Jembatan khusus ………….. 100 tahun
PERSYARATAN PILAR dan KEPALA JEMBATAN
 Gangguan terhadap jalannya air terbatas
 Menghindarkan tersangkutnya benda hanyutan
 Memperkecil rintangan bagi pelayaran
 Letak diusahakan sedapat mungkin sejajar dengan aliran arus banjir
RUANG BEBAS VERTIKAL
Paling sedikit 1,0 m antara titik paling rendah bangunan atas jembatan dan tinggi muka air banjir
rencana pada keadaan batas ultimit.

PERKIRAAN BANJIR RENCANA


 Tinggi muka air banjir sesuai dengan debit banjir rencana
 Untuk perhitungan gerusan, muka air harus merupakan banjir rencana terendah sesuai banjir
rencana
 Untuk perhitungan arus balik, muka air harus merupakan banjir tertinggi sesuai banjir rencana
PERSYARATAN TAHAN GEMPA
Pertimbangan yang harus diperhatikan dalam perencanaan tahan gempa :
– Resiko gerakan-gerakan
– Reaksi tanah terhadap gempa di lapangan
– Sifat reaksi dinamis dari seluruh struktur
ANALISIS STRUKTUR UNTUK BANGUNAN ATAS
Lebar tetap
Kondisi perletakan hampir ekuivalen dengan per-letakan garis
Jembatan pelat yang dilaksanakan dengan menggunakan perancah, sudut siku tidak boleh melebihi
200
Untuk BA dengan gel.memanjang dan pelat lantai kantilever, kantilever tidak boleh lebih dari 60% dari
jarak rata-rata antar gelagar memanjang dan juga tidak lebih dari 1,8 m.
POKOK-POKOK PERENCANAAN
Untuk Bangunan Atas, Bangunan Bawah dan Pondasi

Kriteria umum
 Kekuatan unsur struktural dan stabilitas keseluruhan
 Kelayanan struktural
 Keawetan
 Kemudahan konstruksi
 Ekonomis dapat diterima
 Bentuk estetika
PEMBEBANAN
PENGELOMPOKAN
Aksi Tetap
Beban Lalu Lintas
Aksi Lingkungan
Aksi-aksi Lainnya

KLASIFIKASI
Aksi tetap
Aksi transient
BEBAN JEMBATAN
Ketahui Aksi Yang Terkait

Tidak Apakah Aksi2 Tercantum


Dalam Peraturan
Hitung aksi dan pilih Ya
faktor beban Cek Terhadap Beberapa Pengaruh Yang
Sifatnya Mengurangi

Ubah aksi nominal ke dalam aksi rencana


dengan menggunakan faktor beban

Aksi rencana ultimit Aksi rencana daya lainnya

Cek kombinasi

Kombinasi rencana akhir


BEBAN LALU LINTAS

JANGKA FAKTOR BEBAN


WAKTU KTDS KTDU
Transient 1,0 1,8
BEBAN TRUK

PxL dari ban


=
FAKTOR DISTRIBUSI UNTUK
PEMBEBANAN TRUK
Jenis bangunan atas Jembatan jalur tunggal Jembatan jalur majemuk

S/4,2 S/3,4
Pelat lantai beton di atas:
(bila S > 3,0 m lihat Catatan 1) (bila S > 4,3 m lihat Catatan 1)
 balok baja I atau balok beton
S/4,0 S/3,6
pratekan
(bila S > 1,8 m lihat Catatan 1) (bila S > 3,0 m lihat Catatan 1)
 balok beton bertulang T
S/4,8 S/4,2
 balok kayu
(bila S > 3,7 m lihat Catatan 1) (bila S > 4,9 m lihat Catatan 1)

Lantai papan kayu S/2,4 S/2,2

Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau


S/3,3 S/2,7
lebih

Kisi-kisi baja: S/2,6 S/2,4


 kurang dari tebal 100 mm S/3,6 S/3,0
 tebal 100 mm atau lebih (bila S > 3,6 m lihat Catatan 1) (bila S > 3,2 m lihat Catatan 1)

