Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2

Aduh, terbakar rasa dadaku !

Oleh : Kelompok 4

Nama Tutor : dr. Doby Indrawan, MMRS

Ketua Kelompok : Aslin Nur Ainiyah (17910024)


Sekertaris 1 : Azka Faradiba Anjani H (17910038)
Sekertaris 2 : Luthfia Asyda Almas (17910052)

Anggota : Muhammad Haykal Fahreza (17910008)


Anggun Putri Maulana Ahmad (17910023)
Al Mazida Fauzil Aishaqeena (17910002)
Daru Darma Prasojo (17910034)
Sely Maria Ulfah (17910036)
Kamilatun Niamah (17910037)
Muhammad Aldyan Yudha (17910051)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN


UIN MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2019
i

DAFTAR ISI
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2 ............................................................................................. 1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... i
SKENARIO ........................................................................................................................................... 1
BAB I ...................................................................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
BAB III................................................................................................................................................... 4
BAB IV ................................................................................................................................................... 8
BAB V .................................................................................................................................................... 9
BAB VI ................................................................................................................................................. 10

1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi dari GERD ......... 10
2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi ............................................ 11
3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Etiologi ..................................................... 11
4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan faktor resiko .............................................. 11
5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan patofisiologi .............................................. 12
6. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan manifestasi Klinis ..................................... 12
7. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Kriteria Diagnosis ..................................... 16
8. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang ............................ 16
9. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding.................................... 17
10. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana ............................................... 20
11. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Prognosis .................................................. 25
12. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan komplikasi ................................................ 25
13. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pencegahan ............................................... 25
14. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Integrasi .................................................... 26
BAB VII ............................................................................................................................................... 27
BAB VIII .............................................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 32

i
SKENARIO

Aduh, terbakar rasa dadaku !

Seorang perempuan bernama Mawar Purbo Sanjoyo berusia 25 tahun yang bekerja sebagai
akuntan perusahaan swasta datang ke klinik dr Lia dengan tergopoh- gopoh, nampak membungkuk
serta memegang perutnya. Pasien tersebut datang dengan keluhan dada terasa panas sejak 4 bulan
yang lalu yang semakin memberat semenjak 1 minggu terakhir. Panas terasa sampai tembus ke tulang
belakang, Keluhan disertai dengan makan cepat kenyang, nyeri ulu hati disertai perut kembung dan
sering sendawa setelah makan. Pasien mengeluh nyeri hilang timbul, mual, muntah terasa asam di
mulut. Pasien mengeluh sesekali terbangun dari tidur karena keluhan tersebut. Pasien mengaku sering
minum kopi saat berkumpul di kafe Setarebak dengan temannya supaya nampak eksis, sering juga
minum soft drink merek kola kola jika beli makanan di restoran mekedi. Riwayat sosialnya pasien
merupakan anak tunggal dengan pekerjaan yang memberat dalam 1 minggu ini karena dikejar target
sehingga bekerja lembur hingga larut malam sampai lupa makan dan mandi

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
Tanda Vital : Tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 80 x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu
aksiler 36 C
BB: 65 kg, TB : 158 cm
Pemeriksaan Spesifik
Kepala dalam batas normal
Leher dan thoraks dalam batas normal
Abdomen :
inspeksi : datar
Palpasi : soefl, nyeri tekan epigastrium (+) , hepar lien tidak teraba
Perkusi : shifting dullness (-)
Ekstremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

1
BAB I
KATA SULIT
1. Shifting dullness
- Suatu tes yang dilakukan untuk mengetahui adanya cairan di intraperioneal adanya
suara pekak pada perut saat diperkusi sebagai tanda adanya cairan intraperitoneal
- Negative berarti tidak ada cairan asites
2. Ulu hati
- Epigastrium- region epigastrik- terletak dibagian perut tengah atas dibawah sternum
dibawah hipokondrium. Epigastrik antara mcl tengah dan atas umbilicus.
3. Palmar Eritema
- Telapak tangan yang memerah
- Penyebabnya antara lain ex: alergi, sirosis hati, kehamilan, arthritis rematoid,
hipertiroidisme dll
- Karena adanya pelebaran pembuluh darah di telapak tangan

2
BAB II
RUMUSAN MASALAH

1. Apa hubungan jenis kelamin, pekerjaan dan usia terhadap keluhan pasien?
2. Mengapa pasien datang ke klinik dengan tergopoh- gopoh, nampak membungkuk serta
memegang perutnya.?
3. Mengapa pasien datang dengan keluhan Pasien tersebut datang dengan keluhan dada terasa
panas sejak 4 bulan yang lalu yang semakin memberat semenjak 1 minggu terakhir? dan
panasnya terasa sampai tembus ke tulang belakang
4. Mengapa keluhan disertai dengan makan cepat kenyang, nyeri ulu hati disertai perut
kembung dan sering sendawa setelah makan?
5. Apakah ada hubungan antara pola makan pasien (minum kopi, soft drink, junkfood, lupa
makan) terhadap keluhan pasien?
6. Mengapa pasien mengeluh nyeri hilang timbul, mual, muntah terasa asam di mulut?
7. Apa hubungan antara riwayat sosial pasien (pekerjaan yang memberat) dengan keluhan
pasien?
8. Mengapa pasien mengeluh sesekali terbangun dari tidur karena keluhan tersebut?
9. Apa hubungan antara BMI pasien yang tergolong overweight dengan penyakit yang pasien
derita?
10. Apa hubungan nyeri tekan epigastrium pada palpasi abdomen dengan penyakit pasien?
11. Mengapa pada pasien terdapat akral pucat?
12. Apa diagnose banding pasien?
13. Apa working diagnosis pasien?
14. Apa yang harus dilakukan dokter?

