Anda di halaman 1dari 10

KERAGAAN BOBOT LAHIR PEDET SAPI LOKAL (PERANAKAN

ONGOLE/PO) KEBUMEN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER


BIBIT SAPI PO YANG BERKUALITAS
Subiharta dan Pita Sudrajad
Assessment Institute for Agricultural Technology of Central Java
Po Box 101 Ungaran
E-mail : subiharta@gmail.com
ABSTRAK
Sapi PO merupakan bangsa sapi hasil persilangan antara sapi Sumba Ongole
dengan sapi lokal Jawa dan telah dijadikan sebagai salah satu sapi lokal di Indonesia.
Kemurnian sapi PO di beberapa wilayah tidak terjaga akibat perkawinan yang tidak
terkontrol dengan beberapa bangsa sapi sub tropis. Namun kemurnian sapi PO di
Kebumen dipastikan tetap terjaga, sebab peternak setempat menjaga
perkembangbiakannya dengan cara perkawinan alam antara sapi PO betina dengan
pejantan lokal (PO). Keadaan ini yang mendorong untuk dilakukan penelitian dengan
tujuan untuk mengetahui keragaan bobot lahir dan karakteristik pedet sapi PO
Kebumen. Penelitian ini dilakukan di Desa Tanggulangin, Kecamatan Klirong dan Desa
Karangreja, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen pada tahun 2011 - 2012
bekerjasama dengan kelompok Gelora Tani dan Suramadu. Penimbangan pedet
dilakukan oleh recorder dari kedua kelompok. Pedet ditimbang pada umur 1 – 2 hari.
Metode ini berhasil sebab peternak secara proaktif melaporkan kepada recorder pada
saat ternak sapinya melahirkan. Materi yang digunakan untuk penelitian adalah pedet
sapi PO Kebumen sebanyak 564 ekor yang terdiri 255 ekor pedet jantan dan 309 ekor
pedet betina. Data bobot lahir pedet dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: kurang
dari 25 kg, antara 26 – 30 kg, dan diatas 31 kg. Hasil penelitian menunjukkan bobot
lahir pedet jantan paling banyak diatas 31 kg (52,55%), diikuti bobot lahir antara 26 –
30 kg yang mencapai 43,53%. Bobot pedet jantan kurang dari 25 kg hanya 3,92%.
Sedang bobot lahir pedet betina paling banyak antara 26 – 30 kg, diikuti bobot lahir
lebih dari 31 kg dan paling sedikit bobot lahir kurang dari 25 kg masing – masing
45,31%, 43,69% dan 11,00%. Bobot lahir pedet tersebut menggambarkan performan
induk tetuanya. Sedangkan bobot lahir pedet sapi PO pada umumnya untuk pedet jantan
hanya berkisar 23,28 kg, dan pedet betina 19,68 kg. Selain itu, pedet sapi PO Kebumen
juga mempunyai ciri khusus yang tidak dimiliki oleh pedet lain yaitu sudah memiliki
punuk sejak lahir baik pada pedet jantan maupun betina. Kesimpulan dari penelitian ini
bobot lahir pedet jantan maupun betina sapi PO kebumen jauh lebih tinggi
dibandingkan bobot lahir pedet sapi PO pada umumnya. Pedet sapi PO Kebumen dapat
dijadikan sebagai sumber bibit untuk perbaikan kualitas sapi PO di wilayah lain.
Kata kunci: Sapi Peranakan Ongole (PO), pedet, bobot lahir