CATATAN 1 Dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana.
CATATAN 2 Geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh S/faktor  0,5.
CATATAN 3 S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m).
BEBAN TERBAGI RATA

Beban terbagi rata UDL (Uniform Distribution Load) mempunyai intensitas q kP dimana besarnya q
tergantung pada panjang total yang dibebani L sebagai berikut:

L£ 30 m : q = 9,0 kPa
L > 30 m : q = 9,0 (0,5 + 15/L) kPa
BEBAN TERBAGI RATA (BTR) vs
PANJANG YANG DIBEBANI
10
9
8
7
6
BTR

5
4
3
2
1
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Panjang dibebani (m)
BEBAN GARIS

Beban garis : Satu KEL (Knife Edge Load)


dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan
tegak lurus dari arah lalu lintas pada jembatan.
Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m
BEBAN LAJUR “D”
PENYEBARAN BEBAN “D”
Beban “D” harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga
menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen UDL
pada arah melintang harus sama.

Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka
beban “D” harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100%

Untuk lebar jalur kendaraan lebih dari 5,5 m, maka harus digunakan tabel
penentuan lebar lajur, dan penggunaan lebar beban merata dan garis
disesuaikan dengan jumlah lajur yang telah ditentukan ( n x 2,75)
PENYEBARAN PEMBEBANAN ARAH
MELINTANG

b
nl x 2,75
FAKTOR BEBAN DINAMIS UNTUK BEBAN
GARIS TERPUSAT (BGT)
50

40

30
FBD

20

10

0
0 50 100 150 200
Bentang (m)
Beban Rem
Besaran gaya rem yang digunakan adalah 5% terhadap beban garis dengan mengikuti
ketentuan besaran jumlah lajur yang digunakan dan letak gaya rem berada 1,8 m di atas
lantai kendaraan
Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus
1: q = 9 kPa.
Faktor beban ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu
lintas vertikal
Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak
berlaku untuk gaya rem
Pembebanan untuk Pejalan Kaki
 Direncanakan dengan beban nominal 5 kPa
 Berlaku untuk jembatan pejalan kaki dan trotoar
 Trotoar untuk jembatan ringan atau ternak harus direncanakan untuk memikul beban hidup terpusat sebesar
20 kN.
GAYA TUMBUKAN

 Untuk jembatan layang, diperhitungkan harus dapat menahan


beban statis ekivalen 100 kN dengan sudut 100
 Beban ini bekerja 1,8 meter di atas permukaan jalan
 Untuk jembatan yang melintas di atas jalan KA, mengikuti
persayaratan peraturan PJKA
 Untuk jembatan di atas sungai sebagai lalu lintas air, harus
ditinjau tipe, ukuran, berat dan kecepatan kapal yang melintas
FAKTOR BEBAN TRANSIENT

FAKTOR BEBAN
GAYA REM KTBS = 1,0 KTBU = 2,0
GAYA SENTRIFUGAL KTRS = 1,0 KTRU = 2,0

PEJALAN KAKI KTPS = 1,0 KTPU = 2,0

TUMBUKAN KTCS = 1,0 KTCU = 1,0


ALIRAN AIR, BENDA
LIHAT
HANYUTAN DAN TUM- KEFS = 1,0
BUKAN BATANG KAYU TABEL 2.7.
PERIODE ULANG untuk KECEPATAN AIR

PERIODE ULANG FAKTOR


KEADAAN BATAS
BANJIR BEBAN
DAYA LAYAN UNTUK SEMUA
20 TAHUN 1,0
JEMBATAN
ULTIMIT :
Jembatan Besar Dan Penting 100 tahun 2,0

Jembatan Permanen 50 tahun 1,5

Gorong-gorong 50 tahun 1,0

Jembatan Sementara 20 tahun 1,5


KOMBINASI BEBAN
untuk perencanaan tegangan kerja

KOMBINASI NO.
AKSI
1 2 3 4 5 6 7
Aksi tetap x x x x x x x
Beban lalu lintas x x x x - - x
Pengaruh temperatur - x - x - - -
Arus/hanyutan/daya apung x x x x x - -
Beban angin - - x x - - -
Pengaruh gempa - - - - x - -
Beban tumbukan - - - - - - x
Beban pelaksanaan
Tegangan berlebihan yang - - - - - x -
0 25 25 40 50 30 50
diperbolehkan %
Keadaan batas fatik dan fraktur
 Keadaan batas fatik disyaratkan agar jembatan tidak mengalami
kegagalan akibat fatik selama umur rencana.

