Anda di halaman 1dari 6

BAB V

HUKUM DAN ISLAM

A. MENUMBUHKAN KESADARAN HUKUM UNTUK MENAATI HUKUM ALLAH

1. Konsep Hukum Islam


a. Kedudukan Hukum Islam

Sesungguhnya, disyari’atkannya hukum oleh Allah bagi manusia adalah untuk


mengatur tata kehidupan mereka, baik dalam masalah duniawi maupun ukhrawi.
Dengan mengikuti hukum tersebut, manusia akan memperoleh ketentraman dan
kebahagiaan dalam hidup.
Dengan demikian, menaati ketentuan-ketentuan hukum syariat itu, tidak lain adalah
untuk kemashlahatan manusia itu sendiri di manapun ia berada,

b. Ciri Khas Syari’at Islam


1. Bersifat Menyeluruh

Di antara karekter Hukum Islam yang terpenting adalah bersifat menyeluruh dan
tidak bisa dipisah-pisahkan. Selain karena pemisahan itu berlawanan dengan tujuan
Syari’at, nash sendiri melarang pengambilan sebagian hukum syariat dengan
meninggalkan bagian yang lain. Dalam hal ini lihatlah firman Allah pada surah al-
Baqarah 85, dan an-Nisa’ 150:

2. Membentuk Adab dan Akhlak Yang Baik

Ciri lain hubungan umat Islam dengan hukum Islam adalah bahwa syari’at
Islam mewajibkan kepada pemeluknya mempunyai akhlak yang utama. Orang yang
berakhlak demikian akan mampu mengelola hawa nafsu melakukan tindakan
kriminal.
3. Merasa Di Dalam Pengawasan Allah

Adanya kesadaran bahwa meskipun pengawasan manusia terhadap dirinya


dianggap enteng namun tidak demikian sikapnya terhadap pengawasan Tuhan. Ia
merasa tetap berada bahwa pengawasan Allah di manapun ia berada. Keadaan yang
demikian akan dapat memproteksi diri dari tindakan Jarimah (pelanggaran Hukum)
bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulullah.

4. Sesuai Setiap Waktu dan Tempat

Islam adalah agama yang disyariatkan Allah untuk umat akhir zaman. Karena
itu, Allah memberikan suatu kelebihan kepada syariat ini untuk mampu beradaptasi
dalam mewujudkan kemashlahatan bagi umat manusia di akhir zaman tersebut.
Ajaran-ajaran Islam selalu bersifat fleksibel dalam merespon segala sesuatu yang
muncul.

c. Tujuan Hukum Islam

Pada dasarnya, tujuan Syary’ dalam mensyariatkan ketentuan ketentuan hukum


pada mukallaf ( orang yang di bebani hukum) adalah untuk meujutkan kabaikan bagi
mereka, baik dari ketentuan ketentuan yang dhruri, hajiy, ataupun tahsini.
Ketentuan ketentuan dharuri adalah ketentuan hukum untuk memelihara
kepentingan hidup dan kemasalahatanya. Sehandainya norma norma tersebut tidak di
patuhi niscaya mereka akan di hadapkan pada mafsadah (kerusakan).itu secara umum
berupa pada upaya melihara lima hal, yaitu agama, jiwa,
Tahsini adalah berbagai ketentuan untuk menjalankan ketentuan dharuri dngan
cara yang baik. Oleh karna itu ketentuan berkait erat dengan pembinaan ahlak yang
baik, kebaikan tepuji, dan menjalankan berbagai ketentuan dengan berbagai jalan yang
sempurna.

2. Sumber sumber dan Dahlil- dahlil Hukum islam

Sumber hukum Islam yang di sepakati oleh jumhur ahli fikih ada dua, yaitu Alquran
dan sunah (hadis). Sementara itu, dahlil hukum yang tidak dipersilahkan ada empat, yaitu
Alquran, sunah, jima’ dan qiyas. Sebagain dari penulis buku usul fikh memasukan ijma,
dan qiyas kedalm pembagian sumber hukum islam. Sehinga sumber hukum islam itu
adalah Alquran,sunnah, Jima, dan qiyas.
Tujuan Syari’ dalam mensyariatkan ketentuan ketentuan hukum pada mukallaf (orang
yang di berikan hukum) adalah untuk meujutkan kebaikan bagi kehidupan mereka, baik
melalui ketentuan ketentuan yang dharui, hajiy, ataupun tahsini.
Dahlil- dahlil hukum seperti ijma’ dan qiyas tidak dapat di katakn sebagai sumbur.
Sebab, ia tidak membawa aturan aturan dasar atau aturan aturan yang bersifat umum.
Dahlil- dahlil tersebut tidak berisi antara antara yang berlawan dengan Alquran dan sunah,
karna iya sendiri bersumber dari Alquran dan sunah karna iya sendiri dari sumber Alquran
dan sunah.

