Anda di halaman 1dari 62

SISTEM SALURAN PENCERNAAN, SALURAN PERNAPASAN,

SALURAN REPRODUKSI HEWAN TERNAK


DAN HEMATOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK Commented [A1]: Garisnya harus menutupi semua kata ya

Oleh:

Kelompok 2E

Nur Hafidzah Devi K. 23010117130121


Septian Dwi Sulistiono 23010117130130
Farhan Hendry H. 23010117130139
Bernadeta Mega Putri S. 23010117130149
Hardi Barcker Basuki 23010117140026

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN


DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : SISTEM SALURAN PENCERNAAN, SALURAN Commented [A2]: justify


PERNAPASAN, SALURAN REPRODUKSI HEWAN
TERNAK DAN HEMATOLOGI

Program Studi : S1 PETERNAKAN

Departemen : PETERNAKAN

Fakultas : PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Tanggal Pengesahan : April 2018

Menyetujui,

Koordinator Kelas Asisten Pembimbing Commented [A3]: dibuat pake tabel aja biar gampang
ngoreksinya
Peternakan E

HariLeksono Mukti Ngafifudin


NIM. 23010116120015
NIM.230101161200
23

Mengetahui,

Koordinator Umum
Asisten Fisiologi Ternak

Faizal Abdi Akbar


NIM. 23010115140177
ii

RINGKASAN

Kelompok 2E. SISTEM SALURAN PENCERNAAN, SALURAN


PERNAPASAN, SALURAN REPRODUKSI HEWAN TERNAK DAN
HEMATOLOGI. (Ngafifudin).

Tujuan dan manfaat dari ke 3 praktikum adalah mengetahui struktur dan


fungsi saluran pencernaan, saluran pernapasan, saluran reproduksi jantan dan
betina ternak ruminansia, pseudoruminansia dan non ruminansia serta mengetahui
hematologi pada eritrosit dan leukosit.
Praktikum Saluran Pencernaan, Pernapasan dan Reproduksi Ternak
dilaksanakan pada Kamis 8 Maret 2018, Hematologi Eritrosit dilaksanakan pada
Kamis 15 Maret 2018, dan Hematologi Leukosit dilaksanakan pada Kamis 22
Maret 2018. Pada pukul 07.00-09.00 di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia,
Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Materi
praktikum Saluran Pencernaan Ruminansia, Pseudoruminansia dan non
ruminansia, Pernapasan Ruminansia, Pseudoruminansia dan non ruminansia,
Reproduksi Ruminansia jantan dan betina, Reproduksi Non Ruminansia Betina,
Hematologi Eritrosit dan Leukosit menggunakan ayam betina afkir, marmut,
preparat awetan saluran pencernaan dan reproduksi kambing, dan darah ayam.
Alat bahan yaitu kapas, sealing compound, larutan HCl, aquades, larutan hayem,
pisau bedah, baki bedah, gunting, push pin, pipa mikrokapiler, centrifuge, tabel
jenetsky, hemometer sahli, pipet hisap, bilik hitung improve neubaurer,
mikroskop, hand counter, dan alat tulis.
Hasil pengamatanke 3 praktikum adalah saluran pencernaan ruminansia
yaitu mulut, esofagus, retikulum, rumen, omasum, abomasum, usus halus, kolon,
sekum, rektum. Saluran pencernaan pseudoruminansia yaitu mulut, rongga mulut,
esofagus, lambung, usus halus, kolon, sekum dan rektum. Saluran pencernaan
nonruminansia yaitu paruh, rongga mulut, esofagus, tembolok, proventrikulus,
gizzard, usus halus, usus besar, seka dan kloaka. Saluran pernapasan pada
ruminansia dan pseudoruminansia yaitu hidung, laring, trakea, bronkus, alveolus
dan nonruminansia yaitu hidung, laring, trakea, siring, bronkus dan alveolus.
Saluran Reproduksi ruminansia jantan yaitu testis, epididimis, vas deferens,
kelenjar aksesoris dan penis. Saluran reproduksi ruminansia betina yaitu ovarium,
oviduk, uterus, serviks, vagina dan vulva. Saluran reproduksi nonruminansia
ayam betina yaitu ovarium, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina dan
kloaka. Hematologi eritrosit menghasilkan kadar eritosit tidak normal dan
leukosit normal.
Kesimpulan ke3 praktikum yaitu diketahui bahwa saluran pencernaan,
saluran pernapasan dan saluran reproduksi pada ternak ruminansia,
pseudoruminansia serta nonruminansia terdapat beberapa perbedaan yang khas
antar ternak dan Hematologi eritrosit menghasilkan kadar eritrosit tidak normal
dan leukosit normal.
Kata Kunci : Pencernaan, Pernapasan, Reproduksi, Eritrosit,Leukosit
iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan

rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dengan

judul Sistem Saluran Pencernaan, Saluran Pernapasan, Saluran Reproduksi Hewan

Ternak dan Hematologi dengan baik.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu, memberikan ilmu dan membimbing dalam penyusunan laporan ini

terkhusus kepada Dr. Ir. Isroli, M.S. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Commented [A4]:

Fisiologi Ternak, Faizal Abdi Akbar selaku Koordinator Umum Asisten Fisiologi

Ternak, Hari Leksono Muktiselaku Koordinator Kelas Peternakan E, Ngafifudin

selaku Asisten Pembimbing Fisiologi Ternak, serta pihak-pihak lain yang tidak

bisa disebutkan satu per satu.

Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis

dan bagi pembaca guna menambah wawasan pengetahuan.

Semarang, April 2018

Penulis
iv

DAFTAR ISI

Halaman Commented [A5]: tulisan halaman mepet ke border kiri. Titik2


sampe ke bawah huruf h dari kata halaman. Angka halaman berada
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ i di bawah bagian tengah kata halaman

RINGKASAN .................................................................................................ii

KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

BAB II MATERI DAN METODE ................................................................ 4

2.1. Materi ...................................................................................................... 4

2.2.Metode ..................................................................................................... 5

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 8

3.1.Anatomi dan Fungsi Saluran Pencernaan ................................................ 8


3.2.Anatomi dan Fungsi Saluran Pernapasan................................................18
3.3.Anatomi dan Fungsi Saluran Reproduksi Ruminansia Jantan ................24
3.4.Anatomi dan Fungsi Saluran Reproduksi Ruminansia Betina ................28
3.5. Anatomi dan Fungsi Saluran Reproduksi Non Ruminansia ..................31
3.6. Hematologi Eritrosit ..................................................................................... 35
3.7. Hematologi Leukosit ..............................................................................40

BAB IV SIMPULAN........................................................................................... 44

4.1.Kesimpulan ..................................................................................................... 44
4.2.Saran ................................................................................................................ 44

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................45

LAMPIRAN ..................................................................................................52
v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1 Saluran Pencernaan Ruminansia .......................................................... 7
2Saluran Pencernaan Pseudoruminansia ..................................................... 8
3Saluran Pencernaan Non-Ruminansia ....................................................... 9
4Saluran Pernapasan Ruminansia ............................................................... 18
5Saluran Pernapasan Pseudoruminansia ..................................................... 18
6Saluran Pernapasan Non-Ruminansia ....................................................... 19
7Saluran Reproduksi Ruminansia Jantan .................................................... 22
8Saluran Reproduksi Ruminansia Betina .................................................... 27
9Saluran Reproduksi Non-Ruminansia Betina ........................................... 29
vi

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1Hasil Observasi Hematologi Eritrosit........................................................ 33
2Hasil Observasi Hematologi Leukosit....................................................... 37
vii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1Perhitungan Observasi Eritrosit................................................................. 49
2Perhitungan Observasi Leukosit................................................................ 50
1

BAB I

PENDAHULUAN

Ternak berdasarkan tipe pencernaannya dibagi menjadi tiga tipe, yaitu

ternak ruminansia, ternak pseudoruminansia dan ternak non ruminansia. Ternak

ruminansia memiliki empat lambung dalam sistem pencernaannya, yaitu rumen,

retikulum, omasum dan abomasum. Ternak pseudoruminansia memiliki sekum

yang berukuran besar yang bermanfaat untuk proses fermentasi pakan. Ternak non

ruminansia memiliki satu lambung, pencernaan mekanik terjadi pada ventrikulus

dan tidak memiliki kelenjar saliva. Ternak ruminansia terdiri dari sapi perah, sapi Commented [A6]: bahas dulu tiga tipe ternak berdasarkan
saluran pencernaannya. Ruminanan, non ruminan sama pseudo

potong, domba dan kambing. Sistem pencernaan ruminansia merupakansistem

pencernaan yang terbagi atas beberapa kompartemen dan memiliki fungsi masing-

masing di setiap kompartemennya. Ternak ruminansia terdiri atas rongga mulut, Commented [A7]: apanya ternak ruminansia

esophagus, rumen, retikulum, omasum, abomasum, usus halus yaitu duodenum,

jejunum dan ileum serta usus besar yang terdiri atas sekum, kolon dan rektum

serta anus. Sistem pencernaan pseudoruminansia terdiri atas satu lambung tunggal

tetapi memiliki sekum yang memiliki peran sama seperti rumen pada ternak

ruminansia. Sistem pencernaan pseudoruminansia terdiri atas rongga mulut,

esofagus, lambung, usus halus yaitu duodenum, jejunum, dan ileum serta usus

besar yang terdiri dari sekum, kolon dan rektum dan berakhir pada anus. Sistem

pencernaan non-ruminansia ayam petelur afkir betina yaitu saluran pencernaan Commented [A8]: ayam petelur afkir. Diganti sampe ke bawah

yang hanya memiliki satu kompartemen lambung. Sistem pencernaan non

ruminansia ayam petelur afkir betina tediri atas rongga mulut, esofagus, lambung,
2

usus kecil yang terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum serta usus besar

meliputi sekum, kolon dan rektum dan terakhir kloaka. Sistem pernapasan yang

dimiliki ternak ruminansia, pseudoruminansia terdiri atas rongga hidung, laring,

trakea, bronkus dan alveolus. Saluran pernapaan pada ternak non ruminansia yaitu

rongga hidung, laring, trakea, siring, bronkus dan alveolus. Saluran reproduksi

ternak ruminansia tersusun atas testis, epididimis, skrotum, vas deferens, kelenjar

aksesoris dan penis. Saluran reproduksi betina pada ternak ruminansia tersusun

atas ovarium, oviduk, uterus, vagina, dan vulva. Saluran reproduksi pada ternak

non ruminansia yaitu ovarium, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina

dan kloaka. Eritrosit merupakan sel darah merah yang ada di dalam tubuh sebagai

pengikat dan pengedar oksigen serta karbon dioksida dalam tunuh makhluk hisup.

Leukosit merupakan bagian dari dari darah yang berfungsi melawan berbagai

penyakit infeksi sebagai bagian dari fungsi imun.

