Laporan Gerd
Laporan Gerd
Oleh : Kelompok 4
DAFTAR ISI
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2 ............................................................................................. 1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... i
SKENARIO ........................................................................................................................................... 1
BAB I ...................................................................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
BAB III................................................................................................................................................... 4
BAB IV ................................................................................................................................................... 8
BAB V .................................................................................................................................................... 9
BAB VI ................................................................................................................................................. 10
1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi dari GERD ......... 10
2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi ............................................ 11
3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Etiologi ..................................................... 11
4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan faktor resiko .............................................. 11
5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan patofisiologi .............................................. 12
6. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan manifestasi Klinis ..................................... 12
7. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Kriteria Diagnosis ..................................... 16
8. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang ............................ 16
9. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding.................................... 17
10. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana ............................................... 20
11. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Prognosis .................................................. 25
12. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan komplikasi ................................................ 25
13. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pencegahan ............................................... 25
14. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Integrasi .................................................... 26
BAB VII ............................................................................................................................................... 27
BAB VIII .............................................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 32
i
SKENARIO
Seorang perempuan bernama Mawar Purbo Sanjoyo berusia 25 tahun yang bekerja sebagai
akuntan perusahaan swasta datang ke klinik dr Lia dengan tergopoh- gopoh, nampak membungkuk
serta memegang perutnya. Pasien tersebut datang dengan keluhan dada terasa panas sejak 4 bulan
yang lalu yang semakin memberat semenjak 1 minggu terakhir. Panas terasa sampai tembus ke tulang
belakang, Keluhan disertai dengan makan cepat kenyang, nyeri ulu hati disertai perut kembung dan
sering sendawa setelah makan. Pasien mengeluh nyeri hilang timbul, mual, muntah terasa asam di
mulut. Pasien mengeluh sesekali terbangun dari tidur karena keluhan tersebut. Pasien mengaku sering
minum kopi saat berkumpul di kafe Setarebak dengan temannya supaya nampak eksis, sering juga
minum soft drink merek kola kola jika beli makanan di restoran mekedi. Riwayat sosialnya pasien
merupakan anak tunggal dengan pekerjaan yang memberat dalam 1 minggu ini karena dikejar target
sehingga bekerja lembur hingga larut malam sampai lupa makan dan mandi
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
Tanda Vital : Tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 80 x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu
aksiler 36 C
BB: 65 kg, TB : 158 cm
Pemeriksaan Spesifik
Kepala dalam batas normal
Leher dan thoraks dalam batas normal
Abdomen :
inspeksi : datar
Palpasi : soefl, nyeri tekan epigastrium (+) , hepar lien tidak teraba
Perkusi : shifting dullness (-)
Ekstremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)
1
BAB I
KATA SULIT
1. Shifting dullness
- Suatu tes yang dilakukan untuk mengetahui adanya cairan di intraperioneal adanya
suara pekak pada perut saat diperkusi sebagai tanda adanya cairan intraperitoneal
- Negative berarti tidak ada cairan asites
2. Ulu hati
- Epigastrium- region epigastrik- terletak dibagian perut tengah atas dibawah sternum
dibawah hipokondrium. Epigastrik antara mcl tengah dan atas umbilicus.
3. Palmar Eritema
- Telapak tangan yang memerah
- Penyebabnya antara lain ex: alergi, sirosis hati, kehamilan, arthritis rematoid,
hipertiroidisme dll
- Karena adanya pelebaran pembuluh darah di telapak tangan
2
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1. Apa hubungan jenis kelamin, pekerjaan dan usia terhadap keluhan pasien?
2. Mengapa pasien datang ke klinik dengan tergopoh- gopoh, nampak membungkuk serta
memegang perutnya.?
3. Mengapa pasien datang dengan keluhan Pasien tersebut datang dengan keluhan dada terasa
panas sejak 4 bulan yang lalu yang semakin memberat semenjak 1 minggu terakhir? dan
panasnya terasa sampai tembus ke tulang belakang
4. Mengapa keluhan disertai dengan makan cepat kenyang, nyeri ulu hati disertai perut
kembung dan sering sendawa setelah makan?
5. Apakah ada hubungan antara pola makan pasien (minum kopi, soft drink, junkfood, lupa
makan) terhadap keluhan pasien?
6. Mengapa pasien mengeluh nyeri hilang timbul, mual, muntah terasa asam di mulut?
7. Apa hubungan antara riwayat sosial pasien (pekerjaan yang memberat) dengan keluhan
pasien?
8. Mengapa pasien mengeluh sesekali terbangun dari tidur karena keluhan tersebut?
9. Apa hubungan antara BMI pasien yang tergolong overweight dengan penyakit yang pasien
derita?