a. Alquran
Alqurqn adalah kitap suci dari tuhan yang di turunkan kepada Nabi Muhamad
saw. Dengan perantaran malaikat Jibril as. Alquran di terima dengan malaikat
mutawatir (di riwayatkan orang banyak) baik secara lisan maupun tulisan. Riwayat
yang demikian menimbalkan keyakinan di atas beberapa pengriwayatan Alquran.
Hukum –hukum Alquran dengan segala macamya itu di turunkan dengan
maksud dengan menetukan kebahagian dengan dengan kemasalan manusia dan
akhirat. Dalam pada itu, apa bila hukum ini di terapkan medapat balasan dari akhirat.
Oleh sebab itu, dapat di katakan bahwa di samping akibat akibat dinawai tersebut,
penerapan hukum syariat akan menimbulkan akibat akibat di akhirat.

b. Sunah Rasul saw


Sunah iyalah setiap yang di riwayatkan dari Rasulullah saw. Berupa kata kata,
perbuatan, atau pengakuan. Sunah merupakan hukum kedua dari islam sunah bisa
erbrntuk : 1. Sebagai pengkuat hukum yang di buat dalam Alquran 2. Sebagai
penjelas (keterangan terhadap hukum hukum yang di bawa Alquran, sengan macam
macam penjelasanya, pokok dan sebagaiya. 3. Sebagai bahwa hukum baru yang tidak
di singgung oleh Alquran secara tersendiri.

a. Hadis mutawatir, yaitu hadis yang di riwayatkan oleh orang banyak sejak rasul
saw masa iya dibukukan. Karna sangat banyak oarang yang meriwayatkanya,
maka tidak ada kemungkinan ialah di buat oleh orang orang yang tertentu. Contoh
hadis mutawatir iyalah hadis tentang cara cara tentang salat, haji, dan sebagainya

b. Hadis masyhur, yaitu hadis yang di riwayatkan oleh banyak orang, pada
permulaan tingkatan tetapi tidak sebanya orang orang yang meriwayatknya hadis,
mutawatir. Di antara hadis hadis masyuhur iyalah hadis di riwayatkan oleh
sahabat Umar ra dan ibnu Mas’ud ra

c. Hadis ahad, yaitu hadis yang di riwayatkan dari Rasulullah saw. Oleh peseorangan
sampai pada sampai kemudian. Kebanyakan hadis termasuk tingkatan.

c. Ijma
Dimaksud dengan ijma adalah kebulatan semua ulama mujitahid dari umat
Islam atas satu pendapat (hukum) yang di sepakati oleh mereka, baik suau pertemuan
atau tepisah, maka hukum tersebut menigkat. Kesatuan pendapat, meskipun macam
macam pendapat. Kesatuan pendapat, meskipun macam macam negeridan berbagai
aliran negeri atau mazhab, maka hal itu menunjukan bahwa mereka telah mencapai
kebenaran.
Kata ulil amri qiyas iyalah mempersaman ayat ini adalah para ulama dan
memimpin kaum muslim. Di sini allah nenegaskan tentang kewajiban mengikut ulul
amri dalam hal tidak tidak di temukan dahlil dalam Alquran dan sunah Rasulullah
saw.

d. Qiyas
Dimaksud dengan qiyas iyalah mempersamakan hukum dari peristiwa yang
blum ada ketentuanya dalam hukum pada peristiwa yang sudah ada ketentuanya.
Rukun qiya, ada empat, adanya ashi, huru, illah, dan hukum .
 Ashl adalah suatu yang sudah di tetapkan hukumya nash.
 Furu adalah suatu hukumnya tidak di jelaskan nash namun namnun
hukumnya dengan hukum ashal.

B. PEMBAGIAN HUKUM ISLAM

1. Pembagian hukum dari prespektif usul


Ketentuan syari terhadap mukallaf ( orang yang telah di bebani hukum) ada
tiga bentuk, yaitu tentuan, pilihan, dan, wadh’i (kondisi). Ketentuan yang di nyatan
dalam bentuk tuntunan di sebut hukum taklifi, yang dalam bentuk pilihan di sebut
hukum taklifi, yang di dalam di bentuk pilihan di sebut hukum wahdh’i.
Kempat hukum wajib, mandup,, haram dan makrukh di sebut dengan hukum
taklifi karna syari’ menurut para mukalif untuk menatainya.