Tujuan praktikum sistem pencernaan, pernapasan, dan reproduksi Commented [A9]:


Commented [A10]: tujuan praktikum di jadikan satu untuk
ruminansia, pseudo-ruminansia dan non ruminansia yaitu untuk mengetahui acara 1 dan acara 2 dijadikan satu juga

fungsi setiap organ yang terlibat dalam saluran pencernaan, pernapasan serta

reproduksi jantan dan betina ternak ruminansia, pseudoruminansia, dan non

ruminansia. Tujuan praktikum hematologi eritrosit dan leukosit yaitu supaya

mahasiswa mengetahui fungsi fisiologis eritrosit dan leukosit. Manfaat praktikum

sistem pencernaan ruminansia, pseudoruminansia, dan non ruminansia serta

hematologis eritrosit dan leukosit adalah menambah wawasan mengenai fungsi

fisiologis sistem pencernaan ruminansia, pseudoruminansia dan non ruminansia

serta fungsi fisiologis hematologi eritrosit dan leukosit.


3
4

BAB II

MATERI DAN METODE

Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Sistem Pencernaan, Commented [A11]: langsung aja materi sistem pencernaan,
pernapasan dan reproduksi ternak ruminansia, non ruminansia dan
pseudoruminansia
Pernapasan, dan Reproduksi Ternak Ruminansia, Pseudoruminansia dan Non

ruminansia, Hematologi Eritrosit dan Hematologi Leukosit dilaksanakan pada hari

Kamis tanggal 8,15,22 Maret 2018 pukul 07.00 – 09.00 WIB di Laboratorium

Fisiologi dan Biokimia Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Diponegoro, Semarang.

2.1. Materi

Materi pengamatan yang digunakan untuk praktikum Sistem Pencernaan Commented [A12]: materi praktikum itu ternak yang kalian
gunakan apa aja, sama materi awetan

Ruminansia, Pseudoruminansia dan Non ruminansia, Sistem Pernapasan

Ruminansia, Pseudoruminansia dan Non ruminansia, Sistem Reproduksi

Ruminansia jantan dan betina, Sistem Reproduksi Non Ruminansia Betina,

Hematologi Eritrosit dan Hematologi Leukosit adalah ayam afkir betina, marmut,

preparat awetan pencernaan pernapasan dan reproduksi sapi. Alat dan bahan yang

digunakan yaitu kapas, sealing compound(malam/lilin), darah ayam, larutan HCl,

aquades, larutan hayem, dan larutan turk, pisau bedah, baki bedah, gunting, push

pin, pipa mikrokapiler, centrifuge, tabeljenetsky, hemometer sahli, pipet hisap,

bilik hitung improve neubaurer, mikroskop, hand counter, dan alat tulis.
5

2.2. Metode

Metode yang digunakan untuk praktikum Sistem Pencernaan, Sistem

Pernapasan dan Sistem Reproduksi Ruminansia jantan dan betina yaitu preparat

awetan sistem pencernaan, pernapasan dan reproduksi jantan dan betina

dikeluarkan dari kotak penyimpanan preparat awetan dan disusun di meja

praktikum untuk diamati dan didokumentasikan. Metode yang digunakan untuk

praktikum Sistem Pencernaan dan Sistem Pernapasan Pseudoruminansia adalah

diawali dengan marmut disembelih pada bagian leher hingga tiga saluran

pernapasan yaitu vena jugularis, esofagus, dan trakea terputus. Marmut diletakkan

pada baki bedah dalam keadaan terlentang. Keempat kaki marmut ditusuk dengan

push pin. Marmut dibedah bagian perut bawah dan bagian dada atas secara

horizontal menggunakan pisau bedah. Marmut dibedah dari dada hingga perut

secara vertikal hingga tulang rusuk dan perut marmut terbuka. Sistem pencernaan

dan sistem pernapasan dari marmut dikeluarkan dari tubuh nya dan disusun untuk

di indentifikasi dan didokumentasikan sebagai hasil pengamatan. Metode yang

digunakan dalam praktikum Sistem Pencernaan, Sistem Pernapasan dan Sistem

Reproduksi Nonruminansia betina adalah ayam disembelih pada bagian leher

hingga tiga saluran pernapasan yaitu vena jugularis, esofagus, dan trakea terputus.

Ayam dibedah bagian bawah bagian bawah dan bagian dada atas secara horizontal

dengan pisau bedah. Ayam dibedah dari dada hingga perut secara vertikal dan

tulang rusuk dan perut ayam terbuka. Sistem pencernaan, sistem pernapasan dan

sistem reproduksi ayam dikeluarkan dari tubuhnya dan disusun untuk di

indentifikasi dan didokumentasikan sebagai hasil pengamatan.


6

Metode yang digunakan untuk praktikum hematologi eritrosit dan leukosit

yaitudalam darah dimasukkan dalam mikropipet hingga terisi tiga perempat

bagiannya. Mikrokapiler yang telah berisi darah ditutup dengan sealing compound

pada salah satu ujungnya. Mikrokapiler diletakkan di centrifuge selama 3 menit

pada kecepatan 2000-4000 rpm. Mikrokapiler diletakkan pada table Jenetskylalu

dihitung kadar hematokritnya. Pengukuran kadar hemoglobin diawali dengan

tabung sahli diisi HCl sampai angka 2. Darah dihisap dengan pipet hemoglobin

sampai skala 20, kemudian ditutup dan ditiup ke tabung sahli. Isi dalam tabung

sahli dikocok dan didiamkan selama 3-10 menit agar tebentuk asam hematin.

Aquades ditambahkan dalam larutan hematin sampai diperoleh warna yang sama

dengan warna pada indikator. Skala pada tabung sahli dibaca dan dihitung

presentase Hb darah. Pengukuran total eritrosit diawali dengan pipet sel darah

merahdan bilik hitung hemocytometer disiapkan. Karet penghisap dipasang pada

pipet RBC dan laret penghisap dihisap menggunakan bibir sampai angka 0,5.

Larutan hayem dihisap sampai tanda 101. Karet penghisap dilepas dan kedua

ujung pipet ditutup kemudian dikocok membentuk angka 8 selama 2 menit. 1 tetes

larutan dalam pipet dibuang kemudian ditempelkan pada coverslip dan dibiarkan

selama 2 menit. Hemositometer ditutup dengan cover glass kemudian sel darah

merah diteteskan dalam bilik hitung. Jumlah eritrosit pada bilik hitung diamati

dibawah mikroskop dan dihitung pada 5 kotak kecil sebagai hasil pengamatan

untuk dicatat. Metode yang digunakan untuk praktikum hematologi leukosit pada

penghitungan total sel darah putih yaitu darah dihisap dengan pipet leukosit

sampai skala 0,5. Ujung pipet dibersihkan dengan kapas. Ujung pipet diletakkan
7

pada larutan turk kemudian dihisap sampai skala 101. Karet penghisap dilepaskan

dan ditutup menggunakan jari tengah dan ibu jari kemudian dikocok membentuk

angka 8 selama 3 menit. Sel darah putih diteteskan pada bilik hitung yang telah

ditutup dengan kaca penutup. Jumlah leukosit diamati dan dihitung pada 4 kotak

besar. Pembuatan preparat apus darah dimulai dengan cara kaca objek dan peparat

disiapkan. Ujung preparat ditetesi darah.Tetesan darah kemudian diratakan

menggunakan kaca objek dan dibiarkan kering udara. Darah kering difiksasi

dengan methanol dan dibiarkan mengering. Darah diwarnai dengan giemsa dan

dibiarkan mongering ± 2-5 menit. Darah dibilang dengan aquades lalu

dikeringkan. Preparat diamati dibawah mikroskop dan dihitung 100 leukosit untuk

dibuat presentase jenis leukosit.


8

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Anatomi dan Fungsi Saluran Pencernaan

Berdasarkan hasil pengamatan saluran pencernaan ruminansia maka

diperoleh hasil sebagai berikut,

Commented [A13]: kok kebalik ya


1

Sumber : Data Primer Sumber : Campbell dkk. 2010 Commented [A14]: campbell dkk. (2010)
semua kaya gini
Praktikum Fisiologi Ternak,
2018
Keterangan : 1. Esofagus
2. Retikulum
3. Omasum
4. Abomasum
5. Rumen
6. Usus Halus
7. Usus Besar
8. Anus
9

Berdasarkan hasil pengamatan saluran pencernaan Pseudoruminansia


maka diperoleh hasil sebagai berikut,

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Sumber : Data Primer Praktikum Sumber : Campbell dkk. 2010 Commented [A15]: lihat atas
Fisiologi Ternak, 2018

Keterangan : 1. Esofagus
2. Lambung
3. Usus Halus
4. Sekum
5. Usus Besar
6. Anus
10

Berdasarkan hasil pengamatan saluran pencernaan Nonruminansia maka

diperoleh hasil sebagai berikut.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.
Sumber : Data Primer Praktikum Sumber : Yuwanta, 2008
Fisiologi Ternak, 2018
Keterangan : 1. Esofagus
2. Tembolok
3. Proventrikulus
4. Empedal
5. Usus Halus
6. Usus Besar
7. Sekum
8. Kloak

3.1.1. Ingesti

Ingesti merupakan tingkah laku ternak untuk mendapatkan dan

memasukkanmakanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunando dkk. (2016) yang

menyatakan bahwa ingesti merupakan tindakan hewan ternak untuk


11

memperolehdan memenuhi keinginan ternak untuk makan dan dimasukkan

kedalam mulut untuk mencukupi kebutuhan kehidupannya.

3.1.1.1 Mulut, Mulut merupakan organ yang terlibat pertama kali dalam proses

pencernaan. Mulut adalah saluran pertama yang dilewati makanan untuk

selanjutnya menuju organ lain. Mulut terdiri atas gigi, lidah dan kelenjar saliva.

Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) yang menyatakan bahwa didalam

mulut terdapat rongga mulut, gigi dan lidah. Mulut berfungsi dalam pencernaan

mekanik. Hal ini sesuai dengan pendapat Hatmaya (2008) yang menyatakan

bahwa mulut hewan ternak berperan dalam pencernaan mekanik yaitu

penghancuran makanan menjadi partikel yang lebih sederhana dan pembasahan

makanan yang dilakukan oleh kelenjar saliva. Commented [A16]: untuk yang judulnya 3.1.1.1 (ada empat
angka) dibuat seperti itu semua

3.1.1.2 Paruh, Paruh merupakan mulut yang dimiliki hewan bertipe unggas.

Paruh memiliki tekstur yang keras. Paruh atau mulut yang dimiliki hewan

unggasterdiri atas saliva, lidah dan tidak mempunyai gigi.Hal ini sesuai dengan

pendapat Amalia (2017) yang menyatakan bahwa paruh merupakan mulut pada

unggas yang pada bagiannya berbentuk runcing, keras dan terdiri atas lidah,

kelenjar saliva dan tanpa gigi. Paruh memiliki fungsi sebagai alat untuk ungags

mengambil makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinyo dkk. (2014) yang

menyatakan bahwa paruh pada hewan unggas yang berperan dalam pengambilan

dan pemecah makanan seperti biji-bijian.


12

3.1.2 Esofagus

Esofagus memiliki bentuk menyerupai pipa. Hal ini sesuai dengan

pendapat Novelina dkk. (2009) yang menyatakan bahwa esofagus merupakan

organ yang berbentuk menyerupai pipa atau tubulus yang tersusun atas cincin-

cincin. Esofagus merupakan organ lanjutan setelah makanan masuk kedalam

mulut. Struktur esofagus terdiri atas faring, laring. Hal ini sesuai dengan pendapat Commented [A17]: pembahasan di setiap pembahasan
pertama membahas bentuk dan letak aja

Ustiawan dkk. (2012) yang menyatakan bahwa esofagus tersusun atas cincin-

cincin yang membentuk organ esofagus dan terbagi atas bagian faring, laring.