10. Apa hubungan nyeri tekan epigastrium pada palpasi abdomen dengan penyakit pasien?
11. Mengapa pada pasien terdapat akral pucat?
12. Apa diagnose banding pasien?
13. Apa working diagnosis pasien?
14. Apa yang harus dilakukan dokter?
3
BAB III
BRAINSTORMING
1. Apa hubungan jenis kelamin, pekerjaan dan usia terhadap keluhan pasien?
a. Jenis kelamin:
Ada sebagian sumber yang mengatakan bahwa prevalensi antara laki-laki dan
perempuan sama dan adapula yang menyebutkan bahwa prevalensi laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan berkaitan dengan pola makan yang tidak teratur serta konsumsi
rokok dan alkohol.
b. Usia :
Seiring dengan peningkatan usia makan risiko semakin meningkat sedangkan peak
prevalensinya terjadi pada usia diatas 40 tahun dimana pada usia ini merupakan usia
produktif dengan beban kerja dan tingkat stress yang meningkat disertai dengan pola
makan yang buruk.
c. Pekerjaan:
Pada skenario disebutkan pekerjaan pasien sebagai akuntan dan banyak
menghabiskan waktu duduk dan mengetik, pada keadaan duduk tekanan intraabdomen
lebih tinggi dibandingkan dengan ketika berdiri.
Pada skenario juga disebutkan bahwa pasien sedang menjalani pekerjaan yang memberat
selama satu minggu terakhir. Hal ini akan membuat tingkat stress pasien meningkat.
Sementara stres sendiri dapat menstimulasi sekresi hormon kortisol (hormon stres) oleh
kerlenjar adrenal. Hormon kortisol akan meingkatkan kerja sel parietal dalam mensekresi
HCl. Sehingga ketika refluks isi cairan lambung, terjadi akibat tonus LES (lower
esophageal sfincter) melemah <3mmhg atau bahkan tidak ada, menyebabkan teriritasinya
esofagus.
Faktor lain yang tidak berkaitan dengan pencernaan, misalnya emosi, juga dapat
mengubah motilitas lambung dengan liekerja melalui saraf autonom untuk memengaruhi
derajat eksitabilitas otot polos lambung. Meskipun etek emosi pada motilitas lambung
bervariasi dari orang ke orang dan tidak selalu dapat diperkirakan, kesedihan dan rasa
takut umumnya cenderung naengurangi motilitas, sementara kemarahan dan agresi
cenderung meningkatkannya. Selain pengaruh emosi, nveri hebat dari bagian tubuh
manapun cenderung menghambat motilitas, tidak hanya di lambung tetapi di seluruh
saluran cerna. Respons ini ditimhulkan oleh peningkatan aktivitas simpatis.
2. Mengapa pasien datang ke klinik dengan tergopoh- gopoh, nampak membungkuk serta
memegang perutnya.?
Karena pasien berusaha untuk mengurangi rasa sakit dengan memegang perutnya
dan membungkuk agar HCl yang asam tidak naik ke esofagus dan mencoba mengurangi
tekanan intraabdomen karena perutnya mungkin terasa begah akibat berkumpulnya gas di
lambung.
3. Mengapa pasien datang dengan keluhan Pasien tersebut datang dengan keluhan dada
terasa panas sejak 4 bulan yang lalu yang semakin memberat semenjak 1 minggu
terakhir? dan panasnya terasa sampai tembus ke tulang belakang?
Fungsi kontraksi LES adalah menyebabkan adanya high pressure zone yaitu zona
tekanan tinggi yang memisahkan esofagus dan lambung sehingga menjaga agar isi
lambung tetap pada tempatnya. Apabila kontraksi LES melemah atau tidak ada maka
zona tersebut hilang dan menyebabkan isi lambung yang berisi HCl, pepsin, gastrin,
refluk ke esofagus. Penyebab mengapa LES bisa meelemah kontraksinya adalah
multifaktorial seperti penggunaan obat-obatan seperti antikolinergik, beta 2 adrenergik,
4
thiosulfat. Selain itu keterkaitan hormonal seperti pada ibu hamil dan adanya infeksi H.
Pylori.
Sebenarnya pada manusia normal terjadinya aliran anterograde pada saat menelan
menyebabkan terbukanya LES dan pada saat orang sendawa dan muntah atau aliran
retrograde juga menyebabkan LES ini terbuka. Terjadinya refluk juga dapat disebabkan
adanya aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES saat menelan atau
aliran anterograde. Selain itu refluk spontan dapat terjadi ketika relaksasi LES yang tidak
adekuat dan peningkatan tekanan intraabdomen yang bisa disebabkan karena kegemukan
penumpukan lemak viseral, adanya tumor yang mendesak, asites, hepatomegali dan lain
sebagainya.
Pada lambung dan duodenum terdapat mekanisme perlindungan diri tubuh
terhadap asamnya pH HCl yaitu <2 yaitu lapisan mukosanya terlapisi oleh mukus yang
dihasilkan oleh sel mukus di lambung dan sel duktus pankreas yang mensekresi
NaHCO3- karena dipicu oleh sekretin yang dilepaskan akibat rangsang asam dalam
lumen duodenum dari kimus yang keluar lambung. Sementara pada esofagus tidak
memiliki lapisan mukus yang melindungi esofagus akan tetapi pada kenyataannya mukus
tetap disekresi sepanjang gastrointestinal track. Pada esofagus aliran darah mensekresi
nutrien, bikarbonat dan mengeluarkan ion H+ dan CO2. Selain itu, sel-sel esofagus
mempunyai kemampuan mentranspor ion H+ dan Cl- dengan Na dan bikarbonat
ekstraseluler.