3
BAB III
BRAINSTORMING

1. Apa hubungan jenis kelamin, pekerjaan dan usia terhadap keluhan pasien?
a. Jenis kelamin:
Ada sebagian sumber yang mengatakan bahwa prevalensi antara laki-laki dan
perempuan sama dan adapula yang menyebutkan bahwa prevalensi laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan berkaitan dengan pola makan yang tidak teratur serta konsumsi
rokok dan alkohol.
b. Usia :
Seiring dengan peningkatan usia makan risiko semakin meningkat sedangkan peak
prevalensinya terjadi pada usia diatas 40 tahun dimana pada usia ini merupakan usia
produktif dengan beban kerja dan tingkat stress yang meningkat disertai dengan pola
makan yang buruk.
c. Pekerjaan:
Pada skenario disebutkan pekerjaan pasien sebagai akuntan dan banyak
menghabiskan waktu duduk dan mengetik, pada keadaan duduk tekanan intraabdomen
lebih tinggi dibandingkan dengan ketika berdiri.
Pada skenario juga disebutkan bahwa pasien sedang menjalani pekerjaan yang memberat
selama satu minggu terakhir. Hal ini akan membuat tingkat stress pasien meningkat.
Sementara stres sendiri dapat menstimulasi sekresi hormon kortisol (hormon stres) oleh
kerlenjar adrenal. Hormon kortisol akan meingkatkan kerja sel parietal dalam mensekresi
HCl. Sehingga ketika refluks isi cairan lambung, terjadi akibat tonus LES (lower
esophageal sfincter) melemah <3mmhg atau bahkan tidak ada, menyebabkan teriritasinya
esofagus.
Faktor lain yang tidak berkaitan dengan pencernaan, misalnya emosi, juga dapat
mengubah motilitas lambung dengan liekerja melalui saraf autonom untuk memengaruhi
derajat eksitabilitas otot polos lambung. Meskipun etek emosi pada motilitas lambung
bervariasi dari orang ke orang dan tidak selalu dapat diperkirakan, kesedihan dan rasa
takut umumnya cenderung naengurangi motilitas, sementara kemarahan dan agresi
cenderung meningkatkannya. Selain pengaruh emosi, nveri hebat dari bagian tubuh
manapun cenderung menghambat motilitas, tidak hanya di lambung tetapi di seluruh
saluran cerna. Respons ini ditimhulkan oleh peningkatan aktivitas simpatis.
2. Mengapa pasien datang ke klinik dengan tergopoh- gopoh, nampak membungkuk serta
memegang perutnya.?
Karena pasien berusaha untuk mengurangi rasa sakit dengan memegang perutnya
dan membungkuk agar HCl yang asam tidak naik ke esofagus dan mencoba mengurangi
tekanan intraabdomen karena perutnya mungkin terasa begah akibat berkumpulnya gas di
lambung.
3. Mengapa pasien datang dengan keluhan Pasien tersebut datang dengan keluhan dada
terasa panas sejak 4 bulan yang lalu yang semakin memberat semenjak 1 minggu
terakhir? dan panasnya terasa sampai tembus ke tulang belakang?
Fungsi kontraksi LES adalah menyebabkan adanya high pressure zone yaitu zona
tekanan tinggi yang memisahkan esofagus dan lambung sehingga menjaga agar isi
lambung tetap pada tempatnya. Apabila kontraksi LES melemah atau tidak ada maka
zona tersebut hilang dan menyebabkan isi lambung yang berisi HCl, pepsin, gastrin,
refluk ke esofagus. Penyebab mengapa LES bisa meelemah kontraksinya adalah
multifaktorial seperti penggunaan obat-obatan seperti antikolinergik, beta 2 adrenergik,

4
thiosulfat. Selain itu keterkaitan hormonal seperti pada ibu hamil dan adanya infeksi H.
Pylori.
Sebenarnya pada manusia normal terjadinya aliran anterograde pada saat menelan
menyebabkan terbukanya LES dan pada saat orang sendawa dan muntah atau aliran
retrograde juga menyebabkan LES ini terbuka. Terjadinya refluk juga dapat disebabkan
adanya aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES saat menelan atau
aliran anterograde. Selain itu refluk spontan dapat terjadi ketika relaksasi LES yang tidak
adekuat dan peningkatan tekanan intraabdomen yang bisa disebabkan karena kegemukan
penumpukan lemak viseral, adanya tumor yang mendesak, asites, hepatomegali dan lain
sebagainya.
Pada lambung dan duodenum terdapat mekanisme perlindungan diri tubuh
terhadap asamnya pH HCl yaitu <2 yaitu lapisan mukosanya terlapisi oleh mukus yang
dihasilkan oleh sel mukus di lambung dan sel duktus pankreas yang mensekresi
NaHCO3- karena dipicu oleh sekretin yang dilepaskan akibat rangsang asam dalam
lumen duodenum dari kimus yang keluar lambung. Sementara pada esofagus tidak
memiliki lapisan mukus yang melindungi esofagus akan tetapi pada kenyataannya mukus
tetap disekresi sepanjang gastrointestinal track. Pada esofagus aliran darah mensekresi
nutrien, bikarbonat dan mengeluarkan ion H+ dan CO2. Selain itu, sel-sel esofagus
mempunyai kemampuan mentranspor ion H+ dan Cl- dengan Na dan bikarbonat
ekstraseluler.
Apabila ketiga faktor defensif yaitu pemisah antirefluk, bersihan asam lumen
esofagus, dan ketahanan epitel esofagus tidak adekuat, maka kemungkinan HCl, pepsin,
garam empedu, getah pankreas yang merupakan bahan perusak terutama asam akan
mengiritasi bahkan mendestruksi lapisan mukosa esofagus sehingga timbullah rasa
terbakar di dada. Pepsin dan tripsin, kimotripsin, hidrokdipeptidase dan etalase dalam
bentuk aktif akan mendestruksi sel epitel lumen esofagus karena sifatnya yang memecah
protein menjadi polipeptida
Meningat letak esofagus berada di retrosternal memungkinkan rasa nyeri
yangtimbul sampai ke belakang.

4. Mengapa keluhan disertai dengan makan cepat kenyang, nyeri ulu hati disertai perut
kembung dan sering sendawa setelah makan?
Karena terjadi refluk HCl nantinya akan bertemu dengan HCO3- yang dikekuarkan
oleh saliva dan sekresi bikarbonat pada aliran darah esofagus menyebabkan terbentuknya
gas akibat reaksi kimia yang terjadi antara keduanya. Penumpukan gas yang banyak di
lambung menyebabkan perut menjadi begah sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman
ketika makan dan menyebabkan perut terasa kenyang lebih lama.
Faktor lain yang dapat menyebabkan refluk isi lambung adalah distensi lambung dan
pengosongan lambung yang lambat sehingga keinginan untuk makan menurun.
Lemahnya LES menyebabkan gas yang terperangkap di lambung mudah keluar.
5. Apakah ada hubungan gaya hidup diet (minum kopi, soft drink, junkfood, lupa
makan)pasien dengan keluhan?
a. Pasien sering konsumsi kopi yang terdapat kandungan kafein di dalamnya yang dapat
memicu sel g untuk mensekresi gastrin, gastrin berfungsi memicu sel parietal
mensekresi HCl, gastrin juga dapat mempengaruhi sel parietal secara langsung untuk
mensekresi HCl sehingga terjadi peningkatan HCl di lambung. Selain itu kafein juga
bersifat asam dengan pH <5,5
b. Minuman bersoda mengandung bikarbonat (HCO3-) yang apabila bertemu dengan
HCl usus akan menghasilkan gas.

