PENDAHULUAN
1
12. Bagaimana konsep asuhan keperawatan untuk post bedah mayor?
13. Bagaimana contoh kasus asuhan keperawatan post bedah mayor?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami definisi post bedah mayor.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis operasi.
3. Untuk mengetahui bagaimana etiologi post bedah mayor.
4. Untuk mengetahui pathofisiologi dan pathway post bedah mayor.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari post bedah mayor.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang post bedah mayor.
7. Untuk mengetahui prinsip penatalaksanaan post bedah mayor.
8. Untuk memahami komplikasi post bedah mayor.
9. Untuk mengetahui farmakologi dari post bedah mayor.
10. Untuk mengetahui terapi diit post bedah mayor.
11. Untuk mengetahui peran perawat dalam keperawatan post bedah mayor.
12. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan post bedah mayor.
13. Untuk mengetahui contoh kasus asuhan keperawatan post bedah mayor.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat
sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan
tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan
luka.
Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif,
bertujuan untuk memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan
memperbaiki deformitas. Contohnya pencabutan gigi, pengangkatankutil,
kuretase, operasi katarak, dan arthoskopi. Operasi mayor adalah
operasiyang bersifat selektif, urgen dan emergensi. Tujuan dari operasi ini
adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau memperbaiki
bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan.
Contohnya kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi,
mastektomi, amputasi dan operasi akibat trauma.
Post bedah mayor adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang
bersifat selektif, urgen, dan emergency dimulai pada saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Perawatan pasca operasi adalah tindakan perawatan yang dilakukan pada
klien sesudah pembedahan/pemeriksaan khusus yang menggunakan
anesthesia.
3
Transplantasi: penanaman organ tubuh untuk
menggantikan organ atau struktur tubuh yang malfungsi
(cangkok ginjal, kornea).
II. Menurut Luas atau tingkat tesiko:
Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan
mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap
kelangsungan hidup klien.Tujuan dari operasi ini adalah
untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau
memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan
meningkatkan kesehatan. Contohnya kolesistektomi,
nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi
dan operasi akibat trauma.
Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai
resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi
mayor. Bertujuan untuk memperbaiki fungsi tubuh,
mengangkat lesi padakulit dan memperbaiki deformitas.
Contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase,
operasi katarak, dan arthoskopi.
2.3 Etiologi
Prosedur bedah pada dasarnya terbagi dalam tiga kelompok besar, yang
di dalamnya masih akan terbagi lagi sesuai kategorinya. Berikut rinciannya.
1. Kelompok operasi berdasarkan tujuan
Kelompok pertama ini menggolongkan prosedur bedah berdasarkan
tujuan dari tindakan medis ini dilakukan. Pada dasarnya operasi dianggap
sebagai metode pengobatan, namun tindakan medis ini juga dapat
digunakan untuk:
a) Mendiagnosis.
Operasi yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tertentu,
seperti operasi biopsi yang sering dilakukan untuk memastikan
dugaan adanya kanker padat atau tumor pada bagian tubuh tertentu.
4
b) Mencegah
Tak hanya mengobati, bedah dilakukan juga untuk mencegah suatu
kondisi yang lebih buruk lagi. Misalnya, operasi pengangkatan polip
usus yang bila tak ditangani akan dapat tumbuh menjadi kanker.
c) Menghilangkan.
Operasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat sejumlah
jaringan dalam tubuh. Biasanya, operasi jenis ini memiliki akhiran –
ektomi. Misalnya saja mastektomi (pengangkatan payudara) atau
histerektomi (pengangkatan rahim).
d) Mengembalikan.
Operasi juga dilakukan untuk dapat mengembalikan suatu fungsi
tubuh menjadi normal kembali. Contohnya, pada rekonstruksi
payudara yang dilakukan oleh orang yang telah melakukan
mastektomi.
e) Paliatif.
Jenis operasi ini ditujukan untuk mengurangi rasa sakit yang
dirasakan oleh pasien yang biasanya mengalami penyakit kronis
stadium akhir.
