Anda di halaman 1dari 18

KISTA BARTOLINI

I. PENDAHULUAN

Kelenjar bartolini adalah kelenjar bilateral yang terletak pada vulva,


normalnya diameter kurang dari 1 cm, dan sekresi mukus untuk lubrikasi vagina.
Kelenjar bartolini mempunyai fungsi yang sama dengan kelenjar Cowper
(kelenjar bulbouretral) pada laki-laki. Pada masa pubertas, kelenjar ini mulai
berfungsi, memberikan kelembaban pada vagina. Kelenjar bartolini berkembang
dari tunas di epitel daerah posterior vestibuli. Kelenjar terletak bilateral pada dasar
labia minora dan tepi cincin himen. Kelenjar ini biasanya seukuran kacang polong
dan jarang lebih dari 1 cm. Kelenjar ini normalnya tidak teraba pada pemeriksaan
palpasi.3 Duktus pada bartolini, normalnya dilapisi oleh epitel transisional.
Kelenjar bartolini dapat membesar dan melebar jika duktus tersumbat,
kebanyakan kejadian setelah trauma, atau bahkan setelah pembedahan perbaikan
kompartemen posterior dari vagina, juga biasa terjadi akibat infeksi dari
gonococcal. Tatalaksana wanita dengan kista kelenjar bartolini yang simptomatik
secara khusus tergantung pada perlangsungan obstruksi pada duktus yang akut
dan disertai inflamasi dan atau abses atau kronik dan non infeksi. Kebanyakan
wanita tanpa gejala dan tidak sadar akan adanya kista hingga menjalani
pemeriksaan ginekologi.1

Kista non infeksi normalnya dalam kisaran ukuran 1 cm hingga 3 cm,


tidak menyebabkan nyeri, dan perkembangannya lambat. Jika menjadi infeksi,
kista kelenjar bartolini dapat membentuk abses yang secara cepat meningkatkan
ukuran dalam beberapa hari dan sangat nyeri. Untuk penyembuhannya, abses pada
kista bartolini biasanya harus melalui drainase. 1

II. EPIDEMIOLOGI
Dua persen wanita mengalami kista bartolini atau abses bartolini semasa
hidupnya.2 Abses umumnya hampir tiga kali lebih sering dari pada kista. Salah satu
penelitian kasus-kontrol menemukan bahwa wanita kulit putih dan kulit hitam
lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses dari pada wanita
hispanik, dan bahwa wanita dengan paritas tinggi memiliki risiko terendah.

1
Involusi bertahap dari kelenjar bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita
mencapai usia 30 tahun. Hal ini dapat menjelaskan lebih sering terjadinya kista dan
abses bartolini selama masa reproduksi, khususnya antara 20 sampai 29 tahun.2
Setelah menopause, jarang terjadi kista dan abses bartolini dan harus meningkatkan
kecurigaan terhadap neoplasia. Karsinoma kelenjar bartolini langka terjadi, insiden
mendekati 0,1 per 100.000 perempuan. Mayoritas lesi adalah karsinoma skuamosa
atau adenokarsinoma.3

Gambar 1. Pembesaran pada kelenjar bartholini yang asimetris.

III. DEFINISI

Kelenjar bartolini ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli


anatomi Belanda pada tahun 1677.9 Kista bartolini merupakan kista berukuran
relatif besar yang paling sering dijumpai. Kelenjar bartolini terletak pada 1/3
posterior dari setiap labium mayus dan muara dari duktus sekretorius dari kelenjar
ini, berada tepat di depan (eksternal) himen pada posisi jam 4 dan 8. Pembesaran
kistik tersebut terjadi akibat jaringan parut setelah infeksi (terutama disebabkan
2
oleh neisseria gonorea dan kadang-kadang streptokokus atau stafilokokus) atau
trauma yang kemudian menyebabkan sumbatan pada saluran ekskresi kelenjar
bartolini. Bila pembesaran kelenjar bartolini terjadi pada usia pascamenopause,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara seksama terkait dengan resiko tinggi
terhadap keganasan.