 Untuk tujuan ini, perencana harus membatasi rentang tegangan akibat


satu beban truk rencana pada jumlah siklus pembebanan yang dianggap
dapat terjadi selama umur rencana jembatan.

 Keadaan batas fraktur disyaratkan dalam perencanaan dengan menggunakan


persyaratan kekuatan material sesuai spesifikasi

 Keadaan batas fatik dan fraktur dimaksudkan untuk membatasi


penjalaran retak akibat beban siklik yang pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya kegagalan fraktur selama umur desain jembatan.
Keadaan batas kekuatan
 Keadaan batas kekuatan disyaratkan dalam perencanaan
– untuk memastikan adanya kekuatan dan kestabilan jembatan yang memadai,
baik yang sifatnya lokal maupun global,
– untuk memikul kombinasi pembebanan yang secara statistik mempunyai
kemungkinan cukup besar
– untuk terjadi selama masa layan jembatan.

– Pada keadaan batas ini, dapat terjadi kelebihan tegangan ataupun kerusakan
struktural, tetapi integritas struktur secara keseluruhan masih terjaga
Keadaan batas ekstrem

 Keadaan batas ekstrem diperhitungkan untuk memastikan struktur


jembatan dapat bertahan akibat gempa besar.

 Keadaan batas ekstrem merupakan kejadian dengan frekuensi


kemunculan yang unik dengan periode ulang yang lebih besar
secara signifikan dibandingkan dengan umur rencana jembatan.
Daktilitas
 Sistem struktur jembatan harus diproporsi dan didetailkan agar diperoleh
perilaku deformasi inelastik pada keadaan batas ultimit dan ekstrem
sebelum mengalami kegagalan.

 Perangkat disipasi (menghilangkan/mengurangi) energi gempa dapat


digunakan untuk menggantikan sistem pemikul beban gempa konvensional
beserta metodologi perencanaan tahan gempa yang dimuat dalam
Peraturan Perencanaan Gempa untuk Jembatan.
Redundansi (berlebihan)
 Alur gaya majemuk dan struktur menerus harus digunakan kecuali
terdapat alasan kuat yang mengharuskan untuk tidak menggunakan
struktur tersebut
Kepentingan operasional
 Pemilik pekerjaan dapat menetapkan suatu jembatan atau elemen struktur
dan sambungannya sebagai prioritas operasional.

 Pengklasifikasian harus dilakukan oleh otoritas yang berwenang terhadap


jaringan transportasi dan mengetahui kebutuhan operasional.
Kelompok pembebanan dan simbol
untuk beban
BEBAN TRANSIEN
Faktor beban dan kombinasi
pembebanan
KONSEP ANALISIS
BANGUNAN ATAS JEMBATAN

96
Tipe bangunan atas jembatan
Gelagar Baja & Balok
Kayu Cast in Place
Lantai Kayu / Baja
Balok Box
Rangka Kayu
Beton
(Truss)
Composite :
Baja Gelagar Baja + Lantai Beton
Gelagar Beton Bertulang
Pra-Fabrikasi Balok
(Girder Bridge) Biasa

Superstructure Beton Pratekan Pre-tensioned Plat- Slab Units


Jembatan
Balok
Plat
Beton Biasa Balok
(Slab Bridge)
Kayu Box
Beam Units
Beton
Biasa Plat- Slab Units

Pelengkung Balok
Beton Pratekan
(Arch) Balok

Baja Box
Post-tensioned Balok
Pasangan Batu Beam Units
97
Pemilihan bentang
Bentang ekonomis jembatan ditentukan oleh penggunaan / pemilihan Tipe Main
Structure & Jenis Material yang optimum.