Esofagus berfungsi sebagai penghasil mucus atau lendir serta penghubung mulut

dengan lambung. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) yang

menyatakan bahwa esofagus merupakan organ yang bertugas dalam menghasilkan

mukosa untuk membantu melicinkan makanan menuju organ selanjutnya

lambung. Commented [A18]: jangan pake dalam kurung

3.1.3. Lambung

3.1.3.1.Lambung, Lambung merupakan organ yang berbentuk huruf J. Hal ini

sesuai dengan pendapat Wiralaga dkk. (2015) yang menyatakan bahwa lambung

berbentuk menyerupai huruf J. Lambung berfungsi untuk mengumpulkan dan

menimbun makanan yang telah dimakan dan mencernanya secara enzimatis. Hal

ini sesuai dengan pendapat Pratiwi (2008) yang menyatakan bahwa lambung

berfungsi sebagai pengumpul, penampung makanan dalam waktu yang sementara

serta mencampurnya menggunakan getah lambung serta mencerna makanan

dengan enzim yang terdapat didalam lambung seperti pepsin, renin dan HCl.
13

3.1.3.2. Retikulum, Retikulum merupakan salah satu bagian lambung ruminansia

yang berada di bagian kranial. Organ retikulum didalamnya terdapat lipatan atau

lekukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Huda (2008) yang menyatakan bahwa

struktur retikulum terdapat lekukan yang tersusun atas papilla yang kemudian

disebut sabagai perut jala. Retikulum merupakan kantong yang berfungsi dalam

penyimpanan ingesta untuk selanjutnya dibawa ke rumen. Hal ini sesuai dengan

Kaloko (2008) yang menyatakan bahwa retikulum berfungsi untuk mendorong

ingesta ke dalam rumen dan selanjutnya ke omasum.

3.1.3.3. Rumen, Rumen adalah salah satu bagian kompartemen lambung

ruminansia yang berbentuk kantong besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Huda

(2008) yang menyatakan bahwa struktur rumen menyerupai kantung muscular

yang besar dan terbentang dari diafragma menuju ke pelvis. Rumen berfungsi

dalam proses pencernaan fermentatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Putro (2010)

yang menyatakan bahwa rumen berperan dalam menyimpan bahan pakan untuk

dicerna dan selanjutnya bahan pakan mengalami proses fermentasi oleh mikroba

yang ada di dalam rumen.

3.1.3.4. Omasum, Omasum merupakan bagian lambung ruminansia yang

memiliki permukaan yang melipat-lipat dengan struktur yang tidak halus. Hal ini

sesuai dengan pendapat Huda (2008) yang menyatakan bahwa omasum adalah

salah satu bagian lambung ruminanasia yang berbentuk lipatan yang strukturnya

kasar. Omasum berfungsi sebagai penggiling dan penghancur makanan yang telah
14

melewatinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Putro (2010) yang menyatakan

bahwa omasum berperan dalam proses penggilingan dan mereduksi partikel serta

mengadsorpsi sebagian air.

3.1.3.5. Abomasum, Abomasum tersusun atas kardiak, fundus dan pilorus. Hal

ini sesuai dengan pendapat Nurliani dkk. (2015) yang menyatakan bahwa

abomasum mempunyai 3 bagian utama yaitu kardiak, fundus dan

pilorus.Abomasum berfungsi dalam mencerna makanan dengan bantuan enzim. Commented [A19]: ini gimana? Pendapat dulu baru sitasi.
Jangan pake kardiak dll

Hal ini sesuai dengan pendapat Putro (2010) yang menyatakan bahwa abomasum

berperan dalam poses pencernaan kimiawi dengan bantuan enzim, HCl dan

menjadi tempat penyimpanan hasil pencernaan untuk disalurkan ke dalam usus

halus.

3.1.3.6. Crop, Crop atau tembolok berbentuk seperti kantong. Hal ini sesuai

dengan pendapat Amalia dkk. (2017) yang menyatakan bahwa bagian yang

merupakan perbesaran dari kerongkongan dan berbentuk seperti kantong

merupakan bentuk anatomi dari tembolok. Tembolok berfungsi sebagai

penyimpan makanan sementara. Hal ini sesuai dengan pendapat Zainuddin dkk.

(2015) fungsi utama tembolok sebagai tempat menerima dan penyimpanan

makanan sementara sebelum masuk ke proventrikulus.

3.1.3.7. Proventrikulus, Proventrikulus merupakan salah satu bagian dari saluran Commented [A20]: sebelum proventrikulus ditambah
pembahasan crop

pencernaan non-ruminansia ayam yang berbentuk kecil dan tersusun atas beberapa

lapisan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahmanto (2012) yang menyatakan
15

bahwa proventrikulus adalah organ pencernaan non ruminansia unggas yang

struktur organnya berbentuk kecil. Proventrikulus memiliki fungsi yang sama

seperti lambung yaitu untuk pencernaan enzimatis.Hal ini sesuai dengan pendapat

Amalia (2017) yang menyatakan bahwa proventrikulus berfungsi untuk

mengeluarkan enzim pencernaan pada ayam.

3.1.3.7. Ventrikulus, Ventrikulus tersusun atas beberapa lapisan peritoneal. Hal

ini sesuai dengan pendapatAstuti (2008) yang menyatakan bahwa ventrikulus

yang disebut juga sebagai lambung tersusun atas lapisan peritoneal yaitu lapisan

berotot, lapisan mukos dan membran mukosa. Ventrikulus berperan dalam Commented [A21]: cek di atas pembahsannya gimana

menghancurkan dan menggiling makanan menjadi partikel yang lebih kecil. Hal

ini sependapat dengan Astuti (2008) yang menyatakan bahwa ventrikulus Commented [A22]: trus ini pendapat kalian mana? Jangan
langsung sitasi

berperan dalam menghancurkan dan menggiling bahan makanan menjadi partikel

yang lebih sederhana serta mencampur bahan pakan dengan enzim pencernaan

yang telah dikeluarkan oleh proventrikulus.

Commented [A23]: cairan empedu ga keluar ke gizzard. Dapet


sitasi dari mana?
3.1.4 Usus Halus

3.1.4.1 Duodenum, Duodenum berbentuk sepertu huruf V. Hal ini sesuai dengan

pendapat Sarandani (2016) yang menyatakan bahwa duodenum berbentu

menyerupai huruf V. Duodenum memiliki peran sebagai organ yang menerima

sekresi empedu dan pencernaan kimiawi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Apriliyani (2016) yang menyatakan bahwa duodenum bertugas dalam

melanjutkan proses pencernaan pakan secara kimiawi yang telah dilakukan oleh
16

lambung dan menerima hasil sekresi getah empedu dari kelenjar pancreas.

Duodenum

3.1.4.2. Jejunum, Jejunum strukturnya tersusun atas lapisan-lapisan. Hal ini Commented [A24]: Cek tipe pembahasan di atas

sesuai dengan pendapat Yusfiati dan Fatmawati(2015) yang menyatakan bahwa

jejunum tersusun atas tunika mukosa yang dilapisi epitel kolumnar selapis, pada

bagian tepi villi terlihat membentuk lekukan , lamina propria terdapat kelenjar

liberkun. Jejunum berfungsi dalam proses adsorpsi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Landung dkk. (2013) yang menyatakan bahwa jejunum merupakan salah

satu bagian usus halus yang bertugas dalam menyerap nutrisi dalam pakan.

3.1.4.3 Ileum, Struktur ileum tersusun atas tunika mukosa dan submukosa. Hal ini

sesuai dengan pendapat Fitmawati dan Yusfiati (2015) yang menyatakan bahwa Commented [A25]: idem

usus ileum tersusun atas lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan ikat longgar,

kapiler dan saraf serta tunika mukosa yang berisi epitel kolumnar selapis berbrush

border, villi panjang, lamina propria, dan kelenjar liberkuhn. Ileum bertugas

dalam proses adsorpsi nutrisi makanan yang telah dimakan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Khotimah dkk. (2017) yang menyatakan bahwa ileum dalam proses

pencernaan berfungsi untuk mencerna dan menyerap makanan segala jenis

makromineral dan nutrisi yang penting yang tersedia dalam pakan.


17

3.1.5. Usus Besar

3.1.5.1 Usus Besar, Usus besar merupakan tabung muskular besar berongga yang

terbentang dari sekum sampai kanalisasi. Struktur usus besar tersusun atas

lapisan-lapisan. Hal ini sesuai dengan pendapat Putro (2010) yang menyatakan

bahwa usus besar merupakan organ pencernaan yang tersusun atas selaput lendir,

lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat. Usus besar berfungsi dalam Commented [A26]: idem pembahsanan. Jangan bahas panjang

readsorpsi air. Hal ini seuai dengan pendapat Landung dkk. (2013) yang

menyatakan bahwa usus besar berperan dalam penyerapan kembali air untuk

selanjutnya diekskresikan sebagai feses.

3.1.5.2 Sekum, Sekum tersusun atas bebrapa lapiasan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Selan dkk. (2014) yang menyatakan bahwa sekum tersusun atas tunika

mukosa, submukosa, muskularis dan serosa. Sekum berperan dalam pencernaan

secara microbial atau fermentatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Raras dkk.

(2017) yang menyatakan bahwa sekum dalam proses pencernaan bertugas sebagai

tempat untuk mencerna pakan secara fermentatif yaitu mencerna nutrien yang

tidak terserap saat melewati usus halus.

3.1.5.3 Seka, Seka terdapat pada ternak unggas yaitu ayam dan memiliki struktur

yang sama dengan usus buntu. Hal ini sesuai dengan pendapat Millah (2010) yang Commented [A27]: bahas letak, bentuk, jumlah. Jangan bahas
panjang saluran

menyatakan bahwa seka memiliki dua saluran buntu. Seka terletak pada akhir

sistem pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Millah dkk. (2017) yang

menyatakan bahwa seka terletak pada akhir sistem saluran pencernaan. Seka

berfungsi sebagai pencerna pakan serat kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat
18

Aqsa dkk. (2016) yang menyatakan bahwa seka bertugas dalam mencerna pakan

berserat kasar tinggi.

3.1.5.4 Rektum, Rektum berbentuk seperti saluran linear. Hal ini sesuai dengan

pendapat Murwaningrum dan Abdullah (2017) yang menyatakan bahwa rektum

memiliki bentuk linear dan transversal. Rektum merupakan bagian akhir dari usus

besar sebelum anus. Hal ini sesuai dengan pendapat Suwiti dkk. (2010) yang Commented [A28]: bentuknya?

menyatakan bahwa rektum terdiri atas otot polos dan jaringan ikat longgar yang

disusun secara melingkar dan memanjang yang berakhir pada saluran anal dan

membuka ke eksterior anus. Rektum berfungsi dalam penampungan sementara

feses sebelum dikeluarkan melewati anus. Hal ini sependapat Astuti (2008) yang

menyatakan bahwa rektum bertugas dalam penyimpanan sementara hasil ekskresi

berupa feses dan mendorong feses untuk dibuang.