Gambar 2. Anatomi kelenjar bartolini10

Peradangan pada kista yang terbentuk akibat sumbatan duktus sekretorius


dan kelenjar bartolini dapat juga terjadi secara kronis dan berlangsung hingga
bertahun-tahun. Untuk jenis ini, biasanya diameter indurasi kista, tidak mencapai
ukuran yang besar sehingga penderita juga tidak menyadari adanya kelainan ini.
Lokasi kista juga berda di dinding sebelah dalam pada 1/3 bawah labium mayus.
Infeksi sekunder atau eksaserbasi akut yang berat dapat menyebabkan indurasi
yang luas, reaksi peradangan, dan nyeri sehingga menimbulkan gejala klinik
berupa nyeri, dispareunia, ataupun demam.4

3
Kista dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau pada duktusnya
termasuk duktus kecil dan kelenjar asinus. Kista dapat unilobuler atau
multilobuler. Kista Bartolini adalah kista ynag paling umum terjadi pada vulva
labia mayor, menyerang kira-kira pada 2% wanita, terutama saat usia reproduktif.
Normalnya kista ini tidak menimbulkan rasa sakit, berkembang secara perlahan
dan dapat menghilang secara perlahan tanpa pengobatan. Kista bartolini biasanya
kecil, antara ibu jari dan bola pingpong bahkan sebesar telur ayam, tidak terasa
nyeri dan tidak mengganggu koitus, bahkan kadang tidak disadari oleh
penderita.4,5,7

IV. ANATOMI

Gambar 3. Genitalia eksterna (pudendum atau vulva) dan Perinuem5

4
IV.1 Vulva

Vulva ialah tempat bermuaranya sistem urogenital. Disebelah luar vulva


dilingkari oleh labia mayora yang ke arah belakang menyatu membentuk
kommissura posterior dan perineum. Dibawah kulitnya terdapat jaringan lemak
serupa dengan yang ada di mons veneris. Medial dari labia mayora ditemukan
labia minora yang ke arah perineum menjadi satu dan membentuk frenulum
labiorum pudendi. Di depan frenulum ini terletak fossa navikulare. Kanan dan kiri
dekat fossa navikulare dapat dilihat dua lubang kecil tempat saluran kedua
glandula bartolini bermuara. Ke depan labia minora menjadi satu dan membentuk
prepusium klitoridis dan frenulum klitoridis. Di bawah prepusium klitoridis
terletak klitoris. Kira-kira 1,5 cm di bawah klitoris terdapat orifisium uretra
eksterna (lubang kemih). Di kanan kiri lubang kemih ini terdapat dua lubang kecil
dari saluran yang buntu (duktus parauretralis atau duktus scene).4

IV.2 Vagina

Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna. Introitus


vagina tertutup sebagian oleh himen (selaput darah), suatu lipatan selaput
setempat. Pada seorang virgo selaput daranya masih utuh, dan lubang selaput dara
( hiatus himenalis) umumnya hanya dapat dilalui oleh jari kelingking.
Vagina berukuran di depan 6.5 cm dan di belakang 9.5 cm, sumbunya
berjalan kira-kira sejajar dengan arah pinggir bawah simfisis ke promontorium.
Arah ini penting diketahui jika memasukkan jari ke vagina pada pemeriksaan
ginekologik.
Selama pertumbuhan janin dalam uterus,secara embriologis 2/3 bagian atas
vagina berasal dari duktus Mulleri (asal dari endoderm). Sedangkan 1/3 bagian
bawahnya berasal dari lipatan-lipatan ektoderm. Hal ini penting untuk
menghadapi kelainan-kelainan bawaan.
Epitel vagina terdiri atas epitel skuamosa. Lapisan ini terdiri dari beberapa
lapis epitel gepeng tidak bertanduk dan tidak mengandung kelenjar, tetapi dapat
mengadakan transudasi. Pada anak kecil epitel itu sangat tipis sehingga mudah
terinfeksi, khususnya oleh gonokokkus.

