Anda di halaman 1dari 29

SKENARIO 4

“CILOK PEMBAWA PETAKA”

Seorang anak perempuan usia 8 tahun, diantar ibunya ke UGD RS dengan keluhan utama BAB cair.
BAB cair sejak 5 hari yang lalu, air lebih banyak disbanding ampas. Frekuensi BAB cair lebih dari
10x/hari. Menurut pengakuan ibunya, BAB cair hanya 4x/hari lalu semakin hari semakin sering.
Ibunya mengatakan bahwa keluhan pasien disertai mulas dan demam yang naik turun. Demam tidak
dipengaruhi oleh waktu siang dan malam. Selain itu, pasien juga mengalami muntah-muntah
sebanyak 3 kali. Pasien rewel, masih mau minum, jika menangis masih keluar air mata. Keluhan
tidak disertai muntah, tidak ada batuk, tidak ada pilek, tidak ada keluar cairan telinga, tidak ada gusi
berdarah, tidak ada ruam-ruam kulit. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa sehari sebelum timbul
keluhan, pasien membeli cilok di pinggir jalan dekat pasar.

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis

Tanda vital: Tekanan Darah 110/70 mmHg, Denyut Nadi 110x / menit, Frekuensi Napas 28x / menit,
Suhu 38,5ºC

BB: 35 Kg, TB: 120 cm

Pemeriksaan Spesifik:

Kepala: Mata cekung, mukosa bibir kering

Leher dan thoraks dalam batas normal

Abdomen: Inspeksi cembung, Palpasi supel, lembut, distensi (-), bising usus (+) 38x / menit, nyeri
epigastric (+). Hepar dan lien tidak teraba, Turgor kembali lambat.

Perkusi: Shifting dulless (-)

Ekstremitas: Akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik. Akro Sianosis (-), Palmar Eritema (-),
akral pucat, edema perifer (-)

Kulit: Warna kulit kuning langsat, tidak terdapat adanya ruam pada kulit

Anus: Tampak sedikit lecet

Pemeriksaan Laboratorium:

Darah rutin:

Hb 11,8 g/dL, Ht 35 vol%, leukosit 19.400/mm3, trombosit 379.000/mm3

1
Feses rutin:

Makroskopis: Warna merah, konsistensi Lembek, Lendir (+) Darah (+)

Mikroskopis: Leukosit banyak, Eritrosit banyak, Amoeba negative, Telur cacing negative, sisa
makanan (+), Benzidin tes (+)

Dokter memberikan terapi:

 Oralit 600 mL habis dalam 3 jam


 Oralit 50-100 mL diberikan setiap sesudah BAB
 Zinc syr 1 x 20 mg 10 hari
 Infus RL 30 tetes per menit
 Kotrimoxazol 2 x 200 mg selama 5 hari
 Injeksi Metoclopramide 3 x 10 mg
 Injeksi Ranitidine 2 x 50 mg
 Oral Paracetamol 3 x 500 mg
 Probiotik 2 x 1 sachet 5 hari

2
BAB I
KATA SULIT
1. Distensi
a. Melebar / meluas
b. Distensi abdomen: Adanya zat yaitu berupa gas atau cairan menumpuk di perut menyebabkan
perut mengembang melebihi ukuran normal
2. Capillary Refill Time
Tes yang dilakukan pada daerah kuku untuk menentukan dehidrasi pada cairan
3. Turgor
a. Penentuan tingkat kelenturan kulit untuk menentukan kulit kekurangan cairan atau tidak.
Biasanya dilakukan di punggung tangan, lengan bawah, dan kulit abdomen
b. Normalnya < 1 detik , melambat 2-5 detik, jelek > 10 detik
c. Keadaan menjadi turgid (sensasi penuh yang normal atau lainnya)
4. Benzidin Test
a. Tes yang dilakukan untuk
b. Tes sensitif untuk mengetahui keberadaan darah, seperti dalam urin dan feses, dilihat dari
produksi warna biru setelah kontak dengan benzidine, H2O2, dan glacial acetic acid
5. Kotrimoxazol
a. Kombinasi antibiotik yang terdiri dari trimetoprin (bakterosida) dan sulfamethonazole
(bakterostatik)
b. Menghambat asam folat bakteri
6. Akro Sianosis
Warna akral kebiru-biruan karena penurunan aliran darah dan oksigen ke aliran tersebut
7. Metoclopramide
a. Obat untuk meredakan mual dan muntah yang kerjanya dengan mendorong makanan lebih cepat
dari lambung ke usus
b. Termasuk ke dalam prokinetik sehingga menyebabkan motilitas meningkat pengosongan
lambung lebih cepat
8. Oralit
Obat yang digunakan untuk mengurangi kondisi kekurangan elektrolit dalam tubuh akibat dehidrasi.
Kandungannya NaCL, KCL, glukosa anhidrat, dan Kalsium bikarbonat (CaCO3)
9. Zinc syr
a. Sering diberikan pada orang diare, fungsinya untuk meningkatkan imunitas, penyembuhan luka,
dan pembentukan sel
b. Terapi pelengkap selain oralit, karena kemungkinan defisiensi Zn

