Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

DOSEN : WALIN SST, Mkes

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN


DHF

DISUSUN OLEH :

RENIYAH
P10220206069
IIB

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2008
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
1. DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus
yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui
gigitan aedes aegypty betina.
(Efendy, 1995: 1)
2. Demam berdarah dengue (Dengue Hemoragic Fever selanjutnya
disingkat DBD) adalah penyakit yang terjadi pada anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri pada sendi yang biasanya memburuk pada dua
hari pertama.
(Mansjoer, 1999: 429)
3. Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat
mengakibatkan kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan
kejadian luar biasa/wabah.
(Sri Rejeki, 1999: 15)
4. DHF atau demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu keadaan dimana
penderita terjadi demam yang tinggi dan mendadak, secara terus menerus
dan berlangsung 2 – 7 hari tanpa sebab yang jelas, dengan tanda-tanda
perdarahan dair atau pembesaran hati serta didukung oleh pemeriksaan
laboratorium yang positif.
(Shofari Bambang, 2003: 32)
5. Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
arbovirus (arthropodborn virus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes (aedes albopictus dan aedes aegypti)
(Ngastiyah, 2005: 368)
B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer (2000: 419)
Penyebab DHF adalah virus dengue serotipe 1, 2, 3 dan 4 yang ditularkan
melalui vektor nyamuk aedes aegypty, nyamuk aedes alboplotus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibody
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe lain.

C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali memberikan gejala sebagai dengue defer (DF). Pasien akan
mengalami keluhan dan gejala seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh tubuh, hiperemia di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan
yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran
hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali).
Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh
virus. Raksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi
berulang dengan tipe virus dengue berlainan. Kemudian timbullah apa yang
disebut Secondary Heterologow Injection atau The Seguential Infeltion
hipothesisi, yaitu seseorang yang terkena DHF bila telah terinfeksi dengue
pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini
akan mengakibatkan suatu reaksi anamnesiv antibodi. Sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks virus antibodi yang tinggi.
Terdapat kompleks antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal
sebagai berikut:
1. Aktivitas sistem komoplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi
pembesaran plasma di ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.
2. Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini akan mengakibatkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari
sum-sum tulang.
3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivisi pembekuan. Kegiatan faktor pembekuan yaitu:
a. Peningkatan permeabilitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
b. Kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopenia dan koagulopati.

D. MANIFESTASI KLINIK
Masa tunas 3-5 hari tetapi rata-rata 5-8 hari. Gejala klinis timbul secara
mendadak. Adapun tanda dan gejala DHF adalah sebagai berikut:
1. Demam mendadak disertai gejala klinik yang tidak spesifik:
a. Anoreksia
b. Nyeri punggung
c. Nyeri perut
d. Nyeri sendi dan otot
e. Nyeri kepala hebat
f. Nyeri di belakang kepala
g. Demam terjadi 2-7 hari (demam ringan atau tinggi dengan suhu >
39oC)
2. Hepatomegali
3. Manifestasi perdarahan muncul hari ke 2 dan 3.
a. Uji turniguet (+)
b. Petechie (seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi)
c. Epitaksis
d. Perdarahan (gusi, hidung, perdarahan saluran cerna dan perdarahan
dalam urine)
e. Hemotemesis
f. Melena
4. Hasil pemeriksaan darah (ditemukan pada hari ke 3 sampai 7)
Kenaikan nilai hematokrit (konsentrasi sel darah) 20%
5. Manifestasi lain
a. Nyeri epigastrium
b. Nyeri menelan
c. Nyeri di tulang rusuk kanan atau di seluruh tubuh
d. Kadang demam mencapai 40-41oC
e. Pada bayi terjadi kejang demam
f. Mual-mual dan muntah
g. Bintik-bintik perdarahan di tenggorokan dan selaput benang mata.
6. Renjatan menjadi berat dan terjadi DSS (Dengue Syok Syndrome)
a. Nadi lemah dan cepat dan kecil sampai tak teraba
b. Sianosis disekitar mulut, yang jari tangan dan kaki
c. Kulit teraba dingin dan lembag terutama darah akral seperti ujung
hidung, jari dan kaki
d. Tekanan darah turun menjadi 20 mmHg atau kurang
e. Capillary revil lebih dari dua detik
f. Leucopenia kurang dari 500 mm3
g. Gelisah bahkan kesadaran menurun
h. Oliguria sampai anuria
Keadaan DSS yang tidak seagera ditangani maka dalam waktu 12-24 jam
penderita akan meninggal.