5
Mukosa vagina berlipat-lipat horizontal, lipatan itu dinamakan rugae,
dibagian depan dan belakang ada bagian yang lebih mengeras, disebut kolumna
rugarum.di bawah epitel vagina terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak
pembuluh darah. Dibawah jaringan ikat terdapat otot-otot dengan susunan yang
serupa dengan susunan otot usus.
Sebelah luar otot-otot terdapat fasia (jaringan ikat) yang akan berkurang
elastisitasnya pada perempuan yang lanjut usianya. Di sebelah depan dinding
vagina bagian bawah terdapat uretra sepanjag 2.5 cm – 4 cm. Bagian atas vagina
berbatasan dengan kandung kemih sampai ke forniks vagina anterior. Dinding
belakang vagina lebih panjang dan membentuk forniks posterior yang lebih jauh
daripada forniks anterior. Di samping kedua forniks itu dikenal pula forniks
lateralis sinistra dan dekstra.4
IV.3 Kelenjar Sken
Kelenjar Sken atau kelenjar parauretra sama fungsinya dengan prostat pada
laki-laki. Kelenjar ini bercabang dan berdekatan dengan uretra bagian distal.
Biasanya, kelenjar sken sejajar dengan sumbu panjang uretra sekitar 1 cm sebelum
membuka kedalam uretra distal. Kadang-kadang saluran ini terbuka ke daerah
diluar lubang uretra. Saluran kelenjar sken terbuka pada permukaan posteriornya.
Kelenjar sken adalah kelenjar parauretra yang terbesar.
IV.4 Kelenjar Bartolini
Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar
bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar,
dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi himen.
Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini
tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau
melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. Kelenjar bartolini diperdarahi
oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervus
hemoroidal inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari
bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual
dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai
lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm

6
yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral himen, normalnya kelenjar
bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palapasi.

V. ETIOLOGI

Kista Bartolini disebabkan oleh sumbatan terutama pada duktus, termasuk


duktus kecil dan kelenjar asinus. Sumbatan dapat disebabkan oleh karena mukus
yang mengental, infeksi, trauma, inflamasi kronik atau gangguan kongenital.
Sekresi yang dihasilkan oleh kelenjar terakumulasi dan menyebabkan kelenjar
membesar dan membentuk kista.4-7

VI. PATOGENESIS

Kelenjar Bartolini menghasilkan cairan yang membasahi vagina mulai


masa pubertas, yang selain berfungsi untuk melumasi vagina pada saat
berhubungan, juga pada kondisi normal. Kista Bartolini terjadi karena adanya
sumbatan pada salah satu duktus sehingga mukus yang dihasilkan tidak dapat
disekresi. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan sekresi. Sumbatan dapat
disebabkan oleh mukus yang mengental, infeksi, inflamasi kronik, trauma atau
gangguan kongenital. Jika terjadi infeksi pada kista Bartolini maka kista ini dapat
berubah menjadi abses, yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan sangat
nyeri. Namun kista tidak selalu harus ada mendahului terbentuknya abses.2

VII. DIAGNOSIS

VII.1 Gejala Klinis

Kista Bartolini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang


dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu
koitus. Jika kista Bartolini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya
asimptomatik. Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang
nyaman saat berjalan atau duduk. Gejala yang paling umum seperti nyeri,
dispareunia, rasa tidak nyaman saat duduk atau berjalan. Tanda kista bartolini
yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi
vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.4,6

7
Bila pembesaran kistik ini tidak disertai dengan infeksi lanjutan atau
sekunder, umunya tidak akan menimbulkan gejala-gejala khusus dan hanya
dikenali melalui palpasi. Sementara itu, infeksi akut disertai penyumbatan,
indurasi, dan peradangan. Gejala akut inilah yang sering membawa penderita
untuk memeriksakan dirinya. Gejala utama akibat infeksi biasanya berupa
nyeri sentuh dan dispareunia. Pada tahap supuratif, dimana sudah terjadi
abses, maka rasa nyeri dan ketegangan dinding kista menjadi sedikit
berkurang disertai dengan penipisan dinding di area yang lebih putih dari
sekitarnya. Umumnya hanya terjadi gejala dan keluhan lokal dan tidak
menimbulkan gejala sistemik kecuali apabila terjadi infeksi yang berat dan
luas.4

VII.2 Anamnesis

Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu


diagnosis. Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti :
1. Panas
2. Gatal
3. Sudah berapa lama gejala berlangsung
4. Kapan mulai muncul
5. Faktor yang memperberat gejala
6. Apakah pernah berganti pasangan seks
7. Keluhan saat berhubungan
8. Riwayat penyakit menular seks sebelumnya
9. Riwayat penyakit kulit dalam keluarga
10. Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin
11. Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi
12. Riwayat pengobatan sebelumnya