Apabila tidak direncanakan secara khusus maka dapat digunakan bangunan atas jembatan
standar Bina Marga sesuai bentang ekonomis dan kondisi lalu lintas air di bawahnya.
98
Bentang dan posisi kepala jembatan

99
• Posisi kepala jembatan pada sungai 100
Penentuan lebar, kelas dan muatan jembatan
Penentuan Lebar Jembatan
LHR Lebar jembatan (m) Jumlah lajur
LHR < 2.000 3,5 – 4,5 1
2.000 < LHR < 3.000 4,5 – 6,0 2
3.000 < LHR < 8.000 6,0 – 7,0 2
8.000 < LHR < 20.000 7,0 – 14,0 4
LHR > 20.000 > 14,0 >4

Berdasarkan Lebar lalu-lintas


- Kelas A = 1,0 + 7,0 + 1,0 Lebar minimum untuk jembatan pada jalan nasional
meter (SE DBM 21 Maret 2008 )
- Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5
meter
- Kelas C = 0,5 + 3,5 + 0,5
meter Muatan/Pembebanan
Berdasarkan
- BM 100% : untuk semua jembatan permanen dan standar
- BM 70% : untuk jembatan non permanen atau sub standar
101
Ruang bebas horisontal & vertikal
Ruang bebas horisontal dan vertikal di bawah jembatan disesuaikan kebutuhan lalu
lintas kapal dengan mengambil free-board minimal 1,0 meter dari muka air banjir.
Ruang bebas vertikal jembatan di atas jalan minimal 5,1 meter.
Horizontal Clearance (Ruang bebas horizontal)
 Ditentukan berdasarkan kemudahan navigasi kapal
 US Guide Specification, horizontal clearance minimum adalah
 2 – 3 kali panjang kapal rencana, atau
 2 kali lebih besar dari lebar channel
Vertical Clearance (Ruang bebas vertikal)
 Ditentukan berdasarkan tinggi kapal yang lewat dalam kondisi balast dan
permukaan air tinggi
 Tinggi kapal memperhitungkan kondisi kapal yang ada & proyeksi ke depan 102
Kerusakan jembatan akibat clearance

103
Tinggi jagaan / Clearance
• Nilai Clearance ditentukan sebagai berikut :
• C = 0,5 m ; untuk jembatan diatas sungai pengairan
• C = 1,0 m ; untuk sungai alam yang tidak membawa
hanyutan
• C = 1,5 m ; untuk sungai alam yang membawa hanyutan
ketika banjir
• C = 2,5 m ; untuk sungai alam yang tidak diketahui
kondisinya.
• C = 5,0 m ; untuk jembatan jalan layang
• C = 15, 0 m ; untuk jembatan diatas laut
Tanjakan atau turunan menuju
jembatan.
• Perbandingan kemiringan dari tanjakan serta turunan tersebut
disyaratkan sebagai berikut :
– Perbandingan 1 : 30 untuk kecepatan kendaraan > 90
km/jam
– Perbandingan 1 : 20 untuk kecepatan kendaraan 60 s/d 90
km /jam
– Perbandingan 1 :10 untuk kecepatan kendaraan < 60
km/jam
Prinsip analisis struktur
Analisa Limit State (Analisa Kondisi Batas Daya )
a) keadaan batas Ultimit (ULS, ultimate limit state)
b) keadaan batas Layan (SLS, serviceability limit state)

Analisa Working Stress Design / Tegangan Kerja Rencana


Dengan tegangan berlebihan yang diperbolehkan terhadap berbagai kombinasi
pembebanan (25 s/d 50%)

106
Standar perencanaan teknis
1. Peraturan Perencanaan Jembatan:
 Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005)
 Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004)
 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005
2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk jbt, Rev SNI 03-2883-1992
3. Bridge Design Manual BMS’92