Apabila ketiga faktor defensif yaitu pemisah antirefluk, bersihan asam lumen
esofagus, dan ketahanan epitel esofagus tidak adekuat, maka kemungkinan HCl, pepsin,
garam empedu, getah pankreas yang merupakan bahan perusak terutama asam akan
mengiritasi bahkan mendestruksi lapisan mukosa esofagus sehingga timbullah rasa
terbakar di dada. Pepsin dan tripsin, kimotripsin, hidrokdipeptidase dan etalase dalam
bentuk aktif akan mendestruksi sel epitel lumen esofagus karena sifatnya yang memecah
protein menjadi polipeptida
Meningat letak esofagus berada di retrosternal memungkinkan rasa nyeri
yangtimbul sampai ke belakang.
4. Mengapa keluhan disertai dengan makan cepat kenyang, nyeri ulu hati disertai perut
kembung dan sering sendawa setelah makan?
Karena terjadi refluk HCl nantinya akan bertemu dengan HCO3- yang dikekuarkan
oleh saliva dan sekresi bikarbonat pada aliran darah esofagus menyebabkan terbentuknya
gas akibat reaksi kimia yang terjadi antara keduanya. Penumpukan gas yang banyak di
lambung menyebabkan perut menjadi begah sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman
ketika makan dan menyebabkan perut terasa kenyang lebih lama.
Faktor lain yang dapat menyebabkan refluk isi lambung adalah distensi lambung dan
pengosongan lambung yang lambat sehingga keinginan untuk makan menurun.
Lemahnya LES menyebabkan gas yang terperangkap di lambung mudah keluar.
5. Apakah ada hubungan gaya hidup diet (minum kopi, soft drink, junkfood, lupa
makan)pasien dengan keluhan?
a. Pasien sering konsumsi kopi yang terdapat kandungan kafein di dalamnya yang dapat
memicu sel g untuk mensekresi gastrin, gastrin berfungsi memicu sel parietal
mensekresi HCl, gastrin juga dapat mempengaruhi sel parietal secara langsung untuk
mensekresi HCl sehingga terjadi peningkatan HCl di lambung. Selain itu kafein juga
bersifat asam dengan pH <5,5
b. Minuman bersoda mengandung bikarbonat (HCO3-) yang apabila bertemu dengan
HCl usus akan menghasilkan gas.
5
c. Junk food memiliki kandungan lemak dan protein yang sangat tinggi sehingga
pencernaan lemak di usus terjadi lebih lama. Maka usus melakukan reflek
enterogastrik yang mencegah pengosongan lambung sehingga isi lambung penuh
akan makanan dan gas pada pasien GERD yang mengonsumsi junk food. Sebenarnya
lambung juga dapat menyerap alkohol namun penyerapannya terjadi lebih lambat
dibandingkan dengan penyerapan di usus. Maka ketika reflek enterogastrik diaktifkan
karena adanya lemak dan protein dalam usus akan memperlama penyerapan alkohol
ke dalam tubuh, karena alkohol berada di lambung lebih lama.
d. Sebenarnya tubuh kita menghafal pola makan, aktivitas, dan tidur. Ketika pola makan
tidak teratur maka hormon dan sekresi HCl di lambung tetap terjadi pada jam makan
kita sebelumnya. Sedangkan pada saat itu lambung tidak terisi makanan sehingga
HCl tersebut dapat mengiritasi lambung secara langsung atau dengan mengaktifkan
pepsinogen menjadi pepsin yang apabila menyentuh permukaan sel dapat
mendestruksi sel epitel lambung.
e. Rokok mengandung nikotin dapat menurunkan pertukaran ion Na+ melalui epitel
esofagus.
f. Alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas terhadap ion H+. Sehingga rokok,
alkohol dan aspirin memperlambat terjadinya netralisasi HCl oleh HCO3-
6. Mengapa pasien mengeluh nyeri hilang timbul, mual, muntah terasa asam di mulut?
Mual dan muntah dapat disebabkan karena rangsangan indra berupa bau, rasa, dan
penglihatan terhadap sesuatu yang menjijikkan. Pada pasien GERD terkadang
mempunyai manifestasi berupa bau mulut, hal ini mungkin dapat merangsang pusat
muntah di medulla oblongata.
Adanya distensi berlebih atau iritasi area lambung atau duodenum juga dapat diteruskan
melalui impuls nervus aferen ke nervus vagus kemudian diteruskan ke nervus
parasimpatis yang kemudian merangsang vomiting senter di medulla oblongata. Medulla
oblongata merangsang gerakan peristaltic terbalik sehingga timbul timbul distensi
lambung dan mendorong diafragma kearah cavum thorax. Hal ini menyebabkan
peningktan tekanan intratorakal dan memaksa sphincter esophagus atas (UES) atau
bawah (LES) untuk terbuka (normal). Apabila LES mengalami kelemahan tonus maka
proses muntah mudah terjadi. Pada saat muntah, epiglottis akan tertutup dan palatum
molle menutup nasofaring, reflek muntah
Nyeri hilang timbul yang dialami pasien berkaitan dengan gerakan retropulsi yang
dilakukan lambung dalam mencerna makanan HCl akan bergerak berbagai arah dan
memungkinkan refluk terjadi berulangkali bersamaan dengan lemasnya LES.
Bersihan asam esophagus didukung oleh gravitasi, HCO3-, gerak peristaltic, dan
saliva.apabila bahan refluks tidak dibersihkan akan terjadi nyeri retrosternal dan apabila
bersihan terjadi maka nyeri akan hilang.
7. Apa hubungan antara riwayat sosial pasien (pekerjaan yang memberat) dengan keluhan
pasien?