Kista atau abses bartolini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik,


khususnya dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis
dengan posisi litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan
terjadi pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium
8
minus posterior. Jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan
untuk mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui
ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan
Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti
serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak
dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat
yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai
keganasan.3

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kista Bartolini tergantung pada beberapa faktor seperti
gejala klinik (nyeri atau tidak), ukuran kista dan terinfeksi tidaknya kista. Kista
Bartolini yang asimptomatik pada penderita dibawah usia 40 tahun tidak
membutuhkan pengobatan. Pada beberapa kasus, kista kecil hanya perlu diamati
beberapa waktu untuk melihat ada tidaknya pembesaran.
Beberapa prosedur yang dapat dilakukan :
1. Medikamentosa
Kelenjar bartolini atau kista duktus bartolini yang terinfeksi harus
diterapi dengan antibiotik (misalnya ceftriaxone 125 mg intramuskular
atau cefixime 400 mg oral); Clindamycin dapat ditambahkan untuk bakteri
anaerob. Azitromycin ditambahkan jika terdapat adanya kuman Chamydia
trachomatis.
2. Sitz Bath
Perawatan terhadap kista Bartolini secara sederhana yang dapat
dilakukan di rumah. Caranya, dengan duduk di dalam bak mandi (bathtub)
yang diisi dengan beberapa inci air hangat dimana bokong dan daerah
genital harus terendam air dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan
membantu proses penyembuhan. Hal ini dapat dilakukan selama 10-15
menit, 3-4 kali dalam sehari.

9
3. Word catheter
Teknik ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1952, lalu
dimodifikasi pada tahun 1964. Awalnya dilakukan anestesi lokal pada
daerah sekitar kista. Zat anestesi yang biasa digunakan adalah lidokain 3-
5mg/KgBB atau bupivakain 175mg (dalam epinefrin), diinjeksikan pada
submukosa sekeliling kista. Dinding kista ditarik dengan menggunakan
forcep kecil, lalu diinsisi sedalam 1-1.5cm dengan menggunakan scalpel
no.11. Penting untuk menarik dinding kista sebelum insisi dilakukan, jika
tidak demikian maka kemungkinan dapat mengakibatkan kolaps kista.
Insisi tidak boleh dilakukan di luar labium karena dapat terbentuk fistel
yang permanen. 2

Gambar 4. Pemasangan ward catheter

Ward catheter merupakan kateter kecil yang terbuat dari karet


dengan balon pada ujungnya, kateter ini dimasukkan ke dalam luka insisi
setelah dilakukan drainase cairan kista. Sebelum dimasukkan melalui
kateter lalu diinjeksikan 2-3ml cairan salin untuk mengembangkan balon.
Balon yang terisi salin akan mengembang dan akan menahan kateter tetap
di dalam kavitas kista. Sementara ujung kateter yang lain ditempatkan di
dalam vagina. Agar terjadi epitelisasi pada daerah insisi, word catheter
dipasang selama 4-6 minggu, hal ini juga bertujuan untuk memperkecil
rekurensi.

10
Alat dan bahan pendukung pada Wood kateter

1. Sarung tangan steril


2. Larutan yodium
3. Lidocaine (Xylocaine), 1 % atau 2 %
4. 30-gauge, jarum 1-inci dengan spoit 5 ml untuk menyuntikkan
lidokain
5. Wood kateter
6. Larutan garam, 3 mL
7. 25-gauge, jarum 1-inci dengan spoit 3 ml untuk menggembungkan
balon dengan larutan garam
8. Klem kecil untuk memegang dinding kista
9. Scalpel no 11
10. Gauzepads, 4 x 4 inci
11. Hemostat untuk memecah loculasi

Tabel 1. Alat dan bahan pendukung pada Word Kateter.2( Management of


Bartholin Duct Cyst,Am Fam physician;2003).