2. Kelompok operasi berdasarkan tingkat risiko
Setiap operasi bedah pasti memiliki risiko, tetapi tingkat risikonya tentu
berbeda-beda. Berikut adalah pengelompokkan operasi berdasarkan
tingkat risikonya:
a. Bedah mayor
Merupakan operasi yang dilakukan di bagian tubuh seperti kepala,
dada, dan perut. Salah satu contoh operasi ini adalah operasi
cangkok organ, operasi tumor otak, atau operasi jantung. Pasien
yang menjalani operasi ini biasanya membutuhkan waktu yang lama
untuk kembali pulih.
b. Bedah minor
Kebalikan dari tindakan bedah mayor, operasi ini tidak membuat
pasiennya harus menunggu lama untuk pulih kembali. Bahkan dalam
beberapa jenis operasi,pasien diperbolehkan pulang pada hari yang
sama. Contoh operasinya seperti biopsi pada jaringan payudara.
5
3. Kelompok operasi berdasarkan teknik
Pembedahan itu sendiri dapat dilakukan dengan beragam teknik berbeda,
tergantung dari bagian tubuh mana yang harus dioperasi dan penyakit apa
yang diderita oleh pasien.
Operasi bedah terbuka
Metode ini biasanya disebut dengan operasi konvensional, yaitu
tindakan medis yang membuat sayatan pada bagian tubuh dengan
menggunakan pisau khusus. Contohnya adalah operasi jantung,
dokter menyayat bagian dada pasien dan membukanya agar organ
jantung terlihat jelas.
Laparaskopi
Jika sebelumnya operasi dilakukan dengan menyayat bagian tubuh,
pada laparaskopi, ahli bedah hanya akan menyayat sedikit dan
membiarkan alat seperti selang masuk ke dalam lubang yang telah
dibuat, untuk mengetahui masalah yang terjadi di dalam tubuh.
2.4 Pathofisiologi
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat
sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan
perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan
perubahan faal, sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal tersebut
meliputi tanda- tanda vital serta organ-organ vital seperti sistem respirasi,
sistem kardiovaskular, panca indera (SSP), sistem urogenital, sistem
pencernaan dan luka operasi.
1. Sistem Kardiovaskuer
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan
darah secara aktual dan potensial dari tempat pembedahan, balans
cairan, efek samping anastesi, ketidakseimbangan elektrolit dan
depresi mekanisme resulasi sirkulasi normal. Masalah yang sering
terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi secara eksternal
melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah. Pendarahan
6
dapat menyebabkan turunnya tekanan darah: meningkatnya
kecepatan denyut jantung dan pernafasan (denyut nadi lemah, kulit
dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila pendarahan terjadi
secara eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase yang
mengandungi darah pada balutan atau melalui drain.
2. Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan
sehingga perlu waspada terhadap pernafasan yang dangkal dan
lambat serta batuk yang lemah.Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi
pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas dan
membrane mukosa dimonitor.
3. Sistem Persyarafan
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran
yang berbeda. Oleh karena itu, seorang harus memonitor tingkat
respon pasien dengan berbagai cara. Misalnya dengan memonitor
fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah pasien dapat berespon
dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama sekali. Ataupun
juga dapat memonitor tingkat kesadaran dengan menentukan Skala
Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale (GCS). GCS ini memberikan
3 bidang fungsi neurologik: memberikan gambaran pada tingkat
responsif pasien dan dapat digunakan dalam mengevaluasi motorik
pasien, verbal, dan respon membuka mata
4. Sistem Perkemihan
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan
rektum, anus, vagina, herniofari dan pembedahan pada daerah
abdomen bawah.Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter
kandung kemih.
5. Sistem Gastrointestinal
Setelah pembedahan, harus dipantau apakah pasien telah flatus atau
belum. Intervensi untuk mencegah komplikasi gastrointestinal akan
mempercepat kembalinya eleminasi normal dan asupan nutrisi.
Pasien yang menjalani bedah pada struktur gastrointestinal
membutuhkan waktu beberapa hari agar diitnya kembali normal.
7
Peristaltik normal mungkin tidak akan terjadi dalam waktu 2-3 hari.
Sebaliknya pasien yang saluran gastrointestinalnya tidak dipengaruhi
langsung oleh pembedahan boleh mengkonsumsi makanan setelah
pulih dari pengaruh anastesi, tindakan tersebut dapat mempercepat
kembalinya eliminasi secara normal.