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013

293

PENDAHULUAN
Permintaan daging terus meningkat sejalan dengan perbaikan pendapatan dan
peningkatan jumlah penduduk. Puslitbangnak (2000), melaporkan peningkatan
permintaan daging yang pesat antara lain dipengaruhi oleh pertambahan penduduk,
pergeseran pola konsumsi, dan peningkatan pendapatan. Berdasarkan perkiraan
APFINDO (2009) kebutuhan daging tahun 2014 sebesar 414.317 ton, sebanyak 90,2%
dipenuhi dari daging sapi lokal dan diperkirakan masih ada kekurangan daging sebesar
9,8% yang harus diimpor. Untuk mewujudkan tercapainya kebutuan daging sapi lokal
tersebut, telah dicanangkan Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) 2014.
Program tersebut tertuang dalam Permentan Nomor: 19/Permentan/OT.140/2/2010
tentang Pedoman Umum Swasembada Daging Sapi tahun 2014 (Departemen Pertanian,
2010). Swasembada yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan daging sapi
nasional sebesar 90% yang berasal dari daging sapi lokal.
Menyadari hal tersebut diperlukan dukungan peningkatan populasi yang diikuti
dengan perbaikan genetik pada sapi - sapi lokal. Salah satu sapi lokal yang berkembang
di berbagai daerah dalam jumlah banyak adalah sapi Peranakan Ongole (PO).
Sudaryanto et al (2009) melaporkan bahwa sebanyak 60% induk sapi yang berkembang
di Jawa Tengah adalah sapi PO. Sapi PO lebih disukai peternak dengan alasan : a)
Mampu beradaptasi di lingkungan yang kurang bagus, b) Memiliki tenaga yang kuat
sebagai ternak kerja, c) Mampu memanfaatkan pakan kualitas rendah, d) Tahan
terhadap penyakit, dan e) Produksi daging sesuai dengan kebutuhan jagal kecil –
menengah. Namun dalam perkembangannya produktivitas sapi PO makin menurun
akibat perkawinan dengan sapi sub tropis yang tidak terkontrol. Perkawinan sapi PO
dengan sub tropis akan mengalami kendala pada keturunan ketiga atau lebih pada sapi
betinanya. Sumadi et al (2009) melaporkan pada keturunan kedua atau lebih pada
persilangan sapi PO dengan sapi sub tropis maka tingkat kebuntingannya sulit.
Menyadari hal tersebut dirasa perlu untuk mencari daerah sumber bibit sapi PO yang
masih menjaga kemurniannya.
Kabupaten Kebumen merupakan salah satu daerah sentra peternakan sapi potong
lokal khususnya sapi dari bangsa PO di Jawa Tengah dan ditinjau dari kualitasnya
mendekati kualitas aslinya. Sapi PO Kebumen memperoleh peringkat satu untuk
kategori induk sapi potong PO pada kontes ternak nasional tahun 2010 (Dinas
Peternakan dan Kelautan Kabupaten Kebumen, 2010). Sedang hasil penelitian Subiharta
et al (2011) menunjukkan tingginya kualitas sapi PO Kebumen ditunjukkan dengan
tingginya ukuran tubuh (tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada) sapi PO
Kebumen yang lebih tinggi dibanding ukuran tubuh sapi PO klas 1 yang ditetapkan
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 7356:2008. Menyadari hal tersebut maka
dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui potensi bobot lahir sapi PO
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

