Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laporan Epidemi HIV Global UNAIDS 2012 menunjukkan bahwa jumlah
penderita HIV dunia mencapai 34 juta orang. Sekitar 50 % diantaranya adalah
perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Jumlah perempuan yang
terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak aman, yang selanjutnya
mereka menularkan pada pasangan seksualnya yang lain. Data estimasi
UNAIDS/WHO (2009) juga memperkirakan 22.000 anak di wilayah Asia-Pasifik
terinfeksi HIV dan tanpa pengobatan, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut
meninggal sebelum ulang tahun kedua.
Sampai dengan tahun 2013, kasus HIV dan AIDS di Indonesia telah tersebar
di 368 dari 497 kabupaten/kota (72 %) di seluruh propinsi. Jumlah kasus HIV baru
setiap tahunnya mencapai sekitar 20.000 kasus. Pada tahun 2013 tercatat 29.037
kasus baru, dengan 26.527 (90,9 %) berada pada usia reproduksi (15-49 tahun) dan
12.279 orang diantaranya adalah perempuan. Kasus AIDS baru pada kelompok rumah
tangga sebesar 429 (15%), yang bila hamil berpotensi menularkan infeksi HIV kepada
bayinya.
Lebih dari 90 % bayi terinfeksi HIV tertular dari ibu HIV yang positif. Penularan
tersebut dapat terjadi pada masa kehamilan, saat persalinan dan selama menyusui.
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) atau Prevention of Mother to
Children HIV Transmition (PMTCT) merupakan intervensi yang sangat efektif untuk
mencegah penularan tersebut. Upaya ini diintegrasikan dengan upaya eliminasi sifilis
kongenital, karena sifilis meningkatkan resiko penularan HIV disamping
mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan pada ibu dan juga ditularkan kepada
bayi seperti pada infeksi HIV.
Dalam upaya pencegahan penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak, layanan
PPIA dan pencegahan sifilis kongenital diintegrasikan dengan layanan kesehatan ibu
dan anak (KIA). Hal ini dilakukan melalui pelayanan antenatal terpadu baik di fasilitas
kesehatan tingkat pertama maupun rujukan. Untuk meningkatkan cakupan dan
pelayanan PPIA, Kementerian Kesehatan telah melakukan beberapa kegiatan, antara
lain : i) pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat memberikan
pelayanan PPIA; ii). Peningkatan kemampuan klinis melalui TOT fasilitator dan
pelatihan bagi petugas kesehatan; dan iii) penyusunan buku pedoman petunjuk
pelaksanaan penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak bagi petugas kesehatan di
fasilitas kesehatan pemerintah dan non pemerintah.
Rumah sakit Dr Tadjuddin Chalid Makassar turut mendukung program
pemerintah dengan melaksanakan Program Nasional Penanggulangan HIV/AIDS.
Dengan penyusunan panduan yang terkait layanan HIV/AIDS khususnya panduan
PPIA (Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke anak) diharapkan dapat menjadi
tuntunan bagi petugas kesehatan yang ada di RS Dr Tadjuddin Chalid Makassar
dalam menyelenggarakan layanan PPIA.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum PPIA adalah untuk mencegah penularan HIV dan sifilis dari ibu
ke anak dan meningkatkan kulaitas hidup ibu dan anak yang terinfeksi HIV dan
sifilis dalam rangka menurunkan kejadian kasus baru HIV pada bayi dan kejadian
sifilis kongenital.
2. Tujuan Khusus
Panduan ini bertujuan :
a. Sebagai tuntunan dalam penatalaksanaan PPIA
b. Memberi perlindungan dan konfidensialitas dalam pelayanan PPIA