Pada skenario disebutkan pekerjaan pasien sebagai akuntan dan banyak
menghabiskan waktu duduk dan mengetik, pada keadaan duduk tekanan intraabdomen
lebih tinggi dibandingkan dengan ketika berdiri.
Pada skenario juga disebutkan bahwa pasien sedang menjalani pekerjaan yang
memberat selama satu minggu terakhir. Hal ini akan membuat tingkat stress pasien
meningkat. Sementara stres sendiri dapat menstimulasi sekresi hormon kortisol (hormon
stres) oleh kerlenjar adrenal. Hormon kortisol akan meingkatkan kerja sel parietal dalam
mensekresi HCl. Sehingga ketika refluks isi cairan lambung, terjadi akibat tonus LES
6
(lower esophageal sfincter) melemah <3mmhg atau bahkan tidak ada, menyebabkan
teriritasinya esofagus.
Emosi, juga dapat mengubah motilitas lambung dengan liekerja melalui saraf
autonom untuk memengaruhi derajat eksitabilitas otot polos lambung. Meskipun efek
emosi pada motilitas lambung bervariasi dari orang ke orang dan tidak selalu dapat
diperkirakan, kesedihan dan rasa takut umumnya cenderung naengurangi motilitas,
sementara kemarahan dan agresi cenderung meningkatkannya. Selain pengaruh emosi,
nveri hebat dari bagian tubuh manapun cenderung menghambat motilitas, tidak hanya di
lambung tetapi di seluruh saluran cerna. Respons ini ditimhulkan oleh peningkatan
aktivitas simpatis.
8. Mengapa pasien mengeluh sesekali terbangun dari tidur karena keluhan tersebut?
Berkaitan dengan bersihan asam esofagus seperti tidak adanya gravitasi akibat
tidur yang telentang atau dalam garis yang lurus. Sehingga refluk HCl ke esophagus
meningkat terjadi nyeri seperti terbakar
Bersihan asam esophagus tidak aktif ketika tidur, seperti sekresi saliva, bikarbonat dan
gerak peristaltik sehingga ketika terjadi refluk HCl dan terasa panas, pasien akan
terbangun.
9. Apa hubungan pasien yang overweight dengan penyakit pasien?
BMI pasien 26 sehingga dapat dikategorikan sebagai overweight. Hal ini
disebabkan tidak teraturnya pola makan dan makan makanan junk food yang
mengandung lemak jenuh tinggi. Lemak ini nantinya akan berkumpul di viseral tubuh
dan akan meningkatkan tekanan intraabdomen. Selain itu penggunaan pakaian ketat juga
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen.
10. Apa hubungan nyeri tekan epigastrium pada palpasi abdomen dengan penyakit pasien?
Karena adanya reffered pain sehingga lambung juga dapat menimbulkan nyeri
Penekanan epigastrium menyebabkan HCl naik ke esophagus sehingga terjadi nyeri
Adanya peradangan dalam lambung (gastritis)
11. Mengapa pada pasien terdapat akral pucat?
Gelisah menyebabkan aktifnya saraf simpatik sehingga terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah dan menyebabkan perfusi darah menurun sehingga akral pucat
12. Apa diagnose banding pasien?
a. Striktur esophagus (esofagistis kronis) radang esophagus melukai lumen
esophagus penyempitan lumen. Terjadi ketika esophagus jadi jaringan parut
perusakan cincin esophagus adanya striktur menyebabkan kesulitan makan
penurunan BB gagal tumbuh
- Apakah bisa jadi komplikasi GERD? bisa
b. Ulkus peptikum
c. Ulkus duodenum
d. Dipepsia
e. Achalasia
13. Apa working diagnosis pasien?
Gastroesofageal reflux disease (GERD)
14. Apa yang harus dilakukan dokter?
a. Ranitidine (h2 blocker) menurunkan asam lambung
b. PPI cegah sekresi hcl
7
BAB IV
PROBLEM TREE
Datang ke praktek
dokter di klinik
DDx
Parotitis
Parotitis supuratif Tatalaksana dan KIE
Limfadenitis - Paracetamol 3x500
mg
- makan makanan
WDx dengan konsistensi
Parotitis lunak.
8
BAB V
LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi dari GERD
2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi
3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Etiologi
4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan faktor resiko
5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan patofisiologi
6. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan manifestasi Klinis
7. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Kriteria Diagnosis
8. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang
9. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding
10. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
11. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Prognosis
12. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan komplikasi
13. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Pencegahan
14. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Integrasi
9
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi dari GERD
GERD didefinisikan sebagai suatu gangguan di mana isi lambung mengalami refluks
secara berulang ke dalam esofagus, yang menyebabkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi
yang mengganggu. GERD juga dapat dipandang sebagai suatu kelainan yang menyebabkan
cairan lambung dengan berbagai kandungannya mengalami refluks ke dalam esofagus, dan
menimbulkan gejala khas seperti heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai rasa
nyeri dan pedih) serta gejala-gejala lain seperti regurgitasi (rasa asam dan pahit di lidah), nyeri
epigastrium, disfagia, dan odinofagia.
(Konsensus Nasional Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, 2013)
Refluk esofageal adalah keadaan patologis akibat refluk kandungan lambung ke dalam
esofagus sehingga menimbulkan gejala-gejala akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan
saluran napas.