Gambar 5. Word kateter yang dikembangkan.2( Management of Bartholin


Duct Cyst,Am Fam physician;2003).
11
4. Marsupialisasi
Marsupialisasi dilakukan jika kista rekuren setelah terapi dengan
Word Catheter atau jika dokter memilih marsupialisasi sebagai terapi
pilihan pertama. Prosedur dapat dilakukan jika terdapat abses. Setelah
sterilisasi kista dan daerah sekitarnya, diikuti dengan anestesi lokal, kista
ditarik dengan forceps kecil, lalu dengan menggunakan scalpel no.11
dibuat insisi secara vertikal ditengah kista, diluar cincin hymen. Lebar
insisi sekitar 1.5-3cm, tergantung ukuran kista dan harus cukup dalam agar
mencakup vestibular dan dinding kista bagian dalam. Setelah insisi, cairan
dalam kista akan keluar secara spontan. Dinding kista kemudian dijahit ke
mukosa vestibulum dengan menggunakan jarum kecil dan benang dari
bahan yang dapat diabsorbsi. Sitz Bath sebaiknya mulai dilakukan pada
hari pertama post operasi. Sekitar 5-15% kasus kista Bartolini yang
rekuren terjadi setelah marsupialisasi. Adapun komplikasi dari prosedur
semacam ini berupa dispareunia, hematom dan infeksi. Metode ini tidak
dapat dilakukan jika terjadi abses Bartolini.2
Alat dan bahan untuk teknik Marsupilasi

1. Sarung tangan steril


2. Larutan yodium
3. Lidocaine (Xylocaine), 1% atau 2%
4. 25-gauge, jarum 1-inci dengan spoit 5 mL untuk
menyuntikkan lidokain
5. Scalpelno 11
6. Dua hemostat kecil untuk memegang dinding kista
7. Gauzepads, 4 x 4 inci
8. Hemostat untuk memecah loculasi
9. Jarum kecil berulir dengan 2-0 jahitan absorbable
10. Needle holder
11. Gunting

Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam teknik Marsupilasi.2


( Management of Bartholin Duct Cyst,Am Fam physician;2003).
12
Gambar 6.Marsupilasi kista bartolini.2.Gambar kiri : Dilakukan insisi vertical
pada bagian tengah kista, kemudian mukosa sekitarnya di pisahkan.2Gambar
kanan : Dinding kista dieversi dan ditempelkan pada tepi mukosa vestibular
dengan jahitan interuptus.2( Management of Bartholin Duct Cyst,Am Fam
physician;2003)

5. Eksisi
Eksisi dapat dilakukan pada kista yang cenderung berulang
beberapa kali. Prosedur ini tidak dapat dilakukan ditempat praktek,
melainkan dikamar operasi karena dapat terjadi perdarahan dari vena-vena
sekitarnya. Prosedur ini menggunakan anestesi umum dan dapat
menimbulkan hemoragik, hematom, infeksi sekunder dan dispareunia
akibat pembentukan jaringan parut. Eksisi kelenjar Bartolini dilakukan
jika tidak ada infeksi aktif. Jika sebelumnya telah dilakukan beberapa
tindakan untuk drainase kista maka kemungkinan ada perlengketan yang
dapat mempersulit eksisi dan dapat menimbulkan jaringan parut yang
disertai nyeri kronis postoperasi. Beberapa peneliti menyarankan eksisi
pada kelenjar Bartolini untuk mencegah adenokarsinoma jika kista
menyerang pada usia >40tahun, meskipun adenokarsinoma pada kelenjar
Bartolini termasuk dalam kasus yang jarang terjadi.

13
IX. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa jenis lesi vulva dan vagina dapat menyerupai kista Bartolini.
Diagnosis banding dari kista bartolini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Lesi Lokasi Karakteristik

1. Lesi kistik
a. Kista Bartolini Vestibula Biasanya unilateral, asimtomatik
bila masih kecil.

b. Kista Inklusi Labium Jinak, mobile, nyeri tekan


Epidermal mayor(Biasanya) disebabkan oleh trauma atau
obstruksi saluran polisebasea

c. Kista Mukosa Labium minor, Lembut, kurang dari 2 cm,


vestibule vestibula, daerah permukaan halus, lokasi dangkal;
periclitoral soliter atau multiple; biasanya
asimtomatik

d. Hidradenoma Diantara labium mayor Jinak, tumbuh lambat, nodul kecil


papilliferum dan labium minor (2 mm sampai 3cm); muncul dari
kelenjar keringat apokrin

e. Kista dari kanal Nuck Labium mayor, mons Lembut, kompresibel; peritoneum
pubis terperangkap dalam putaran
ligamen; mungkin seperti hernia
inguinalis

f. Kista duktus Skene Dekat dengan meatus Jinak, tanpa gejala, jika besar,
uretra di vestubula dapat menyebabkan obstruksi
uretra dan retensi urin.