2. Hukum Taklifi
Dimaksud dengan hukum taklifi adalah ketentuan-ketentuanyang menurut para
mukallafah untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu sesuatu. Hukum taklifi
sebagaimana telah diuraikan diatas terbagi atas:

a. Wajib
Maksud dengan wajib dalam pengertian hukum islam adalah ketentuan yang
menurut para mukallaf untuk melakukannya dengan tuntuan yang meningkat, serta
memberikan pahala bagi yang melaksanaknya dan ancaman doa bagi yang
meninggalkanya.

b. Mandub
Dimaksuud dengan mandup adalah ketentuan ketentuan Syari’ berbgi amaliah yang
harus di kerjakn mukallaf dengan tuntunan yang tidak meningkat. Ketentuan
ketentuan tersebut pada umumya di naytakn dengan shghhat thalab. Sunah za’idah
adalah ketentuan syarat’ yang tidak mengikat dan tidak seperinting sunah
muakkadah, seperti puasa pada hari senin dan kamis, serta bersedekah kepada fakir
miskin.

c. Haram
Dimaksud dengan haram adalah tuntunan Syari’ kepada mukalaf untuk
meninggalkan untuk meninglkanya dengan tuntunan yang meningkat, beserta
imbalan pahala yang menantinya. Haram ada dua, yaitu haram jari dan haram
aradhi. Haram zati adalah perbuatan perbuatan yang telah di haramkan oleh Syari’
sejak perbuatan itu lahir seperti zinah , salat tampa suci,jual beli daging bangkai
dll. Sedangkan yang di masud aradhi adalah perbuatan perbuatan pada awalnya
tidak haram, namun menjadi haram. Misalya jual beli dengan cara menipu,
melakukan pernikahan tujuan untuk metakiti, cara ibadah dan sebagainya.

d. Makruh
Makruh menurut jamhur fuqaha, adalah ketentuan ketentuan syara yang meuntuk
mukallaf meningalkanya dengan tuntunan yang tidak meningkat. Ketentuan
makruh ini biasaya di tentukan dengan shighat, ( nahyi) namun di sertai dengan
karinah yang meyebabkan tuntunan tersebut tidak meningkat. Makruh tahrim
menurutnya adalah ketentuan Syara’ yang di tuntut untuk di tingalkan secara
meningkat, namun dengan dahlil yang zahnni (dugaan kuat).

3. Hukum Takhyiri
Hukum takhyiri sebagai mana yang telah dikemukan sebelumya adalah
ketentuan ketentuan tuhan yang memberi peluang bagi mukallaf untuk memilih antara
mengerjakan atu meningalkan. Asy- Syaukani mengatakan bahwa dalam hal ini
melakukan perbuatan tersebut tidak memperoleh jaminan pahala tidak di ancam dosa.
Bisa juga tidak ada perantaran apa apa tentang perbuatan yang di maksud. Oleh sebab
itu sejauh dari Syari’ untuk di tatai karena, iya mempengaruhi terujutnya perbbuatan
perbuatan taklif lain terdekat lansung dengan ketentuan ketentuan wadhi’ tersebut.

4. Hukum wadhi
Hukum wadhi’ sebagai yang di jelaskan asy- Syaukani, adalah ketentuan
ketentuan yang yang di terpkan’ untuk mentukan syari’ untuk menetukan ada atau
tidak adanya hukum taklif.

1. Sabab
Sabab sebagai mana di gunakan para ulama fikih, adalah suatu yang
nampak dan jelas oleh syari’ sebagai penentu adanya hukum. Seperti waktunya
salat tersebut. Secara umum, sabab tebagi dua :1. Sabab yang timbul dari perbuatn
mukallaf , yang atakut terprosot perbuatan zina yang mampu menikah tampa sebeb
bolehnya seperti makan busuk.

2. Syarath
Dimaksud dengan syarath adalah sesuatu itu terujut atau tidak tergantung
kepadanya . berbrda dengan sabab dengan sabab, di sini setiap ada syarath pasti
ada hukum , sah atu tidak. Syarath ada dua macam yaitu : syarath yang
meyempurnakan sabab, seperti haul (genap setahun) yang di maksud perkatan.
Kedua syarath yang meyempurnakan mussabbab, seperti wuduk, menutup aurat,
dan menghadap kiblatdalam ahalat,merupak siarat sahnya sahlat.

3. Mani’
Mani merupakan suatu kedan atau perbuatan hukaum yang dapat merubah
hukum lain. Adanya mani membuat ketentuan lain tidak ada menjadi tidak dapat
menjalani. Misalya, kurangan jumblah nasib menjadi penghalang wajibnya zakat.
Hutang merupakan mani sekali gus memnjadi sebab yang merintang merintangi
pelksanan pembayaran zakat.

Anda mungkin juga menyukai