Kista Bartolini
Kista Bartolini
I. PENDAHULUAN
II. EPIDEMIOLOGI
Dua persen wanita mengalami kista bartolini atau abses bartolini semasa
hidupnya.2 Abses umumnya hampir tiga kali lebih sering dari pada kista. Salah satu
penelitian kasus-kontrol menemukan bahwa wanita kulit putih dan kulit hitam
lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses dari pada wanita
hispanik, dan bahwa wanita dengan paritas tinggi memiliki risiko terendah.
1
Involusi bertahap dari kelenjar bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita
mencapai usia 30 tahun. Hal ini dapat menjelaskan lebih sering terjadinya kista dan
abses bartolini selama masa reproduksi, khususnya antara 20 sampai 29 tahun.2
Setelah menopause, jarang terjadi kista dan abses bartolini dan harus meningkatkan
kecurigaan terhadap neoplasia. Karsinoma kelenjar bartolini langka terjadi, insiden
mendekati 0,1 per 100.000 perempuan. Mayoritas lesi adalah karsinoma skuamosa
atau adenokarsinoma.3
III. DEFINISI
3
Kista dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau pada duktusnya
termasuk duktus kecil dan kelenjar asinus. Kista dapat unilobuler atau
multilobuler. Kista Bartolini adalah kista ynag paling umum terjadi pada vulva
labia mayor, menyerang kira-kira pada 2% wanita, terutama saat usia reproduktif.
Normalnya kista ini tidak menimbulkan rasa sakit, berkembang secara perlahan
dan dapat menghilang secara perlahan tanpa pengobatan. Kista bartolini biasanya
kecil, antara ibu jari dan bola pingpong bahkan sebesar telur ayam, tidak terasa
nyeri dan tidak mengganggu koitus, bahkan kadang tidak disadari oleh
penderita.4,5,7
IV. ANATOMI
4
IV.1 Vulva
IV.2 Vagina
5
Mukosa vagina berlipat-lipat horizontal, lipatan itu dinamakan rugae,
dibagian depan dan belakang ada bagian yang lebih mengeras, disebut kolumna
rugarum.di bawah epitel vagina terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak
pembuluh darah. Dibawah jaringan ikat terdapat otot-otot dengan susunan yang
serupa dengan susunan otot usus.
Sebelah luar otot-otot terdapat fasia (jaringan ikat) yang akan berkurang
elastisitasnya pada perempuan yang lanjut usianya. Di sebelah depan dinding
vagina bagian bawah terdapat uretra sepanjag 2.5 cm – 4 cm. Bagian atas vagina
berbatasan dengan kandung kemih sampai ke forniks vagina anterior. Dinding
belakang vagina lebih panjang dan membentuk forniks posterior yang lebih jauh
daripada forniks anterior. Di samping kedua forniks itu dikenal pula forniks
lateralis sinistra dan dekstra.4
IV.3 Kelenjar Sken
Kelenjar Sken atau kelenjar parauretra sama fungsinya dengan prostat pada
laki-laki. Kelenjar ini bercabang dan berdekatan dengan uretra bagian distal.
Biasanya, kelenjar sken sejajar dengan sumbu panjang uretra sekitar 1 cm sebelum
membuka kedalam uretra distal. Kadang-kadang saluran ini terbuka ke daerah
diluar lubang uretra. Saluran kelenjar sken terbuka pada permukaan posteriornya.
Kelenjar sken adalah kelenjar parauretra yang terbesar.
IV.4 Kelenjar Bartolini
Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar
bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar,
dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi himen.
Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini
tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau
melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. Kelenjar bartolini diperdarahi
oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervus
hemoroidal inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari
bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual
dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai
lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2 cm
6
yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral himen, normalnya kelenjar
bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palapasi.