294

Kebumen dan kemungkinan pengembangannya sebagai sumber bibit dalam upaya


peningkatan kualitas sapi PO.
MATERI DAN METODE
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di dua desa yaitu Desa Tanggulangin dan Desa Karangreja,
masing – masing di Kecamatan Klirong dan Petanahan Kabupaten Kebumen. Pemilihan
lokasi penelitian didapat melalui kesepakatan dengan Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Kebumen yang memenuhi kriteria desa tersebut sebagai sentra sapi PO
Kebumen dan peternak mempertahankan kemurnian sapi PO Kebumen. Penelitian
dilakukan selama dua tahun mulai dari tahun 2011 sampai tahun 2012.
Materi penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedet jantan maupun betina
sapi PO Kebumen, umur 1 – 2 hari setelah lahir. Jumlah pedet yang digunakan
sebanyak 565 ekor terdiri dari 255 pedet jantan dan 309 pedet betina. Pedet sapi PO
Kebumen yang digunakan untuk materi penelitian adalah milik peternak. Pedet yang
dilahirkan hasil perkawinan dengan pejantan sapi PO Kebumen dengan cara kawin
alam. Untuk penimbangan menggunakan timbangan badan (timbangan injak) sebanyak
16 buah, timbangan tersebut dibagi 2 kelompok masing – masing kelompok menerima 8
buah.
Metodologi
Penelitian dilakukan bekerjasama dengan kelompok perbibitan sapi potong
Gelora Tani dan Suramadu. Struktur organisasi kelompok perbibitan masing – masing
dilengkapi dengan recorder yang bertugas menimbang pedet yang baru lahir dan
mencatat kelahiran, juga melakukan pencatatan perkawinan maupun bobot badan sapi
muda dan induk. Penimbangan dilakukan dengan cara peternak melaporkan kepada
recorder tentang kelahiran pedet langsung setelah pedet lahir. Setelah mendapat
laporan, recorder langsung menimbang pedet atau maksimal satu hari setelah kelahiran.
Jumlah recorder ada 16 orang dibagi sesuai dengan luas wilayah, tiap desa terdiri 8
orang recorder. Setiap bulan ada pertemuan recorder untuk up date data bobot lahir.
Data bobot lahir dikelompokkan menjadi 3 bobot lahir, yaitu >31 kg, 26 – 30 kg dan
<25 kg. Pembagian bobot lahir disesuaikan dengan bobot lahir sapi PO pada umumnya
dengan tujuan untuk melihat populasi tertinggi dari bobot lahir yang memungkinkan
untuk dijadikan calon ternak bibit. Kegiatan penelitian ini merupakan bagian dari
serangkaian kegiatan penelitian perbibitan kerjasama dengan Ditjen PKH, Dinas
Peternakan Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Kebumen. Salah satu kegiatan penelitian adalah melakukan seleksi terhadap sapi yang
dilahirkan untuk dijadikan calon ternak bibit, salah satu dasar seleksi adalah bobot lahir.
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013

295

Gambar 1. Penimbangan pedet sapi PO Kebumen


HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik pemeliharaan ternak sapi PO Kebumen
Kebumen merupakan salah satu sentra peternakan sapi potong lokal khususnya
sapi dari bangsa PO di Jawa Tengah dan ditinjau dari kualitasnya mendekati kualitas
aslinya. Hasil penelitian dari Loka Penelitian Sapi Potong menunjukkan bahwa sapi PO
di Kabupaten Kebumen memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan sapi Ongole asli
dari India atau yang lebih dikenal dengan sapi Madras. Ditingkat peternak sendiri
dikenal 2 bangsa sapi salah satunya sapi Madras yang dikenali dari pangkal ekor dan
sekitar dubur maupun alat kelamin berwarna hitam. Sapi Madras lebih disukai oleh
peternak dan harganya sedikit lebih mahal dibanding sapi PO Kebumen yang lain.
Sejarah terbentuknya sapi PO Kebumen merupakan perkawinan sapi Ongole asli dari
India dengan sapi lokal. Sapi Ongole dari India dibawa oleh Belanda ke Jawa
(Kebumen) untuk dikawinkan dengan sapi lokal. Hal ini menunjukkan sapi PO
Kebumen kekerabatannya dengan sapi Ongole lebih dekat. Sedang sapi PO pada
umumnya merupakan hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Sumba Ongole,
dan sapi Sumba Ongole sendiri merupakan perkawinan antara sapi Ongole dengan sapi
lokal di Sumbawa, Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu ciri khusus sapi PO Kebumen
sejak lahir pada pedet jantan maupun betina sudah keluar ponok (gumba) seperti pada
sapi Ongole.
Kemurnian sapi PO Kebumen tetap terjaga karena peternak sapi di daerah Urut
Sewu yang terletak disepanjang Pantai Selatan Jawa masih mempertahankan kemurnian
sapinya dengan cara mengawikan induk sapinya dengan pejantan lokal yang
mempunyai ciri – ciri sapi Madras. Daerah Urut Sewu meliputi kecamatan Klirong dan
Petanahan sebagai lokasi penelitian.
Bobot lahir pedet jantan sapi PO Kebumen
Seperti telah dijelaskan dalam metodologi bahwa bobot lahir pedet hasil
penelitian dibagi menjadi 3 kelompok dimaksudkan untuk melihat potensi bobot lahir.
Bobot lahir pedet jantan paling banyak diatas 31 kg yang mencapai 52,55 %, diikuti
bobot lahir antara 26 – 30 kg sebanyak 43,35% dan hanya 3,92% pedet jantan yang
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