3
10. Probiotik
a. Istilah yang digunakan pada mikroorganisme hidup yang dapat memberikan efek baik/kesehatan
pada inangnya
b. Suplemen kesehatan strain bifidobacterium dan lactobacillus. Dalam kasus lain bisa
mengembalikan jumlah bakteri baik dalam tubuh yang kemungkinan habis karena penggunaan
antibiotik
11. Infus RL
Ringer Laktat: Larutan infus yang digunakan untuk menjaga keseimbangan / mengganti cairan tubuh
yang hilang

4
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa pasien mengalami keluhan BAB cair sejak 5 hari, airnya lebih banyak dibandingkan
ampasnya dengan frekuensi 10x/hari?
2. Mengapa BAB cair disertai darah dan berlendir?
3. Mengapa frekuensi BAB nya semakin sering?
4. Apa hubungan keluhan pasien mulas dengan demam yang naik turun dan tidak dipengaruhi
siang dan malam?
5. Apa hubungan pasien membeli dan mengkonsumsi cilok di pinggir jalan dekat pasar dengan
keluhan utamanya?
6. Mengapa keluhan pasien disertai dengan muntah-muntah?
7. Apa hubungan tidak adanya batuk, pilek, cairan keluar dari telinga, gusi berdarah, dan ruam
kulit dengan keluhan pasien?
8. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
9. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan pasien?
10. Bagaimana interpretasi pemeriksaan spesifik?
11. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium?
12. Apa DDx dan WDx dari skenario ini?
13. Apakah dokter perlu memberi terapi sebanyak ini?

5
BAB III
BRAINSTORMING
1. Mengapa pasien mengalami keluhan BAB cair sejak 5 hari, airnya lebih banyak dibandingkan
ampasnya dengan frekuensi 10x/hari?
a. Sistem pencernaan pasien terjadi gangguan dimana fungsi absorpsi menurun sehingga
proses penyerapan menjadi menurun. Penyebabnya terjadi iritasi maupun inflamasi pada
bagian usus
b. Adanya mikroorganisme yg masuk ke lapisan mukosa usus mengeluarkan enterotoksin
(mengaktifasi GMP sikilik intraseluler yang memicu sekresi ion Cl dan menghambat
absorpsi Na sehingga meningkatkan sekresi air, garam, dan ion karbonat ke dalam lumen
usus, merangsang peristaltik sehingga gerak peristaltik meningkat) dan eksotoksin
(neurotoksin dan sitotoksin, neurotoksin dapat meningkatkan gerak peristaltik, yang
sitotoksin dapat merusak epitel yang menyebabkan gangguan absorpsi air), sehingga dapat
menyebabkan BAB encer dan cair
2. Mengapa BAB cair disertai darah dan berlendir?
a. Berlendir: Ketika adanya mikroorganisme yang menginfeksi mukosa usus, dia akan
mensekresikan lendir yang berlebih
b. Disertai darah: di mukosa usus terjadi respon inflamasi, salah satunya terjadi
tumor/pembengkakan di mukosa usus. Pembengkakan yang besar sampai menyenggol
pembuluh darah, dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah sehingga dapat muncul
darah di feses
c. Dari makanan yang tidak higienis bakterinya masuk ke dalam tubuh. Enterotoksik akan
mengiritasi mukosa usus
d. Terjadi peningkatan CAMP akan menyebabkan terbentuknya kanal Cl sehingga Cl
mengalir lebih cepat dari sel ke kripta usus yang akan mengaktifkan pompa Na, sehingga
NaCl yang berlebihan akan menyebabkan hipersekresi air dan lendir
e. Adanya peningkatan gerak peristaltik dan pembengkakan mukosa usus menyebabkan
pecahnya pembuluh darah
f. Terjadi ulkus pada folikel limfoid dan selaput lendir usus
Lendir: menandakan bahwa penyebabnya adalah mikroorganisme
bakteri yang merusak dinding mukosa. Dalam jangka waktu lama bisa ulkus
3. Mengapa frekuensi BAB nya semakin sering?
Karena adanya mikroorganisme yang masuk dan berkembang disana. Perkembangan yang
semakin meningkat menyebabkan peningkatan gerakan peristaltik dan merusak epitel. Karena
adanya peningkatan gerak peristaltik menyebabkan aktivitas usus meningkat