3.2. Anatomi dan Fungsi Saluran Pernapasan

Berdasarkan hasil pengamatan saluran pernafasan ruminansia maka

diperoleh hasil sebagai berikut,

1.

2.

3.

4.
19

Sumber : Data Primer Praktikum Sumber : Tortora dan Derricson,


Fisiologi Ternak, 2018 2012

Keterangan : 1. Larynx
2. Trakea
3. Bronkus
4. Paru-paru

Berdasarkan hasil pengamatan saluran pernapasan Pseudoruminansia maka

diperoleh hasil sebagai berikut,


20

1.

2.

3.

4.

Sumber : Data Primer Sumber : Isnaeni (2010)


Praktikum Fisiologi Ternak,
2018

Keterangan : 1. Larinx
2. Trakea
3. Bronkus
4. Paru-paru

Berdasarkan hasil pengamatan saluran pernafasan Nonruminansia maka

diperoleh hasil sebagai berikut,


21

1.

2.

3.

4.

5.

Sumber : Data Primer Praktikum Sumber : Yuwanta (2008)


Fisiologi Ternak, 2018

Keterangan : 1. Larinx
2. Trakea
3. Sirinx
4. Bronkus
5. Paru-paru

3.1.2 Rongga Hidung

Rongga hidung tersusun atas beberapa kelenjar dan lendir. Hal ini sesuai

dengan pendapat Rahardjo (2010) yang menyatakan bahwa adanya selaput lendir

dan kelenjar keringat (Sudorifera) dan kelenjar minyak (Sebasea) merupakan

struktur dari rongga hidung. Rongga hidung mempunyai fungsi sebagai penyaring

udara dan penghangat udara. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurbiantara (2010)

yang menyatakan bahwa fungsi dari rongga hidung menghangatkan

udarapernafasan oleh mukosa dan sebagai penyaring udara pernafasan oleh bulu

hidung.

3.1.3 Laring
22

Laring dibentuk oleh sebuah tulang rawan yang saling berhubungan satu

sama lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijayanto dan Sumirat (2009) yang

menyatakan bahwa lempengan-lempengan tulang rawan merupakan penyusun

laring. Laring berfungsi untuk mencegah makanan dan benda asing tidak masuk

ke dalam trakea. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar dan Prahaztuti (2010)

yang menyatakan bahwa menutupnya aditus laring dan glotis secara bersamaan

agar makanan dan benda asing tidak masuk ke dalam trakea merupakan fungsi

dari laring.

3.1.4 Trakea

Trakea dibentuk oleh mukosa, submukosa dan beberapa jaringan lainnya

yang membentuk cincin. Hal ini sesuai dengan pendapat Utami (2017) yang Commented [A29]: Bentuknya gimana letaknya dimana

menyatakan bahwa tunika mukosa, submukosa, jaringan kartilago, jaringan ikat

dan otot polos yang membentuk menyerupai cincin merupakan penyusun trakea.

Fungsi trakea sebagai saluran penyalur udara ke paru-paru. Hal ini sesuai dengan

pendapat Pratiwi (2016) yang menyatakan bahwa penyalur udara ke paru-paru

merupakan fungsi dari trakea.

3.1.5 Bronkus

Bronkus memiliki struktur dan susunan yang hampir mirip dengan trakea. Commented [A30]: Fungsinya mana?
Commented [A31]: Bentuknya gimana letaknya dimana
Bronkus tersusun atas tulang rawan hialin yang berbentuk lempengan. Hal ini
23

sesuai dengan pendapat Setiawan (2015) yang menyatakan bahwa tulang rawan

hialin yang berubah bentuk menjadi lempengan merupakan bentuk struktural dari

bronkus. Bronkus merupakan cabang tenggorok yang menjadi tempat melekatnya

bronkiolus. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurbiantara (2010) yang menyatakan

bahwa bronkus merupakan cabang tenggorok yang terbagi atas kanan dan kiri

yang didalamnya menjadi tempat melekatnya bronkiolus yang memiliki alveoli.

3.1.6 Bronkiolus Commented [A32]: Jangan lupa setelah angka ada titik

Bronkiolus tidak memilki kelenjar maupun tulang rawan, tetapi di dalam

bronkiolus terdapat sillia. Hal ini sesuai dengan pendapat Larasati (2010) yang Commented [A33]: Bentuknya gimana letaknya dimana

menyatakan bahwa struktur bronkiolus terdapat sillia di dalam rongga dan di

bagian ujung terdapat epitelium berbentuk kubus tetapi tidak memiliki tulang

rawan dan kelenjar di dalam mukosanya.Bronkiolus merupakan percabangan dari

bronkus yang berfungsi menyalurkan udara ke alveoli. Hal ini sesuai dengan

pendapat Putri (2012) yang menyatakan bahwa segmen tipis dan merupakan hasil

dari percabangan bronkus yang berfungsi menyalurkan udara ke alveoli yang akan

mengalami pertukaran udara merupakan peran umum dari bronkiolus. Commented [A34]: Bahas fungsi aja di bagian ke dua

3.1.7 Alveolus

Alveolus berfungsi sebagai tempat pertukaran gas karbondioksida dan

oksigen. Hal ini sesuai dengan pendapat Septiyani (2016) yang menyatakan
24

bahwa pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida terjadi di alveolus.

Struktur alveolus tersusun atas 3 sel yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat

Jatu dan Lusiana (2015) yang menyatakan bahwa sel tipe 1 (sel skuamosa), sel

tipe 2 ( sel kuboid) dan makrofag merupakan penyusun alveolus. Commented [A35]: Bahas bentuk, letak dan fungsi

3.3. Anatomi dan Fungsi Saluran Reproduksi Ruminansia Jantan

Berdasarkan hasil pengamatan Saluran Reproduksi Ruminansia Jantan

maka diperoleh hasil sebagai berikut,

1.

2.

3.

4.

Sumber : Data Primer Praktikum Sumber: Ulum, 2013


Fisiologi Ternak, 2018

Keterangan : 1. Penis
2. Testis
3. Skrotum
4. Vas deferens
3.3.1. Testis

Struktur testis berbentuk oval yang letaknya berada di dalam skrotum. Hal

ini sesuai dengan pendapat Jovita (2016) yang menyatakan bahwa testis memiliki
25

bentuk lonjong berwarna putih menggantung dan berada di dalam skrotum. Testis

berfungsi dalam proses pembuatan sel kelamin jantan (sperma) dan hormon. Hal Commented [A36]: Jangan pake kurung

ini sesuai dengan pendapat Prayogo dkk. (2013) yang menyatakan bahwa testis

merupakan organ reproduksi ternak jantan yang berperan sebagai tempat untuk

menghasilkan sel kelamin jantan (spermatozoa) dan hormon testosteron.

3.3.2. Skrotum

Skrotum adalah pembungkus testis dan berfungsi untuk menjaga suhu testis.

Hal ini sesuai dengan pendapat Samyono (2014) yang menyatakan bahwa skrotum

merupakan pembungkus testis yang menggantung. Skrotum berfungsi sebagai

wadah testis. Hal ini sesuai dengan pendapat Ulum dkk. (2013) yang menyatakan

bahwa skrotum bertugas sebagai organ yang melindungi testis dan menjaga suhu

testis.

3.3.3. Epididimis

Epididimis merupakan saluran tunggal memanjang dari ujung proksimal

testis dan menggantung di bagian distal testis pada alat reproduksi ternak jantan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuni dkk. (2012) yang menyatakan bahwa

epididimis adalah saluran yang panjang membentuk huruf U dari ujung proksimal

testis dan menggantng di bagia distal testis yang tersusun atas caput, corpus dan

cauda. Epididimis berfungsi sebagai penampung spermatozoa. Hal ini sesuai

dengan pendapat Ermayanti dan Suwarni (2010) yang menyatakan bahwa


26

epididimis bertugas dalam menyimpan produk dari testis berupa spermatozoa dan

hormon testosteron. Commented [A37]: Ada empat fungsi epididimis,

3.3.4. Vas deferens

Vas deferens merupakan saluran reproduksi jantan yang panjang dari

epididymis ke uretra. Hal ini sesuai dengan pendapat Rakhmi (2017) yang

menyatakan bahwa struktur vas deferens berupa saluran panjang yang menuju ke

arah atas (epididimis ke uretra ) setelah epididimis tetapi tidak menempel pada Commented [A38]: Jangan pake dalam kurung

testis dan berada di dalam kelenjar prostat.Vas deferens berfungsi sebagai Commented [A39]: Menyalurkan sperma

penampung sperma. Hal ini sesuai dengan pendapat Iryani (2010) yang

menyatakan bahwa vas deferens bertugas dalam menyimpan spema yang

dihasilkan testis.

3.3.5. Kelenjar Aksesor

3.3.5.1. Cowper

Cowper atau kelenjar Bulbouretral memiliki strutur yang panjang dan

berepitelium. Hal ini sesuai dengan pendapat Rakhmi (2017) yang menyatakan

bahwa struktur cowper memanjang bersama uretra sampai dibawah prostat sampai

kebawah prostat dan diselubungi epitelium mukosa. Cowper merupakan kelenjar

yang memproduksi getah bersifat basa untuk memberi nutrisi sperma. Hal ini

sesuai dengan pendapat Iryani (2017) yang menyatakan bahwa cowper atau

kelenjar bulbouretra menghasilkan getah berupa lendir yang bertugas sebagai


27

penetral suasana asam pada saluran uretra dan memberi nutrisi sperma dan

mempermudah gerak sperma.

3.3.5.2. Prostat

Kelenjar prostat terdiri dari beberapa lobus. Hal ini sesuai dengan

pendapat Nur’aini (2014) yang menyatakan bahwa struktur kelenjar prostat

memiliki tiga lobus yang menyusunnya yaitu kelenjar koalugasi, lobi dorsal, dan

lobi lateral yang mana kelenjar prostat diselubungi oleh lapisan mukosa, lapisan

otot polos dan lapisan jaringan ikat. Fungsi kelenjar prostat adalah menghasilkan Commented [A40]: Bagian pendapat kalian juga dijelaskan
lobusnya apa aja
Letak prostat dimana
cairan untuk memberi aroma pada semen. Hal ini sesuai dengan pendapat

Hasaaanah (2009) yang menyatakan bahwa kelenjar prostat bertugas dalam

menghasilkan cairan tipis seperti susu yang di dalamnya mengandung asam sitrat

dan asam fosfatase yang ditambahkan pada cairan semen saat ejakulasi sebagai

aroma khas pada semen.

3.3.5.3 Vesikula Seminalis

Vesikula seminalis merupakan kelenjar yang berpasangan dan letaknya

berada di belakang kelenjar prostat dan berada di bagian dorsal vesika urinaria.

Hal ini sesuai dengan pendapat Phadmacanty dkk. (2013) yang menyatakan

bahwa struktur vesikula seminalis berupa kelenjar yang berpasangan berada di

bagian dorsal vesica urinaria dan ampula. Vesikula seminalis berfungsi untuk

memberi nutrisi semen. Hal ini sesuai dengan pendapat Dalimunthe dkk. (2017)

yang menyatakan bahwa vesikula seminalis dalam saluran reproduksi memiliki


28

tugas dalam memberi nutrisi bagi semen yang telah diproduksi dan untuk

menambah volume semen.