V. ETIOLOGI
VI. PATOGENESIS
VII. DIAGNOSIS
7
Bila pembesaran kistik ini tidak disertai dengan infeksi lanjutan atau
sekunder, umunya tidak akan menimbulkan gejala-gejala khusus dan hanya
dikenali melalui palpasi. Sementara itu, infeksi akut disertai penyumbatan,
indurasi, dan peradangan. Gejala akut inilah yang sering membawa penderita
untuk memeriksakan dirinya. Gejala utama akibat infeksi biasanya berupa
nyeri sentuh dan dispareunia. Pada tahap supuratif, dimana sudah terjadi
abses, maka rasa nyeri dan ketegangan dinding kista menjadi sedikit
berkurang disertai dengan penipisan dinding di area yang lebih putih dari
sekitarnya. Umumnya hanya terjadi gejala dan keluhan lokal dan tidak
menimbulkan gejala sistemik kecuali apabila terjadi infeksi yang berat dan
luas.4
VII.2 Anamnesis
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kista Bartolini tergantung pada beberapa faktor seperti
gejala klinik (nyeri atau tidak), ukuran kista dan terinfeksi tidaknya kista. Kista
Bartolini yang asimptomatik pada penderita dibawah usia 40 tahun tidak
membutuhkan pengobatan. Pada beberapa kasus, kista kecil hanya perlu diamati
beberapa waktu untuk melihat ada tidaknya pembesaran.
Beberapa prosedur yang dapat dilakukan :
1. Medikamentosa
Kelenjar bartolini atau kista duktus bartolini yang terinfeksi harus
diterapi dengan antibiotik (misalnya ceftriaxone 125 mg intramuskular
atau cefixime 400 mg oral); Clindamycin dapat ditambahkan untuk bakteri
anaerob. Azitromycin ditambahkan jika terdapat adanya kuman Chamydia
trachomatis.
2. Sitz Bath
Perawatan terhadap kista Bartolini secara sederhana yang dapat
dilakukan di rumah. Caranya, dengan duduk di dalam bak mandi (bathtub)
yang diisi dengan beberapa inci air hangat dimana bokong dan daerah
genital harus terendam air dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan
membantu proses penyembuhan. Hal ini dapat dilakukan selama 10-15
menit, 3-4 kali dalam sehari.
9
3. Word catheter
Teknik ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1952, lalu
dimodifikasi pada tahun 1964. Awalnya dilakukan anestesi lokal pada
daerah sekitar kista. Zat anestesi yang biasa digunakan adalah lidokain 3-
5mg/KgBB atau bupivakain 175mg (dalam epinefrin), diinjeksikan pada
submukosa sekeliling kista. Dinding kista ditarik dengan menggunakan
forcep kecil, lalu diinsisi sedalam 1-1.5cm dengan menggunakan scalpel
no.11. Penting untuk menarik dinding kista sebelum insisi dilakukan, jika
tidak demikian maka kemungkinan dapat mengakibatkan kolaps kista.
Insisi tidak boleh dilakukan di luar labium karena dapat terbentuk fistel
yang permanen. 2
10
Alat dan bahan pendukung pada Wood kateter
5. Eksisi
Eksisi dapat dilakukan pada kista yang cenderung berulang
beberapa kali. Prosedur ini tidak dapat dilakukan ditempat praktek,
melainkan dikamar operasi karena dapat terjadi perdarahan dari vena-vena
sekitarnya. Prosedur ini menggunakan anestesi umum dan dapat
menimbulkan hemoragik, hematom, infeksi sekunder dan dispareunia
akibat pembentukan jaringan parut. Eksisi kelenjar Bartolini dilakukan
jika tidak ada infeksi aktif. Jika sebelumnya telah dilakukan beberapa
tindakan untuk drainase kista maka kemungkinan ada perlengketan yang
dapat mempersulit eksisi dan dapat menimbulkan jaringan parut yang
disertai nyeri kronis postoperasi. Beberapa peneliti menyarankan eksisi
pada kelenjar Bartolini untuk mencegah adenokarsinoma jika kista
menyerang pada usia >40tahun, meskipun adenokarsinoma pada kelenjar
Bartolini termasuk dalam kasus yang jarang terjadi.
13
IX. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa jenis lesi vulva dan vagina dapat menyerupai kista Bartolini.