296

bobot lahir kurang dari 25 kg (Tabel 1). Bobot lahir pedet sapi PO di Kabupaten
Semarang tanpa membedakan jenis kelamin dengan perbaikan pakan berkisar antara 22
– 23 kg (Subiharta et al., 2010), bobot lahir yang hampir sama dilaporkan oleh
Affandhy et al (2003) yaitu berkisar antara 21 – 22 kg tanpa membedakan jantan atau
betinanya, sedangkan Putu et al (1998), melaporkan bobot lahir pedet jantan sapi PO
sebesar 23,28 kg. Bobot lahir sapi PO hasil beberapa penelitian menunjukkan dibawah
bobot lahir pedet jantan sapi PO Kebumen. Bobot lahir mencerminkan dari tetuanya
yang berarti induk maupun pejantan yang melahirkan diperkirakan jauh lebih tinggi
dibanding bobot induk maupun pejantan sapi PO daerah lain. Hal ini menunjukkan
bahwa pedet jantan yang dihasilkan kualitasnya baik untuk dijadikan calon pejantan
pada perbibitan pedesaan dalam upaya perbaikan sapi PO di daerah sumber bibit.
Tabel 1. Bobot lahir pedet jantan sapi PO Kebumen
Bobot Lahir (Kg)
Jumlah Sapi (ekor)
Rata-rata Bobot
Lahir (Kg)
Prosentase
≤ 25
10
24,50±0,97
3,92
26 s.d 30
111
28,87±1,33
43,53
≥ 31
134
36,09±4,75
52,55
Jumlah
255
32,49±5,26
100
Bobot lahir pedet betina sapi PO Kebumen
Bobot lahir pedet betina sapi PO Kebumen disajikan pada Tabel 2. Bobot lahir
pedet betina antara 26 – 30 kg dan diatas 31 kg hampir sama masing – masing adalah
45,31% dan 43,69%. Sedang bobot lahir ternak betina yang kurang dari 25 kg hanya
11,0%. Bobot lahir ternak sapi betina dibawah bobot lahir pedet jantan. Hal ini karena
ternak jantan memiliki sifat pertumbuhannya lebih cepat dibanding ternak betina,
sehingga menghasilkan bobot badan yang lebih berat. Soeparno (1998) menyatakan
bahwa jenis kelamin dapat juga menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan.
Dibandingkan dengan ternak betina, ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada
umur yang sama lebih berat. Bobot lahir pedet betina sapi PO hasil penelitian ini juga
lebih besar dibanding daerah lain. Menurut hasil penelitian Putu et al (1998) rata-rata
berat lahir sapi PO betina 19,68 kg.
Tabel 2. Bobot lahir pedet betina sapi PO Kebumen
Bobot Lahir (Kg)
Jumlah Sapi (ekor)
Rata-rata Bobot
Lahir (Kg)
Prosentase
≤ 25
34
23,38±1,74
11,0
26 s.d 30
140
28,84±1,20
45,31
≥ 31
135
35,37±4,87
43,69
Jumlah
309
31,09±5,31
100