6
4. Apa hubungan keluhan pasien mulas dengan demam yang naik turun dan tidak dipengaruhi
siang dan malam?
a. Tidak dipengaruhi siang dan malam: untuk membedakan demam pada DB dan Demam
Tifoid (Ketika malam hari bisa sampai 40, pada siang demam turun)
b. Demam naik turun: tidak khas, kadang dormal tergantung berat tidaknya infeksi
5. Apa hubungan pasien membeli dan mengkonsumsi cilok di pinggir jalan dekat pasar dengan
keluhan utamanya?
a. Ciloknya tidak bersih/terkontaminasi bakteri, bisa berasal dari penjual atau proses
pembuatannya yang tidak higienis
b. Penularan melalu oral fecal, bisa melewati asam lambung dan masuk ke usus. Sebagian
besar menyerang usus besar. Kalau di usus halus pada illeum hanya terdapat eritema karena
bakteri menyerang mukosa
6. Mengapa keluhan pasien disertai dengan muntah-muntah?
a. Keadaan patologis pada tubuh merangsang saraf otonom parasimpatis berupa asetilkolin,
yang merangsang ECL mengaktifkan histamin H2 yang meningkatkan rangsangan sel
parietal sehingga produksi asam lambung meningkat
b. Asetilkolin merangsang Ca mengaktifkan protein kinase
c. Yang membuat ECL aktif: Gastrin
7. Apa hubungan tidak adanya batuk, pilek, cairan keluar dari telinga, gusi berdarah, dan ruam
kulit dengan keluhan pasien?
Untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis:
a. Gusi berdarah: DHF
b. Ruam Kulit: DHF
c. Batuk dan Pilek: Infeksi saluran pernafasan
8. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
a. Nadi meningkat: Karena kehilangan banyak cairan, volume cairan ekstrasel menurun,
volume darah menurun, kompensasinya jantung meningkatkan nadi (tanda dari dehidrasi)
b. RR meningkat: Kehilangan banyak cairan, aliran darah turun, aliran oksigenasi turun.
Kompensasi dengan meningkatkan laju nafas
c. Suhu meningkat
9. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan pasien?
a. Usia: Sering pada anak-anak karena suka jajan
b. Jenis Kelamin: Laki-laki dan perempuan sama
10. Bagaimana interpretasi pemeriksaan spesifik?
a. Mata cekung (cowong): tanda dehidrasi ringan karena kekurangan cairan intrasel di
intraokuler. Masih keluar air mata dehidrasinya masih ringan
b. Mukosa bibir kering: Dehidrasi, produksi kelenjar saliva dan lakrimal menurun

7
c. Inspeksi Cembung
d. Bising usus: karena terjadi peningkatan gerak peristaltik
e. Nyeri Epigastric: Inflamasi di usus, salah satunya dolor
f. Turgor: karena dehidrasi sehingga elastisitas kulitnya menurun
g. Anus sedikit lecet: BAB terus menerus
11. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium?
a. Leukosit meningkat karena adanya infeksi
b. Feses merah karena ada darah
c. Sisa makanan karena tidak diabsorpsi dengan baik
d. Benzidin test positif karena ada perdarahan kecil
12. Apa DDx dan WDx dari skenario ini?
a. DDx: Disentri Amoeba, Disentri Basiller, Disentri Parasit, DHF
b. WDx: Disentri Basiller
13. Apakah dokter perlu memberi terapi sebanyak ini?
a. Ya, karena oralit untuk mengatasi kekurangan elektrolit.
b. Zinc untuk memperbaiki mukosa usus
c. Infus RL untuk mengganti cairan tubuh yg hilang
d. Kotrimoxazol Membunuh bakteri
e. Metoclopramid untuk anti emetik
f. Paracetamol untuk antipiretik
g. Probiotik untuk menambah bakteri baik di usus

8
BAB IV
PROBLEM TREE

Perempuan,
8 tahun

ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Keluhan Utama: BAB cair - KU: sakit sedang, kesadaran - Darah lengkap:
- Kronologi: makan cilok di komposmentis  Leukosit: 19.400/mm3
pinggir jalan  1 hari  - TTV: - Feses Rutin
BAB cair, darah (+), lender  TD: 110/70 mmHg  Makroskopis
(-) & Frekuensi BAB  HR: 110x/menit  Warna merah
10x/hari dan semakin sering  RR: 28 x/menit  Konsistensi: lembek
- KP:  Suhu: 38,5o C  Lendir (+)
 Mulas  BB: 35 kg  Darah (+)
 Demam naik turun  TB:120 cm  Mikroskopis
 Muntah 3x - Pemeriksaan Fisik:  Leukosit: banyak
 Rewel  Kepala: mata cekung, mukosa  Eritrosit: banyak
 Batuk (-) bibir kering  Sisa makanan (+)
 Pilek (-)  Abdomen  Benzidin tes (+)
 Keluar cairan dari  Inspeksi: cembung
telinga (-)  Palpasi: bising usus (+)
 Gusi berdarah (-) 38x/menit, nyeri epigastric
 Ruam kulit (-) (+)
 turgor kembali lambat
 Ekstrimitas
 Akral hangat,
 akral pucat
 Kulit
 Warna: kuning langsat
 Ruam pada kulit (-)
 Anus: tampak sedikit lecet

WDx: DDx:
Disentri basiler Disentri amuba,
Disentri Parasit, DHF

TERAPI
- Oralit 600 ml habis dalam 3 jam
- Oralit 50-100 ml diberikan setiap sesudah BAB
- Zinc syr 1x20 mg 10 hari
- Infus RL 30 tetes/ menit
- Kotrimoxazol 2x200 mg selama 5 hari
- Inj. Metoclopramide 3x10 mg
- Inj. Ranitidine 2x50 mg
- Oral paracetamol 3x500 mg
- Probiotik 2x1 sachet 5 hari

9
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan klasifikasi disentri basiler
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi disentri basiler
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi disentri basiler
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor resiko disentri basiler
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi disentri basiler
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis disentri basiler
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis disentri basiler
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang disentri basiler
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding disentri basiler
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tata laksana disentri basiler
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis disentri basiler
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi disentri basiler
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan disentri basiler
14. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi keislaman