5
c. Junk food memiliki kandungan lemak dan protein yang sangat tinggi sehingga
pencernaan lemak di usus terjadi lebih lama. Maka usus melakukan reflek
enterogastrik yang mencegah pengosongan lambung sehingga isi lambung penuh
akan makanan dan gas pada pasien GERD yang mengonsumsi junk food. Sebenarnya
lambung juga dapat menyerap alkohol namun penyerapannya terjadi lebih lambat
dibandingkan dengan penyerapan di usus. Maka ketika reflek enterogastrik diaktifkan
karena adanya lemak dan protein dalam usus akan memperlama penyerapan alkohol
ke dalam tubuh, karena alkohol berada di lambung lebih lama.
d. Sebenarnya tubuh kita menghafal pola makan, aktivitas, dan tidur. Ketika pola makan
tidak teratur maka hormon dan sekresi HCl di lambung tetap terjadi pada jam makan
kita sebelumnya. Sedangkan pada saat itu lambung tidak terisi makanan sehingga
HCl tersebut dapat mengiritasi lambung secara langsung atau dengan mengaktifkan
pepsinogen menjadi pepsin yang apabila menyentuh permukaan sel dapat
mendestruksi sel epitel lambung.
e. Rokok mengandung nikotin dapat menurunkan pertukaran ion Na+ melalui epitel
esofagus.
f. Alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas terhadap ion H+. Sehingga rokok,
alkohol dan aspirin memperlambat terjadinya netralisasi HCl oleh HCO3-
6. Mengapa pasien mengeluh nyeri hilang timbul, mual, muntah terasa asam di mulut?
Mual dan muntah dapat disebabkan karena rangsangan indra berupa bau, rasa, dan
penglihatan terhadap sesuatu yang menjijikkan. Pada pasien GERD terkadang
mempunyai manifestasi berupa bau mulut, hal ini mungkin dapat merangsang pusat
muntah di medulla oblongata.
Adanya distensi berlebih atau iritasi area lambung atau duodenum juga dapat diteruskan
melalui impuls nervus aferen ke nervus vagus kemudian diteruskan ke nervus
parasimpatis yang kemudian merangsang vomiting senter di medulla oblongata. Medulla
oblongata merangsang gerakan peristaltic terbalik sehingga timbul timbul distensi
lambung dan mendorong diafragma kearah cavum thorax. Hal ini menyebabkan
peningktan tekanan intratorakal dan memaksa sphincter esophagus atas (UES) atau
bawah (LES) untuk terbuka (normal). Apabila LES mengalami kelemahan tonus maka
proses muntah mudah terjadi. Pada saat muntah, epiglottis akan tertutup dan palatum
molle menutup nasofaring, reflek muntah
Nyeri hilang timbul yang dialami pasien berkaitan dengan gerakan retropulsi yang
dilakukan lambung dalam mencerna makanan HCl akan bergerak berbagai arah dan
memungkinkan refluk terjadi berulangkali bersamaan dengan lemasnya LES.
Bersihan asam esophagus didukung oleh gravitasi, HCO3-, gerak peristaltic, dan
saliva.apabila bahan refluks tidak dibersihkan akan terjadi nyeri retrosternal dan apabila
bersihan terjadi maka nyeri akan hilang.
7. Apa hubungan antara riwayat sosial pasien (pekerjaan yang memberat) dengan keluhan
pasien?
Pada skenario disebutkan pekerjaan pasien sebagai akuntan dan banyak
menghabiskan waktu duduk dan mengetik, pada keadaan duduk tekanan intraabdomen
lebih tinggi dibandingkan dengan ketika berdiri.
Pada skenario juga disebutkan bahwa pasien sedang menjalani pekerjaan yang
memberat selama satu minggu terakhir. Hal ini akan membuat tingkat stress pasien
meningkat. Sementara stres sendiri dapat menstimulasi sekresi hormon kortisol (hormon
stres) oleh kerlenjar adrenal. Hormon kortisol akan meingkatkan kerja sel parietal dalam
mensekresi HCl. Sehingga ketika refluks isi cairan lambung, terjadi akibat tonus LES

6
(lower esophageal sfincter) melemah <3mmhg atau bahkan tidak ada, menyebabkan
teriritasinya esofagus.
Emosi, juga dapat mengubah motilitas lambung dengan liekerja melalui saraf
autonom untuk memengaruhi derajat eksitabilitas otot polos lambung. Meskipun efek
emosi pada motilitas lambung bervariasi dari orang ke orang dan tidak selalu dapat
diperkirakan, kesedihan dan rasa takut umumnya cenderung naengurangi motilitas,
sementara kemarahan dan agresi cenderung meningkatkannya. Selain pengaruh emosi,
nveri hebat dari bagian tubuh manapun cenderung menghambat motilitas, tidak hanya di
lambung tetapi di seluruh saluran cerna. Respons ini ditimhulkan oleh peningkatan
aktivitas simpatis.
8. Mengapa pasien mengeluh sesekali terbangun dari tidur karena keluhan tersebut?
Berkaitan dengan bersihan asam esofagus seperti tidak adanya gravitasi akibat
tidur yang telentang atau dalam garis yang lurus. Sehingga refluk HCl ke esophagus
meningkat terjadi nyeri seperti terbakar
Bersihan asam esophagus tidak aktif ketika tidur, seperti sekresi saliva, bikarbonat dan
gerak peristaltik sehingga ketika terjadi refluk HCl dan terasa panas, pasien akan
terbangun.
9. Apa hubungan pasien yang overweight dengan penyakit pasien?
BMI pasien 26 sehingga dapat dikategorikan sebagai overweight. Hal ini
disebabkan tidak teraturnya pola makan dan makan makanan junk food yang
mengandung lemak jenuh tinggi. Lemak ini nantinya akan berkumpul di viseral tubuh
dan akan meningkatkan tekanan intraabdomen. Selain itu penggunaan pakaian ketat juga
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen.
10. Apa hubungan nyeri tekan epigastrium pada palpasi abdomen dengan penyakit pasien?
Karena adanya reffered pain sehingga lambung juga dapat menimbulkan nyeri
Penekanan epigastrium menyebabkan HCl naik ke esophagus sehingga terjadi nyeri
Adanya peradangan dalam lambung (gastritis)
11. Mengapa pada pasien terdapat akral pucat?
Gelisah menyebabkan aktifnya saraf simpatik sehingga terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah dan menyebabkan perfusi darah menurun sehingga akral pucat
12. Apa diagnose banding pasien?
a. Striktur esophagus (esofagistis kronis) radang esophagus melukai lumen
esophagus penyempitan lumen. Terjadi ketika esophagus jadi jaringan parut
perusakan cincin esophagus  adanya striktur menyebabkan kesulitan makan
penurunan BB gagal tumbuh
- Apakah bisa jadi komplikasi GERD? bisa
b. Ulkus peptikum
c. Ulkus duodenum
d. Dipepsia
e. Achalasia
13. Apa working diagnosis pasien?
Gastroesofageal reflux disease (GERD)
14. Apa yang harus dilakukan dokter?
a. Ranitidine (h2 blocker) menurunkan asam lambung
b. PPI  cegah sekresi hcl