6. Luka Operasi
Prosedur pembedahan biasanya dilakukan dengan meminimalisasi
resiko infeksi dengan menggunakan alat yang steril. Maka,
kemungkinan luka tersebut untuk terjadi infeksi adalah juga minimal.
Namun, jika ada risiko diidentifikasi luka tersebut bermasalah, seperti
ada luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan, maka hal
tersebut mungkin dapat disebabkan beberapa faktor. Antaranya
adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi, keganasan dan
malnutrisi, cara penutupan luka, infeksi dan apa pun yang mungkin
menyebabkan penekanan berlebihan pada luka.
8
5. Sistem Gastrointestinal
a. Mual, muntah
b. Belum Flatus atau Defekasi
6. Luka Operasi
Infeksi : luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan (mungkin
dapat disebabkan beberapa factor adalah seperti diabetes mellitus,
imunosupresi, keganasan dan malnutrisi ).
9
2.8 Komplikasi
Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia
yang tidak terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia,
pneumonia lobaris, kongesti pulmonal hipostatik, plurisi, dan
superinfeksi, gagal nafas.
Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi,
hipertensi, aritmia jantung, dan payah jantung. Hipotensi dapat
disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan,
overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark
miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat induksi,
obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat
pada periode induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi hipertensi
disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk,
penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak
adekuat.
Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien
diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk
sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus di jaga
tetap lurus, sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi
luka bedah, balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
dan transfusi darah atau produk darah lainnya. Penyebab perdarahan
harus dikaji dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap
perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa steril dan balutan yang
kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi
ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan
kondisi pasien. Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus
bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu
turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan
pasien melemah.
Hipertermia maligna
10
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi.
Angka mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga
diperlukan penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi
akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama
anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan
otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
Hipotermia
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 0C. Hipotermi
yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu
rendah di kamar operasi (25 0C - 26,6 0C), infus dengan cairan yang
dingin, inhalasi gas-gas dingin, aktivitas otot yang menurun, usia
lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum,
dan lain-lain).Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari
hipotermi yang tidak diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar
operasi pada suhu ideal (25 0C - 26,6 0C), janganlebih rendah dari
suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37
0
C, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera
diganti dengan gaun dan selimut yang kering.
Disfungsi paru berupa atelektasis, pneumonia hipostatis.
Trombophlebitis.
Muntah, honstipasi, retensi urine.
Syok hipovolemik.
Risiko infeksi.
Nyeri
2.9 Farmakologi
Analgesik, non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
analgesik narkotik atau opiate, obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik,
analgesi dikontrol pasien (ADP), aspirin, paracetamol, OAINS(Obat anti
inflamasi non steroid), opioid, codeine, dextropropoxyphene, tramadol,
morphine. Methadone, pethidine, meperidine, buprenorphine, fentanil,
demerol.
11
2.10 Terapi Diit
Diet pascabedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien
setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan
tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.
Pengaruh operasi terhadap metabolism pasca-operasi tergantung berat
ringannya operasi, keadaan gizi pasien pasca-operasi, dan pengaruh
operasi terhadap kemampuan pasien untuk mencerna dan mengabsorpsi
zat-zat gizi.
Setelah operasi sering terjadi peningkatan ekskresi nitrogen dan
natrium yang dapat berlangsung selama 5-7 hari atau lebih pasca-operasi.
Peningkatan ekskresi kalsium terjadi setelah operasi besar, trauma
kerangka tubuh, atau setelah lama tidak bergerak (imobilisasi). Demam
meningkatkan kebutuhan energi, sedangkan luka dan perdarahan
meningkatkan kebutuhan protein, zat besi, dan vitamin C. Cairan yang
hilang perlu diganti.
a. Tujuan Diet
Tujuan diet pasca bedah adalah untuk mengupayakan agar status gizi
pasien segera kembali normal untuk mempercepat proses penyembuhan
dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara sebagai berikut :
Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)
Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
b. Tujuan Pemberian Makanan Pasca Bedah
Mengusahakan agar keadaan pasien segera kembali seperti normal. Prinsip
pemberian makanan, makanan diberikan secara bertahap, dimulaidari cair,
saring, lunak dan biasa. Perpindahan makanan dari tahap ke tahap
tergantung dari macam operasi dan keadaan pasien. Untuk pasca bedah
kecil (pasca bedah ekstirpasi, tonsil, apendiks, hemoroid, hernia, struma,
reduksi terbuka, ekstremitas distal dan sebagainya), makanan secepat
mungkin kembali seperti biasa. Pada pascabedah besar (pascabedah
saluran pencernaan dan diluar saluran pencernaan, seperti jantung, ginjal,
ortopedi dan sebagainya), makanan diberikan secara berhati-hati
disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.