10
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan klasifikasi disentri basiler
A. Definisi
Disentri basiler, merupakan suatu infeksi akut yang mengakibatkan radang pada kolon, yang
disebabkan kuman genus Shigella, yang ditandai gejala diare, adanya lendir dan darah dalam
tinja, serta nyeri perut dan tenesmus.
B. Klasifikasi
a. Disentri Amoebica/ Disentri Amoeba
b. Disentri Bacilaris / Disentri Basiler

Disentri Amoebica Disentri Bacilaris


Penyebab Entamoeba Histolitika Shigela Disentri
Dimulai Tidak dengan tiba-tiba dan Dengan hebat dan tiba-tiba
hebat
Panas Tidak ada Ada
Berak Tidak sering kali, tidak banyak Terlalu sering, lebih banyak
darah dan lendir dan baunya darah, lendir, dan nanah, tidak
amat busuk bau busuk
Berjangkitnya Tidak berat dan tidak secara Hebat dan sering secara wabah
wabah
Diagnosa Dapat dengan mikroskopik Lebih disarankan untuk
pemeriksaan lebih lanjut di
laboratorium
Prognosis Pada penyakit endokrin Pada bentuk berat angka
tergantung pada penyakit kematian tinggi, kecuali
dasarnya. Pada penyebab obat- penanganan pengobatan yang
obatan tergantung kemampuan diberikan lebih awal. Untuk
menghindari pemakaian obat. angka kematian dalam batas
sedang.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi disentri basiler


Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kuman penyakit disentri basiler didapatkan di mana-mana
di seluruh dunia, tetapi kebanyakan ditemukan di negara-negara sedang berkembang, yang kesehatan
lingkungannya masih kurang.

11
Diare menjadi salah satu penyebab kematian pada anak di bawah usia 5 tahun yaitu sebesar
25,2 %. (kemenkes 2011). Morbiditas diare di Indonesia tahun 2016 mencapai 6.897.463 yang
ditangani 2.544.084 sekitar 36,9 %. (kemenkes 2017)
Periode prevalen diare di Indonesia 3,5%. Tiga provinsi dengan insiden dan period prevalen
tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%) dan Aceh (5,0% dan
9,3%). Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah kelompok yang paling
tinggi menderita diare. Berdasarkan kuintil indeks kepemilikan, semakin rendah kuintil indeks
kepemilikan, maka semakin tinggi proporsi diare pada penduduk. Petani/nelayan/buruh mempunyai
proporsi tertinggi untuk kelompok pekerjaan (7,1%), sedangkan jenis kelamin dan tempat tinggal
menunjukkan proporsi yang tidak jauh berbeda
(Riskesdas 2013).
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi disentri basiler
Disentri basiler adalah suatu infeksi akut kolon yang disebabkan kuman genus shigella.
Shigella adalah basil nonmotil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4 spesies shigella yaitu
s. Dysentriae, s. Flexneri, s. Bondii, dan s. Sonnei. Terdapat 43 serotipe dari shigella. S. sonnei adalah
satu-satunya spesies yang memiliki serotipe tunggal. S. Flexneri dan S. Sonnei menyebabkan infeksi
dalam jumlah 100-1000 organisme sedangkan S. Dysentriae cukup berjumlah 10 untuk
menyebabkan infeksi.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor resiko disentri basiler
Faktor Resiko menurut Dr. Badriul Hegar, PhD. SpA(K) dalam web resmi IDAI (Ikatan
Dokter Anak Indonesia) tahun 2013:
a. Tingkat kesadaran masyarakat akan kebersihan yang kurang
b. Tangan, makanan maupun air yang terkontaminasi bakteri
c. Kurangnya sumber air bersih
d. Memasak makanan dengan air kotor
e. Membuang tinja bayi sembarangan
f. Jamban di dekat sumber air bersih
g. Tidak memberikan ASI pada bayi
h. Tidak memberikan MPASI yang bergizi dan sesuai kebutuhan anak
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi disentri basiler
Bakteri tertelan, masuk dan berada di usus halus, menuju ileum terminal dan kolon melekat
pada permukaan dan kolon, melekat pada permukaan mukosa, berkembang biak, reaksi peradangan
hebat, sel-sel terlepas, timbul Ulkus, terjadi disentri basiler (tinja lembek, bercampur darah, mukus
dan pus, nyeri abdomen, mules, tenesmus ani).
(Brooks dkk, 2001)
Infeksi peroral, bakteri masuk lambung melalui makanan dan minuman Masuk kedalam usus
halus kemudian colon disini ditangkap epitel kemudian Berkembang biak dan menyebabkan sel