7
BAB IV
PROBLEM TREE

Melati Purbi Sanjayi


12 tahun

Datang ke praktek
dokter di klinik

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan


a. KU : tampak sakit ringan Penunjang
a. bengkak di pipi sebelah
b. TD : 110/70 mmHg a. Hb = 15g/dL
kanan dan kiri
c. N = 80x/m b. Ht = 42%
b. bengkak baru disadari sejak d. RR = 20x/m c. Leukosit = 4500
muncul sakit pada e. T axila = 38 C
f. K/L sel/mm3
rahangnya dan mengalami
- konjungtiva anemis -/- d. Trombosit =
kesulitan saat membuka - ikterik -/- 450.000 sel/mm3
mulut sejak dua hari lalu. g. Lymphonodi leher : tidak teraba
h. Status Lokalis :
c. Beberapa hari sebelumnya,
- R. Auricula posterior pembengkakan kiri
badannya lemah, agak dan kanan, terasa nyeri, kemerahan,
hangat, dan terasa sakit konsistensi lunak, batas diffuse serta
pada otot dan persediaan. trismus ringan.
- R. intraoral ditemukan mukosa bukal
d. Beberapa teman di sekolah region molar 1 dan molar 2 atas kiri dan
mengalami hal yang serupa kanan kemerahan, palpasi tidak
ditemukan adanya pus.
i. Jantung Paru : dbn
j. Abdomen : dbn
k. Ekstremitas : dbn

DDx
Parotitis
Parotitis supuratif Tatalaksana dan KIE
Limfadenitis - Paracetamol 3x500
mg
- makan makanan
WDx dengan konsistensi
Parotitis lunak.

8
BAB V
LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi dari GERD
2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi
3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Etiologi
4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan faktor resiko
5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan patofisiologi
6. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan manifestasi Klinis
7. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Kriteria Diagnosis
8. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang
9. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding
10. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
11. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Prognosis
12. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan komplikasi
13. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pencegahan
14. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Integrasi

9
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA

1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi dari GERD
GERD didefinisikan sebagai suatu gangguan di mana isi lambung mengalami refluks
secara berulang ke dalam esofagus, yang menyebabkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi
yang mengganggu. GERD juga dapat dipandang sebagai suatu kelainan yang menyebabkan
cairan lambung dengan berbagai kandungannya mengalami refluks ke dalam esofagus, dan
menimbulkan gejala khas seperti heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai rasa
nyeri dan pedih) serta gejala-gejala lain seperti regurgitasi (rasa asam dan pahit di lidah), nyeri
epigastrium, disfagia, dan odinofagia.
(Konsensus Nasional Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, 2013)
Refluk esofageal adalah keadaan patologis akibat refluk kandungan lambung ke dalam
esofagus sehingga menimbulkan gejala-gejala akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan
saluran napas.
(Ilmu Penyakit Dalam UI, 2009)
Terdapat dua kelompok pasien GERD, yaitu pasien dengan esofagitis erosif yang
ditandai dengan adanya kerusakan mukosa esofagus pada pemeriksaan endoskopi (Erosive
Esophagitis/ERD) dan kelompok lain adalah pasien dengan gejala refluks yang mengganggu
tanpa adanya kerusakan mukosa esofagus pada pemeriksaan endoskopi (Non-Erosive Reflux
Disease/NERD).
Berdasarkan pemeriksaan endoskopi, GERD dibagi menjadi EFD (Erosive Esophagitis
Disease) dan NERD (Non-Erosive Esophagitis Disease).

(Tabel 1. Klasifikasi GERD berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi)

10
Menurut Budianto (2017), GERD diklasifikasikan sebagai Sindrom Esofageal dan
Sindrom Ekstraesofageal.
1) Sindrom esofageal
Merupakan refluk esofageal yang disertai dengan atau tanpa adanya lesi. Gejala klinisnya:
Heratburn, regurgitasi serta nyeri dada non cardiak, misal ada lesi, lesi berupa refluk
esofagitis, barret esofagus, striktur refluk dan adenokarsinoma esofagus
2) Sindrom ekstraesofageal
Karena refluk esofageal jangka panjang
(PPK NEUROLOGI, 2016)

2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi


Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan
di negara-negara Barat. Namun, banyak penelitian pada populasi umum yang baru-baru ini
dipublikasikan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi GERD di Asia. Prevalensi di
Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara sebelum 2005 2,5%-4,8%, Asia Tengah
dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh
Asia dengan 20%. Asia Tenggara juga mengalami fenomena yang sama, di Singapura
prevalensinya adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7% (1991-1992) menjadi
9% (2000-2001), sementara belum ada data epidemiologi di Indonesia (Jung, 2009), (Wong, 2006).

Prevalensi GERD menurut Map of Digestive Disorders & Diseases tahun 2008 di Amerika
Serikat, United Kingdom, Australia, Cina, Jepang, Malaysia, dan Singapura adalah 15%, 21%,
10,4%, 7,28%, 6,60%, 38,8%, dan 1,6%.4 Belum ada data mengenai GERD di Indonesia, namun
keluhan serupa GERD cukup banyak ditemukan dalam praktik sehari-hari.

Syam, dkk. melaporkan bahwa prevalensi GERD di rumah sakit Cipto Mangunkusumo
meningkat dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18% pada tahun 2002. Dari eksplorasi statistik
prevalensi GERD di Indonesia diprediksi 7.153.588 pasien dari 238.452.952 populasi. Peningkatan
prevalensi GERD di Indonesia seiring dengan peningkatan prevalensi GERD di Asia dan United
State of America (USA) (Simadibrata, 2009).