C. Definisi
PMTCT (Prevention of Mother to Child HIV Transmission) atau PPIA
(Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak) adalah suatu upaya mencegah infeksi
HIV pada perempuan, serta mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Upaya
pencegahan ini dilakukan melalui suatu program. Kementerian Kesehatan RI dan
Komisi penanggulangan AIDS Nasional telah berkomitmen untuk meningkatkan
cakupan program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi di Indonesia.
PPIA harus menekankan pengurangan jumlah perempuan yang terinfeksi HIV.
Mengurangi jumlah perempuan/ibu yang mengidap HIV adalah cara yang paling
efektif untuk mengurangi MTCT. Infeksi HIV tidak akan ditularkan pada anak-anak
bila calon orang tuanya tidak mengidap terinfeksi HIV.
Banyak kalangan termasuk juga tenaga kesehatan berasumsi bahwa semua
bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV positif pastikah akan juga terinfeksi HIV karena darah
bayi menyatu dengan darah ibu di dalam kandungan. Ternyata sirkulasi darah janin
dan Ibu dipisahkan di plasenta oleh beberapa sel. Oksigen , makanan, antibodi dan
obat-obatan memang dapat menembus plasenta , tetapi HIV biasanya tidak dapat
menembusnya. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV . Namun, jika plasenta
meradang , terinfeksi ataupun rusak , maka bisa jadi virus akan lebih mudah
menembus plasenta, sehingga terjadi penularan HIV ke bayi.
Penularan HIV umumnya terjadi pada saat persalinan ketika kemungkinan terjadi
percampuran darah ibu dan lendir ibu dengan bayi. Tetapi sebagian besar bayi dari
ibu HIV positif tidak tertular HIV. Jika tidak dilakukan inetervensi terhadap ibu hamil
HIV positif , maka resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar antara 25-45 persen.
Waktu dan resiko penularan HIV dari ibu ke bayi:
1. Selama Kehamilan resiko bayi tertular 5-10 %
2. Ketika persalinan resiko bayi tertular 10-20 %
3. Penularan Melalui Air Susu Ibu resiko bayi tertular 10-20 %
Jadi resiko penularan keseluruhan risiko penularan 25-45%
Tata laksana pencegahan Penularan HIV dari ibu ke bayi
1. Kebijakan umum pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi sejalan dengan
kebijakn umum kesehatan ibu dan anak dan kebijakan penanggulangan
HIV/AIDS di Indonesia.
2. Layanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi diintegrasikan dengan
paket layanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di
tiap jenjang pelayanan kesehatan.
3. Semua perempuan yang datang ke pelayanan kesehatan ibu dan anak dan
layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan mendapat
informasi pencegahan penularan HIV selama masa kehamilan dan
menyusui.
Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi ,
dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong,
yaitu:
1) Prong 1: mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia
reproduksi
2) Prong 2: Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV
positif
3) Prong 3:Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif
ke bayi yang dikandungnya
4) Prong 4:Memberikan dukungan psikologis , sosial dan perawatan
kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya
4. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan Prong
1 dan Prong 2.
5. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi,
diimplementasikan semua prong
6. Keempat prong secara nasional dikoordinir dan dijalankan oleh pemerintah,
serta dapat dilaksanakan institusi kesehatan swasta dan lembaga swadaya
masyarakat.
BAB II
RUANG LINGKUP

Menurunkan angka kesakitan HIV AIDS melalui peningkatan mutu pelayanan


konseling dan testing serta perlindungan bagi petugas layanan PPIA dan klien di RS
Dr. Tadjuddin Chalid Makassar guna mencegah Penularan HIV dari Ibu ke Bayi,
mendeteksi dini kejadian HIV pada ibu dan bayi dan mengurangi dampak epidemi HIV
terhadap Ibu dan Bayi. Olehnya dalam pengembangan layanan PPIA di RS Dr.
Tadjuddin Chalid Makassar terbuka untuk semua pasien wanita usia subur yang ingin
mengetahui status HIV nya secara sukarela, baik yang datang sendiri maupun atas
rujukan dokter atau LSM. Pelayanan PPIA di RS Dr. Tadjuddin Chalid Makassar akan
dilakukan di Instalasi KIA/KB yang terdiri dari polik KIA. UGD Bersalin, dan Unit
perawatan Ibu dan Anak.
BAB III
TATA LAKSANA

A. Sasaran PPIA
Sasaran PPIA adalah ibu hamil yang datang ke pelayanan di Instalasi KIA/KB.
Instalasi KIA terdiri dari polik obgyn, UGD Obgyn, dan perawatan Ibu dan bayi.

B. Faktor Pendukung PPIA


Lingkungan kondusif yang diperlukan untuk penerapan PPIA meliputi :
Ketersediaan sumber daya dan infrastruktur yang memadai.
1. Petugas kesehatan yang terlatih
2. Kode etik bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan.
3. Tersedianya sistem monitoring dan evaluasi.
4. Tetap menerapkan Prinsip 5 C (Informed Consent, Confidentiality, counseling,
correct test results, connections to care treatment and prevention services)
Hal-hal yang Rumah sakit dapat lakukan dalam mendukung PPIA ini adalah :
1. Melakukan peningkatan kapasitas staf di RS melalui orientasi, sosialisasi dan
pelatihan PPIA
2. Menyusun alur pelayanan dan SPO, termasuk sistem rujukan PPIA internal dan
antar RS
3. Menyusun alur pencatatan dan pelaporan pelayanan PPIA internal Rumah Sakit
serta melakukan pencatatan dan pelaporan PPIA
4. Melaksanakan kerjasama dengan LSM dan komunitas terkait dengan PPIA dalam
jejaring LKB
5. Melaksanakan rujukan kasus antar RS dan memberikan jawaban rujukan ke
puskesmas dan FKTP terkait lainnya
6. Memberikan pelayanan/konseling sesuai dengan standar :
- KB dalam upaya PPIA
- Tes HIV pada ibu hamil di layanan antenatal
- KIE dan konseling terkait kesehatan reproduksi termasuk kontrasepsi, HIV dan
IMS kepada masyarakat yang berkunjung ke RS

C. Langkah-Langkah PPIA
a. Konseling Pra Tes dapat diberikan oleh dokter atau bidan yang sedang bertugas.
Informasi dapat disampaikan secara individu atau berkelompok oleh petugas
kesehatan dokter atau bidan yang sedang bertugas)
Informasi Pra Tes sebaiknya terpusat pada tiga komponen berikut :
- Berikut informasi penting mengenai HIV/AIDS
- Jelaskan prosedur untuk menjamin konfidensialitas
- Yakinkan kesediaan pasien untuk menjalani tes dan meminta persetujuan
informed consent)
b. Setelah pasien telah menjalani pemeriksaan HIV di laboratorium perlu dilakukan hal
sebagai berikut :
(1). Bila hasil tes positif dan telah dikonfirmasi
 Jelaskan bahwa berarti pasien telah terinfeksi
 Berikan konseling pasca tes dan dukungan
 Tawarkan perawatan berkelanjutan dan rencanakan kunjungan tindak lanjut
 Berikan nasehat pentingnya melakukan perilaku seks dengan kondom agar
tidak menularkan kepada orang lain dan terhindar dari infeksi virus jenis
yang lain. Buat rencana pengurangan perilaku beresiko
 Berikan saran kepada pasien untuk tidak melakukan hubungan seksual di
tanpa alat pengaman, untuk menghindari penularan kepada orang lain
 Rujuk pasien untuk mendapatkan layanan pengobatan
(2). Bila hasil tes negatif
 Berikan kesempatan pada pasien untuk merasa lega atau bereaksi positif
yang lain.
 Berikan konseling tentang perilaku aman agar tak terinfeksi
 Apabila pajanan baru saja terjadi atau pasien termasuk dalam kelompok
resiko tinggi, jelaskan bahwa hasil negatif dapat berarti tidak terinfeksi, juga
dapat berarti terinfeksi namun belum sempat terbentuk antibodi untuk
melawan virus (periode jendela = window periode 3-6 bulan). Tawarkan tes
8 minggu kemudian.

D. Dokumentasi
Seluruh proses pencatatan tes HIV dan Konseling atas inisiasi petugas kesehatan
(PPIA) harus dicatat secara benar dan lengkap. Tahapan pencatatan dimulai pada
saat petugas kesehatan kesehatan menemukan klien dengan gejala infeksi
oportunistik terkait HIV. Proses pencatatan dilakukan dengan menggunakan formulir
pencatatan yang telah dibakukan oleh Kementrian Kesehatan RI. Hasil pencatatan
petugas kesehatan akan diinput oleh petugas pencatatan dan pelaporan dengan
menggunakan aplikasi komputer (SIHA).
PANDUAN PELAYANAN
PPIA
(PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK)

RS Dr. TADJUDDIN CHALID MAKASSAR


2018
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA
RS Dr. TADJUDDIN CHALID MAKASSAR
NOMOR : HK.02.03/XXXIII.2.3.1/2482/2018
TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN
PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI
IBU KE ANAK

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Definisi 2

BAB II RUANG LINGKUP 5

BAB III TATA LAKSANA


A. Sasaran PPIA 6
B. Faktor Pendukung PPIA 6
C. Langkah-langkah PPIA 6
D. Dokumentasi 7

Anda mungkin juga menyukai