 Bertujuan menjamin tingkat keamanan, kegunaan dan tingkat penghematan yang masih
dapat diterima dalam perencanaan struktur
 Mencakup perencanaan jembatan jalan raya & pejalan kaki
 Jembatan bentang panjang lebih dari 100 m dan penggunaan struktur yang tidak umum
atau yang menggunakan material dan metode baru harus diperlakukan sebagai jembatan
khusus 107
Pembebanan rencana
Perhitungan pembebanan rencana mengacu pada SK.SNI T-02-2005,
meliputi Beban rencana permanen, Lalu lintas, Beban akibat lingkungan,
dan Beban pengaruh aksi-aksi lainnya.
1) Beban Rencana Permanen
 Berat sendiri (baja tulangan, beton, tanah)
 Beban mati tambahan (aspal)
 Pengaruh penyusutan dan rangkak
 Tekanan tanah. Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari
sifat-sifat tanah (kepadatan, kelembaban, kohesi sudut geser dll ) 108
Pembebanan rencana (cont.)
3) Beban Pengaruh Lingkungan
 Beban Perbedaan Temperatur
Perbedaan temperatur diambil sebesar 120C untuk lokasi jembatan lebih rendah dari 500m di atas
permukaan laut
 Beban Angin
Tew = 0.0006 Cw (Vw)2 Ab (kN) untuk penampang jembatan
Tew = 0.0012 Cw (Vw)2 (kN/M) untuk kendaraan yang lewat
 Beban Gempa
Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit. Pemodelan beban gempa
menggunakan analisa pendekatan statik ekivalen beban gempa, sbb:
Teq = Kh . I . WT dimana Kh = C . S
 Gaya aliran sungai
 Hanyutan
 Tekanan Hidrostatik dan Gaya Apung 109
Pembebanan rencana (cont.)
4) Beban Pengaruh Aksi-Aksi Lainnya
 Gesekan pada perletakan
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser
kekakuan geser dari perletakan elastomer.
 Beban pelaksanaan
Beban pelaksanaan terdiri dari beban yang disebabkan oleh
aktivitas pelaksanaan itu sendiri dan aksi lingkungan yang
mungkin timbul selama pelaksanaan. 110
Konsep perencanaan struktur bawah
jembatan

111
112
113
114
115
• Diagram
beban rem

116
117
118
119
120
Jembatan Rangka

Keadaan Tanpa Beban Hidup Keadaan Dengan Beban Hidup


b

100 %

d
2m

30 % 15 % 15 % 7,5 %

TEW TEW

• Gaya Angin Bekerja Pada Pilar Jembatan 121


122
123
124
125
126
127
130
ELEMEN JEMBATAN
Aliran sungai/ Aliran sungai
Tnah timbunan Bangunan pengaman
Tanah timbunan/jalan pendekat
J Kepala Jembatan
E Bangunan bawah Pilar
M Pondasi
Sistem gelagar
B Jembatan pelat
A Pelengkung
Bangunan atas
T Balok pelengkung
A Rangka
Jembatan gantung
N Sistem lantai
Perletakan
Gorong-gorong Sandaran, perlengkapan
Lintasan basah
JENIS TIPIKAL PILAR
TINGGI TIPIKAL
JENIS PILAR
0 10 20 30
Pilar balok dengan tiang
sederhana

Pilar kolom tunggal


Dianjurkan bentuk bulat pada aliran sungai

Pilar dinding
Ujung dibuat bundar, sesuaikan dengan
alinemen aliran air

Pilar Dua Kolom (ganda)


JENIS TIPIKAL
PILAR
JENIS TIPIKAL PILAR
TINGGI TIPIKAL
JENIS PILAR
0 10 20 30
Pilar Dua Kolom (ganda)

Pilar portal dua tingkat

Pilar dinding - penampang I


JENIS PONDASI

Pondasi dangkal Pondasi langsung


Pondasi sumuran

Pondasi
Baja

Tiang pancang Kayu


Pondasi dalam
Tiang Bor Beton

Sumuran
DIMENSI PONDASI TIPIKAL
Tiang Pancang
Pondasi
Uraian Sumuran Baja Tiang pipa T.P.Beton T.P.beton
langsung
Tiang H baja Pracetak Pratekan
Diameter nominal 100X100 to
- 3000
400X400
300-600 300-600 400-600
(mm)
Kedalaman maksi- tidak tidak
5 15 30 60
mum (m) terbatas terbatas
Kedalaman optimum
0,3 - 3 7-9 7 - 40 7 - 40 12 - 15 18 - 30
(m)
Beban maksimum
ULS (KN) untuk 20.000 + 20.000 + 3.750 3.000 1.300 13.000
keadaan biasa
Variasi optimum
Beban ULS (KN) - - 500-1.500 600-1.500 500-1.000 500-5.000
PONDASI LANGSUNG
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