3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Etiologi


Penyakit refluks gastroesofagus disebabkan oleh proses yang multifaktor. Beberapa
penyebab terjadinya GERD meliputi:

1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)


2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun

11
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph < 2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal
sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa
antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (esophagus)

4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan faktor resiko


Terdapat berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi kejadian Bell’s palsy yaitu sebagai
berikut:

a. Faktor- faktor yang dapat menurunkan LES


b. Thiofilin, antikonergic, nitrat, CCB
c. Makanan berlemak
d. Rokok
e. Hormon : menopouse, peningkataan saat hamil
f. Hiatus hernia (3cm)
(Kapita Selekta FKUI, 2014)

Adapun faktor risiko menurut Konsensus Nasional Perkumpulan Gastroenterologi


Indonesia tahun 2013, yaitu:

a. Obesitas
b. Kehamilan
c. Pekerja yang sering kerja berat (meningkatkan tekanan intraabdomen)
d. Pakaian ketat
e. Usia lanjut
f. Lakilaki
g. Junk food
h. Rokok

5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan patofisiologi


Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifactorial. Esophagitis dapat terjadi sebagai
akibat dari refluks gastroesofageal apabila: 1) Terjadi kontak dalam waktu yang lama antara bahan

12
refluksat dengan mukosa esophagus, 2) terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esophagus,
walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esophagus tidak lama

Esophagus dang aster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang
dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini
akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran retrogad yang terjadi pada saat sendawa atau
muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak
ada atau sangat rendah (<3 mmhg)

Refluks esophageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme: 1) refluks spontan pada
saat relaksasi LES yang tidak adekuat, 2)aliran retrogad yang mendahului kembalinya tonus LES
setelah menelan, 3) meningkatnya tekanan intra abdomen

Terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara factor defensive dari esophagus dan
factor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk factor defensive esophagus adalah:

1. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES.menurnnya tonus LES dapat
menyebabkan timbulnya refluks retrogad pada saat terjadinya peningkatan tekanan
intraabdomen
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Factor-
faktor yang dapat menurunkan tonus LES: 1) adanya hiatus hernia, 2) panjang LES
(makin pendek LES, makin rendah tonusnya), 3) obat-obatan seperti antikolinergik, beta
adrenergic, theofilin, opiate, dan lain-lain, 4) factor hormonal. Selama kehamilan,
peningkatan progesterone dapat menurunkan tonus LES
Namun dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometry, tampak bahwa pada
kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjaidnya
proses refluks ini adalah transien LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang
bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan.
Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu
diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat (delayed gastric
emptying) dan dilatasi lambung
Peranan hiatus hernia pada pathogenesis terjadinya GERD masih kontroversial.
Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia, namun
hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat
memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta
menurkan tonus LES
2. Bersihan asam dari lumen esophagus

13
Factor yang berperan pada bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,
peristaltic, ekskresi air liur dan bikarbonat
Setelah terjadi refluks, sebagian bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan
dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh
bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esophagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena semakin lama kontak antara baha
refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) mkain besar kemungkinan
terjadinya esophagitis. Pada sebagian pasien GERD ternyata memiliki waktu transit
esophagus yang normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena eristaltik
esophagus minimal
Refluks malam hari (nocturnal reflux) leih besar berpotensi meninmbulkan
kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esofagus
tidak aktif
3. Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mucus
yang melindungi mukosa esophagus.
Mekanisme ketahanan epithelial esophagus
1) Membrane sel
2) Batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan
esophagus
3) Aliran darah esophagus mensuplai nutrient, oksigen, nikarbonat, serta mengeluarkan ion
H+ dam CO2-
4) Sel-sel esophagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion H+ dan Cl-
intraseluler dengan Na2+ dan bikrbonat intraseluuler

Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esophagus, sedangkan
alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas eptel terhadapion H. Yang dimaksud
dengan factor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang
menambah potensi daya rusak refluksi terdiri dari hcl, pepsin, garam empedu, enzim
pancreas

Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya.
Derajat kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada ph<2, atau adanya pepsin
atau garam empedi. Namun dari kesemuanya itu memiliki poensi daya rusak paling tinggi
adalah asam

14
Factor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan
dilambuung yang meningkatkan terjadinya refluks fisologis, antara lain : dilatasi lambung
atau obstruksi outlet dan delayed gastric emptying

Peranan infeksi Helicobacter Pylori dalam pathogenesis GERD relative kecil dan
kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan terbalik antara
infeksi Helicobacter Pylori dengan strain yang virulensi (Cag A positif) dengan kejadian
esophagitis, Barrett’s esophagus dan adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi
Helicobacter Pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta
pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh eradikasi infeksi Helicobacter
Pylori sangattergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang
tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi Helicobacter Pylori dengan predominant antral
gaastritis, pengaruh eradikasi Helicobacter Pylori dapat menekan munculnya gejala
GERD. Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi
Helicobacter Pylori dengan corpus predominant gastritis pengaruh eradikasi
Helicobacter Pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung serta memunculkan gejala
GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi Helicobacter Pylori dengan
antral predominant gastritis, eradikasi Helicobacter Pylori dengan memperbaiki keluhan
GERD serta menekan sekresi asam lambung, semantara itu pada pasien-pasien dengan
gejala GERD pra-infeksi Helicobacter Pylori dengan corpus predominant gastritis,
eradikasi Helicobacter Pylori dapat memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan
sekresi asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan infeksi
Helicobacter Pylori dapat mempercepat terjaidya gastritis atrofi.

(Ilmu Penyakit Dalam UI, 2009)

6. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan manifestasi Klinis


Manifestasi klinis penyakit refluks gastroesofagus sangat bervariasi dan gejala yang timbul
kadang-kadang sukar dibedakan dengan kelainan fungsional lain dari traktus
gastrointestinal.
Gejala awal:

1. Sendawa
2. Nausea, vomitting
3. Rasa penuh setelah makan
4. Nyeri ulu hati
5. Perut kembung
6. Gejala khas seperti heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai rasa
nyeri dan pedih; rasa panas seperti terbakar di daerah substernal sering muncul

15
setelah makan banyak, atau makan makanan berlemak atau berbaring) serta gejala-
gejala lain seperti regurgitasi (rasa asam dan pahit di lidah), nyeri epigastrium,
disfagia, dan odinofagia.
7. Gejala tambahan: disfagia (nyeri telan), odinofagia (sulit menelan), hipersalivasi
(Konsensus Nasional Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, 2013)

7. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Kriteria Diagnosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat. Kuesioner GERD (GERD-Q)
merupakan suatu perangkat kuesioner yang dikembangkan untuk membantu diagnosis GERD dan
mengukur respons terhadap terapi. Kemudian untuk di pelayanan primer, pasien diterapi dengan
PPI test, bila memberikan respon positif terhadap terapi, maka diagnosis definitif GERD dapat
disimpulkan.
Di bawah ini adalah GERD-Q yang dapat diisi oleh pasien sendiri. Untuk setiap pertanyaan,
responden mengisi sesuai dengan frekuensi gejala yang dirasakan dalam seminggu. Skor 8 ke atas
merupakan nilai potong yang dianjurkan untuk mendeteksi individu-individu dengan
kecenderungan tinggi menderita GERD.