(Ilmu Penyakit Dalam UI, 2009)
Terdapat dua kelompok pasien GERD, yaitu pasien dengan esofagitis erosif yang
ditandai dengan adanya kerusakan mukosa esofagus pada pemeriksaan endoskopi (Erosive
Esophagitis/ERD) dan kelompok lain adalah pasien dengan gejala refluks yang mengganggu
tanpa adanya kerusakan mukosa esofagus pada pemeriksaan endoskopi (Non-Erosive Reflux
Disease/NERD).
Berdasarkan pemeriksaan endoskopi, GERD dibagi menjadi EFD (Erosive Esophagitis
Disease) dan NERD (Non-Erosive Esophagitis Disease).
10
Menurut Budianto (2017), GERD diklasifikasikan sebagai Sindrom Esofageal dan
Sindrom Ekstraesofageal.
1) Sindrom esofageal
Merupakan refluk esofageal yang disertai dengan atau tanpa adanya lesi. Gejala klinisnya:
Heratburn, regurgitasi serta nyeri dada non cardiak, misal ada lesi, lesi berupa refluk
esofagitis, barret esofagus, striktur refluk dan adenokarsinoma esofagus
2) Sindrom ekstraesofageal
Karena refluk esofageal jangka panjang
(PPK NEUROLOGI, 2016)
Prevalensi GERD menurut Map of Digestive Disorders & Diseases tahun 2008 di Amerika
Serikat, United Kingdom, Australia, Cina, Jepang, Malaysia, dan Singapura adalah 15%, 21%,
10,4%, 7,28%, 6,60%, 38,8%, dan 1,6%.4 Belum ada data mengenai GERD di Indonesia, namun
keluhan serupa GERD cukup banyak ditemukan dalam praktik sehari-hari.
Syam, dkk. melaporkan bahwa prevalensi GERD di rumah sakit Cipto Mangunkusumo
meningkat dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18% pada tahun 2002. Dari eksplorasi statistik
prevalensi GERD di Indonesia diprediksi 7.153.588 pasien dari 238.452.952 populasi. Peningkatan
prevalensi GERD di Indonesia seiring dengan peningkatan prevalensi GERD di Asia dan United
State of America (USA) (Simadibrata, 2009).
11
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph < 2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal
sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa
antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (esophagus)
a. Obesitas
b. Kehamilan
c. Pekerja yang sering kerja berat (meningkatkan tekanan intraabdomen)
d. Pakaian ketat
e. Usia lanjut
f. Lakilaki
g. Junk food
h. Rokok
12
refluksat dengan mukosa esophagus, 2) terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esophagus,
walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esophagus tidak lama
Esophagus dang aster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang
dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini
akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran retrogad yang terjadi pada saat sendawa atau
muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak
ada atau sangat rendah (<3 mmhg)
Refluks esophageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme: 1) refluks spontan pada
saat relaksasi LES yang tidak adekuat, 2)aliran retrogad yang mendahului kembalinya tonus LES
setelah menelan, 3) meningkatnya tekanan intra abdomen
Terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara factor defensive dari esophagus dan
factor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk factor defensive esophagus adalah:
1. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES.menurnnya tonus LES dapat
menyebabkan timbulnya refluks retrogad pada saat terjadinya peningkatan tekanan
intraabdomen
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Factor-
faktor yang dapat menurunkan tonus LES: 1) adanya hiatus hernia, 2) panjang LES
(makin pendek LES, makin rendah tonusnya), 3) obat-obatan seperti antikolinergik, beta
adrenergic, theofilin, opiate, dan lain-lain, 4) factor hormonal. Selama kehamilan,
peningkatan progesterone dapat menurunkan tonus LES
Namun dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometry, tampak bahwa pada
kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjaidnya
proses refluks ini adalah transien LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang
bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan.
Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu
diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat (delayed gastric
emptying) dan dilatasi lambung
Peranan hiatus hernia pada pathogenesis terjadinya GERD masih kontroversial.
Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia, namun
hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat
memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta
menurkan tonus LES
2. Bersihan asam dari lumen esophagus
13
Factor yang berperan pada bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,
peristaltic, ekskresi air liur dan bikarbonat
Setelah terjadi refluks, sebagian bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan
dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh
bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esophagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena semakin lama kontak antara baha
refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) mkain besar kemungkinan
terjadinya esophagitis. Pada sebagian pasien GERD ternyata memiliki waktu transit
esophagus yang normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena eristaltik
esophagus minimal
Refluks malam hari (nocturnal reflux) leih besar berpotensi meninmbulkan
kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esofagus
tidak aktif
3. Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mucus
yang melindungi mukosa esophagus.
Mekanisme ketahanan epithelial esophagus
1) Membrane sel
2) Batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan
esophagus
3) Aliran darah esophagus mensuplai nutrient, oksigen, nikarbonat, serta mengeluarkan ion
H+ dam CO2-
4) Sel-sel esophagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion H+ dan Cl-
intraseluler dengan Na2+ dan bikrbonat intraseluuler
Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esophagus, sedangkan
alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas eptel terhadapion H. Yang dimaksud
dengan factor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang
menambah potensi daya rusak refluksi terdiri dari hcl, pepsin, garam empedu, enzim
pancreas
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya.