12
epitel hancur kemudian menyebar ke Lamina propria, bereplikasi disini. Akibatnya timbul ulcera-
ulcera dan mikro abses mukosa kolon pada bagian terminal ileum. Terjadi nekrosis, perdarahan dan
pembentukan psedomembran di atas ulcer. Akhirnya terjadi reaksi inflamasi dan trombosis kapiler.
Berbeda dengan Salmonella, Shigella tidak menyebar ke tempat lain. Adanya perdarahan kecil
menyebabkan tinja berdarah dan berlendir tetapi tidak terjadi perforasi dan tidak terjadi peritonitis.
Bila sembuh ulkus akan ditutup oleh jaringan granula dan terjadi jaringan parut. Setelah sembuh
secara klinis tinja yang positip bisa menjadi carrier.
Masa inkubasinya adalah 2-4 hari, atau bisa lebih lama sampai 1 minggu. Oleh seseorang
yang sehat diperlukan dosis 1000 bakteri Shigella untuk menyebabkan sakit. Penyembuhan spontan
dapat terjadi dalam waktu 2-7 hari terutama pada penderita dewasa yang sehat sebelumnya,
sedangkan pada penderita yang sangat muda atau tua dan juga pada penderita dengan gizi buruk
penyakit ini akan berlangsung lama. Pernah ditemukan terjadinya septicemia pada penderita dengan
gizi buruk dan berkhir dengan kematian.
Penyebaran Shigella adalah dari manusia ke manusia lain, dimana karier merupakan
reservoir kuman. Dari karier ini Shigella disebarkan oleh lalat, juga melalui tangan yang kotor,
makanan yang terkontaminasi, tinja serta barang-barang lain yang terkontaminasi ke orang lain yang
sehat.
(Fitria, dkk. 2008)
Shigellosis disebut juga Disentri basiler, disentri sendiri artinya salah satu dari berbagai
gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai nyeri perut, tenesmus
dan buang air besar yang sering mengandung darah dan mucus. Habitat alamiah bakteri disentri
adalah usus besar manusia, tempat bakteri tersebut dapat menyebabkan disentri basiler. Infeksi
S.dysenteriae praktis selalu terbatas pada saluran pencernaan, dan invasi bakteri ke dalam darah
sangat jarang. S.dysenteriae menimbulkan penyakit yang sangat menular dengan dosis infektif dari
bakteri S.dysenteriae adalah kurang dari 103 organisme dan merupakan golongan Shigella sp yang
cenderung resisten terhadap antibiotic.
Proses patologik yang penting adalah invasi epitel selaput lender, mikroabses pada dinding
usus besar dan ileum terminal yang cenderung mengakibatkan nekrosis selaput lender, ulserasi
superficial, pendarahan, pembentukan “pseudomembran” pada daerah ulkus. Ini terdiri dari fibrin,
leukosit, sisa sel, selaput lender yang nekrotik dan bakteri. Waktu proses patologik berkurang,
jaringan granulasi akan mengisis ulkus sehingga terbentuk jaringan parut.
(Ahmed,dkk. 2008)
S. dysenteriae dapat menyebabkan 3 bentuk diare :
a. Disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah, mucus dan pus
b. Watery diarrhea
c. Kombinasi antara disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah, mucus, pus
dengan watery diarrhea.

13
(Fitria, dkk. 2008)

Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB
berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa
darah, kemudian feses berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang
dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 – 4 minggu. Shigellosis kronis
dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.

(Lampel & Maurelli . 2003)

Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala pernapasan, gejala


neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris
dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri. Pulasan cairan feses menunjukkan
polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi
dan sensitivitas antibiotik.

( Lightfoot D. 2003)

Sesudah masa inkubasi yang pendek (1-2 hari), ada serangan tiba-tiba berupa sakit perut,
demam, dan diare cair. Diare terjadi akibat pengaruh eksotoksin dalam usus kecil. Eksotoksin
merupakan sebuah protein antigenik (merangsang produksi antitoksin) dan mematikan pada binatang
percobaan. Pada manusia, eksotoksin dapat menghambat penyerapan gula dan asam amino pada usus
kecil .

(Jawetz et al., 2005)

A. Toksin
Shigella sp menghasilkan toksin yang disebut Shigatoksin dan mengadakan multiplikasi
tanpa invasi di dalam jejunum kemudian memproduksi toksin. Toksin ini kemudian berikatan dengan
reseptor dan menyebabkan aktivasi proses sekresi sehingga terjadi diare cair yang tampak pada awal
penyakit, hal ini merupakan tanda dari sifat enterotoksik shigatoksin. Selanjutnya, perjalanan
penyakit melibatkan usus besar dan invasi jaringan dimana aksi shigatoksin akan memperberat
gejalanya. Efek enterotoksin shigatotoksin lebih pada penghambatan absorpsi elektrolit, glukosa, dan
asam amino dari lumen intestinal (Dzen dkk, 2003).