12
c. Diet Yang Disarankan
Mengandung cukup energi, protein, lemak dan zat-zat gizi
Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan penderita
Menghindari makanan yang merangsang (pedas, asam dll)
Suhu makanan lebih baik bersuhu dingin
Pembagian porsi makan sehari diberikan sesuai dengan kemampuan
dan kebiasaan makan penderita
Syarat diet pasca bedah adalah memberikan makanan secara bertahap
mulai dari bentuk cair, saring, lunak dan biasa. Pemberian makanan
dari tahap ke tahap tergantung pada macam pembedahan dan keaadan
pasien seperti :
Pasca Bedah Kecil : makanan diusahakan secepat mungkin kembali
seperti biasa atau normal
Pasca bedah besar : makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan
dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.
d. Jenis diet dan indikasi pemberian
Makanan pasca bedah I (MPBI)
1. Diet ini diberian kepada semua pasien pasca bedah
2. Pasca bedah kecil : setelah sadar atau rasa mual hilang
3. Pasca bedah besar : setelah rasa sadar atau mual hilang serta ada
tanda-tanda usus mulai bekerja.
4. Selama 6 jam sesudah pembedahan, makanan yang diberikan
berupa air putih, teh manis, air kacang, hijau, sirup, air jeruk manis
dan air kaldu jernih. Makanan ini diberikan dalam waktu yang
sesingkat mungkin, karena kurang dari semua zat gizi. Makanan
diberikan secara bertahap sesuai kemampuan dan kondisi pasien,
mulai dari 30 ml/jam.
Makanan pasca bedah II (MPB II)
Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai
perpindahan dari diet pasca bedah I. Makanan diberikan dalam bentuk
cair kental, berupa sari buah, sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali
sehari selama pasien tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan
13
tergantung keadaan dan kondisi pasien. Diet ini diberikan untuk waktu
sesingkat mungkin karena zat gizinya kurang.
Makanan pasca bedah III (MPB III)
Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai
perpindahan dari diet pasca bedah II. Makanan yang diberikan berupa
makanan saring ditambah susu dan biskuit. Cairan hendaknya tidak
melebihi 2.000 ml sehari.
Makanan pasca bedah IV (MPB IV)
Diberikan pada :
1. Pasien pasca bedah kecil, setelah diet pasca bedah I
2. Pasien pasca bedah besar, setelah diet pasca bedah II
3. Makanana diberikan berupa makanan lunak yang dibagi dalam 3
kali makanan lengkap dan 1 kali makanan selingan.
14
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Meliputi identitas klien, seperti : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, nomor register, dan identitas penanggung jawab.
B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan sekarang
1. Keluhan utama : nyeri pada daerah bekas operasi.
kolon.
15
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien
yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
Lakukan intubasi
2. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada
pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi
buatan. Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien
antara lain :
16
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
b. Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-
tanda sebagai berikut :cyanosis, penetrating injury, flail chest,
sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
c. Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
d. Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
e. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
f. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
g. Penilaian kembali status mental pasien.
h. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
i. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
j. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
3. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum
pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi,
takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan
adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup
17
aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan.
Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah:
tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan
anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik.
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yangdiberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak biasdimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitasawal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyerimaupun stimulus verbal.
D. PEMERIKSAAN FISIK :
1. Sistem Pernafasan
a. Potensi jalan nafas
18
b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman)
c. RR <
d. Gangguan kardiovaskuler atau rata rata metabolisme yang
meningkat.
e. Depresi narkotik, respirasi cepat, dangkal 10 x/menit
f. Keadekuatan expansi paru, kesimetrisan
g. Auskultasi paru : efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
h. Inspeksi: pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu
pernafasan diafragma, retraksi sternal Thorax Drain.
2. Sistem Kardiovaskuler
a. Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30
menit (4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi
stabil.
b. Depresi miokard, shock, perdarahan atau overdistensi.
c. Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung shock, nyeri,
hypothermia.
d. Nadi meningkat
e. Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran
ektremitas).
f. Trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).
g. Homan’s saign Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
h. Inspeksi : membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit,
balutan. NG tube, out put urine, drainage luka.
i. Ukur cairan
j. Kaji intake / out put.
k. Monitor cairan intravena dan tekanan darah
3. Sistem Persyarafan semua klien dengan anesthesia umum.
a. Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran depresi fungsi motor.
b. Respon pupil, kekuatan otot, koordinasi.
c. Klien dengan bedah kepala leher
4. Sistem Perkemihan
a. Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal.
19
b. Retensio urine. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi abdomen
bawah (distensi buli-buli).
c. Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi kaji warna, jumlah urine, out
put urine
d. Dower catheter < komplikasi ginjal 30 ml / jam
5. Sistem Gastrointestinal
a. 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan
stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah
kepala dan leher serta TIO meningkat.
b. Mual muntah
c. Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. suara usus
(-), distensi abdomen, tidak flatus.
d. Kaji paralitic ileus
e. Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung.
f. Meningkatkan istirahat.
g. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah
h. Memonitor perdarahan
i. Mencegah obstruksi usus.
j. Irigasi atau pemberian obat.
k. Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
6. Sistem Integumen
Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma,
malnutrisi, obat-obat steroid. Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan –
satu tahun. Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan:
a. Infeksi luka
b. Diostensi dari udema / palitik ileus.
c. Tekanan pada daerah luka.
d. Dehiscence
e. Eviscerasi
f. Drain dan Balutan
20
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang
PAR (Jumlah, warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal
observasi), dan minimal tiap 8 jam saat di ruangan.
7. Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi
intra operative. Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan
darah, hypertensi, diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum
dan setelah pemberian analgetika.
8. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk memonitor komplikasi . Pemeriksaan didasarkan pada
prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative.
Test yang lazim adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.
E. Diagnosa keperawatan
1. Resiko Infeksi berhubungan dengan insisi bedah.
21
F. Rencana Tindakan Keperawatan
22
menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
bila perlu
23
Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
c. Intoleransi NOC : NIC :
Activity Therapy
aktivitas b/d agen Self Care : ADLs Kolaborasikan dengan
cidera. Kriteria Hasil : Tenaga Rehabilitasi
Medik
Berpartisipasi dalammerencanakan
dalam aktivitas progran terapi yang tepat.
fisik tanpa Bantu klien untuk
disertai mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
peningkatan
Bantu untuk memilih
tekanan darah, aktivitas konsisten
nadi dan RR yangsesuai dengan
Mampu kemampuan fisik,
melakukan psikologi dan social
aktivitas sehari Bantu untuk
hari (ADLs) mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
secara mandiri
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan
24
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
Bantu untu
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik,
emoi, social dan spiritual.
25
BAB 4
Asuhan Keperawatan Pada Tn.”Y” dengan post op laparatomi ec
App Perforasi Di Ruang Bedah
Rumah Sakit Cinta Sejati
Laki-laki berusia 40 tahun datang ke rumah sakit dengan nyeri perut kurang lebih 3 hari
sebelum datang ke rumah sakit, nyeri menjalar sampai ke pinggang, mual dan muntah,
setelah dilakukan pemeriksaan klien didiagnosa menderita apendicitis akut dan segera
dilakukan operasi. Didapatkan TD: 110/70 mmhg, S: 36,5 0C, N: 90 x/menit, RR : 20 x.
