293
PENDAHULUAN
Permintaan daging terus meningkat sejalan dengan perbaikan pendapatan dan
peningkatan jumlah penduduk. Puslitbangnak (2000), melaporkan peningkatan
permintaan daging yang pesat antara lain dipengaruhi oleh pertambahan penduduk,
pergeseran pola konsumsi, dan peningkatan pendapatan. Berdasarkan perkiraan
APFINDO (2009) kebutuhan daging tahun 2014 sebesar 414.317 ton, sebanyak 90,2%
dipenuhi dari daging sapi lokal dan diperkirakan masih ada kekurangan daging sebesar
9,8% yang harus diimpor. Untuk mewujudkan tercapainya kebutuan daging sapi lokal
tersebut, telah dicanangkan Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) 2014.
Program tersebut tertuang dalam Permentan Nomor: 19/Permentan/OT.140/2/2010
tentang Pedoman Umum Swasembada Daging Sapi tahun 2014 (Departemen Pertanian,
2010). Swasembada yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan daging sapi
nasional sebesar 90% yang berasal dari daging sapi lokal.
Menyadari hal tersebut diperlukan dukungan peningkatan populasi yang diikuti
dengan perbaikan genetik pada sapi - sapi lokal. Salah satu sapi lokal yang berkembang
di berbagai daerah dalam jumlah banyak adalah sapi Peranakan Ongole (PO).
Sudaryanto et al (2009) melaporkan bahwa sebanyak 60% induk sapi yang berkembang
di Jawa Tengah adalah sapi PO. Sapi PO lebih disukai peternak dengan alasan : a)
Mampu beradaptasi di lingkungan yang kurang bagus, b) Memiliki tenaga yang kuat
sebagai ternak kerja, c) Mampu memanfaatkan pakan kualitas rendah, d) Tahan
terhadap penyakit, dan e) Produksi daging sesuai dengan kebutuhan jagal kecil –
menengah. Namun dalam perkembangannya produktivitas sapi PO makin menurun
akibat perkawinan dengan sapi sub tropis yang tidak terkontrol. Perkawinan sapi PO
dengan sub tropis akan mengalami kendala pada keturunan ketiga atau lebih pada sapi
betinanya. Sumadi et al (2009) melaporkan pada keturunan kedua atau lebih pada
persilangan sapi PO dengan sapi sub tropis maka tingkat kebuntingannya sulit.
Menyadari hal tersebut dirasa perlu untuk mencari daerah sumber bibit sapi PO yang
masih menjaga kemurniannya.
Kabupaten Kebumen merupakan salah satu daerah sentra peternakan sapi potong
lokal khususnya sapi dari bangsa PO di Jawa Tengah dan ditinjau dari kualitasnya
mendekati kualitas aslinya. Sapi PO Kebumen memperoleh peringkat satu untuk
kategori induk sapi potong PO pada kontes ternak nasional tahun 2010 (Dinas
Peternakan dan Kelautan Kabupaten Kebumen, 2010). Sedang hasil penelitian Subiharta
et al (2011) menunjukkan tingginya kualitas sapi PO Kebumen ditunjukkan dengan
tingginya ukuran tubuh (tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada) sapi PO
Kebumen yang lebih tinggi dibanding ukuran tubuh sapi PO klas 1 yang ditetapkan
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 7356:2008. Menyadari hal tersebut maka
dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui potensi bobot lahir sapi PO
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
294
295
296
bobot lahir kurang dari 25 kg (Tabel 1). Bobot lahir pedet sapi PO di Kabupaten
Semarang tanpa membedakan jenis kelamin dengan perbaikan pakan berkisar antara 22
– 23 kg (Subiharta et al., 2010), bobot lahir yang hampir sama dilaporkan oleh
Affandhy et al (2003) yaitu berkisar antara 21 – 22 kg tanpa membedakan jantan atau
betinanya, sedangkan Putu et al (1998), melaporkan bobot lahir pedet jantan sapi PO
sebesar 23,28 kg. Bobot lahir sapi PO hasil beberapa penelitian menunjukkan dibawah
bobot lahir pedet jantan sapi PO Kebumen. Bobot lahir mencerminkan dari tetuanya
yang berarti induk maupun pejantan yang melahirkan diperkirakan jauh lebih tinggi
dibanding bobot induk maupun pejantan sapi PO daerah lain. Hal ini menunjukkan
bahwa pedet jantan yang dihasilkan kualitasnya baik untuk dijadikan calon pejantan
pada perbibitan pedesaan dalam upaya perbaikan sapi PO di daerah sumber bibit.