Toksin shigella dysenteriae dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Endotoksin
Pada waktu terjadi autolisis, semua Shigella mengeluarkan lipopolisakaridanya yang toksik.
Endotoksin ini mungkin menambah iritasi pada dinding usus
b. Eksotoksin (Shigella dysentriae)

14
S. Dysentriae tipe 1 (basil Shiga) memproduksi eksotoksin tidak tahan panas yang dapat
mempengaruhi saluran pencernaan dan sistem saraf pusat. Eksotoksin merupakan protein yang
bersifat antigenik (merangsang produksi antitoksin) dan mematikan hewan percobaan. Sebagai
enterotoksin, zat ini dpat menimbulkan diare, sebagaimana halnya enterotoksin.
Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari keparahan
penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk mempersingkat
berlangsungnya penyakit danpenyebaranbakteri.Trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolon
dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan. Antibiotik terpilih untuk infeksi
Shigella adalah ampisilin, kloramfenikol, sulfametoxazol-trimetoprim. Beberapa sumber lain
menyebutkan bahwa kanamisin, streptomisin dan neomisin merupakan antibiotik yang dianjurkan
untuk kasus-kasus infeksi Shigella. Masalah resistensi kuman Shigella terhadap antibiotik dengan
segala aspeknya bukanlah merupakan suatu hal yang baru. Shigella yang resisten terhadap
multiantibiotik (seperti S. dysentriae 1) ditemukan di seluruh dunia dan sebagai akibat pemakaian
antibiotika yang tidak rasional.
(Dzen dkk, 2003)

15
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis disentri basiler
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis Shigelosis
bervariasi. Lama gejala rerata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsuung sampai 4
minggu. Disentri basiler yang tidk diobati dengan baik berlangsung lama gejalanya menyerupai
colitis ulserosa. Paa fase awal, pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas pada rectal,diare
disertai demam yag bias mencapai 40°C. selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung
darah dan lender, teesmus, dan nafsu makan mennurun. Pada anak-anak mungkin didapatkan demam
tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk, dan letargi
Pengidap pasca infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu. Walaupun jarang
terjadin telah dilaporkan adanya pengidap Shigella yang mengeluarkan kuman bersama feses selama
bertahun. Pengidap kronik tersebut biasanya sembuh sendiri, dan dapat mengalami gejala Shigellosis
yang intermitten
(IPD, FKUI)
a. Manifestasi klinis bentuk ringan:
1) Defekasi sedikit demi sedikit
2) Sakit erut dengan rasa kolik dan mejan
3) Muntah-muntah, sakit kepala
4) Feses berlendir dan warna kemerahan
b. Manifestasi klinis bentuk berat:
1) Suhu badan naik
2) Nadi cepat
3) Berjangkitnya cepat
4) Muntah-muntah
5) Cepat terjadinya dehidrasi
6) Renjatan septik
7) Dapat meninggal bila tidak ditolong
8) Timbul rasa haus dan kulit kering
9) Turgor kulit menurun
10) Viskositas meningkat
11) Wajah kebiruan
12) Ekstremitas dingin
(Buku ajar IPD, 2017)
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis disentri basiler
A. Anamnesis
1) Diare disertai darah dan lender
2) Demam
3) Muntah

16
4) Dehidrasi yang dapat ditandai dengan mata yang cekung, rewel, rasa haus yang meningkat,
mukosa bibir kering, turgor melambat.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Nadi meningkat
2) Suhu tubuh meningkat
3) Bising usus
4) Turgor melambat
C. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah rutin
Leukositosis
2) Pemeriksaan feses
a. Makroskopis : cairan lebih banyak dari pada ampas, adanya darah dan lender
b. Mikroskopis : leukosit dan eritrosit pada feses
c. Benzidine tes positif
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang disentri basiler
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis disentri basiler. Di antaranya:
a. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan ini merupakan gold standart dari penyakit disentri basiler. Pada pemeriksaan
ini dapat ditemukan adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu
dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil
akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap
inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses
bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah
glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan
inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi,
laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara
komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien dengan
Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.
b. Tes Aglutinasi
Aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada hari keenam. Pada S. dysentriae
dinyatakan positif dengan pengenceran 1/50, dan pada S. flexneri aglutinasi antibody sangat
kompleks, oleh karena adanya banyak strain, maka tes ini jarang dipakai.
c. Pemeriksaan Darah Lengkap

17
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia
darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah
lengkap.
d. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini sangat spesifik dan sensitive. Tetapi, masih belum dipakai secara luas.
e. Pemeriksaan enzim immunoassay
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang
terinfeksi S. disentriae, atau toksin yang dihasilkan E. coli.
f. Pengerokan daerah sigmoid untuk pemeriksaan sitology (endoskopi)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk stadium lanjut dari disentri.

Gambar: Endoskopi untuk Shigellosis


g. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi, dan lainnya biasanya tidak
membantu untuk evaluasi infeksi diare akut.
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding disentri basiler
Diagnosis banding pasien dengan sindroma disentri berganting pada kondisi klinis dan
lingkungan. Diagnosis banding disentri basiler ialah radang kolon yang disebabkan oleh kuman
enterohemorargik dan enteroinvasif seperti E.coli, Campylobacter jejuni, Salmonella entereditis
serotipe, Yersinia enterocolitica, Clostridum difficule, dan protozoa Entamoeba hystolitica yang
sering ditemui di negara berkembang. Dan untuk membedakannya dengan shigellosis hanya dengan
pemeriksaan bakteriologis dan parasitologi feses untuk membedakan kuman patogen.
Diagnosis banding yang tidak berhubungan dengan infeksi yaitu kolitis atau Chron’s
Cholitis. Inflammatory bowel disease, seperti chron’s disease atau kolitis ulseratif harus
dipertimbangkan sebagai diagnosis banding khususnya pada negara-negara industri, karena
kemiripan gejala, namun untuk membedakannya dengan shigellosis biasanya adalah riewayat
bepergian.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PB.PAPDI,2017)

18
a. Infeksi e.coli (tidak ada mual muntah, ada panas, nyeri perut berupa tenesmus kram. Tinja
frekuensi sering, konsistensi lembek, lender dan darah, tidak ada bau, warna merah/hijau)
b. Disentri amoeba
c. Salmonelosis (mual muntah, panas 38,5-39°C, nyeri perut tenesmus colic, sifat tinja volume
sedikit, sering, lembek, lender darah kadang2, bau busuk dan warna tinja hijau)
d. Cholera (mual muntah sering, tidak ada panas, nyeri perut kram, sifat tinja volume banyak,
frekuensi terus menerus, tinja cair, tidak ada lender dan darah, amis yang khas, warna seperti
air cucian beras)
e. Chron colitis (ada riwayat bepergian ke daerah endemic)
f. Shigella (mual muntah jarang, panas ada, nyeri perut tenesmus kram, tinja sedikit tapi
frekuensi tinggi >10x / hari, lembek, sering ada lender dan darah, tidak berbau, warna
merah/hijau)
g. Trichoriasis (cacing)
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tata laksana disentri basiler
Prinsip melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah atau memperbaiki
dehidrasi, dan pada kasus berat diberikan antibiotic. Menurut WHO ada 5 pilar yaitu :
A. Rehidrasi
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang
baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit
merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila
penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat
pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
1) Keadaan Umum : baik
2) Mata : Normal
3) Rasa haus : Normal, minum biasa
4) Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
1) Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
2) Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
3) Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

19
1) Keadaan Umum : Gelisah, rewel
2) Mata : Cekung
3) Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
4) Turgor kulit : Kembali lambat

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan
dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

c. Diare dehidrasi berat


Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
1) Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
2) Mata : Cekung
3) Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
4) Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.

B. Pemberian obat zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat
enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding
usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut
hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat
1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat
anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
1) Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
2) Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

Cara pemberian tablet zinc :Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare.

C. Pemberian dukungan nutrisi


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama
pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang

20
masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan
lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit
dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan.
D. Pemberian anti biotik
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita
yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena
terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan
ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia). Pemberian antibotik
secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi
sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan
pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2),
tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.

E. Edukasi orang tua


Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita atau pasien harus diberi nasehat tentang:

21
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Memantau minum obat teratur
c. Memantau nutrisi tercukup
d. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
1) Diare lebih sering
2) Muntah berulang
3) Sangat haus
4) Makan/minum sedikit
5) Timbul demam
6) Tinja berdarah
7) Tidak membaik dalam 3 hari.
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis disentri basiler
Pada bentuk yang berat didapati angka kematian yang tinggi, kecuali mendapatkan
pengobatan dini. Jika didiagnosis dan diobati sejak dini prognosisnya baik, dan pasien dapat sembuh
tanpa adanya sekuel. Namun dapat menjadi prognosis yang buruk bila ditemui termasuk pada
keterlambatan perawatan dini, adanya komplikasi yang berkembang, immunocompromised, durasi
penyakit yang lama (lebih dari 7 hari), dan pada lansia dan individu yang masih sangat muda.
Pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk disentri biasanya berat
dan memerlukan masa penyembuhan yang lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Bentuk
flexnerii mempunyai angka kematian yang rendah.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PB.PAPDI,2017)
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi disentri basiler
Beberapa komplikasi ekstraintestinal disentri basiler, terjadi pada pasien yang berada di
negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi oleh S.
Dysenctrieae tipe 1 dan S. Flexneri pada pasien dengan keadaan gizi buruk.
Komplikasi lain disentri basiler oleh infeksi S. Dysenctrieae tipe 1 adalah Haemolytic
Uremic Syndrome (HUS). Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler, pada
saat disentri basilernya mulai membaik. Tanda-tanda HUS berupa dapat berupa oliguria, penurunan
hematocrit (sampai 10% dalam 24 jam), dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau
anemia berat dengan gagal jantung. Dapat pula dengan HUS ini terjadi reaksi leukemoid (leukosit
lebih dari 50.000 per microliter). Juga timbul hyponatremia dan hipoglikemia berat. Bisa pula timbul
gejala susunan saraf pusat, termasuk keluhan ensefalopati, perubahan kesadaran, dan sikap yang
aneh.
Komplikasi interstitial seperti toksik megacolon, prolaps recti, dan Perforasi. Peritonitis
karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan
berat. Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa tempat

22
mempunyai angka kematian yang tinggi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan
hemoroid.
(Buku ajar IPD ed. IV jilid I)
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan disentri basiler
Menurut Buletin Kesehatan Pengendalian Diare di Indonesia yang dikeluarkan oleh
Kemenkes RI tahun 2011, cara pencegahan diare adalah sebagai berikut:
a. Hindari makanan dan minuman yang tidak bersih
b. Cuci tangan pakai sabun dan air bersih sebelum makan dan sesudah buang air besar
c. Gunakan air bersih untuk memasak
d. Buang air besar di jamban
14. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi keislaman
Rasulullah saw bersabda:
“Bersihkanlah badan. Maka allah akan membersihkan kamu. Maka sesungguhnya seorang ‘abdi
(muslim )yang tidur dalam keadaan bersih /suci kecuali tidur bersamanya, pada rambut-rambutnya,
malaikat yang tidak ada hentinya mendoa kannya, ya allah ampunilah, abdimu ini karena
sesungguhnya ia tidur dalam ke adaan bersih atau suci.” (HR. Thabrani dan ibnu hibban)

23
BAB VII
PETA KONSEP

24
BAB VIII
SOAP

Data Umum Pasien


1. Nama -
2. Usia 8 tahun
3. Jenis Kelamin Perempuan
4. Pekerjaan (-)
5. Cara datang Diantar ibunya ke UGD RS

(S-ubjektif)
1. Keluhan utama BAB cair
2. Kronologi makan cilok di pinggir jalan 1 hari BAB cair, darah (+), lendir
(ditambahkan) (+) & Frekuensi BAB 10x/hari dan semakin sering
3. Anamnesis • Mulas
• Demam naik turun
• Muntah 3x
• Rewel
• Batuk (-)
• Pilek (-)
• Keluar cairan dari telinga (-)
• Gusi berdarah (-)
• Ruam kulit (-)
4. Riwayat alergi (-)
makanan
5. Riwayat alergi (-)
obat
6. Riwayat (-)
penyakit
terdahulu
7. Riwayat (-)
Pengobatan
8. Riwayat (-)
Penyakit
Keluarga
9. Riwayat (-)
Kejadian

25
10. Riwayat Makan cilok di pinggir jalan dekat pasar
Kebiasaan
(O-bjektif)
Status Generalis
1. KU Tampak sakit sedang
2. Kesadaran Composmentis
Vital Sign
1. GCS 456
2. BP 110/70 mmHg
3. HR 110 x/mnt
4. RR 28 x/mnt
5. Suhu 38,5o C
6. BB 35 kg
7. TB 120 cm

Status lokalis
a. Kepala  Mata cekung
 Mukosa bibir kering
b. Leher dan DBN
Thoraks
c. Abdomen Inspeksi : cembung
Palpasi : bising usus (+) 38x/menit,
nyeri epigastric (+),
turgor kembali lambat
Perkusi : shifting dullnes (-)
d. Ekstrimitas  CRT < 2 detik
 Akral pucat
e. Kulit DBN
f. Anus Tampak sedikit lecet

Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin Hb : 11,8 gr/dl
Ht : 35 vol%
Leukosit : 19.400/mm3
Trombosit : 379.000/mm3
2. Feses rutin

26
Makroskopis Warna: merah
Konsistensi: lembek
Lendir: (+)
Darah (+)
Mikroskopis Leukosit: banyak
Eritrosit: banyak
Amoba (-)
Telur cacing (-)
Sisa makanan (+)
Bensidine tes (+)
(A-ssesment)
a. DDx a. Disentri Basiler
b. Disentri amoeba
c. DHF
d. Demam Tifoid

a. WDx Disentri Basiler

(P-lanning)
A. Planning (-)
diagnosis
B. Plannnuing Oralit 600 ml habis dalam 3 jam
terapi Oralit 50-100 ml diberikan setiap sesudah BAB
Zinc syr 1x20 mg 10 hari
Infus RL 30 tetes/ menit
Kotrimoxazol 2x200 mg selama 5 hari
Inj. Metoclopramide 3x10 mg
Inj. Ranitidine 2x50 mg
Oral paracetamol 3x500 mg
Probiotik 2x1 sachet 5 hari

3. Planning 1. Koreksi dan cairan dan elektrolit


monitoring 2. Tidak ada lendir dan darah di feses
3. Penurunan gejala (suhu tubuh menurun, tidak ada mual muntah,
tidak ada nyeri perut)
4. Planning KIE 1. Selalu mencuci tangan dengan bersih setelah bertinja untuk
mencegah autoinfeksi

27
2. Selalu menjaga kebersihan makanan dan minuman yang
dikonsumsi oleh penderita
3. Berikan diet/ makanan yang lunak tinggi kalori dna protein untuk
mencegah malnutrisi
4. Mengatur pembuangan sampah dengan baik
5. Planning Gejala persisten atau tidak, jika gejala masih tetap ada lakukan
follow up kontrol kembali dan rujuk bila timbul komplikasi

28
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes, 2011, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Situasi Diare di Indonesia, Vol. 2,
1,6, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
Lilihata G, Syam AF. 2014. Kapita Selekta Ed. IV Jilid II hal. 584-586. Jakarta: Media Aesculapius.
Setiati,S, Idrus,A, et.al (ed.), 2017, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, PB.PAPDI ed.3, Interna
Publishing, Jakarta.
Simadibrata M, Daldiyono. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. VI Jilid II hal. 1901-1902.
Jakarta: Interna Publishin
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FK UI. 2013. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI
Sya’roni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI:Jakarta.
Tjokroprawiro, Askandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: UNAIR Press.
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/disentri, diakses tanggal 1 mei 2019

29

Anda mungkin juga menyukai