16
(tabel 2 kriteria diagnosis pada pasien GERD)
(Konsensus Nasional Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, 2013)

8. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang


Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, terdapat beberapa pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis GERD yaitu:
a. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi
pasien dengan dugaan PRGE.Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai
kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini
merupakan biopsi.Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan berguna
pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).

17
(Gambar 1: Salutran cerna bagian atas)

Derajat kerusakan Gambaran endoskopi


A Erosi kecil-kecil pada mukosa esophagus dengan diameter < 5 mm
B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling
berhubungan
C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen
D Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi
seluruh lumen esophagus)
(Tabel 3. Klasifikasi Los Angeles)

b. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama
pada kasus esofagitis ringan.Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE
menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada
keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan
mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
c. Tes Provokatif
1.) Tes Perfusi Asam (Bernstein)
Tes ini untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus terhadap asam.
Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes
Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan
nyeri asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus
menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%.
2.) Tes Edrofonium
Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan
intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya
komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus
secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.

18
d. Pengukuran pH dan tekanan esophagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE,
pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain
untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang
mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan
manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH
esofagus/gangguan motorik esofagus.Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold
standar untuk memastikan adanya PRGE. Namun tidak semua bayi yang muntah atau
regurgitasi diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan ini.
e. Tuttle test acid reflux
Tes ini menggunakan asam hidrokhloric (0.1N per 1.7m2) atau dengan jus apel
yang tidak dimaniskan (300ml per 1.7m2) yang ditelan oleh pasien lalu pH dimonitor
selama 30 menit, penurunan pH dibawah 4 merupakan kasus abnormal.
f. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus
dan sifatnya non invasive. Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran
makanan cair dan padat yang dilabel dengan radioisotope yang tidak diabsorbsi,
biasanya technetium. Spesifitas tes ini masih diragukan
g. Pemeriksaaan Esofagogram
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaaan ini kurang peka dan sering kali
tidak menunjukkan kelainan, termasuk pada kasus esophagitis ringan. Pada keadaan
yang lebih berat, gambaran radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan
mukosa, ulkus atau penyempitan lumen.
Pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis GERD, namun pada
keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada
1.) Stenosis esophagus derajat ringan akibat esophagitis peptic dengan gejala
disfagia
2.) Hiatus hernia
h. Manometri esophagus
Tes manometri akan memberikan manfaat yang berarti jika pada pasiendengan
gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan esofagografi barium
dan endoskopi yang normal.
Tes ini juga berguna untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian
terapi pada pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan
peristaltik/motilitas esofagus.
i. Histopatologi

19
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.Tetapi
bukan untuk memastikan NERD.
j. Tes penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor/ PPI Test/ tes supresi asam)
Pada dasarnya tes ini merupakan terapi empiric untuk menilai gejala dari GERD
dengan memberikan PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambal melihat respon yang
terjadi. Tes ini terutama dilakukan jika tidak tersedia fasilitas untuk endoskopi, Ph
metri, dan lain-lain.
Tes ini dianggap positif jika terdapat perbaikan 50-75% gejala yang terjadi.
Dewasa ini tes supresi asam ini menjadi salah satu langkah yang dianjurkan dalam
algoritme tata laksana GERD pada lini pertama untuk pasien yang tidak disertai
dengan gejala alarm (berat badan turun, anemia, hematemesis/ melena, disfagia,
odinofagia, riwayat keluarga dengan kanker esophagus/ lambung) dan umur >40 tahun.

9. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding


• Gastritis adalah suatu kondisi di mana lapisan kulit dalam lambung meradang atau
membengkak. Gastritis atau juga sering disebut sebagai radang lambung, dapat muncul
secara mendadak (gastritis akut) atau berlangsung dalam waktu yang lama (gastritis
kronis).
• Dyspepsia Fungsional merupakan sakit perut tanpa adanya luka (ulkus) dan tidak disertai
penyebab yang jelas. Sakit perut jenis ini umum terjadi dan dapat berjangka panjang.
Tanda-tanda dyspepsia fungsional :
 Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir.
 Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent).
 Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi)
 Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome) – symptom tidak
hilang dengan defekasi – tidak ada perubahan frekuensi dan konsistensi tinja.
• Angina Pectoris adalah nyeri, "ketidaknyamanan", atau tekanan lokal di dada yang
disebabkan oleh kekurangan pasokan darah (iskemia) pada otot jantung.
• Ulkus Peptikum adalah kerusakan pada lapisan mukosa, submukosa sampai lapisan otot
saluran cerna yang disebabkan oleh aktivitas pepsin dan asam lambung yang berlebihan.
• Eosinophilic esophagitis terjadi akibat konsentrasi tinggi dari sel darah putih pada
esofagus. Eosinofil adalah sel darah putih yang berperan penting dalam reaksi alergi. Hal
ini terjadi kemungkinan sebagai respons terhadap agen penyebab alergi (alergen) atau asam
lambung, atau keduanya.
• Infectious esophagitis

20
Infeksi bakteri, virus, atau jamur pada jaringan esofagus dapat menyebabkan
esofagitis. Infectious esophagitis relatif jarang dan terjadi paling sering pada orang dengan
fungsi sistem imun yang buruk, seperti orang dengan HIV/AIDS atau kanker.
(Kapita Selekta, 2014)

10. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana


a. Non Medikamentosa

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun
bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan
kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks
serta mencegah kekambuhan.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup, yaitu :

1. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan
tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari
lambung ke esophagus. Makan makanan terakhir 3-4 jam sebelum tidur.
2. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus
LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel
3. Mengurangi konsumsi lemak serta Mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena
keduanya dapat menimbulkan distensi lambung
1. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan
2. Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen
3. Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman
bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam
4. Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti
antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic,
progesterone.
b. Medikamentosa

Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada penatalaksanaan


GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau
termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam
perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada
pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.

Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down. Pada
pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam
menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan

21
obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama
(penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai
dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan
menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan
antacid.5

Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan
GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan
digunakan pendekatan terapi step down.

Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi GERD :

1. Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak
menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat
tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang
menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta
konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
2. Antagonis reseptor H2

Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan
nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit
refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus.
Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta
tanpa komplikasi.

3. Obat-obatan prokinetik

Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini lebih
condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat
bergantung pada penekanan sekresi asam.