Tabel 1. Bobot lahir pedet jantan sapi PO Kebumen
Bobot Lahir (Kg)
Jumlah Sapi (ekor)
Rata-rata Bobot
Lahir (Kg)
Prosentase
≤ 25
10
24,50±0,97
3,92
26 s.d 30
111
28,87±1,33
43,53
≥ 31
134
36,09±4,75
52,55
Jumlah
255
32,49±5,26
100
Bobot lahir pedet betina sapi PO Kebumen
Bobot lahir pedet betina sapi PO Kebumen disajikan pada Tabel 2. Bobot lahir
pedet betina antara 26 – 30 kg dan diatas 31 kg hampir sama masing – masing adalah
45,31% dan 43,69%. Sedang bobot lahir ternak betina yang kurang dari 25 kg hanya
11,0%. Bobot lahir ternak sapi betina dibawah bobot lahir pedet jantan. Hal ini karena
ternak jantan memiliki sifat pertumbuhannya lebih cepat dibanding ternak betina,
sehingga menghasilkan bobot badan yang lebih berat. Soeparno (1998) menyatakan
bahwa jenis kelamin dapat juga menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan.
Dibandingkan dengan ternak betina, ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada
umur yang sama lebih berat. Bobot lahir pedet betina sapi PO hasil penelitian ini juga
lebih besar dibanding daerah lain. Menurut hasil penelitian Putu et al (1998) rata-rata
berat lahir sapi PO betina 19,68 kg.
Tabel 2. Bobot lahir pedet betina sapi PO Kebumen
Bobot Lahir (Kg)
Jumlah Sapi (ekor)
Rata-rata Bobot
Lahir (Kg)
Prosentase
≤ 25
34
23,38±1,74
11,0
26 s.d 30
140
28,84±1,20
45,31
≥ 31
135
35,37±4,87
43,69
Jumlah
309
31,09±5,31
100
297
Gambar 2. Pedet sapi PO Kebumen baik jantan dan betina memiliki punuk
Ada korelasi positif antara bobot badan induk dengan bobot lahir pedet, makin
besar induk pedet yang dilakirkan juga makin berat. Besarnya sapi PO Kebumen
ditandai dengan diperolehnya juara satu induk sapi potong PO pada kontes ternak
nasional tahun 2010 (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kab. Kebumen, 2010).
Untuk itu perlu tindak lanjut dari penelitian ini terkait dengan potensi pertumbuhan
yang tinggi pada sapi PO Kebumen. Tindak lanjut dari hasil penelitian ini terkait
dengan perbibitan antara lain untuk menjadikan desa Tanggulangin dan Karangreja
sebagai sumber bibit sapi PO. Untuk pengembangannya dengan melibatkan instansi
pemerintah yaitu Stasiun Uji Performan (SUP) dan Balai Inseminasi Buatan (BIB) milik
Pemerintah Daerah atau Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Stasiun
Uji Performan menjaring ternak betina atau jantan untuk dikembangkan di daerah sentra
sapi PO. Sedang BIB akan menjaring pejantan yang benar – benar unggul untuk diambil
semennya yang nantinya dikembangkan di daerah sentra sapi PO untuk perbaikan sapi
PO di daerah lain. Stasiun Uji Performan bisa menjaring ternak betina bobot diatas 26
kg dan yang jantan bobot badan diatas 31 kg untuk mempercepat pengembangannya.
Sedang BIB menjaring pedet jantan yang bobotnya diatas 31 kg sebagai calon pejantan
unggul.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Ternak sapi PO Kebumen merupakan ternak sapi PO hasil persilangan antara sapi
Ongole dari India dengan sapi lokal Kebumen. Hal ini diperkuat dengan tumbuhnya
ponok pada pedet yang baru lahir, dan ponok tersebut diturunkan dari sapi Ongole.
Kemurnian sapi PO Kebumen masih terjaga oleh kemauan peternak yang tetap
mengembangkan sapi lokal setempat.
2. Bobot lahir pedet jantan maupun betina jauh lebih besar dibanding bobot lahir sapi
PO di berbagai daerah, hal ini memungkinkan ternak sapi PO Kebumen dapat
dijadikan sebagai ternak bibit untuk perbaikan sapi PO di wilayah lainnya.
Juni, 2013
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan
Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
298