3.3.6. Uretra

Uretra tersusun atas beberapa lapisan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Hasanah (2009) yang menyatakan bahwa uretra tersusun atas sekelompok sel

epitel transisional, jaringan ikat longgar, pembuluh darah dan dilapisi otot lurik

yang tebal.Uretra merupakan saluran reproduksi jantanyang berada di sepanjang Commented [A41]: Bentuknya gimana letaknya dimana

penis. Hal ini seuai dengan pendapat Novelina dkk. (2014) yang menyatakan

bahwa uretra merupakan salah satu organ pada saluran reproduksi jantan yang

bertugas sebai penyalur urin dan semen.

3.3.7. Penis

Penis merupakan organ kopulatoris yang meiliki beberapa bagian. Hal ini Commented [A42]: Bahas bentuk dan letaknya

sesuai dengan pendapat Iriyani (2010) yang menyatakan bahwa penis terdiri atas

akar badan dan ujung bebas yang ujungnya berupa glans dan terdiri atas bagian

korpus kavernosum penis, korpus kavernosum uretra, korpus kavernosum uretra,

preputialis. Fungsi penis dalam saluran reproduksi jantan adalah sebagai organ

kopulasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Prakoso (2017) yang menyatakan bahwa

organ penis memiliki peran sebagai alat kopulatoris untuk menyalurkan mani,

sperma ke vagina dan juga saluran urin.

3.4. Anatomi dan Fungsi Saluran Reproduksi Ruminansia Betina


29

Berdasarkan hasil pengamatan saluran reproduksi ruminansiabetina maka

diperoleh hasil sebagai berikut.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Sumber : Data Primer Praktikum Sumber : Nuryadi, 2013


Fisiologi Ternak, 2018

Keterangan : 1. Ovarium
2. Oviduk
3. Uterus
4. Servix
5. Vagina
6. Vulva

3.4.1. Ovarium

Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi betina yang termasuk Commented [A43]: Di pendapat kalian juga dijelaskan
strukturnya gimana

sebagai organ reproduksi primer. Struktur ovarium tersusun atas beberapa bagian.

Hal ini sesuai dengan pendapat Putranto (2011) yang menyatakan bahwa ovarium

memiliki bentuk menyerupai buah anggur yang berada di rongga perut dan

berdekatan ginjal sebelah kiri yang bergantung pada ligamentum meso ovarium.

Ovarium tersusun atas cortex yang berada di bagian luar dan medulla di bagian

dalam. Cortex mengandung folikel dan pada folikel tersebut berisi sel-sel telur.
30

Ovarium memiliki fungsi dalam memproduksi ovum atau sel telur. Hal ini sesuai

Jalaludin (2014) yang menyatakan bahwa ovarium bertugas dalam memproduksi

sel telur (ovum) serta penghasil hormon steroid (estrogen dan progeteron). Commented [A44]: Jangan pake kurung

3.4.2. Oviduk Commented [A45]:

Oviduk berfungsi sebagai tempat fertilisasi. Hal ini sesuai dengan Commented [A46]: Bahas anatomo dulu baru fungsi

pendapat Perwira (2011) yang menyatakan bahwa tempat fertilisasi dan jalan bagi

sel ovum menuju uterus dengan bantuan sillia pada dindingnya merupakan fungsi

dari oviduct. Struktur bentuk oviduk pada unggas dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu isthmus, ampula, infundibulum. Hal ini sesuai dengan pendapat

Oktavianingrum (2016) yang menyatakan bahwa isthmus, ampula dan

infundibulum merupakan bagian dari oviduct.

3.4.3. Uterus Commented [A47]: idem

Uterus berperan dalam menangkap ovum yang telah dibuahi. Hal ini sesuai

dengan pendapat Sitasiwi (2009) yang menyatakan bahwa tempat penerima dan

perkembangan ovum yang telah dibuhahi merupakan peran dari uterus. Struktur

uterus terdiri dari cornua, corpus dan cervix. Hal ini sesuai dengan pendapat

Soimah (2011) yang menyatakan bahwa cornua, cervix dan corpus merupakan

penyusun struktur uterus.

3.4.4. Servix Commented [A48]:


31

Struktur bentuk dari servix menyerupai leher yang letaknya di uterus. Hal

ini sesuai dengan pendapat Perwira (2011) yang menyatakan bahwa servix

bentuknya menyempit sehingga disebut sebagai leher uterus.Serviks berfungsi

sebagai seleksi sperma dan penghambat masuknya udara maupun mikroflora. Hal

ini sesuai dengan pendapat Azizah dan Luthfi (2017) yang menyatakan bahwa

fungsi dari serviks adalah menyeleksi sperma, membantu sperma masuk kedalam

rahim serta menghambat mikroflora saluran vagina normal. Commented [A49]: uterus

3.4.5. Vagina

Vagina berfungsi organ kopulasi dalam hubungan seksual. Hali ini sesuai

dengan pendapat Sholeha (2017) yang menyatakan bahwa vagina merupakan Commented [A50]: organ kopulasi itu vulva

saluran yang merupakan sarana dalam berhubungan seksual dan sebagai saluran

dalam menghantarkan sel sperma. Vagina memiliki struktur bentuk seperti tabung

memanjang dari serviks sampai vestibulum. Hal ini sesuai dengan pendapat

Faradila (2016) yang menyatakan bahwa vagina berbentuk seperti tabung

memanjang dari serviks sampai vestibulum dan tersusun dari tunika mukosa,

tunika muskularis dan tunika adventisia.

3.5. Anatomi dan Fungsi Saluran Reproduksi Non Ruminansia


32

Berdasarkan hasil pengamatan saluran reproduksi nonruminansia betina

maka diperoleh hasil sebagai berikut.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.
Sumber : Data Primer Praktikum Sumber : Fadilah dan Polana (2009)
Fisiologi Ternak, 2018

Keterangan : 1. Ovarium
2. Infundibulum
3. Magnum
4. Istmus
5. Uterus
6. Vagina
7. Uterus

3.5.1. Ovarium Commented [A51]: bagian dari ovarium dijelaskan yang mana

Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi betina yang termasuk

sebagai organ reproduksi primer. Struktur ovarium tersusun atas beberapa bagian.

Hal ini sesuai dengan pendapat Putranto (2011) yang menyatakan bahwa ovarium

memiliki bentuk menyerupai buah anggur yang berada di rongga perut dan

berdekatan ginjal sebelah kiri yang bergantung pada ligamentum meso ovarium.

Ovarium tersusun atas corte yang berada di bagian luar dan medulla di bagian

dalam. Cortex mengandung folikel dan pada folikel tersebut berisi sel-sel telur. Commented [A52]: jelaskan fungsinya. Pada bagian anatomi
dijelaskan dengan bahasa kalian sendiri
33

3.5.2. Infumdibulum Commented [A53]: bahas anatomi dulu beru fungsi.

Infundibulum merupakan tempat untuk menangkap ovum yang sudah

matang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sa’adah (2017) yang menyatakan bahwa

tempat penangkapan sel telur yang sudah matang disebut infundibulum. Struktur

infundibulum berbentuk seperti corong dan berada di ujung oviduk. Hal ini sesuai

dengan pendapat Romdhom (2011) yang menyatakan bahwa corong yang

membesar yang merupakan bagian dari oviduk dan berdekatan dengan membran

fimbriae merupakan struktur dari infundibulum.

3.5.3. Magnum Commented [A54]: Bahas bentuk dan letak dulu baru fungsi

Magnum berfungsi sebagai tempat sintesis albumen. Hal ini sesuai dengan

pendapat Yuriwati (2016) yang menyatakan bahwa tempat sintesis dan sekresi

albumen merupakan fungsi dari magnum. Struktur magnum terbentuk oleh

glandul tubiler. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismoyowati (2013) yang

menyatakan bahwa glandula tubiler yang sangat sensibel merupakan susunan

bentuk magnum. Commented [A55]:


Commented [A56]: Gunakan bahasa kalian sendiri

3.5.4. Isthmus

Isthmus tersusun oleh kelnjar. Hal ini sesuai pendapat Saraswati (2016)

yang menyatakan bahwa isthmus terdiri atas kelenjar yang bentuknya menyerupai

magnum dengan lekukan sekunder pada mukosa yang lebih banyak daipada

magnum dengan lapisan epitelium berselang-seling atntara sel bersilia dengan sel

sekretoris. Isthmus berfungsi sebagai tempat pembentukan membran kerabang Commented [A57]: Bahas bentuk dan letak secara sederhana
saja. Gunakan bahasa kalian sendiri
34

telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Khotimah (2014) yang menyatakan bahwa

tempat mensekresi material pembentuk membran kerabang merupakan fungsi dari

isthmus.

3.5.5. Uterus Commented [A58]: Bahas bentuk dan letak dulu baru fungsi

Uterus berperan dalam membuat kerabang telur. Hal ini sesuai dengan

pendapat Sitasiwi (2009) yang menyatakan bahwa uterus bertugas dalam

membuat kerabang telur yang menutupi bagian kuning dan putih telur ayam.

Struktur uterus ayam berada diantara ismusth dan vagina. Hal ini sesuai dengan Commented [A59]: Pendapat kalian mana

pendapat Hikmah (2014) yang menyatakan bahwa uterus ayam berada di antara

isthmus dan vagina yang dilapisi oleh mukus uterus.

3.5.6. Vagina

Vagina berfungsi sebagai sarana dalam hubungan seksual. Hali ini sesuai

dengan pendapat Sholeha (2017) yang menyatakan bahwa vagina merupakan

saluran yang merupakan sarana dalam berhubungan seksual dan sebagai saluran Commented [A60]: Dibuat kalimat yang efektif, bahas bentuk
dan letak dulu baru fungsi

dalam menghantarkan sel sperma. Vagina memiliki struktur bentuk seperti tabung

memanjang dari serviks sampai vestibulum. Hal ini sesuai dengan pendapat

Faradila (2016) yang menyatakan bahwa vagina berbentuk seperti tabung

memanjang dari serviks sampai vestibulum dan tersusun dari tunika mukosa,

tunika muskularis dan tunika adventisia.

3.5.7. Kloaka Commented [A61]: Bahas bentuk dan letak baru fungsi.
Gunakan bahasa sendiri
35

Kloaka tersusun atas beberapa lapisan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Hilkias (2017) yang menyatakan bahwa kloaka tersusun atas beberapa lapisan

yaitu lapisa copradeum, urodeum dan proctodeum. Kloaka berfungsi sebagai

tempat keluarnya ekskreta. Hal ini sesuai dengan pendapat Puspitasari dkk. (2016)

yang menyatakan bahwa fungsi dari kloaka sebagai saluran terakhir dari sistem

pencernaan dan tempat keluarnya ekskreta.