Derajat kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada ph<2, atau adanya pepsin
atau garam empedi. Namun dari kesemuanya itu memiliki poensi daya rusak paling tinggi
adalah asam
14
Factor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan
dilambuung yang meningkatkan terjadinya refluks fisologis, antara lain : dilatasi lambung
atau obstruksi outlet dan delayed gastric emptying
Peranan infeksi Helicobacter Pylori dalam pathogenesis GERD relative kecil dan
kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan terbalik antara
infeksi Helicobacter Pylori dengan strain yang virulensi (Cag A positif) dengan kejadian
esophagitis, Barrett’s esophagus dan adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi
Helicobacter Pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta
pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh eradikasi infeksi Helicobacter
Pylori sangattergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang
tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi Helicobacter Pylori dengan predominant antral
gaastritis, pengaruh eradikasi Helicobacter Pylori dapat menekan munculnya gejala
GERD. Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi
Helicobacter Pylori dengan corpus predominant gastritis pengaruh eradikasi
Helicobacter Pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung serta memunculkan gejala
GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi Helicobacter Pylori dengan
antral predominant gastritis, eradikasi Helicobacter Pylori dengan memperbaiki keluhan
GERD serta menekan sekresi asam lambung, semantara itu pada pasien-pasien dengan
gejala GERD pra-infeksi Helicobacter Pylori dengan corpus predominant gastritis,
eradikasi Helicobacter Pylori dapat memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan
sekresi asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan infeksi
Helicobacter Pylori dapat mempercepat terjaidya gastritis atrofi.
1. Sendawa
2. Nausea, vomitting
3. Rasa penuh setelah makan
4. Nyeri ulu hati
5. Perut kembung
6. Gejala khas seperti heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai rasa
nyeri dan pedih; rasa panas seperti terbakar di daerah substernal sering muncul
15
setelah makan banyak, atau makan makanan berlemak atau berbaring) serta gejala-
gejala lain seperti regurgitasi (rasa asam dan pahit di lidah), nyeri epigastrium,
disfagia, dan odinofagia.
7. Gejala tambahan: disfagia (nyeri telan), odinofagia (sulit menelan), hipersalivasi
(Konsensus Nasional Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, 2013)
16
(tabel 2 kriteria diagnosis pada pasien GERD)
(Konsensus Nasional Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, 2013)
17
(Gambar 1: Salutran cerna bagian atas)
b. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama
pada kasus esofagitis ringan.Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE
menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada
keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan
mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
c. Tes Provokatif
1.) Tes Perfusi Asam (Bernstein)
Tes ini untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus terhadap asam.
Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes
Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan
nyeri asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus
menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%.
2.) Tes Edrofonium
Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan
intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya
komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus
secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.
18
d. Pengukuran pH dan tekanan esophagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE,
pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain
untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang
mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan
manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH
esofagus/gangguan motorik esofagus.Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold
standar untuk memastikan adanya PRGE. Namun tidak semua bayi yang muntah atau
regurgitasi diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan ini.
e. Tuttle test acid reflux
Tes ini menggunakan asam hidrokhloric (0.1N per 1.7m2) atau dengan jus apel
yang tidak dimaniskan (300ml per 1.7m2) yang ditelan oleh pasien lalu pH dimonitor
selama 30 menit, penurunan pH dibawah 4 merupakan kasus abnormal.
f. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus
dan sifatnya non invasive. Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran
makanan cair dan padat yang dilabel dengan radioisotope yang tidak diabsorbsi,
biasanya technetium. Spesifitas tes ini masih diragukan
g. Pemeriksaaan Esofagogram
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaaan ini kurang peka dan sering kali
tidak menunjukkan kelainan, termasuk pada kasus esophagitis ringan. Pada keadaan
yang lebih berat, gambaran radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan
mukosa, ulkus atau penyempitan lumen.
Pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis GERD, namun pada
keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada
1.) Stenosis esophagus derajat ringan akibat esophagitis peptic dengan gejala
disfagia
2.) Hiatus hernia
h. Manometri esophagus
Tes manometri akan memberikan manfaat yang berarti jika pada pasiendengan
gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan esofagografi barium
dan endoskopi yang normal.
Tes ini juga berguna untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian
terapi pada pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan
peristaltik/motilitas esofagus.
i. Histopatologi
19
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.Tetapi
bukan untuk memastikan NERD.
j. Tes penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor/ PPI Test/ tes supresi asam)
Pada dasarnya tes ini merupakan terapi empiric untuk menilai gejala dari GERD
dengan memberikan PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambal melihat respon yang
terjadi. Tes ini terutama dilakukan jika tidak tersedia fasilitas untuk endoskopi, Ph
metri, dan lain-lain.
Tes ini dianggap positif jika terdapat perbaikan 50-75% gejala yang terjadi.
Dewasa ini tes supresi asam ini menjadi salah satu langkah yang dianjurkan dalam
algoritme tata laksana GERD pada lini pertama untuk pasien yang tidak disertai
dengan gejala alarm (berat badan turun, anemia, hematemesis/ melena, disfagia,
odinofagia, riwayat keluarga dengan kanker esophagus/ lambung) dan umur >40 tahun.
20
Infeksi bakteri, virus, atau jamur pada jaringan esofagus dapat menyebabkan
esofagitis. Infectious esophagitis relatif jarang dan terjadi paling sering pada orang dengan
fungsi sistem imun yang buruk, seperti orang dengan HIV/AIDS atau kanker.