Gejala klinis DHF menurut patokan WHO, 1985:


1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab
yang jelas.
2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji turniguet positif dan
adanya salah satu bentuk perdarahan lain seperti petekia, ekimosis,
epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.
3. Pembesaran hati dan nyeri tanpa ikterus.
4. Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan yang terjadi pada saat demam
biasanya mempunyai progrmosis yang buruk.
5. Kenaikan nilai Ht atau hemakonsentrasi yaitu sekitar 20%.

E. DERAJAT DHF
Derajat beratnya DHF berdasarkan patokan dari WHO (1975) dibagi menjadi 4
derajat sebagai berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala khas hanya terdapat manifestasi perdarahan jaringan,
tes turniguet positif.
2. Derajat II
Seperti derajat I disertai perdarahan sponton di kulit dan perdarahan lain
seperti gusi, epistaksis, hematemeis dan melena.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit
yang dingin dan lembab, gelisah.
4. Derajat IV
Terjadi syok berat/renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diukur.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (1999: 431-432) pemeriksaan penunjang pada DBD adalah:
1. Darah
Terjadi trombositopenia (10.000 ml atau kurang) dan hemokonsentrasi
(nilai hemotokrit lebih 20% dari normal) masa perdarahan biasa
memanjang. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia,
hiponatremia, pipokloremia SGOT, SGPT (Serum Glutamik Privuvat
Transaminave), ureum dan PH darah mungkin meningkat.
2. Sum-sum tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada
hari ke 5 dengan gangguan maturasi dan pada hari ke 10 sudah normal
kembali untuk semua sistem.
3. Uji serologi
a. Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum diambil pada masa
akut dan konvaslen yaitu uji peningkatan komplemen (PK). Uji
netralisir (NT) dan uji dengue blot. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi
dengue sebanyak minimal 4 kali.
b. Uji serologi menggunakan serum tunggal, yaitu uji serologi blot
yang mengukur antibodi anti dengue tanpa memandang kelas
antibodinya. Uji Ig M anti dengue yang mengukur hanya antibodi anti
dengue dari kelas Ig M. Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya
atau titer tertentu antibodi anti dengue.
4. Isolasi virus, yang diperiksa adalah darah pasien dan jaringan
Uji turniket positif untuk mengetahui gejala perdarahan.
Caranya: Pasang monset tensimeter pada lengan atas dan pompa sampai
air raksa mencapai pertengahan tekanan sistolik dan diastolik.
Biarkan selama 5 menit. Bila setelah monset di buka terdapat
lebih dari 20 petekia pada daerah lengan bawah dengan diameter
2,8 cm dinyatakan positif.

G. PENULARAN
Penularan penyakit oleh nyamuk aedes aegypti. Anak yang sakit demam
berdarah di dalam darahnya mengandung virus, bila anak ini digigit nyamuk
aedes aegypti maka bibit penyakit itku terisrap masuk ke dalam tubuh nyamuk.
Dan bila nyamuk tersebut menggigit anak lain (anakat sehat) maka anak yang
sehat dapat tertular penyakit ini.
Ciri-ciri nyamuk:
1. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih.
2. Hidup di dalam dan sekitar rumah juga ditempat-tempat umum
3. Mampu terbang 100 m
4. Nyamuk betina aktif menghisap darah pada pagi hari ( Pukul 09:00 )
dan sampai sore hari ( Pukul 16:00 ). Nyamuk jantan bisa menghisap sari
bunga atau tumbuhan yang mengandung gula.
5. Umur nyamuk rata-rata 2 minggu, tetapi sebagaian dapat hidup sampai
3 bulan.
6. Nyamuk betina menghisap darah setiap dua hari, protein dari darah
digunakan untuk pematangan telur yang dikandungnya.
7. Temapt yang disenangi adalah benda-benda yang menggantung,
biasanya ditempat agak gelap, dan lembab.
8. Nyamuk meletakkan telurnya digenangan air bersih, biasanya sedikit di
atas permukaan air.
9. Telur tanpa air dapat bertahan sampai 6 bulan, telur akan menetas
menjadi jentik dalam waktu kurang dari 2 hari setelah terendam air.
10. Siklus hidup nyamuk: telur menjadi jentik, kepompong, dan nyamuk
dewasa.
Perkembagan dari telur menjadi nyamuk kurang lebih 9-10 hari.
Gambar Nyamuk Aedes Agepty :