3.6. Hematologi Eritrosit

Tabel 1. Hasil Observasi Hematologi Eritrosit


Variabel Pengamatan Hasil Pengamatan Nilai Standar
Total eritrosit ( juta/mm3) 3,85 juta 2,5-3,32.106 cc/sel
Hemoglobin 10 g/dl 8,73-11,26 g/dl
Hematokrit 35% 22-35 %
MCV 90,9 90-140
MCH 25,97 33-47 fg
MCHC 28,57 26-35 grm/
Sumber: a: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2018
b: Santoso, 2016

3.6.1. Total Eritrosit Commented [A62]: Pembahasan pertama bahas hasil total
eritrositnya standar apa ngga. Trus kalo kelebihan itu akibatnya
apa. Faktor yang mempengaruhi apa

Eritrosit merupakan sel darah merah. Hal ini sesuai dengan pendapat

Indrapraja (2009) yang menyatakan bahwa eritosit merupakan sel darah merah

yang bertugas mengedarkan hemoglobin didalam sirkulasi tubuh.Kadar total

eritrosit yang terdapat dalam darah ayam afkir diperoleh 3,85 juta. Hal tersebut

menunjukkan bahwa total eritrosit ayam afkir kelebihan dari total eritrosit

standarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2016) yang menyatakan

bahwa kisaran normal jumlah eritrosit ayam adalah 2,26-3,32x106 sel/cc. Kadar

total eritrosit yang kelebihan dari standar kadar total eritrosit menunjukkan bahwa
36

ayam berada pada kondisi yang tidak baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Zulkifli

dkk. (2014) yang menyatakan bahwa ternak yang meiliki kadar eritrosit yang

berlebihan dapat menimbulkan penyakit polistemia dan berdampak pada

meningkatnya viskositas kekentalan darah. Kadar eritrosit pada ternak

dipengaruhi oleh keadaan ternak, lingkungan dan kualitas pakan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Rahayu dkk. (2017) yang menyatakan bahwa kadar eritosit

dalam tubuh ternak terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu kondisi

fiologis hewan ternak, temperatur atau suhu, lingkungan, kualitas pakan,

manajemen pemeliharaan, dan keseimbangan cairan tubuh serta jumlah hormon

eritropoeitin yang dihasilkan tubuh.

3.6.2. Hemoglobin Commented [A63]: Jangan bahas pengertian. Bahas hasil


hemoglobin trus bandingkan dengan standar. Trus bahas dampak
dan faktor yang mempengaruhinya

Hemoglobin merupakan pigmen eritrosit. Hal ini sesuai dengan pendapat

Gunadi dkk. (2016) yang menyatakan bahwa hemoglobin merupakan pigmen di

dalam sel darah merah yang terbentuk oleh komponen heme dan globin. Kadar

hemoglobin yang terdapat dalam darah ayam afkir diperoleh 10g/dl. Kadar

hemoglobin ayam afkir tersebut menunjukkan bahwa rentang nilai kadar

hemoglobin ayam afkir berada dalam kondisi normal. Hal ini sesuai dengan

pendapat Santoso (2016) yang menyatakan bahwa kisaran normal kadar

hemoglobin ayam afkir adalah 8,73-11,26 g/dl. Kadar hemoglobin yang sesuai

standar kadar hemoglobin menunjukkan bahwa ayam berada pada kondisi yang

sehat dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal ini sesuai dengan pendapat

Rahayu dkk. (2017) yang menyatakan bahwa besar kecilnya kadar hemoglobin
37

dipengaruhi dengan kualitas dan kuantitas pakan serta kandungan zat besi yang

diproduksi oleh tubuh ternak mencukupi kebutuhan tubuhnya.

3.6.3. Hematokrit Commented [A64]: Bahas hasil hematokrit dan bandingkan


dengan literatur. Bahas pengaruh dan faktor yang mempengaruhi

Hematokrit merupakan cara mengukur proporsi darah. Hal ini sesuai

dengan pendapat Rebon (2016) yang menyatakan bahwa hematokrit berfungsi

sebagai metode perhitungan untuk mengukur komposisi darah. Kadar hematokrit

yang terdapat dalam darah ayam afkir diperoleh 35%. Kadar hematokrit ayam

afkir berada dalam rentang nilai standar kadar hematokrit. Hal ini sesuai dengan

pendapat Santosa (2016) yang menyatakan bahwa kisaran normal kadar

hematocrit ayam afkir adalah 22-35%. Kadar hematokrit yang sesuai standar

menunjukkan bahwa ayam afkir berada pada kondisi sehat dan terdapat faktor

yang mempengaruhinya yaitu jumlah eritrosit dalam darah. Hal ini sesuai dengan

pendapat Rahayu dkk. (2017) yang menyatakan bahwa besar kecil dan normal

tidaknya kadar hematokrit dalam darah dipengaruhi oleh banyak sedikitnya

eritrosit.

3.6.3. MCV (Mean Corpuscular Volume) Commented [A65]: Bahas hasilnya berapa, bandingkan dengan
literatur. Bahas dampak dan faktor yang mempengaruhinya

MCV atau Mean Corpuscular adalah indikator penentuan kadar eritrosit.

Hal ini sesuai dengan pendapat Apriasari dan Tuti (2010) yang menyatakan bahwa

MCV atau Mean Corpuscular adalah salah salah satu indicator penghitungan
38

dalam menentukan indeks eritrosit guna merincikan anemia berdasarkan

morfologinya. Kadar MCV yang terdapat dalam darah ayam afkir diperoleh

90,9fl. MCV ayam afkir berada dalam kondisi normal. Hal ini sesuai dengan

pendapat Santoso (2016) yang menyatakan bahwa kisaran normal kadar MCV

ayam afkir adalah 90-140 fl. Kadar MCV yang sesuai standar menunjukkan

bahwa ayam afkir berada pada kondisi sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat

Wijayanti dkk. (2016) yang menyatakan bahwakadar MCV dalam tubuh

dipengaruhi oleh banyak sedikitnya jumlah eritrosit dan kadar hematokrit dalam

darah ayam serta keberadaan hormon dan proses metabolisme tubuh.

3.6.5. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) Commented [A66]: Bahas hasil, dampak dan faktor yang
mempengaruhinya

MCH atau Mean Corpuscular Hemoglobin merupakan kandungan

hemoglobin dalam sel darah merah di dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan

pendapat Apriasari dan Tuti (2010) yang menyatakan bahwa MCH adalah metode

penghitungan untuk mengukur kadar hemoglobin dalam darah (eritrosit). Kadar

MCH yang terdapat dalam darah ayam afkir diperoleh 25,97 dan menunjukkabn

bahwa kadar MCH berada dibawah rentang nilai normal standar MCH. Hal ini

sesuai dengan pendapat Santoso (2016) yang menyatakan bahwa kisaran normal

kadar MCH ayam afkir adalah 33-47 fg. Kadar MCH yang tidak sesuai standar

menunjukkan bahwa ayam afkir berada pada kondisi tertentu dan dipengaruhi

oleh factor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Wijayanti dkk. (2016) yang menyatakan bahwa kadar MCH dipengaruhi oleh
39

jumlah eritosit yang mana semakin tinggi jumlah eritosit maka jumlah eritosit

semakin menurun.

3.6.6. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) Commented [A67]: idem

MCHC atau Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration merupakan

banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Hal ini sesaui dengan pendapat

Apriasari dan Tuti (2010) yang menyatakan bahwa MCHC adalah indicator dalam

menghitung jumlah hemoglobin dalam 100% volume sel darah merah. Kadar

MCHCyang terdapat dalam darah ayam afkir diperoleh 28,2%. Kadar MCHC

ayam afkir berada dalam rentang nilai standar kadar MCHC. Hal ini sesuai dengan

pendapat Santosa (2016) yang menyatakan bahwa kisaran normal kadar MCHC

ayam afkir adalah 26-35%. Kadar MCHC yang sesuai standar menunjukkan

bahwa ayam afkir berada pada kondisi sehat dan terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhinya salah satunya adalah kadar hematokrit. Hal ini sesuai dengan

pendapat Wijayanti dkk. (2016) yang menyatakan bahwa kadar MCHC

dipengaruhi oleh kadar hematokrit dan nilai hemoglobin.


40

3.7. Hematologi Leukosit

Tabel 2. Hasil Obeservasi Hemoglobin Leukosit

Variabel Pengamatan Hasil Pengamatan Nilai Standar


Total Leukosit ( ribu/mm3) 6600 5900-8200
Diferensial Leukosit (%)
Basofil (%) 2 0,5-3,1
Heterofil (%) 56 30,40-52,00
Eusinofil (%) 20 20,00-27,20
Limfosit (%) 27 25,60-39,20
Monosit (%) 12 6,40-12,00

Sumber: a: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2018


b: Utami, S., Zuprizal dan Supadmo, 2012
c: Purnomo, D ., Sugiharto dan Isroli, 2015
d: Cahyaningsih, U., H. Malichatin dan Y.E Hedianto, 2014

3.7.1. Total Leukosit Commented [A68]: faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa leukosit

yang terkandung pada darah ayam yang diuji memiliki sekitar 6600 ribu/mm3

total leukosit. Hal ini menunjukkan bahwa ayam yang diuji masih memiliki kadar

leukosit yang normal sesuai dengan pendapat Utami dkk. (2012) bahwa rata-rata

kadar leukosit dalam darah ayam adalah 5900-8200 ribu/mm3. Ayam yang

memiliki kadar leukosit normal menunjukkan bahwa kondisi ayam tersebut adalah

sehat karena leukosit menghasilkan antibodi yang digunakan untuk melawan

penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnomo dkk. (2015) bahwa apabila

kadar leukosit ayam masih termasuk taraf normal maka diasumsikan ayam

tersebut memiliki tingkat kestabilan kesehatan. Jumlah leukosit dipengaruh oleh

kandungan nutrisi pada pakan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Isroli dan
41

sugiharto (2015) yang menyatakan bahwa kandungan nutrisi, umur dan

lingkungan merupakan faktor yang menentukan jumlah leukosit.

3.7.2. Diferensial Leukosit

3.7.2.1. Basofil, Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa Commented [A69]: faktor yang mempengaruhi

basofil yang terkandung pada darah ayam yang diuji memiliki sekitar 2%. Hal ini

menunjukkan bahwa ayam yang diuji masih memiliki basofil yang normal sesuai

dengan pendapat Cahyaningsih dkk. (2014) bahwa basofil memiliki kandungan

rata-rata 0,5-3,1% dalam darah. Ayam yang memiliki jumlah basofil normal

menunjukkan bahwa ayam tersebut tidak sedang mengalami alergi atau penyakit.

Hal ini sesuai dengan pendapat Lokaprinasari (2014) bahwa basofil memegang

peranan penting terhadap sistem kekebalan tubuh terutama pada substansi alergi.

jumlah basofil dipengaruhi oleh adanya alergi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Jannah dkk. (2017) yang menyatakn bahwa basofil dapat memperbanyak

jumlahnya ketika terjadi kontak dengan substansi alergi.

3.7.2.2. Heterofil, Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa Commented [A70]: faktor yang mempengaruhi

heterofil yang terkandung pada darah ayam yang diuji memiliki sekitar 56%. Hal Commented [A71]: katanya normal kok lebih tinggi

ini menunjukkan bahwa ayam yang diuji masih memiliki heterofil yang normal

tidak sesuai dengan pendapat Purnomo dkk. (2015) bahwa heterofil memiliki

kandungan rata-rata 30,40-52,0% dalam darah. Ayam yang memiliki jumlah

heterofil normal menunjukkan bahwa ketahanan tubuh ayam tersebut normal. Hal

ini sesuai dengan pendapat Apriliyani dkk. (2013) bahwa heterofil berperan dalam

pertahanan tubuh terhadap pengaruh asing. Faktor yang mempengarui jumlah


42

heterofil adalah kandungan nutrisi pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Apriasih dkk. (2016) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya heterofil

dipengaruhi oleh adanya kandungan nutrisi ransum, terutama protein.