I. PENGKAJIAN
A. Tanggal Masuk : 20 November 2018
B. Jam masuk : 05.00 WIB
C. TanggalPengkajian : 21 November 2018
D. JamPengkajian : 08.30 WIB
E. No.RM : 9005025
F. Identitas
1. Identitaspasien
a. Nama : Tn.Y
b. Umur : 49 Tahun
c. Jeniskelamin : Laki-Laki
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMP
f. Pekerjaan : Wiraswasta
g. Alamat : Pemulutan, Bintaro
h. Status Pernikahan : Kawin
2. PenanggungJawabPasien
a. Nama : Ny.C
b. Umur : 43 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMP
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Alamat : Pemulutan, Bintaro
h. Hub. Dengan PX : Istri
26
G. Pengkajian
1. Primary Survey
a. Airway
1) Posisi kepala : Sejajar menghadap ke atas
2) Secret / sputum : Tidak ada
3) Reflek batuk : Tidak ada
4) Lidah jatuh : Tidak, Posisi lidah normal
5) Benda asing : Tidak ada
6) Gigi : Bersih, tidak ada karies
7) Epistaksis : Tidak ada
8) Data lain : Clear, tidak terjadi masalah
b. Breathing
1) Frekuensi nafas : 20 kali per menit
2) Irama nafas : Teratur
3) Suara nafas : Normal
4) Kedalaman nafas : Normal
5) Pola nafas : Normal
6) Jenis pernafasan : Pernafasan Dada
7) Suara tambahan : Tidak ada
8) Ekspansi dada : Normal
9) Batuk : Tidak ada
10) Data lain : Spontan dengan O2 nrbm 10 lpm
c. Circulation
1) Tekananan darah : 110/70 mmhg
2) Bunyi jantung : Normal
3) Akral : Hangat
4) Sianosis : Tidak
5) CRT : <2 detik
6) Suhu :36,5 0C
7) Odem : Tidak terjadi odem
8) Tremor : Tidak
9) Data lain : Nadi 90 x/menit
d. Disability
27
1) Kesadaran : Composmetris
2) GCS : F:4 V:5 M:6
3) Respon nyeri : Ada
4) Respon bicara : Jelas
5) Reflek pupil : Ada
6) Spasme otot: Ada
7) Parastesia : Tidak ada
8) ROM : Pasif
9) Data lain : Klien tampak lemah, lemas, lesu, nampak tirah baring, jarang
bergerak.
e. Exposure
1) Cedera : Tidak ada
2) Kerusakan jaringan : Ada
3) Dislokasi : Tidak ada
4) Luka : Ada di bagian abdomen bawah sebelah kanan
5) Odem : Tidak ada
6) Data lain : Klien tampak meringis menahan nyeri skala 5 dan terlihat bekas
luka post op
2. Secondary Survey
a. Keadaan Umum
a. Status gizi: Gemuk Normal Kurus
BeratBadan : 63 kg TinggiBadan : 170 cm
b. Sikap : Tenang Gelisah Menahan nyeri
b. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing (B1)
a. Bentuk dada: Simetris
b. Frekuensi nafas : 20 kali per menit
c. Kedalaman nafas : Normal
d. Jenis pernafasan : Pernafasan dada
e. Pola nafas : Normal
f. Retraksi otot bantu : Tidak ada
g. Irama nafas : Teratur
h. Ekspansi paru : Normal
28
i. Vocal fremitus : Normal
j. Nyeri : Ada nyeri di sekitar luka bekas operasi
k. Batas paru : Normal
l. Suara nafas : Normal
m. Suara tambahan :Tidak ada
n. Data lain : terpasang Naso Gastric Tube di hidung
o. Pemeriksaan penunjang :
Hasil laboratorium
No Nilai Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12,9 13,2-17,3 g/dl
Leukosit 7000 4000-11000/ Cmm
Trombosit 379.000 150.000-400.000
Sel/Mm3
Hematokrit 37 Lk 40 – 48 %
Pr 37-43%
Eosinofil 0 1-3%
Batang 2 2-6%
Segmen 66 50-70%
Limfosit 24 20-40%
Monosit 6 2-8%
Ureum 153 20-40mg/adl
Creatinin 3,8 1:0,9-1,3mg/adl
c. TerapiMedik
No Jenis Indikasi Cara Dosis
pemberian
1. Metrodinazol Mencegah infeksi IVFD 500 mg
2. Ringer laktat Mengembalikan IVFD 500 mg
elektrolirt pada
dehidrasi
3. Inj. Ceftiaxone Mencegah infeksi IV 2x1 gr
pada intra
abdomen
4. Inj. Keterolac Penataleksanaan IV 3x30 mg
nyeri jangka
pendek, Nyeri
kaut, sedang –
berat setelah
operasi.
Data Obyektif :
hidung
31
- S: 36,5 0C.
- RR: 20x/m,
- Nadi: 90 x/m.
10
Data Obyektif :
umbilicus.
- Tanda Infeksi:
3
Data Subyektif :
Agen cidera Intoleransi
- Klien mengatakan lemas. aktivitas
Data Obyektif :
32
Tingkat ketergantungan : III (Total care)
V. IMPLEMENTASI
N HARI/ JAM TINDAKAN KEPERAWATAN RESPON
O TGL
.
D
X
1 21 Nov 08.35 1. melakukan pengkajian nyeri 1. Klien mengeluh susah
2018 secara komprehensif termasuk tidur karena nyeri
lokasi, karakteristik, durasi,
08.40 hilang timbul di daerah
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi bekas operasi.
1 08.45 2. mengobservasi reaksi nonverbal 2. Klien tampak
dari ketidaknyamanan
08.50 meringis menahan
mengkaji kultur yang
35
mempengaruhi respon nyeri nyeri.
1 09.00 3.membantu pasien dan keluarga 3. Klien nyaman jika
untuk mencari dan menemukan
tidak banyak bergerak.
dukungan
1 09.15 4.mengkontrol lingkungan yang 4. Klien mampu
dapat mempengaruhi nyeri melakukan relaksasi
memilih dan lakukan penanganan
Nafas dalam
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal) 5. Nyeri tidak timbul
1 5.mengkaji tipe dan sumber nyeri ketika klien tidak
untuk menentukan intervensi
banyak bergerak.
mengajarkan tentang teknik non
farmakologi.
36
No.dx Hari/tgl Jam Tindakan keperawatan Respon
3 21 nov 10.15 membantu untuk klien bersedia
memilih aktivitas
2018 melakukan gerakan
konsisten yang sesuai
dengan kemampuan selama nyeri tidak
fisik, psikologi dan
dirasakan.
social
3 10,20 membantu klien untuk Klien tidak mau
membuat jadwal
bergerak jika tidak
latihan diwaktu luang
3 membantu perlu.
pasien/keluarga untuk
10.25 Keluarga
mengidentifikasi
3 kekurangan dalam membantu klien
10.35 beraktivitas
untuk bergerak
menyediakan
3 penguatan positif bagi sebisa mungkin.
yang aktif beraktivitas
10.40 Klien yakin akan
membantu pasien
untuk segera sembuh.
3 mengembangkan
Klien tampak
motivasi diri dan
penguatan meringis jika
memonitor respon
bergerak
fisik, emoi, social dan berlebihan.
spiritual
VI.EVALUASI
No Tanggal Jam SOAP Paraf
1 27 nov S : klien mengatakan nyeri berkurang
2017 O:
- KU Lemah
- Muntah +
- TD 110/800 mmhg
- RR : 20
- S : 36,5 0C
- N: 99
- Skala 4 rentang dari 1 sampai 10
37
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
38
- Anjurkan klien untuk miring
kanan/kiri
- Libatkan keluarga dalam ADL klien
Kaji tingkat ketergantungan klien
39
BAB V
5.1 Kesimpulan
Perawatan pasca operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada
kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi. Monitoring lebih ketat dilakukan
pada pasien dengan risiko tinggi seperti kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi
berat,sepsis, dan gangguan organ penting, seperti otak. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan
tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta
pemulangan.
5.2 Saran
Saran Bagi Mahasiswa
Bagi system keilmuan khususnya bagi ilmu keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan ketersediaan teori-teori mengenai asuhan keperawatan pada klien
dengan luka apendisitis. Hal ini diharapkan dapat mrnjadi sumber informasi untuk
dijadikan pedoman bagi pelaksanaan asuhan keperawatan apendisitis perforasi dan
bermanfaat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperwatan dimasa yang akan
datang.
Saran Bagi Pelayanan
Diharapkan dalam perawatan luka apendisitis perawat dapat mengembangkan
keterampilan kliniknya dalam melakukan asuhan keperwatan khususnya
apendisitis perforasi, pihak manajemen rumah sakit diharapkan juga terus
memfasilitasi pelaksanaan asuhan keperawatan dengan sarana dan prasarana yang
memadai, dan terus mendukung keterampilan perawat dengan meningkatkan
aktivitas pelatihan dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya yang dapat diikuti
perawat secara berjunjung dan berkesinambungan
40
41