(Kapita Selekta, 2014)
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun
bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan
kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks
serta mencegah kekambuhan.
1. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan
tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari
lambung ke esophagus. Makan makanan terakhir 3-4 jam sebelum tidur.
2. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus
LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel
3. Mengurangi konsumsi lemak serta Mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena
keduanya dapat menimbulkan distensi lambung
1. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan
2. Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen
3. Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman
bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam
4. Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti
antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic,
progesterone.
b. Medikamentosa
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down. Pada
pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam
menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan
21
obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama
(penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai
dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan
menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan
antacid.5
Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan
GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan
digunakan pendekatan terapi step down.
1. Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak
menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat
tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang
menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta
konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
2. Antagonis reseptor H2
Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan
nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit
refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus.
Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta
tanpa komplikasi.
3. Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini lebih
condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat
bergantung pada penekanan sekresi asam.
4. Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah dalam
mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam
kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui
sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,
pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
22
5. Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang lebih
jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun
efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak
dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat
pengosongan lambung.
6. Cisapride
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan
lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala
serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa
esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam
empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-
obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K
ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya.
Antasid Buffer terhadap HCL, dapat memperkuat LES tetapi tidak menyembuhkan
lesi esofagitis. Cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala.
Kelemahan:
-rasa yang kurang menyenangkan
-dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta
konstipasi terutama antasida yang mengandung alumunium
-penggunaan terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
Dosis: sehari 4 x 1 sendok makan
Antagonis Efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa
23
reseptor H2 komplikasi. Sebagai penekan sekresi asam, obat ini efektif dalam
pengobatan jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi. Dosis pemberian:
Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
Ranitidin : 4 x 150 mg
Famotidin : 2 x 20 mg
Nizatidin : 2 x 150 mg
Obat-obatan Secara teoritis obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
prokinetik penyakit ini dianggap lebih condong ke arah gangguan motilitas. Namun
pada prakteknya, pengobatan GERd sangat bergantung pada penekanan
sekresi asam.
Metoklopramid : antagonis reseptor dopamin. Efektivitas rendah dalam
mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyebuhan lesi esofagus
kecuali kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau PPI. Melalui sawar
darah otak: pusing, mengantuk agitasi, tremor. Dosis : 3x10mg
Domperidon : efeksamping jarang dibanding metoklopramid karena tidak
melewati sawar darah otak. Meningkatkan tonus LES serta mempercepat
pengosongan lambung. Dosis: 3 x 10-20 mg sehari
Cisapride : mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan
tonus LES. Efektivitas dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi
esofagus lebih baik dibanding domperidon. Dosis : 3 x 10 mg sehari
Sukralfat Tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Mempertahankan
(alluminium mukosa esofagus sebagai buffer terhadap HCL di esofagus serta dapat
hidroksida+ mengikat pepsin dan garam empedu. Aman digunakan karena bekerja secara
sukrosa topikal (sitoproteksi). Dosis: 4x1 gram
oktasulfat)
Proton Drug of choice dalam pengobatan GERD. Bekerja pada pompa proton sel
Pump parietal dengan mempengaruhi enzim H, K, ATP-ase yang dianggap sebagai
Inhibitor tahap akhir proses pembentukan asam lambung. Dosis yang diberikan untuk
(PPI) GERD adalah dosis penuh, yaitu:
Omeprazole 2 x 20 mg
Lansoprazole 2 x 30 mg
Pantoprazole 2 x 40 mg
Rabeprazole 2 x 10 mg
Esomeprazole 2 x 40 mg
Efektivitas golongan obat semakin bertambah jika dikombinasikan dengan
golongan prokinetik.
24
Untuk pengobatan NERD diberikan dosis standar, yaitu:
Omeprazole 1 x 20 mg
Lansoprazole 1 x 30 mg
Pantoprazole 1 x 40 mg
Rabeprazole 1 x 40 mg
Esomeprazole 1 x 40 mg
- Ad Vitam : Ad Bonam
- Ad Sanationam : Ad Bonam
- Ad Fungtionam : Ad Bonam
Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80%
dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan
(maintenance therapy) atau bahkan terapi “bila perlu” (on-demand therapy) yaitu pemberian obat-
obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang.
Pasien dengan adenokarsinoma memiliki prognosis yang buruk. Angka ketahanan hidup 5
tahun pada pasien dengan lesi terbatas pada mukosa esophagus sebesar 80%, dengan ekstensi pada
submucosa sebesar 50%, ekstensi ke muskulus propria sebesar 20%, ekstensi ke struktur sekitar
esophagus menjadi hanya 7%. Pasien dengan metastasis memiliki angka ketahanan hidup 5 tahun
kurang dari 3%.
25
Komplikasi serius yang dapat ditimbulkan akibat GERD adalah Barret’s Esophageal.
Pasien dengan Barret’s Esophagus dapat mengeluhkan heartburn yang ringan, namun hal
ini perlu dicurigai adanya keganasan. Menurut Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia
(2013: 3) Barret’s Esophagus didefinisikan sebagai adanya metaplasia dari epitel kolumnar
esofagus yang terbukti secara endoskopi dan dikonfirmasi dengan hasil histopatologi.