Diagnosis banding dari kista bartolini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
1. Lesi kistik
a. Kista Bartolini Vestibula Biasanya unilateral, asimtomatik
bila masih kecil.
e. Kista dari kanal Nuck Labium mayor, mons Lembut, kompresibel; peritoneum
pubis terperangkap dalam putaran
ligamen; mungkin seperti hernia
inguinalis
f. Kista duktus Skene Dekat dengan meatus Jinak, tanpa gejala, jika besar,
uretra di vestubula dapat menyebabkan obstruksi
uretra dan retensi urin.
14
2. Lesi padat
a. Fibroma
Labium mayor, Tanpa gejala,dapat menyebabkan
perineum, vagina. pedikel,dapat mengalami
degenerasi myxomatous sebagai
potensi keganasan.
b. Lipoma
Labium mayor ,klitoris Jinak, lambat tumbuh, sessil atau
pedunkulata.
c. Leiomyoma
Labium mayora Jarang, soliter, firm, muncul dari
otot polos.
d. Acrochordon
Labium mayora Jinak, berotot, ukuran bervariasi,
biasanya pedunkulata, bisa juga
sessile, tampak poliploid.
e. Neurofibroma
Multicentrik Kecil, berotot, tampak poliploid,
multiple, berhubungan dengan
penyakit Von Reikling housen.
f. Angiokeratoma
Multisentik Jarang, jinak, vascular, ukuran
dan bentuk bervariasi, tunggal
atau multiple, berhubungan dan
diperburuk oleh kehamilan,
berhubungan dengan penyakit
Fabry
g. Karsinoma sel
Multisentrik Behubungan dengan penyakit
Skuamousa
epitel jinak pada wanita dan
infeksi HPV pada wanita muda.
15
16
X. PROGNOSIS
Prognosis pada kasus kista bartolini lebih baik dibandingkan dengan abses
bartolini.Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20 %. Kegagalan
dalam melakukan operasi dapat mengakibatkan perdarahan pasca operasi dan
memperlambat penyembuhan. Pasien mungkin menderita kesakitan, jaringan
parut dan ketidak nyamanan. Kehilangan sekresi dapat menyebabkan kelenjar
mengalami gangguan fungsi. Tetapi pada kasus kekambuhan dapat dilakukan
eksisi jika tidak terdapat tanda infeksi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Jonathan Solnik, Marsupialization of Bartholin Gland Cyst. In : Rock JA,
Jones HW,eds. Telinde’s Atlas of Gynecology Surgery,Philadelphia,PA :
Lippincott Williams dan Wilkins; 2014: 73-77
2. Omole F, Simmons BJ, Hacker Y. Management of Bartholin’s Duct Cyst
and Gland Abscess. Am Fam Physician 2003 Jul 1;68(1):135-140.
3. Shorge O John, Joseph I Schaffer, Lisa M Halvorson, Barbara L Hoffman,
Karen D Bradsaw, F Gary Cunningham. Williams Gynecology. The
McGraw-Hill Companies. 2008. Section 1 Chapter 4.
4. Anwar Moch,Baziad Ali, Prabowo Prajitno, Tumor Jinak Vulva,Kista
Bartolini dalam Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. PT bina pustaka sarwono.
Jakarta. 2011. Hal 252-3
5. Miranda Farage, Maibach Howard, Common Disease of Vulva in The
Vulva,Anatomy,Physiology,and Pathology.informa healthcare.
Newyork.2006
6. Stenchever MA, Droegemueller W, Herbst AL, Mishell DR,infection of
the lower genital tract : vulva,vagina,cervix,toxic shock syndrome,HIV
infections in Comprehensive Gynecology 4th ed. Chapter
22.USA:Mosby.Inc, 2007.
7. Treat Bartholin Gland Cyst and Abscesses with a Simple Solution
(editorial). Cook Medical 2011.
8. Cited from american academy of family physician, Office Management of
Bartholin Gland Cysts and Abcess
9. Wahyuni ET, Amiruddin MD, Mappiasse A. Bartholin’s Abcess caused by
Eschericia colli. IJVD. 2012. P. 68-72.
10. Margesson LJ, Danby FW. Diseases and Disorders of the Female Genitalia.
In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. United States of
America. McGraw-Hill Companies,:2012. P. 1250.
18