H. KOMPLIKASI
1. Ensefalopati
Ensefalopati terjadi sebagai komplikas syok yang berkepanjangan
dengna perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DHF yang tidak disertai
syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia atau
perdarahan dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Pada
ensekalopati dengue, kesadaran atau tidak kejang dan dapat terjadi pada
SSD. Bila pasien syok dijumpai penurunannya kesadaran, maka untuk
teratasi perlu dinilai kembali kesadarannya.
2. Kegagalan ginjal
Gagal ginjal akut biasanya terjadi pada masa torminal. Sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal
ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler. Dieresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Bila syok belum
teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi
syok berulang. Pada kesadaran syok berat seringkali dijumpai acute tubular
necrosisi ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.
3. Oedema paru
Komplikasi ini mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan yang
berlebihan.
4. Demam tinggi
5. Gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang
6. Disorientasi (prognosa buruk)

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Pada dasarnya pengobatan pasien DHF bersifat simptomatis dan
suportif. Pengobatan terhadap virus ini bersifat menunjang agar pasien dapat
bertahan hidup.
1. DHF Tanpa Renjatan
Pada pasien ini diberikan banyak minum, yaitu 1 ½ liter, 2 liter
dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirop, susu dan bila mau lebih
baik oralit. Jika anak tidak mau minum sesuai yang dianjurkan tidak
dibenarkan pemasangan sonde karena resiko merangsang terjadinya
perdarahan. Keadaan hiperpireksia di atasi luminal atau anti konvulsan
lainnya. Luminal diberikan dengan dosis: anak kurang 1 tahun 50 mg IM,
anak lebih 1 tahun 75 mg jika 15 menit kejang belum berhenti luminal
diberikan lagi dengan dosis 3 mg/BB. Anak di atas 1 tahun diberi 50 mg di
bawah 1 tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital.
Infuse diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan dilaksanakan
apabila:
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum
sehingga mengencam terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang
cenderung meningkat.
b. Nilai hematokrit menentukan apakah pasien perlu diberikan infuse
atau tidak.

2. DHF Disertai Renjatan


Pasien yang mengalami syok harus segera dipasang infuse sebagai
pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma cairan yang
diberikan ringer laktat. Jika pemberian cairan tidak ada respon, diberikan
plasma atau plasma ekspaner banyaknya 20 – 30 ml/kg BB. Pada pasien
dengan renjatan berat pembesaran infus harus diguyur. Apabila renjatan
telah diatasi nadi sudah teraba, tekanan sistolik 80 mmHg atau lebih,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml kg BB. Kebocoran plasma
biasanya terjadi 24 – 48 jam, maka pemberian infuse dipertahankan sampai
1 – 2 hari lagi waktupun tanda-tanda vitalnya baik. Pemeriksaan
hematokrit perlu dilakukan secara periodik. Kecepatan tetesan diberikan
sesuai dengan keadaan gejala klinis dan nilai hemotokrit. Terapi oksigen 2
liter per menit harus diberikan pada semua pasien syok. Pada pasien dengan
renjatan berat atau renjatan berulang perlu dipasang CVP (Centra Venous
Pressure Pengaturan Tekanan Vena Central) untuk mengukur tekanan vena
sentral melalui safena magna atau vena jugularis dan biasanya pasien
dirawat di ICU. Indikasi pemberian transfuse darah adlah pada penderita
dengan perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai Hb dan
Ht menurun. Sedangkan perdarahannya sendiri telah kelihatan. Dapat
memperhatikan keadaan inipun dianjurkan pemberian darah.

3. Perawatan pasien DHF derajat I


a. Observasi TTV setiap 3 jam terutama tekanan darah dan nadi
b. Pasien perlu istirahat mutlak
c. Perilaku Hb, Ht dan trombosit secara periodic (4 jam sekali)
d. Berikan minum 1 ½ - 2 liter dalam 24 jam jika mau pasien diberi
oralit.
e. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit, bila perlu setiap 5
menit 1 sendok makan atau setiap ¼ jam 1/3 gelas.
f. Kompres dingin jika pasien demam
g. Bila tidak terjadi sesuatu setelah dirawat 2-3 hari, dan pasien dalam
keadaan membaik dengan ditandai dengan nafsu makan yang baik,
pasien di pulangkan.

4. Perawatan pasien DHF derajat II


a. Pemberian cara intravena
Bila keadaan pasien sangat lemah infuse sebaiknya dipasang pada dua
tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan
tetap tidak lancar, maka jika dua tempat akan membantu memperlancar.
b. Observasi TTV
c. Periksa gejala-gejala renjatan seperti nadi menjadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, nauria atau anak mengeluh sakit perut sekali.
d. Perika Hb, Ht dan trombosit secara periodic.