4. Metoklopramid

Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah dalam
mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam
kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui
sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,
pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.

22
5. Domperidon

Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang lebih
jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun
efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak
dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat
pengosongan lambung.

6. Cisapride

Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan
lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala
serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.

7. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)

Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa
esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam
empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).

8. Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)

Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-
obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K
ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.

Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya.

Antasid Buffer terhadap HCL, dapat memperkuat LES tetapi tidak menyembuhkan
lesi esofagitis. Cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala.
Kelemahan:
-rasa yang kurang menyenangkan
-dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta
konstipasi terutama antasida yang mengandung alumunium
-penggunaan terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
Dosis: sehari 4 x 1 sendok makan
Antagonis Efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa

23
reseptor H2 komplikasi. Sebagai penekan sekresi asam, obat ini efektif dalam
pengobatan jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi. Dosis pemberian:
Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
Ranitidin : 4 x 150 mg
Famotidin : 2 x 20 mg
Nizatidin : 2 x 150 mg
Obat-obatan Secara teoritis obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
prokinetik penyakit ini dianggap lebih condong ke arah gangguan motilitas. Namun
pada prakteknya, pengobatan GERd sangat bergantung pada penekanan
sekresi asam.
Metoklopramid : antagonis reseptor dopamin. Efektivitas rendah dalam
mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyebuhan lesi esofagus
kecuali kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau PPI. Melalui sawar
darah otak: pusing, mengantuk agitasi, tremor. Dosis : 3x10mg
Domperidon : efeksamping jarang dibanding metoklopramid karena tidak
melewati sawar darah otak. Meningkatkan tonus LES serta mempercepat
pengosongan lambung. Dosis: 3 x 10-20 mg sehari
Cisapride : mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan
tonus LES. Efektivitas dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi
esofagus lebih baik dibanding domperidon. Dosis : 3 x 10 mg sehari
Sukralfat Tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Mempertahankan
(alluminium mukosa esofagus sebagai buffer terhadap HCL di esofagus serta dapat
hidroksida+ mengikat pepsin dan garam empedu. Aman digunakan karena bekerja secara
sukrosa topikal (sitoproteksi). Dosis: 4x1 gram
oktasulfat)
Proton Drug of choice dalam pengobatan GERD. Bekerja pada pompa proton sel
Pump parietal dengan mempengaruhi enzim H, K, ATP-ase yang dianggap sebagai
Inhibitor tahap akhir proses pembentukan asam lambung. Dosis yang diberikan untuk
(PPI) GERD adalah dosis penuh, yaitu:
Omeprazole 2 x 20 mg
Lansoprazole 2 x 30 mg
Pantoprazole 2 x 40 mg
Rabeprazole 2 x 10 mg
Esomeprazole 2 x 40 mg
Efektivitas golongan obat semakin bertambah jika dikombinasikan dengan
golongan prokinetik.

24
Untuk pengobatan NERD diberikan dosis standar, yaitu:
Omeprazole 1 x 20 mg
Lansoprazole 1 x 30 mg
Pantoprazole 1 x 40 mg
Rabeprazole 1 x 40 mg
Esomeprazole 1 x 40 mg

11. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Prognosis


Prognosis sangat baik pada sebagian besar pasien, tapi kekambuhan sering terjadi dan
membutuhkan terapi pemeliharaan jangka panjang atau prosedur bedah. Pasien dengan komplikasi
structural yang menjalani operasi bedah memiliki prognosis sangat baik. Prognosis dari hasil terapi

- Ad Vitam : Ad Bonam
- Ad Sanationam : Ad Bonam
- Ad Fungtionam : Ad Bonam

Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80%
dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan
(maintenance therapy) atau bahkan terapi “bila perlu” (on-demand therapy) yaitu pemberian obat-
obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang.

Pasien dengan adenokarsinoma memiliki prognosis yang buruk. Angka ketahanan hidup 5
tahun pada pasien dengan lesi terbatas pada mukosa esophagus sebesar 80%, dengan ekstensi pada
submucosa sebesar 50%, ekstensi ke muskulus propria sebesar 20%, ekstensi ke struktur sekitar
esophagus menjadi hanya 7%. Pasien dengan metastasis memiliki angka ketahanan hidup 5 tahun
kurang dari 3%.

(Kapita Selekta FKUI, 2014)

12. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan komplikasi


Berdasarkan American College of Gastroenterology (2017: 14-15), pasien dengan kondisi
GERD yang lama atau kronis dapat menimbulkan komplikasi yang parah, diantaranya Striktur
Peptik, Barret’s Esophagus, Esophageal Cancer. Berikut penjelasannya.
a. Striktur Peptik
Kondisi striktur peptik dapat terjadi karena injuri asam lambung yang lama dan
terbentuknya jaringan parut pada bagian distal esofagus. Biasanya pasien mengeluhkan
adanya makanan yang tertinggal pada esofagus bagian bawah (distal).
b. Barret’s Esophagus

25
Komplikasi serius yang dapat ditimbulkan akibat GERD adalah Barret’s Esophageal.
Pasien dengan Barret’s Esophagus dapat mengeluhkan heartburn yang ringan, namun hal
ini perlu dicurigai adanya keganasan. Menurut Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia
(2013: 3) Barret’s Esophagus didefinisikan sebagai adanya metaplasia dari epitel kolumnar
esofagus yang terbukti secara endoskopi dan dikonfirmasi dengan hasil histopatologi.
Barret’s esophagus memiliki potensi untuk terjadi kanker esofagus sebanyak 30 kali lipat.
c. Esophageal Cancer
Penelitian terbaru melaporkan bahwa GERD yang tidak tertangani selama beberapa tahun
akan mengalami komplikasi berupa Esophageal Cancer atau kanker esofagus. Terapi
endoskopi terus digunakan untuk mengevaluasi kondisi dari esofagus.

13. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pencegahan


Adapun pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya refluks
gastroesofageal adalah sebagai berikut:

a. Membatasi kafein seperti membatasi konsumsi kopi. Selain itu bisa juga membatasi
beberapa makanan atau minuman yang mengandung kafein, seperti teh dan soft drink
b. Mengindari penggunaan pakaian ketat
c. Menghindari konsumsi makanan yang dapat memperparah gejala, seperti makanan
berlemak, beberapa buah dan sayur yang bersifat asam, coklat, mint, kopi, teh, alkohol dan
minuman bersoda
d. Tidak berbaring kurang dari 2 jam setelah makan
e. Mencegah posisi kepala lebih rendah dari dada, bila ingin mengambil barang di lantai,
lebih baik mengambil dengan jongkok
(University of Michigan)

14. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Integrasi


HR At-Tirmidzi (2380), Ibnu Majah (3349), Ahmad (4/132), dan lain-lain. Dan hadits ini di-
shahih-kan olehAl-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (2265

،‫ بحسب ابن آدم أكالت يُقمن صلبَه‬،‫شرا من بطن‬


ًّ ‫ي وعا ًء‬
ٌّ ‫ما مأل آدم‬
ٌ
‫وثلث لنفَسِه‬ ٌ
،‫وثلث لشرابه‬ ٌ ُ ‫ فث‬،‫فإن كان ال محالة‬
،‫لث لطعامه‬
“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk yaitu perut. Cukuplah bagi anak Adam
memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya),
hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi
untuk bernafas”

26
BAB VII
PETA SOAP
Data Umum Pasien
1. Nama Mawar Purbo Sanjaya
2. Usia 25 tahun
3. Jenis Kelamin Perempuan
4. Pekerjaan Akuntan
5. Cara datang Datang tergopoh- gopoh, nampak membungkuk serta memegang
perutnya
(S-ubjektif)
1. Keluhan utama Dada terasa panas sejak 4 bulan lalu, memberat 1 minggu terakhir
2. Anamnesis - Makan cepat kenyang, nyeri ulu hati disertai perut kembung dan
(ditambahkan) sering sendawa setelah makan
- Nyeri hilang timbul
- Mual dan muntah terasa asam di mulut
- Sesekali terbangun dari tidurnya

3. Riwayat alergi (-)


makanan
4. Riwayat alergi (-)
obat
5. Riwayat penyakit (-)
terdahulu
6. Riwayat (-)
Pengobatan
7. Riwayat Penyakit (-)
Keluarga
8. Riwayat sosial Anak tunggal, kerja lembur 1minggu sebelumnya
9. Riwayat Makan junk food Minum kopi dan softdrink
Kebiasaan
(O-bjektif)
Status Generalis
1. KU Nampak sakit sedang
2. Kesadaran Composmentis

27
Vital Sign

1. GCS
456
2. BP
110/70mmHg
3. HR
80 x/mnt
4. RR
20 x/mnt
5. Tax
36o C
6. BB
65 kg
7. TB 158 cm
BMI: 26 overweight

Status lokalis
1. Kepala / Leher Dbn
2. Thorak Dbn
3. Abdomen - Inspeksi : datar
- Palpasi :
a. soefl, nyeri tekan epigastrium (+)
b. hepar lien tidak teraba
- Perkusi : shifting dullness (-)

4. Ekstremitas Palmar eritema (-),


Akral pucat,
Edema perifer (-)

(A-ssesment)
1. DDx a. Dispepsia
b. Gastritis
c. Ulkus peptikum
d. Angina Pectoris

1. WDx GERD ( Gastroesophageal Reflux Disease)

(P-lanning)
1. Planning diagnosis Pengisian kuesioner GERD.
Bila hasilnya positif, maka dilakukan tes PPI (Proton Pump Inhibitor).
2. Planning terapi a. Terapi Nonfarmakologi :

28
Hindari faktor resiko, modifikasi gaya hidup seperti :
1. Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga
berat badan sesuai dengan IMT ideal.
2. Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap
elevasi saat posisi berbaring.
3. Makan malam paling lambat 2 – 4 jam sebelum tidur.
4. Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti
cokelat, minuman mengandung kafein, alkohol, dan makanan
berlemak - asam – pedas.
b. Farmakologi:
PPI (Omeprazol 2x20 mg (2-4 minggu (PPI TEST))
c. Terapi inisial:

3. Planning 1. Perbaikan gejala


monitoring 2. PPI test jika (+) , Beri PPI dosis tunggal (2-4 minggu)
3. Gejala refrakter lanjutkan PPI dosis ganda (4-8 minggu )

4. Planning KIE f. Membatasi kafein seperti membatasi konsumsi kopi. Selain itu
bisa juga membatasi beberapa makanan atau minuman yang
mengandung kafein, seperti teh dan soft drink
g. Mengindari penggunaan pakaian ketat
h. Menghindari konsumsi makanan yang dapat memperparah
gejala, seperti makanan berlemak, beberapa buah dan sayur
yang bersifat asam, coklat, mint, kopi, teh, alkohol dan
minuman bersoda
i. Tidak berbaring kurang dari 2 jam setelah makan
j. Mencegah posisi kepala lebih rendah dari dada, bila ingin
mengambil barang di lantai, lebih baik mengambil dengan
jongkok
k. Saat tidur, posisikan kepala 2 – 6 inci di atas dada
l. Antasida dapat dikonsumsi 30 – 60 menit setelah makan,
sebelum tidur malam, atau sesuai perintah dokter
m. Obat penekan asam ( Acid Suppression Medications ) harus
dikonsumsi 30 -60 menit sebelum makan
n. Jangan makan terlalu banyak, makan secukupnya saja.
o. Planning follow up jika tidak ada perbaikan setelah pengobatan atau adanya alarm
symptom , rujuk ke spesialis bedah ( endoskopi).

29
BAB VIII
PETA KONSEP

30
31
DAFTAR PUSTAKA

Adam, J., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Dalam: Dislipidemia.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp. 1948-1954.

American College of Gastroenterology. Is it just a little heartburn or something more serious?


American College of Gastroenterology [Internet]. [cited 2018 April 14]. Available from:
http://s3.gi.org/patients/pdfs/UnderstandGERD.pdf
Anindhita, A., Arifputra, A., Tanto, C., Stroke. Dalam: Liwang, F. et al., eds. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4 Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 975-981.

Persatuan Gastroenterologi Indonesia (PGI), 2013, Revisi Konsesus Nasional Penatalaksanaan


Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) di
Indonesia, Jakarta

Simadibrata, M. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI ed V. Jakarta : Interna Publishing

Simadibrata M, Makmum D, dkk. 2013. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI). Jakarta :


Centra Communications

Wong, C. 2010. Symptoms of Upper Gastrointestinal Disease, Dalam Nightingale, J.M., Law, R.L.,
Maskell, G., Gastrointestinal Tract Imaging, Edinburgh London New York Oxford
Philadelpia

Simadibrata, M. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI ed V. Jakarta : Interna Publishing

Simadibrata M, Makmum D, dkk. 2013. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI). Jakarta :


Centra Communications

Wong, C. 2010. Symptoms of Upper Gastrointestinal Disease, Dalam Nightingale, J.M., Law, R.L.,
Maskell, G., Gastrointestinal Tract Imaging, Edinburgh London New York Oxford
Philadelpia

32

Anda mungkin juga menyukai