Barret’s esophagus memiliki potensi untuk terjadi kanker esofagus sebanyak 30 kali lipat.
c. Esophageal Cancer
Penelitian terbaru melaporkan bahwa GERD yang tidak tertangani selama beberapa tahun
akan mengalami komplikasi berupa Esophageal Cancer atau kanker esofagus. Terapi
endoskopi terus digunakan untuk mengevaluasi kondisi dari esofagus.
a. Membatasi kafein seperti membatasi konsumsi kopi. Selain itu bisa juga membatasi
beberapa makanan atau minuman yang mengandung kafein, seperti teh dan soft drink
b. Mengindari penggunaan pakaian ketat
c. Menghindari konsumsi makanan yang dapat memperparah gejala, seperti makanan
berlemak, beberapa buah dan sayur yang bersifat asam, coklat, mint, kopi, teh, alkohol dan
minuman bersoda
d. Tidak berbaring kurang dari 2 jam setelah makan
e. Mencegah posisi kepala lebih rendah dari dada, bila ingin mengambil barang di lantai,
lebih baik mengambil dengan jongkok
(University of Michigan)
26
BAB VII
PETA SOAP
Data Umum Pasien
1. Nama Mawar Purbo Sanjaya
2. Usia 25 tahun
3. Jenis Kelamin Perempuan
4. Pekerjaan Akuntan
5. Cara datang Datang tergopoh- gopoh, nampak membungkuk serta memegang
perutnya
(S-ubjektif)
1. Keluhan utama Dada terasa panas sejak 4 bulan lalu, memberat 1 minggu terakhir
2. Anamnesis - Makan cepat kenyang, nyeri ulu hati disertai perut kembung dan
(ditambahkan) sering sendawa setelah makan
- Nyeri hilang timbul
- Mual dan muntah terasa asam di mulut
- Sesekali terbangun dari tidurnya
27
Vital Sign
1. GCS
456
2. BP
110/70mmHg
3. HR
80 x/mnt
4. RR
20 x/mnt
5. Tax
36o C
6. BB
65 kg
7. TB 158 cm
BMI: 26 overweight
Status lokalis
1. Kepala / Leher Dbn
2. Thorak Dbn
3. Abdomen - Inspeksi : datar
- Palpasi :
a. soefl, nyeri tekan epigastrium (+)
b. hepar lien tidak teraba
- Perkusi : shifting dullness (-)
(A-ssesment)
1. DDx a. Dispepsia
b. Gastritis
c. Ulkus peptikum
d. Angina Pectoris
(P-lanning)
1. Planning diagnosis Pengisian kuesioner GERD.
Bila hasilnya positif, maka dilakukan tes PPI (Proton Pump Inhibitor).
2. Planning terapi a. Terapi Nonfarmakologi :
28
Hindari faktor resiko, modifikasi gaya hidup seperti :
1. Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga
berat badan sesuai dengan IMT ideal.
2. Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap
elevasi saat posisi berbaring.
3. Makan malam paling lambat 2 – 4 jam sebelum tidur.
4. Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti
cokelat, minuman mengandung kafein, alkohol, dan makanan
berlemak - asam – pedas.
b. Farmakologi:
PPI (Omeprazol 2x20 mg (2-4 minggu (PPI TEST))
c. Terapi inisial:
4. Planning KIE f. Membatasi kafein seperti membatasi konsumsi kopi. Selain itu
bisa juga membatasi beberapa makanan atau minuman yang
mengandung kafein, seperti teh dan soft drink
g. Mengindari penggunaan pakaian ketat
h. Menghindari konsumsi makanan yang dapat memperparah
gejala, seperti makanan berlemak, beberapa buah dan sayur
yang bersifat asam, coklat, mint, kopi, teh, alkohol dan
minuman bersoda
i. Tidak berbaring kurang dari 2 jam setelah makan
j. Mencegah posisi kepala lebih rendah dari dada, bila ingin
mengambil barang di lantai, lebih baik mengambil dengan
jongkok
k. Saat tidur, posisikan kepala 2 – 6 inci di atas dada
l. Antasida dapat dikonsumsi 30 – 60 menit setelah makan,
sebelum tidur malam, atau sesuai perintah dokter
m. Obat penekan asam ( Acid Suppression Medications ) harus
dikonsumsi 30 -60 menit sebelum makan
n. Jangan makan terlalu banyak, makan secukupnya saja.
o. Planning follow up jika tidak ada perbaikan setelah pengobatan atau adanya alarm
symptom , rujuk ke spesialis bedah ( endoskopi).
29
BAB VIII
PETA KONSEP
30
31
DAFTAR PUSTAKA
Adam, J., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Dalam: Dislipidemia.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp. 1948-1954.
Simadibrata, M. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI ed V. Jakarta : Interna Publishing
Wong, C. 2010. Symptoms of Upper Gastrointestinal Disease, Dalam Nightingale, J.M., Law, R.L.,
Maskell, G., Gastrointestinal Tract Imaging, Edinburgh London New York Oxford
Philadelpia
Simadibrata, M. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI ed V. Jakarta : Interna Publishing
Wong, C. 2010. Symptoms of Upper Gastrointestinal Disease, Dalam Nightingale, J.M., Law, R.L.,
Maskell, G., Gastrointestinal Tract Imaging, Edinburgh London New York Oxford
Philadelpia
32