5. Perawatan DHF derajat III (DSS)


a. Pertolongan yang utama adalah mengganti plasma yang keluar
dengan memberikan cairan dan elektrolit biasanya RL dan cara
memberikan diguyur ialah dengan ketepatan 20 ml/kg BB. Karena
darah kehilangan plasma maka alirannya menjadi sangat lambat maka
dapat dimasukkan cairan secara paksa dengan menggunakan spuit 20-30
cc. Sebanyak 100-200 ml melalui slang infuse.
b. Bila pasien dipsneu, pasien dapat dibaringkan semi-fowler dan
diberikan oksigen.
c. Observasi TTV dilakukan setipap 15 menit.
d. Periksa gejala-gejala renjatan, renjatan biasanya sering diawali
dengan gejala anemia, untuk memantau output urine dapat dipasang
kateter.
e. Periksa Hb, Ht dan trombosit secara periodik.
J. PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN
Pemberantasan DHF seperti juga penyakit menular lain, didasarkan atas
pemutusan rantal penularan. Dalam hal DHF, komponen penularan terdiri dari
virus aedes aegypti dan manusia. Karena sampai saat ini belum ada vaksin
yang efektif terhadap virus itu, maka pemberantasan ditunjukan pada manusia
dan terutama vektornya adalah dengan cara berikut:
1. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan aedes aegypti yang
dapat dilakukan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah.
Cara terbaik adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang
dapat dilakukan adalah:
a. Menggunakan mesquito repellent dan insektisida dalam bentuk
semprotan.
b. Menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit
c. Memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak.
2. Pemberantasan vektor jangka panjang yaitu meniadakan aedes aegypti
dengan pemberantasan sarang nyamuk, dapat juga melalui penggunaan
bahan kimia.
(Misalnya dengan melakukan fooging)
3. Pencegahan dilakukan dengan langkah 3M :
a. Menguras bak mandi

b. Menutu tempat-tempat yang mungkin dijadikan tempat


berkembangbiak nyamuk

c. Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air

K.
L. PATHWAY KEPERAWATAN

Infeksi Kurang
Virus informasi

Nyeri otot, sendi badan Demam Mual Peningkatan Kurang


kepala, splenomegali muntah permeabilitas pengetahuan
hepatomegali kapiler
Hipertermi
Anoreksia Kebocoran
Nyeri plasma

Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

Berpindahnya cairan Trombositpnei


intraseluler ke
ekstraseluler
Perdarahan

Kekurangan Hipovolemia
volume cairan

Hipotensi

Syok

Meninggal dunia

Sumber:
Cristian Effendy, 1995
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Hasil pengkajian yang diperoleh perawat terkumpul dalam bentuk data.
Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian.
1. Wawancara
2. Pemeriksaan fisik
3. Observasi atau status pasien
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
Dengan data yang ada, perawat dapat menentukan aktivitas keperawatan
yang sesuai dengan kebutuhan masalah atau masalah yang dialami pasien.
Data khusus yaitu data yang diambil berdasarkan kondisi pasien pada
saat sekarang. Disamping data terseut diatas, dalam memberikan asuhan
keperawatan seseorang perawat yang membutuhkan data yang lebih spesifik
mengenai penyakit pasien yang berupa data subjektif, data objektif,
pemeriksaan labolatorium dan pemeriksaan diagnostik yang lainnya yang
menunjang.
Data subyektif adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan
yang dinyatakan oleh pasien. Pada pasien DHF data subsyektif yang sering
ditemukan timbul antara lain:
1. Lemah
2. Panas atau demam
3. Sakit kepala
4. Anoreksia: mual, haus, sakit saat menekan
5. Nyeri ulu hati
6. Nyeri pada otot dan sendi
7. Pegal-pegal pada seluruh tubuh
8. Konstipasi (sembelit)
Data obyektif adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan
perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita
DHF antar alain:
1. Suhu tubuh tinggi: menggigil, wajah tampak kemerahan (flushing)
2. Mukosa mulut kering: perdarahan gusi, lidah kotor (kadang-kadang)
3. Tampak bintik merah pada kulit (detekie): uji tourniket (+) epistaksis
(perdarahan hidung), ekimosis hematoma, hematemesis, melena.
4. Hyperemia pada tenggorokan
5. Nyeri tekan pada epigastrik
6. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
Renjatan (derajat IV): nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin,
sianosis perimer, nanas dangkal.
Pemeriksaan labolatorium
Untuk menegakkan diagnosa DHF, perlu dilakukan berbagai
pemeriksaan laboratorium antara ain pemeriksaan darah dan urine serta
pemeriksaan serologi. Pada pemeriksaan darah pasien akan dijumpai:
1. Ig G dengue positif
2. Trombositopemia
3. Hemoglobin meningkat
4. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan: hipoprotein, emia,
hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari kedua dan ketiga terjadi lekopenia: aneosinofilia, peningkatan
limfosit, monosit dan basofil.
1. SGOT/SGPT mungkin meningkat
2. Ureum dan PH darah munkin meningkat
3. Waktu perdarahan memanjang
4. Pada pemeriksaan analisa gas darah arteri menunjukkan asidosis
metabolik: P CO2 < 30 – 40 mmHg, HCO3 rendah, base exces (-)