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013

297

Gambar 2. Pedet sapi PO Kebumen baik jantan dan betina memiliki punuk
Ada korelasi positif antara bobot badan induk dengan bobot lahir pedet, makin
besar induk pedet yang dilakirkan juga makin berat. Besarnya sapi PO Kebumen
ditandai dengan diperolehnya juara satu induk sapi potong PO pada kontes ternak
nasional tahun 2010 (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kab. Kebumen, 2010).
Untuk itu perlu tindak lanjut dari penelitian ini terkait dengan potensi pertumbuhan
yang tinggi pada sapi PO Kebumen. Tindak lanjut dari hasil penelitian ini terkait
dengan perbibitan antara lain untuk menjadikan desa Tanggulangin dan Karangreja
sebagai sumber bibit sapi PO. Untuk pengembangannya dengan melibatkan instansi
pemerintah yaitu Stasiun Uji Performan (SUP) dan Balai Inseminasi Buatan (BIB) milik
Pemerintah Daerah atau Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Stasiun
Uji Performan menjaring ternak betina atau jantan untuk dikembangkan di daerah sentra
sapi PO. Sedang BIB akan menjaring pejantan yang benar – benar unggul untuk diambil
semennya yang nantinya dikembangkan di daerah sentra sapi PO untuk perbaikan sapi
PO di daerah lain. Stasiun Uji Performan bisa menjaring ternak betina bobot diatas 26
kg dan yang jantan bobot badan diatas 31 kg untuk mempercepat pengembangannya.
Sedang BIB menjaring pedet jantan yang bobotnya diatas 31 kg sebagai calon pejantan
unggul.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Ternak sapi PO Kebumen merupakan ternak sapi PO hasil persilangan antara sapi
Ongole dari India dengan sapi lokal Kebumen. Hal ini diperkuat dengan tumbuhnya
ponok pada pedet yang baru lahir, dan ponok tersebut diturunkan dari sapi Ongole.
Kemurnian sapi PO Kebumen masih terjaga oleh kemauan peternak yang tetap
mengembangkan sapi lokal setempat.
2. Bobot lahir pedet jantan maupun betina jauh lebih besar dibanding bobot lahir sapi
PO di berbagai daerah, hal ini memungkinkan ternak sapi PO Kebumen dapat
dijadikan sebagai ternak bibit untuk perbaikan sapi PO di wilayah lainnya.
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

298

3. Pengembangan sapi PO Kebumen dapat dijadikan sebagai sumber bibit dengan


melibatkan Stasiun Uji Performan dan Balai Inseminasi Buatan untuk menjaring
ternak sapi PO hasil seleksi yang akan dikembangkan.
DARTAR PUSTAKA
Affandhy, L., P. Situmorang, P. W. Prihandini, D. B. Wiyono dan A. Rasyid. 2003.
Performan reproduksi dan pengelolaan sapi potong induk pada kondisi
peternakan rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Puslitbangnak, Bogor.
Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (APFINDO). 2009. Kompas.
Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Pertanian
Republik Indonesia No.59 / Permentan / HK.060 / 8 / 2007 tentang Pedoman
Pelaksanaan Swasembada Daging Sapi. Deptan RI. Jakarta.
Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Kebumen. 2010. Laporan
Tahunan. Dinas Peperla Kabupaten Kebumen.
Putu, I.G., P. Situmorang, A. Lubis, T. D. Chaniago, E. Triwulaningsih, T. Sugiarti,
I.W. Mathius, dan B. Sudaryanto. 1999. Pengaruh Pemberian Pakan
Konsentrat Tambahan Selama Dua Bulan Sebelum dan Sesudah Kelahiran
Terhadap Performan Produksi dan Reproduksi Sapi Potong. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Bogor.
Puslitbangnak. 2000. Proposal Inti Program Pengkajian Sistem Usahatani Tanaman –
Hewan (Crop – Animal Production System). Puslitbangnak, Bogor.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi ketiga. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Sumadi, N. Ngadiyono, Sulastri, W. Pintaka, dan Bayu Putra. 2009. Struktur Populasi
dan Estimasi Output Berbagai Bangsa Sapi Potong di Kecamatan Borobudur,
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan
Peternakan. Pemberdayaan masyarakat melalui usaha peternakan berbasis
sumberdaya lokal dalam rangka peningkatan ketahanan pangan nasional
berkelanjutan. Fakultas Peternakan UNDIP. Semarang.
Subiharta, Muryanto, B. Utomo, Ernawati, R.N. Hayati, P. Sudrajad, I. Musawati,
Suharno. 2010. Pendampingan PSDS melalui inovasi teknologi dan
kelembagaan. Laporan Kegiatan. BPTP Jawa Tengah. Ungaran

Anda mungkin juga menyukai