3.7.2.3. Eosinofil, Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa Commented [A72]: faktor yang mempengaruhi

eusinofil yang terkandung pada darah ayam yang diuji memiliki sekitar 20%. Hal

ini menunjukkan bahwa ayam yang diuji masih memiliki eusinofil yang normal

sesuai dengan pendapat Purnomo dkk. (2015) bahwa eusinofil memiliki

kandungan rata-rata 20-27,2% dalam darah. Ayam yang memiliki jumlah eusinofil

normal menunjukkan bahwa respon terhadap benda asing yang dimiliki masih

normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Jannah dkk. (2017) bahwa eosinofil

memiliki hipersensitif sistem imun terhadap benda asing. Jumlah eosinofil

dipengaruhi oleh adanya alergi. hal ini sesuai dengan pendapat Saputro dkk.

(2016) yang menyatakan bahwa jumlah eosinofil dipengaruhi oleh adanya

serangan alergi.

3.7.2.4. Limfosit, Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa

limfosit yang terkandung pada darah ayam yang diuji memiliki sekitar 27%. Hal

ini menunjukkan bahwa ayam yang diuji masih memiliki limfosit yang normal

sesuai dengan pendapat Purnomo dkk. (2015) bahwa limfosit memiliki kandungan

rata-rata 25,6-39,2% dalam darah. Ayam yang memiliki jumlah limfosit normal

menunjukkan bahwa ayam tersebut berkondisi sehat/normal karena perlawanan

terhadap bibit penyakit tidak terganggu. Hal ini sesuai pendapat Yosi dkk. (2014)
43

bahwa limfosit merupakan bagian dari sel darah putih yang berfungsi terhadap

perlawanan bibit penyakit dan peningkatan sistem imun. Limfosit dipengaruhi

oleh adanya alergi (benda asing) yang masuk ke tubuh hewan. Hal ini sesuai

dengan pedapat Suhermanto dkk. (2011) yang menyatakan bahwa limfosit

dipengaruhi oleh adanya antigen asing yang masuk ke dalam tubuh.

3.7.2.5. Monosit, Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa Commented [A73]: faktor yang mempengaruhi

monosit yang terkandung pada darah ayam yang diuji memiliki sekitar 12%. Hal

ini menunjukkan bahwa ayam yang diuji masih memiliki monosit yang normal

sesuai dengan pendapat Purnomo dkk. (2015) bahwa monosit memiliki

kandungan rata-rata 6,4-12% dalam darah. Ayam yang memiliki jumlah monosit

normal menunjukkan bahwa kondisi ayam tersebut tidak sedang mengalami

infeksi penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamzah dkk. (2012) bahwa

monosit bekerja saat ada infeksi dan berubah menjadi makrofag yang

berfagositosis kuat. Monosit dipengaruhi oleh adanya antigen asing. Hal ini sesuai

dengan pendapat Saputro dkk. (2016) yang menyatakan bahwa monosit akan terus

bertambah banyak seiring dengan banyaknya antigen yang masuk karena monosit

bersifat makrofag.
44

BAB IV

SIMPULAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum fisiologi ternak yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa saluran pencernaan, saluran pernapasan dan saluran

reproduksi pada ternak ruminansia, pseudoruminansia serta nonruminansia

terdapat beberapa perbedaan yang menjadikan ciri khas antara ternak satu dengan

yang lain dan hematologi eritosit serta leukosit berupa kadar dan faktor yang

mempengaruhinya menunjukkan adanya suatu indikasi pada ternak yang diperiksa

darahnya.

4.2. Saran

Pelaksanaan ke 3 acara perlu dilakukan dengan kehati-hatian. Pembedahan

ayam perlu dilakukan dengan cermat dan teliti supaya tidak merusak atau

memotong organ yang seharusnya tidak terpotong. Hematologi eritosit dan

leukosit dalam pelaksanaannya perlu diamati dengan teliti saat menghitung jumlah

eritosit dan leukositnya.


45

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, F. 2017. Pengaruh Penggunaan Tepung Azolla mucrophylla Fermentasi


dalam Pakan terhadap Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Ayam
Kampung Persilangan. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro, Semarang. (Skripsi).

Apriliyani., N. Suthama dan H.I Wahyuni. 2013. Rasio heterofil limfosit dan
bobot relatif bursa fabrisius akibat kombinasi lama pencahayaan dan
pemberian porsi ransum berbeda pada ayam broiler. J. Animal Agriculture. 2
(1):393-399.

Apriliyani, N.I., M.A Djaelani dan S. Tana. 2016. Profil histologi duodenum
berbagai itik lokal di Kabupaten Semarang. J. Bioma. 18(2): 144-150.

Aqsa, A.D., K. Kiramang dan M.N Hidayat. 2016. Profil organ dalam ayam
pedaging (broiler) yang diberi tepung daun sirih (Piper betle linn) sebagai
imbuhan pakan. J. Ilmu dan Industri Peternakan. 3(1): 148-156.

Astuti, F. 2008. Pengaruh Kombinasi Basis Polietilenglikol 1000


danPolietilenglikol 6000 terhadap Sifat Fisik dan Pelepasan Asam
Mefenamat pada Sediaan Supositoria. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. (Skripsi).

Astuti, R.W. 2008. Uji Efek Antiulcer Perasan Umbi Garut (Maranta
arundinaceae L.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar.Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.(Skripsi).

Azwar dan Prahaztuti. D. 2010. Terapi bicara pasca laringektomi total. J.


Kedokteran Syah Kuala. 10(1): 27-36.

Cahyaningsih, U., H. Malichatin dan Y.E Hedianto. 2014. Diferensial


leukositpada ayam setelah diinfeksi Eimeria tenella dan pemberian serbuk
kunyit(Curcuma domestica) dosis bertingkat. J. Teknologi Peternakan
danVeteriner. :593-599.

Campbell, N.A., J. B. Reece dan L. G. Mitchell. 2008. Biologi. Gelora Aksara.


Pratama, Jakarta.

Dalimunthe, N.W.Y., A. Budianto., E.P Setyowati., A.D Wijayanti. 2017.


Korelasi berat badan dan umur sapi terhadap berat volume cairan dan
konsentrasi prostaglandin pada f2α pada vesikulaseminalis.J. Sain Veteriner.
35(1):49-56.
46

Ermayanti, N.G.A.M dan N.M.R Suarni. 2010. Kualitas spermatozoa mencit


(Musmusculus L) setelah perlakuan infus kayu amargo (Quassia amara
Linn.)dan pemulihannya. J. Biologi. 14(1):45-49.

Fadilah, R dan A. Polana. 2009. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara
Mengatasinya. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Gunadi, V.I.R., Y.M.Mewo., M.Tihu. 2016. Gambaran kadar hemoglobin


padapekerja bangunan. J. Biomedik. 4(2):24-32.

Hamzah, R.A., I. Wiryanti., D.A Astuti dan F. Satrija. 2012. Tanggap kebal
dantampilan produksi ayam pedaging yang diberi ekstrak buah mengkudu.
J.Veteriner. 13(1): 34 – 42.

Hasaaanah, I.W. 2009. Pengaruh Ekstrak Daun Pegagan (centella asiatica)


terhadap Spermatogenesis Mencit (Mus muculus). Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
(Skripsi).

Hatmaya, R.T. 2008. Efek Berbagai Pakan Komplit terhadap Daya Cerna Lemak
dan Serat Kasar pada Sapi Perah.Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga, Surabaya. (Skripsi).

Hilkias, W. 2017. Pengaruh Penggunaan Tepung Limbah Udang


Fermentasiterhadap Karakter Organ Reproduksi pada Puyuh Petelur
(Coturnixcoturnixjaponica). Fakultas Peternakan danPertanian Universitas
Diponegoro, Semarang. (Skripsi).

Horhoruw, W.M. 2012. Ukuran Saluran Reproduksi Ayam Petelur Fase


PulletyangDiberi Pakan dengan Campuran Rumput Laut (Gracilaria
edulist).Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon. (Skripsi).

Iryani, T. 2017. Efek Pemberian Ekstrak Etanol Buah Leunca (Solanum NigrumL)
secara Oral terhadap Penurunan Jumlah Spermatozoa Tikus
Putih(RattusNorvegicus L) Galur Sprague dawley. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung, Bandar Lampung. (Skripsi).

Islamiah, M.R dan A. Sukohar. 2017. Efektivitas kandungan zat aktif daun
cincauhijau (Cyclea barbata Miers) dalam melindungi mukosa lambung
terhadapketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif lambung. J.
Majority.7(1):41-48.

Isnaeni, W. 2010. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta.


47

Jalaluddin, M. 2014. Morfometri dan karakteristik Jumlah leukosit dan


diferensiasi leukosit histologi ovarium sapi aceh (Bos indicus) selama siklus
estrus. J. Medika Veterinaria. 8(1):66-68

Jannah, P.N., Sugiharto dan Isroli. 2017. Jumlah leukosit dan diferensiasi
leukositayam broiler yang diberi minum air rebusan kunyit. J. Ternak
Tropika.18(1):15-19.

Jatmiko, S.D. 2017. Perbedaan Kapasitas Vital Paru Siswa yang


MengikutiEkstrakurikuler Futsal dan Ekstrakurikuler Bola Basket di SMA
Negeri Se-Kabupaten Purbalingga.Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. (Skripsi).

Jatu, A dan Lusiana S.U. 2015. Peranan epitel alveoli pada edema paru non-
kardiogenik. J. Pendidikan Kedokteran. 42(4): 271-274.

Jovita, S. 2016. Struktur Anatomi dan Histologi Organ Reproduksi Tupai


Terbanghylopetes Lepidus (Horsfoeld 1822) Jantan. Fakultas Sains dan
TeknologiUniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,Yogyakarta. (Skripsi).

Larasati, S.A. 2010. Pengaruh Pemberian Jus Pepaya (Carica papaya) terhadap
Kerusakan Histologi Alveolus Paru Mencit yang Dipapar Asap Rokok.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Commented [A74]: ini skripsi atau apa?

Lokapirnasari, W.P dan A.B Yulianto. 2014. Gambaran sel eosinofil, monosit dan
basofil setelah pemberian spirulina pada ayam yang diinfeksi virus flu
burung. 15(4): 499-505.

Mahmilia, F. 20. Perubahan nilai gizi tepung eceng gondok fermentasi dan
pemanfaatannya sebagai ransum ayam pedaging. JITV. 10(2):90-95. Commented [A75]: djabarkan

Novelina, S., S.M Putra., C. Nisa dan H. Setijanto. 2014. Tinjauan


mikroskopikorgan reproduksi jantan musang luak (Paradoxurus
hermaphroditus). J.Acta Veterinaria Indonesiana. 2(1):26-30.

Nuraini, F.D. 2014. Pengaruh Infusa Daun Murbei (Morus alba L.)terhadap
Gambaran Histologi dan Berat Testis Tikus Putih (Rattus Norvegicus)
Diabetes Melitus Kronik. Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Sunan Kali Jaga, Yogyakarta. (Skripsi).

Nurbiantara, S. 2010. Pengaruh Polusi Udara terhadap Fungsi Paru pada Polisi
Lalu Lintas di Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret,
Surakarta. (Skripsi).
48

Nurliani, A., T.B Pitojo dan D.L Kusindarta. 2015. Studi histokimia
lektinterhadap jenis dan distribusi glikokonjugat abomasum kerbau rawa
(Bubalusbubalis) Kalimantan selatan. J. Kedokteran Hewan. 9(2): 128-136.

Nuryadi. 2013. Ilmu Reproduksi Ternak. Universitas Brawijaya Press, Surabaya.

Paramita, D.V dan S.H Juniarti. 2016. Fisiologi dan fungsi mukosiliar bronkus.
J.THT. 9(2): 64-73. Commented [A76]: dijabarkan

Prakoso, B. 2017. Analisis Kesinambungan Persoalan dalam Konsep


SistemReproduksi pada Buku Teks Pelajaran Kurikulum 2013 di
JenjangSD,SMP, danSMA di Kota Yogyakarta. Fakultas Matematika dan
IlmuPengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
(Skripsi).

Pratiwi, A.U. 2016. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar pada Konsep


SistemPernapasan melalui Penggunaan Metode Pembelajaran Problem
Posing. Fakultas Keguruan Dan IlmuPendidikan Universitas Pasundan,
Bandung.(Skripsi).

Prayogo, K.U.E., T.R Tagama dan Maidaswar. 2013. Hubungan ukuran


lingkarskrotum dengan volume semen, konsentrasi dan motilitas
spermatozoapejantansapi limousine dan Simmental. J. Ilmiah Peternakan.
1(3):10150-1056. Commented [A77]: cek halaman

Purnomo, D., Sugiharto dan Isroli. 2015. Total leukosit dan diferensial
leukositdarah ayam broiler akibat penggunaan tepung onggok fermentasi
rhizopusoryzae pada ransum. J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 25(3):59-68.

Puspitasari, S. 2016. Pengaruh Penggunaan Tepung Limbah Kecambah


KacangHijau terhadap Bobot Relatif dan Panjang Organ Pencernaan Itik
Magelang Jantan.Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro, Semarang. (Skripsi).

Putranto, H. D. 2011. Pengaruh suplementasi daun katuk terhadap ukuran


ovarium. J. Sain Peternakan Indonesia. 6 (2): 56-62.

Putri, P.P. 2012. Hubungan antara Derajat Sesak Nafas dengan Nilai Arus Puncak
Ekspirasi (APE) pada Pasien Asma Terkontrol sebagian di RSUD Moewardi
Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
(Skripsi).

Rahardjo, R.A.H. 2010. Hubungan antara Paparan Debu Padi dengan


KapasitasFungsi Paru Tenaga Kerja di Penggilingan Padi Anggraini,
Sragen, Jawa Tengah. Fakultas KedokteranUniversitas Sebelas Maret,
Surakarta.(Skripsi).
49

Rahmanto. 2012. Struktur Histologik Usus Halus dan Efisiensi Pakan


AyamKampung dan Ayam Broiler. FakultasMatematika dan Ilmu
PengetahuanAlam Universitas Negeri Yogyakarta,Yogyakarta. (Skripsi).

Rahmi, A.N. 2017. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Berbasis


Keterampilan Proses Sains untuk Siswa Kelas XI Materi Sistem Reproduksi
Manusia di SMA Negeri 1 Kasihan Bantul. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. (Skripsi).

Raras,A., R. Muryani dan W. Sarengat. 2017. Pengaruh pemberian tepung azolla


fermentasi (azolla microphylla) terhadap performa ayam kampung
persilangan. J. Peternakan Indonesia. 19(1): 30-36.

Reron, Z.R.P. 2016. Pengaruh Ransum Berkadar Protein Kasar Berbeda


terhadapJumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin, dan Hematokrit Itik
Jantan.FakultasPertanian Universitas Lampung, BandarLampung. (Skripsi).

Sadeli, A. 2011. Pengaruh Coating Minyak Sawit pada Urea terhadap Kecernaan
Bahan Kering, Bahan Organik, Neutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid
Detergent Fiber (ADF) dalam Ransum Domba Lokal Jantan. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. (Skripsi).

Santoso, G.A. 2016. Jumlah Eritrosit Hemoglobin dan Hematokrit Ayam Broiler
yang Diberi Ransum Menggunakan Onggok Fermentasi dengan Fungi
Rhizopus oryzae. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro, Semarang. (Skripsi).

Santoso., Amrozi., B. Purwantara dan Herdis. 2014. Sonogram dinamika


ovariumpada kambing kacang (Capra hircus). J. Veteriner. 15(2): 239-245

Septiyani, W. 2016. Penerapan Model Contextual, Teaching and Learning (CTL)


untuk Meningkatkan Sikap Teliti dan Hasil Belajar dan Pembelajaran IPA
mengenai Alat-Alat Pernafasan Siswa pada Siswa Kelas V SDN Pangguh.
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan, Bandung.
(Skripsi).

Setiawan, I. 2015. Struktur Anatomi dan Histologi Organ Pernapasan pada Kuntul
Kerbau (Bulbucus ibis, Linnaeus,1766). Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga, Yogyakarta. (Skripsi).

Sinyo, A.B., L. Lambey., F. Kairupan., J. Keinjem. 2014. Kajian warna dan corak
bulu pada burung weris di Kota Kotamogabu Sulawesi Utara. J. Zootek.
34(1):124-139.
50

Soimah, I. K. 2011. Pengaruh Pemberian Tepung Kaki Ayam Broiler Sebagai


Substitusi Tepung Ikan di Dalam Ransum terhadap Ketebalan Kerabang,
Kadar Protein dalam Albumin dan Kuning Telur Ayam Arab (Gallus
turcicus). Fakultas Sains dan TEknologi Univeristas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim, Malang. (Skripsi)

Sukenda., L. Jamal., D. Wahjuningrum dan A. Hasan. 2008. Penggunaan


kitosanuntuk pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele
dumbo Clarias sp. J. Akuakultur Indonesia. 7(2):159-169.

Sunando, H., S. Rahayu dan M. Baihaqi. 2016. Tingkah laku domba garut
jantanmuda dengan pemeliharaan intensif yang diberi ransum limbah tauge
padawaktupemberian yang berbeda. J. Ilmu Produksi dan Teknologi
HasilPeternakan. 4(1): 218-226.

Suwiti, N.K., N.L.E Setiasih., I.P Suastika., I.W Piraksa dan N.NW Susari. 2010.
Studi histologi usus besar sapi bali. J. Buletin Veteriner Udayana. 2(2):101-
107.

Syamyono, O., D. Samsudewa dan E.T Setiatin. 2014. Korelasi lingkar skrotum
dengan bobot badan, volume semen, kualitas semen, dan kadar testosteron
pada kambing kejobong muda dan dewasa. Bul. Peternakan. 38(3):132-140.

Tortora, G.J dan B. Derricksun. 2012. Principal of Anatomy and Physiology.


USA: John Wiley and Son Inc.

Utami, A.S. 2017. Pengaruh Jus Daun Wortel (Daucus carota) pada Struktur
Histologi Bronkiolus Terminalis Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang
Diinduksi Asap Rokok. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Univesitas Sebelas Maret, Surakarta. (Skripsi).

Utami,S., Zuprizal dan Supadmo. 2012. Pengaruh penggunaan daging buah


paladalam pakan (Myristica frangrans Houtt) terhadap kinerja ayam
broilerpada kepadatan kandang yang berbeda. J. Buletin Peternakan. Commented [A78]: lihat atas
36(1):5-13.

Ulum, M.F., D. Paramita., Z. Muttaqin., N.F Utami., N.D Utami., Gunanti.,


D.Noviana. 2013. Pencitraan ultrasonografi organ reproduksi domba
jantanekor tipis Indonesia. J. Acta Veterinaria Indonesia. 1(2):54-58.

Wahyuni,S., S. Agungpriyono., M. Agil dan T.L Yusuf. 2012. Histologi


danhistomorfometri testis dan epididimis muncak (Muntiacus
muntjakmuntjak) pada periode ranggah keras. J. Veteriner. 13(3):211-219.
51

Wijayanti, D., E.T Setiatin dan E. Kurnianto. 2016. Efek ekstra daun
binahong(anredera cordifolia (ten) steenis) terhadap profil darah merah
padamarmut (cavia cobaya). J. Sain Veteriner. 34(1):75-82.

Wijayanto, B.A dan Sumirat. E.W. 2009. Pembuatan media pembelajaran biologi
sekolah menengah tingkat pertama. J. Speed-Sentra Penelitian Engineering
Dan Edukasi. 1(4): 63-70.

Yosi, F dan S. Sandi. 2014. Pemanfaatan asap cair sebagai bahan aditif
danimplikasinya terhadap sistem imun dan mortalitas ayam broiler.
J.Peternakan Sriwijaya. 3(2):28-34.

Yuriwati, F.N., S.M Mardiati dan S. Tana. 2016. Perbandingan


strukturhistologimagnum pada itik magelang, itik tegal dan itik pengging. J.
Buletin Anatomi dan Fisiologi. 24(1):76-82.

Yuwanta, T. 2008. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Zainuddin., D.Masyitha., Fitriani., Sarayulis., M. Jalaluddin. E. Rahmi dan


I.Nasution. 2016. Gambaran histologi kelenjar intestinal pada
duodenumayam kampung (Gallus domesticus), merpati (Columba
domesticus) dan bebek (Anser anser domesticus). J. Medika Veterinaria.
10(1):9-16.

Zulkifi., M. W. Diarti., Y. Jiwintarum., L. Saraswati. 2014. Jumlah eritrosit darah


tepi hewan coba tikus putih (Rattus novergicus) strain wistar yang diberikan
air seduhan kelopak bunga rosela merah (Hibiscus sabdariffa). J. Bina
Ilmiah. 8(4):7-14
52

LAMPIRAN

Hematologi Eritrosit

1. Hematokrit (%) = Tinggi sel warna darah x 100 %


Tinggi seluruh darah
= 35 x 100 %
100
= 35%

2. Jumlah Eritrosit = N×50.000


= 27×50.000
= 3.850.000
= 3,85 Juta.

3. MCV = HCT
∑eritrosit

= 35×100%

3,85

= 90,9

4. MCHC = Hemoglobin × 100


Hematokrit
= 10 × 100
35
= 28,57 %

5. MCH = Hemoglobin × 10
∑ eritrosit
= 10 x 10
3,85
= 25,97
53

Hematologi Leukosit

Total Leukosit =

Basofil = Banyaknya Basofil×100%


100
= 2 × 100%
100
= 2%
Heterofil = Banyaknya Heterofil × 100%
100
= 56 × 100%
100
= 56%
Eosinofil = Banyaknya Eosinofil × 100
100
= 20 ×100%
100
= 20%
Limfosit = Banyaknya Limfosit × 100%
100
= 27 × 100%
100
= 27%
Monosit = Banyaknya Monosit × 100% = 12 × 100%

100 100

= 12%
54

Warna kuning : cek di panduan KIM FPP penulisan yang benar gimana. Koreksi
spasi dan kata yang harus di italic.

Warna merah : ganti sitasi

Anda mungkin juga menyukai