14
2. Lesi padat
a. Fibroma
Labium mayor, Tanpa gejala,dapat menyebabkan
perineum, vagina. pedikel,dapat mengalami
degenerasi myxomatous sebagai
potensi keganasan.

b. Lipoma
Labium mayor ,klitoris Jinak, lambat tumbuh, sessil atau
pedunkulata.

c. Leiomyoma
Labium mayora Jarang, soliter, firm, muncul dari
otot polos.

d. Acrochordon
Labium mayora Jinak, berotot, ukuran bervariasi,
biasanya pedunkulata, bisa juga
sessile, tampak poliploid.

e. Neurofibroma
Multicentrik Kecil, berotot, tampak poliploid,
multiple, berhubungan dengan
penyakit Von Reikling housen.

f. Angiokeratoma
Multisentik Jarang, jinak, vascular, ukuran
dan bentuk bervariasi, tunggal
atau multiple, berhubungan dan
diperburuk oleh kehamilan,
berhubungan dengan penyakit
Fabry

g. Karsinoma sel
Multisentrik Behubungan dengan penyakit
Skuamousa
epitel jinak pada wanita dan
infeksi HPV pada wanita muda.

15
16
X. PROGNOSIS
Prognosis pada kasus kista bartolini lebih baik dibandingkan dengan abses
bartolini.Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20 %. Kegagalan
dalam melakukan operasi dapat mengakibatkan perdarahan pasca operasi dan
memperlambat penyembuhan. Pasien mungkin menderita kesakitan, jaringan
parut dan ketidak nyamanan. Kehilangan sekresi dapat menyebabkan kelenjar
mengalami gangguan fungsi. Tetapi pada kasus kekambuhan dapat dilakukan
eksisi jika tidak terdapat tanda infeksi.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Jonathan Solnik, Marsupialization of Bartholin Gland Cyst. In : Rock JA,
Jones HW,eds. Telinde’s Atlas of Gynecology Surgery,Philadelphia,PA :
Lippincott Williams dan Wilkins; 2014: 73-77
2. Omole F, Simmons BJ, Hacker Y. Management of Bartholin’s Duct Cyst
and Gland Abscess. Am Fam Physician 2003 Jul 1;68(1):135-140.
3. Shorge O John, Joseph I Schaffer, Lisa M Halvorson, Barbara L Hoffman,
Karen D Bradsaw, F Gary Cunningham. Williams Gynecology. The
McGraw-Hill Companies. 2008. Section 1 Chapter 4.
4. Anwar Moch,Baziad Ali, Prabowo Prajitno, Tumor Jinak Vulva,Kista
Bartolini dalam Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. PT bina pustaka sarwono.
Jakarta. 2011. Hal 252-3
5. Miranda Farage, Maibach Howard, Common Disease of Vulva in The
Vulva,Anatomy,Physiology,and Pathology.informa healthcare.
Newyork.2006
6. Stenchever MA, Droegemueller W, Herbst AL, Mishell DR,infection of
the lower genital tract : vulva,vagina,cervix,toxic shock syndrome,HIV
infections in Comprehensive Gynecology 4th ed. Chapter
22.USA:Mosby.Inc, 2007.
7. Treat Bartholin Gland Cyst and Abscesses with a Simple Solution
(editorial). Cook Medical 2011.
8. Cited from american academy of family physician, Office Management of
Bartholin Gland Cysts and Abcess
9. Wahyuni ET, Amiruddin MD, Mappiasse A. Bartholin’s Abcess caused by
Eschericia colli. IJVD. 2012. P. 68-72.

10. Margesson LJ, Danby FW. Diseases and Disorders of the Female Genitalia.
In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. United States of
America. McGraw-Hill Companies,:2012. P. 1250.

18

Anda mungkin juga menyukai