Pemeriksaan serologi
Melakukan pengaturan titer antibody pasien dengan cara
haemaglutination inhibation test (HI test) atau dengan uji peningkatan
komplemen. Pada pemeriksaan serologi dibutuhkan 2 bahan pemeriksaan yaitu
pada masa akut atau demam pada masa penyembuhan (1 – 4 minggu setelah
awal gejala penyakit). Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2 – 5
ml.
Pemeriksaan diagnosis yang menunjang antara lain foto torak mungkin
dijumpai pleural effusion, pada pemeriksaan USG hepatomegali dan
splenomegali.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif (mual, muntah).
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (uremia)
3. Nyeri akut berhubungand engan cedera biologis (proses patologis
penyakit)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan.

C. INTERVENSI
1. Kurangnya voluem cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan ketuban cairan dan elektrolit terpenuhi
NOC : Fluid balance ( keseimbangan cairan )
KH : a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia
Umur 0 (ml)
1 – thn 500 – 600
3 – 5 thn 600 – 700
5 – 8 thn 700 – 1000
8 – 14 thn 800 – 1400
14 – 18 thn 1500

1) BJ urine normal 20 – 40 mg/dl


2) HT normal
Pada laki-laki : 40 – 48 %
Wanita : 37 – 43%
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
1) Tekanan darah
1 thn 95/65 mmHg
6 thn 105/65 mmHg
10 – 13 thn 110/65 mmHg
14 – 17 thn 120/75 mmHg
2) Nadi
Umur
1 – 2 thn 80 – 150 70 – 120
2 thn – 10 thn 70 – 110 60 – 90
10 thn – 18 thn 55 – 90 50 – 90
3) Suhu tubuh
1 thn 37,7oC
2 – 5 thn 37,2oC
6 – 18 thn 37oC
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas rurgor kulit baik.
Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
Keterangan skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kurang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Fluid management ( pengaturan cairan )
a. Timbang popok/pembalut jika diperlukan.
b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c. Monitor status hidrasi (kelemahan, membran
mukosa, nadi adekuat)
d. Monitor vital sign
e. Monitor cairan/makanan dan hitung intake kalori
harian
f. Kolaborasikan pemberian cairan IV.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (uremia)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan suhu tubuh dalam rentang normal
(36,5oC)
NOC : Thermoregulation ( termoregulasi )
KH : a. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5oC)
b. Nadi dan PR dalam rentang normal (nadi: 80 – 100 x
1 menit dan RR : 15 – 20 x/mnt).
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
Keterangan skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kurang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Fever treatment ( perawatan demam )
Intervensi : a. Monitor suhu sesering mungkin
b. Monitor IWL
c. Beri cairan intravena (infus RL 20 tts/mnt)
d. Beri antipiretik
e. Beri kompres pada lipat paha dan aksila

3. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis (proses patologis


penyakit)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan rasa nyeri berkurang.
NOC : Pain Control ( Kontrol nyeri )
KH : a. Mengenal faktor penyebab
b. Menggunakan metode pencegahan non analgetik (distraksi,
relaksasi)
c. Mengenali gejala-gejala nyeri, (cengeng, gelisah, ekspresi
wajah merintih)
Keterangan:
1. Tidak dilakukan sama sekali
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pain management ( Penanganan nyeri )
Intervensi : a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik dan durasi frekwensi, kualitas/beratnya
nyeri.
b. Observasi, isyarat-isyarat non verbal dan
ketidaknyamanan khususnya dalam ketidakmampuan
untuk komunikasi secaa efektif.
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri.
d. Evaluasi tentang keefektifan dan tindakan
mengontrol nyeri yang telah digunakan
e. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
f. Tingkatan tidur/istirahat yang cukup.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan nutrisi pasien terpenuhi.
NOC : Nutritial status food dan fluid intake
KH : a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan (BB dan TB ideal)
b. BB ideal sesuai dengan TB
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi (pasien mengerti
jadwal makanan dan jenis makanan)
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi (tanda-tanda malnutrisi:
bibir pecah-pecah, kulit kering, rambut rontok, BB menurun,
rambut kemerahan)
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan menelan
(pasien mau makan, porsi makan habis)
f. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
Keterangan skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC : Nutrition management ( Manajemen nutrisi )
Intervensi: a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
b. Berikan makanan yang terpilih dan dikonsultasikan
dengan ahli gizi.
c. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
d. Kaji kemampuan pasien untuk kmendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan.
NIC : Nutrition monitoring ( Memonitor nutrisi )
Intervensi: a. Monitor adanya penurunan BB
b. Monitor interaksi anak/orang tua selama makan
c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi monitor
turgor kulit
d. Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan dan konjungtiva.

5. Kurang pengetahuan berhubungan denga kurangnya paparan


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan pengetahuan pasien dan keluarga
bertambah.
NOC : Knowledge, disease process
KH : a. Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis, progrma pengobatan.
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan program/
prosedur yang dijelaskan secara benar.
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
Keterangan skala:
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Teaching: disease process
Intervensi : a. Jelaskan patofisiologi dan penyakit
b. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit dengan cara yang benar
c. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
d. Sedangkan informasi pada pasien tentang kondisi dengan
cara yang tepat
e. Diskusikan perubahan gaya hidup yang tepat.
D. EVALUASI
1. Dx I : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif (mual, muntah).
NOC : Fluid balance ( keseimbangan cairan )
KH : a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia ( Skala 5 )
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal ( Skala 5 )
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas rurgor kulit baik.
Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
( Skala 5 )
2. Dx II : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (uremia)
NOC : Thermoregulation ( termoregulasi )
KH : a. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5oC) ( Skala 5 )
b. Nadi dan PR dalam rentang normal (nadi: 80 – 100 x 1 menit
dan RR : 15 – 20 x/mnt). ( Skala 5 )
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing. (Skala 5)
3. Dx III : Nyeri akut berhubungand engan cedera biologis (proses
patologis penyakit)
NOC : Pain Control ( Kontrol nyeri )
KH : a. Mengenal faktor penyebab ( Skala 5 )
b. Menggunakan metode pencegahan non analgetik (distraksi,
relaksasi) ( Skala 5 )
c. Mengenali gejala-gejala nyeri, (cengeng, gelisah, ekspresi
wajah merintih) ( Skala 5 )
4. Dx IV : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.
NOC : Nutritial status food dan fluid intake
KH : a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan (BB dan TB ideal)
( Skala 5 )
b. BB ideal sesuai dengan TB ( Skala 5 )
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi (pasien mengerti
jadwal makanan dan jenis makanan) ( Skala 5 )
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi (tanda-tanda malnutrisi:
bibir pecah-pecah, kulit kering, rambut rontok, BB
menurun, rambut kemerahan) ( Skala 5 )
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan menelan
(pasien mau makan, porsi makan habis) ( Skala 5 )
f. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti ( Skala 5 )
5. Dx V : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan.
NOC : Knowledge, disease process
KH : a. Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis, progrma pengobatan. ( Skala 5)
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan program/
prosedur yang dijelaskan secara benar. ( Skala 5 )
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya. ( Skala 5 )
DAFTAR PUSTAKA

Behirman, Richard E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 12. Jakarta : EGC.

Betz, Cecily. 2000. Buku Saku Keperawatan Pedriatik Edisi 3. Jakarta : EGC.

Efendy, Christine. 1993. Perawatan Pasian DHF. Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.

http://www.google com/118.98.213.22/aridata_web/e-dukasi/pp_full.ph.../diakses tanggal


17 Juni 2008

Jhonson, Marion, dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC)
Edisi 2. St Louis, Missouri : Mosby.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Mc Closkey, Joanner. 1996. Iowa Intervention Project Nursing Intervention


Classification (NIC) Edisi 2. Westline Industrial Drive, St. Louis :
Mosby.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC.

Suryadi, Rita. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : PT. Fajar
Intan Pratama.

Sentosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa keperawatan NANDA Definisi dan


klasifikasi 2005-2006. Jakarta : Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai