DISUSUN OLEH :
RENIYAH
P10220206069
IIB
A. PENGERTIAN
1. DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus
yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui
gigitan aedes aegypty betina.
(Efendy, 1995: 1)
2. Demam berdarah dengue (Dengue Hemoragic Fever selanjutnya
disingkat DBD) adalah penyakit yang terjadi pada anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri pada sendi yang biasanya memburuk pada dua
hari pertama.
(Mansjoer, 1999: 429)
3. Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat
mengakibatkan kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan
kejadian luar biasa/wabah.
(Sri Rejeki, 1999: 15)
4. DHF atau demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu keadaan dimana
penderita terjadi demam yang tinggi dan mendadak, secara terus menerus
dan berlangsung 2 – 7 hari tanpa sebab yang jelas, dengan tanda-tanda
perdarahan dair atau pembesaran hati serta didukung oleh pemeriksaan
laboratorium yang positif.
(Shofari Bambang, 2003: 32)
5. Demam berdarah dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
arbovirus (arthropodborn virus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes (aedes albopictus dan aedes aegypti)
(Ngastiyah, 2005: 368)
B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer (2000: 419)
Penyebab DHF adalah virus dengue serotipe 1, 2, 3 dan 4 yang ditularkan
melalui vektor nyamuk aedes aegypty, nyamuk aedes alboplotus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibody
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe lain.
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali memberikan gejala sebagai dengue defer (DF). Pasien akan
mengalami keluhan dan gejala seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh tubuh, hiperemia di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan
yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran
hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali).
Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh
virus. Raksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi
berulang dengan tipe virus dengue berlainan. Kemudian timbullah apa yang
disebut Secondary Heterologow Injection atau The Seguential Infeltion
hipothesisi, yaitu seseorang yang terkena DHF bila telah terinfeksi dengue
pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini
akan mengakibatkan suatu reaksi anamnesiv antibodi. Sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks virus antibodi yang tinggi.
Terdapat kompleks antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal
sebagai berikut:
1. Aktivitas sistem komoplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi
pembesaran plasma di ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.
2. Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini akan mengakibatkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari
sum-sum tulang.
3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivisi pembekuan. Kegiatan faktor pembekuan yaitu:
a. Peningkatan permeabilitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
b. Kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopenia dan koagulopati.
D. MANIFESTASI KLINIK
Masa tunas 3-5 hari tetapi rata-rata 5-8 hari. Gejala klinis timbul secara
mendadak. Adapun tanda dan gejala DHF adalah sebagai berikut:
1. Demam mendadak disertai gejala klinik yang tidak spesifik:
a. Anoreksia
b. Nyeri punggung
c. Nyeri perut
d. Nyeri sendi dan otot
e. Nyeri kepala hebat
f. Nyeri di belakang kepala
g. Demam terjadi 2-7 hari (demam ringan atau tinggi dengan suhu >
39oC)
2. Hepatomegali
3. Manifestasi perdarahan muncul hari ke 2 dan 3.
a. Uji turniguet (+)
b. Petechie (seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi)
c. Epitaksis
d. Perdarahan (gusi, hidung, perdarahan saluran cerna dan perdarahan
dalam urine)
e. Hemotemesis
f. Melena
4. Hasil pemeriksaan darah (ditemukan pada hari ke 3 sampai 7)
Kenaikan nilai hematokrit (konsentrasi sel darah) 20%
5. Manifestasi lain
a. Nyeri epigastrium
b. Nyeri menelan
c. Nyeri di tulang rusuk kanan atau di seluruh tubuh
d. Kadang demam mencapai 40-41oC
e. Pada bayi terjadi kejang demam
f. Mual-mual dan muntah
g. Bintik-bintik perdarahan di tenggorokan dan selaput benang mata.
6. Renjatan menjadi berat dan terjadi DSS (Dengue Syok Syndrome)
a. Nadi lemah dan cepat dan kecil sampai tak teraba
b. Sianosis disekitar mulut, yang jari tangan dan kaki
c. Kulit teraba dingin dan lembag terutama darah akral seperti ujung
hidung, jari dan kaki
d. Tekanan darah turun menjadi 20 mmHg atau kurang
e. Capillary revil lebih dari dua detik
f. Leucopenia kurang dari 500 mm3
g. Gelisah bahkan kesadaran menurun
h. Oliguria sampai anuria
Keadaan DSS yang tidak seagera ditangani maka dalam waktu 12-24 jam
penderita akan meninggal.
E. DERAJAT DHF
Derajat beratnya DHF berdasarkan patokan dari WHO (1975) dibagi menjadi 4
derajat sebagai berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala khas hanya terdapat manifestasi perdarahan jaringan,
tes turniguet positif.
2. Derajat II
Seperti derajat I disertai perdarahan sponton di kulit dan perdarahan lain
seperti gusi, epistaksis, hematemeis dan melena.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit
yang dingin dan lembab, gelisah.
4. Derajat IV
Terjadi syok berat/renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diukur.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (1999: 431-432) pemeriksaan penunjang pada DBD adalah:
1. Darah
Terjadi trombositopenia (10.000 ml atau kurang) dan hemokonsentrasi
(nilai hemotokrit lebih 20% dari normal) masa perdarahan biasa
memanjang. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia,
hiponatremia, pipokloremia SGOT, SGPT (Serum Glutamik Privuvat
Transaminave), ureum dan PH darah mungkin meningkat.
2. Sum-sum tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada
hari ke 5 dengan gangguan maturasi dan pada hari ke 10 sudah normal
kembali untuk semua sistem.
3. Uji serologi
a. Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum diambil pada masa
akut dan konvaslen yaitu uji peningkatan komplemen (PK). Uji
netralisir (NT) dan uji dengue blot. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi
dengue sebanyak minimal 4 kali.
b. Uji serologi menggunakan serum tunggal, yaitu uji serologi blot
yang mengukur antibodi anti dengue tanpa memandang kelas
antibodinya. Uji Ig M anti dengue yang mengukur hanya antibodi anti
dengue dari kelas Ig M. Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya
atau titer tertentu antibodi anti dengue.
4. Isolasi virus, yang diperiksa adalah darah pasien dan jaringan
Uji turniket positif untuk mengetahui gejala perdarahan.
Caranya: Pasang monset tensimeter pada lengan atas dan pompa sampai
air raksa mencapai pertengahan tekanan sistolik dan diastolik.
Biarkan selama 5 menit. Bila setelah monset di buka terdapat
lebih dari 20 petekia pada daerah lengan bawah dengan diameter
2,8 cm dinyatakan positif.
G. PENULARAN
Penularan penyakit oleh nyamuk aedes aegypti. Anak yang sakit demam
berdarah di dalam darahnya mengandung virus, bila anak ini digigit nyamuk
aedes aegypti maka bibit penyakit itku terisrap masuk ke dalam tubuh nyamuk.
Dan bila nyamuk tersebut menggigit anak lain (anakat sehat) maka anak yang
sehat dapat tertular penyakit ini.
Ciri-ciri nyamuk:
1. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih.
2. Hidup di dalam dan sekitar rumah juga ditempat-tempat umum
3. Mampu terbang 100 m
4. Nyamuk betina aktif menghisap darah pada pagi hari ( Pukul 09:00 )
dan sampai sore hari ( Pukul 16:00 ). Nyamuk jantan bisa menghisap sari
bunga atau tumbuhan yang mengandung gula.
5. Umur nyamuk rata-rata 2 minggu, tetapi sebagaian dapat hidup sampai
3 bulan.
6. Nyamuk betina menghisap darah setiap dua hari, protein dari darah
digunakan untuk pematangan telur yang dikandungnya.
7. Temapt yang disenangi adalah benda-benda yang menggantung,
biasanya ditempat agak gelap, dan lembab.
8. Nyamuk meletakkan telurnya digenangan air bersih, biasanya sedikit di
atas permukaan air.
9. Telur tanpa air dapat bertahan sampai 6 bulan, telur akan menetas
menjadi jentik dalam waktu kurang dari 2 hari setelah terendam air.
10. Siklus hidup nyamuk: telur menjadi jentik, kepompong, dan nyamuk
dewasa.
Perkembagan dari telur menjadi nyamuk kurang lebih 9-10 hari.
Gambar Nyamuk Aedes Agepty :
H. KOMPLIKASI
1. Ensefalopati
Ensefalopati terjadi sebagai komplikas syok yang berkepanjangan
dengna perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DHF yang tidak disertai
syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia atau
perdarahan dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Pada
ensekalopati dengue, kesadaran atau tidak kejang dan dapat terjadi pada
SSD. Bila pasien syok dijumpai penurunannya kesadaran, maka untuk
teratasi perlu dinilai kembali kesadarannya.
2. Kegagalan ginjal
Gagal ginjal akut biasanya terjadi pada masa torminal. Sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal
ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler. Dieresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Bila syok belum
teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi
syok berulang. Pada kesadaran syok berat seringkali dijumpai acute tubular
necrosisi ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.
3. Oedema paru
Komplikasi ini mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan yang
berlebihan.
4. Demam tinggi
5. Gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang
6. Disorientasi (prognosa buruk)
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Pada dasarnya pengobatan pasien DHF bersifat simptomatis dan
suportif. Pengobatan terhadap virus ini bersifat menunjang agar pasien dapat
bertahan hidup.
1. DHF Tanpa Renjatan
Pada pasien ini diberikan banyak minum, yaitu 1 ½ liter, 2 liter
dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirop, susu dan bila mau lebih
baik oralit. Jika anak tidak mau minum sesuai yang dianjurkan tidak
dibenarkan pemasangan sonde karena resiko merangsang terjadinya
perdarahan. Keadaan hiperpireksia di atasi luminal atau anti konvulsan
lainnya. Luminal diberikan dengan dosis: anak kurang 1 tahun 50 mg IM,
anak lebih 1 tahun 75 mg jika 15 menit kejang belum berhenti luminal
diberikan lagi dengan dosis 3 mg/BB. Anak di atas 1 tahun diberi 50 mg di
bawah 1 tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital.