Termasuk pondasi dangkal


Dipergunakan bila tanah pondasi :
* Cukup keras dan padat
* Daya dukung izin tanah > 2,0 kg/cm2
* Kedalaman > 3 m dari dasar sungai / tanah dasar setempat
* Bebas dari pengaruh scouring vertikal
Perlu diperhatikan terhadap scouring horizontal
Bentangan jembatan sedemikian sehingga tidak mengurangi profil basah sungai
Perlu diperhatikan pada bagian kepala jembatan, mungkin perlu diberi pengamanan (protection)
PONDASI LANGSUNG

PERSYARATAN :
*Cukup kuat daya dukung ada < daya
dukung izin
* Aman terhadap geser n > 1,5
* Aman terhadap guling n > 1,5 h tanah timbunan
* D > kedalaman scouring maksimum
* h < tinggi izin timbunan

D tanah asli
PONDASI SUMURAN
 Dipergunakan bila tanah pondasi :
* Cukup keras
* Daya dukung tanah > 3 kg/cm2
* Kedalaman > 4 m dari dasar sungai / tanah dasar setempat
* Bebas dari pengaruh scouring vertikal

 Perlu diperhatikan adanya pengaruh scouring horizontal

 Bentang jembatan ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi profil


basah sungai

 Kemungkinan diperlukan pengamanan (protection) pada bagian kepala


jembatan
PONDASI SUMURAN

PERSYARATAN:
h
•Cukup kuat -
•daya dukung terjadi < Daya
dukung izin
•d > 3 M
D •h < h izin timbunan
•D > kedalaman scouring
Max scouring (s)
D’ •Bila D < s < D’, maka perlu
d
protection
KEDALAMAN PONDASI PENGAMAN

hs = 3,66 m D50 < 0,0015 m

hs = 1,14 D50 -0,11 untuk D50 > 0,0015 m

 hs = kemungkinan kedalaman maksimum penggerusan (m)


 D50 = diameter rata-rata batuan dasar saluran (m)
PERENCANAAN TIANG PANCANG

 Syarat Perencanaan minimum


– Kondisi pembebanan A
 Kapasitas fundasi atau BB harus proposional sesuai
dengan bahan yang digunakan
– Kondisi pembebanan B
 Kapasitas fundasi ditentukan oleh kapasitas tanah
– Kondisi pembebanan C
 Kapasitas fundasi ditentukan oleh kestabilan terhadap
longsor, puntir, termasuk keruntuhan lingkaran gelincir
PERENCANAAN KEADAAN BATAS

 Suatu keadaan batas dimana terbentuknya


suatu mekanisme di dalam tanah

 Suatu keadaan batas dimana melibatkan


kehilangan keseimbangan statis atau
hancurnya bagian kritis dari struktur akibat
pergerakan dalam tanah
PERENCANAAN TEGANGAN KERJA

 Dapat digunakan untuk kondisi pembebanan A dan


kondisi pembebanan B
 Tidak dianjurkan untuk kondisi pembebanan C
 Faktor keamanan diambil sebesar 3 dan dibagikan
terhadap nominal kekuatan tanah ultimit
 Dalam segala hal faktor keamanan tidak boleh < 2
PERSYARATAN GEOTEKNIK
Pondasi tiang pancang dapat digunakan untuk

 Sampai kedalaman 10 meter atau lebih dengan kondisi tanah:


– Tanah kohesif dengan sifat yang bervariatif sangat lembek, lembek, teguh atau
kenyal
– Tanah non kohesif yang sifatnya bervasriasi sangat lepas, lepas atau agak
padat
 Lapisan tanah keras dengan nilai sondir > 15 kPa atau penetrasi standar N ≥ 50
dan terletak pada kedalaman > 10 meter

Anda mungkin juga menyukai