Infuse diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan dilaksanakan
apabila:
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum
sehingga mengencam terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang
cenderung meningkat.
b. Nilai hematokrit menentukan apakah pasien perlu diberikan infuse
atau tidak.
K.
L. PATHWAY KEPERAWATAN
Infeksi Kurang
Virus informasi
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Kekurangan Hipovolemia
volume cairan
Hipotensi
Syok
Meninggal dunia
Sumber:
Cristian Effendy, 1995
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hasil pengkajian yang diperoleh perawat terkumpul dalam bentuk data.
Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian.
1. Wawancara
2. Pemeriksaan fisik
3. Observasi atau status pasien
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
Dengan data yang ada, perawat dapat menentukan aktivitas keperawatan
yang sesuai dengan kebutuhan masalah atau masalah yang dialami pasien.
Data khusus yaitu data yang diambil berdasarkan kondisi pasien pada
saat sekarang. Disamping data terseut diatas, dalam memberikan asuhan
keperawatan seseorang perawat yang membutuhkan data yang lebih spesifik
mengenai penyakit pasien yang berupa data subjektif, data objektif,
pemeriksaan labolatorium dan pemeriksaan diagnostik yang lainnya yang
menunjang.
Data subyektif adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan
yang dinyatakan oleh pasien. Pada pasien DHF data subsyektif yang sering
ditemukan timbul antara lain:
1. Lemah
2. Panas atau demam
3. Sakit kepala
4. Anoreksia: mual, haus, sakit saat menekan
5. Nyeri ulu hati
6. Nyeri pada otot dan sendi
7. Pegal-pegal pada seluruh tubuh
8. Konstipasi (sembelit)
Data obyektif adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan
perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita
DHF antar alain:
1. Suhu tubuh tinggi: menggigil, wajah tampak kemerahan (flushing)
2. Mukosa mulut kering: perdarahan gusi, lidah kotor (kadang-kadang)
3. Tampak bintik merah pada kulit (detekie): uji tourniket (+) epistaksis
(perdarahan hidung), ekimosis hematoma, hematemesis, melena.
4. Hyperemia pada tenggorokan
5. Nyeri tekan pada epigastrik
6. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
Renjatan (derajat IV): nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin,
sianosis perimer, nanas dangkal.
Pemeriksaan labolatorium
Untuk menegakkan diagnosa DHF, perlu dilakukan berbagai
pemeriksaan laboratorium antara ain pemeriksaan darah dan urine serta
pemeriksaan serologi. Pada pemeriksaan darah pasien akan dijumpai:
1. Ig G dengue positif
2. Trombositopemia
3. Hemoglobin meningkat
4. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan: hipoprotein, emia,
hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari kedua dan ketiga terjadi lekopenia: aneosinofilia, peningkatan
limfosit, monosit dan basofil.
1. SGOT/SGPT mungkin meningkat
2. Ureum dan PH darah munkin meningkat
3. Waktu perdarahan memanjang
4. Pada pemeriksaan analisa gas darah arteri menunjukkan asidosis
metabolik: P CO2 < 30 – 40 mmHg, HCO3 rendah, base exces (-)
Pemeriksaan serologi
Melakukan pengaturan titer antibody pasien dengan cara
haemaglutination inhibation test (HI test) atau dengan uji peningkatan
komplemen. Pada pemeriksaan serologi dibutuhkan 2 bahan pemeriksaan yaitu
pada masa akut atau demam pada masa penyembuhan (1 – 4 minggu setelah
awal gejala penyakit). Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2 – 5
ml.
Pemeriksaan diagnosis yang menunjang antara lain foto torak mungkin
dijumpai pleural effusion, pada pemeriksaan USG hepatomegali dan
splenomegali.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif (mual, muntah).
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (uremia)
3. Nyeri akut berhubungand engan cedera biologis (proses patologis
penyakit)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan.
C. INTERVENSI
1. Kurangnya voluem cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan ketuban cairan dan elektrolit terpenuhi
NOC : Fluid balance ( keseimbangan cairan )
KH : a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia
Umur 0 (ml)
1 – thn 500 – 600
3 – 5 thn 600 – 700
5 – 8 thn 700 – 1000
8 – 14 thn 800 – 1400
14 – 18 thn 1500
Behirman, Richard E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 12. Jakarta : EGC.
Betz, Cecily. 2000. Buku Saku Keperawatan Pedriatik Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
Jhonson, Marion, dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC)
Edisi 2. St Louis, Missouri : Mosby.
Suryadi, Rita. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : PT. Fajar
Intan Pratama.